Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

ILMU SOSIAL SEBAGAI LANDASAN PEMBENTUKAN KURIKULUM

Mata Kuliah
Kajian Evaluasi Kurikulum
Program Pascasarjana Teknologi Pendidikan
Universitas Sebelas Maret

Oleh :

Yogi Pinilih : S812208015


PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan orang lain . Dari


sejak dilahirkan manusia sudah belajar untuk bersosialisasi dan berinteraksi dengan
orang lain. Salah satu lembaga sosialisasi dari manusia adalah masyarakat, karena
masyarakat merupakan suatu kelompok individu yang diorganisasikan manusia itu
sendiri. Tiap masyarakat mempunyai kebudayaan, nilai dan norma masing-masing.
Hal ini mempunyai implikasi bahwa apa yang menjadi keyakinan pemikiran
seseorang, reaksi terhadap perangsang sangat bergantung kepada kebudayaan dimana
seorang manusia dibesarkan.

Seiring berjalannya waktu, ilmu pengetahuan dan teknologi semakin maju


yang pada hakikatnya adalah hasil kebudayaan manusia. Hal tersebut mengakibatkan
kehidupan manusia yang semakin meluas, semakin meningkat dan akhirnya tuntutan
hidup yang semakin meninggi. Pendidikan harus mengantisipasi tuntutan hidup ini
sehingga dapat mempersiapkan anak didik untuk hidup wajar sesuai dengan kondisi
sosial budaya masyarakat (Sukirman, 2007). Dalam konteks inilah kurikulum
sebagai program pendidikan harus dapat menjawab tantangan dan tuntutan masyarakat.
Sosiologis merupakan hubungan antara manusia dengan yang lainnya, bagaimana
susunan unit masyarakat atau sosial di suatu wilayah serta kaitannya dengan rancangan
Pendidikan yang akan di terapkan.

Landasan sosiologis dalam pengembangan kurikulum ini ingin menautkan


antara kurikulum dan keberadaan masyarakat dengan penekanan utama pada
kemampuan fungsi kurikulum untuk ikut membantu pemecahan berbagai masalah yang
dihadapi masyarakat seperti masalah kesehatan, pelestarian dan penggalian sumber daya
alam, teknologi, dan kesempatan kerja, (Kwartolo, 2002). Landasan
sosiologis pendidikan adalah acuan dalam penerapan pendidikan yang bertolak pada
interaksi antar individu sebagai makhluk sosial dalam kehidupan bermasyarakat karna
pada dasarnya pendidikan dapat berlangsung baik di lingkungan keluarga, sekolah,
maupun lingkungan sekitar (Syatriadin, 2017).
PEMBAHASAN

A. Isi
a. Masyarakat dan Modal Kepribadian
Banyak ilmuwan yang menceritakan banyak modal kepribadian tidak
memastikan bahwa masyarakat tersebut pasti sama. Dalam sebuah studi tentang
kepribadian modal pada masyarakat Amerika Serika, Margaret Mead seorang
antropolog mengatakan bahwa masyarakat disana sebagian berpikiran bahwa siapa
saja bias menjadi Presiden karena mereka mempunyai gagasan yang kuat tentang
kesempatan yang sama. Pada implikasinya, mereka yang tidak menjadi Presiden
justru telah melalaikan “tanggung jawab moral mereka untuk berhasil” kemudia
mereka mulai menyalahkan kemiskinan, takdir, dan pemerintah untuk kegagalan yang
mereka alami. Kemudian kembali menyalahkan diri sendiri yang tidak bisa
memanfaatkan kesempatan tersebut.
Sedangkan bagi bangsa Eropa, mereka lebih mengarah kepada meneruskan
tradisi keluarga mereka. Berbeda dengan masyarakat Amerika, ia akan memberi
kesempatan kepada anak untuk meninggalkan rumah untuk kehidupan yang lebih
baik. Kita tidak bia membandingkan anak dengan orang lain apalagi dengan system di
Amerika dengan kurikulum yang tradisional.

b. Sosial dan Pembangunan Teori


Pembelajaran dari perilaku sebagai keseluruhan mulai dari masa bayi hingga
menggabungkan dengan Gestalt psikologi dengan sosialisasi. Dengan adanya
penggabungan tersebut menjadikan konsekuensi apabila adanya kegagalan untuk akan
berpengaruh terhadap urutan perkembangan yang mereka ikuti. Robert Havighurst
mengidentifikasi enam periode dalam perkembangan manusia: (1) masa bayi dan awal
masa kanak-kanak, (2) tengah masa kanak-kanak, (3) masa remaja, (4) lebih awal
masa dewasa, (5) tengah usia, dan (6) jatuh tempo yang terlambat.

Fungsi dari diidentifikasinya periode perkembangan manusia adalah


menjadikan hal apa yang harus dipelajari individu tersebut. Dengan tujuan tumbuh
dengan sehat dan memuaskan sehingga bisa beradaptasi dengan masyarakat. Lalu
semua masyarakat dituntut untuk melakukan semua fase agar dapat mencapai tujuan
tersebut. Bagi Havighrust dengan adanya tahapan tersebut dikhususkan untuk remaja
dapat mencapai pemikiran yang lebih luas dan mendapatkan solusi dengan model
komprehensif.

Ahli teori kurikulum pertengahan abad ke-20 yang mengakui perlunya


pendekatan untuk mengajar, belajar, merencanakan, dan mengimplementasikan
kurikulum. Berbeda dengan kurikulum, ada banyak hal yang perlu mendapat
perhatian seperti hal yang yang bersifat sosial dan mencakup lingkungan moral,
kewarganegaraan, psikologis, pembelajaran langsung, maupun ekonomi. Dengan
begitu dapat memudahkan untuk mengembangkan pendekatan kebutuhan siswa
terhadap kurikulum dan pembelajaran. semua model pembelajaran sudah
mempertimbangkan seluruh anak, tidak hanya pencapaian kognitif , namun yang bisa
diambil adalah pencapaian kategori, konsep dan kesiapan, kepribadian, dan keadaan
sosial masing-masing anak.

Sebuah penilaian kebutuhan siswa dilihat dengan pendekatan pelajar dan juga
kebutuhan tenaga professional seperti yang menunjang pembelajaran, guru, orangtua,
dan masyarakat. Tujuannya adalah untuk memperjelas tujuan sekolah dengan
penilaian supaya menuju kearah yang lebih baik.

c. Karakter Moral Pendidikan

Karakter moral Pendidikan sangat dibutuhkan untuk perkembangan moral


pengetahuan. Sedangkan hal tesebut dapat didorong dengan melakukan literasi atau
membaca di usia muda. Membaca juga dapat mengajarkan harga diri, toleransi, dan
juga kebaikan sosial. Saat siswa naik ke tingkat kelas dan kemampuan membaca
mereka meningkat menjadikan jangkauan pengetahuan yang lebih luas bagi mereka.
Dalam memilih buku, siswa dapat memilih buku apa saja yang akan mereka baca dan
menghasilkan kebajikan, kerja keras, kejujuran, integritas, kesopanan, dan kepedulian
yang luas. Maka dari itu pendidik harus bisa menemukan nilai-nilai umum yang
dimiliki para siswa tersebut.

Dengan hal tersebut sekolah harus mendukung adanya diferensiasi ras, etnis,
dan agama maupun siswa penyandang disabilitas sehinngga tidak menimbulkan
diskriminasi sehingga siswa menekankan kepekaan dan tidak mengorbankan
kebenaran. Sekolah juga harus mengajarkan keterampilan, seperti yang ditekankan
oleh John Goodlad, bahwa di seluruh kurikulum dalam berbagai tingkatan kelas,
siswa diharapkan dapat menghafal informasi, menjawab pertanyaan, dan lulus
menggunakan pilihan ganda yang dilihat benar salahnya dalam tes.

Bagi Maxine Greene dan Van Cleve Morris memandang bahwa moralitas
dalam pendidik di luar proses kognitif, hamper mirip dengan proses social-psikologis
seperti kepribadian, perasaan, dan keterbukaan terhadap orang lain. Pada konsep
seseorang itu bebas, sesungguhnya kebebasan adalah pada dasarnya merupakan
masalah batin yang melibatkan tanggung jawab dan pilihan seseorang untuk
melibatkan moral penilaian dan kaitannya tandar social dan keyakinannya menjaga
kepercayaan orang lain.

Spesialis kurikulum, yang harus melihat perkembangan moral dalam


hubungannya dengan kognitif perkembangan, Dewey menunjukkan bahwa nilai sosial
dan moral dari materi pelajaran harus terintegrasi “dalam kondisi di mana signifikansi
sosial mereka diwujudkan,

d. Moral Pengajaran

1). Harry Broudy berkata bahwa ada pendekatan yang luas untuk kurikulum yaitu
tentang mengatur kurikulum sekolah menengah ke dalam lima masalah sosial dan
moral.

2). Florence Stratemeyer dan rekan-rekannya thors mengembangkan kurikulum


berdasarkan "situasi kehidupan," yang terdiri dari kemampuan untuk menghadapi
kekuatan sosial, politik, dan ekonomi.

3). Mortimer Adler membagi kurikulum menjadi terorganisir pengetahuan, intelektual


keterampilan, dan ide ide dan nilai-nilai. Dalam kurikulum tersebut juga
menggunakan diskusi dari E- Book bukan buku teks, dan metode pertanyaan

4). Ted Sizer telah menyelenggarakan kurikulum sekolah menengah menjadi empat
bidang yang luas, termasuk "Sejarah dan Filsafat" dan "Sastra dan Seni.”

Sebagai seorang Guru, melibatkan ide dan literasi adalah hal yang baik untuk
dilakukan, namun tidak baik apabila menekankan kata-kata yang tertulis. Jika kita
mengandalkan literature yang baik, kita bisa kehilangan lebih dari setengah semua
siswa. Yanag dimaksudkan adalah bagi siswa yang kurang beruntung,
ketidakmampuan belajar, kurangnya berbicara menggunakan bahasa inggris. Jika hal
itu terjadi, secara tidak sengaja sekolah menerapkan kesenjangan antara pemikir
konkret dan abstrak dengan melacak siswa karena begitu banyak siswa yang tidak
dapat membaca dan memahami sebuah karya sastra yang baik.

e. Moral Karakter

Karakter moral sulit diajarkan karena menyangkut sikap dan perilaku yang
hasil dari tahap pertumbuhan, kualitas khas kepribadian, dan pengalaman. Ini
melibatkan filosofi yang koheren. Karakter moral berarti menerima kelemahan
mereka; melihat yang terbaik pada orang dan membangun kekuatan mereka; bertindak
secara sopan terhadap teman sekelas, keluarga; dan bertindak sebagai individu yang
bertanggung jawab. Mungkin ujian sebenarnya dari karakter moral adalah untuk
mengatasi krisis atau kemunduran, untuk menghadapi kesulitan, dan bersedia
mengambil risiko (misalnya, kemungkinan kehilangan pekerjaan) karena keyakinan
kita. Keberanian, keyakinan, dan kasih sayang adalah bahan karakter.
Mereka berharap guru akan berhenti “menggertak”, yaitu, memberikan
pekerjaan rumah, ujian, atau praktik evaluasi lainnya. Mereka berharap sekolah akan
mengurangi praktik "penyortiran" dengan cara yang terkadang sesuai dengan
pengelompokan sosial (kelas atau kasta). Pemimpin sekolah dan guru harus
mengadopsi karakter moral sebagai masalah prioritas atau kebijakan. Dibutuhkannya
dukungan dari kepemimpinan kepala sekolah, serta komunitas sekolah, untuk
menerapkan program budidaya karakter moral, sebuah program di mana siswa
diajarkan tanggung jawab untuk tindakan mereka dan itu bernilai sebagai kejujuran,
menghormati, toleransi, kasih sayang, dan keadilan. Kemudian, Amy Gutman
mengatakan bahwa masalah moral tidak pantas di sekolah umum karena latar
belakang siswa yang beragam dan multikultural.
f. Prinsip untuk meningkatkan sekolah

Untuk meningkatkan mutu sekolah, perlu diperhatikannya beberapa hal terkait


seperti beberapa prinsip dibawah ini:

1. Sekolah harus memiliki misi dan tujuan yang jelas.


2. Dibentuknya ketentuan yang dibuat untuk siswa termasuk bimbingan
belajar untuk siswa kurang berprestasi maupun program pengayaan untuk
yang berbakat.
3. Penekanan pada siswa dengan menimbulkan sikap kepribadian, social,
moral, dan tanggung jawab.
4. Guru dan administrator mengharapkan siswa untuk belajar, dan mereka
menyampaikan harapan ini kepada siswa dan orangtua.
5. Rasa kerjasama tim berlaku, ada komunikasi antar anggota kelompok, hal
itu menjadi kewajiban pada kegiatan berkelompok, kerjasama kelompok,
dan moral kelompok.
6. Perlunya apresiasi terhadap guru dan administrator atas upaya mereka
dalam kepentingan tim dan misi sekolah.
7. Siswa mempunyai kesempatan untuk tertantang dan kreatif dan melakukan
pembaruan.
8. Pengembangan staff sekolah yang direncanakan untuk memberikan
kesempatan terus menerus melakukan pertumbuhan dan pengembangan
yang professional.
9. Lingkungan sekolah yang sehat dan aman, mempunyai rasa tertib di ruang
kelas maupun area sekolah.
10. Ada kesepakatan bahwa standar diperlukan, tapi tidak untuk dipaksakan
oleh otoritas maupun ahli dari luar, mereka hanya perlu melaksanakan atau
mengubah yang dilakukan oleh guru maupun administrator sekolah.
11. Guru diharuskan sebagai professional, mereka dipercaya untuk membuat
keputusan penting serta sepakat atas evaluasi dan standar yang melibatkan
akuntabilitas.
12. Orang tua dan masyarakat harus mendukung program sekolah dan terlibat
dalam kegiatan sekolah.

PENUTUUP

A. Kesimpulan

Ilmu sosial yang dibangun dan diterapkan oleh masyarakat sedari dini membuat siswa
berupaya mengikuti standar pemikiran masyarakat. Dalam penerapannya disekolah, ilmu
social sangat berguna untuk pembuatan kurikukulum. Karena dalam menentukan arah tujuan
sekolah, kita bisa memperhatikan kepribadian, moral, serta tanggung jawab siswa yang bisa
dilihat dengan penerapan mereka dalam bersosialisasi di lingkungannya. Siswa mempunyai
modal kepribadian yang ditanam oleh keluarganya untuk bisa berkembang dengan mengikuti
kurikulum yang dibuat dari sekolah.

Lalu semua masyarakat dituntut untuk melakukan semua fase perkembangan hidup
yang sama agar dapat mencapai tujuan tersebut. Bagi Havighrust dengan adanya tahapan
tersebut dikhususkan untuk remaja dapat mencapai pemikiran yang lebih luas dan
mendapatkan solusi dengan model komprehensif. Dengan begitu dapat memudahkan untuk
mengembangkan pendekatan kebutuhan siswa terhadap kurikulum dan pembelajaran. Semua
model pembelajaran sudah mempertimbangkan seluruh siswa, tidak hanya pencapaian
kognitif, namun yang bisa diambil adalah pencapaian kategori, konsep dan kesiapan,
kepribadian, dan keadaan sosial masing-masing anak.

Sebuah penilaian kebutuhan siswa dilihat dengan pendekatan pelajar dan juga
kebutuhan tenaga professional seperti yang menunjang pembelajaran, guru, orangtua, dan
masyarakat. Tujuannya adalah untuk memperjelas tujuan sekolah dengan penilaian supaya
menuju kearah yang lebih baik.
Daftar Pustaka

Kwartolo, Y. (2002). Catatan Kritis tentang Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jurnal


Pendidikan Penabur .

Sukirman, D. (2007). Landasan Pengembangan Kurikulum . Landasan Kurikulum.

Syatriadin. (2017). Landasan Sosiologis Dalam Pendidikan. Jurnal Ilmu Sosial Dan
Pendidikan , 101 - 107.

Anda mungkin juga menyukai