Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

“Menganalisis Proses Pembentukan Karakter dalam diri Manusia”

Disusun Oleh Kelompok 2 :

1. Sriyono Adji Nugroho


2. Suparno
3. Ahmad Candra Wijaya

Dosen Pengampu :

Arisman Sabir, M.pd


NIDN : 1023039103

PENDIDIKAN TEKNOLOGI INFORMASI

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

MUHAMMADIYAH MUARA BUNGO

2021-2022
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Karakter merupakan suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan seharihari maupun
dalam bermasyarakat. Karakter diterapkan dalam mayarakat pada umumnya tidak pernah lepas
dari proses pembelajaran dan proses pembentukan diri manusia itu sendiri. Dalam pembentukan
karakter bisa didapatkan di lingkup keluarga, sekolah dan lingkungan, baik dalam lingkungan
masyarakat maupun dalam lingkungan kelompok. Seperti halnya di lingkup keluarga, orang tua
mempunyai peran penting dalam membentuk karakter anaknya. Dalam lingkup sekolah, seorang
guru harus bisa memberikan contoh ataupun sikap yang baik yang bisa dijadikan bahan pendidikan
bagi seorang siswa. Lingkungan kelompok juga berpengaruh dalam pembentukan karakter karena
dalam suatu kelompok akan memberikan pengaruh yang sangat besar bagi seseorang. Menurut
Hidayatullah (2010:13), karakter adalah kualitas atau kekuatan mental dan moral, akhlak atau budi
pekerti individu yang merupakan kepribadian khusus yang menjadi pendorong dan juga
penggerak, serta membedakan dengan individu yang lainnya. Seseorang dapat dikatakan
berkarakter jika telah berhasil menyerap nilai dan keyakinan yang dikehendaki masyarakat serta
digunakan sebagai kekuatan moral dalam hidupnya.
Kemdiknas (2011), pendidikan karakter ditempatkan sebagai landasan untuk mewujudkan
visi pembangunan nasional, yaitu mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika,
berbudaya, dan baradab berdasarkan falsafah Pancasila. Hal ini sekaligus menjadi upaya untuk
mendukung perwujudan cita-cita sebagaimana diamanatkan dalam Pancasila dan Pembukaan UUD
1945. Di samping itu, berbagai persoalan yang dihadapi oleh bangsa saat ini semakin mendorong
semangat dan upaya pemerintah untuk memprioritaskan pendidikan karakter sebagai dasar
pembangunan pendidikan. Semangat itu secara implisit ditegaskan pada Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2005-2015, yang di dalamnya pemerintah menjadikan
pembangunan karakter sebagai salah satu program prioritas pembangunan nasional. Karakter juga
sering diasosiasikan dengan istilah temperamen, yang lebih memberi penekanan pada definisi
psikososial yang dihubungkan dengan pendidikan dan konteks lingkungan. Karakter dilihat dari
sudut pandang behaviorial lebih menekankan pada unsur somatopsikis yang dimiliki seseorang
sejak lahir. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa proses perkembangan karakter pada
seseorang dipengaruhi oleh banyak faktor bawaan dan lingkungan yang bersangkutan tumbuh dan
berkembang. Faktor bawaan boleh dikatakan berada di luar jangkauan masyarakat dan individu
untuk mempengaruhinya, sedangkan faktor lingkungan merupakan faktor yang berada pada
jangkauan masyarakat dan individu. Karakter yang kuat adalah sandangan fundamental yang
memberikan kemampuan kepada populasi manusia untuk hidup bersama dalam kedamaian 3 serta
membentuk dunia yang dipenuhi dengan kebaikan dan kebajikan, yang bebas dari kekerasan dan
tindakan-tindakan tidak bermoral. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang dapat
membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan setiap akibat dari keputusannya. Karakter
dapat dianggap sebagai nilainilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha
Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, serta kebangsaan yang terwujud dalam pikiran,
sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma hati. Nilai-nilai karakter
banyak sekali macam dan jenisnya. Nilai-nilai karakter diharapkan mampu membentuk dan
memberikan pengetahuan moral untuk mencegah perbuatan tidak sesuai dengan moral yang dapat
merugikan dirinya sendiri dan orang lain. Nilai-nilai karakter yang bersumber dari agama,
pancasila, budaya, dan tujuan nasional antara lain: religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras,
kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai
prestasi, bersahabat atau komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli
sosial, dan tanggung jawab. Karakter yang memiliki dimensi individual berkaitan erat dengan nilai
dan moral seseorang. Sementara, karakter yang berkaitan dengan dimensi sosialstruktural lebih
melihat bagaimana menciptakan sebuah sistem sosial yang kondusif bagi pertumbuhan individu.
Sejalan dengan latar belakang masalah di atas, maka cukup penting dilakukan penelitian tentang
“Implementasi Karakter Kepedulian Sosial dalam Mengikuti Kegiatan Gotong Royong (Studi
kasus pembangunan jalan di Desa Widodaren Kecamatan Widodaren Kabupaten Ngawi)”. 4
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka dapat dirumuskan suatu
permasalahan sebagai berikut:
1) Bagaimana implementasi karakter kepedulian sosial melalui kegiatan gotong royong di
Desa Widodaren Kecamatan Widodaren Kabupaten Ngawi?
2) Apa sajakah hambatan-hambatan yang mempengaruhi implementasi karakter kepedulian
sosial melalui kegiatan gotong royong di Desa Widodaren Kecamatan Widodaren
Kabupaten Ngawi?
3) Bagaimana solusi untuk mengatasi hambatan dalam implementasi karakter kepedulian
sosial melalui kegiatan gotong royong di Desa Widodaren Kecamatan Widodaren
Kabupaten Ngawi?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian merupakan titik pijak untuk aktivitas yang akan dilaksanakan, sehingga
perlu dirumuskan secara jelas. Setiap penelitian perlu ada tujuan yang berfungsi sebagai acuan
pokok terhadap masalah yang diteliti, sehingga peneliti dapat bekerja secara terarah dalam mencari
data sampai pada langkah pemecahan masalahnya. Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai
berikut:
a. Mendeskripsikan implementasi karakter kepedulian sosial melalui kegiatan gotong
royong di Desa Widodaren Kecamatan Widodaren Kabupaten Ngawi.
b. Mendeskripsikan hambatan-hambatan yang mempengaruhi implementasi karakter
kepedulian sosial melalui kegiatan gotong royong di Desa Widodaren Kecamatan
Widodaren Kabupaten Ngawi.
c. Mendeskripsikan solusi untuk mengatasi implementasi karakter kepedulian sosial
melalui kegiatan gotong royong di Desa Widodaren Kecamatan Widodaren Kabupaten
Ngawi.

D. Manfaat atau Kegunaan Penelitian


Melalui kegiatan penelitian ini diharapkan dapat tercapai beberapa manfaat atau kegunaan, yaitu:
1. Manfaat atau Kegunaan Teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi perkembangan ilmu
pengetahuan pada khususnya, maupun bagi masyarakat luas pada umumnya tentang
implementasi karakter kepedulian sosial melalui kegiatan gotong royong.
b. Menambah dan memperluas pengetahuan khususnya tentang karakter kepedulian sosial
bagi warga Desa Widodaren Kecamatan Widodaren Kabupaten Ngawi.
c. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar untuk kegiatan penelitian selanjutnya
yang sejenis di waktu yang akan datang.
2. Manfaaat atau Kegunaan Praktis
a. Hasil penelitian ini dapat memberi informasi dan masukan yang berguna tentang
implementasi karakter kepedulian sosial melalui kegiatan gotong 6 royong bagi warga
Desa Widodaren Kecamatan Widodaren Kabupaten Ngawi.
b. Memberikan sumbangan atau masukan kepada pemerintah dalam rangka meningkatkan
kualitas kegiatan gotong royong sebagai sarana implementasi karakter kepedulian sosial
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pendidikan Karakter.


Dalam konteks pemikiran Islam, karakter berkaitan erat dengan iman dan keikhlasan. Hal ini
sejalan dengan ungkapan Aristoteles, bahwa karakter erat kaitannya dengan “habbit” atau
kebiasaan terus-menerus dipraktikakan dan diamalkan. Jadi Pendidikan karakter adalah sebuah
system yang menanamkan nilai – nilai karakter pada peserta didik,yang mengandung komponen
pengetahuan, kesadaran individu, tekad serta adanya kemauan dan tindakan untuk melaksanakan
nilai- nilai, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan,
maupun bangsa, sehingga akan terwujud insan yang berkarakter.
B. Pembentukan Karkter
Karakter adalah sebuah kata yang tidak ada artinya jika tidak dihubungkan dengan manusia.
Gordon Allport mendefinisikan Karakter manusia sebagai kumpulan atau kristalisasi dari
kebiasan-kebiasaan seorang individu. Sedangkan Chaplin mendefinisikannya sebagai kualitas
kepribadian yang berulang secara tetap dalam seorang individu. Dari sudut proses
pembentukkannya ada ahli yang mengatakan bahwa Karakter manusia itu adalah turunan
(hereditas), sebagian lain lagi mengatakan lingkungan yang membentuk Karakter Kepribadian
seseorang. Kita tidak mempersalahkan ataupun membenarkan salah satu pandangan di atas. Yang
pasti kedua faktor di atas sangat berperan di dalam pembentukan Karakter Kepribadian seorang
manusia. Tapi yang paling penting untuk diperhatikan adalah bahwa kebiasaan manusia setiap
hari itulah yang akan membentuk Karakter seorang manusia.
C. Proses Pembentukan Karakter
Terbentuknya karakter seseorang melalui proses yang panjang. Dia bukanlah proses sehari
dua hari, namun bisa bertahun-tahun. Dalam ilustrasi seorang yang tinggal sementara di
Singapura sebelumnya, kita berharap sepulangnya dia dari sana karakternya akan berubah, tapi
kenyataannya tidak. Ini menunjukkan, waktu satu tahun belum sanggup membentuk karakter.
Suatu sikap atau prilaku dapat menjadi karakter melalui proses berikut:
1. Mengetahui
2. Menghayati
3. Melakukan
4. Membiasakan menjadi karakter yang baik

Karakter menjadi kuat jika rangkaian proses tersebut dilewati. Tahapan di atas dapat
dikelompokkan lagi atas dua bagian. Bagian pertama dominan aspek cognitifnya, yakni mulai
dari Tahap Pengenalan hingga tahap Penerapan. Selanjutnya bagian kedua mulai didominasi oleh
ranah afektif, yakni mulai dari pengulangan sampai internalisasi menjadi karakter. Bagian ke dua
ini, dorongan untuk melakukan sesuatu sudah berasal dari dalam dirinya sendiri.
Pemahaman atas tahapan pembentukan karakter ini akan sangat mempengaruhi jenis interfensi
apa yang diperlukan untuk membentuk karakter secara sengaja. Akan sangat berbeda interfensi
yang dilakukan pada saat karakter baru pada tahap pengenalanan dengan tahapan pengulangan
atau pembiasaan.
Mengetahui (knowledge)
Pembentukan karakter dimulai dari fase ini yaitu kesadaran dalam bidang kognitif.. Untuk
seorang anak, dia mulai mengenal berbagai karakter baik dari lingkungan keluarganya. Misalnya,
pada keluarga yang suka memberi, bersedekah dan berbagi. Dia kenal bahwa ada sikap yang
dianut oleh seluruh anggota keluarganya, yakni suka memberi. Kakaknya suka membagi
makanan atau meminjamkan mainan. Ibunya suka menyuruh dia memberikan sedekah ketika ada
peminta-pinta datang ke rumah. Ayahnya suka memberikan bantuan pada orang lain. Pada
tahapan ini dia berada pada ranah kognitif, dimana prilaku seperti itu masuk dalam memorinya.
D. Menghayati (understanding)
Setelah seseorang mengenal suatu karakter baik, dengan melihat berulang-ulang, akan timbul
pertanyaan mengapa begitu? Dia bertanya, kenapa kita harus memberi orang yang minta
sedekah? Ibunya tentu akan menjelaskan dengan bahasa yang sederhana. Kemudian dia sendiri
juga merasakan betapa senangnya ketika kakaknya juga mau berbagi dengannya. Dia kemudian
membayangkan betapa senangnya si peminta-minta jika dia diberi uang atau makanan. Pada
tahap ini, si anak mulai paham jawaban atas pertanyaan ”mengapa”. Pada tahap ini yakni
kedalaman kognitif dan afektif yang dimiliki oleh individu.
E. Melakukan (acting)
Jika kedua aspek diatas sudah terlaksana makan akan dengan mudah dilakukan oleh
seseorang yaitu sesuatu yang dimiliki oleh individu untuk melakukan suatu pekerjaan. Didasari
oleh pemahaman yang diperolehnya, kemudian si anak ikut menerapkannya. Pada tahapan awal,
dia mungkin sekedar ikut-ikutan, sekedar meniru saja. Mungkin saja dia hanya melakukan itu jika
berada dalam lingkungan keluarga saja, di luar dia tidak menerapkannya. Seorang yang sampai
pada tahapan ini mungkin melakukan sesuatu atau memberi sedekah itu tanpa didorong oleh
motivasi yang kuat dari dalam dirinya. Seandainya dia kemudian keluar dari lingkungan tersebut,
perbuatan baik itu bisa jadi tidak berlanjut.
F. Membiasakan menjadi karakter yang baik
Tingkatan berikutnya, adalah terjadinya internalisasi nilai-nilai yang terkandung dalam suatu
sikap atau perbuatan di dalam jiwa seseorang. Sumber motivasi melakukan suatu respon adalah
dari dasar nurani. Karakter ini akan menjadi semakin kuat jika ikut didorong oleh suatu ideologi
atau believe. Dia tidak memerlukan kontrol social untuk mengekspresikan sikapnya, sebab yang
mengontrol ada di dalam sanubarinya. Disinilah sikap, prilaku yang diepresikan seseorang
berubah menjadi karakter.
Seorang anak yang dibesarkan dalam keluarga yang suka berbagi, kemudian tinggal
dalam masyarakat yang suka bergotong royong, suka saling memberi, serta memiliki keyakinan
ideologis bahwa setiap pemberian yang dia lakukan akan mendapatkan pahala, maka suka
memberi ini akan menjadi karakternya.
Seorang anak yang dibesarkan dalam keluarga yang tidak menekankan sopan santu,
tinggal dalam lingkungan yang suka bertengkar dan mengeluarkan makian dan kata-kata kotor,
dan tidak memiliki pemahaman ideologi yang baik, maka berkatan kotor mungkin akan menjadi
karakternya.
Tahapan yang telah dipaparkan diatas akan saling pengaruh mempengaruhi.
Mekanismenya ibaratkan roda gigi yang sling menggerakkan. Mengenal sesuatu akan
menggerakkan seseorang untuk memahaminya. Pemahaman berikutnya akan memudahkan dia
untuk menerapkan suatu perbuatan. Perbuatan yang berulang-ulang akan melahirkan kebiasaan.
Kebiasaan yang berkembang dalam suatu komunitas akan menjelma menjadi kebudayaan, dan
dari kebudayaan yang didorong oleh adanya values atau believe akan berubah menjadi karakter.

G. Pengkondisian dan Keteladanan


a. Pengkondisian
Pengkondisian berkaitan dengan upaya untuk menata lingkungan fisik maupun
nonfisik demi terciptanya suasana mendukung terlaksananya pendidikan karakter.
Kegiatan menata lingkungan fisik misalnya adalah mengkondisikan tempat sampah,
halaman yang hijau dengan pepohonan, poster kata-kata bijak yang dipajang. Sedangkan
pengkondisian lingkungan nonfisik misalnya mengelola konflik supaya tidak menjurus
kepada perpecahan, atau bahkan menghilangkan konflik tersebut.
b. Keteladanan
Keteladanan merupakan sikap “menjadi contoh”. Sikap menjadi contoh
merupakan perilaku dan sikap tenaga kependidikan dan peserta didik dalam memberikan
contoh melalui tindakan-tindakan yang baik sehingga diharapkan menjadi panutan bagi
peserta didik atau warga belajar lain. Contoh kegiatan ini misalnya tenaga kependidikan
menjadi contoh pribadi yang bersih, rapi, ramah, dan patut dicontoh.

H. Strategi/ Pembentukan Karakter Terpuji (Santun atau Menghormati Orang Lain) Melalui
a. Pengkondisian
Pembentukan karakter sopan santun (menghormati orang lain) melalui pengkondisian
dapat dilakukan dengan beberapa cara. Diantaranya (Lickona, 2013):
1. Menciptakan Komunitas yang Bermoral
Menciptakan komunitas yang bermoral dengan mengajarkan siswa untuk saling
menghormati, menguatkan, dan peduli. Dengan ini, rasa empati siswa akan terbentuk.
2. Disiplin Moral
Disiplin moral menjadi alasan pengembangan siswa untuk berperilaku dengan penuh
rasa tanggung jawab di segala sitasi, tidak hanya ketika mereka di bawah pengendalian
atau pengawasan guru atau orang dewasa saja. Disiplin moral menjadi alasan
pengembangan siswa untuk menghormati aturan, menghargai sesame, dan otoritas
pengesahan atau pengakuan guru.
3. Menciptakan Lingkungan Kelas yang Demokratis: Bentuk Perteman Kelas
Menciptakan lingkungan kelas yang demokratis dapat dilakukan dengan membentuk
pertemuan kelas guna membentuk karakter terpuji santun atau menghoramti orang lain.

Menurut Lickona (2013:212), tujuan perkembangan karakter dari pertemuan kelas


yaitu:
1) mengembangkan siswa melalui kebiasaan tatap muka untuk mencapai kemampuan
siswa yang mampu mendengarkan, menghargai, dan menghormati pendapat orang
lain.
2) menyediakan sebuah forum untuk bertukar pikiran sehingga akan mncul rasa
kepercayaan diri masing-masing individu.
3) membantu perkembangan ketiga bagian karakter, kebiasaan moral, perasaan,
dengan melakukan latihan setiap hari dalam kehidupan di kelas.
4) menciptakan komunitas moral sebagai sebah struktur dukungan untuk memelihara
wilayah sebuah kualitas karakter yang baik bahwa sejatinya para siswa itu
berkembang.
5) mengembangkan sikap dan kemampuan yang dibutuhkan untuk mengambil
peranan dalam kelompok pengambil keputusan secara demokratik.
b. Mengajarkan Nilai Melalui Kurikulum
Kurikulum berbasis nilai moral akan membantu membentuk atau mengkondisikan
siswa dalam membentuk karakter terpuji. Dan salah satunya adalah karakter santun. Dari
kurikulum berbasis nilai moral ini bergerak dan menuju pusat dari proses belajar-mengajar.
c. Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan dan membentuk karakter terpuji
santun atau menghargai orang lain karena pembelajaran kooperatif memiliki banyak
keuntungan. Keuntungan-keuntungan tersebut diantaranya, proses belajar kooperatif dapat
mengajarkan nilai-nilai kerja sama, membangun komunitas di dalam kelas, keterampilan
dasar kehidupan, memperbaiki pencapaian akademik, rasa percaya diri, dan penyikapan
terhadap sekolah, dapat menawarkan alternative dalam pencatatan, dan yang terakhir yaitu
memiliki potensi untuk mengontrol efek negatif.
I. Meningkatkan Tingkat Diskusi Moral
Melalui diskusi moral, siswa mampu bertukar pendapat dengan siswa lain. Hasilnya,
mampu membat siswa tersebt saling menghargai pendapat-pendapat yang memang berbeda dengan
pendapatnya. Diskusi moral ini lebih kebanyakan bertujuan untuk menyamakan pendapat antara
pendapat yang satu dengan lainnya.
J. Keteladanan
Pembudayaan merupakan suatu proses pembiasaan. Pembudayaan sopan santun dapat
dimaksudkan sebagai supaya pembiasaan sikap sopan santun agar menjadi bagian dari pola hidup
seorang yang dapat dicerminkan melalui sikap dan perilaku kesehariannya. Sopan santun sebagai
perilaku dapat dicapai oleh anak melalui berbagai cara. Proses ini dapat dilakukan di rumah
maupun di sekolah.
Pembudayaan sopan antun di rumah dapat dilakukan melalui peran orang tua dalam mendidik
anaknya. Orang tua dapat melakukan hal-hal sebagai berikut:
a) Orang tua memberikan contoh-contoh penerapan perilaku sopan santun di depan anak.
Contoh merupakan alat pendidikan yang sekaligus dapat memberikan pengetahuan pada
anak tentang makna dan implementasi dari sikap sopan santun itu sendiri. Menurut
pendapat Dyah Kusuma (2009) “pembentukan perilaku sopan santun sangat dipengaruhi
lingkungan. Anak pasti menyontoh perilaku orang tua sehari-hari. Tak salahlah kalau ada
yang menyebutkan bahwa ayah/ibu merupakan model yang tepat bagi anak. Di sisi lain,
anak dianggap sebagai sosok peniru yang ulung. Lantaran itu, orang tua sebaiknya selalu
menunjukkan sikap sopan santun. Dengan begitu, anak pun secara otomatis akan
mengadopsi tata- krama tersebut.” Contoh merupakan sarana yang paling ampuh dalam
menanamkan sikap sopan santun pada anak dengan contoh anak dapat secara langung
melihat model dan sekaligus dapat meniru dan mengetahui implementasinya. Orang tua
dapat menanamkan makna dari sikap sopan ini akan lebih mudah.
b) Menanamkan sikap sopan santun melalui pembiasaan. Anak dibiasakan bersikap sopan
dalam kehidupan sehari hari baik dalam bergaul dalam satu keluarga maupun dengan
lingkungan. Seperti yang diungkapkan oleh Dyah Kusuma (2009) dalam yaitu: “Kelak,
anak yang dibiasakan dari kecil untuk bersikap sopan santun akan lebih mudah
bersosialisasi. Dia akan mudah memahami aturan-aturan yang ada di masyarakat dan mau
mematuhi aturan umum tersebut. Anak pun relatif mudah menyesuaikan diri dengan
lingkungan baru, supel, selalu menghargai orang lain, penuh percaya diri, dan memiliki
kehidupan sosial yang baik. Pen-dek kata, dia tumbuh menjadi sosok yang beradab.”
c) Menanamkan sikap sopan santun sejak anak masih kecil, anak yang sejak kecil dibiasakan
bersikap sopan akan berkembang menjadi anak yang berperilaku sopan santun dalam
bergaul dengan siapa saja dan selalu dpat menempatkan dirinya dalam suasana apapun.
Sehingga sikap ini dapat diajadikan bekal awal dalam membina karakter anak.

Pembudayaan sikap sopan santun di sekolah dapat dilakukan melalui program yang dibuat oleh
sekolah untuk mendesain skenario pembiasaan sikap sopan santun. Sekolah dapat melakukan langkah-
langkah sebagai berikut:
a) Peran sekolah dalam membiasakan sikap sopan santun dapat dilakukan dengan memberikan
contoh sikap sopan dan santun yang ditunjukkan oleh guru. Siswa sebagai pembelajar dapat
menggunakan guru sebagai model. Dengan contoh atau model dari guru ini siswa dengan
mudah dapat meniru sehingga guru dapat dengan mudah menananmkan sikap sopan santun.
b) Guru dapat mengitegrasikan perilakuk sopan santun ini dalam setiap mata pelajaran, sehingga
tanggungjawab perkembanagn anak didik tidak hanya menjadi beban guru agama, pendidikan
moral pancasila, dan guru BP.
c) Guru agama, guru pendidikan moral pancasila dan guru BP dapat melakukan pembiasaan yang
dikaitkan dalam penilaian secara afektif. Penilaian pencapain kompetensi dalam 3 mata
pelajaran ini hendaknya difokuskan pada pencapain kompetensi afektif. Kompetensi kognitif
hanya sebagai pendukung mengusaan secara afektif.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Karakteristik merupakan sesuatu mendasar dan bersifat abstrak yang ada dalam diri
seseorang yang mempengaruhi sikap. Tindakan, dan car berfikir sehari-hari. Sedangkan
pendidikan karakteristik merupakan proses penanaman dan pengarahan agar pesertadidk mampu
menjadi manusia seutuhnya dan berkarakter dalam berbagai dimensi.
B. DAFTAR PUSTAKA

http://repapebrianitapgsd14.blogspot.com/2016/06/pembentukan-karakter.html?m=1
(11 Oktober 2021)

Anda mungkin juga menyukai