1.1. Pengantar
Istilah Bimbingan dan Konseling sudah sangat populer dewasa ini, bahkan sangat penting
peranannya dalam sistem pendidikan kita. Ini semua terbukti karena Bimbingan Konseling telah
dimasukan dalam kurikulum dan bahkan merupakan ciri khas dari kurikulum SMP dan
SMA/SMK tahun 1975, 1984, 1994, 2004, dan KTSP di seluruh Indonesia.
Bimbingan dan Konseling merupakan salah satu komponen dari pendidikan kita,
mengingat bahwa Bimbingan dan Konseling adalah suatu kegiatan bantuan dan tuntutan yang
diberikan kepada individu pada umumnya, dan siswa di sekolah pada khususnya dalam rangka
meningkatkan mutunya. Hal ini sejalan dengan tujuan pendidikan yaitu mengembangkan
kepribadian dan potensi-potensinya (bakat, minat, kemampuannya). Kepribadian menyangkut
masalah prilaku atau sikap mental dan kemampuannya meliputi masalah akademik dan
keterampilan.
1.3. Di Indonesia
Gerakan Bimbingan di Amerika Serikat dimulai dengan Bimbingan Pekerjaan oleh
PARSONS, mempengaruhi banyak negara di Asia, seperti Philipina, Malaysia, India dan juga
secara khhusus Indonesia.
1. Pada awal kemerdekaan masalah Bimbingan pekerjaan baru diperhatikan oleh departemen
yang mengurus tenaga kerja. Selain itu Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan banyak
mengembangkan kursus-kursus keterampilan bagi kaum muda.
2. Pada awal tahun 1960 di beberapa sekolah telah dilaksanakan program Bimbingan, terbatas
pada Bimbingan Akademik. Pada tahun 1962 SMA Gaya Baru memperkenalkan Bimbingan.
Tetapi program ini tidak tumbuh karena kurang persiapan prasyarat untuk pelaksanaan program
Bimbingan secara professional.
Mengingat perlunya tenaga ahli mengenai program bimbingan di sekolah maka pada dasa
warsa enam puluhan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan dan diteruskan oleh Institut
Keguruan dan Ilmu Pendidikan membuka jurusan Bimbingan dan Penyuluhan yang dikenal
dengan program Studi Psikologi Pendidikan dan Bimbingan. Para lulusan banyak yang
memasuki sekolah-sekolah sebagai pembimbing. Agaknya mereka belum siap pakai dan dilain
pihak pelaksanaan Bimbingan di sekolah masih kabur. Kepala sekolah dan para guru pun masih
banyak belum mengetahui tugas staf Bimbingan, sehingga akibat yang fatal banyak terjadi di
sekolah, yaitu para konselor diberi tugas membantu kepala sekolah menangani disiplin sekolah.
Akibatnya Bimbingan menjadi ruang pengadilan. Akibat yang lebih buruk lagi adalah sikap para
guru yang melepaskan tanggung jawab pendidikan dan menyerahkan pada staf Bimbingan.
Instruksi Depdikbud mengenai pelaksanaan Bimbingan di sekolah ternyata tidak terlaksana
dengan baik karena konsep Bimbingan dikalangan staf sekolah masih kabur dan dipihak lain
para lulusan Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan tidak mengerti praktek Bimbingan di sekolah.
Akibatnya seperti dilukiskan di atas dan banyak tenaga konselor menjadi guru.
3. Dasa warsa 70-an
a. Proyek Perintis Sekolah Pembangunan membawa harapan baru pada pelaksanaan
Bimbingan di sekolah, karena staf Bimbingan memegang peranan penting dalam system sekolah
pembangunan. Tetapi sayang Sekolah Pembangunan mati sebelum dewasa.
b. Berdirinya Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI) pada tahun 1975 di Malang
mempunyai pengaruh terhadap perluasan program Bimbingan di sekolah. Banyak sumbangan
pikiran para sarjana Bimbingan tersalur melalui organisasi profesi ini. Telah sering kali diadakan
pertemuan tingkat nasional yang banyak membahas permasalahan Bimbingan di Indonesia.
Pertemuan-pertemuan Internasional organisasi Bimbingan seperti APECA di Salatiga pada tahun
1980 dan ARAVEG di Jakarta pada tahun 1983 memperluas wawasan para ahli Bimbingan dan
para petugas Bimbingan kita mengenai pelaksanaan Bimbingan di sekolah.
c. Secara formal Bimbingan dan Konseling diprogramkan di sekolah sejak berlakunya
kurikulum 1975 yang menyatakan bahwa Bimbingan dan Penyuluhan merupakan bagian integral
dengan pendidikan di sekolah. Kemudian dalam penyempurnaan kurikulum 1975 menjadi
kurikulum 1984 telah dimasukan Bimbingan Karier di dalamnya. Konferensi ARAVEG di
Jakarta diperkirakan ikut mendorong pelaksanaan Bimbingan karier di sekolah. Akreditasi
sekolah-sekolah banyak mendorong sekolah untuk melaksanakan program Bimbingan.
Pelaksanaannya masih mengalami banyak hambatan, antara lain dana, ruang kelas (lokasi) dan
peralatan lainnya dan yang paling menghambat adalah pengetahuan dan keterampilan para
petugas Bimbingan Konseling yang belum memadai. Banyak guru yang telah meningkatkan
ilmunya dan memperoleh gelar kesarjanaan di bidang pendidikan umum/administrasi
pendidikan/teknologi pendidikan diberi tugas sebagai pembimbing di sekolah. Banyak diantara
mereka maupun diantara konselor kurang mendapat latihan praktis program bimbingan, sehingga
mereka kurang mampu melaksanakan program Layanan Bimbingan di sekolah. Pada awal
pelaksanaan bimbingan, khususnya di Jawa Timur pada Sekolah Menengah Pertama telah sibuk
dengan progam Bimbingan. Dalam perkembangannya Sekolah Menengah Tingkat Atas lebih
banyak melaksanakan program bimbingan khususnya dengan program penjurusan dan lanjutan
ke Perguruan Tinggi atau mencari pekerjaan. Sedangkan pelaksanaan Bimbingan di Sekolah
Dasar dan Perguruan Tinggi masih dalam proses awal. Beberapa Perguruan Tinggi telah
memiliki pusat bimbingan seperti Universitas Kristen Satya Wacana, Universitas Katolik Widya
Mandala dan beberapa PT Negeri dan Swasta lainnya. Sedangkan Layanan Bimbingan di
masyarakat belum terbentuk dalam satu sistem dan masih banyak ditangani secara perorangan.
Pada dasa warsa tuju puluhan di lembaga masyarakat telah terlaksana bimbingan. Banyak
Layanan Bimbingan telah diberikan oleh lembaga agama, rumah sakit dan organisasi remaja.
Salah satu kelompok bimbingan di Jakarta yang disebut Sahabat Remaja mengadakan kegiatan
bimbingan dengan melibatkan tenaga psikolog dan konselor. Biro Konsultasi Pendidikan atau
Psikologi dapat memberikan pelayanan Bimbingan dan kerja sama dengan lembaga Bimbingan
di sekolah.