Anda di halaman 1dari 5

BAB I

LATAR BELAKANG TIMBULNYA BIMBINGAN DAN


SEJARAH PERKEMBANGAN BIMBINGAN

1.1. Pengantar
Istilah Bimbingan dan Konseling sudah sangat populer dewasa ini, bahkan sangat penting
peranannya dalam sistem pendidikan kita. Ini semua terbukti karena Bimbingan Konseling telah
dimasukan dalam kurikulum dan bahkan merupakan ciri khas dari kurikulum SMP dan
SMA/SMK tahun 1975, 1984, 1994, 2004, dan KTSP di seluruh Indonesia.
Bimbingan dan Konseling merupakan salah satu komponen dari pendidikan kita,
mengingat bahwa Bimbingan dan Konseling adalah suatu kegiatan bantuan dan tuntutan yang
diberikan kepada individu pada umumnya, dan siswa di sekolah pada khususnya dalam rangka
meningkatkan mutunya. Hal ini sejalan dengan tujuan pendidikan yaitu mengembangkan
kepribadian dan potensi-potensinya (bakat, minat, kemampuannya). Kepribadian menyangkut
masalah prilaku atau sikap mental dan kemampuannya meliputi masalah akademik dan
keterampilan.

1.2. Di Amerika Serikat


Di Amerika awal bimbingan dimulai pada permulaan abad ke-20 dengan didirikannya
suatu “Vocational Bureau” tahun 1908 oleh Frank Parson, yang untuk selanjutnya dikenal
dengan nama “The Father of Guidance” yang menekankan pentingnya setiap individu diberikan
pertolongan agar mereka dapat mengenal atau memahami berbagai kekuatan dan kelemahan
yang ada pada dirinya dengan tujuan agar dapat dipergunakan secara inteligen dalam memilih
pekerjaan yang tepat bagi dirinya.
Menurut Arthur E. Traxler dan Robert D. North (1986) ada beberapa faktor yang
melatarbelakangi lahirnya Bimbingan dan Konseling di Amerika, antara lain.
Pertama, Philanthropy dan Humanisme. Kedua aliran ini besar pengaruhnya terhadap
timbulnya semangat memberikan Guidance pada kaum muda Amerika Serikat terutama
membantu usaha-usaha PARSON melalui vocational bureau-nya dalam tahun 1908. Kedua
aliran ini mempunyai keyakinan bahwa masyarakat yang miskin dapat dikembangkan melalui
bimbingan pekerjaan, agar pengangguran dapat dihapuskan. Mereka berpandangan bahwa
sekolah adalah tempat yang baik untuk memberikan Bimbingan Pekerjaan dalam rangka
meningkatkan kesejateraan masyarakat. Dari bimbingan pekerjaan berkembanglah bimbingan
pendidikan dan bimbingan sosial-pribadi di sekolah. Sampai sekarang perkembangan
bimbinngan pekerjaan mengarah menjadikan sekolah sebagai pusat pengembangan tenaga kerja.
Kedua, Gerakan Agama. Kaum beragama berpandangan bahwa di dunia ini terdapat
pertentangan yang tetap antara kekuatan golongan yang baik dengan kekuatan golongan yang
jahat. Karena itu sekolah harus mempersiapkan kaum muda untuk menghadapi kekuatan yang
jahat ini melalui pembinaan kehidupan moral mereka. Alasan inilah yang mendorong adanya
bimbingan di sekolah, khususnya bimbingan yang berkaitan dengan kehidupan moral.
Ketiga, Mental Hygiene. Pada awalnya aliran humanisme sangat prihatin pada pengaruh
lingkungan kerja terhadap kehidupan para pekerja muda. Akibat buruk telah terjadi dikalangan
mereka dengan adanya pelanggaran hukum berupa perilaku yang merusak lingkungan bahkan
sampai pada perilaku yang sudah dapat digolongkan tidak normal/gangguan mental, yang
mengundang terapi kejiwaan. Kenyataan ini menimbulkan gerakan kesehatan mental dengan
lahirnya Komite Nasional Kesehatan Mental pada tahun 1909 di Amerika. Gerakan ini
mempunyai perhatian pada penelitian, terapi, dan rehabilitasi terhadap para anggota masyarakat
yang menderita gangguan mental yang serius. Mereka menemukan banyak gejala gangguan
mental bersumber pada tekanan-tekanan dan gangguan ini membutuhkan terapi. Mengingat
banyak gangguan jiwa dapat lebih baik diterapi jika diketahui sejak dini, maka pada ahli
kesehatan mental mengundang para pendidik di sekolah untuk lebih banyak memperhatikan
kesehatan jiwa para siswa, khususnya yang berkaitan dengan rasa aman dan penemuan identitas
diri di kalanngan kaum muda. Dengan demikian bimbingan akan mempunyai andil besar dalam
perkembangan kesehatan mental para siswa di sekolah.
Keempat, Gerakan Untuk Mengenal Murid sebagai Individual. Traxler menyatakan
bahwa gerakan ini sangat dekat berkaitan dengan sejarah gerakan dan evaluasi pendidikan di
sekolah. Melalui gerakan ini ditemukan suatu nilai mengenai siswa sebagai pribadi yang
individual dan unik. Karena itu bimbingan di sekolah mempunyai tugas untuk mengenal setiap
muridnya secara individual melalui program Analisa Individual dan menghargai martabat
mereka sebagai manusia yang berharga. Sekolah tak mungkin dapat mengenal setiap anak
didiknya oleh karena itu sekolah membutuhkan Staf Bimbingan untuk mengumpulkan data tahun
demi tahun, menyimpannya dan menggunakan dalam program bimbingan. Usaha ini dilakukan
secara sistematis oleh staf Bimbingan.
Kelima, Perubahan-Perubahan dalam masyarakat. Dampak perang dunia kedua sangat
dirasakan oleh masyarakat dunia baik berupa banyaknya penggangguran, depresi ekonomi, tetapi
dipihak lain perkembangan ilmu pengetahuan banyak mendorong kaum muda untuk memasuki
sekolah tanpa cita-cita yang jelas. DIZON (1983) mengungkapkan 5 perubahan daerah
kehidupan sebagai akibat perubahan sosial yang sangat mempengaruhi kehidupan para remaja:
(1) Perkembangan ilmu pengatahuan dan teknologi memberikan banyak perubahan dalam dunia
industri, yaitu adanya tuntutan spesialisasi untuk setiap bidang pekerjaan. (2) Penggunaan waktu
senggang dan rekreasi. Bagaimana menggunakan waktu senggang secara efektif? Ketegangan,
serangkaian frustrasi dan konflik akan bertambah terjadi di kalangan para remaja kita, karena
jumlah rekreasi di masyarakat makin banyak dan cukup menarik dan cukup menggiurkan. (3)
Pola kehidupan keluarga dalam masyarakat modern telah mengalami banyak perubahan. (4)
Perubahan nilai-nilai sosial/agama banyak menimbulkan konflik dalam proses penemuan
identitas para remaja. Eg. Free-sex. (5) Tuntutan masyarakat yang makin kompleks.
Frank Parson sering disebut sebagai Bapak Bimbingan (father of guidance), yang
dipercaya oleh kebanyakan sejarahwan sebagai orang pertama yang memulai gerakan bimbingan
di Amerika Serikat. Dalam tahun 1908 Frank Parson, mengorganisasikan Boston Vocational
Bureasu untuk menyediakan bantuan bagi orang-orang muda. Rencana Frank Parson terhadap
bimbingan vokasioanal menekankan suatu pendekatan ilmiah untuk memilih suatu karier. Di
dalam bukunya Choosing a Vocation, Parson menggarisbawahi tiga faktor penting untuk
memilih suatu lapangan kerja yang sesuai: (1) pemahaman diri yang jelas terhadap bakat,
kemampuan, minat, sumber daya, daan keterbatasan. (2) Pengetahuan tentang persyaratan,
keuntungan, kerugian, dan kompensasi untuk jenis ketenagakerjaan yang berbeda. (3) Suatu
pemahaman relasi antara dua fakta kelompok ini.

1.3. Di Indonesia
Gerakan Bimbingan di Amerika Serikat dimulai dengan Bimbingan Pekerjaan oleh
PARSONS, mempengaruhi banyak negara di Asia, seperti Philipina, Malaysia, India dan juga
secara khhusus Indonesia.
1. Pada awal kemerdekaan masalah Bimbingan pekerjaan baru diperhatikan oleh departemen
yang mengurus tenaga kerja. Selain itu Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan banyak
mengembangkan kursus-kursus keterampilan bagi kaum muda.
2. Pada awal tahun 1960 di beberapa sekolah telah dilaksanakan program Bimbingan, terbatas
pada Bimbingan Akademik. Pada tahun 1962 SMA Gaya Baru memperkenalkan Bimbingan.
Tetapi program ini tidak tumbuh karena kurang persiapan prasyarat untuk pelaksanaan program
Bimbingan secara professional.
Mengingat perlunya tenaga ahli mengenai program bimbingan di sekolah maka pada dasa
warsa enam puluhan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan dan diteruskan oleh Institut
Keguruan dan Ilmu Pendidikan membuka jurusan Bimbingan dan Penyuluhan yang dikenal
dengan program Studi Psikologi Pendidikan dan Bimbingan. Para lulusan banyak yang
memasuki sekolah-sekolah sebagai pembimbing. Agaknya mereka belum siap pakai dan dilain
pihak pelaksanaan Bimbingan di sekolah masih kabur. Kepala sekolah dan para guru pun masih
banyak belum mengetahui tugas staf Bimbingan, sehingga akibat yang fatal banyak terjadi di
sekolah, yaitu para konselor diberi tugas membantu kepala sekolah menangani disiplin sekolah.
Akibatnya Bimbingan menjadi ruang pengadilan. Akibat yang lebih buruk lagi adalah sikap para
guru yang melepaskan tanggung jawab pendidikan dan menyerahkan pada staf Bimbingan.
Instruksi Depdikbud mengenai pelaksanaan Bimbingan di sekolah ternyata tidak terlaksana
dengan baik karena konsep Bimbingan dikalangan staf sekolah masih kabur dan dipihak lain
para lulusan Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan tidak mengerti praktek Bimbingan di sekolah.
Akibatnya seperti dilukiskan di atas dan banyak tenaga konselor menjadi guru.
3. Dasa warsa 70-an
a. Proyek Perintis Sekolah Pembangunan membawa harapan baru pada pelaksanaan
Bimbingan di sekolah, karena staf Bimbingan memegang peranan penting dalam system sekolah
pembangunan. Tetapi sayang Sekolah Pembangunan mati sebelum dewasa.
b. Berdirinya Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI) pada tahun 1975 di Malang
mempunyai pengaruh terhadap perluasan program Bimbingan di sekolah. Banyak sumbangan
pikiran para sarjana Bimbingan tersalur melalui organisasi profesi ini. Telah sering kali diadakan
pertemuan tingkat nasional yang banyak membahas permasalahan Bimbingan di Indonesia.
Pertemuan-pertemuan Internasional organisasi Bimbingan seperti APECA di Salatiga pada tahun
1980 dan ARAVEG di Jakarta pada tahun 1983 memperluas wawasan para ahli Bimbingan dan
para petugas Bimbingan kita mengenai pelaksanaan Bimbingan di sekolah.
c. Secara formal Bimbingan dan Konseling diprogramkan di sekolah sejak berlakunya
kurikulum 1975 yang menyatakan bahwa Bimbingan dan Penyuluhan merupakan bagian integral
dengan pendidikan di sekolah. Kemudian dalam penyempurnaan kurikulum 1975 menjadi
kurikulum 1984 telah dimasukan Bimbingan Karier di dalamnya. Konferensi ARAVEG di
Jakarta diperkirakan ikut mendorong pelaksanaan Bimbingan karier di sekolah. Akreditasi
sekolah-sekolah banyak mendorong sekolah untuk melaksanakan program Bimbingan.
Pelaksanaannya masih mengalami banyak hambatan, antara lain dana, ruang kelas (lokasi) dan
peralatan lainnya dan yang paling menghambat adalah pengetahuan dan keterampilan para
petugas Bimbingan Konseling yang belum memadai. Banyak guru yang telah meningkatkan
ilmunya dan memperoleh gelar kesarjanaan di bidang pendidikan umum/administrasi
pendidikan/teknologi pendidikan diberi tugas sebagai pembimbing di sekolah. Banyak diantara
mereka maupun diantara konselor kurang mendapat latihan praktis program bimbingan, sehingga
mereka kurang mampu melaksanakan program Layanan Bimbingan di sekolah. Pada awal
pelaksanaan bimbingan, khususnya di Jawa Timur pada Sekolah Menengah Pertama telah sibuk
dengan progam Bimbingan. Dalam perkembangannya Sekolah Menengah Tingkat Atas lebih
banyak melaksanakan program bimbingan khususnya dengan program penjurusan dan lanjutan
ke Perguruan Tinggi atau mencari pekerjaan. Sedangkan pelaksanaan Bimbingan di Sekolah
Dasar dan Perguruan Tinggi masih dalam proses awal. Beberapa Perguruan Tinggi telah
memiliki pusat bimbingan seperti Universitas Kristen Satya Wacana, Universitas Katolik Widya
Mandala dan beberapa PT Negeri dan Swasta lainnya. Sedangkan Layanan Bimbingan di
masyarakat belum terbentuk dalam satu sistem dan masih banyak ditangani secara perorangan.
Pada dasa warsa tuju puluhan di lembaga masyarakat telah terlaksana bimbingan. Banyak
Layanan Bimbingan telah diberikan oleh lembaga agama, rumah sakit dan organisasi remaja.
Salah satu kelompok bimbingan di Jakarta yang disebut Sahabat Remaja mengadakan kegiatan
bimbingan dengan melibatkan tenaga psikolog dan konselor. Biro Konsultasi Pendidikan atau
Psikologi dapat memberikan pelayanan Bimbingan dan kerja sama dengan lembaga Bimbingan
di sekolah.

Anda mungkin juga menyukai