Anda di halaman 1dari 166

Accelerating the world's research.

PENDIDIKAN INKLUSI
Ismar Hamid

JURNAL DIFABEL

Cite this paper Downloaded from

Related papers of the best related papers

Adi Suhendra

Al-Bidayah: Jurnal Pendidikan Dasar Islam


Muhammad Julijanto
J U R N A L

DV OL U M E 3 | N O . 3 | 2 0 1 6

IFABEL
J U R N A L

D IFA V OLU ME 3 | N

B E L O . 3 | 2016

J urnal Difabel adalah media ilmiah yang


diterbitkan oleh Sasana Integrasi dan Advokasi
Difabel (SIGAB). Jurnal Difabel akan
memublikasikan hasil penelitian dan tulisan-
tulisan ilmiah yang membahas topik tentang
difabilitas secara teori dan praktik, dan
selanjutnya akan berkontribusi bagi pemenuhan hak-
hak difabel di berbagai sektor

Dewan Redaksi : Pemimpin Redaksi :


Prof Dr. Endang Ekowarni Prof. M. Syafi’ie, S.H. M.H
Irwanto
Dr. G. Sri Nur Hartanto, S.H., LL.M Ro’fah, Anggota Redaksi :
S.Ag, BSW, MA, Ph.D 1. Haris Munandar, SP
K.H Muhammad Imam Aziz 2. Presti Murni Setiati, S.Pd.I
3. Rohmanu, S.H
Penanggung Jawab : 4. Purwanti
Mohammad Joni Yulianto, S.Pd, MA., M.P.A 5. Murni, S.Pd
ISSN 2460-6030

Reviewer :
Ro’fah, S.Ag, BSW, MA, Ph.D

Editor :
Puguh Windrawan, S.H., M.H

Tata Usaha :
Untung

Tata Letak :
Kirman

Sampul :
Ismail

Penerbit :
Sasana Integrasi dan Advokasi Difabel (SIGAB)
v

Daftar Isi

DARI REDAKSI
Bertanya Tentang Hak Pendidikan bagi Difabel..............................................vii

PENGANTAR
Inclusion Is..............................................................................................................xi

Konstruksi Pendidikan yang Memanusiakan Manusia: Transformasi


Pemikiran Paulo Freire dalam Konteks Pendidikan Inklusif............................1
Ihab Habudin

Ketentuan-Ketentuan Pendidikan Berbasis HAM Dalam Instrumen


Internasional dan Relevansinya Terhadap Pengelolaan Pendidikan Bagi
Disabilitas.........................................................................................................21
Yossa A.P Nainggolan

Assesment Persiapan Pendidikan Inklusi (Studi Kabupaten Bantaeng,


Sulawesi Selatan)...................................................................................................37
Ismar Hamid

Pendidikan Inklusi Berbasis Masyarakat Bagi Anak Difabel di Pedesaan:


Studi Kasus Pada PAUD Tersenyum di Boyolali dan PAUD Tunas
Bangsa di Sukoharjo.............................................................................................53
Ida Puji Astuti Maryono Putri

Refleksi Implementasi Pendidikan Inklusif di Indonesia................................67


Munawir Yusuf

Mendorong Pendidikan Inklusif menjadi Hakekat Pendidikan Nasional . 81


Setia Adi Purwanta
Strategi Advokasi dalam Mewujudkan Inklusivitas pada Pendidikan
Tinggi (Studi Kasus: Pusat Studi Layanan Difabel UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta)......................................................................................................99
Presti Murni Setiati

Pendidikan Untuk Semua Orang.................................................................113


M. Syafi’ie
Dari Redaksi

BERTANYA TENTANG HAK


PENDIDIKAN BAGI DIFABEL

J
urnal Difabel Edisi III ini akan mengangkat tema Problem dan Tan-
tangan Pendidikan Untuk Pemenuhan Hak Difabel. Seperti yang
kita pahami bersama, bahwa pendidikan adalah satu hal yang
fundamental
bagi manusia. Menurut Paulo Freire, pendidikan pada dasarnya diselenggara-
kan dalam rangka membebaskan manusia dari berbagai persoalan hidup
yang melingkupinya. Pendidikan merupakan media untuk mengembalikan
fungsi manusia menjadi manusia, agar terhindar dari berbagai bentuk
penindasan, kebodohan, dan berbagai bentuk ketertinggalan. Karena itu,
kesadaran pen- tingnya pendidikan mendorong komunitas dunia agar
meletakkannya sebagai bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM). Pendidikan
adalah hak setiap orang, demikian pesan dari Deklarasi Universal Hak
Asasi Manusia; Kovenan Hak Ekonomi; Sosial dan Budaya; Konvensi Hak-
Hak Penyandang Disabilitas; UUD 1945; UU No. 39 tentang HAM; UU
Pendidikan dan beberapa perundangan hak asasi lainnya. Secara umum,
tidak ada sanggahan bahwa pendidikan ada- lah hak setiap orang, dan
pemangku otoritas memiliki tanggungjawab untuk memenuhinya.
Dalam rezim HAM, pemenuhan hak atas pendidikan harus
memperhatikan empat indikator penting. Pertama, indikator ketersediaan
(availability). Program dan berbagai institusi pendidikan, harus
memperhatikan jumlah ketersediaan lembaga pendidikan yang memadai.
Kedua, indikator aksesibilitas (accessibi- lity). Indikator ini menegaskan tiga
hal, yaitu: penyelenggaraan pendidikan yang tidak boleh diskriminatif; lokasi
atau wilayah pendidikan yang harus akses --baik sarana prasarana, jarak, dan
atau pun teknologinya-- termasuk akses ekonomi; serta biaya pendidikan
yang harus bisa dijangkau oleh semua orang. Ketiga, dapat diterima
(acceptability). Dalam hal ini, bentuk, substansi, kurikulum, dan metode
pengajaran harus diterima oleh semua orang. Keempat, dapat diadaptasi
(adaptability). Dalam hal ini, pengelolaan pendidikan harus fleksibel, sehingga
dapat menyesuaikan diri dengan kebutuhan kultur dan tradisi masyarakat yang
beragam.
viii

Dengan instrumen hukum HAM dan penegasan indikator pengelolaan


pendidikan, semestinya tidak terjadi pelanggaran hak atas pendidikan. Namun
faktanya berbeda. Penyelenggaraan pendidikan masih diselimuti diskriminasi
dan tidak semua orang dapat mengakses pendidikan. Salah satu komunitas
yang kerap merasakan diskriminasi itu adalah difabel. Tidak hanya
penolakan ketika akan masuk sekolah dasar, menengah dan perguruan
tinggi, bahkan ke- tika diterima di lembaga pendidikan pun, mereka terbiasa
dengan diskriminasi. Berikut di antara fakta pelanggaran HAM yang
menimpa difabel di sektor pendidikan, antara lain:
1. Di tolak masuk sekolah umum dan perguruan tinggi karena alasan
difabilitas dan atau alasan sarana prasarana yang belum aksesibel;
2. Media tes masuk sekolah dan perguruan tinggi tidak akses bagi difabel;
3. Sebagian difabel diterima di sekolah umum dan perguruan tinggi, tetapi
sarana prasarana pendidikan dan metode pengajaran belum aksesibel;
4. Tidak ada pilihan sekolah dan kuliah bagi difabel. Sekolah dasar biasanya
diarahkan ke SLB dan perguruan tinggi diarahkan ke Pendidikan Luar
Biasa (PLB);

Dari persoalan-persoalan difabel di sektor pendidikan, sampai saat ini


belum ada perubahan yang cukup berarti. Tidak ada program pendidikan
yang betul-betul diarahkan untuk menghapuskan segala praktek diskriminasi
yang menimpa difabel. Bahkan, pada tahun 2014, Kementrian Pendidikan
dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengeluarkan persyaratan diskriminatif
untuk pendaftaran Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri
(SNMPTN). Difabel tidak diperbolehkan masuk ke beberapa fakultas di
perguruan tinggi negeri. Kebijakan Kemendikbud tentu langkah mundur,
karena Indonesia sudah meratifikasi Konvensi Hak-Hak Penyandang
Disabilitas (UU No. 19 tahun 2011), dan jauh sebelum itu, Indonesia sudah
meratifikasi Kovenan Hak Sipil dan Politik (UU No. 12 tahun 2005) dan
Kovenan Hak Ekonomi Sosial dan Budaya (UU No. 11 tahun 2005). UUD
1945 sebagai wadah konstitusi paling tinggi Indonesia, juga sudah
menegaskan bahwa pendidikan adalah hak setiap orang dan pengelolaannya
tidak boleh diskriminatif.
Saat ini, praktek diskriminasi di dunia pendidikan kepada difabel masih
terus berlangsung. Program pendidikan pemerintah tidak cukup menjawab
persoalan-persoalan fundamental yang terjadi. Anak-anak difabel masih
banyak yang belum menikmati hak atas pendidikan. Sudah ada anak difabel
yang seko- lah, namun tak terfasilitasi dengan baik sesuai dengan hambatan-
hambatannya. Tidak sedikit anak difabel yang sekolah mendapatkan stigma,
kekerasan dan
bahkan pengusiran dari sekolah. Pilihannya kemudian sangat sulit. Banyak
orang tua difabel yang memilih tidak menyekolahkan anaknya; karena jarak
sekolah yang jauh, biaya yang mahal, pengelolaan pendidikan yang tidak
ramah, dan situasi kemiskinan yang menimpa keluarga difabel.
Berangkat dari persoalan-persoalan di atas, rasanya penting menuliskan data
persoalan-persoalan pendidikan dan dikaitkan hak difabel. Tulisan yang ada
dalam Jurnal Difabel ini harapannya akan menguraikan konstruksi
pendidikan yang berbasis HAM dan akan menjadi jalan keluar atas
persoalan-persoalan diskriminasi yang masih menimpa difabel.
Kami tim redaksi Jurnal Difabel akhirnya ingin mengucapkan terima
kasih kepada para penulis yang telah menyumbangkan pikiran dan
gagasannya. Ke- pada Ibu Ro’fah yang telah bersedia menjadi reviewer di
tengah kesibukannya. Kepada editor: Puguh Windrawan, dan rekan-rekan
SIGAB yang telah memberi masukan untuk kebaikan jurnal. Ucapan terima
kasih juga kami sampaikan kepada Australia Indonesia Partnership For Justice
(AIPJ), yang telah mendanai penerbitan jurnal ini.
xi

Pengantar

INCLUSION IS...

Ro’fah, MA., Ph.D


Pendiri Pusat Studi Layanan Difabel (PSLD) dan Dosen Pascasarjana UIN
Sunan Kalijaga, Yogyakarta
Email: roma1399@yahoo.com

A way of
thinking A way
of being
And a way of making decision
About helping everyone belong

K
utipan sederhana diatas menggambarkan hal fundamental yang
sering terlupakan dalam narasi pendidikan inklusif. Kebijakan,
ruang-ruang seminar, dan halaman jurnal akademik tentang
pendidikan inklusif, selama ini masih terlalu fokus pada isu perbedaan dan
sumberdaya: guru pendamping khusus, assessment, modifikasi kurikulum untuk
siswa dan mahasiswa yang berbeda. Adapun aspek yang sangat fundamental,
yakni perspektif, cara pandang, dan cara berpikir tentang perbedaan dan inklu-
sivitas, masih berada di pinggiran.
Inklusif adalah ideologi atau keyakinan bahwa semua dunia ini milik
semua orang, dan karenanya semua orang tanpa kecuali, punya hak
untuk menjadi bagian (belong). Bahwa pendidikan adalah milik semua
individu --dan karenanya semua siswa dan mahasiswa, apapun kondisinya--
perlu menjadi bagian dari pendidikan. Inklusi adalah ketika perbedaan
dianggap sebagai se- suatu yang wajar. Sebuah fenomena alami dari
kehidupan manusia. Perbedaan bukanlah alasan untuk “membedakan”
(othering), apalagi sampai memisahkan. Tentu saja pendapat tentang aspek
fundamental dari pendidikan inklusif diatas tidak dimaksudkan untuk
menafikan pentingnya bicara implementasi dan strategi. Melangkah dari
“why” (mengapa inklusi penting) menuju “how” (bagaimana inklusi harus
dilakukan) adalah agenda penting, karena dengan “how” itulah pendidikan
inklusif menjadi realitas di ruang kelas, di ruang rapat, bahkan
perbincangan ringan di gardu ronda. Namun upaya dan diskusi
“how” tersebut harus dibangun berdasarkan narasi inklusivitas, bukan
narasi perbedaan. Mengutip Roger Slee, salah satu maha guru pendidikan
inklusif. “Perhaps the question now is not so much how do we move ‘towards
inclusion’ but what do we do to disrupt the construction of centre from which exclusion
derives” (Slee: 2006). Kata Slee, yang sekarang juga penting dilakukan bukan
hanya bagaimana kita melangkah menuju inklusif, tetapi apa yang harus
kita lakukan untuk menginterupsi konstruksi dominan (tentang perbedaan
dan pendidikan) yang menjadi sumber dari eklusivitas itu sendiri. Dengan
kata lain, kita perlu menengok kembali secara kritis: bagaimana konsepsi kita
tentang pendidikan dan sekolah? Apa yang kita harapkan dari pendidikan
dan sekolah? Apakah menjadi tempat untuk semua, ataukah hanya untuk
mereka yang “berduit”,
pinter, normal, dan mampu mengikuti norma sosial?
Tulisan Setya Adi Purwanta mengajak kita melihat pendidikan dari
mazhab kritis. Mempertanyakan apa yang tadi sudah disebut Slee sebagai
“center” atau paradigma dominan tentang pendidikan. Demikian juga tulisan
mengenai aplikasi konsep pendidikan tertindasnya Paulo Freire dalam
wacana pen- didikan inklusif, yang mengatakan bahwa konsep Friere bisa
dipinjam untuk bisa “memanusiakan” difabel dalam wacana pendidikan
inklusif.
Ini menunjukan kita perlu menginklusifkan narasi pendidikan inklusif.
Pendidikan inklusif harus menjadi bagian dari perbincangan semua hal dan
semua pihak: lintas disiplin, lintas sektor. Ketika narasi perbedaan, spesial, dan
khusus masih mendominasi wacana pendidikan inklusif, maka cerita penolakan
anak difabel di sekolah masih akan terjadi. Maka seorang dosen di perguruan
tinggi masih akan mengatakan bahwa bidang keilmuannya secara inheren
tidak bisa dipelajari oleh mereka yang memiliki indra berbeda. Ketika narasi
perbedaan masih menjadi ukuran, maka label “anak inklusi” masih menjadi
fenomena umum yang kita jumpai di sekolah, tanpa dipersoalkan bahwa
label adalah pintu masuk bagi eksklusivitas.

Wina, November 2016.


Salam Inklusi!
JURNAL DIFABEL, Volume 3, | No 3, 2016 1

Konstruksi Pendidikan yang


Memanusiakan Manusia:
Transformasi Pemikiran Paulo Freire
dalam Konteks Pendidikan Inklusif

Ihab Habudin
Staf Pengajar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Email:
sinarhabudin@yahoo.com

Abstrak

P
raktik pendidikan inklusif saat ini masih tersendat. Ia belum berhasil menjadi
sarana yang efektif dalam menumbuh-kembangkan kesadaran kritis dan sikap
transformatif kaum difabel. Dengan berkiblat pada pemikiran Paulo Freire
tentang pendidikan kaum tertindas, seharusnya pendidikan inklusif bisa bergerak
lebih maju. Salah satu caranya adalah dengan menanamkan kesadaran diri pada
kaum difabel sebagai mahluk merdeka dan bisa membangkitkan semangat
mereka untuk melakukan perubahan sosial. Lebih jauh lagi, pendidikan inklusif
seharusnya dapat melahirkan kaum difabel yang mandiri. Mampu
memperjuangkan hak-haknya demi terbentuknya kehidupan yang membawa
kebaikan bagi semua umat manusia.
Artikel ini berusaha membahas konsep pendidikan Paulo Freire dan transformasinya
dalam pendidikan inklusif di Indonesia.

Kata Kunci: Paulo Freire; Pendidikan Humanistik; Pendidikan Inklusif


A. Pendahuluan Kondisi demikian sangat tidak
Di tengah upaya reformasi, manusiawi. Pendidikan yang seharus-
pendi- dikan di Indonesia dihinggapi nya --meminjam istilah Ki Hajar De-
berba- gai penyakit laten yang justru wantara-- menghasilkan manusia-ma-
merusak nilai-nilai pendidikan itu nusia penuh cipta, rasa, dan karsa,
sendiri. Paling tidak terdapat tiga kini telah berubah menjadi mesin
penyakit pendidikan yang produksi massal penghasil tenaga-
menggerogoti nilai- nilai luhur tenaga kerja.2 Apakah pendidikan
pendidikan kita saat ini: merebaknya mampu berkontri- busi pada
corporate value; membu- dayanya pembentukan manusia yang merdeka
pragmatic culture atau culture of lahir dan batin sebagaimana
positivism; dan kukuhnya ideology of ditekankan Ki Hajar? Hal ini
competition. Bukan tanpa alasan jika tampak- nya telah lama luput dari
ketiganya disebut penyakit. perhatian (Abdurrahman
Corporate values telah menjadi- Soerjomiharjo: 1986). Pekerjaan
kan pendidikan sebagai pengeruk utama lembaga pendidikan saat ini
keuntungan, hanya sebagai penghasil adalah mencetak lulusan siap kerja
lulusan-lulusan siap kerja. Culture sebanyak-banyaknya, meski la-
of positivism melahirkan karakter pangan pekerjaan sendiri tidak
konformitas dan uniformitas yang cukup siap menampungnya.
berakibat pada hilangnya nalar kritis Praktik pendidikan tersebut
peserta didik dalam melihat realitas, tidak boleh dibiarkan, tetapi harus
dan menjadikan masyarakat hanya dikritisi untuk kemudian dicarikan
dilihat dari satu dimensi saja. konstruksi pendidikan terbaik.
Semen- tara ideology of competition Pendidikan yang bisa membawa
menjadikan pendidikan seperti pabrik kebaikan bagi semua manusia.
yang memp- roduksi para pemenang Dalam hal ini, kita bisa belajar dari
(winners) dan Paulo Freire (selanjutnya disebut
Freire),3 tokoh yang dike-
para pecundang (loosers) yang hanya
menguntungkan mereka yang cerdas Liberalisme Pendidikan, (Malang: Madani, 2014).
dan kuat secara sosial-ekonomi dan 2
Ki Hajar Dewantara menawarkan konsep
pendidikan “Panca Darma”, yaitu pendidikan
sama sekali tidak ramah bagi kaum
yang didasarkan pada kemerdekaan, kodrat
tertindas, miskin dan marginal (M. alam, kebudayaan, kebangsaan dan kemanu-
Agus Nuryatno: 2003). Akibatnya siaan. Lebih jauh tentang konsep pendidikan
Ki Hajar Dewantara bisa disimak dalam Moh.
bisa jelas dilihat, dunia pendidikan Yamin, “Menggugat Pendidikan Indonesia;
pada umumnya tidak lebih dari cer- Belajar dari Paulo Freire dan Ki Hajar
Dewantara”, (Yog- yakarta: Ar-Ruzz Media,
min ketidakadilan, penindasan, dan 2009).
ketidaksetaraan.1 3
Paulo Freire adalah pendidik yang dilahir-
kan pada 19 September 1921 di Recife,
1
Bandingkan dengan Darmaningtyas, Edi Brazil. Ayahnya bernama Joaquim
Subkhan, dan Fahmi Panimbang, Melawan
Temistocles Freire dan ibunya bernama
Edeltrus Neves Freire. Ia tumbuh dan
besar dalam lingkungan miskin dan
nal paling tajam mengkritik model
terbelakang. Keluarganya sempat mengalami
pendidikan sebagaimana penulis
guncangan ekonomi yang membuatnya harus
bersusah payah menempuh hidup dan pendi- singgung di atas. Dalam perspektif
dikan. Saat perekonomiannya membaik, Freire, praktik pendidikan semacam
Freire bisa menyelesaikan sekolah
menengahnya dan meneruskan ke Fakultas itu hanya akan melanggengkan terja-
Hukum Universitas Recife. Sejak menikah dinya penindasan bagi kaum miskin,
dengan seorang guru sekolah dasar, Elza Maia
Costa Oliviera (tahun 1944), minatnya lemah dan marginal. Satu-satunya
terhadap filsafat dan sosiologi pendidikan cara untuk mengubahnya adalah
mulai tumbuh. Puncaknya, pada tahun 1959,
deng- an mengganti model
Freire meraih gelar doktor di bidang sejarah
dan filsafat pendidikan. Setelah itu, karya- pendidikan yang menindas itu
karya Freire bermunculan di samping dengan pendidikan yang lebih
upayanya dalam menghapuskan penyakit buta
huruf di Brazil. Tahun 1964, gerakan peng- manusiawi.
hapusan buta huruf yang diinisiasinya telah Betul bahwa banyak dari gagasan
menyebar ke setiap pelosok Brazil dan
menum- buhkan kesadaran masyarakat dalam pendidikan Freire yang harus
membaca keputusan-keputusan politik. dikritisi
Seiring dengan jatuhnya kekuasaan Goulart,
--selain posisinya yang sulit dikate-
ia ditangkap dan dipenjara selama 70 hari
karena dianggap sebagai penghianat. Setelah gorikan apakah ia sebagai teoretisi
sempat tinggal di Bolivia, lalu di Chile atau praktisi pendidikan-- namun
selama lima tahun, dan bekerja di the
Christian Democratic Agrarian Reform Movement, ba- nyak pula gagasannya yang
tahun 1970-an, ia diundang ke Jenewa untuk relevan hingga kini. Salah satunya
bekerja selama sepuluh ta- hun sebagai a
special educational advisor untuk the World
adalah konsep pendidikan
Congress of Churches. Ini digunakan humanistiknya. Ia hendak
menghidupkan kembali
Freire untuk berkeliling dunia mengajar dan
membantu program pendidikan negara- citanya dalam membangun sebuah model
negara berkembang di Asia-Afrika, seperti pendidikan
Tanzania dan Guenia Bissau. Tahun 1980, ia
kembali ke Brazil dan bergabung dengan the
Worker’s Party (PT) di Saolo Paulo dan
mensupervisi proyek tuna aksara dan orang
dewasa. Atas kemenangan partainya, tahun
1988, dia diang- kat menjadi menteri
pendidikan di kota Sao Paulo. Tahun 1997,
Freire meninggal dunia di usia 75 tahun.
Selain banyak meninggalkan karya, Freire
juga dikenal sebagai tokoh seka- ligus praktisi
pendidikan, khususnya pedidikan kritis.
Selama hidupnya, ia telah menghasilkan
banyak karya, seperti Education as the Practice of
Freedom (1967), Pedagogy of the Oppressed (1968),
Pedagogy in Process: The Letters to Guinea-Bissau,
Pedagogy of the City (1993), Pedagogy of Hope
(1995), dan Pedagogy of Heart (1997). Dari sini
dapat dilihat bahwa Freire bukan saja seorang
teoretisi dan praktisi pendidikan dengan banyak
karya, ia juga seorang pegiat dan politisi yang
teguh memperjuangkan gagasan-gagasannya.
Betul bahwa ia telah meninggal, tapi cita-
yang adil dan memerdekakan telah menjadi
inspirasi bagi generasi setelahnya bahkan
hingga kini. Lesley Bartlett menyebut bahwa
Freire merupakan salah satu tokoh
pendidikan radikal paling terkenal dengan
pengaruhnya yang cukup kuat dalam hal
pendidikan yang memerdekakan, pendidikan
orang dewasa, pendidikan non-formal hingga
literasi pen- didikan kritis. Disarikan dari F.
Danwinata, “Prawacana” dalam Paulo
Freire, Pendidikan Kaum Tertindas, (Jakarta:
LP3ES, 2008), hlm. ix-xxviii; Denis Collins,
Paulo Freire: Kehidupan, Karya dan
Pemikirannya, terj. Henry Heyneardhi dan
Anastasia P, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2011); Leslie Bentley, “A Brief Biography of
Paulo Freire” dalam Pedagogy and Theatre of
the Oppressed, (Dikses 5 Agustus 2016) di
http:// ptoweb.org/aboutpto/a-brief-
biography-of- paulo-freire/.; dan Lesley
Bartlett, “Paulo Freire and Peace Education”
dalam Encyclopedia of Peace Education,
(Teachers College-Columbia University,
2008), (Diakses 5 Agustus 2016), di
http://www.tc.columbia.edu/centers/epe/
PDF%20articles/ Bartlett_ch5_ 22feb08.pdf.
harapan terciptanya dunia yang adil
sedekat mungkin dengan persoalan
dan ramah bagi semua anak
yang dialami masyarakat, menjadi
manusia, tidak terkecuali bagi kaum
solusi baginya, bukan malah menjadi
lemah dan terpinggirkan, seperti
bagian dari permasalahan.
kaum difabel. Gagasan Freire
Kenyataan dalam masyarakat
semakin relevan dikaji di tengah
sendiri, menurut Freire, tidak lebih
kukuhnya budaya kapitalisme-
dari realitas penindasan. Penindasan
liberalisme di hampir semua sektor
terjadi dalam segala aspeknya dan
kehidupan, termasuk di bidang
memunculkan dua macam kelom-
pendidikan.
pok manusia: si penindas dan yang
Tulisan ini berupaya mengkaji
tertindas. Kelompok pertama tanpa
kembali konsep pendidikan huma-
ampun menindas kelompok kedua.
nistik Freire dan transformasinya ke
Dalam hal ini, kelompok yang kuat
dalam pendidikan inklusif di Indone-
menindas kelompok yang lemah; me-
sia. Untuk memudahkan
reka yang berkuasa menindas
pembahasan, setelah melihat posisi
mereka yang terpinggirkan dan tidak
Freire dalam pemikiran pendidikan,
memiliki kekuasaan; golongan yang
diuraikan kritik dan konsep
memiliki kekuatan modal menindas
pendidikan Freire serta
mereka yang tidak berdaya secara
tranformasinya dalam pendidikan
kapital. Re- lasi demikian merupakan
inklusif di Indonesia. Bagian akhir pe-
kenyataan suram yang
nulisan akan diisi dengan
memprihatinkan sekaligus
kesimpulan sebagai gambaran
menghentakkan nurani. Semua itu
singkat dari hasil pembahasan.
tak hanya diamati Freire, tetapi juga
dia- laminya. Persis saat ia masih
B. Dehumanisasi: Kritik menjadi siswa maupun saat ia
Freire pada Pendidikan mengajar, serta pada saat melakukan
Dalam membahas bagaimana
pendampingan secara langsung pada
Freire mencermati pendidikan,
para petani dan kaum lemah lainnya
perta- ma-tama, hal yang harus
(Freire: 2001).
dilihat ada- lah bahwa pendidikan itu
Situasi demikian diperparah deng-
tidak netral. Pendidikan selalu terkait
an hilangnya daya kritis masyarakat
dengan kehi- dupan masyarakat.
akibat penindasan. Ketertindasan
Pendidikan selalu terkait dengan
telah menyebabkan mereka yang ter-
bagaimana para peserta didik dan
tindas tidak menyadari lagi hakikat
kehidupan keluarganya. Apa yang
kemanusiaannya. Satu-satunya yang
terjadi dalam dunia pen- didikan
ada di pikiran mereka adalah keluar
merupakan gambaran nyata dari
dari penindasan. Bahkan tidak jarang
kehidupan masyarakat. Karena itu,
kaum tertindas yang berhasil memper-
Freire menekankan bahwa pen-
oleh kemajuan, justru melanggengkan
didikan seharusnya bisa didekatkan
penindasan dan tampil sebagai pe- Hubungan an-
nindas bagi manusia lainnya. Contoh
nyata dari situasi demikian tampak
saat seseorang dijadikan mandor di
sebuah wilayah pertanian. Wajahnya
berubah dari kaum teraniaya
menjadi tiran yang tidak menutup
kemung- kinan lebih kejam dari
majikannya sendiri (Freire: 2005).
Dalam situasi demikian, kaum
tertindas mendapati ironinya sendiri,
dari yang seharusnya mengupayakan
pembebasan dari ke- tertindasan,
malah menjadi aktor dari kukuhnya
penindasan.
Menurut Freire, kondisi tersebut
tidak lepas dari dilema yang dialami
oleh kaum tertindas. Mereka
dihadap- kan pada kenyataan sulit
dalam mela- kukan pilihan. Musti
memilih: antara melakukan
perlawanan dan menjadi manusia
seutuhnya, atau menjadi bagian yang
menikmati kenyamanan menindas
dan menjadi jiwa yang ter- belah.
Kenyataan demikian menjadi rumit,
karena jika melawan, mereka bisa
semakin menderita. Sebaliknya, bila
tidak melawan mereka juga tidak
bisa mengubah keadaan. Mereka ke-
mudian hidup dalam dilema:
melawan atau tidak melawan;
solidaritas sosial atau keterasingan;
bersuara atau ber- diam diri; memilih
jalan hidup sendiri atau menaati pola-
pola yang ditentu- kan (Freire:
2005).
Freire sendiri meyakini bahwa
kondisi yang dihadapi kaum
tertindas itu adalah kondisi yang
telah didesain oleh kaum penindas.
tara penindas dengan yang tertindas
adalah “hubungan pemolaan” yang
telah ditentukan sebelumnya. “Pemo-
laan” itu berbentuk pemaksaan pilihan
seseorang terhadap orang lain, yang
pada gilirannya mengubah kesadaran
orang yang dipola agar sesuai dengan
garis yang ditentukan. Tidak aneh
jika perilaku yang muncul kemudian
adalah perilaku kaum tertindas yang
terpola, yaitu mengikuti apa yang di-
gariskan oleh kaum penindas (Freire:
2005). Sampai di sini, Freire melihat
realitas masyarakat adalah relasi
antara kaum penindas dengan kaum
tertindas, atau dalam bahasa Karl
Marx, antara kaum borjuis dengan
kaum proletar, di mana bentuk rela-
sinya ditentukan oleh kaum penindas.
Corak masyarakat demikian
tentu saja dikritik secara tajam oleh
Freire. Penindasan disebutnya
sebagai de- humanisasi. Penindasan
tidak hanya merampas
kemanusiaan, melainkan juga
merupakan penyimpangan atas
fitrah manusia untuk menjadi
manusia sejati (Freire: 2005). Tidak
ada jalan lain bagi siapapun yang
mengalami ketertindasan itu selain
mereka harus bangkit. Mereka harus
melakukan upaya-upaya konkrit
supaya penindas- an bisa
dihapuskan.
Untuk mengubah keadaan itu,
pilihan Freire kemudian jatuh pada
dunia pendidikan. Baginya,
pendidik- an bukan hanya menjadi
media pent- ransfer ilmu
pengetahuan dari guru kepada
muridnya. Lebih penting dari
itu, pendidikan menjadi sarana bagi apa apa; guru berpikir, murid dipikirkan;
masyarakat untuk memiliki kesadaran guru bercerita, murid patuh mendengarkan;
kritis, menjadikan mereka manusia guru menentukan peraturan, murid diatur;
merdeka, dan membekali mereka guru memilih dan memaksakan pilihannya,
untuk keluar dari ketertindasan. murid menyetujui; guru berbuat, murid
membayangkan dirinya berbuat melalui
Pen- didikan menjadi tulang
per- buatan gurunya; guru memilih
punggung bagi terciptanya kehidupan bahan dan isi pelajaran, murid (tanpa
yang lebih adil, lebih merata, dan diminta penda- patnya) menyesuaikan diri
lebih manusiawi. dengan pelajaran itu; guru
Namun demikian, sebagaimana mencampuradukkan kewenangan ilmu
pengetahuan dan kewenangan jabatan-
kenyataan dalam masyarakat, bagi
nya, yang dia lakukan untuk
Freire, dunia pendidikan juga me- menghalangi kebebasan murid; guru
ngalami dehumanisasi yang tidak adalah subjek dalam proses belajar, murid
kalah hebatnya. Penindasan dalam adalah objek belaka”.
pendidikan terjadi dalam semua hal,
termasuk dalam hal yang sering Akibatnya, kesadaran kritis para
dinilai netral sekalipun, seperti dalam murid tidak terbentuk, yang terjadi
proses pembelajaran. Murid hanya justeru munculnya manusia-manusia
dijadikan objek. Mereka ditekan dan “tanpa kreasi” dan “mudah percaya”.
diperalat sedemikian rupa oleh Mereka menerima begitu saja pengeta-
gurunya. Hu- bungan guru dan huan yang diberikan. Termasuk
murid bukan lagi hubungan yang ketika mereka hidup bermasyarakat,
setara, melainkan hubungan yang mereka menerima saja tatkala disebut
timpang antara me- reka yang sebagai “kaum penerima santunan”,
berkuasa dan mereka yang dikuasai. “keluar dari kelaziman tata
Freire menyebut model pendidikan masyarakat yang sopan, rapi dan
demikian dengan istilah “banking adil”, “penyakit ma- syarakat
education”. karena bodoh dan malas”, dan
Dalam “banking education”, pen- mereka “perlu dintegrasikan ke
didikan tidak lebih dari kegiatan dalam masyarakat yang sehat”. Pada-
para guru yang menabung dan para hal, seperti ditegaskan Freire,
murid sebagai celengannya. Para mereka “bukan kaum pinggiran” dan
murid hanya menerima, “bukan orang-orang yang hidup di
mencatat, dan menyimpan apa luar ling- kungan masyarakat”
yang disampaikan gurunya. (Freire: 2005).
Hubungan guru dan murid menjadi Bagi Freire, “banking education”
sangat tidak seimbang (Freire: 2005) telah benar-benar memisahkan manu-
sia dari dunianya. Manusia dianggap
“guru mengajar, murid diajar; guru me- hanya “ada dalam dunia” bukan
ngetahui segala sesuatu, murid tidak tahu “bersama dalam dunia ataupun orang
lain”. Manusia tidak lebih sebagai
penonton yang tidak
berkesadaran.
Jiwanya kosong karena mereka pasif “pem-
menerima apa saja yang dijejalkan
pada dirinya. Mereka kemudian ter-
cerabut dari akar kemanusiaannya.
Hak-hak kemerdekaannya dalam
menentukan dan mencapai tujuan
hi- dup terampas (Freire: 2005).
Manusia tidak lagi mempersoalkan
realitas di sekelilingnya --karena
dipaksa mene- rima keadaan meski
tidak mengun- tungkan baginya-- dan
pada akhirnya, mereka tidak mampu
lagi memaknai dunia sesuai potensi
kemanusiaan yang dimilikinya.
Berbagai kelemahan pendidikan
gaya bank tersebut mengantarkan Frei-
re pada kesimpulan bahwa
“banking education” mustahil dapat
membebas- kan manusia dari
ketertindasan. Mo- del pendidikan
demikian harus segera ditinggalkan
dan beralih pada model pendidikan
yang layak. Pendidikan yang bisa
membantu manusia untuk memiliki
kesadaran diri sepenuhnya, menjadi
manusia seutuhnya, dan lebih jauh
lagi, mampu membantu mereka
keluar dari ketertindasan; baik
secara sosial, ekonomi maupun
politik.

C. Pendidikan Kaum
Ter- tindas: Konsep
Pendi- dikan Paulo
Freire
Dalam pandangan Freire, pendi-
dikan itu bersifat politis dan meng-
haruskan para pelakunya untuk ber-
pihak. Para pelaku pendidikan harus
memilih: apakah pendidikan itu
hendak ditujukan dalam rangka
bebasan” (melawan struktur yang
menindas) atau untuk “domestifikasi”
(mempertahankan status quo)
(Freire: 2001). Freire sendiri secara
tegas men- jatuhkan pilihan pada
yang pertama: bahwa pendidikan
harus diorientasi- kan pada
pemihakan, pembebasan, dan
pemerdekaan kaum tertindas.
Tugas paling utama pendidikan
adalah membebaskan manusia dari
ketertindasan. Pendidikan harus
mampu mendorong manusia untuk
memiliki kesadaran kritis dan menjadi
mahluk yang merdeka. Namun,
meng- ingat model “banking
education” tidak bisa lagi diharapkan
dalam mencapai tujuan itu, maka
menurut Freire, ha- rus ada satu
model pendidikan yang dibuat dan
mampu membebaskan manusia dari
cengkraman penindasan dan
dehumanisasi. Model pendidikan
yang dimaksud adalah pendidikan
kaum tertindas (the pedagogy of the
oppressed), yaitu “pendidikan sebagai
alat agar kaum tertindas mengetahui
secara kritis, bahwa baik diri mereka
maupun kaum yang menindas
mereka adalah manifestasi dari
dehumanisasi” (“an instrument for
their critical disco- very that both they
and their oppressors are manifestations
of dehumanization”) (Freire: 2005).
Secara garis besar, ada dua tahap
penyelenggaraan pendidikan kaum
tertindas.
Pertama, tahap pembentukan
kesadaran kritis para murid. Pada
tahap ini, pendidikan harus mampu
membuat para murid menyadari akan
berefleksi dan menjawab berbagai per-
dirinya dan hubungannya dengan
soalan yang muncul dalam
realitas di sekelilingnya. Pendidikan
kehidupan. Dalam bahasa lain, guru
juga harus mampu menyadarkan
dan murid secara bersama-sama
bahwa mereka ditindas tidak hanya
menumbuh- kembangkan kesadaran
secara fisik, melainkan juga secara
kritis dalam rangka memaknai dunia,
psikis. Seringkali para murid merasa
serta dalam menyikapi berbagai
tidak sebagai kaum tertindas karena
problem kehidup- an mereka.
mereka tidak menyadarinya. Tugas
Dengan demikian, pendidikan
pendidikan adalah membantu mereka
tidak lagi dipisahkan dari persoalan-
untuk memiliki kesadaran kritis dan
persoalan nyata yang terjadi di ma-
mendorong mereka agar terlepas
syarakat. Pendidikan justru
dari belenggu penindasan semacam
mengem- bangkan dialektika kritis
itu.
guru dan murid. Pada gilirannya
Kedua, setelah tahap pertama kelak, hal tersebut akan
berhasil dilakukan, pendidikan tidak memunculkan pema- haman bahwa
lagi diarahkan pada kaum tertindas apa yang terjadi dalam kehidupan
saja, tetapi mulai diorientasikan mereka bukanlah realitas yang statis,
pada konteks yang lebih luas, yaitu melainkan kenyataan yang terus
untuk kebaikan seluruh umat manusia mengalami perubahan.
(Frei- re: 2005).4 Pelaksanaan kedua Proses dialektik antara guru dan
tahap ini merupakan “pekerjaan murid itu berjalan terus menerus.
rumah” bersama para pelaku Tujuannya hingga pendidikan
pendidikan; utamanya guru dan mampu mencipta manusia sebagai
murid, untuk men- capai kehidupan mahluk yang tidak pernah selesai,
yang lebih manusiawi dan atau mahluk yang terus berusaha
membebaskan.
menjadi (beco- ming). Bagi Freire,
Untuk mewujudkannya, Freire
“proses menjadi” ini menjadi sangat
kemudian menawarkan sebuah me-
penting, karena dengan begitu,
tode pendidikan yang ia sebut deng-
manusia akan terus memaknai
an the problem-posing method (metode
dunia, mengkreasi kehi- dupannya
pendidikan hadap-masalah) (Freire:
dan terus melibatkan diri dalam
2005). Metode ini tidak memisahkan
segala perubahan sosial yang terjadi.
guru-murid dengan realitas yang
Di sisi lain, proses manusia un- tuk
menghampiri mereka sebagaimana
terus “menjadi” akan menghindar-
dalam banking education. Sebaliknya,
kan manusia dari fatalisme sekaligus
guru dan murid secara bersama-
memungkinkan realitas penindasan
sama
bisa diubah.
4
Bandingkan dengan Sindhunata, “Awas
Satu hal yang menjadi catatan
Padagogi Hitam”, Basis, No. 01-02, Tahun ke- Freire adalah bahwa “proses menjadi”
50, 2001. hlm. 3.
itu harus diarahkan pada upaya
setiap manusia; (4) dalam dialog ada
huma- nisasi. Segala usaha
harapan hendak diwujudkan; dan (5)
pencapaian untuk menjadi manusia
dialog selalu melibatkan pemikiran
sejati tidak didasar- kan pada isolasi
kritis (Paulo Freire: 2005). Jika kelima
dan individualisme, melainkan pada
hal ini dipenuhi, pendidikan sebagai
kesediaan untuk terus berkorban
instrumen pembebasan dan
dalam membebaskan diri dari
perubah- an bukan suatu hal yang
penindasan. Untuk itu, guru dan
dianggap mustahil lagi.
murid mutlak menjadi subjek dalam
proses pendidikan. Mereka bersama- D. Orientasi Pendidikan
sama menjadi subjek pendidikan, Freire: Humanisasi, Pe-
dan mengubah wajah dunia secara nyadaran, dan
terus-menerus sembari melibatkan Transfor- masi
diri dalam upaya perubahan. Tujuan Berulang kali Freire menyebutkan
akhirnya adalah untuk menghasilkan bahwa pendidikan harus diorientasi-
kehidupan yang lebih manusiawi kan untuk humanisasi. Dilaksanakan
bagi mereka. melalui bangkitnya kesadaran kritis
Agar guru dan murid menja- subjek-subjek dalam pendidikan.
di subjek dalam pendidikan, maka Kesadaran akan ketertindasan dan
menurut Freire, proses pendidikan keinginan untuk membebaskan diri
harus didasarkan pada dialog bukan ini tidak lain dari proses humanisasi,
monolog. Dialog memungkinkan yaitu sebuah kesadaran yang mengha-
sesama manusia mampu memaknai silkan aksi-refleksi untuk melakukan
dunia. Dialog membuat setiap orang perubahan (transformasi). Artinya,
memiliki kesadaran kritis dan me- seseorang yang dididik dan melalui
merdekakan diri. Dengan demikian, proses humanisasi akan merenungi
dialog adalah kebutuhan eksistensial sekaligus memaknai kenyataan dan
manusia (Freire: 2005). diri sendiri secara totalitas, yang
Bukan tanpa alasan jika Freire pada akhirnya menuntunnya pada
menyebut dialog sebagai strategi humani- sasi dan tranformasi
ampuh dalam mencapai pendidikan (Dharma Kesuma dan Teguh
yang lebih manusiawi. Dalam dialog, Ibrahim: 2016).
hakikat kemanusiaan diwadahi se- Untuk itu, pendidikan yang dilak-
penuhnya. Ini tercermin dari dialog sanakan pertama-tama harus mam-
yang mensyaratkan beberapa hal: (1) pu menumbuhkan kesadaran kritis
dialog harus dilandasi oleh rasa cinta (Dharma Kesuma dan Teguh
terhadap dunia dan sesama; (2) dialog Ibrahim: 2016).5 Kesadaran ini
menyaratkan adanya kerendahan memungkinkan
hati;
(3) dialog menuntut kepercayaan
5
Freire membedakan kesadaran kritis
dengan kesadaran magis dan kesadaran naif.
pada
manusia memiliki eksistensi dan mam-
Teguh Ibrahim: 2016). Dengan demi-
pu memaknai kehidupan. Bagi
kian, kesadaran kritis merupakan ciri
Freire, kesadaran kritis adalah inti
demokrasi otentik dan bentuk-bentuk
dari pen- didikan kaum tertindas.
kehidupan yang tak kedap, interogatif,
Para murid, tidak sekedar diajarkan
aktif dan dialogis (Paulo Freire: 1997).
reading the word, melainkan juga Intinya, kesadaran kritis bukanlah
reading the world; bukan hanya hanya kesadaran memahami gambaran
dikenalkan pada kata, tapi dibimbing fenomena di atas kertas, melainkan
memaknai kata tersebut sebagai kesadaran menangkap apa yang ada
representasi realitas yang di balik fenomena itu (Shor dan
mengandaikan adanya kesadaran Freire: 1987).
kritis (konsientisasi) dalam memba- Hal yang harus diperhatikan
canya. Kesadaran kritis ini membuat dalam konteks ini adalah bahwa ke-
orang bertanya tentang hakikat sadaran kritis tidak muncul dengan
setiap kata yang diajarkan dari situasi sendirinya. Nalar kritis tumbuh dari
historis dan sosial mereka (Dharma pendidikan kritis yang mendorong
Kesuma dan Teguh Ibrahim: 2016). tumbuhnya refleksi otentik --refleksi
Orang-orang yang memiliki ke-
yang berujung pada tindakan-tindakan
sadaran kritis akan aktif terlibat dan
transformatif-- atau refleksi yang diser-
melibatkan diri dengan realitas, mer-
tai aksi, yang berimplikasi pada tum-
deka dalam mengkreasi, dan merek-
buhnya kesadaran akan keberadaan
reasi pengetahuan. Mereka bukan
manusia di muka bumi, tumbuhnya
lagi penonton realitas, melainkan
pemahaman sosial-historisnya, berse-
men- ganalisis secara kritis dunia
mainya pengetahuan yang hidup,
dengan problematika yang
tum- buhnya pencerahan akan
dihadapinya, me- nemukan posisi
fenomena dibalik sebuah realitas,
dalam kehidupannya, memahami
dan tumbuh- nya kesadaran
alasan keberadaannya di dunia, dan
transformatif berupa perubahan diri
bangkit untuk melakukan
dan sosialnya (Dharma
transformasi (Dharma Kesuma dan
Kesuma dan Teguh Ibrahim: 2016).
Kesadaran naif merupakan kesadaran paling
Dengan demikian, pendidik-
rendah dari manusia karena ia tidak mampu
mengobjektivikasi setiap aktivitas selain an tidak diwujudkan dalam rangka
aktivi- tas survival. Orang seperti ini memiliki pembacaan ilmu pengetahuan (the
persepsi dan pengetahuan yang terbatas,
menepi dari sejarah dan lari dari realitas. word) saja, lebih dari itu, pendidikan
Mereka tidak menyadari tugas dan tanggung dilaksanakan untuk membaca konteks
jawab sebagai manusia dan terjebak pada
fatalisme. Semen- tara itu, kesadaran naif (the world) zamannya. Pendidikan
cenderung menyeder- hanakan masalah- menjadi sarana penyadaran manusia
masalah kehidupan seperti menjadikannya
dengan menggunakan pendekatan
sebagai persoalan individu, dan mereka
kesulitan memahami kondisi sosial dan praksis. Dilakukan melalui refleksi
historis di sekitarnya.
kritis akan situasi sosial dan historis
dua gagasan pokok Freire yang bisa
mereka, yang akan melahirkan aksi
diambil dan dikontekstualisasikan
dalam melakukan perubahan sosial
ke dalam pendidikan inklusif di In-
(Dharma Kesuma dan Teguh
donesia.
Ibrahim: 2016). Saat terjadi
perubahan sosial, saat itulah terjadi 1. Politik Pendidikan Inklusif
transformasi. Salah satu aspek fundamental dari
konsep pendidikan Freire adalah pe-
E. Transformasi Pemikiran nekanannya pada politik pendidikan.
Freire dalam Pendidikan dinilainya bukan sekedar
Pendidikan Inklusif rutinitas kegiatan belajar-mengajar.
Pemikiran Freire sebagaimana
Lebih jauh dari itu, ia merupakan
telah dijelaskan memiliki konteksnya
ma- nifestasi dari konstruksi sosial-
tersendiri. Apa yang disebut Freire
politik- ekonomi yang terjadi dan
dengan pendidikan kaum tertindas
melibatkan dua kelompok sosial:
tidak bisa dilepaskan dari sejarah
kaum penindas dan kaum tertindas.
kehidupannya, seperti pahit-getirnya
Pendidikan harus menjadi alat
Freire menjadi kaum lemah,
pembebasan dan berpi- hak
lingkung- an miskin dan tertinggal
sepenuhnya pada kaum tertindas.
di mana ia hidup, serta situasi
Dalam konteks pendidikan inklusif,
sosial-politik-eko- nomi yang
kaum tertindas itu tidak lain adalah
melingkupinya. Intinya, pemikiran
kaum difabel yang pada
Freire tentang pendidikan tidak bisa
kenyataannya menjadi kaum lemah
dilepaskan dari konteks
dan terpinggir- kan; baik secara
kehidupannya, baik saat ia berada
sosial, politik, hukum, maupun
di Brazil, berpertualang ke berbagai
secara ekonomi.
belahan dunia, hingga kembali ke
Pendidikan seharusnya benar-
negara asalnya.
be- nar berpihak pada kaum yang
Meski begitu, bukan berarti gagasan-
sangat rentan ini. Semua pelaku
gagasan Freire tidak bisa
pendidikan harus memiliki posisi
dikontekstualisasi- kan. Banyak dari
yang jelas da- lam menjamin hak-hak
gagasan Freire yang bisa digali dan
kaum difabel dalam menempuh dan
berguna, baik sebagai sebuah
menjalani proses pendidikan. Jika
kerangka analisis maupun sebagai
Freire mendo-
kerangka konseptual bagi per-
kembangan pendidikan di Indonesia. sempatan kepada semua anak belajar bersama-sama
di sekolah umum dengan memperhatikan
Terkait pendidikan inklusif (Dadang keragaman dan kebutuhan individual, sehingga
Garnida: 2015),6 setidaknya terdapat potensi anak dapat berkembang secara optimal”.
Semangat- nya adalah “memberi akses seluas-
luasnya pada semua anak, termasuk anak
6 Pendidikan inklusif, sesuai dengan penger-
berkebutuhan khusus, untuk memeroleh
tian Direktorat Pembinaan SLB, merupakan
pendidikan yang bermutu dan memberikan
“sistem layanan pendidikan yang memberikan ke-
pelayanan pendidikan sesuai dengan
kebutuhannya”.
rong pendidikan kaum tertindas agar
manya pihak pemerintah terkait pen-
mampu memperjuangkan hak-
didikan, memiliki political will dalam
haknya dalam berbagai bidang
mengembangkan dan memperbaiki
--seperti seo- rang yang buta huruf
pendidikan inklusif di Indonesia;
menjadi melek huruf dan memiliki
sejauhmana pendidikan mengakui
hak-hak politik-- maka pendidikan
dan memperjuangkan hak-hak dan
inklusif juga begitu, agar kaum difabel
kemerdekaan kaum disabilitas; atau
bisa mandiri dan merdeka untuk
dalam tingkatan yang lebih praktis,
kemudian mampu memperjuangkan
sejauhmana lembaga pendidikan
hak-haknya di ber- bagai bidang. Hal
mengakomodasi dan mengaplikasikan
ini tidak mungkin dicapai jika titik-
pendidikan inklusif di Indonesia.
tolak dan orientasi pendidikan masih
Persoalan-persoalan tersebut patut
didasarkan pada nilai dan idologi
diajukan, karena pada kenyataannya,
seperti: corporate value, pragmatic
sampai saat ini pelaksanaan pendidik-
culture dan ideology of competition.
an inklusif belum optimal (N. Prapti-
Sebagaimana Freire dalam meli-
ningrum: 2010). Tidak banyak
hat kaum tertindas. Kaum difabel
sekolah atau perguruan tinggi umum
pun harus ditempatkan sebagai
yang mampu memberi pelayanan
manusia seutuhnya. Sama seperti
semes- tinya pada kaum difabel.
orang pada umumnya, yakni
Memang, ada beberapa perguruan
memiliki hak oto- nomisasi dan
tinggi yang sudah mulai menerapkan
memungkinkan mereka untuk
pendidikan inklusif, seperti di UIN
mencapai humanisasi. Kaum difabel
Sunan Kali- jaga, Yogyakarta.
harus dipandang sebagai sub- jek
Namun di banyak perguruan tinggi
yang memiliki hak dan kewajiban;
yang lain, pelayanan pendidikan
mereka memiliki kesempatan untuk
untuk kaum difabel belum banyak
merdeka dan membebaskan diri dari
dikembangkan. Di sisi lain,
kelemahan dan keterbelakangan me-
pemberdayaan kaum difabel masih
reka; dan mereka memiliki potensi
didominasi oleh model pendidikan
untuk melakukan perubahan bagi
segregatif, yang memisahkan kaum
terciptanya tatanan masyarakat yang
di- fabel dengan non-difabel. Tidak
lebih manusiawi.
aneh bila banyak didapati kasus di
Persoalannya kemudian ada-
mana kaum difabel tidak bisa
lah bagaimana agar titik-tolak dan
mengakses pendidikan di sekolah
orientasi pendidikan benar-benar
atau perguru- an tinggi umum,
didasarkan pada pemenuhan hak-
karena pendidikan diselenggarakan
hak kaum difabel sepenuhnya.
atas dasar klasifikasi murid
Pertama- tama yang harus
“normal” dan “tidak normal”.
diperhatikan adalah sejauhmana
Sebuah model pendidikan yang diskri-
pelaku pendidikan, uta-
minatif.
Konstruksi pendidikan yang de-
yaitu UU No. 8 Tahun 2016 tentang
mikian sangat tidak menguntungkan
Penyandang Disabilitas.7 Persoalan-
bagi kaum difabel. Pendidikan justru
nya, seringkali peraturan itu berlaku
mencabut mereka dari dunia dan
sebatas di atas kertas dan belum
kemerdekaannya dalam berpikir.
diikuti dengan pembentukan sistem
Me- reka dilepaskan dari realitas
pendidikan yang benar-benar “ra-
sosialnya
mah” bagi kaum difabel. Pada satuan
--karena hanya bisa berinteraksi deng-
pendidikan tinggi misalnya, sistem
an sesama kaum difabel-- sehingga
pelayanan dan arsitektur pendidikan
mereka tidak bisa belajar dari ling-
masih mencerminkan pendidikan
kungan dan masyarakatnya. Mereka
bagi mahasiswa-mahasiswa “normal”.
juga merasa tertekan secara psikologis.
Bahkan penerimaan mahasiswa juga
Mereka merasa menjadi “manusia
masih membedakan antara “normal”
ren- dah”, “orang tidak berdaya”,
dan “tidak normal”. Mahasiswa yang
“mahluk yang perlu dikasihani”,
diterima adalah mahasiswa berprestasi
bahkan me- rasa sebagai “beban bagi
secara akademik dengan penyertaan
masyarakat”. Pada akhirnya, mereka
kualifikasi kesehatan jasmani dan
tidak bisa berbuat apa-apa, selain
rohani.
mengamini kenyataan yang
Kenyataan ini tentu tidak bisa
dialaminya dan mene- rima semua
dipandang wajar dari perspektif pen-
konstruksi sosial tentang
didikan Freire. Pendidikan sejatinya
kehidupannya, meskipun sebenarnya
harus menyediakan akses yang me-
--meminjam istilah Freire-- konstruksi
mudahkan kaum difabel untuk bisa
sosial itu tidak lebih dari dehumanisasi
menikmati proses pendidikan seperti
dan penindasan.
manusia pada umumnya. Terlebih
Dalam konteks demikian, sudah
lagi, Undang-Undang Dasar (UUD)
selayaknya pendidikan benar-benar
1945 di Indonesia menjamin hak
diorientasikan pada pemenuhan
pendidikan bagi siapapun, termasuk
hak-hak kaum difabel dalam rangka
membebaskan mereka dari situasi
ketertindasan. Negara dalam hal ini
memiliki andil yang cukup besar un- 7
UU No. 8 Tahun 2016 Tentang Penyan-
dang Disabilitas pasal 10 misalnya mengatur
tuk memastikan berbagai peraturan
bahwa kaum difabel berhak mendapatkan
perundang-undangan yang menjamin pendidikan yang bermutu, mempunyai kesem-
terpenuhinya hak-hak kaum difabel. patan yang sama untuk menjadi pendidik atau
tenaga kependidikan, mempunyai kesempatan
Harapannya, peraturan tersebut benar- yang sama sebagai penyelenggara pendidikan
benar bisa diaplikasikan. pada satuan pendidikan di semua jenis, jalur,
dan jenjang pendidikan; serta mendapatkan
Sebenarnya sudah banyak pe- akomodasi yang layak sebagai peserta didik.
raturan terkait pemenuhan hak-hak Dapat dilihat di http://www.dpr.go.id/dokjdih/
document/ uu/1667.pdf. (Diakses tanggal 12
kaum difabel, termasuk yang
Agustus 2016).
terbaru,
kaum difabel.
psikologis.
Hak-hak politik kaum difabel juga
2. Pembebasan, Pemerdekaan dan
seringkali terabaikan. Jangankan da-
Transformasi dalam
pat berbicara banyak di panggung
Pendidikan Inklusif
po- litik, untuk ikut berpartisipasi
Konsep pendidikan Freire lain-
dalam pemilihan umum saja, mereka
nya, yang bisa dikontekstualisasikan
me- ngalami kesulitan. Selain
ke dalam pendidikan inklusif di
terkendala oleh peraturan
Indonesia adalah ide-idenya tentang
perundang-undangan yang kurang
pendidikan kritis dan transforma-
sensitif terhadap kesu- litan yang
sinya dalam kehidupan nyata. Dalam
dialami kaum difabel dan sosialisasi
hal ini, pendidikan harus mampu
yang kurang maksimal, kurangnya
membangkitkan kesadaran kritis para
kepekaan masyarakat juga menjadi
murid, para peserta didik bisa berpikir
penyebab tingkat partisipasi kaum
mandiri dan merdeka, agar mereka
difabel dalam pemilu jauh dari angka
mampu melakukan perubahan sosial
yang diharapkan.
yang membawa manfaat bagi dirinya
Di bidang hukum dan pelayanan
dan masyarakatnya. Dalam tingkat
publik, kaum difabel tidak jarang
tertentu, gagasan Freire ini sangat
me- ngalami diskriminasi dan
relevan dengan pendidikan kaum difa-
kesulitan membela diri. Dalam kasus
bel. Di satu sisi, merekalah kelompok
perkosaan misalnya, meskipun
sosial paling rentan dan terpinggirkan
Indonesia telah meratifikasi
secara sosial, politik, hukum, dan
Convention on The Right of Person
ekonomi.
with Dissabilities (Konvensi mengenai
Secara sosial, kaum difabel
Hak-hak Penyandang Disa- bilitas),
sering terisolasi dari kehidupan
namun dalam kenyataannya kurang
masyarakat. Kelompok rentan ini
diimplementasikan secara nyata.
kebanyakan hanya bisa berinteraksi
Kaum difabel korban perkosaan
dengan sesama kaum difabel,
seringkali harus mendatangkan ahli
sehingga tidak jarang mereka merasa
atas inisiatif sendiri, supaya ia dapat
terpisah dari lingkun- gannya. Hal
diperiksa secara psikologis maupun
ini diperparah dengan banyaknya
medis. Dengan kata lain,
masyarakat yang masih menganggap
perlindungan hukum bagi kaum
kaum difabel sebagai kutukan atau
difabel belum mak- simal (Alfan
problem medis yang dimiliki
Alfian: 2015). Sementara terkait
seseorang. Akibatnya, kaum difabel
pelayanan publik, kaum difabel
dianggap berpenyakit dan ha- rus
memiliki banyak hambatan, karena
disembuhkan. Atas anggapan ini,
minimnya sarana pelayanan sosial,
kaum difabel merasa tertekan secara
kesehatan, serta sarana pelayanan
lain bagi kaum difabel. Aksesibilitas
pelayanan publik untuk kaum difabel
hingga kini dirasa belum sepenuhnya
mengucilkannya.8
memuaskan (Ferry Firdaus dan Fajar
Penanaman kesadaran tersebut
Iswahyudi: 2016).
dilakukan dengan melibatkan ref-
Meminjam istilah Freire, peny-
leksi kritis antara guru dan murid.
elenggaraan pendidikan tidak lain
Dialektika antar keduanya berjalan
adalah untuk mengubah konstruksi
terus-menerus dalam menyikapi ber-
sosial-politik-hukum-ekonomi yang ti-
bagai persoalan kaum difabel, hingga
dak seimbang tersebut. Hal itu dimulai
muncul kesadaran bahwa mereka
dengan penanaman kesadaran kritis
harus terlibat dalam perubahan sosial.
pada para murid difabel. Sekolah-
Dalam hal ini, pendidikan inklusif
sekolah maupun perguruan tinggi
kemudian tidak hanya merupakan
inklusif harus mampu membangkit-
transfer ilmu pengetahuan dari guru
kan kesadaran kritis kaum difabel,
ke murid, tetapi juga menjadi sara-
sehingga mereka menyadari realitas
na tranformasi kehidupan. Melalui
sebenarnya yang dihadapinya.
keterlibatan guru dan murid dalam
Mereka tidak hanya dibekali ilmu
sekolah inklusif, konstruksi sosial-
pengetahuan dan keterampilan,
politik-hukum-ekonomi yang semula
melainkan juga di- perkenalkan
sangat tidak ramah bagi kaum difabel,
dengan kehidupan nyata yang
harus diubah menjadi kontruksi yang
membuat mereka menjadi lemah dan
lebih manusiawi.
terpinggirkan.
Dalam rangka membangun kesa-
Proses penyadaran itu berlang-
daran dan transformasi kaum difabel
sung terus-menerus. Tujuannya agar
itu, pendidikan harus dilakukan me-
muncul kesadaran pada diri kaum
lalui model dialog dengan
difabel, bahwa mereka bukan semata-
melibatkan metode hadap masalah.
mata kaum lemah secara medis. Ada
Guru dan murid saling tukar
konstruksi kehidupan di sekitarnyalah
pengetahuan dalam
yang membuat mereka tidak berdaya
dan terpinggirkan. Pendidikan men- 8
Dalam perkembangannya, kaum difabel
tidak lagi dilihat sebagai problem medis saja
jelaskan kepada mereka bahwa kaum melainkan dilihat dari sisi sosial-politik. Dari
difabel mengalami banyak kesulitan sisi ini, kaum difabel dilihat sebagai kaum
yang terpinggirkan akibat konstruksi sosial-
dan menjadi mahluk paling rentan.
politik. Mereka lemah bukan karena dirinya,
Hal itu tidak lepas dari lingkungan tetapi “dilemahkan” oleh berbagai pengaturan
dan sosial yang membuat mereka dan pengorganisasian masyarakat yang tidak
“ramah” bagi kaum difabel. Untuk melihat
terhambat dalam mengembangkan berbagai perspektif tentang kaum difabel bisa
diri. Bahwa konstruksi sosial yang dilihat dalam Scott Campbell Brown, “Met-
hodological Paradigms that Shape Disability
tercipta tidak atau sangat sedikit mem- Research”, dalam Gary L. Albrecht, Katherine
pertimbangkan kaum difabel, D. Seelman, dan Michael Bury, Handbook of
Disability Studies, (London: Sage Publications,
bahkan
2000), hlm. 145-168.
membahas sebuah masalah tertentu,
subaltern,9 yang tidak bisa berbicara
utamanya masalah-masalah riil yang
atau menyuarakan apa yang dikehen-
dihadapi oleh kaum difabel. Mereka
dakinya. Segala apa yang terjadi pada
memikirkan secara kritis apa yang
mereka sering diwacanakan dan
terjadi dan apa yang harus dilaku-
disua- rakan oleh kaum non-difabel
kan. Meminjam istilah Freire, dalam
saja. Ini terjadi karena kaum difabel
hal ini masing-masing mereka bisa
dianggap sebagai kaum yang tidak
memaknai “realitas yang dihadapi”
bisa apa-apa, sehingga satu-satunya
dan menentukan kehidupan mereka
jalan adalah dengan mengajarinya,
melalui kesadaran kritis dan kemer-
persis seperti dalam model “banking
dekaan berpikir.
education”.
Tentu, dialog guru dengan murid
Padahal, kaum difabel juga
tersebut mensyaratkan keduanya
manu- sia yang memiliki potensi,
sama-sama harus berposisi sebagai
kehendak, dan pemikiran. Mereka
subjek pembelajaran. Guru menyam-
juga merupa- kan manusia, yang
paikan materi pembelajaran dan
seandainya digali dan diberi
murid menyampaikan pemahaman
kesempatan, memiliki po- tensi dan
tentang materi itu. Guru dan mu-
bisa mengembangkannya. Bahkan,
rid saling berbagi pemahaman dan
tidak jarang kaum difabel tampil
pengalaman demi terciptanya demi
sebagai seorang yang memikat dan
tumbuh-kembangnya setiap potensi
mengundang decak kagum orang
yang dimiliki para murid. Inilah yang
“normal” karena memiliki kelebih-
kemudian diistilahkan dengan pendi-
an secara sikap, intelektual maupun
dikan yang memanusiakan manusia
keterampilan. Misalnya, di Indonesia
--pendidikan yang sepenuhnya
kita mengenal Abdurrahman Wahid,
meng- hormati fitrah manusia--
presiden yang penglihatannya terba-
termasuk kaum difabel sekalipun.
tas, namun kapasitas intelektual dan
Apa yang menjadi sasaran dari
terobosan politiknya tidak diragukan
proses pendidikan inklusif di sini --se-
lagi. Sementara itu, di Amerika
bagaimana dikehendaki Freire dalam
Serikat ada David Peterson, seorang
Padagogy of The Oppressed-- adalah
politisi buta, sekaligus seorang
para peserta didik, dalam hal ini
gubernur cer- das dan memiliki
kaum difabel, bisa berbicara atas
kepribadian yang menyenangkan.
namanya sendiri. Mereka kemudian
bisa terlibat dalam “memaknai” 9
Subaltern bisa disebut sebagai kelompok
marginal. Dalam studi-studi poskolonial,
kehidupan. Sela- ma ini, kaum kaum subaltern direpresentasikan sebagai
difabel menjadi kaum kaum “terjajah” yang tidak mampu bersuara
atas namanya sendiri. Untuk penjelasan kaum
subaltern bisa disimak dalam Stephen Morton,
Gayatri Spivak: Etika, Subalternitas dan Kritik
Penalaran Poskolonial, terjemahan Wiwin Indi-
arti, (Yogyakarta: Pararaton, 2008).
Dalam konteks itulah,
nempuh pendidikan. Namun dalam
pendidikan inklusif diselenggarakan
kenyataannya, pendidikan inklusif
dan seharus- nya menjadi sarana
belum banyak disediakan, utamanya
efektif bagi kaum difabel untuk maju
di tingkat perguruan tinggi karena
dan berkembang. Pendidikan
berbagai alasan. Di sini political will
inklusif mampu melahir- kan murid-
pemerintah sangat diharapkan dalam
murid yang mampu berpi- kir kritis.
memastikan terjaminnya hak-hak
Mereka dapat berbicara atas namanya
kaum difabel itu.
sendiri, menyuarakan hak- haknya,
Sistem pelayanan pendidikan
serta dapat memperjuangkan nasib
inklusif juga harus dipastikan terse-
kaum difabel secara khusus atau kaum
lenggara dengan baik, sehingga kaum
lemah secara umum. Hal ini
difabel tidak banyak menemui kesuli-
dilakukan demi terciptanya struktur
tan atau hambatan dalam menempuh
kehidupan yang lebih manusiawi.
pembelajaran. Guru, pendamping,
Di sisi lain, harus diakui bahwa
fasilitas atau sarana-prasarana, dan
ide-ide Freire tidak dapat dengan
pelayanan harus dimaksimalkan.
mudah ditransformasikan dalam pen-
Diharapkan dengan begitu, maka
didikan inklusif. Dalam pendidikan
lembaga-lembaga pendidikan benar-
kaum non-difabel saja, model pendi-
benar bisa menjadi “rumah” bagi
dikan Freire terbentur banyak ham-
ber- seminya potensi-potensi yang
batan, mulai dari persoalan-persoalan
dimiliki oleh kaum difabel.
guru hingga kurikulumnya. Namun,
Selama persoalan-persoalan teknis
tidak berarti gagasan Freire tidak
tersebut belum dapat diselesaikan,
bisa diaplikasikan sama sekali. Perlu
sulit diharapkan ide-ide Freire dapat
upaya lebih keras lagi dari para
diaplikasikan. Bagaimanapun juga,
pelaku pen- didikan inklusif di
ide-ide Freire hanya bisa dijalankan
Indonesia.
ketika secara teknis pelaksanaan
Jika selama ini pendidikan inklu-
pendidikan inklusif telah baik, serta
sif di Indonesia masih menemui
menjadi sarana yang nyaman bagi
banyak kendala teknis seperti aturan
guru dan murid untuk melalui proses
prosedural dan sistem pelayanan,
pembelajaran. Lebih jauh lagi,
maka persoalan-persoalan itu harus
selama pendidikan inklusif masih
diselesaikan terlebih dahulu. Jaminan
tersandera oleh berbagai persoalan
hak-hak bagi kaum difabel untuk men-
teknis, maka sulit diharapkan
gakses pendidikan di semua tingkat
munculnya figur- figur kaum difabel
pendidikan harus teraplikasi secara
yang bisa berbicara banyak di
nyata di lapangan. Memang sudah
panggung nasional dan
jelas ada peraturan yang menjamin
berkontribusi pada keberlangsungan
hak-hak kaum difabel dalam menda-
sosial-politik-hukum-ekonomi di
pat kesempatan yang sama untuk
me-
Indonesia.
Collins, Denis (2011). Paulo Freire:
F. Kesimpulan Ke- hidupan, Karya dan
Berdasarkan uraian di atas dapat
Pemikirannya. Terjemahan Henry
disimpulkan dua hal pokok, yaitu:
Heyneardhi dan Anastasia P.
pertama, gagasan Freire tentang pendi- Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
dikan tercermin dalam konsepnya ten- Darmaningtyas, Edi Subkhan, dan
tang pendidikan kaum tertindas Fahmi Panimbang (2014). Mela-
serta model pembelajarannya yang
wan Liberalisme Pendidikan. Ma-
dialogis. Hal ini ditambah dengan lang: Madani.
melibatkan metode hadap masalah. Freire, Paulo (1997). Pedagogy of the
Pendidikan didasarkan dan Heart. New York: Continum.
diorientasikan untuk melahirkan -------, ------- (2005). Pedagogy of the
peserta didik yang memi- liki Oppressed. New York: Continum.
kesadaran kritis, merdeka, dan bisa -------, (2001). Pedagogi Penghara-
memperjuangkan hak-haknya. pan: Menghayati Kembali Pedagogi
Kedua, di antara gagasan Freire yang Kaum Tertindas. Yogyakarta: Ka-
bisa dikontekstualisasikan ke dalam nisius.
pendidikan inklusif di Indonesia -------, (2008). Pendidikan Kaum
adalah soal pendidikan. Hal itu harus Tertindas, Terjemahan Tim
didasarkan dan diorientasikan untuk Redak- si. Jakarta: LP3ES.
kaum difabel, serta penyelenggaraan Garnida, Dadang (2015). Pengantar
pendidikan yang mampu melahirkan Pendidikan Inklusif. Bandung: Ra-
kaum difabel yang merdeka, berkesa- fika Aditama.
daran kritis, mampu memperjuangkan Kesuma, Dharma, dan Teguh
hak-haknya, dan ikut terlibat dalam Ibrahim (2016). Struktur
perubahan sosial yang terjadi. Fundamental Peda- gogik:
Membedah Pemikiran Paulo Freire,
Daftar Pustaka cet. Ke-1. Bandung: PT. Rafika
Buku, Jurnal, Penelitian, dan Ma- Aditama.
jalah Morton, Stephen (2001). Gayatri Spi-
Albrecht, Gary L. Katherine D
vak: Etika, Subalternitas dan
(2000). Seelman, dan Michael
Kritik Penalaran Poskolonial.
Bury. Hand- book of Disability
Terjemahan Wiwin Indiarti.
Studies. London: Sage Yogyakarta: Pa- raraton.
Publications. Praptiningrum, N (2010). “Fenome-
Alfian, Alfan (2015). “Perlindungan na Penyelenggaraan Pendidikan
Hukum terhadap Kaum Difabel Inklusiff bagi Anak Berkebutu-
Korban Perkosaan”. Fiat han Khusus”. Jurnal Pendidikan
Justisia Jurnal Ilmu Hukum. Vol.
9, No. 4.
Khusus, Vol. 7, No. 2 ticles/ Bartlett_ch5_22feb08.pdf.
(November
2010).
Shor, Ira dan Paulo Freire (1987).
A Pedagogy of Liberation Dialogues
on Transforming Education.
Massachu- setts: Bergin & Garvey
Publishers, Inc. 1987.
Sindhunata (2001), “Awas Padagogi
Hitam”, Basis, No. 01-02,
Tahun ke-50.
Soerjomiharjo, Abdurrahman (1986).
Ki Hajar Dewantara dan Taman
Sis- wa dalam Sejarah Indonesia
Modern. Jakarta: Sinar
Harapan.
Sumiyati (2011). PAUD Inklusif PAUD
Masa Depan. Yogyakarta:
Cakra- wala Institut.
Yamin, Moh (2009). “Menggugat
Pen- didikan Indonesia; Belajar dari
Paulo Freire dan Ki Hajar
Dewantara”. Yogyakarta: Ar-
Ruzz Media.

Peraturan
Undang-Undang Republik Indone-
sia Nomor 8 Tahun 2016 ten-
tang Penyandang Disabilitas.
http://www.dpr.go.id/dokjdih/
document/uu/1667.pdf. (Diakses
tanggal 12 Agustus 2016).

Internet
Bartlett, Lesley (2008). “Paulo Freire
and Peace Education” dalam En-
cyclopedia of Peace Education.
Teach- ers College-Columbia
University, 2008.
http://www.tc.columbia.
edu/centers/epe/PDF%20ar-
(Diakses pada 5 Agustus 2016).
Bentley, Leslie (2008). “A Brief
Biog-
raphy of Paulo Freire” dalam Pe-
dagogy and Theatre of the Oppressed,
http://ptoweb.org/aboutpto/a-
brief-biography-of-paulo-freire/.
(Diakses pada 5 Agustus 2016).
Firdaus, Ferry, dan Fajar
Iswahyudi (2016), “Aksesibilitas
dalam Pela- yanan Publik untuk
Masyarakat dengan
Berkebutuhan Khusus,”.
http://www.samarinda. lan.
go.id/jba/index. php/jba/ ar-
ticle/viewFile/64/76. (Diakses
pada 12 Agustus 2016).
JURNAL DIFABEL, Volume 3, | No 3, 2016 21

Ketentuan-Ketentuan
Pendidikan Berbasis HAM
Dalam Instrumen Internasional
Dan Relevansinya Terhadap
Pengelolaan Pendidikan Bagi
Disabilitas

Yossa A.P Nainggolan


Peneliti Komnas HAM
Email: yosa3011@gmail.com

Abstrak

D
ari studi literatur tentang HAM, teridentifikasi empat ketentuan yang
didalamnya mengatur pentingnya pendidikan berbasis HAM. Masing-
masing adalah DUHAM, Deklarasi Wina dan Program Aksi, Kovenan
Internasional Hak-Hak Ekosob, Deklarasi Pelatihan dan Pendidikan HAM dan
satu ketentuan spesifik mengatur pendidikan bagi penyandang disabilitas, yaitu
Kovenan Internasional Hak-Hak Penyandang Disabilitas. Dari kelima ketentuan
dimaksud, ada beberapa aspek penting yang relevan dan perlu diperhatikan dalam
pengelolaan pendidikan bagi disabilitas. Aspek tersebut menyebut bahwa hak atas
pendidikan bagi disabilitas harus mencakup ketersediaan, keterjangkauan,
keberterimaan, dan berkesesuaian terhadap budaya. Aspek yang lain; pentingnya
negara menyusun dan mengimplementasikan program pendidikan ramah disabilitas,
kurikulum yang mengandung upaya melawan streotip dan prasangka, adanya
kegiatan-kegiatan dalam kelas yang fokus pada penilaian diri dan umpan balik
dari non-disabilitas, kebijakan yang melindungi dan mencegah dari kekerasan, dan
pentingnya penerapan pendidikan inklusi bagi disabilitas.

Kata Kunci: HAM; Disabilitas; Pendidikan


A. Pendahuluan upaya mereka menyebarluaskan pen-
Ketentuan-ketentuan terkait pen- didikan HAM (Komnas HAM: 2013).
didikan Hak Asasi Manusia (HAM) Keberadaan DPPHAM pada ha-
merupakan hal umum, yang menjadi kikatnya menguatkan sinyal bahwa
perhatian Instrumen HAM Interna- terciptanya penghormatan HAM dan
sional, baik instrumen yang berupa kebebasan dasar membutuhkan pendi-
perjanjian maupun deklarasi (UNES- dikan dan pelatihan HAM sebagai alat
CO: 1999).1 Ketentuan-ketentuan transformasi sosial. Dalam artikel ini,
dimaksud memiliki fungsi untuk me- HAM dipahami sebagai basis dalam
ningkatkan penghormatan HAM dan proses pembaharuan, sekaligus pem-
kebebasan mendasar, sebagaimana bebasan atas kondisi dan situasi sosial
diamanatkan melalui Pasal 1 ayat terkini. Hal tersebut sejalan dengan
(3) Piagam PBB (Alfredsson: 2001). buah pikiran Paolo Freire. Pemikir
Resolusi Perserikatan Bangsa- asal Brazil tersebut menganggap pen-
Bangsa (PBB) 16/1 pada 23 Maret didikan haruslah berorentasi kepada
2011 ten- tang Deklarasi PBB realitas diri manusia dan dirinya sendi-
tentang Pendidik- an dan Pelatihan ri (Mansour Faqih dkk: 2003). Ini bisa
Hak Asasi Manusia (DPPHAM) diartikan bahwa proses pembaruan
menjadi tonggak penting berawal dari individu, baru kemudian
pengarusutamaan pendidikan HAM mencakup kepada masyarakat secara
secara global. luas (Equitas: 2008).
Deklarasi ini merupakan puncak Deklarasi PBB tentang Pelatihan
dari serentetan kodifikasi (pembukuan dan Pendidikan HAM mengatur
jenis-jenis hukum tertentu dalam kitab secara khusus cakupan pendidikan
undang-undang secara sistematis dan HAM pada Pasal 2 (2b).
lengkap) tentang pendidikan HAM Dinyatakan pada klausul tersebut
yang pernah dikeluarkan oleh PBB. bahwa pen- didikan melalui HAM
Secara moral, deklarasi ini mengajak mencakup pembelajaran dan
pemerintah, badan-badan dan organi- pengajaran dengan cara
sasi-organisasi dalam sistem PBB, menghormati hak-hak, baik bagi
dan antar pemerintah dan organisasi pendidik maupun bagi peserta didik
non- pemerintah, untuk (Komnas HAM: 2013). Dalam artikel
mengintensifkan ini, pengertian pendidikan HAM ada-
lah pendidikan berbasis HAM, dan
1
Deklarasi merupakan dokumen dimana ini sejalan dengan pengertian
penandatangan (wakil-wakil resmi pemerin-
tah), yang mengungkapkan persetujuannya
pendidikan melalui HAM
dengan maksud-maksud, tujuan-tujuan dan sebagaimana bunyi Pasal 2 (2b)
prinsip-prinsip yang dicantumkan. Isi sebuah
DPPHAM.
deklarasi merupakan kewajiban moral, namun
tidak dalam arti ketat, dan mengikat secara Disamping DPPHAM, Dekla-
hukum. rasi Universal Hak Asasi Manusia
(DUHAM) dan beberapa instrumen
pendidikan bagi disabilitas, terutama
PBB lain telah memuat pasal-pasal
pada proses pembelajaran dan penga-
tentang pendidikan HAM. Tentu saja
jaran yang meliputi: kondisi-kondisi
hal itu mengarah pada HAM sebagai
belajar yang ideal, situasi
basis dalam pendidikan. Instrumen-
pembelajar- an yang nyaman, nilai-
instrumen dimaksud diantaranya yang
nilai (moral) yang harus diturunkan
secara tersurat mengatur pendidikan
terkait pening- katan martabat
HAM dalam keterkaitannya dengan
penyandang disablitas, kurikulum dan
pemenuhan hak kelompok-kelompok
metode pendidikan yang sesuai bagi
khusus dan marginal serta isu-isu
disablitas, serta sistem penilaian diri
ter- tentu. Jelas tercantum pada
terhadap penyandang disabilitas.
Konvensi Penghapusan Segala
Kelima instrumen internasional
Bentuk Anti Diskriminasi Terhadap
dimaksud, yaitu empat instrumen
Perempuan (Pasal 10), Konvensi
yang memuat tentang pendidikan ber-
Hak-Hak Anak (Pasal 29), dan
basis HAM secara umum. Masing-
Konvensi Internasional Tentang Anti
ma- sing adalah Deklarasi Universal
Diskriminasi dan Rasial (Pasal 7)
Hak Asasi Manusia (DUHAM),
(Equitas: 2008).
Kovenan Internasional Ekonomi,
Semua instrumen sebagaimana
Sosial, dan Budaya (KIHESB),
telah disebutkan memuat pendidikan
Deklarasi Wina dan Program
HAM dengan mengusung sikap-
Aksinya, Deklarasi Ten- tang
sikap pada proses pembelajaran dan
Pelatihan dan Pendidikan HAM
penga- jaran. Arahnya adalah untuk
(DPPHAM). Ini kemudian ditambah
memaju- kan pemahaman, toleransi,
dengan satu instrumen internasional
kesetaraan gender, dan persahabatan
yang mengatur dan menyasar secara
diantara bangsa-bangsa, kelompok-
khusus tentang hak-hak penyandang
kelompok masyarakat adat dan suku,
disabilitas, yakni Kovenan Internasio-
kebangsaa- an, masyarakat etnik,
nal Hak-Hak Penyandang Disabilitas
agama dan lingustik (Equitas: 2008).
(KIHPD).
Sikap-sikap yang mencerminkan anti
diskriminasi dalam proses B. Instrumen-Instrumen
pembelajaran dan peng- ajaran dengan Ketentuan Pen-
tersebut menjadi unsur penting dan didikan Berbasis HAM
relevan, terkait pengelolaan pendi- dan Pengelolaan Pendi-
dikan untuk semua, termasuk dikan Bagi Disablitas
kepada penyandang disabilitas. 1. Deklarasi Universial Hak Asasi
Dalam artikel ini, secara khusus Manusia (DUHAM)
lima instrumen internasional tersebut DUHAM merupakan standar
akan dikupas dan didiskusikan. Ini umum jaminan pencapaian HAM,
ada hubungannya dengan
pengelolaan
perdamaian, dan kebebasan bagi
sekolah, menciptakan kondisi belajar
seluruh umat manusia. Deklarasi ini
dan mengajar yang ideal. Dalam pen-
muncul sebagai buah perjalanan
gelolaan pendidikan umum, dimana
pan- jang sejarah pergolakan seluruh
penyandang disabilitas sebagai siswa
umat manusia, yang dilanda
didik (pendidikan inklusif) (Emilia
peperangan dan pengekangan.
Kristiyanti: 2009) 2, penghormatan
Rumusan klasik tentang pendidikan
atas hak asasi manusia harus ditanam-
HAM tertera dalam Pasal 26 ayat
kan di setiap jenjang pendidikan mulai
(2) DUHAM, sebagai berikut
dari pendidikan dasar. Salah satu per-
(Alfredsson: 2001):
wujudannya antara lain dengan tidak
melakukan pembedaan perlakukan
“Pendidikan hendaklah ditujukan ke arah
perkembangan pribadi yang seluas- terhadap siswa disabilitas.
luasnya dan serta memperkokoh Kebebasan asasi merupakan kan-
penghormatan pada hak-hak asasi manusia dungan nilai penting lainnya yang
dan kebebasan asasi. Pendidikan harus tercakup dalam Pasal 26 ayat (2)
mempertinggi rasa saling mengerti, saling
DUHAM. Setiap manusia memiliki
menerima serta rasa persahabatan antara
semua bangsa, golo- ngan-golongan
kebebasan yang bersifat asasi, dan
kebangsaan atau golongan penganut karenanya, manusia berhak untuk
agama, serta harus memajukan kegiatan- mendapatkan hak-haknya. Kebebasan
kegiatan PBB dalam memelihara dan hak asasi manusia saling terkait,
perdamaian.” mencipta satu sama lain, dan
menjadi dasar utama eksistensi
Dua kandungan nilai penting manusia yang meliputi kebebasan
dalam Pasal 26 ayat (2) DUHAM, berpendapat, berasosiasi, dan
yakni penghormatan hak asasi bergerak (UNESCO, 1999). Dalam
manu- sia dan kebebasan asasi. pengelolaan pendidikan bagi
Kedua nilai tersebut sangat relevan disabilitas, kebebasan menjadi
terhadap pen- gelolaan pendidikan hakikat penting dalam mencapai tu-
bagi disabilitas dan wajib diturunkan juan pendidikan itu sendiri (Mansour
dalam proses pembelajaran dan Faqih dkk: 2003).
pengajaran. Dalam konteks Sistem pendidikan dengan “bank
penghormatan atas hak asasi concept of education” yang menempat-
manusia, setiap orang harus saling kan siswa menjadi obyek investasi
menghormati, menikmati hak mer- yang hanya menerima ilmu pengeta-
eka untuk berkehidupan, dan melak- huan, dan guru sebagai investor,
sanakan hak-hak asasinya (UNESCO: yang
1999). Di ruang-ruang kelas, pem-
2
Pendidikan inklusif bertujuan untuk
berian informasi dan pengamalan memastikan bahwa setiap anak mempunyai
tindakan-tindakan menghormati ke- akses terhadap pendidikan yang sesuai, relevan,
terjangkau dan efektif di lingkungan tempat
pada sesama siswa, guru, dan pihak
tinggalnya.
mewakili masyarakat dan penguasa,
2. Kovenan Internasional Hak
tidak sesuai dengan nilai kebebasan
Ekonomi, Sosial, dan Budaya
dimaksud. Selama ini, siswa diang- (KIHESB)
gap “bejana kosong” yang harus diisi Pasal 13 ayat (1) Kovenan Inter-
ilmu pengetahuan oleh para guru. Di nasional Hak Ekonomi, Sosial, dan
lain pihak, guru adalah subyek aktif, Budaya tahun 1966 merumuskan isi
dan siswa adalah obyek pasif. Sistem yang mirip dengan Pasal 26 ayat (2)
pendidikan dengan pola ini, tidak DUHAM. Tentunya dengan tambah-
akan mampu merubah realitas diri an nilai-nilai yang menjadi acuan,
sendiri (siswa). Siswa hanya sebagai yakni martabat manusia, partisipasi
manusia ‘penonton’ dan peniru bukan dalam masyarakat, dan kelompok
pencipta. Paulo Freire etnis. Terkait pengelolaan
memformulasikan pola pendidikan pendidikan bagi disablitas, maka
dimaksud dengan istilah martabat manu- sia dan partisipasi
‘pendidikan kaum tertindas’ dalam masyarakat menjadi nilai-nilai
(Masykur H. Mansur: 2014). Dalam yang sangat relevan dalam proses
proses pembelajaran dimana pembelajaran dan peng- ajaran dalam
disabili- tas menjadi peserta didik, ruang kelas.
setiap mer- eka harus dibekali Konsep martabat manusia men-
prinsip kebebasan dasar, gartikan bahwa setiap orang, tanpa
terutamanya untuk mendobrak pembedaan atas asal keluarga, sosial
realitas kemarginalitasan. Pendidi- atau budaya berhak untuk diakui
kan bagi disabilitas harus menganut nilai inherennya sebagai manusia.
nilai pemerdekaan bukan penjinakan Marta- bat manusia terletak pada
sosial-budaya. Dalam metode pen- diri setiap orang, dan keberadannya
gajaran, refleksi total --yakni prinsip harus diakui dan dihormati oleh
bertindak untuk merubah realitas semua pihak. Se- bagai penegasan
atas kemarginalitasan-- harus secara atas pentingnya nilai martabat
terus menerus ditumbuhkan sehingga manusia, Pasal 1 DUHAM secara
timbul kesadaran dan hasrat untuk eksplisit menyebutkan bahwa
merubah kondisi yang ada. Untuk “Semua manusia dilahirkan merdeka
mendukung metode refleksi total ini,
dan mempunyai martabat dan hak-hak
kurikulum pendidikan harus berpusat
yang sama…..”
pada siswa didik, dan mengang- Bentuk konkrit perwujudan ni-
kat kebebasan. Lebih konkrit, perlu lai martabat manusia dalam proses
kegiatan-kegiatan yang memberi du- pembelajaran dan pengajaran adalah
kungan eksplorasi perspektif pribadi melalui pemenuhan hak atas pendidik-
siswa (Equitas: 2008). an. Cakupannya adalah ketersediaan
(availability), keterjangkauan (acce-
siablity), kebeterimaan (acceptablity),
dan berkesesuaian terhadap budaya
mana masing-masing pihak memiliki
(adaptability). Sistem pendidikan yang peran dalam pelaksanaan pendidikan
ramah terhadap disabilitas artinya ramah disabilitas (Emilia Kristiyanti:
terpenuhi elemen-elemen pemenuhan 2009).
hak atas pendidikan sebagaimana
dimaksud. Selain itu, dasar utama
3. Deklarasi Wina dan Program
pendidikan yang ramah terhadap
Aksinya
disablitas adalah pendidikan yang
Naskah Konsensus Konferensi
mendorong kesetaraan kesempatan
Wina, Austria, menegaskan penting-
bagi setiap anak untuk memperoleh
nya pendidikan HAM dan kewajiban
pendidikan yang berkualitas baik,
negara yang menyertainya. Deklarasi
tanpa dipisahkan dari keluarga dan
Wina 1993 menetapkan pendidikan
masyarakat (Emilia Kristiyanti: 2009).
HAM pada Bagian 1, ayat (3) yang
Melalui tingkat pendidikan yang
sebagian berbunyi sebagai berikut
disandangnya, setiap penyandang
(Alfredsson: 2001):
disablitas akan meraih keutuhan
dirinya sebagai manusia yang ber- “Konferensi hak asasi manusia sedunia
martabat dan dihormati oleh semua menegaskan kembali bahwa negara teri-
pihak. Prinsip dasar dalam upaya kat kewajiban untuk memastikan bah-
peningkatan martabat ini, harus ter- wa pendidikan bertujuan meningkatkan
penghormatan pada hak asasi manusia
cermin dalam komponen utama pen-
dan kebebasan mendasar. Konferensi
didikan yang ramah disabilitas, seperti sedu- nia menekankan pentingnya
kebijakan dan peraturan, identifikasi memasu- kan topik program pendidikan
penilaian, pemenempatan, termasuk hak asasi manusia dan menyerukan
manajemen sekolah dan layanan negara untuk
melaksanakannya...;Pendidikan di bidang
pendukung (program layanan dini,
hak asasi manusia disiminasi informasi
guru pembimbing khusus, dan pusat yang tepat, baik secara teori maupun
sumber) (Emilia Kristiyanti: 2009). praktik, memainkan peran penting dalam
Akan halnya partisipasi dalam pemajuan dan penghormatan hak asasi
masyarakat, diartikan sebagai pe- manusia yang berkaitan dengan seluruh
ran serta individu dalam kehidupan individu tanpa perbedaan apapun...;Hal
ini hendaknya disatukan dalam kebijakan
masyarakat. Dalam pengelolaan
pendidikan di tingkat nasional dan
pendidikan bagi disablitas, kunci ke- internasional.”
berhasilannya adalah keterlibatan dan
partisipasi aktif para penyandang disa- Naskah yang menjadi instrumen
bilitas itu sendiri sebagai pemangku internasional diatas, intinya meminta
kepentingan (right holders), dan peran aktif negara sebagai pihak
orang tua dengan anak disabilitas, yang bertanggungjawab bagi
yang pelaksanaan pendidikan HAM.
Ditambahkan dalam ayat (33) dan
(34) instrumen,
bahwa kewajiban negara tersebut
gian II naskah ayat (78)-(82), di ayat
tidak dapat dihalangi, meskipun
(79) menyerukan kepada dunia, agar
adanya keterbatasan sumber daya
seluruh negara dan lembaga untuk
dan tidak adanya lembaga yang
memasukan HAM sebagai mata pela-
dapat mewu- judkan tujuan
jaran dalam kurikulum seluruh lemba-
pendidikan HAM. Negara melalui
ga pendidikan formal dan non-formal,
pemerintah dan orga- nisasi-
termasuk pada sistem pendidikan
organisasi PBB yang bersistem luas,
pengelolaan disabilitas (Alfredsson:
didorong untuk mendukung
2001). Secara konkrit, mata
pelaksanaan pendidikan HAM yang
pelajaran HAM tentunya
diantaranya bertujuan untuk merubah
mengandalkan proses transfer nilai-
kesadaran atas HAM.
nilai moral HAM untuk kesadaran
Dalam konteks proses pembe-
para siswa.
lajaran dan pengajaran pendidikan
bagi disabilitas, penyusunan
4. Deklarasi Pelatihan dan Pen-
program pendidikan yang ramah
didikan Hak Asasi Manusia
bagi disabi- litas menjadi kewajiban
(DPPHAM)
yang harus dilaksanakan oleh
Sidang Umum PBB tanggal 16
negara. Tidak ada alasan apapun
Februari 2012 mengeluarkan Deklara-
yang dapat menghalan- gi
si Tentang Pelatihan dan Pendidikan
terwujudnya program pendidikan
HAM. Sebagaimana dikemukakan
ramah disabilitas, termasuk persoalan
diawal artikel, deklarasi ini menegas-
ketiadaan sumber daya. Secara jelas,
kan tanggung jawab pemerintah untuk
instrumen ini juga mengungkapkan
memajukan penghormatan universal
pentingnya negara untuk menyusun
dan pemahaman HAM secara
strategi pendidikan. Caranya deng-
intensif. Secara struktur, deklarasi ini
an memberikan alternatif model
didahului dengan pengantar Majelis
pendidikan yang dapat dikelola oleh
Umum dan batang tubuh berupa isi
lembaga-lembaga pendidikan di ba-
pasal per pasal yang berjumlah 14
wah pengawasan negara.
pasal. Pengantar Majelis Umum
Banyaknya pilihan atas model
menjelaskan tujuan dan piagam PBB
pendidikan ramah disabilitas menjadi
terkait pemajuan dan dukungan
salah satu kebijakan yang patut dido-
penghormatan HAM, penegasan
rong dalam pengelolaan pendidikan
mengenai hak setiap indi- vidu untuk
bagi disabilitas. Kebijakan tersebut
mendapatkan pengajaran dan
dapat memaksimalkan dukungan
pendidikan HAM, dan mengenai
para pihak: seperti LSM, badan-
kewajiban negara untuk memastikan
badan atau organisasi-organisasi di
bahwa pendidikan HAM dimaksud-
bawah PBB, dan pihak swasta.
kan untuk penghormatan terhadap
Terkait Program Aksi Wina yang
HAM dan kebebasan fundamental.
ditekankan pada Ba-
Secara lebih rinci, berikut tema untuk berkontribusi terhadap penghapusan
pasal per pasal dalam DPPHAM: penyebab pengucilan atau marginalisasi,
Pasal 1: Pendidikan dan pelatihan serta memungkinkan setiap individu untuk
sebagai hak setiap individu dan melaksanakan semua hak-hak mereka.”
tujuan pendidikan dan pelatihan
HAM Bunyi Pasal 5 ayat (2) diatas
Pasal 2: Cakupan atas pendidikan men- gungkapkan seruan agar
dan pelatihan HAM tantangan dan hambatan dalam
Pasal 3: Sasaran pendidikan dan pela- pengelolaan pen- didikan dan
tihan HAM pelatihan HAM bagi ke- lompok
Pasal 4 dan 5: Prinsip-prinsip HAM rentan, kurang beruntung, dan
yang mendasari pendidikan dan penyandang disabilitas, tidak menjadi
pelatihan HAM penghalang bagi tersedianya pendidik-
Pasal 6: Alat bantu dan media yang an dan pelatihan HAM. Dengan kata
digunakan dalam pendidikan lain, ketidaktersediaan sarana dan
dan pelatihan HAM prasarana yang memadai bagi siswa
Pasal 7-9: Peran dan tanggungjawab disabilitas, seharusnya tidak menjadi
negara hambatan bagi pengelolaan
Pasal 10-14: Peran serta aktor non-ne- pendidik- an disabilitas. Pemberian
gara dan bentuk-bentuk kerjasama pelatihan yang memadai kepada
guna memajukan pendidikan para guru terkait pendidikan ramah
dan pelatihan HAM disabilitas, seperti bagaimana cara
berkomunikasi dengan bahasa isyarat
Dalam kaitannya dengan proses atau braile, dan melakukan
pembalajaran dan pengajaran bagi diferensiasi kurikulum (kurikulum
disabilitas, secara khusus DPPHAM yang dirancang secara khusus untuk
mengaturnya dalam Pasal 5 ayat (2) melayani anak-anak tertentu) adalah
yang menyebutkan bahwa (Komnas beberapa isu penting yang patut
HAM: 2013) dicermati dalam konteks
penghilangkan hambatan dalam pe-
“Pendidikan dan pelatihan HAM harus ngelolaan pendidikan bagi
dapat diakses dan tersedia bagi semua disabilitas. Selain itu, yang tidak
orang dan harus dipertimbangkan
kalah pen- ting adalah seruan
berbagai tantangan dan hambatan
tertentu yang dihadapi, dan kebutuhan penghapusan bentuk-bentuk
dan harapan, orang-orang dalam kondisi diskriminasi. Hal tersebut bisa
rentan, kurang beruntung dan kelompok berupa pengucilan dan marjinalisasi,
yang termasuk penyandang disabilitas, sebagaimana termuat dalam Pasal
dalam rangka pem- berdayaan dan
5 ayat (2) DPPHAM. Dalam
pembangunan manusia, dan
kebijakan pendidikan, peng- hapusan
bentuk diskriminasi bisa dimulai
dengan penyertaan anak
dengan disabilitas dalam proses be-
Pasal 8
lajar dan mengajar di sekolah umum
1. Negara-Negara Pihak berjanji
(pendidikan inklusif), meskipun
untuk mengadopsi kebijakan-
tidak selalu berupa “pengintegrasian”
kebijakan yang segera, efektif, dan
anak dengan disabilitas (Abd. Wafi:
sesuai sebagai berikut:
2015). Pada sekolah ramah disabilitas,
(a) Untuk meningkatkan ke-
proses pembelajaran dan pengajaran
sadaran seluruh masyarakat,
yang bebas diskriminasi tentunya
termasuk pada tingkat keluarga,
harus melibatkan semua pihak
mengenai penyandang disabilitas,
(sekolah). Hal itu dilakukan
dan untuk memelihara penghor-
dalam rangka penghormatan
matan atas hak-hak dan
untuk semua. Untuk tujuan bebas
martabat para penyandang
diskriminasi, juga perlu disusun
disabilitas;
panduan mengajar untuk guru,
(b) Untuk melawan stereotip,
pedoman untuk kepala sekolah, dan
prasangka, dan praktik-praktik
pedoman untuk pendidik.
yang merugikan menyangkut
penyandang disabilitas, termasuk
5. Kovenan Internasional Hak-
yang didasarkan jenis kelamin
Hak Penyandang Disabilitas
dan usia, dalam seluruh bagian
(KIHPD)
kehi- dupan;
Kovenan Internasional Hak-Hak
(c) Untuk memajukan kesadaran
Penyandang Disabilitas, merupakan
atas kemampuan dan kontribusi
intrumen HAM bagi disabilitas
dari para penyandang disabilitas.
berba- sis HAM. Isi pasal per pasal
2. Kebijakan-kebijakan untuk men-
mencakup hak-hak penyandang
capai tujuan tersebut meliputi:
disablitas, dan kewajiban negara
(b). Memelihara di semua tingka-
dalam rangka meng- hormati,
tan sistem pendidikan, termasuk
melindungi, dan memenuhi hak-hak
pada semua anak sejak usia dini,
penyandang disabilitas. Sek- tor
suatu sikap hormat terhadap hak-
pendidikan secara tersurat disebut-
hak penyandang disabilitas;
kan dalam Pasal 24. Pendidikan
HAM sendiri terkandung secara
Mengacu Pasal 8 ayat (1 dan
tersirat pada beberapa pasal, yakni
2b) diatas, secara jelas menegaskan
Pasal 8 ayat (1 dan 2b), Pasal 16
tentang peran dan tanggung jawab
ayat (1 dan 2), dan Pasal 24 ayat
negara untuk meningkatkan kesadaran
(1). Berikut isi tiga pasal dimaksud,
seluruh masyarakat secara langsung,
beserta relevansinya terhadap
efektif dan tepat, guna penghormatan
pengelolaan pendidikan bagi
terhadap HAM. Selain itu, negara
disabilitas (Kemenlu: 2015):
juga berkewajiban untuk melawan
stereo-
tip, prasangka, dan praktik-praktik
disabilitas. Tujuannya untuk melihat
yang merugikan penyandang disabi-
sejauh mana sikap-sikap mereka da-
litas, termasuk yang didasarkan pada
lam melihat, menilai, dan
jenis kelamin dan usia, dalam
mendukung hak-hak penyandang
seluruh bagian kehidupan. Negara
disabilitas. Pasal 8 ayat (2b)
juga berke- wajiban untuk
merupakan bentuk pene- gasan
memajukan kesadaran atas
terhadap peran negara dalam
kemampuan dan kontribusi dari
melaksanakan tanggungjawabnya
penyandang disabilitas.
sebagaimana dikemukakan dalam
Isi Pasal 8 ayat (1), dalam proses
Pasal 8 ayat (1) diatas. Tambahannya
pembelajaran dan pengajaran pen-
adalah bahwa sikap hormat terhadap
didikan bagi disabilitas, kebijakan
hak-hak penyandang disabilitas harus
negara dapat diwujudkan lewat pe-
dipelihara di semua jenjang
nyusunan kurikulum yang tepat. Bisa
pendidik- an, termasuk pendidikan
dijalankan melalui sikap-sikap yang
usia dini.
mencerminkan pentingnya nilai-nilai
Berlanjut ke Pasal 16 ayat (1 dan
penghormatan, melawan streotipe,
2) KIHPD yang berbunyi sebagai
prasangka, dan praktik-praktik yang
berikut (Kemenlu: 2015):
merugikan penyandang disabilitas.
Kurikulum yang dimaksud bermuara Pasal 16
pada tumbuhnya kesadaran seluruh Kebebasan dari Eksploitasi, Keke-
pihak. rasan, dan Pelecehan
Ada hal yang harus diperhatikan, 1. Negara-Negara Pihak harus men-
terutama di sekolah umum yang gambil semua kebijakan yang sesuai
akan menerapkan pendidikan ramah di bidang peraturan perundang-
disabilitas. Tumbuhnya kesadaran undangan, administratif, sosial,
justru ditekankan pada mereka yang pendidikan dan kebijakan lainnya
non- penyandang disabilitas. Selama untuk melindungi penyandang disa-
ini stigma negatif terkait bilitas dari semua bentuk
kemampuan dan mitos tentang eksploitasi, kekerasan, dan
penyandang disabi- litas telah tumbuh pelecehan, termasuk aspek-aspek
dan berkembang, sehingga berbasis gender dari tindakan-
dibeberapa kasus menjadi faktor tindakan tersebut, baik di dalam
penghambat bagi penyandang maupun di luar rumah;
disabilitas untuk berkontribusi kepada 2. Negara-Negara Pihak harus juga
masyarakat. mengambil kebijakan yang
Secara konkrit, dalam ruang sesuai untuk mencegah semua
kelas penting untuk dilakukan bentuk eksploitasi, kekerasan,
kegiatan- kegiatan berupa penilaian dan pele- cehan dengan
diri dan umpan balik bagi non- menjamin, antara lain, bahwa
penyandang bantuan dan dukung- an yang
diberikan kepada penyan-
dang disabilitas, keluarganya,
sung ide untuk secara bersama-sama
dan perawatnya, sesuai
seluruh pihak sekolah, menyepakati
bentuknya dan sensitif terhadap
rambu-rambu yang tidak memper-
gender serta usia, termasuk
kenakan segala bentuk dan tindakan
menyediakan informasi dan
eksploitasi, kekerasan, dan pelecehan.
pendidikan tentang bagaima- na
Menyusun kesepakatan bersama men-
mencegah, mengenali dan me-
gajarkan siswa tentang bagaimana
laporkan kasus-kasus eksploitasi,
semua keputusan bisa diambil atas
kekerasan dan pelecehan.
kontribusi bersama. Bagi siswa peny-
Negara- Negara Pihak harus
andang disabilitas di sekolah umum
menjamin bahwa pelayanan
yang menerapkan pendidikan ramah
perlindungan bersifat sensitif
disabilitas, kontribusi menjadi nilai
usia, gender dan disabilitas.
penting untuk menambah keperca-
yaan diri.
Pasal 16 ayat (1) dan (2) diatas, Terakhir, Pasal 24 ayat (1) dan
penegasan peran dan tanggungjawab
(2) KIHPD merupakan klimaks dan
diorientasikan salah satunya lewat ke-
penegasan kepada negara untuk
bijakan pendidikan untuk melindungi
menerapkan sistem pendidikan yang
dan mencegah penyandang disabi-
ramah terhadap disabilitas, yakni pen-
litas dari bentuk-bentuk eksploitasi,
didikan inklusif. Sistem pendidikan ini
kekerasan, dan pelecehan --termasuk
dianggap sebagai sistem yang tepat
aspek-aspek berbasis gender dari
bagi penyandang disabilitas. Setiap
tinda- kan-tindakan tersebut-- baik di
negara diarahkan dan didorong untuk
dalam maupun di luar rumah. Dalam
membuat kebijakan pendidikan inklu-
aspek teknis, hal ini bisa dilakukan
sif bagi penyandang disabilitas. Secara
dengan menggali pengalaman siswa
rinci, berikut bunyi Pasal 24 ayat
didik terkait bentuk-bentuk
(1) (Kemenlu: 2015)
eksploitasi, kekerasan, dan
pelecehan, termasuk aspek-aspek Pasal 24
berbasis gender dalam payung upaya 1. Negara-Negara Pihak mengakui
perlindungan terhadap penyandang hak penyandang disabilitas atas
disabilitas. pendidik- an. Dalam rangka
Dalam kurikulum pendidikan memenuhi hak ini tanpa
ramah disabilitas, selain masuk dalam diskriminasi dan berdasarkan
materi ajar terkait topik HAM, fokus kesempatan yang sama, Negara-
pada perlindungan kelompok rentan Negara Pihak harus menjamin
juga masuk dalam ranah aturan main sistem pendidikan yang bersifat
dalam kelas bagi penciptaan kondisi inklusif pada setiap tingkatan dan
belajar dan mengajar yang ideal. Kon- pembe- lajaran seumur hidup yang
disi yang ideal ini sebaiknya mengu- terarah
kepada: dan menyediakan semua infrastruktur
(a) Pengembangan seutuhnya bagi berdirinya pendidikan inklusif,
poten- si diri dan rasa martabat dan diantaranya sarana pendukung bagi
harga diri, serta penguatan kegiatan belajar-mengajar: seperti
penghormatan terhadap hak asasi guru ajar yang terlatih huruf braile
manusia, kebe- basan fundamental atau bahasa isyarat, alat bantu
dan keragaman manusia; belajar bagi tuna netra (loop), ruang
(b) Pengembangan atas kepriba- kelas yang sesuai bagi pengguna kursi
dian, bakat dan kreativitas, serta roda, dan masih banyak lagi.
kemampuan mental dan fisik dari
penyandang disabilitas hingga C. Kesimpulan
mencapai potensi mereka sepe- Untuk lebih memudahkan para
nuhnya; pembaca mengidentifikasi ketentuan-
(c) Memungkinkan penyandang ketentuan mengenai pendidikan
disabilitas untuk berpartisipasi HAM pada lima instrumen
secara efektif di dalam masyarakat internasional se- bagaimana dikupas
yang bebas dalam artikel ini, berikut tabel yang
berisi simpulan ten- tang ketentuan-
Mencermati isi Pasal 24 ayat ketentuan pendidikan HAM dalam
(1) KIHPD, kewajiban negara untuk instrumen internasional, berikut
me- nerapkan pendidikan inklusif relevansinya terhadap pengelo- laan
harus di- lakukan di semua jenjang pendidikan bagi disabilitas.
pendidikan, dengan capaian tiga poin
sebagaimana disebutkan diatas.
Ketiganya erat kai- tannya dengan
pengingkatan kapasitas dan
keperibadian diri penyandang
disabilitas untuk kemudian dapat ber-
kontribusi dalam masyarakat. Dalam
penerapan proses belajar dan
menga- jar, pendidikan inklusif
tentunya harus dilengkapi oleh sarana
dan prasarana yang memadai, dan
jika dicermati lebih lanjut pada isi
Pasal 24 ayat (2) (yang tidak
dicantumkan dalam artikel ini) dan
serupa dengan wujud dari pe-
ngelolaan pendidikan bagi disabilitas
berdasarkan KIHESB (lihat diatas),
maka negara wajib memberikan akses
JURNAL DIFABEL, Volume 3, | No 3, 2016 33

Instrumen Pasal-Pasal Kandungan/nilai/ Relevansi Pengelolaan Pendidik-


Pendidikan temaDalam Pasal an bagi disabilitas
Berbasis HAM
DUHAM Pasal 1  Penghorma-  Pemberian informasi dan
tan HAM pengamalan tindakan-tin-
 Kebebasan dakan menghormati kepada
asasi sesama siswa, guru, dan
pihak sekolah menciptakan
kondisi belajar dan menga-
jar yang ideal.
 Kurikulum pendidikan ber-
pusat pada siswa didik
 Kegiatan-kegiatan yang
memberi dukungan eksplo-
rasi perspektif pribadi siswa

KIHESB Pasal 13 (1)  Martabat ma-  Pemenuhan hak atas pen-


nusia didikan bagi disabilitas
 Partisipasi mencakup ketersediaan,
masyarakat (availability), keterjangkauan
(accesibility), keberterimaan
(acceptablity), dan berkesesu-
aian terhadap budaya (adap-
tability)
 Mendorong partisipasi aktif
para penyandang disablitas,
dan orang tua dengan anak
disablitas dalam pendidikan
ramah disabilitas

Deklarasi Bagian 1  Peran & tang-  Program pendidikan yang


Wina & ( 3), (33) dan gungjawab ramah bagi disabilitas
Program (34) negara men- jadi kewajiban yang
Aksi  Ketersediaan harus dilaksanakan oleh
sumber daya negara.
 Ketiadaan alasan buat nega-
ra yang dapat menghalangi
terwujudnya program pen-
didikan ramah disabilitas
 Memasukan mata pelajaran
HAM dalam kurikulum
pendidikan bagi disabilitas
34 JURNAL DIFABEL, Volume 3, | No 3, 2016

DPPHAM Semua pasal  Pendidikan  Ketidaktersediaan sarana


dan pelatihan dan prasarana yang mema-
sebagai hak dai bagi siswa disabilitas
setiap indi- seharusnya tidak menjadi
vidu hambatan bagi pengelolaan
 Sasaran pen- pendidikan bagi disabilitas
didikan HAM  Pemberian pendidikan/
terhadap pelatihan yang memadai ke-
penyandang pada para guru terkait pen-
disabilitas didikan ramah disabilitas
dan kelompok  Melakukan diferensiasi
rentan kurikulum dalam rangka
 Pendidikan memenuhi kebutuhan siswa
dan pelatihan disabilitas
HAM didas-  Penerapan prinsip-prinsip
ari oleh prin- HAM dengan tidak melaku-
sip-prinsip kan diskriminasi di kelas/
HAM (anti sekolah
diskriminasi)
 Peran dan
tanggung ja-
wab negara
 Peran serta
aktor non
Negara dan
bentuk-bentuk
kerjasamanya
guna mema-
jukan pendi-
dikan dan pe-
latihan HAM
JURNAL DIFABEL, Volume 3, | No 3, 2016 35

KIHPD Pasal 8 (1 dan  Peran dan  Kegiatan-kegiatan di kelas


2b), Pasal 16 tanggung ja- berupa penilaian diri dan
(1 & 2), dan wab negara umpan balik bagi non-peny-
Pasal 24 (1)  Pemeliharaan andang disabilitas
sikap meng-  Kurikulum bermuara pada
hormati terha- tumbuhnya kesadaran selu-
dap kelompok ruh pihak untuk melawan
penyandang streotip, prasangka, dan
disabilitas praktik-praktik yang meru-
 Mendorong gikan penyandang disabili-
pendidikan tas
inklusif  Kebijakan pendidikan untuk
melindungi dan mencegah
penyandang disabilitas dari
bentuk-bentuk eksploitasi,
kekerasan, dan pelecehan
termasuk aspek-aspek berba-
sis gender dari tindakan-tin-
dakan tersebut. Penerapan-
nya di ruang kelas dengan
menggali pengalaman siswa
didik terkait bentuk-bentuk
eksploitasi, kekerasan, dan
pelecehan, termasuk aspek-
aspek berbasis gender.
 Menyusun bersama/ ke-
sepakatan tentang rambu-
rambu/aturan-aturan di
kelas/sekolah terkait aspek
perlindungan disabilitas dan
kontribusi/peran sertanya
dalam proses belajar dan
mengajar
 Penerapan pendidikan
inklusif di semua jenjang
pendidikan, mulai dari pen-
didikan usia dini dengan
ketersedian sarana dan pra-
sarana yang memadai
36 JURNAL DIFABEL, Volume 3, | No 3, 2016

Daftar Pustaka Catarina Krause (2001). Hak


Buku, Jurnal, Penelitian, dan Ma-
jalah
Equitas (2008). Memperkuat Perlin-
dungan Hak Asasi Manusia di Indo-
nesia: Sebuah Buku Panduan Untuk
Mengintegrasikan RANHAM dalam
Pekerjaan Anda. Equitas-Interna-
sional Centre for Human Rights
Education.
Kristiyanti, Emilia (2009).
“Pendidik- an Inklusi: Harapan
bagi Anak- Anak
Berkebutuhan Khusus.
Mencari Ruang Untuk Difable”,
Jurnal Perempuan Untuk
Pencerahan dan Kesetaraan,Vol.
6.
Komnas HAM & Kementrian Pen-
didikan dan Kebudayaan (2014).
Teaching Respect for All: Panduan
Menuju Sekolah Bebas
Diskriminasi. Jakarta: Komnas
HAM.
Komnas HAM (2013). United Nations
Declaration on Human Rights
Educa- tion and Training. Jakarta:
Komnas HAM.
Komnas HAM (2013). Instrumen HAM
Nasional. Jakarta: Komisi Nasio-
nal Hak Asasi Manusia.
Mansur, Masykur H (2014). “Pendi-
dikan Ala ‘Paulo Freire’ Sebuah
Renungan”, Jurnal Ilmiah Solusi,
Vol.1 No.1 Januari- Maret 2014.
Prasetyo, Eko, Mansour Faih, dan
Antonius M. Indiarto (2003).
Me- negakan Keadilan dan
Kemanusiaan. Yogyakarta: Insist
Press.
Rosas, Allan, Eide, Asbjorn, dan
JURNAL DIFABEL, Volume 3, | No 3, 2016 37
Ekonomi Sosial, dan Budaya.
Raul Wallenberg Institure of
Human Rights and
humanitarian Law.
Martinus Nijhoff:
Publishers& Brill Academic
Publishers.
UNESCO (1999). Pedoman
pendidikan Hak Asasi
Manusia.

Internet
Kamus Besar bahasa
Indonesia,
http://kbbi.web.id/kodifi
kasi (Diakses pada 25 Juni
2016)
Pustakahpi Kemenlu.go.id.,
http://
pustakahpi.kemlu.go.id/dir_
dok/ Lampiran
%20Terjemahan%20 UU
%2019%20Tahun%202011.
pdf (Diakses pada 26 Juni
2015). Wafi, Drs. Abd.
“Karakteristik Kuri-
kulum Diferensiasi”,
http://jatim.kemenag.go.id/file/
file/
mimbar315/rqfn1355307107
.pdf (Diakses pada 26 Juni
2015)
Assesment Persiapan
Pendidikan Inklusi
(Studi Kabupaten Bantaeng,
Sulawesi Selatan)

Ismar Hamid
Peneliti Aksara Institute
E-mail: makkasau13@gmail.com

Abstrak

P
endidikan inklusi adalah proses untuk membuat semua peserta didik dapat
belajar dan berpartisipasi secara efektif dalam sekolah mainstream, tanpa
ada yang terluka dan terdiskriminasi. Assessment ini untuk melihat persia-
pan pendidikan inklusi di Kabupaten Bantaeng. Assessement meliputi lingkungan
fisik dan sosial, yakni: sarana dan prasarana, kesiapan guru dan manajemen seko-
lah, perangkat pembelajaran, persepsi dari sekolah, masyarakat dan pemerintah.
Instrumen yang digunakan adalah observasi, Focus Group Discussion (FGD) dan
Wawancara Informan Kunci (WIK). Assessement ini menemukan fakta bahwa
Kabupaten Bantaeng masih jauh dari siap untuk melaksanakan pendidikan
inklusi. Kondisi sarana dan prasarana belum aksesibel untuk berbagai jenis
difabel. Belum ada inisiatif dan inovasi dari guru dan manajemen sekolah dalam
menangani siswa difabel tertentu, sehingga ini masih menyisakan masalah. Di
lain sisi, penanganan siswa difabel dianggap hanya bisa dilakukan oleh guru
khusus. Kurikulum dan pe- rangkat pembelajaran lainnya belum spesifik
mengakomodasi kepentingan difabel. Dalam hal persepsi, baik pihak sekolah,
masyarakat maupun pemerintah, masih mendudukkan Sekolah Luar Biasa (SLB)
sebagai solusi yang paling tepat untuk siswa difabel. Belum ada pemahaman
secara luas dan mendalam tentang pendi- dikan inklusi. Keinginan untuk
melaksanakan pendidikan inklusi hanya karena adanya tekanan dari beberapa
regulasi dan kebijakan. Kondisi termaju yang ada hingga saat ini hanya dalam
bentuk komitmen untuk melaksanakan pendidikan inklusi dari pihak-pihak yang
terkait langsung, namun belum ada upaya konkrit.

Kata Kunci: Pendidikan Inklusi; Difabel; Diskriminatif; Aksesibel; Kabupaten Bantaeng.


A. Pendahuluan Pendidikan haruslah menjunjung
Pendidikan adalah sebuah proses tinggi keadilan sosial dan kesetaraan,
memajukan kebudayaan manusia. yang termanifestasikan dalam praktek
Kemajuan budaya tersebut ditandai pendidikan sehari-hari. Namun, seko-
dengan peningkatan kualitas hidup lah seringkali menunjukkan
manusia (masyarakat), yang berlaku wajahnya yang ambigu dan
secara menyeluruh, tidak hanya bagi paradoks. Di satu sisi, sekolah
individu atau golongan tertentu. dilandaskan pada satu visi untuk
Tanpa adanya peningkatan kualitas membangun masyarakat yang
hidup secara luas, maka pendidikan demokratis, namun terkadang pada
yang ada tidak bisa dianggap prakteknya justru bertindak otoriter
berhasil. Nilai-nilai yang diajarkan dan anti-demokrasi.
dalam pen- didikan tidak akan Sekolah punya slogan “mencer-
berarti apa-apa, jika tidak daskan anak bangsa”, tapi pada prak-
diwujudkan di dalam kehi- dupan teknya hanya untuk anak yang punya
(Paulo Freire: 2008). Dengan kata modal dan kapital. Sekolah punya
lain, pendidikan bertujuan untuk visi untuk menjunjung tinggi
mengubah realitas yang dihadapi persamaan derajat dan anti
oleh masyarakat ke arah yang lebih diskriminasi, tapi pada prakteknya
baik. Bukan untuk kepentingan tidak mengakomodasi kelompok-
individu atau golongan tertentu yang kelompok tertentu, seperti anak-
kemudian membangun hubungan anak-anak jalanan, suku bangsa
sosial menin- das-ditindas dan minoritas, anak-anak di pelosok-
menguasai-dikuasai dalam pelosok desa dan utamanya kaum
masyarakat. difabel (M. Agus Nuryatno: 2011).
Akar masalah yang telah menja- Praktek demikian jelas kontradiktif
di tesis atas sekelumit masalah yang dengan tujuan hakiki penyelenggaraan
dihadapi oleh masyarakat dunia hari pendidikan.
ini. Freire mengatakan bahwa pen- Kenyataan menunjukkan bahwa
didikan adalah untuk pembebasan, sangat banyak praktek diskriminatif
bukan untuk penguasaan (dominasi). dan berbagai bentuk ketidakadilan
Pendidikan harus menjadi proses pe- lainnya dalam dunia pendidikan di
merdekaan, bukan penjinakan sosial Indonesia. Kelompok yang paling ba-
budaya (Freire: 2007). Kenyataan nyak mendapatkan diskriminasi atau
menjadi objek pengetahuan, sebagai pengabaian atas hak-haknya adalah
alat analisa untuk mengubah kenyata- kelompok difabel, misalnya pengabai-
an tersebut. Objek pengetahuan yang an akses atas fasilitas maupun kebutu-
permanen adalah kondisi kehidupan han khusus lainnya. Sungguh ironis,
dan kegiatan masyarakat sehari-hari karena praktek diskriminatif tersebut
(Freire: 2008). terjadi di sekolah, yang seyogyanya
menjadi ruang paling demokratis, tem-
kan hak pendidikan bagi penyandang
pat berlangsungnya proses memanu-
disabilitas, yang sekaligus menjadi
siakan manusia dimulai. Pendidikan
penegas untuk pelaksanaan pendidik-
menjadi semakin eksklusif, jauh dari
an inklusi (Pasal 5 ayat [10]), yaitu:
realitas hidup masyarakat Indonesia.
1) Mendapatkan pendidikan yang
Pendidikan dikonstruksi oleh
bermutu pada satuan pendidikan di
pihak-pihak yang berbeda kepentingan
semua jenis, jalur, dan jenjang pendi-
dan realitas hidup dengan masyarakat
dikan secara inklusif dan khusus; 2)
Indonesia secara luas. Hal demikian
Mempunyai kesamaan kesempatan
merupakan sebuah keniscayaan ka-
untuk menjadi pendidik atau tenaga
rena masyarakat di berbagai belahan
kependidikan pada satuan pendidik-
dunia terus digiring memasuki sebuah
an di semua jenis, jalur, dan jenjang
periode kehidupan, dimana mereka
pendidikan; 3) Mempunyai kesamaan
tidak sanggup lagi mengenali realitas
kesempatan sebagai penyelenggara
hidupnya, dan dipaksa menerima se-
pendidikan yang bermutu pada satuan
gala sesuatu yang bersifat semu yang
pendidikan di semua jenis, jalur, dan
diciptakan oleh berbagai kekuatan be-
jenjang pendidikan; dan, 4) Menda-
sar di luar dirinya (Hikmat Budiman:
patkan akomodasi yang layak sebagai
2012). Kenyataan demikian menjadi
peserta didik.
dasar yang sangat meyakinkan untuk
Pelaksanaan pendidikan inklusi
mengubah pendidikan Indonesia
merupakan jalan terang untuk meng-
yang cenderung eksklusif menjadi
hapuskan praktek-praktek diskrimina-
inklusif. Pendidikan yang
si terhadap kaum difabel. Kabupaten
mengakomodasi kepentingan
Bantaeng seharusnya tidak akan
seluruh anak bangsa tanpa
menemui kendala dalam melaksa-
terkecuali. Pendidikan inklusi adalah
nakan pendidikan inklusi, karena
proses untuk membuat semua
ditopang dengan visi yang senantiasa
peserta didik, termasuk di dalamnya
memprioritaskan kebutuhan masya-
kelompok yang tereksklusi, dapat be-
rakatnya tanpa diskriminasi. Seruan
lajar dan berpartisipasi secara efektif
pelaksanaan pendidikan inklusi bukan
dalam sekolah mainstream, tanpa ada hal yang baru, seharusnya telah ada
yang terluka dan terdiskriminasi. Pen-
progress pelaksanaannya, minimal
didikan inklusi sebenarnya merupakan
dalam hal kesiapan. Penting untuk
persoalan politik kultural identitas dan
melakukan assessment tentang persia-
perbedaan (M. Agus Nuryatno:
pan pendidikan inklusi di Kabupaten
2011). Pengesahan UU No. 8 tahun
Bantaeng. Kesiapan suatu daerah
2016 menjadi satu kemajuan dalam
dalam melaksanakan pendidikan
upaya pelaksanaan pendidikan
inklusi akan tergantung pada kondisi
inklusi di In- donesia. Peraturan
tersebut menegas-
sekolah, yang meliputi sarana dan
5) SD Inpres Sarrea; 6) SMP Ne-
prasarana, sumber daya guru dan
geri 1 Tompobulu; 7) SMP Negeri
manajemen sekolah, serta kurikulum
1 Pa’jukkukang; 8) SMP Negeri 2
dan perangkat pembelajaran lainnya.
Bissappu; 9) MTS Muhammadiyah
Selain itu, dibutuhkan pula
Bantaeng; 10) SMP Negeri 1 Banta-
dukungan masyarakat, komitmen
eng. Wilayah Kabupaten Bantaeng
pemerintah dan faktor-faktor lain
terdiri dari dataran rendah yang me-
yang meliputi lingkungan fisik dan
manjang mengikuti garis pantai dan
sosial.
dataran tinggi yang merupakan
bagian dari Pegunungan Karaeng
B. Metode dan Lokasi As- Lompoa. Empat sekolah di atas
sessment merupakan se- kolah yang berada di
Assessment ini dilaksanakan pada
wilayah dataran tinggi. Beberapa
bulan Maret–April 2016. Data untuk
sekolah di atas juga merupakan
assessment ini diperoleh melalui obser-
sekolah unggulan atau sekolah
vasi lapangan, Focus Group
percontohan yang ditetapkan oleh
Discussion (FGD) dan Wawancara pemerintah Kabupaten Bantaeng.
Informan Kunci (WIK). Observasi
dilakukan dengan durasi 6 hari C. Situasi dan Kondisi
untuk tiap seko- lah yang di- Se- kolah dalam Kaitan
assessment. Selanjutnya, dilakukan Isu Difabel
FGD di dua sekolah yang Kesiapan sekolah dalam
ditetapkan setelah observasi. FGD melaksa- nakan pendidikan inklusi
di- bagi dalam 5 kelompok, yakni akan dilihat dari kondisi sarana dan
kelom- pok guru, manajemen prasana, kesia- pan guru dan
sekolah, siswa difabel, siswa non- perangkat pembelajaran.
difabel dan orang tua siswa (difabel
dan non-difabel). Beberapa peserta 1. Kondisi Sarana dan Prasarana
FGD untuk masing- masing Kondisi sarana dan prasarana
kelompok, kemudian dipilih menjadi yang penting untuk dinilai dalam
infoman kunci, yang selan- jutnya kaitannya dengan pelaksanaan pen-
diwawancara secara mendalam. didikan inklusi adalah; apakah sarana
Wawancara mendalam juga dilakukan dan prasarana yang ada aksesibel
pada dinas-dinas yang terkait langsung untuk berbagai jenis difabel? Sekolah
dengan penyelenggaraan pendidikan di Bantaeng berada pada dua kondisi
di Kabupaten Bantaeng. geografis yang berbeda, yakni dataran
Adapun sekolah yang ditetapkan tinggi dan dataran rendah. Sekolah
untuk di-assessment adalah: 1) SD Ne- yang berada pada dataran tinggi me-
geri 59 Labbo; 2) SD Inpres Tappan- miliki kontur yang sedikit tidak rata,
jeng; 3) SD Negeri 40 Lumpangang; sedangkan yang berada pada dataran
4) SD Inpres Borong Tarampang;
rendah memiliki kontur yang sangat
Sekolah-sekolah di Kabupaten
rata. Namun bukan berarti sekolah-
Bantaeng juga belum memiliki alat
sekolah yang berada pada dataran
bantu untuk siswa dengan jenis difabel
tinggi tidak bisa dibuat menjadi rata,
tertentu, misalnya alat bantu
itu terlihat pada bangunan SD Negeri
membaca tuna netra (braile), alat
59 Labbo yang sangat rata, meskipun
bantu tuna run- gu, kursi roda, kursi
berada pada dataran tinggi. Kondisi
khusus siswa lum- puh/ layu dan alat
sekolah yang tidak rata merupakan
bantu lainnya. Hal tersebut
satu masalah untuk aksesibilitas bagi
diperparah dengan kenyataan bahwa
siswa difabel tertentu, misalnya
anggaran setiap sekolah belum ada
peng- guna kursi roda, kaki palsu,
satupun yang dialokasikan untuk
tongkat, siswa tuna netra dan lain-
pemenuhan kebutuhan siswa difabel
lain.
atau dalam hal persiapan pelaksanaan
Penataan bangunan sekolah di
pendidikan inklusi (Dokumen
Kabupaten Bantaeng umumnya be-
laporan penggunaan dana BOS
lum memperhatikan aksesibilitas bagi
Sekolah: 2016)
siswa difabel. Jalan penghubung antar
bangunan yang tidak rata, berlobang 2. Kesiapan Guru
dan bertingkat-tingkat, serta sarana Sekolah luar biasa masih dipan-
lain yang tidak dilengkapi alat bantu, dang sebagai tempat yang tepat bagi
tentunya tidak aksesibel bagi siswa anak difabel. Jikapun kemudian mesti
difabel jenis tertentu. Kondisi tersebut menerima siswa difabel, maka di
terjadi di semua sekolah di setiap sekolah mesti disiapkan guru
Kabupaten Bantaeng. MTS khusus untuk menanganinya atau
Muhammadiyah, misalnya, sebagai paling tidak guru yang ada sekarang
salah satu sekolah unggulan, struktur diberikan pelatihan khusus untuk
bangunannya ber- tingkat serta tidak menangani siswa difabel. Pandang-
dilengkapi dengan alat bantu, yang an demikian menjadikan guru-guru
dengan demikian sangat mustahil tidak memiliki motivasi dan inisiatif
bisa diakses oleh siswa yang memiliki untuk meningkatkan kemampuan
kendala dalam berjalan dan melihat. agar mampu menangani siswa
Sedangkan di SD Inpres Sarrea, WC berkebutu- han khusus. Hampir
dengan kloset duduk yang seluruh guru di sekolah yang di-
seharusnya sangat membantu bagi
assesment menyatakan
siswa difabel, justru dialihfung- sikan
ketidaksanggupan dalam menangani
menjadi gudang penyimpanan
siswa difabel. Upaya maksimum
barang. Klosetnya sendiri dijadikan
yang dilakukan adalah memberikan
meja untuk menyimpan kertas-
motivasi pada siswa agar siswa yang
kertas bekas. Selain itu, masih banyak
teridentifikasi berbeda dari siswa pada
contoh yang lain.
umumnya tetap termotivasi untuk
sekolah.
Bukti ketidaksanggupan dan tidak
menjadi fasilitator, motivator, pemacu,
adanya inisiatif guru dalam
perekayasa dan inspirator pembela-
menanga- ni siswa difabel terlihat
jaran (E. Mulyasa: 2007). Sebagai
pada perlakuan yang diterima oleh
perekayasa pembelajaran, guru harus:
Inayah, siswa kelas 5 di SD 40
1) Mampu merancang, mengembang-
Lumpangan, yang mesti diberikan
kan, melaksanakan, mengevaluasi
tugas-tugas yang tidak ada kaitannya
dan menyempurnakan kegiatan
dengan proses belajarnya, misalnya
pembela- jaran sesuai kebutuhan
cuci piring, menyapu dan
peserta didik dan masyarakat; 2)
membersihkan dapur, karena diang-
Memandang ke- giatan pembelajaran
gap tidak mampu menyelesaikan
sebagai kegiatan yang dinamis dan
tugas-tugas yang diberikan di kelas.
inovatif, yang perlu dikembangkan
Inayah adalah seorang anak yang
dan dimutakhirkan secara terus
dis- leksia, yang seharusnya
menerus sesuai kebutuhan peserta
mendapatkan penanganan khusus.
didik. Prinsip yang perlu dite-
Penting untuk diketahui bahwa
kankan adalah problem yang
banyak metode dan media yang bisa
dihadapi oleh siswa difabel tertentu
digunakan untuk me- nyelesaikan
bukanlah problem yang berlangsung
masalah disleksia.
secara in- dividu, namun tidak
Guru seharusnya menjunjung
terpisahkan dari lingkungannya,
tinggi prinsip dan keyakinan bahwa
khususnya lingkungan sekolah. Dapat
betapapun naïf dan bodohnya anak,
dikatakan juga bahwa problem
dia dapat berkembang dan berubah.
tersebut adalah problem bersama
Meskipun terdapat perbedaan nyata
yang juga harus diselesaikan secara
dalam hal kecerdasan, sesungguhnya
bersama-sama.
semua orang mempunyai susunan
Dengan demikian, guru seha-
otak yang sama. Ini berarti setiap
rusnya melakukan inovasi untuk
orang memiliki potensi otak yang
menemukan metode dan bahan pem-
relatif sama dan memiliki peluang
belajaran yang mampu menyelesaikan
yang sama untuk berkembang, yang
problem yang dihadapi oleh siswa
terpenting adalah bagaimana otak
difabel tertentu. Tentunya, inovasi
tersebut diolah dan dikembangkan.
tersebut harus diupayakan secara
Untuk menjadi pendidik yang baik,
bersama-sama oleh guru bersama
yang diperlukan di atas segalanya
siswa bersangkutan dan juga dengan
adalah keyakinan yang tinggi kepada
siswa lain. Peran siswa lain dalam hal
manusia. Tanpa manusia maka dunia
ini juga memiliki kedudukan penting.
pun tidak ada (Freire: 2008).
Sebagai teman bermain, curhat dan
Guru sebagai pendidik
lain sebagainya, tentu saja mereka
profesional diidealkan mampu
juga memahami problemnya. Sebagai
menjadi agen pem- belajaran yang
contoh, peran yang dilakukan oleh
edukatif, yaitu dapat
Nurul, siswa kelas 5 SD Negeri 59
dan siswa menjadi objek
Labbo, yang mampu membantu Mis-
sepenuhnya. Kekeliruan terbesarnya
ra (sahabatnya) untuk meningkatkan
adalah semua berdasar pada
kemampuan membaca dan menulis,
pandangan subjektif yang
meskipun peningkatannya belum
menganggap semua siswa sama
signifikan.
dalam hal kondisi, kebutuhan, kein-
ginan, kecenderungan dan lain-lain.
3. Kurikulum dan Perangkat
Tentunya, dengan metode tersebut,
Pembe- lajaran Lainnya
hak-hak siswa difabel sudah pasti tidak
Salah satu perangkat pembe-
terakomodasi. Praktek tersebut meru-
lajaran yang paling penting untuk
pakan wujud pendidikan yang anti-
memastikan terpenuhinya hak-hak
realitas. Kurikulum dibuat murni
difabel dalam proses pembelajaran
oleh mereka yang menganggap
adalah kurikulum. Sekolah-sekolah di
dirinya ahli tanpa
Kabupaten Bantaeng umumnya
mempertimbangkan pluralitas
meng- gunakan kurikulum 2013 dan
kehidupan murid. Realitas dianggap
KTSP. Pada kurikulum tersebut
sama dimana dan kapan saja. Proses
pemenuhan hak-hak difabel tidak
demikian jelas tidak demokratis dan
termaktub secara tegas dalam poin-
tidak akomodatif (M. Agus Nuryatno:
poin pokok yang menjadi target
2011).
capaian pembelajaran. Mungkin atas
Siswa difabel pastinya
dasar itu pelaksanaan pembelajaran
berkebutu- han khusus, sementara
di sekolah-sekolah di Kabupaten
perangkat pem- belajarannya bersifat
Bantaeng masih mengabai- kan hak-
umum. Maka, tidak aneh ketika
hak siswa difabel. Meskipun
banyak masalah sis- wa yang tidak
sesungguhnya kurikulum tersebut
terselesaikan, misalnya masalah yang
mengharuskan pemenuhan hak-hak
dihadapi Inayah, atau Arwin, siswa
dan peningkatan potensi siswa tanpa
kelas 2 SMP Negeri 2 Bissappu,
terkecuali, yang berarti hak-hak
yang semangat sekolahnya tinggi,
siswa difabel juga wajib dipenuhi
namun minat belajarnya saat di
dalam proses pembelajaran.
kelas rendah, dan masih banyak
Perangkat pembelajaran lainnya
kasus-kasus yang lain.
belum mengakomodasi kepentingan
siswa difabel. Penyusunan D. Persepsi Terhadap
kurikulum, RPP dan perangkat Pen- didikan Inklusi
pembelajaran lainnya tidak Bagi sebagaian besar guru dan
berdasarkan pada kebu- tuhan siswa. manajemen sekolah di Kabupaten
Penyusunannya mutlak berdasarkan Bantaeng, istilah pendidikan inklusi
pada pandangan guru atau guru masih asing. Hanya sebagian kecil
menjadi subjek sepenuhnya yang mengetahuinya, itupun masih
jauh dari pengetahuan
komprehensif.
Hal tersebut terungkap dari FGD
siswa normal mesti diprioritaskan.
guru dan manajemen sekolah yang
“Penanganan siswa normal saja masih
di-assessment, pada tanggal 11-26
jauh dari capaian maksimal, bagaimana
April 2016. Penanganan anak difabel
mungkin kita bisa menangani yang tidak
masih dipandang sebagai tanggung
normal.” Begitulah komentar para guru
jawab sekolah luar biasa. Hal
dan manajemen sekolah. Persepsi
tersebut juga berlaku di masyarakat, yang berlaku sejauh ini adalah tempat
pilihan untuk menangani anak yang tepat untuk menangani siswa
difabel adalah deng- an memasukkan berkebutuhan khusus adalah sekolah
ke sekolah luar biasa. luar biasa. Sehingga keberadaan sis-
wa berkebutuhan khusus dipandang
1. Persepsi Sekolah sebagai masalah yang sulit atau bah-
Pada sebagian kalangan, isu di- kan tidak bisa ditangani. Sebagian
fabel masih dilihat dengan meng- sekolah malah tidak berani menerima
gunakan perspektif segregatif, yaitu siswa berkebutuhan khusus karena
cara pandang yang melihat bahwa tidak tersedianya resource dan metode
pelaksanaan sebuah sistem, khususnya penanganan. Pandangan demikian
pendidikan, haruslah merujuk pada merupakan bentuk ketidakadilan,
kepentingan siswa normal. Dengan sementara salah satu tujuan pendi-
kata lain, mendudukkan kepentingan dikan adalah mewujudkan keadilan.
anak difabel sebagai sebuah hal yang Keadilan dalam proses pendidikan
bukan prioritas untuk ditangani. akan mendorong pertumbuhan menu-
Cara pandang segregatif membeda- ju aktualisasi diri, integrasi dan/ atau
kan status sosial antara yang normal conscientazao, sebaliknya ketidakadilan
dengan tidak normal, atau lebih ke akan menghambat pertumbuhan (A.
perspektif medis. Sehingga kehidup- Smith: 2008).
an dikonstruksi oleh orang normal Meskipun beberapa sekolah
dan memprioritaskan kepentingan tetap menerima siswa berkebutuhan
mereka. Kelompok yang dianggap khusus, namun lebih pada aspek
tidak normal pada akhirnya tidak kemanusiaan atau rasa iba, bukan
bisa menghindari kedudukannya se- karena kesedi- aan atau kesanggupan
bagai subordinat dalam ruang-ruang melakukan penanganan khusus.
kehidupan. Maka, kelompok difabel Sehingga pada perkembangannya,
menjadi sulit mengakses ruang publik siswa tersebut malah menjadi
karena memang dikonstuksi dengan masalah yang tidak ter- selesaikan
tidak memperhatikan yang membebani sekolah. Misalnya
kepentingannya. Di kalangan guru yang terjadi pada Inayah di SD 40
dan manajemen sekolah di Lumpangang yang sampai kelas 5
Kabupaten Banteang, ma- sih belum mampu membaca
berlaku prinsip bahwa penanganan
dan menulis dengan baik. Bukannya
katkan pada bentuk penanganan yang
penanganan khusus yang diberikan, lebih maju karena masalahnya bukan
sebaliknya dia disembunyikan untuk hanya menyangkut spirit siswa tapi
menghindari pengawasan karena yang lebih pokok adalah penyelesaian
ketakutan akan dijadikan indikator masalah khusus yang dihadapi oleh
kegagalan oleh pengawas sekolah. Di siswa difabel.
luar itu, masih banyak bentuk- Pendidikan inklusi, dalam pan-
bentuk diskriminasi lain yang dangan sekolah, masih dianggap
diterimanya. sesuatu yang sulit dilaksanakan.
Masalah yang hampir sama Dalam pelaksanaannya, hal paling
terjadi pada Misra, siswa kelas 5 SD mendasar yang mesti terpenuhi ada-
Negeri 59 Labbo, yang belum mampu lah keberadaan guru-guru khusus di
menulis dan membaca dengan baik. sekolah-sekolah karena guru yang
Sejauh ini, dia tidak mendapatkan ada saat ini tidak akan mampu
penanganan khusus, sebaliknya menangani siswa difabel, ditambah
pihak sekolah ke- bingungan untuk lagi dengan tidak tersedianya fasilitas
membuat keputusan apakah penunjang. Seperti itulah pandangan
meluluskan dia dari sekolah dengan sekolah- sekolah di Kabupaten
kondisi demikian, ataukah Bantaeng. Secara umum, persepsi
menahannya dengan usia yang tidak mereka ter- kait dengan pelaksanaan
lagi wajar berada di sekolah dasar. pendidikan inklusi adalah dengan
Masalah lain yang terjadi adalah memperbanyak sekolah-sekolah
ben- tuk celaan atau bullying dari khusus (sekolah luar biasa), resolusi
siswa lain terhadap siswa difabel. tersebut dipandang sebagai jalan
Hal tersebut disebabkan oleh tidak keluar yang paling tepat untuk
adanya upaya penyadaran dari pihak kelompok difabel.
sekolah terkait dengan kedudukan
siswa difabel dan bagaimana 2. Persepsi Masyarakat
seharusnya memperlaku- kannya. Sama seperti pandangan sekolah,
Dan masih banyak masalah lain yang di masyarakat Kabupaten Bantaeng
terjadi di sekolah-sekolah di masalah difabel masih dipandang
Kabupaten Bantaeng. dengan perspektif yang segregatif.
Sejauh ini, metode yang digu- Anak difabel dianggap sebagai anak
nakan oleh beberapa guru adalah yang tidak normal. Anak difabel
dengan memberikan perlakuan yang dianggap tidak memiliki masa depan
sama antara siswa difabel dengan yang lebih baik. Bahkan yang pa-
siswa non-difabel. Metode tersebut ling parah, keberadaan anak difabel
cukup berhasil dalam menjaga spirit dianggap sebagai bentuk kesialan
siswa di sekolah, sehingga bisa dika- dan diposisikan layaknya aib bagi
takan sebuah langkah maju. Namun keluarga
tentunya metode tersebut harus diting-
dalam kehidupan bermasyarakat.
dianggap sebagai hal yang biasa.
Ke- beradaan anak difabel membawa
Masyarakat Kabupaten Bantaeng
rasa malu dalam keluarga. Hal
belum memiliki pengetahuan tentang
tersebut tidak terlepas dari persepsi
pendidikan inklusi. Hal tersebut me-
masyarakat secara luas.
mang masih sangat asing mengingat
Dalam hal pendidikan, sebagian
belum adanya upaya sosialiasi atau
besar orang tua anak difabel meng-
propaganda yang dilakukan oleh
anggap pendidikan bagi anak difabel
pemerintah maupun organisasi yang
tidaklah terlalu penting, karena tidak
bergerak pada advokasi isu-isu difabel
adanya harapan masa depan yang
dan pendidikan inklusi. Namun
lebih baik. Hanya keinginan kuat
penje- lasan sederhana yang
dari sang anaklah yang memaksa
dilakukan oleh Tim Assessment
orang tua untuk tetap
mampu memberikan sedikit harapan
menyekolahkannya. Pada situasi
terkait dengan jalan keluar atas
tersebut, orang tua anak difabel
masalah anak difabel.
diperhadapkan pada dilema. Di satu
Melihat isu difabel dengan
sisi, menyekolahkan anak di SLB
meng- gunakan cara pandang yang
sulit karena hanya terdapat satu
segregatif adalah pandangan yang
sekolah di Kabupaten Bantaeng yang
keliru. Difabi- litas bukanlah
terletak di pusat kota, sehingga sulit
persoalan kondisi me- dis orang.
dijangkau masyarakat secara luas.
Tapi lebih pada persoalan keadilan
Pi- lihan tersebut juga akan
sosial dan kesempatan untuk
menegaskan pandangan masyarakat
berpartisipasi dalam kehidupan sehari-
bahwa anak tersebut tidak normal.
hari. “it is about to be a part of
Di sisi lain, menyekolahkan anak
society, not to to be apart from society”
di sekolah umum tidak bisa membe-
(Wills: 2000). Proses yang disebut
rikan perubahan yang signifikan bagi
dengan humanisasi, yang dalam
anak difabel, karena minimnya
pengertian Paulo Freire bukanlah
bentuk penanganan khusus yang bisa
pencarian ke- bebasan individu.
diberi- kan di sekolah umum. Situasi
Tujuan humanisasi adalah tujuan
tersebut menjadikan sebagian besar
sosial, dan kebutuhan manusia
orang tua anak difabel
menjadi makhluk bagi di- rinya
menyekolahkan anak hanya untuk
sendiri tercapai saat masyarakat
tujuan menyenangkan sang anak,
mampu menjadi sesuatu untuk dirinya
tidak ada harapan peru- bahan. Hal
sendiri. Manusia sebagai individual
tersebut berdampak pada minimnya
tidak mengetahui dan tidak bereksis-
partisipasi orang tua dalam
tensi di luar masyarakat. Persahabatan
mengawal anak difabel di sekolah.
dan solidaritas merupakan tugas dan
Apapun kenyataan yang dihadapi
nilai terpenting bagi umat manusia
atau didapatkan sang anak di sekolah
(Collins: 2011).
E. Kebijakan dan Program 8 tahun 2016 tentang penyandang
Pemerintah Kabupaten disabilitas, belum banyak diketahui
Bantaeng untuk Isu Di- oleh pihak-pihak yang terkait lang-
fabel sung dengan isu difabel di pemerin-
Pembangunan suatu daerah seha- tahan Kabupaten Bantaeng. Sejauh
rusnya diarahkan pada pemenuhan ini, bentuk kemajuan dalam upaya
kebutuhan masyarakatnya tanpa pelaksanaan pendidikan inklusi di
diskriminasi. Kabupaten Bantaeng Kabupaten Bantaeng baru sebatas ko-
adalah salah satu kabupaten di Su- mitmen dari dinas-dinas yang terkait
lawesi Selatan yang memiliki begitu langung dengan isu difabel, termasuk
banyak program pembangunan dan pihak Bappeda, untuk bersama-sama
mendapatkan pengakuan luas dalam mendorong pelaksanaan pendidikan
kurun 6-7 tahun terakhir. Namun, inklusi di Kabupaten Bantaeng.
dalam hal pemenuhan kebutuhan
kelompok difabel, program dan ke- F. Kesiapan Kabupaten
bijakan dari Pemerintah Kabupaten Bantaeng untuk Pe-
(Pemkab) Bantaeng masih tergolong laksanaan Pendidikan
minim. Sampai saat ini, program Inklusi
yang paling nampak adalah program Mengukur kesiapan suatu daerah
peng- embangan ruang publik ramah dalam melaksanakan pendidikan
difabel yang diprogramkan oleh inklusi akan dilihat dari kesiapan
Dinas Sosial. Realisasi program lingkungan fisik dan sosial. Penilaian
tersebut sejauh ini adalah terkait dengan lingkungan fisik, ada-
pengembangan objek wisata Pantai lah: 1) Kondisi sarana dan prasarana
Seruni yang aksesibel bagi kelompok belum aksesibel bagi berbagai jenis
difabel. Selain program tersebut siswa difabel; 2) Sumber daya guru
belum ada program ataupun dan manajemen sekolah belum
kebijakan yang lain. memiliki pengetahuan dan
Dalam hal pendidikan, landasan keterampilan khusus untuk
untuk melaksanakan pendidikan menangani siswa difabel, yang
inklusi di Kabupaten Bantaeng hanya diperparah dengan belum adanya
Peraturan Gubernur (Pergub) Sula- mo- tivasi, serta inisiatif untuk
wesi Selatan No. 11 tahun 2013 mengem- bangkan metode dan
yang mewajibkan pelaksanaan media yang bisa digunakan untuk
pendidikan inklusi. Namun, belum menangani siswa difabel; 3) Dari segi
ada tindak lan- jut dari Pergub anggaran, sam- pai saat ini, baik di
tersebut dalam bentuk peraturan sekolah-sekolah maupun di dinas-
daerah (perda), peraturan bupati dinas terkait belum ada alokasi
(perbup), apalagi dalam bentuk anggaran dalam rangka persiapan
program. Bahkan keberadaan UU pelaksanaan pendidikan
No.
inklusi. Di Pemkab Bantaeng sendiri
ada baru sebatas komitmen untuk
belum ada alokasi anggaran yang
merealisasikan pendidikan inklusi di
spesifik untuk mewujudkan pendi-
Kabupaten Bantaeng.
dikan inklusi. Hanya pihak Bappeda
Melihat kondisi di atas, maka
yang telah berinisiatif memberikan
Pemkab Bantaeng masih jauh dari
anggaran untuk pelaksanaan beberapa
siap untuk melaksanakan pendidikan
program, misalnya program assessment inklusi. Poin positif yang ada baru
persiapan pendidikan inklusi, sensus sebatas komitmen dari pihak yang
difabel dan lain-lain. bertanggungjawab langsung
Sedangkan dari aspek sosial, terhadap pelaksanaan pendidikan.
adalah: 1) Secara umum, guru dan Komit- men itupun masih tergolong
manajemen sekolah berpandangan lemah, mengingat komitmen
bahwa bentuk pelaksanaan pendidik- tersebut lebih karena adanya
an inklusi adalah dengan memper- beberapa peraturan yang telah
banyak sekolah luar biasa, ataukah diketahui secara luas, serta fakta
dengan menyiapkan guru khusus di bahwa isu difabel sedang naik ke
setiap sekolah, dan yang paling mi- permukaan. Komitmen tersebut bukan
nimum adalah dengan memberikan karena adanya kesadaran tentang
pendidikan khusus atau pelatihan keharusan untuk mewujudkan
bagi guru dan manajemen sekolah pendi- dikan yang tidak
dalam hal penanganan siswa difabel; diskriminatif.
2) Masyarakat Bantaeng belum bisa Teori-teori pendidikan yang bersi-
memberikan pandangan yang lebih fat eksklusi masih menjadi dasar teori
maju karena minimnya pengetahuan atau paradigma yang digunakan oleh
tentang pendidikan inklusi. Hanya keumuman penyelenggara pendidikan
sebagian kecil masyarakat yang sem- di Indonesia hingga saat ini, termasuk
pat mendapatkan penjelasan lebih di Kabupaten Bantaeng sendiri. Cara
luas tentang pendidikan inklusi dari pandang yang segregatif masih men-
Aksara Institute, yang menganggap dominasi para penyelenggara pendi-
pendidikan inklusi adalah sebuah dikan dan pihak-pihak terkait lainnya.
jalan keluar yang baik untuk mengatasi Adanya perbedaan atau kebutuhan
ma- salah pendidikan yang dihadapi khusus bagi siswa difabel dianggap
oleh kelompok difabel; 3) Secara akan memperlambat kemajuan siswa
normatif, persepsi Pemkab Bantaeng normal. Pemenuhan kebutuhan
terhadap pendidikan inklusi sangat siswa difabel membutuhkan
baik, namun belum ada upaya anggaran yang besar atau dengan
konkrit yang dilaku- kan dalam kata lain pendidik- an inklusi
rangka pelaksanaan pendi- dikan dianggap mahal. Sehingga
inklusi. Langkah termaju yang pelaksanaan pendidikan di
Kabupaten Bantaeng masih
mendudukkan pe- menuhan
kebutuhan siswa “normal”
sebagai prioritas, setelah itu barulah
hati untuk bergaul, kehilangan
pemenuhan kebutuhan siswa difabel
kreati- vitas, kehilangan harapan dan
bisa dilakukan. Cara pandang terse-
kehilan- gan kontrol terhadap
but tentunya mengabaikan dampak
tindakan, atau singkatnya,
negatif yang ditimbulkan, baik dari
menghancurkan “potensi
aspek psikologis maupun sosiologis.
kemanusiaan”.
Cara pandang tersebut sangatlah
Setidaknya ada 3 hal yang
diskriminatif dan melukai kelompok-
terabai- kan dari cara pandang yang
kelompok tertentu yang juga berhak
segregatif, yakni fakta bahwa: 1)
atas pendidikan.
Ketika suatu sekolah aksesibel bagi
Pandangan demikian merupakan
kelompok difa- bel, maka sekolah
dampak dari lenyapnya ciri kemanu-
tersebut sudah pasti aksesibel bagi
siaan yang disebabkan oleh dominasi
siswa non-difabel; 2) Ke- tika sekolah
kapitalisme modern yang meng-
mampu menangani siswa difabel,
ubah mayoritas manusia menjadi
maka siswa non-difabel akan jauh
tergantung, ditindas, dijadikan sebagai
lebih mampu ditangani, atau
mesin ekonomi dan teralienasi dari
kemajuannya akan jauh lebih besar di-
kehidupannya. Alienasi tak hanya
banding dengan apa yang didapatkan
berlaku di bidang pekerjaan tetapi
saat ini; 3) Ketika siswa non-difabel
berlaku pula di bidang politik, kultur,
mampu membangun hubungan yang
pendidikan, kesenian, konsumsi,
baik dengan siswa difabel, maka
keluarga dan bidang lain, atau di
itu akan menjadi tolak ukur bahwa
seluruh ruang kehidupan (Sztompka:
siswa tersebut akan mampu hidup di
2011). Di bidang pendidikan, kaum
masyarakat yang terdiri dari banyak
difabel dianggap tidak memiliki hari
perbedaan, atau mampu mendekatkan
depan, tidak produktif dan tidak akan
diri pada realitas kehidupannya.
memberikan banyak kontribusi bagi
Kenyataan yang ada menunjuk-
keberlangsungan kehidupan yang kan bahwa penyelenggaraan
dikonstruksi oleh sistem kapitalisme pendidik- an di Kabupaten Bantaeng
monopoli. Sehingga kaum difabel masih jauh dari prinsip dasar
tidak lagi dapat berpartisipasi pendidikan inklusi, yakni: Pertama,
dengan baik dalam proses setiap orang secara inheren punya hak
pembelajaran, tidak lagi mampu terhadap pendidik- an atas dasar
bersosialisasi dengan baik atau kesamaan kesempatan; Kedua, tidak
terisolasi dari lingkungan sekolah dan boleh ada peserta didik yang
masyarakat, terasing dari orang lain terekslusi dan terdiskriminasi dalam
dan kawan-kawannya, bahkan pendidikan dengan alasan apa- pun,
dimusuhi dan memusuhi orang lain. apakah ras, warna kulit, gender,
Alienasi berarti kehilangan dorongan bahasa, agama, politik, difabilitas dan
lain-lain; Ketiga, semua anak pada
dasarnya dapat belajar dan
mendapat
manfaat dari pendidikan; Keempat, oleh Paulo Freire, dikatakan sebagai
sekolah merupakan pihak yang ber- bentuk nyata dari proses alienasi dan
tanggungjawab untuk menyediakan
dominasi (Freire: 2007). Penyataan
kebutuhan peserta didiknya,
tersebut sejalan dengan kenyataan
bukannya peserta didik yang harus
yang dihadapi oleh kaum difabel di
mengadaptasi kebutuhan sekolah;
dunia pendidikan. Kaum difabel terus
Kelima, pandang- an, opini dan
teralienasi dari dunia pendidikan yang
pendapat peserta didik harus
dikonstruksi oleh kelompok “normal”.
didengar dan diperhatikan; Kee- nam,
Memperjuangkan pendidikan
perbedaan-perbedaan individual
inklusi adalah jalan terang untuk
diantara peserta didik adalah sumber
mewujudkan hak-hak kelompok
kekayaan dan keragaman, bukannya
yang selama ini tereksklusi di dunia
sebuah masalah; Ketujuh, dasar pen-
pendidikan, utamanya kaum difabel.
didikan inklusif bukanlah asimilasi,
Mewujudkan pendidikan inklusi
tapi apresiasi atas perbedaan (M.
tidaklah mudah, dibutuhkan kesadar-
Agus Nuryatno: 2011).
an penuh dari berbagai pihak, baik
Meski demikian, Pemkab Ban-
penyelenggara pendidikan dan pihak
taeng telah berkomitmen untuk me-
terkait lainnya maupun masyarakat
laksanakan pendidikan inklusi sesuai
secara luas. Kabupaten Bantaeng telah
dengan amanah Pergub No. 11 tahun
berkomitmen untuk mewujudkannya,
2013. Sebagai catatan, UU No. 8 ta-
komitmen tersebut adalah titik tolak
hun 2016 belum banyak didiskusikan
untuk langkah maju selanjutnya,
di Kabupaten Banteng, mungkin ka-
namun komitmen tersebut tidak akan
rena belum tersosialisasi secara luas.
berarti apa-apa tanpa upaya konkrit
Meskipun masih sebatas komitmen,
untuk mewujudkannya.
namun itu satu langkah maju yang
Assessment ini menyimpulkan,
penting untuk ditindaklanjuti oleh ber-
bahwa sejauh ini belum ada langkah
bagai pihak yang mendorong
konkrit untuk mewujudkan
realisasi pendidikan inklusi.
pendidik- an inklusi di Kabupaten
Bantaeng. Oleh karenanya,
G. Kesimpulan disarankan kepada seluruh pihak
Pendidikan inklusi merupakan
yang terkait dengan penyelenggaraan
wujud pendidikan yang humanis,
pendidikan di Kabu- paten Bantaeng
sebagai bentuk perlawanan atas sis-
agar mulai melakukan upaya konkrit
tem pendidikan yang selama ini terus
untuk mewujudkan pendidikan
mengeksklusi kelompok-kelompok
inklusi.
tertentu, utamanya kaum difabel.
Pro- ses mengeksklusi tersebut
merupakan bentuk dehumanisasi.
Dehumanisasi,
Daftar Pustaka Sztompka, Piotr (2011). Sosiologi Per-
Buku, Jurnal, Penelitian, dan Ma- ubahan Sosial. Penerjemah: Ali-
jalah mandan. Jakarta: Prenada Media
Budiman, Hikmat (2012). Lubang Group.
Hitam Kebudayaan. Yogyakarta:
Penerbit Kanisius. Peraturan
Collins, Dennis (2011). Paulo Freire; Undang-Undang Republik Indonesia
Kehidupan, Karya & Pemikirannya. Nomor 8 tahun 2016 tentang Pe-
Penerjemah: Henry Heyneardhi nyandang Disabilitas.
& Anastasia P. Yogyakarta: Ko-
munitas Apiru Bekerjasan
dengan Pustaka Pelajar.
Freire, Paulo (2008). Pendidikan
Kaum Tertindas. Jakarta: Pustaka
LP3ES Indonesia.
--------, (2008). Pendidikan
Sebagai
Proses; Surat Menyurat Pedagogis
dengan Para Pendidik Guinea-Bissau.
Penerjemah: Agung Prihantoro.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
--------, (2007). Politik Pendidikan;
Kebudayaan, Kekuasaan dan
Pembe- basan. Penerjemah: Agung
Prihan- toro & Fuad Arif
Fudiyartanto. Yogyakarta:
REaD (Research, Education
dan Dialogue) & Pus- taka
Pelajar.
Mulyasa, M (2007). Standar
Kompetensi dan Sertifikasi Guru.
Bandung: Rosdakarya.
Nuryatno, M. Agus (2011). Mazhab
Pendidikan Kritis; Menyingkap
Relasi Pengetahuan Politik dan Ke-
kuasaan. Yogyakarta: Resist Book.
Smith, William A (2008). Conscientiza-
cao; Tujuan Pendidikan Paulo Freire.
Penerjemah: Agung Prihantoro.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
JURNAL DIFABEL, Volume 3, | No 3, 2016 53

Pendidikan Inklusi Berbasis


Masyarakat Bagi Anak Difabel
di Pedesaan:
Studi Kasus Pada PAUD Tersenyum
di Boyolali dan PAUD Tunas Bangsa
di Sukoharjo

Ida Puji Astuti Maryono Putri


Sedang Menempuh Pendidikan Master (S2)
Jurusan Global Politics, Ateneo De Manila University, Filipina
Email:astuti_mp@yahoo.com

Abstrak

P
endidikan inklusi penting dalam menjawab kebutuhan pendidikan bagi
difabel. Pendidikan inklusi dapat dipandang sebagai pergerakan yang men-
junjung tinggi nilai-nilai, keyakinan dan prinsip-prinsip utama yang berkaitan
dengan anak, pendidikan, keberagaman dan diskriminasi, proses partisipasi dan
sumbersumber yang tersedia (Stubbs: 2002). Nyatanya, penyelenggaraan pendidikan
inklusi masih mengalami berbagai kendala. Salah satu kendala pelaksanaan pen-
didikan inklusi di Indonesia adalah sebaran geografis dan belum meratanya hasil
pembangunan. Difabel di pedesaan umumnya memiliki akses yang lebih rendah
dalam menikmanti hasil-hasil pembangunan dibandingkan mereka yang berada
di perkotaan. Tulisan ini akan difokuskan pada keberadaan pendidikan inklusi
berbasis masyarakat bagi penyediaan pendidikan anak difabel di pedesaan,
hambatan dan kesempatannya. Dalam melakukan penelitian, pengumpulan data
dilakukan dengan metode wawancara mendalam, studi literatur, serta observasi
langsung di PAUD Inklusi Tersenyum dan PAUD Tunas Bangsa. Mengusung
mantra difabel “nothing about us without us”, dimana komunitas difabel menjadi
motor utamanya, kedua wahana pendidikan ini menjadi model pendidikan inklusi
alternatif, berbeda dengan pendidikan inklusi yang selama ini diterapkan di
Indonesia. Idealnya, pendidik- an inklusi berbasis masyarakat bisa berhasil
ketika dukungan semua stakeholder mampu didapat. Kedua PAUD ini telah
berhasil menggalang dukungan penuh dari beragam stakeholder, namun
dukungan pemerintah masih jauh dari harapan.

Kata kunci: Pendidikan Inklusi; Difabel, PAUD Tersenyum Boyolali, PAUD Tunas Bangsa
Sukoharjo
A. Pendahuluan biasanya tidak ada pemisahan, pemi-
Seiring dengan perkembangan sahan yang ada hanyalah bagi mereka
dunia global, perhatian terhadap yang memiliki kebutuhan khusus.
kelompok marjinal --salah satunya Sementara pendidikan yang
difabel-- semakin meningkat. Demi- dilakukan oleh pihak swasta
kian juga Indonesia yang menjadi memungkinkan adanya pemisahan
menjadi bagian dari dunia. Perhatian siswa sesuai deng- an latar
Indonesia terhadap difabel salah sa- belakangnya seperti agama, etnis,
tunya terlihat dari ratifikasi Kovensi dan gender. Pendidikan swasta
Hak-Hak Difabel (CRPD) pada 2011. umum memisahkan siswa
CRPD yang dicanangkan oleh Perse- berdasarkan kemampuannya
rikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada (Purbani: 2013).
2006 ditujukan untuk membuat babak Di masa lalu, anak difabel di
baru dalam melihat hak-hak difabel. Indo- nesia biasanya menjalani
Konvensi ini selain merupakan pendidikan di sekolah khusus,
instru- men Hak Asasi Manusia dimana anak-anak berkebutuhan
(HAM), juga memiliki aspek khusus dipisahkan dari pendidikan
pembangunan sosial. Di samping regular. Pemisahan ini memicu
itu, konvensi ini diskriminasi dan stigma terhadap
mengidentifikasikan area dimana difabel. Situasi tersebut juga
adaptasi harus dilakukan agar difabel menghasilkan penolakan terhadap
menikmati hak-haknya dengan efektif beberapa hak dasar anak difabel di
dan hak-hak tersebut dilindungi dan dunia pendidikan (Tsaputra: 2013).
diperkuat (Rioux: 2011). Dalam perspektif sosial, difabel me-
Pendidikan merupakan salah rupakan kelompok tertindas karena
satu amanat CRPD, selain itu difabilitasnya dan penindasan yang
pendidikan bagi difabel memberi mereka alami tidak ada sangkut
mereka peluang untuk keluar dari paut- nya (Shakespaera dan Watson:
kemiskinan. Pen- didikan berfungsi 2001). Keduanya memaparkan poin
untuk menyiapkan anak-anak yang paling penting, difabel
menjadi manusia yang memiliki digambarkan sebagai penindasan
perilaku dan nilai yang ber- laku sosial bukan pada bentuk
(Alfian: 2013). Selain itu pendi- difabilitasnya.
dikan juga mempersiapkan anak- Oleh karena itu, konsep Pendi-
anak menghadapi tantangan hidup di dikan Untuk Semua (PUS) diusung
masa depan. menjadi komitmen internasional un-
Penyelenggaraan pendidikan di tuk memastikan setiap anak dan orang
Indonesia umumnya dilakukan oleh dewasa mendapat pendidikan dasar
pemerintah dan pihak swasta. Pendi- yang berkualitas, berdasar HAM dan
dikan yang dilakukan oleh keyakinan umum bahwa pendidikan
pemerintah adalah pusat kesejahteraan individu
dan pembangunan nasional
(UNES-
CO: 2011). Namun kenyataannya
formula atau resep untuk sekolah
PUS tidak memberi perhatian pada
dan kelas dan aktivitas yang terjadi
kelompok marjinal, utamanya anak
dianta- ra mereka (Forlin dkk:
difabel. Sehingga pendidikan inklusi
2013).
menjadi stategi mempromosikan
Pelajaran yang dapat diambil
hak pendidikan, termasuk bagi anak
dari negara-negara kurang mampu
difabel.
di selatan menekankan bahwa pen-
Pendidikan inklusi didefinisikan
didikan inklusif bukan hanya me-
sebagai strategi dalam memenuhi
ngenai sekolah, tetapi lebih luas dan
dan merespon keragaman kebutuhan
mencakup inisiatif dan keterlibatan
dari pelajar dengan meningkatkan
masyarakat luas. Pendidikan inklusi
partisipasi dalam pembelajaran dan
dapat dipandang sebagai pergerakan
menurunkan eksklusivitas pendidikan
yang menjunjung tinggi nilai-nilai,
(Losert: 2010). Namun, pendidikan
keyakinan dan prinsip-prinsip utama
inklusi merupakan sebuah perdebatan
yang berkaitan dengan anak, pendi-
istilah yang minim konseptual fokus
dikan, keberagaman dan diskriminasi,
yang kuat, yang bisa berkontribusi
proses partisipasi dan
terhadap salah konsep atau praktik
sumbersumber yang tersedia
membingungkan (Forlin dkk: 2013).
(Stubbs: 2002).
Isu utama dalam pendidikan
Sementara itu, Subagyo, Dosen
inklusi adalah bahwa pendidikan
Pendidikan Luar Biasa (PLB), UNS
inklusi didasarkan pada hak asasi
menyatakan bahwa pendidikan inklu-
dan model sosial; sistem yang harus
si pada dasarnya pendidikan yang
disesuaikan dengan anak, bukan anak
mampu merangkul semua anak tanpa
yang menyesuaikan diri dengan
terkecuali dalam sistem pendidikan
sistem (Stubbs: 2002). Sekedar
(Astuti: 2013). Baik anak difabel,
penempatan anak ke dalam kelas
anak korban bencana, anak di
dan sekolah regular tidak bisa
lingkungan prostitusi, anak di
dipandang sebagai penggantian
lingkungan perang, maupun anak-
untuk inklusi. Integrasi berarti semua
anak dari kelompok marginal. Inklusi-
anak bisa berpartisipasi penuh dalam
difabel, secara spesi- fik memfokuskan
semua program pendi- dikan (Losert:
diri pada pendidikan inklusi bagi
2010). Ide bahwa pe- laksanaan yang
kelompok difabel. Dalam ranah
baik bagi pendidikan inklusi terlihat
pendidikan inklusi-difabel, hal
di satu bentuk penilain, yaitu
yang menjadi perhatian utama
ketidaksesuaian. Inklusi adalah
seringkali hanyalah membuka akses
ketergantungan konteks yang tinggi
pendidikan bagi anak-anak difabel,
dan melawan pendekatan pendidik-
sementara kebutuhan mereka di seko-
an yang mencoba mengaplikasikan
lah terabaikan. Hal ini tentu saja
akan membuat anak-anak tersebut
tidak mampu berkompetisi di dunia
yang
saat ini semakin kompetitif.
kehidupan anak dan latar belakang
Meskipun pendidikan untuk in-
diperhatikan dan berdasarkan sumber
dividual anak difabel telah dilakukan
dari masyarakat, rencana tindakan
di Indonesia sejak sebelum mencapai
dipetakan untuk membantu anak
kemerdekaan (Sunardi: 2007 dalam
dan orangtuanya mencapai tujuannya
Sunardi dkk: 2011), pelaksanaan
dari awal dan paralel ke dukungan
pen- didikan inklusi masih menemui
khusus, yang disediakan untuk anak
ken- dala. Orientasi baru pada
difabel. Penting untuk
pendidikan inklusi yang berlangsung
mengintegrasikan guru dan anggota
di negara berkembang telah
masyarakat melalui trai- ning
memotivasi Indo- nesia untuk
(Pfortner: 2014).
memperbaiki sistem pen- didikan
Komunitas yang yakin tentang
bagi anak difabel. Pendidikan inklusi
pendidikan inklusi, percaya bahwa
diharapkan menjadi kendaraan ideal
hidup dan belajar bersama adalah cara
untuk menyesuaikan pendidikan
hidup yang lebih baik. Semua itu
untuk semua. Namun, hanya sedikit
akan menguntungkan setiap orang,
sekolah regular yang mau menerima
karena jenis pendidikan ini dapat
anak difabel, mayoritas sekolah ini
menerima dan menanggapi setiap
menolak anak dengan difabel
kebutuhan individu siswa, sehingga
intelek- tual. Penolakan ini
sekolah men- jadi sebuah lingkungan
dikarenakan bebe- rapa alasan
belajar yang ramah bagi siswa. Di
seperti tidak tersedianya pengajar
sekolah khusus dengan sikap terbuka
yang telah di-trainning dan minimnya seperti anak di- fabel intelektual,
fasilitas bagi anak difabel intelektual diharapkan mampu mengoptimalkan
(Hadis: 2005). potensinya. Selain itu, guru reguler
Sementara di pedesaan, orangtua yang tidak menerima pelatihan guru
anak difabel berada dalam kondisi khusus, bisa belajar bagaimana
miskin, minim aksesibilitas dan jauh mengajar anak difabel (Hadis:
dari pusat rehabilitasi masupun infor- 2005).
masi tentang difabel. Menjawab Dengan melaksanakan kegiatan
kebu- tuhan ini, maka proyek RBM di Desa Ringinlarik, Keca-
Rehabilitasi Berbasis Masyarakat matan Musuk, Kabupaten Boyolali,
(RBM) diban- gun dan dilaksanakan Pusat Pengambangan Rehabilitasi
(Kuipers and Maratmo: 2011). RBM Pusat Pengembangan dan Pelatihan
dilaksanakan mengikuti pendekatan Rehabilitasi Bersumberdaya Masya-
“Twin-Track”. Langkah pertama rakat (PPRBM Solo) menginisiasi
adalah menemukan anak difabel terbentuknya Sanggar Inklusi Tunas
dulu, baru meningkat- kan Harapan. Sanggar inilah yang mem-
kesempatan untuk intervensi awal bidani terbentuknya PAUD Inklusi
melalui pekerja masyarakat dan Tersenyum.
anggota keluarga. Keadaan sekeliling
Pendidikan inklusi memerlukan
kemampuan ini para anggota
persiapan, bukan hanya uang. Peng-
sanggar berbagi ilmu sesama anggota
alaman menunjukkan bahwa suk-
dalam hal mengasuh dan mendidik
sesnya program-program pendidikan
anak difabel. Selain itu juga
inklusi telah disatukan di sekolah
dihadirkan beberapa ahli yang
komunitas yang kecil. Terkadang
membagi ilmunya, misalnya terapis,
pelibatan masyarakat menjamin ter-
tokoh masyarakat, pegiat difabel,
lemininasinya diskriminasi. Bersama
serta beberapa ahli lainnya.
dengan dukungan masyarakat, syarat
Beberapa orangtua dengan anak
lain untuk menciptakan lingkungan
difabel yang menjadi anggota di
keberagaman dan inklusif termasuk
sang- gar ini karena kebingungan
teman sebaya, tetangga di sekolah,
dalam mengasuh anak-anak mereka.
aksesibilitas (dengan sumber masya-
Ke- bingungan ini terjadi karena
rakat) dan pengajar yang telah
sanggar terletak di daerah pedesaan,
dilatih (Pfortner: 2014).
jauh dari akses informasi tentang
difabel. Selain itu, mitos-mitos yang
B. Sanggar Inklusi berkembang di masyarakat membuat
Tunas Harapan para orangtua ini semakin
Didirikan di 2013, Sanggar
kebingungan. Setelah mengenal
Inklusi Tunas Harapan merupakan
sanggar, sebagian besar me- reka
kelompok yang terdiri dari
merasa mendapatkan informasi yang
perempuan difabel, para orangtua
dibutuhkan, hal ini membuat
dengan anak difabel, dan pemerhati
mereka menjadi anggota aktif.
difabel. Sanggar yang berpusat di
Sedangkan untuk mencapai tu-
Desa Ringinlarik, Keca- matan
juan kedua, anggota sanggar diajak
Musuk, Kabupaten Boyolali ini
untuk berwirausaha. Beberapa ang-
merupakan kelompok yang diinisiasi
gota sanggar sudah memiliki keahlian
oleh PPRBM: organisasi-non peme-
dalam membuat produk, misalnya
rintah yang fokus pada isu-isu difabel.
produk makanan dan rajutan.
Anggota sanggar ini berkum-
Namun mereka terkendala pemasaran,
pul setiap lapan (1 lapan= 35 hari).
sehing- ga melalui sanggar produk
Tujuan kegiatan sanggar ada dua
ini bisa dipasarkan. Sejak berdirinya
yaitu: 1). Mencerdaskan difabel
sanggar inklusi ini, penulis telah aktif
dan para orangtua dengan anak
menjadi anggota. Di kelompok
difabel; 2). Pemberdayaan
inilah kemu- dian terlihat sosok kuat
ekonomi para anggotanya. Untuk
yang mampu pemimpin sekaligus
mencapai tujuan pertama, beberapa
penggerak difabel di Kecamatan
kegiatan yang dila- kukan adalah
Musuk. Sosok tersebut adalah Titik
penguatan kemampuan anggota
Isnaini, ketua sanggar yang sekaligus
sanggar. Dalam penguatan
menjadi ujung tombak
kegiatan pemberdayaan difabel di
Suksesnya penyelenggaraan perin-
wilayah ini.
gatan hari difabel internasional diikuti
Titik merupakan difabel paraple-
suksesnya Sanggar Inklusi Tunas Ha-
gia. Ketika masih kecil dia
rapan di wilayah Musuk. Masyarakat
kecelakaan saat digendong dan
Musuk yang mayoritas masih awam
mengalami patah tulang belakang.
dibuat terpana oleh banyaknya
Karena kondisi rumah dan
difabel yang hadir di peringatan itu.
minimnya informasi, dia tidak
Secara umum dampak suksesnya
pernah mengenyam bangku sekolah.
acara itu ada 3 terinci dalam:
Dia hanya mendapat pen- didikan
1. Masyarakat tahu keberadaan
dari keluarganya, sehingga memiliki
sanggar, sehingga secara aktif
kemampuan setara dengan rekan-
memberikan informasi kebera-
rekannya yang mengenyam bangku
daan difabel dan menjadikan
pendidikan.
sanggar sebagai rujukan perma-
Meskipun sanggar telah berjalan
salahan difabel di wilayah
selama satu tahun, dan kelompok ini
Musuk.
telah dikenal di komunitas difabel di
2. Memperkuat dukungan keluarga
area sekitarnya, namun gaungnya
Titik dan masyarakat di sekitar-
ma- sih belum terdengar hingga
nya.
kecamat- an. Baru setelah sanggar
3. Memperkuat kepercayaan diri
ini menjadi tuan rumah peringatan
anggota sanggar.
Hari Difabel Internasional di Boyolali
Informasi yang diperoleh dari
yang dilaksa- nakan 2-3 Desember
masyarakat ini ditindaklanjuti oleh
2014, masyarakat mulai mengenal
sanggar dengan pendataan difabel
keberadaan mereka. Peringatan
di wilayah Musuk. Hal ini
yang berlangsung dua hari ini
membuat sanggar memiliki aktivitas
dipusatkan di Balai Desa Ringinlarik.
tambahan. Selain melakukan
Pada tanggal 2 Desember 2014,
pertemuan setiap lapan, Titik dan
dilakukan pelatihan yang bergu- na
beberapa anggota lain berusaha
untuk memperkuat kapastitas difa-
mendata difabel yang ada di sekitar
bel. Pelatihan diikuti oleh para
mereka. Dari data ini, ditemukan
difabel anggota Forum Komunikasi
masih banyak anak difa- bel yang
Difabel Boyolali (FKDB). Puncak
disembunyikan dan tidak terakses
peringatan dilaksanakan 3
pendidikan. Temuan inilah yang
Desember 2014 pagi di lapangan
menjadi awal pemikiran untuk
Desa Ringinlarik ,yang berada
membentuk PAUD Inklusi.
tepat di samping Balai Desa. Dalam
puncak peringatan yang diisi
dengan pentas seni dan pameran ini,
setidaknya 1.000 difabel dan sejumlah
pejabat teras Boyolali hadir.
C. Pendidikan Inklusi bagi untuk dikerjakan di sela-sela men-
BS (10 tahun) dan AN dampingi anaknya. Selain Martuti,
(6 tahun) Ngatiyem yang juga anggota sanggar,
Martuti, salah satu anggota sang- mengaku masih kebingungan deng-
gar, sempat merasa kebingungan an kelanjutan pendidikan putrinya
me- nyekolahkan anaknya BS (10 yang bernama AN. Ia adalah bocah
tahun). BS merupakan difabel netra perempuan yang tahun ini berusia
yang tinggal di Desa Jemowo, tujuh tahun. AN adalah difabel netra.
Kecamatan Musuk, Kabupaten Terlahir dengan kornea mata kecil
Boyolali. Sekolah inklusi terdekat membuatnya mengalami low vision.
letaknya di Desa Suko- rame. Selain AN merupakan siswa sebuah
jarak tempuh yang cukup jauh, PAUD reguler, bukan PAUD inklusi.
medan yang dilalui cukup sulit Di seko- lah ini, Ngatinem
dengan daerah di lereng Gunung Me- menekankan pendi- dikan
rapi. Jalan yang harus ditempuh untuk kemandirian bagi putrinya, hal ini
mengantar BS setiap hari bersekolah yang dia pesankan pada guru-guru di
menurun dan berkelok-kelok, sekolah.
dengan tepian jurang menganga. Menjelang tahun ajaran baru ini,
Dengan kesulitan ini, BS terlam- Ngatinem mendiskusikan kelanjutan
bat masuk sekolah. Dia akhirnya pendidikan bagi putri keduanya.
bersekolah di SDN Jemowo 1, Kebingungan ini juga sempat diuta-
sekolah yang paling dekat dengan rakannya dalam Tea Talk “Saatnya
rumahnya, dengan pendampingan Perempuan Difabel Bersuara;
intensif dari PPRBM Solo. SDN Berbin- cang Bersama Silent Tears
Jemowo 1 me- mang bukan sekolah Australia” di Solo 27 Maret 2016
yang ditunjuk oleh pemerinah untuk lalu.
melaksanakan tugas sebagai sekolah
inklusi, tidak ada dukungan dana dan “Sekarang anak saya sudah berusia
guru pendam- ping khusus. Meski hampir 7 tahun. Pada saat usia 5 tahun
begitu, sekolah ini tetap menerapkan saya diper- kenalkan dengan sanggar
inklusi. Di sini perlahan-lahan saya dan
pendidikan yang humanis, dengan
anak saya mulai sadar bahwa saya punya
menerima beberapa siswa difabel banyak teman dan saudara yang sama
selain BS. senasib seperti anak saya. Di sanggar inilah
Karena tidak ada guru pendam- saya mengetahui dan paham apa saja yang
ping khusus, maka Martuti-lah yang dibutuhkan anak saya. Sekarang anak
saya sudah sekolah di TK reguler dan
berperan menjadi pendamping anak-
sebentar lagi masuk SD. Di sini saya mulai
nya. Setiap hari dia ikut kebingungan bagaimana nanti kelanjutan
mendampingi BS dalam proses pendidikan anak saya?”
belajarnya di seko- lah. Sambil
mendampingi, Martuti acapkali (Wawancara dengan Ngatinem, 4
membawa kerajinan tangan, April 2016 di PAUD Inklusi Terse-
nyum).
memiliki harapan tinggi agar di masa
depan tidak ada lagi difabel yang
Ibu tiga orang anak ini menye-
tidak terakses pendidikan.
butkan, tidak ingin menyekolahkan
AN di SLB. Ini dikarenakan dia D. Pendidikan Inklusi Ber-
menginginkan putrinya dapat berso- basis Masyarakat: Ham-
sialisasi di lingkungan yang memiliki batan dan Kesempatan
keberagaman. Jika bersekolah di SLB Dalam konteks Indonesia, pendi-
dimungkinkan teman-teman AN dikan inklusi memberi akses. Dalam
ada- lah difabel saja. artian, setiap anak difabel sebaiknya
masuk ke sekolah regular, sesuai deng-
“Sebagai orangtua begitu besar harapan
saya agar anak saya bisa mandiri untuk an prinsip dasar pendidikan inklusi
saat ini. Jika dia besar nanti, dia bisa bahwa “setiap anak sebaiknya belajar
berguna untuk orang lain. Dan dia bisa bersama, dimanapun memungkinkan
menunjukkan pada semua orang di luar dengan mempertimbangkan kesuli-
sana, bahwa difabel tidak selalu tan maupun perbedaan yang mereka
merepotkan. Saya bisa mela- kukan segala
punya”. Meskipun hal ini sebenarnya
sesuatu tanpa bantuan orang lain. Bahkan
sayapun bisa membantu orang lain. masih sulit dilaksanakan. Dengan
Sebagai masyarakat, saya berharap orang- kata lain, pelaksanaan pendidikan
orang di luar sana tahu bahwa difabel punya inklusi di Indonesia masih berada di
hak yang sama dengan orang-orang non- tingkat paling awal (Hadis: 2005).
difabel. Kami (orangtua anak difabel)
PAUD Inklusi Tersenyum men-
ingin seperti yang lainnya, ingin bergorga-
jadi langkah untuk mewujudkan per-
nisasi, bermasyarakat dan lain sebagainya”.
ubahan dari tingkat bawah, dimana
(Wawancara dengan Ngatinem, 4 anak-anak mampu bersosialisasi
April 2016 di PAUD Inklusi Terse- bersama anak-anak lain yang memiliki
nyum). kebutuhan berbeda. Berbaurnya
anak difabel dan non-difabel di lingkup
Penyelenggaraan pendidikan pen- didikan, empati dan kesetaraan
inklusi yang mengedepankan hak dapat terintegrasi secara optimal
asasi dan sosial model menjadi melalui per- gaulan sehari-hari.
alternatif pendidikan inklusi, di Sementara itu bagi anak difabel,
samping pen- didikan inklusi yang pergaulan yang wajar dalam kegiatan
dilaksanakan pemerintah. sehari-hari diharapkan mampu
Menyelenggarakan pen- didikan membangun kepercayaan diri serta
inklusi juga merupakan salah satu menggali potensi sejak awal.
mimpi yang dimiliki oleh Titik. Sapto Nugroho, pegiat difabel
Sebagai difabel yang tidak pernah yang mengusung ideologi kenorma-
menempuh pendidikan formal, dia lan, menyatakan bahwa selama ini
tidak terjadi pergaulan yang wajar
dibangun ruang sekolah.
antara difabel dan non-difabel, se-
Selama beberapa minggu, warga
hingga menimbulkan prasangka di
sekitar rumah Titik bergotong royong
masing-masing pihak (Putri: 2015).
membangun gedung. Warga yang
Pergaulan wajar antara difabel dan
bekerja membangun ini sama sekali
non–difabel sejak anak-anak dapat
tidak dibayar. Secara sukarela
mengikis prasangka di masing masing
mereka membantu persiapan
pihak.
sekolah. Secara bergiliran warga
Dengan memperkenalkan per-
menyelesaikan pem- buatan ruang
gaulan sehari-hari melalui proses
sekolah hingga menjadi bangunan
belajar-mengajar, maka jarak di antara
permanen. Bangunan ini sudah
difabel dan non-difabel bisa terkikis
dilengkapi dengan aksesibilitas fisik
sejak dini. Di masa depan anak-anak
yaitu ramp untuk memperlancar
inilah yang nantinya anak menyebar-
mobilitas Titik.
kan pesan inklusi pada masyarakat
Akhir nya, di tahun ajaran
luas. Dengan demikian masyarakat
2015/2016 PAUD Inklusi Tersenyum
inklusi bisa tercipta dari pesan inklusi
mulai menjalankan aktivitas belajar
yang tersebar. Selain itu, dengan
mengajar. Dari hanya empat siswa
tam- pilnya difabel ke permukaan
yang mendaftar, hingga akhir tahun
melalui proses pendidikan,
ajaran tercatat ada 12 siswa. Tiga
masyarakat akan mengetahui
diantaranya difabel intelektual dan
keberadaan mereka. Dengan
satu difabel cerebral palsy. Sekolah ini
masyarakat tahu keberadaan mereka,
dilaksanakan setiap hari Senin-Jumat
paham tentang difabilitas, maka
jam 08.00-10.00. Dengan kepala
pesan inklusi juga akan ter-
sekolah, tiga orang guru (dua dian-
sampaikan dalam jangka waktu yang
taranya difabel), satu terapis dan dua
relatif lebih singkat.
relawan (satu orangtua anak difabel,
Ketika konsep PAUD inklusi ini
satu difabel) proses belajar-mengajar
masih berada dalam tahap pemikiran,
dilakukan. Demi mengurangi kebia-
Dukungan untuk pendirian sekolah
saan anak jajan makanan yang tidak
inklusi ini mengalir dari berbagai
terjamin aman, pengurus sekolah
kalangan. Dukungan tersebut tidak
melakukan program makan bersama.
hanya berupa materi, tetapi juga
Makan bersama ini dilakukan setiap
dukungan lain. Dalam kurun waktu
selesai kegiatan belajar, salah
tidak sampai setahun, telah terkumpul
seorang guru bertugas menyediakan
dana untuk membangun gedung seko-
makanan ini, sehingga keamanannya
lah. Mardi, ayah Titik, memberikan
terjamin. Berbeda dengan PAUD
sepetak tanah berukuran kira-kira 35
reguler, sekolah ini menambahkan
m2 dari pekarangan rumahnya untuk
terapi disamping kegiatan belajar
dan ber-
main. Terapi dikhususkan bagi anak-
adalah dalam proses pembelajaran.
anak difabel yang membutuhkannya.
Pihak sekolah senantiasa menyertakan
Sekolah ini juga melibatkan peran
orang tua. Peran serta aktif orang tua
orangtua dan lingkungan sekolah se-
ini yang mendukung terlaksananya
bagai pendukung. Mengusung prinsip
pendididkan inklusi di dua sekolah ini.
pendidikan inklusi yang mengede-
Tunas Bangsa yang telah berjalan
pankan prinsip kearifan lokal, pihak
hampir lima tahun ini telah berjejaring
sekolah berusaha sebisa mungkin
dengan Pemerintah Sukoharjo. Setiap
memanfaatkan sumberdaya di sekitar-
minggu, Puskesmas Nguter menye-
nya. Misalnya belajar dengan media
diakan mobil ambulan untuk men-
bermain tanah liat.
jemput difabel yang ikut terapi. Saat
Cerita berbeda dimiliki oleh
ini, PAUD tersebut sudah memiliki
PAUD Tunas Bangsa yang terletak di
delapan pengajar dan empat terapis
Kecamatan Nguter, Kabupaten Su-
yang terdiri dari dua terapis okupasi,
koharjo. Informasi ini diperoleh dari
satu terapis wicara dan satu psikolog.
wawancara dengan Kepala Sekolah
Kegiatan PAUD bahkan sudah me-
PAUD Tunas Bangsa, Puji
rambah pada layanan penitipan anak.
Handaya- ni, pada 24 Mei 2016.
Sekolah ini juga sudah menjadi seko-
lah rujukan di dinas-dinas setempat.
“PAUD ini didirikan November 2011. Saat
ini ada sekitar 48 siswa yang datang PAUD Inklusi Tersenyum baru
setiap hari dan ya sekitar 30 difabel yang setahun berjalan, dibanding PAUD
datang setiap Kamis. Di Tunas Bangsa, Tunas Bangsa yang hampir lima
ada dua program yang dijalankan, yaitu tahun, masih ada beberapa permasa-
kegiatan PAUD yang berlangsung Senin- lahan yang perlu diselesaikan guna
Jumat dan kegiatan sanggar yaitu setiap
meningkatkan kualitas pendidikan.
Kamis”
Permasalahan itu adalah:
Berbeda dari PAUD Inklusi
1. Kebutuhan peningkatan
Ter- senyum yang diawali dari
kapasitas pengelola
kegiatan sanggar, Tunas Bangsa
Sebagian besar pengelola PAUD
membentuk sanggar setelah kegiatan
tidak memiliki latar belakang pendi-
berjalan lebih setengah tahun, pada
dikan yang sesuai. Hal ini membuat
Maret 2012. Akan tetapi, kedua
mereka merasa kurang percaya diri
PAUD ini memiliki latar belakang
dan butuh peningkatan kemampuan.
yang sama, yaitu berawal dari
Selain itu, mereka masih kebingun-
rintisan oleh Orga- nisasi Non
gan dalam menghadapi anak difabel.
Pemerintah (Ornop) dan berawal
Beberapa anak difabel memiliki ke-
dari RBM. Tunas Bangsa berawal
biasaan seperti harus ditunggu gurun-
dari dorongan Karinakas. Hal lain
yang sama dari kedua PAUD ini
ya kemana-mana. Awalnya sulit
membuktikan bahwa pendidikan
diajak masuk kelas, dan kebiasaan
inklusi yang baik dan berkualitas bisa
lain yang membuat guru
dibuat dengan biaya rendah. Ini
kebingungan. Kebutu- han
tentu saja bertentangan dengan
peningkatan kapasitas lain adalah
pandangan umum bahwa pendidikan
kemampuan di bidang informasi dan
inklusi yang baik selalu linear dengan
teknologi. Kemampuan ini berguna
jumlah uang yang dikeluarkan. Hal
untuk mensosialisasikan keberadaan
yang perlu menjadi perhatian adalah
PAUD ke masyarakat umum.
menjaga kelangsungan PAUD.
Selama ini ke- berlangsungan
2. Legalitas PAUD
PAUD tergantung pada pemimpin
Perijinan PUAD dibutuhkan,
yang mampu menjadi motor
selain untuk mengakses program-
penggerak lembaga pendidik- an.
program pemerintah, juga untuk
Sementara kebutuhan pendidikan
pen- gakuan pemerintah akan
bagi difabel tidak hanya sekarang
keberadaan PAUD. Proposal
saja tetapi juga di masa depan.
perijinan PAUD saat ini tengah
dalam proses. Tugas selanjutnya
Daftar Pustaka
adalah meningkatkan ke- mampuan
Buku, Jurnal, Penelitian, dan Ma-
komunikasi guna mengawal proses
jalah
perijinan ini. Alfian (2013). “Pendidikan Inklusif
di Indonesia”, Jurnal IAIN Jambi
E. Kesimpulan Vol 4.
Pelaksanaan pendidikan inklusi Forlin, C dkk (2013). Inclusive Edu-
yang ada di Indonesia belum mampu cation for Student with Disabilities:
menjawab kebutuhan pendidikan
a Review of the Best Evidence in
un- tuk difabel, bahkan terkesan
Relation to Theory and Practice.
semata- mata proyek eksperimen. The Australian Research Alliance
Padahal banyak uang yang telah for Children and Youth
dikeluarkan pemerintah. PAUD (ARACY).
Inklusi Terse- nyum dan PAUD Hadis, Fawzia Aswin (2005).
Tunas Bangsa lahir di tengah-tengah Toward Inclusive, Inclusive
masyarakat guna menjawab Education in Indo- nesia: a Country
tantangan kebutuhan pen- didikan Report. Presented at Seisa
untuk anak difabel, berbeda dengan University Ashibetsu-shi
sekolah inklusi yang selama ini ada. Hokkaido, Japan.
Hal ini menggambarkan bahwa pola Firdaus, E (2010). “Pendidikan
pendidikan inklusif bisa menjadi Inklusi dan Implementasinya di
alternatif bagi peningkatan kualitas Indone- sia”. Disampaikan dalam
pendidikan difabel. Seminar Pendidikan Nasional di
Kedua lembaga pendidikan bisa Univer- sitas Negeri Jendral
Soedirman
(UNSOED) pada 24 Januari
Stubbs, S (2002), Inclusive Education
2010. Losert, L (2010). Best
Where There Are Few Sources. The
Practices of In- clusive Education for
Atlas Alliance: Oslo.
Children with Disabilities: Application
Sunardi, dkk (2011). “The Imple-
for Program Design in The Europe and
mentation of Inclusive Education
Euroasia
for Student with Special Need
Region. USAID.
in Indonesia”, Excellence in
Kuipers, P and Maratmo, J (2011).
Higher Education Vol. 2 No. 1.
“A Low-intensity Approach for
Shakespeare, T and Watson, N
Early Intervention and Detec-
(2002). “The Social Model of
tion of Childhood Disability in
Disability: and Outdated
Central Java: Long-term Findings
Ideology?”, Jurnal Research in
and Implications for Inclusive
Social Science and Disa- bility Vol.
Development”, Jurnal Disability, 2.
CBR & Inclusive Development, United Nations Children’s Fund
Desember 2011, Vol. 22 Issue 3. (2011), The Right of Children
Pfotner, K (2014). “Community-based with Disabilities to Education: A
Inclusive Education: Best Practi- Rights- Based Approach to Inclusive
ces fro Nicaragua, El Salvador, Educa- tion. Jenewa: UNICEF.
Guatemala and Honduras”. Internet
Jurnal Disability, CBR & Inclusive Astuti, P (2013). “Paradigma Pendi-
Deve- lopment, 2014, Vol. 25. dikan Inklusi: Antara Ideal dan
Rioux, M. H (2011). “Disability Kenyataan”, www.solider.or.id.
Rights and Change in A Global Nawawi, A (2010). “Pendidikan
Perspective”. Jurnal Sport in
Inklu- sif Bagi Anak Low Vision”,
Society Vol. 14, No. 9, diambil dari
November 2011,
http://file.upi.edu/Direkto-
1094–1098.
ri/FIP/JUR._PEND._LUAR_
Rogers, C (2007). “Experiencing an
BIASA/195412071981121-AH-
'Inclusive' Education: Parents
MAD_NAWAWI/PENDIDIK-
and Their Children with Special
AN_INKLUSIF_BAGI_ANAK_
Educational Needs”, British Jour-
LV.pdf .
nal of Sociology of Education, Vol.
Putri, I (2015). “Workshop
28, No. 1.
Pembebas- an Stigma Difabel:
Slee, R (2007). “Inclusive Education?
Bongkar Ideo- logi Kenormalan”,
This Must Signify 'New Times'
retrieved from
in Educational Research”, British
http://solider.or.id/2015/01/25/
Journal of Educational Studies, Vol.
workshop-pembebasan-stigma-
46, No. 4.
difabel-bongkar-ideologi-kenor-
malan.
Tsaputra, A (2013), “Inclusive Edu-
cation for Children with Disa-
bilities in Indonesia: Dilemma
and Suitable Framework for In-
donesian Context”, diambil dari
http://www.australiaawardsindo.
or.id/files/arg/ARTICLE%20
FOR%20ARG%20BULLETIN-
ANTONI.pdf
The World Bank (2016), Overview,
diambil dari http://www.world-
bank.org/en/topic/disability/
overview.
The United Nations: Convention on
The Rights of Persons With Disa-
bilities, diambil dari http://www.
un.org/disabilities/convention/
conventionfull.shtml.
JURNAL DIFABEL, Volume 3, | No 3, 2016 67

Refleksi Implementasi
Pendidikan Inklusif di
Indonesia

Munawir Yusuf
Dosen PLB FKIP Universitas Sebelas Maret Email:
munawir_uns@yahoo.co.id

Abstak

L
ebih dari satu abad, pendidikan bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
di Indonesia diselenggarakan secara segregatif dalam bentuk satuan
pendi- dikan khusus, yang selanjutnya dikenal dengan sebutan Sekolah
Luar Biasa
(SLB). Sejak diberlakukan UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Na-
sional, pendidikan bagi ABK lebih diperluas lagi. Tidak hanya diselenggarakan di
sekolah khusus, tetapi juga dapat diselenggarakan di sekolah umum secara inklusif.
Kebijakan penyelenggaraan pendidikan inklusif di Indonesia, pada awalnya lebih
ditujukan kepada upaya pemenuhan wajib belajar bagi ABK pada jenjang pendi-
dikan dasar. Dalam perkembangannya, telah memasuki lingkup yang lebih luas,
yaitu ke pendidikan menengah, dan bahkan ke jenjang pendidikan tinggi.
Beberapa perguruan tinggi mulai memberikan kesempatan yang lebih luas dan
terbuka kepa- da ABK untuk dapat diterima belajar di perguruan tinggi.
Fenomena pendidikan inklusif di Indonesia sekarang telah memasuki era
pembudayaan. Tidak hanya di tingkat satuan pendidikan, akan tetapi juga di
beberapa Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), seperti Dinas Pekerjaan
Umum, Dinas Perhubungan dan Trans- portasi, Dinas Sosial, Kantor
Kementerian Agama, Dinas Kesehatan, bahkan juga Bappeda. Mereka telah
memasukkan isu inklusi sebagai salah satu program yang harus dilaksanakan.
Beberapa telaah atas hasil riset mutakhir di bidang inklusi di Indonesia
menunjukkan bahwa telah terjadi pergeseran pemahaman, sikap dan perilaku
warga sekolah terhadap pendidikan inklusif.

Kata kunci: Pendidikan Inklusif; Anak Berkebutuhan Khusus; Paradigma Medis; Para-
digma Sosial
A. Pendahuluan diambil untuk
Refleksi tentang implementasi
pendidikan inklusif di Indonesia,
perlu dilakukan. Hal ini penting
untuk mengetahui permasalahan
yang ada dan mencari solusi terbaik
yang perlu dilakukan. Tulisan ini
merupakan sebuah refleksi
berdasarkan bebera- pa hasil riset
lapangan di Indonesia terkait dengan
pendidikan inklusif. Selama
beberapa dasawarsa terakhir, banyak
upaya yang dilakukan dunia untuk
menciptakan pendidikan uni- versal
dalam rangka pemenuhan hak dasar
pendidikan bagi semua anak. Pada
tahun 1980-an, pertumbuhan
pendidikan universal tidak hanya
melambat, tetapi di banyak negara
bahkan berbalik arah. Diakui bahwa
‘pendidikan untuk semua’ tidak
terjadi secara otomatis (Stubbs:
2002).
Deklarasi Dunia Jomtien 1990 di
Thailand tentang pendidikan untuk
semua, mencoba menjawab tantang-
an yang ada dengan melangkah lebih
jauh dari sekedar Deklarasi
Universal Hak Asasi Manusia
(DUHAM). Diny- atakan bahwa
terdapat kesenjangan pendidikan,
kelompok tertentu rentan akan
diskriminasi dan ekslusi, yaitu anak
perempuan, orang miskin, anak
jalanan dan anak pekerja, penduduk
pedesaan dan daerah terpencil, etnis
minoritas dan kelompok-kelompok
lainnya termasuk penyandang difa-
bel. Dalam Pasal II ayat (5)
Jomtien dipertegas bahwa “langkah-
langkah yang diperlukan perlu
memberikan akses pendidikan yang (Stubbs: 2002).
sama kepada setiap kategori Penegasan Salamanca tersebut
penyandang difabel sebagai bagian memberikan landasan yang kuat
yang integral dari sistem terhadap gerakan menuju pendidik-
pendidikan” (Stubbs: 2002). an inklusif, termasuk di Indonesia.
Instrumen internasional
yang mendorong gerakan
menuju pen- didikan inklusif,
terus digulirkan. Tahun 1994
dikeluarkan Pernyataan Salamca
dan Kerangka Aksi tentang
Pendidikan Kebutuhan Khusus,
yang hingga saat ini masih
merupakan do- kumen
internasional utama tentang
prinsip-prinsip dan praktik
pendidikan inklusif. Beberapa
konsep inti inklusi dari
pernyataan Salamanca, antara
lain: (1) Anak-anak memiliki
kebera- gaman yang luas dalam
karakteristik dan kebutuhannya;
(2) Perbedaan itu normal
adanya; (3) Sekolah perlu
mengakomodasi semua anak;
(4) Anak penyandang cacat
seyogyanya bersekolah di
lingkungan sekitar tem- pat
tinggalnya; (5) Partisipasi
masya- rakat itu sangat penting
bagi inklusi;
(6) Pengajaran yang terpusat pada
diri anak merupakan inti dari
inklusi; (7) Kurikulum yang
fleksibel seyogyanya
disesuaikan dengan anak,
bukan kebalikannya; (8) Sekolah
inklusif memberikan manfaat
untuk semua anak karena
membantu menciptakan
masyarakat yang inklusif; (9)
Inklusi meningkatkan efisiensi
dan efektivitas biaya pendidikan
Lebih lanjut disebutkan dalam Pasal
pemahaman tentang pendidikan inklu-
2 bahwa: ”Sekolah regular dengan
sif di kalangan pemangku kepentingan
orientasi inklusif merupakan cara yang
pendidikan sangat penting. Sebab
paling efek- tif untuk memerangi sikap
jika hal ini masih difahami berbeda,
diskriminatif, menciptakan masyarakat
maka sikapnya juga akan berbeda,
yang terbuka, membangun suatu
dan akibatnya perilakunya juga akan
masyarakat inklusif dan mencapai
berbeda. UU No. 20 tahun 2003
pendidikan untuk semua, lebih dari itu
tentang Sistem Pendidikan Nasional
sekolah inklusif memberikan pendidikan
mengamanatkan bahwa pendidikan
yang efektif kepada mayoritas anak dan
bagi anak yang mengalami hambatan
meningkatkan efisiensi, sehingga
belajar karena kelainan fisik, mental,
menekan biaya untuk keseluruhan sistem
intelektual, emosi dan sosial atau
pendidikan.”
yang memiliki potensi potensi
Pendidikan inklusif merupakan
kecerdasan dan bakat istimewa,
salah satu cara dalam mengatasi
diselenggarakan secara inklusif atau
hambatan dalam mendapatkan akses
berupa satuan pen- didikan khusus
pendidikan bagi anak-anak termarjin-
(penjelasan Pasal. 15). Sesuai dengan
alkan, termasuk Anak Berkebutuhan
Peraturan Menteri Pendidikan
Khusus (ABK). Melalui pendidikan
Nasional No. 70 tahun 2009,
inklusif diharapkan dapat memperluas
pendidikan inklusif adalah sistem
dan meningkatkan angka partisipasi
penyelenggaraan pendidikan yang
pendidikan bagi ABK. Dengan pen-
memberikan kesempatan kepada
didikan inklusif juga diharapkan
semua peserta didik yang memiliki
terjadi interaksi sosial dan akademik
kelainan dan memiliki potensi kecer-
yang baik antara ABK dengan
dasan dan/ atau bakat istimewa
anak- anak lain pada umumnya,
untuk mengikuti pendidikan atau
dalam setting lingkungan sekolah
pembela- jaran dalam satu
dan pem- belajaran yang ramah
lingkungan pendi- dikan secara
terhadap semua anak.
bersama-sama dengan peserta didik
Konsekuensinya adalah bahwa
pada umumnya (Pasal 1). Salah satu
dengan pendidikan inklusif, sekolah
tujuan pendidikan inklusif
perlu menciptakan suasana sekolah
dikembangkan di Indonesia adalah
dan pembelajaran yang adaptif dan
“mewujudkan penyelenggaraan pendi-
aksesibel bagi semua anak. Praktik
dikan yang menghargai
di lapangan seperti apa, perlu dikaji
keanekaragaman dan tidak diskriminatif
secara mendalam.
bagi semua peserta
didik” (Pasal 2).
B. Konsep
Pendidikan inklusif pada dasar-
Pendidikan Inklusif
nya adalah sebuah evolusi, yakni pro-
Sebagai sebuah paradigma baru,
ses perubahan paradigma
pendidikan bagi ABK, dari
paradigma segregatif,
integratif dan inklusif. Paradigma
pada umumnya. Karena itu solusinya
segregatif memandang ABK sebagai
adalah setiap anak harus diberikan
sumber hambatan, karena itu pendi-
kebebasan untuk dapat mengikuti
dikan bagi ABK harus dipisahkan
pendidikan secara terintegrasi di se-
dari anak lain yang sebaya. Dalam
kolah reguler. Paradigma integratif ini
perspek- tif keilmuan PLB, model
mendorong lahirnya integrasi fisik dan
pendidikan segregatif dikenal dengan
sosial yang sangat membantu ABK
pendekatan medis (Barnes &
dalam mengembangkan kemandirian
Mercer: 2003).
dalam kehidupan sehari-hari.
Anak-anak penyandang disa-
Paradigma integratif ternyata juga
bilitas dipandang sebagai problem
masih menghadapi persoalan. Hal ini
medis sebagai akibat kekurangan
disebabkan karena pendekatan ini
atau kerusakan fisik dan mental
hanya mengintegrasikan ABK secara
(impairment) dan karenanya mereka
fisik dan sosial, tetapi belum secara
harus “disembuhkan”. Pandangan
akademik. Gerakan baru muncul
tersebut dikenal dengan istilah “perso-
seki- tar tahun 1976. Union of the
nal tragedy theory, individual model
Physically Impaired Against Segregation
atau medical model” (Oliver: 1990,
(UPIAS) sebuah organisasi para
Barnes & Mercer: 2003). Inti dari
difabel Inggris, mengusung ide baru
pandangan medis tersebut adalah (1)
bahwa disabilitas adalah problem
Disabilitas merupakan problem pada
yang diakibatkan oleh hambatan-
level indi- vidu (individual model); (2)
hambatan lingkungan dan sosial
Disabilitas disamakan dengan
(social barriers). Disabilitas adalah
kekurangan atau keterbatasan fisik/
keterbatasan aktivitas yang
mental (impair- ment); dan (3) Solusi
disebabkan oleh karena pengaturan/
yang dianggap paling tepat untuk
pengorganisasian masyarakat kontem-
mengatasi disabili- tas adalah
porer yang tidak atau sangat sedikit
intervensi medis, psikologis dan
mempertimbangkan individu yang
psikiatris.
memiliki kekurangan fisik, dan bah-
Paradigma integratif muncul se-
kan kemudian mengucilkan mereka
bagai sebuah protes atas ketidakadilan
dari aktivitas sosial (UPIAS dalam
dan perlakuan diskriminatif akibat
Ro’fah, dkk: 2010).
pandangan medis terhadap disabilitas.
Persepsi UPIAS ini kemudian
Adalah tindakan diskriminatif, jika
dikembangkan lebih lanjut oleh ilmu-
ada anak hanya karena mengalami
wan-ilmuwan penyandang disabilitas
disabilitas kemudian harus dipisahkan
di Inggris, di antaranya adalah
dari komunitas sebaya. Mereka pasti
Micha- el Oliver (1990) dan Colin
akan kehilangan kesempatan untuk
Barnes (2003), sehingga menjadi
dapat bersosialisasi, berinteraksi,
sebuah pendekatan baru yang
dan bergaul bebas dengan sesama
kemudian
anak
dikenal luas dengan istilah “Social Melalui assessment profesional,
Model of Disability”. Pendekatan baru kurikulum dan pembelajaran yang
meyakini bahwa faktor-faktor ling- diadaptasi, sistem penilaian yang adil,
kungan dan pengorganisasian sosial
serta media dan sarana prasarana
merupakan kunci pendidikan bagi
yang disesuaikan, maka setiap anak
penyandang disabilitas (ABK). Jika
akan dapat mengikuti pendidikan
kondisi lingkungan dan pengorgani-
yang layak dan bermutu dalam
sasian sosial dapat diubah sedemikian
setting pendidikan inklusif (Yusuf:
rupa sehingga memungkinkan setiap
2009). Dengan demikian pendidikan
anak mendapatkan akses dan pela-
inklu- sif tidak saja bernilai penting
yanan pendidikan yang sesuai dan
untuk pemerataan pendidikan, akan
layak, maka ABK akan tumbuh dan
tetapi juga mutu dan relevansi
berkembang secara optimal seperti
pendidikan.
anak-anak lain pada umumnya.
Diny- atakan bahwa “all children are
C. Pendidikan Inklusif da-
enriched by having the opportunity to
lam Praktik
learn from one another, grow to care for
Pendidikan inklusif telah menga-
one another, and gain the attitudes,
lami kemajuan yang pesat di seluruh
skills, and values necessary for our
dunia. Dari berbagai sumber
communities to support the inclusion of
diketahui bahwa negara-negara
all citizens.” (Stainback & Stainback:
Selatan, 90-98% anak-anak dengan
1996).
disabilitas (selanjut- nya disebut anak
Lahirnya paradigma pendekatan
berkebutuhan khusus atau ABK), telah
sosial dalam pelayanan pendidik-
mengikuti pendidik- an secara
an bagi semua anak, menjadi salah
inklusif. Hanya sebagian kecil, 2-10%
satu titik tolak kelahiran pendidikan
ABK mengikuti pendidik- an secara
inklusif. Pendidikan inklusif adalah
segregatif di sekolah khusus atau
sistem pendidikan yang memberikan
Sekolah Luar Biasa (SLB). Model
kesempatan yang sama kepada
pendidikan inklusif diyakini dapat
semua anak untuk dapat belajar
menjadi salah satu kebijakan dalam
bersama, meskipun dengan tuntutan
implementasi konsep Education for
kuriku- lum dan pembelajaran yang
All (Miles & Singal: 2010).
berbeda. Pendidikan inklusif
Di Indonesia, pendidikan bagi
merupakan filo- sofi dan sekaligus
anak berkebutuhan khusus (ABK)
metodologi dalam mewujudkan
baru menjangkau sekitar 35%, sisanya
sebuah lingkungan sosial dan
sekitar 65%, belum mendapatkan ak-
pendidikan. Hal itu memungkin- kan
ses pendidikan (Wamendikbud: 2012).
semua anak akan mendapatkan
Dari jumlah tersebut, sekitar 12%
pelayanan yang sesuai dengan kebu-
bersekolah di sekolah reguler secara
tuhan masing-masing individu.
inklusif dan sisanya sekitar 88% ber-
sekolah di Sekolah Luar Biasa
dang Cacat yang kemudian berubah
(Yusuf: 2012). Sesuai dengan UU
menjadi Undang-Undang
No. 20 ta- hun 2003 tentang Sistem
Penyandang Disabilitas, Undang-
Pendidikan Nasional; warga negara
Undang Perlin- dungan Anak,
yang memiliki kelainan fisik, mental,
Peraturan Pemerintah, sampai
intelektual, emosi dan sosial, serta
Peraturan Menteri yang meng- atur
memiliki po- tensi kecerdasan dan
secara teknis tentang pelaksanaan
bakat istimewa, berhak
pendidikan inklusif. Di tingkat pro-
mendapatkan pendidikan khusus.
vinsi dan kabupaten/ kota, juga dite-
Pendidikan khusus disediakan bagi
mukan bahwa telah banyak
ABK di sekolah khusus atau di
gubernur, bupati dan walikota di
sekolah reguler secara inklusif.
Indonesia, yang telah mengeluarkan
Implikasi dari peraturan perun-
regulasi terkait dengan pendidikan
dang-undangan yang memungkinkan
inklusif.
ABK mengikuti pendidikan secara
Melalui program yang dikem-
inklusif di sekolah reguler, menuntut
bangkan oleh Direktorat Pembinaan
kesiapan semua warga sekolah
Pendidikan Khusus dan Layanan
(kepala sekolah, guru, orangtua,
Khusus Pendidikan Dasar, mampu
siswa ABK dan siswa non ABK).
mendorong tumbuhnya budaya pen-
Hal ini dise- babkan karena dalam
didikan inklusif di setiap provinsi
implementasi pendidikan inklusif,
dan kab/ kota di seluruh Indonesia.
banyak hal yang harus dilakukan
Sampai dengan tahun 2015, setidak-
penyesuaian, yang salah satunya
nya tujuh provinsi (DKI, Jabar,
adalah penyesuaian pada manajemen
Jateng, Jatim, DIY, Kalsel, dan
sekolah. Manajemen sekolah ini
Sumbar) telah memiliki peraturan
sangat penting karena ia berkaitan
gubernur tentang pendidikan
dengan perencanaan,
inklusif. Demikian juga di tingkat
pengorganisasian, pelaksanaan dan
kab/ kota, setidaknya ada 60 kab/
pengendalian (Terry & Rue: 2009).
kota telah mengembangkan progam
Fenomena pendidikan inklusif di
pembudayaan pendidikan inklusif,
Indonesia dapat ditelusuri melalui dua
yang salah satu indikatornya adalah
hal (1) Regulasi yang
adanya regulasi daerah tentang
menggambarkan kebijakan, dan (2)
pendidikan inkusif. Dengan regulasi
Riset lapangan yang menggambarkan
yang mengatur tentang pendidikan
pendidikan inklusif dalam praktik di
inklusif di tingkat provinsi dan kab/
lapangan. Dari segi kebijakan,
kota, mendorong peran pemerintah
pendidikan inklusif di In- donesia
provinsi dan pemerintah daerah secara
telah memiliki regulasi yang sangat
terpadu dengan melibatkan hampir
kuat. Mulai dari UUD 1945,
semua Satuan Kerja Perangkat
Undang-Undang Sistem Pendidikan
Daerah (SKPD). Mereka secara
Nasional, Undang-Undang Penyan-
bersama-sama mengambil peran
dalam mengem-
bangkan pendidikan inklusif di daerah
pemerintah daerah, perguruan
sesuai dengan kewenangan masing-
tinggi, perusahaan/ industri,
masing.
organisasi so- sial, LSM, orangtua,
Survei yang dilakukan di enam
sekolah, maupun perorangan.
kab/ kota di Jawa Tengah dan
Kepada mereka-mereka yang
Jawa Timur, antara lain menemukan
memiliki kepedulian dan komitmen
fe- nomena yang cukup menarik
yang luar biasa terhadap pendidikan
(Yusuf dkk: 2015): (1) Program
inklusif, pemerintah daerah perlu
pembudayaan pendidikan inklusif
memberikan apresiasi melalui peng-
berbasis provinsi/ kab/ kota terbukti
hargaan dan insentif khusus yang di-
mampu menum- buhkan kekuatan-
berikan secara periodik secara selektif.
kekuatan dan poten- si lokal yang
Semua ini menggambarkan bahwa
berujung pada dukungan terhadap
perkembangan pendidikan inklusif di
pendiikan inklusif. Kekuatan dan
Indonesia telah mengalami kemajuan
potensi lokal tersebut antara lain
yang sangat berarti. Fenomena lain
forum-forum atau paguyuban
tentang pendidikan inklusif ternyata
sekolah inklusi, guru pembimbing
telah merambah ke dunia pendidikan
khusus dan sejenisnya, keberadaan
tinggi. Setidaknya delapan perguruan
Asosiasi Profesi Pendidikan Khusus
tinggi negeri besar di Indonesia se-
Indonesia, lahirnya lembaga
perti UPI, UNJ, UNS, UNESA, UI,
supporting pendidikan inklusif di ITS, UNAIR, dan UIN Sunan Kali-
daerah seperti Assessment Center/ jaga Yogyakarta, telah menunjukkan
Resource Center, Pusat Layanan Autis, langkah-langkah konkrit dalam rangka
sekolah-sekolah inklusi percontohan, menerapkan pendidikan inklusif di
SLB-SLB seba- gai pusat sumber, perguruan tinggi. Semua perguruan
pemanfaatan dana CSR Industri, tinggi tersebut telah mendapatkan
dan bahkan mampu mendorong ‘award’ dari pemerintah pusat sebagai
perkembangan IPTEK melalui riset perguruan tinggi yang peduli
dan kajian-kajian pendi- dikan tehadap ABK melalui pendidikan
inklusif oleh Perguruan Tinggi. inklusif.
Karena itu pemerintah daerah perlu
mendorong dan mengoptimalkan D. Refleksi Berdasarkan
serta mengembangkan pusat-pusat ke- Hasil Riset Lapangan
unggulan daerah yang dapat dijadikan Dari segi riset, untuk memotret
penggerak pengembangan pendidikan pendidikan inklusif dalam praktik,
inklusif. (2) Program pembudayaan sebenarnya telah banyak dilakukan
pendidikan inklusif berbasis provin- di Indonesia. Dari berbagai riset
si/ kab/ kota, juga terbukti mampu yang ada, telah terjadi pergeseran
mendorong peran aktif masyarakat pemahaman, sikap dan praktik yang
luas, baik lintas SKPD di tingkat
semakin maju dalam pendidikan
(60.7%) tinggi. Dalam hal sikap res-
inklusif. Meskipun harus diakui
ponden terhadap pendidikan
masih banyak kekurangan dalam
inklusif, diperoleh data 172 orang
praktik, namun dari temuan
(65.6%) kategori sedang, dan sisanya
beberapa riset menunjukkan adanya
90 orang (34.4%) kategori tinggi.
kecenderung- an semakin membaik.
Sementara itu mengenai perilaku
Dari sebuah hasil studi, antara lain
inklusif responden ditemukan 58
menemukan permasalahan dalam
orang (22.1%) rendah,
implementasi pendidikan inklusif 99 orang (37.7%) sedang, dan sisanya
sebagai berikut (Yusuf: 2014) (1) 105 orang (40.2%) kategori tinggi.
Implementasi pen- didikan inklusif Temuan ini menunjukkan bahwa
di SD pada saat ini belum sesuai masih belum ada pemahaman yang
dengan kriteria yang diharapkan; (2) sama antar komponen warga sekolah
Kinerja kepala sekolah dan guru dalam mempersepsi dan memahami
dalam pendidikan inklusif termasuk pendidikan inklusif. Demikian juga
kategori sedang. Respon komite dalam hal sikap terhadap pendidik-
sekolah, siswa ABK dan siswa non an inklusif, belum semuanya positif,
ABK terhadap pendidikan inklu- sif, sehingga berakibat masih ada sekitar
termasuk kategori baik; (3) Fungsi 22.1% yang berperilaku rendah dan
manajemen pendidikan inklusif belum 37.7% berperilaku sedang terhadap
dijalankan secara memadai berdasar- pendidikan inklusif.
kan aspek manajemen sekolah.
Beberapa kasus hasil telaah lapa-
2. Keterlibatan Kepala Sekolah da-
ngan terhadap kepala sekolah, guru
lam Praktik Pendidikan Inklusif
kelas, guru pembimbing khusus, dan
Kepala Sekolah memiliki peran
komite sekolah dalam hal
yang sangat penting dalam imple-
pendidikan inklusif, yang penulis
mentasi pendidikan inklusif. Kepala
lakukan pada tahun 2014 di wilayah
Sekolah sebagai manajer, dapat
Surakarta, diperoleh gambaran
dilihat perannya dalam berbagai
sebagai berikut:
aspek. Hasil riset tentang keterlibatan
kepala seko- lah dalam pendidikan
1. Pengetahuan, Sikap dan Perilaku
inklusif diukur dengan 10 indikator
Inklusif
perilaku, yaitu (Yusuf: 2014): (1)
Pengetahuan dan pemahaman
Merencanakan; (2)
(kepala sekolah, komite sekolah, guru
Mendelegasikan; (3) Mengkoordinasi-
kelas dan guru pembimbing khusus)
kan dan mengarahkan; (4) Mengalo-
dengan jumlah responden 262 orang,
kasikan pendanaan; (5)
diketahui secara umum berada
Menyediakan guru pembimbing
dalam kategori sedang dan tinggi,
khusus; (6) Menye- diakan sarana
yaitu 103 orang (39.3%) sedang, dan
prasarana khusus; (7) Melakukan
159 orang
monitoring dan supervisi;
(8) Melakukan evaluasi; (9) Menjalin
dalam penilaian pembelajaran; (8)
kerjasama, dan (10) Melaporkan
Melakukan remedial; (9) Membuat
hasil. Berdasarkan 10 indikator yang
administrasi siswa; (10) Pembelajar-
diukur tersebut, rata-rata peran
an kompensatoris; (11) Melibatkan
kepala seko- lah berada pada
orangtua ABK; (12) Mengembang-
sekitar 70%.
kan bakat khusus; (13) Melakukan
pendampingan intensif ABK; (14)
3. Keterlibatan Guru Kelas Mendampingi kelanjutan studi ABK;
Keterlibatan guru kelas dalam dan (15) Menyusun laporan kemajuan
pendidikan inklusif diukur dengan belajar ABK. Hasil penelitian ternyata
menggunakan 10 indikator, yaitu: juga belum cukup menggembirakan
(1) Identifikasi dan assessment; (2) peran dan fungsi guru pembimbing
Menyusun RPP/ PPI; (3) Melakukan khusus sebagaimana yang diharapkan.
modifikasi pembelajaran; (4) Me- Secara umum menunjukkan angka
ngembangkan materi pembelajaran yang beragam, dengan skor terendah
khusus; (5) Modifikasi media belajar; 6.9 (69%) dan tetinggi 8.1 (81%).
(6) Modifikasi penilaian; (7) Melaku- Rata-rata skor keterlibatan guru pem-
kan remedial; (8) Mengadministra- bimbing khusus adalah sekitar 75%.
sikan; (9) Pelibatan orangtua, dan
(10) pengembangan diri ABK. Hasil 5. Keterlibatan Komite Sekolah
penelitian menunjukkan bahwa skor Keterlibatan komite sekolah da-
capaian guru kelas berkisar antara 7.0 lam pendidikan inklusif diukur deng-
(70%) terendah dan 7.8 (78%) terting- an 10 indikator, yaitu: (1) Perenca-
gi. Rata-rata yang dicapai guru kelas naan; (2) Pengorganisasian dan pende-
adalah 74%. legasian; (3) Pelaksanaan program; (4)
Dukungan pikiran dan pengetahuan;
4. Keterlibatan Guru Pembimbing (5) Dukungan tenaga dan sarana pra-
Khusus sarana; (6) Dukungan pembiayaan
Peran guru pembimbing khusus khusus; (7) Dukungan akses; (8) Mela-
dalam pendidikan inklusif diukur kukan sosialisasi; (9) Monitoring dan
dengan 15 indikator, yaitu: (1) supervisi; (10) Melakukan evaluasi.
Mela- kukan identifikasi dana Hasil penelitian menunjukkan bahwa
assessment; (2) Menyusun PPI; (3) skor terendah 6.2 (62%) dan
Membantu guru kelas dalam tertinggi 7.7 (77%), dengan rata-rata
pemilihan materi; (4) Membantu 6.9 (69%). Hasil penelitian yang
guru kelas dalam pemili- han media; digambar- kan di atas, jika
(5) Membantu guru kelas dalam dibandingkan deng- an temuan riset
pemilihan alat; (6) Membantu guru sebelumnya, telah menunjukkan
kelas dalam pelaksanaan pem- kemajuan yang cukup
belajaran; (7) Membantu guru kelas
berarti. Baik kepala sekolah, guru
sedang dan tinggi.
kelas, guru pembimbing khusus, mau-
Hal ini disebabkan karena berba-
pun komite sekolah, memperlihatan
gai faktor, pemahaman yang relatif
peran yang cukup baik, meskipun
lebih baik karena sosialisasi yang
masih jauh dari yang diharapkan.
semakin intensif, fasilitas pendukung
Pada tahun 2010, muncul sebuah pe-
yang semakin bertambah karena du-
nelitian tentang sumbangan sekolah
kungan pemerintah yang semakin
inklusi terhadap peningkatan Angka
baik, serta pelayanan terhadap ABK
Partisipasi Murni (APM) pendidikan
yang lebih terukur dan sistematis. Ini
bagi ABK. Dari hasil riset tersebut
ditengarai sebagai akibat seringnya
diketahui bahwa keberadaan sekolah
mendapatkan pelatihan-pelatihan dari
inklusi dalam tahun 2009/2010 mam-
pemerintah maupun perguruan tinggi.
pu menampung sekitar 13% dari total
Hasil penelitian ini menggambarkan
siswa SD Inklusi, atau sekitar 1.173
bahwa meskipun dalam praktik di
siswa ABK (Yusuf dan Indianto:
lapangan pendidikan inklusif masih
2010). Jumlah ini melebihi jumlah
menghadapi permasalahan, namun
siswa SLB yang ada di Kabupaten
dari tahun ke tahun menunjukkan
Boyolali pada saat itu.
kemajuan yang cukup baik. Hal ini
Pada tahun 2011, ada juga pe-
se- jalan dengan tingkat kemajuan
nelitian terkait dengan implementasi
pema- haman responden tentang
pendidikan inklusif di Indonesia.
pendidikan inklusif. Apabila hal
Dari 183 sekolah inklusi yang diteliti
positif ini dapat dipelihara dan dijaga
dari beberapa provinsi, antara lain
dengan baik, maka akan menjadi
ditemukan bahwa implementasi pen-
modal yang sangat penting untuk
didikan inklusif di setiap sekolah sang-
memajukan pendidikan inklusif di
at beragam. Masih jauh dari standar
kemudian hari.
penyelenggaraan pendidikan inklusif
yang diharapkan (Sunardi dkk: E. Cara Pandang Terhadap
2011). Selanjutnya pada tahun
Pendidikan Inklusif
2012, ada kajian di beberapa Kab/ Banyak faktor yang mempenga-
Kota se-Solo Raya. Temuan kajian ruhi keberhasilan dan keberlangsun-
mengindika- sikan bahwa kinerja gan pendidikan inklusif.
kepala sekolah dan guru dalam Keberhasilan pendidikan inklusif
mengimplementasi- kan pendidikan sebenarnya juga tergantung pada
inklusif, masih ber- ada pada tingkat cara pandang. Ada dua cara pandang
sedang dan rendah (Yusuf, Indianto yang melahirkan sistem pendidikan
dan Munzayanah: 2012). Sementara yang berbeda bagi anak-anak
dalam penelitian saat ini telah berkebutuhan khusus. Cara pandang
berada dalam kategori pertama menganggap “child as
problem”. Akibat dari pandangan
ini, maka anak tersebut dianggap (1) an ABK menemukan banyak bukti.
does not respond, cannot learn; (2) has ABK dengan berbagai hambatan
special needs; (3) needs special
fisik dan/ atau intelektualnya, mere-
equipment;
ka mampu mengikuti pendidikan di
(4) cannot get to school; (5) he/ she is
sekolah-sekolah reguler. Itu terjadi
dif- ferent from other children; (6) needs
setelah guru dan sumber daya lain
special environment; and (7) needs special di sekolah, kurikulum, dan pembela-
teachers (Stubbs: 2002). jarannya didesain khusus, sehingga
Cara pandang seperti inilah yang memungkinkan setiap individu men-
mempengaruhi kinerja kepala dapatkan layanan yang sesuai
sekolah dan guru dalam dengan kebutuhan masing-masing
implementasi pendi- dikan inklusif. (Yi Ding: 2006). Temuan semacam
Mereka berpandangan bahwa tempat ini mem- perjelas bahwa paradigma
pendidikan yang cocok bagi anak inklusif dapat mengatasi hambatan
berkebutuhan khusus adalah di pendidik- an bagi ABK. Sekaligus
sekolah khusus. Oleh karenanya, memperjelas bahwa pendekatan
ketika mereka harus diterima di se- segregatif bukan satu-satunya solusi
kolah regular, pihak sekolah merasa dalam memenuhi kebutuhan dan
mendapatkan beban baru. Mereka me- mengatasi hambatan pendidikan
rasa pesimis untuk dapat menangani bagi ABK.
pendidikan secara optimal.
Cara pandang kedua adalah apa F. Rekomendasi
yang disebut “Education system as Pemahaman terhadap
problem”. Pandangan ini mengang- pendidikan inklusif di kalangan
gap bahwa persoalan keberhasilan warga sekolah harus diluruskan.
pendidikan tidak tergantung pada Implementasi pen- didikan inklusif
faktor “anak”, akan tetapi faktor tidak boleh difahami hanya sekedar
sistem pendidikan yang digunakan. memberikan tempat dan ruang bagi
Jika pendidikan untuk semua belum penyandang cacat di sekolah regular
berhasil mencapai hasil yang karena memenuhi tuntutan dunia.
optimal, maka sistemnya yang harus Pendidikan inklusif seharusnya
diperbaiki. Implikasinya adalah difahami sebagai sebuah sistem
harus ada peru- bahan cara pandang pendidikan yang berorientasi pada
guru, modifikasi kurikulum dan peningkatan mutu dan inovasi
pembelajaran, modi- fikasi sistem pendidikan dalam arti luas. Ketika
penilaian, penyediaan lingkungan konsep pendidikan inklusif difaha-
yang aksesibel, pelibatan orangtua, mi sebagai sistem pendidikan yang
pelatihan bagi kepala seko- lah dan berorientasi pada mutu dan inovasi
guru yang berkelanjutan. pendidikan, maka pendidkan inklusif
Perkembangan ilmu pengetahuan menjadi tugas dan tanggung jawab
dan teknologi dalam bidang pendidik-
serta kebutuhan bersama. guru,
Kepala sekolah, guru, orangtua,
dan masyarakat seharusnya
terpanggil untuk mendukung dan
mensukseskan gerakan pendidikan
inklusif. Kuncinya adalah kepala
sekolah dan guru. Sela- ma mereka
masih bersikap skeptis dan pesimis
terhadap pendidikan inklusif, maka
mustahil pendidikan inklusif dapat
berkembang dan berlangsung
dengan baik di sekolah tersebut.
Untuk mengubah cara pandang
kepala seko- lah dan guru, dapat
dilakukan dengan berbagai cara.
Berikut ini diajukan beberapa
pemikiran untuk membantu
mengatasi permasalahan tersebut.

1. Meluruskan Persepsi tentang Pen-


didikan Inklusif
Prinsip utama dalam pendidikan
inklusif adalah pelayanan kepada
semua anak sesuai dengan potensi,
hambatan dan kebutuhannya.
Dengan prinsip ini, maka semua
anak dengan kondisi apapun akan
dapat tumbuh dan berkembang
secara optimal, yang pada gilirannya
dapat meningkatkan mutu sekolah.

2. Pelatihan Berkelanjutan
Kepala sekolah dan guru perlu
di- berikan pembekalan melalui
pelatihan yang berkelanjutan tentang
bagaimana menyiapkan,
merencanakan, menge- lola,
mengevaluasi, dan mengem-
bangkan pendidikan inklusif. Banyak
hal teknis yang harus dimengerti dan
dilaksanakan kepala sekolah dan
dalam implementasi pendidikan sampai saat ini belum dipraktikkan
inklu- sif. Pelatihan manajemen seperti yang diharapkan,
dan teknis layanan pendidikan di
sekolah inklusif perlu diberikan
kepada mereka secara
berkelanjutan.

3. Pengalaman ‘best practices’


Kepala sekolah dan guru
per- lu melihat secara langsung
praktik terbaik dalam
pendidikan inklusif di sekolah-
sekolah yang telah mene- rapkan
pendidikan inklusif. Melalui
observasi dan dialog dengan
sekolah lain, akan muncul
keyakinan baru bahwa
mengelola sekolah inklusif, bu-
kan hal yang sulit, melainkan
sebuah tantangan menuju
pendidikan yang lebih bermutu.

4. Pengembangan sekolah
model Pemerintah perlu
mengembang-
kan banyak sekolah inklusif
model di setiap daerah. Melalui
sekolah model, dapat dijadikan
percontohan bagi se- kolah lain
yang akan mengembangkan
pendidikan inklusif.

G. Kesimpulan
Refleksi pendidikan inklusif
di Indonesia memberikan
gambaran yang cukup menarik.
Pada awalnya, pendidikan
inklusif difahami secara kurang
tepat sehingga berakibat pada
sikap dan perilaku warga
sekolah yang masih jauh dari
harapan. Mes- kipun fenomena
pendidikan inklusif di Indonesia
namun dalam perkembangan selan-
Daftar Pustaka
jutnya, pendidikan inklusif semakin
Buku, Jurnal, Penelitian, dan Ma-
diterima dan menjadi isu nasional.
jalah
Hal itu sebagai salah satu upaya
Barnes, C. & Mercer, G (2003). Disa-
untuk mengatasi persoalan
bility (chapter 1-Disability and
pemerataan dan akses pendidikan
Cho- ices of Model). Cambridge:
yang lebih bermutu sesuai dengan
Polity Press.
amanah UUD 1945.
Kementerian Pendidikan Nasional
Pendidikan inklusif yang pada
(2010). Modul Pelatihan Pendidik-
awalnya hanya dikembangkan di
an Inklusif Edisi Revisi. Jakarta:
lingkungan pendidikan dasar dan
Australia - Indonesia Partnership.
menengah, dalam perkembangannya
Miles, Susie; & Singal, Nidhi
sekarang juga telah menjadi perhatian
(2010). “The Education For
dari kalangan dunia pendidikan
All and Inclusive Education:
tinggi. Beberapa perguruan tinggi
Conflict, Contradiction or
negeri di Indonesia mulai membuka
Opportunity?”. International
kesempa- tan yang lebih terbuka bagi
Journal of Inclusive Education, V.l4
ABK untuk dapat diterima menjadi
m1 p1 - l5 Februari 2010 - 15pp.
mahasiswa. Bahkan dalam
Oliver, Michal (1990). The Politics of
perkembangan terkini, pendidikan
Disablement: A Sociological Appro-
inklusif telah menjadi ba- gian dari
ach. NewYork: St.Martin’s Press.
kebijakan di tingkat provinsi dan kab/
Ro’fah, Andayani, Muhrisun (2010).
kota.
Membangun Kampus Inklusif, Best
Beberapa daerah yang telah me-
Practices Pengorganisasian Unit
ngembangkan pendidikan inklusif,
Layanan Difabel. Yogyakarta:
mampu menunjukkan komitmennya
Pusat Studi dan Layanan Difabel
melalui penetapan regulasi khusus
(PSLD), UIN Sunan Kalijaga.
dalam bentuk perda/ perbub/
Sunardi, dkk (2011). The Implemen-
perwali, yang berdampak terhadap
tation of Inclusive Education in
penyediaan APBD. Beberapa SKPD di
Indonesia. Research Report Inter-
luar Dinas Pendidikan dan
national Collaborative Research
Kebudayaan, juga telah mulai
Grant Funded by World Class
melibatkan diri dalam
University Project DIPA. Sebelas
mengembangkan lingkungan yang
Maret University.
inklusif ramah terhadap semua anak.
Stainback, W & S. Stainback
Semata-mata dijalankan sebagai ba- (1990). Support Networks for
gian dari pendidikan inklusif menuju Inclusive Schoo- ling: Independent
masyarakat yang inklusif. Integrated Educa- tion. Bartimore:
Paul H. Brooks.
Stubbs, Sue (2002). Inclusive Education Edisi Khusus II, Agustus 2010,
Where There are Few Resources. The
Atlas Alliance Global Support
to Disabled People.
Schweigaardsgt 12: Oslo,
Norway.
Terry, George R. & Rue, Leslie W.
(2009). Dasar-dasar
Manajemen, Edisi Bahasa
Indonesia. Terjema- han G.A.
Ticoalu. Jakarta: PT. Bumi
Aksara.
UNESCO (1994). The Salamanca
Sta- tement and Framework For
Action on Special Needs Education.
Paris.
Wamendikbud Republik Indonesia
(2012). Sambutan Wakil Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Repu-
blik Indonesia pada Acara Gebyar
Anak Berkebutuhan Khusus, Direk-
torat PKLK Dikdas, Denpasar
Bali, 2012.
Yi Ding, Kathryn C. Gerken, Don
C. Van Dyke, Fei Xiao (2006).
“Parents’ and Special Education
Teachers’ Perspectives of Imple-
menting Individualized Instruc-
tion in P.R. China: An
Empirical and Sociocultural
Approach”. International Journal of
Special Edu- cation, vol.21 No. 3,
2006.
Yusuf, Munawir dan Indianto, R
(2010). “Kajian Tentang Imple-
mentasi Pendidikan Inklusif Seba-
gai Alternatif Penuntasan Wajib
Belajar Pendidikan Dasar Bagi
Anak Berkebutuhan Khusus di
Kabupaten Boyolali”. Jurnal Pen-
didikan dan Kebudayaan, Vol. 16
Badan Penelitian dan dan Bakat Istimewa.
Kebuda- yaan Kementerian
Pendidikan Nasional.
Yusuf, Munawir (2012).
“Kinerja Kepala Sekolah
dan Guru dalam
Mengimplementasikan
Pendidik- an Inklusif ”,
Jurnal Pendidikan dan
Kebudayaan, Badan
Penelitian dan
Pengembangan Kementerian
Pen- didikan dan
Kebudayaan, Vol. 18 Nomor
4 Desember 2012.
-------, ---------------- (2014). Pengem-
bangan Model Pendidikan
Inklu- sif di Sekolah Dasar,
Disertasi, Program
Pascasarjana Universitas
Negeri Semarang.
Yusuf, Munawir dkk (2015).
“Analisis Kesenjangan
Pelaksanaan Pendi- dikan
Inklusif di Beberapa Kab/
Kota di Indonesia”. Laporan
Hasil Kajian, Direktorat
PKLK Dikdas bekerjasama
dengan Fatacha Education
and Training Center,
Surakarta.

Peraturan
Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 20 tahun
2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional.
Permendiknas Nomor 70
Tahun 2009 Tentang
Pendidikan Inklusif Bagi
Peserta Didik Berkelainan
dan/ atau Peserta Didik
Dengan Potensi Kecerdasan
Mendorong Pendidikan Inklusif
menjadi Hakekat Pendidikan
Nasional

Setia Adi Purwanta


Direktur Center of Disability Study and Training for Social Transformation (DRIA
MANUNGGAL) dan Kepala Pusat Sumber Pendidikan Inklusif Provinsi DIY Email:
setiaprananditya@gmail.com

Abstrak

P
ersoalan pendidikan di Indonesia masih belum menunjukkan perjalanan
yang menggembirakan. Paham kapitalistik yang ada, membuat pendidikan
masih jauh dari harapan. Apalagi jika dihubungkan dengan pendidikan bagi
difabel, masih banyak tujuan yang belum tercapai. Pendidikan, bagaimanapun
juga adalah sebuah proses yang disengaja dan tentunya sangat bergantung
kepada penguasa. Ketergantungan ini dalam arti bagaimana proses pendidikan
terjalin dan berkelanjutan, sangat bergantung kepada bagaimana penguasa
menjalankan sistem
pendidikan itu sendiri. Dalam hal ini, pemerintah sebagai penguasa dalam sebuah
negara, belum bisa menetapkan secara tegas mengenai persoalan pendidikan inklusif
seperti yang diharapkan. Dalam batas tertentu, pendidikan seharusnya dimaknai
sebagai proses untuk belajar dalam segala hal dan bukan dalam konteks tersekat-
sekat. Apalagi ada amanah yang secara tegas tercantum lewat konstitusi, bahwa
pendidikan adalah hak bagi setiap orang dan tanpa ada pembedaan, baik secara
fisik maupun dalam kategori yang lain. Artikel ini hendak memberikan perspektif
pendidikan secara umum untuk kemudian dihubungkan dengan pendidikan
inklusif.

Kata Kunci: Pendidikan Inklusif; Kapitalistik; Pendidikan Nasional


A. Pendahuluan kembang, hingga menyangkut gejala
Dalam kehidupannya, manusia alam di seluruh muka bumi, bahkan
tidak akan pernah lepas dari proses hingga persoalan gejala alam semesta.
yang membawanya. Awalnya “dari Tuntutan kehidupan individu
tidak tahu menjadi tahu”, “dari ti- maupun kolektifnya pun menjadi
dak mengerti menjadi mengerti”, sangat kompleks, hingga persoalan
dan “dari tidak bisa menjadi bisa”. pendidikan menjadi terkait dengan
Rangkaian proses semacam ini terjadi persoalan keluasan berpikir, pandang-
dalam kegiatan pendidikan. Dengan an hidup, dan keyakinan manusia.
demikian, manusia memiliki bekal Sifat proses pendidikan menjadi tidak
kemampuan untuk memenuhi kebu- hanya bersifat natural saja, tetapi juga
tuhan dan mengatasi permasalahan menjadi proses yang dilaksanakan
hidupnya, baik kehidupan individu, dalam suatu sistem yang sengaja
kehidupan sosial di lingkungannya, dibangun untuk mencapai tujuan
maupun dalam berintraksi dengan yang ditetapkan. Dengan demikian,
alamnya. Pada mulanya, pendidikan pendidikan menjadi sangat dipenga-
merupakan proses natural. Biasanya ruhi oleh sistem kekuasaan yang ber-
dilakukan oleh orangtua kepada langsung dalam kehidupan manusia
anaknya; orang yang lebih tua (Francis X. Wahono: 2001).
kepada yang lebih muda; dan dari
orang yang lebih tahu atau lebih bisa, B. Seputar Pemaknaan
kepada yang belum tahu atau belum tentang Dunia Pendidik-
bisa. Ini semua adalah sebagai bagian an
dari kegiatan interaksi sosial yang 1. Pendidikan Menurut Para Ahli
alami diantara sesama manusia (M.J. Karena persoalan pendidikan
Langeveld da- lam Abdullah Qiso: menjadi kompleks dan terkait
2013). dengan persoalan keluasan berpikir,
Seiring dengan perkembangan pandang- an hidup, dan keyakinan
peradaban manusia, sifat relasi sosial manusia, maka muncullah para
antar manusia menjadi semakin komp- pemikir pendi- dikan dengan
leks. Relasi sosial tersebut tidak hanya berbagai pendapatnya. Berikut ini
berkisar dalam kehidupan keluarga, disampaikan pendapat beberapa ahli
lingkungan sosial, maupun alam yang mengenai pendi- dikan
sekitarnya saja, namun berkembang (Abdullah Qiso: 2013)
menjadi lebih luas. Ia berkembang
menjadi kehidupan masyarakat dan Prof. H. Mahmud Yunus:
bernegara, bahkan masyarakat antar Suatu usaha yang dengan sengaja dipilih
negara (internasional). Sementara untuk mempengaruhi dan membantu anak
yang bertujuan untuk meningkatkan ilmu
penguasaan terhadap alam pun ber-
pengetahuan, jasmani dan akhlak,
Ki Hajar Dewantara:
sehingga secara perlahan bisa
Suatu tuntunan di dalam hidup tumbuhnya
mengantarkan anak kepada tujuan dan
anak-anak. Maksudnya ialah bahwa
cita-citanya yang paling tinggi. Agar
pen- didikan menuntun segala kekuatan
memperoleh kehidupan yang bahagia dan
kodrat yang ada pada peserta didik, agar
apa yang dilakukannya dapat bermanfaat
sebagai manusia dan anggota masyarakat
bagi dirinya sendiri, masyarakat, bangsa,
dapat mencapai keselamatan dan
negara dan agamanya.
kebahagiaan hidup yang setinggi-
tingginya.
Prof. Dr. John Dewey:
Suatu proses pengalaman. Karena
Stella van Petten Henderson:
kehidup- an merupakan pertumbuhan,
Suatu kombinasi dari pertumbuhan dan
maka pendi- dikan berarti membantu
perkembangan insani dengan warisan sosial.
pertumbuhan batin manusia tanpa dibatasi
oleh usia. Proses pertumbuhan adalah
proses penyesuaian pada setiap fase dan Kohnstamm dan Gunning:
menambah kecakapan dalam Merupakan suatu pembentukan hati nurani
perkembangan seseorang melalui manusia, yakni pembentukan dan penentu-
an diri secara etis yang sesuai dengan hati
pendidikan.
nurani.

M.J. Langeveld:
Upaya dalam membimbing manusia
Frederick J. Mc Donald:
Suatu proses yang arah tujuannya adalah
yang belum dewasa ke arah kedewasaan.
merubah tabiat manusia atau peserta didik.
Pendi- dikan adalah suatu usaha dalam
menolong anak untuk melakukan tugas-
tugas hidup- nya, agar mandiri dan Ahmad D. Marimba:
bertanggung jawab secara susila. Suatu proses bimbingan yang
Pendidikan juga diartikan sebagai usaha dilaksanakan secara sadar oleh pendidik
untuk mencapai penentuan diri dan terhadap suatu proses perkembangan
tanggung jawab. jasmani dan rohani peserta didik, yang
tujuannya agar kepriba- dian peserta didik
terbentuk dengan sangat unggul.
Prof. Herman H. Horn:
Kepribadian yang dimaksud ini
Suatu proses dari penyesuaian lebih tinggi
bermakna cukup dalam, yaitu pribadi yang
bagi makhluk yang telah berkembang secara
tidak hanya pintar, pandai secara
fisik dan mental, yang bebas dan sadar kepa-
akademis saja, akan tetapi baik juga secara
da Tuhan, seperti termanifestasikan dalam
karakter.
alam sekitar, intelektual, emosional dan
kemauan manusia. Dalam pengertian yang
lebih luas, pendidikan adalah alat dimana Carter V. Good:
kelompok sosial melanjutkan keberadaannya Suatu proses perkembangan kecakapan
dalam memmpengaruhi diri sendiri serta seseo- rang dalam bentuk sikap dan
menjaga idealismenya. perilaku yang berlaku dalam masyarakat.
Proses dimana seseorang dipengaruhi oleh
Driyarkara: lingkungan yang terpimpin --khususnya di
Suatu upaya dalam memanusiakan dalam lingkungan sekolah-- sehingga
manusia muda, atau pengangkatan dapat mencapai keca- kapan sosial dan
manusia muda ke taraf yang insani. dapat mengembangkan kepribadiannya.
Teodore Brameld:
berbagai corak dan kultur kepribadi-
Sebuah proses belajar terus-menerus dalam
keseluruhan aktivitas sosial, sehingga eksis- an, transmisi kebudayaan, menjamin
tensi manusia tetap terjaga dan berkembang integrasi sosial, dan memilih serta
sesuai dengan kehidupan sosialnya. mengajarkan berbagai peranan dalam
kehidupan sosial. Diharapkan di ke-
Dari paparan di atas, dapatlah mudian hari, seseorang dapat menjadi
disimpulkan bahwa pendidikan pribadi yang peka akan kehidupan
adalah kegiatan yang disengaja. Ia di sekitarnya (David Popenoe
merupa- kan media penumbuhan dalam Tutik D: 2013).
dan peng- embangan kepribadian, Sesungguhnya sudah sejak sekitar
peningkatan pengetahuan dan tahun 900 sebelum Masehi, ketika
keterampilan, serta penanaman dan sistem pendidikan mulai dilembaga-
pelestarian norma, nilai, budaya, dan kan di kota Sparta, pendidikan sudah
ideologi tertentu. Dengan demikian, tidak pernah diarahkan untuk kepen-
pendidikan disam- ping menjadi tingannya sendiri. Pendidikan selalu
media peningkatan ke- mampuan sebagai alat. Pendidikan disamping
individu dan keterampilan sosial digunakan sebagai alat menyalurkan
untuk hidup bersama dengan ilmu pengetahuan; alat pembentukan
masyarakatnya, pendidikan juga watak dan kepribadian; alat
tidak lagi dapat dipisahkan dari pelatihan ketrampilan; alat
kepentin- gan penguasa untuk mengasah otak; alat meningkatkan
menanamkan, mempertahankan, kemampuan bekerja; alat investasi;
dan menyebarkan kekuasaannya. alat konsumsi; alat me- nanamkan
nilai-nilai moral dan ajaran
2. Fungsi Pendidikan keagamaan; alat meningkatkan taraf
Memperhatikan penjelasan ten- ekonomi; alat mengurangi kemiskin-
tang pengertian pendidikan seba- an; alat mengangkat status sosial; alat
gaimana tersebut di atas, dapatlah menguasai teknologi; alat menguak
dipahami bahwa di dalam pengertian rahasia alam raya dan manusia; alat
pendidikan tersebut sebenarnya sudah pembentukan kesadaran bangsa;
terkandung fungsi pendidikan. Pen- pendidikan juga harus dilihat sebagai
didikan disamping berfungsi sebagai alat perubahan sistem kekuasaan
upaya penumbuh-kembangan potensi yang sarat dengan muatan politik
dan kemampuan individu, juga dan ekonomi. Dalam hal ini,
memi- liki fungsi yang berhubungan pendidikan digunakan untuk
dengan perkembangan resepsi sosial melanggengkan sis- tem politik dan
seseo- rang. Misalnya; sumber ekonomi yang telah ada,
inovasi sosial, sarana pengajaran sebagaimana dikehendaki oleh rezim
tentang adanya yang sedang berkuasa (Francis
X. Wahono: 2001).
Hal yang cukup menarik yang
Magnis Suseno (1999)
dijelaskan oleh Francis X. Wahono Semua sistem besar yang memberikan
adalah bahwa pendidikan juga dapat orientasi kepada manusia. Ideologi mem-
digunakan sebagai alat menciptakan berikan ajaran kepada manusia tentang
keadilan sosial; alat pemanusiaan; suatu keadaan, terutama mengenai
struktur kekuasaan yang dianggap sah.
alat pembebasan; alat pembentukan
Ideologi menggambarkan realitas dengan
kesa- daran kritis; alat perubahan penafsiran terbalik. Apa yang tidak baik
struktur; dan konstruksi sosial, dan dan tidak wajar dinyatakan sedemikian
sejenisnya. Dari penjelasan tersebut, rupa, sehingga nam- pak baik dan wajar.
pendidikan disamping dapat Hal itu terjadi karena ideologi melayani
kepentingan penguasa sebagai alat
dimaknai sebagai alat untuk
legitimasi.
mengembangkan potensi
kemampuan, pengetahuan dan kete- Thompson (2003)
rampilan individu untuk memenuhi Sistem berpikir, kepercayaan, praktik-
kebutuhan hidupnya dan menyesuai- praktik simbolik yang berhubungan dengan
kan diri dengan kehidupan sosial di tindakan sosial dan politik. Ideologi
adalah sistem gagasan yang mempelajari
lingkungan masyarakat dan lingkung-
keyakinan dan hal-hal ideal filosofis,
an alamnya; dan melanggengkan sis- ekonomis, politis, dan sosial. Ideologi dalam
tem dan struktur sosial penguasa; pen- hal ini disebut “neut- ral conception”.
didikan juga dapat berfungsi sebagai
alat untuk mempersiapkan perubahan Storey (2003)
konstruksi dan struktur sosial menuju Ideologi sama dengan kesadaran palsu, yai-
tu praktik-praktik gerakan ideologis untuk
kehidupan yang lebih adil.
menggerakan suatu kelompok demi suatu
kepentingan. Distorsi tersebut sengaja
3. Ideologi Pendidikan disebut untuk melanggengkan kepentingan
Seperti telah dijelaskan sebelum- kelompok berkuasa dan mengendalikan
nya, bahwa pendidikan dapat juga sepenuhnya pihak yang lemah.
berfungsi sebagai alat transformasi
dan perubahan sistem dan struktur Gramcy (1916)
Ideologi merupakan kepercayaan kepada
sosial. Dengan demikian, pendidikan
suatu pelembagaan gagasan-gagasan siste-
pasti dipengaruhi oleh ideologi yang matis yang diartikulasikan oleh kelompok
mendasari proses pelaksanaannya. masyarakat tertentu. Hal ini biasanya
Kata “ideologi” memiliki pengertian terwujud dalam suatu perkumpulan yang
yang cukup luas, oleh karena itu berjuang merealisasikan gagasan atau ke-
pentingan kelompok tersebut, seperti
perlu disampaikan makna dari kata
perkum- pulan anggota partai politik,
“ideo- logi”. Ada beberapa pendapat serikat buruh, dan organisasi sosial lain
tentang arti kata “ideologi”, antara yang bertujuan merealisasikan
lain seba- gai berikut (Sugiono kepentingan mereka. Ideo- logi ini sering
Muhadi: 2006) disebut dengan ideologi yang
diselewengkan, karena ideologi yang dianut
merupakan idealisme pemimpin mereka.
guasa tersebut menjadi ideologi yang
diyakini kebenarannya oleh kelompok
Berikutnya, Sugiono Muhadi juga
penganutnya.
berpendapat bahwa ideologi dapat
Dengan demikian, ideologi dapat
juga digunakan sebagai alat
dipahami sebagai sistem nilai atau
menyem- bunyikan realitas
keyakinan yang diterima sebagai
sebenarnya, yakni realitas dominasi
fakta atau kebenaran, yang kemudian
para panguasa. Hal ini umumnya
diterima oleh kelompok tertentu. Jadi,
terdapat dalam ideologi kapitalis.
ideologi pendidikan adalah sistem
Pada umumnya, ideologi ini
nilai, keyakinan, atau paham yang
mengaburkan agar orang-orang yang
dipakai oleh kelompok tertentu
dieksploitasi tidak merasa ditindas,
untuk mendasari segala bentuk
meskipun sesungguhnya mereka
pelaksanaan atau praktik pendidikan,
sedang diperas. Kecuali itu, ia juga
demi ter- capainya tujuan yang
menyatakan bahwa ideologi bukan
ingin dicapai. Dengan kata lain,
hanya pelembagaan ide-ide, tetapi
ideologi pendidik- an adalah
juga dilaksanakan dalam praktik kehi-
ideologi yang diteruskan atau
dupan sehari-hari. Persoalan sesung-
disebarluaskan melalui proses
guhnya adalah mengapa penyebaran
pendidikan.
ideologi tersebut lebih banyak
Sejauh ini ada 3 (tiga) macam
dilaku- kan oleh orang-orang yang
ideologi yang mendasari pelaksanaan
berkuasa, yang sekaligus juga
pendidikan, yaitu (Mansour Faqih
merupakan kaum yang terdidik?
dalam Abdullah Qiso: 2014)
Pertama, ideologi yang
menguasai pemikiran pada setiap (a) Ideologi Konservatif
jaman adalah pemikiran dari para Penganut paham konservatif ber-
penguasa. Kedua, golongan yang pendapat bahwa terjadinya ketidak-
menguasai sarana produksi material sederajatan kehidupan masyarakat
adalah juga yang menguasai sarana merupakan hukum alam dan tak
produksi spiritual. Ketiga, hanya dapat dihindari. Dianggap sebagai
golongan elit intelek- tualis saja yang ketentuan sejarah atau bahkan takdir
mampu meresmikan dan Tuhan. Perubahan sosial bukanlah
menyebarkan pemikiran serta suatu hal yang harus diperjuangkan,
gagasan mereka. Akhirnya, nilai-nilai karena perubahan tersebut hanya akan
resmi yang beredar di masyarakat se- menjadikan manusia lebih sengsara.
benarnya adalah nilai-nilai golongan Ideologi konservatif klasik dibangun
elit intelektualis penguasa (Magnis berdasarkan keyakinan bahwa pada
Suseno: 1999). Hal inilah yang ke- dasarnya masyarakat tidak dapat me-
mudian membuat nilai-nilai yang rencanakan atau mempengaeruhi per-
dibangun oleh para intelektualis pen-
ubahan sosial. Hanya Tuhanlah yang
(b) Ideologi liberal
merencanakan keadaan masyarakat,
Golongan ini berkeyakinan
dan hanya Tuhan yang tahu makna
bahwa masalah di masyarakat itu
di balik perubahan tersebut.
memang ada. Akan tetapi bagi
Penganut paham ini meletakkan
mereka, pendi- dikan tidak ada
pendidikan sebagai sarana menanam-
kaitannya dengan per- soalan politik
kan dan melestarikan norma, nilai,
dan ekonomi. Dengan keyakinan
dan tatanan kehidupan yang
seperti itu, tugas pendidik- an juga
dianggap kodrati dan seharusnya
tidak terkait dengan politik dan
terjadi, yang telah ada sebelumnya.
ekonomi. Namun demikian --dengan
Dengan pan- dangan seperti itu,
berasimilasinya ideologi ini dengan
kaum konservatif klasik menganggap
ideologi kapitalisme-- penganut pa-
rakyat tidak me- miliki kekuatan atau
ham ini selalu berusaha
kekuasaan untuk mengubah kondisi
menyesuaikan pendidikan dengan
mereka sendiri. Namun dalam
keadaan politik dan ekonomi pasar,
perkembangannya, orang yang
dengan berbagai usaha reformasi
berpandangan konservatif cenderung
kasuistik. Usaha pe- nyesuaian
beranggapan bahwa terja- dinya
tersebut tersekat dari sistem dan
perubahan nasib manusia itu lebih
struktur ketidakadilan kelas, ber-
ditentukan oleh usaha manusia itu
bagai bentuk diskriminasi, dominasi
sendiri. Bagi kaum konservatif;
budaya, dan represi politik yang ada
orang miskin, buta huruf, tertindas,
dalam masyarakat.
menderita, atau sejenisnya, menjadi
Kaum liberal beranggapan bahwa
demikian karena salah mereka sendiri
masalah masyarakat dan pendidikan
tidak mau berusaha.
adalah dua masalah yang berbeda.
Banyak orang yang berusaha
Mereka tidak melihat kaitan pendidik-
keras dan berbuat baik, yang
an dalam struktur kelas, dominasi
ternyata dapat berhasil. Meski
po- litik dan budaya, serta berbagai
demikian, manusia haruslah tetap
bentuk diskriminasi di masyarakat.
bersabar. Jika keber- hasilan
Bahkan bagi penganut salah satu
tersebut tidak diperolehnya
aliran liberal kapitalisme, yakni
sekarang, kelak dalam kehidupan
struktural fungsio- nalisme,
kemudian kebahagiaan tersebut pasti
pendidikan lebih digunakan sebagai
akan datang, karena ketentuan hidup
sarana untuk membangun kes- tabilan
manusia ada di tangan Tuhan. Kaum
norma dan nilai yang berlaku di
konservatif melihat pentingnya pendi-
pasar bebas. Pendidikan justru di-
dikan sebagai upaya menjaga kehar-
maksudkan sebagai media untuk men-
monisan dan menghindarkan konflik
sosialisasikan dan mereproduksi tata
serta kontradiksi dalam masyarakat.
sosial, keyakinan, dan nilai-nilai
yang berlaku di pasar bebas.
Tujuannya agar masyarakat luas
dapat berfungsi
secara baik dalam tatanan politik struktur ke-
dan ekonomi pasar tersebut.
Tindakan kaum liberal inilah
yang mendominasi segenap
pemikiran tentang pendidikan. Mulai
dari pendi- dikan formal; seperti
sekolah, maupun non formal; seperti
berbagai macam pelatihan. Dasar
pemikiran liberal kapitalisme
dilakukan untuk mema- tangkan
kemampuan, melindungi hak, dan
kebebasan, serta mengidentifikasi
problem dan upaya perubahan sosial
secara instrumental. Tujuannya demi
menjaga stabilitas sistem dan struktur
politik ekonomi pasar. Kaum liberal
dan kaum konservatif sama-sama ber-
pendirian bahwa pendidikan adalah
apolitik, dan ekselensi harus
merupa- kan target utama
pendidikan.

(c) Ideologi Kritis


Bagi penganut ideologi kritis, pen-
didikan merupakan arena perjuangan
politik. Bagi mereka, persoalan kelas
dan berbagai bentuk diskriminasi
dalam masyarakat merupakan
bagian dari pendidikan. Paham ini
bertentan- gan dengan pandangan
kaum liberal, dimana pendidikan
dianggap terpisah dari persoalan
kelas dan berbagai bentuk
diskriminasi yang ada dalam
masyarakat. Dalam perspektif ini,
urusan pendidikan adalah melakukan
refleksi kritis terhadap sistem dan
struktur sosial dalam upaya transfor-
masi sosial. Sifat utama pendidikan
adalah menciptakan ruang, agar
sikap kritis terhadap sistem dan
tidakadilan tetap terjaga, yang lebih adil.
melakukan dekonstruksi sosial,
serta melakukan advokasi
menuju sistem sosial yang lebih
adil.
Pendidikan tidak mungkin,
dan tidak bisa bersifat netral,
bersikap oby- ektif, maupun
berjarak dengan masya- rakat
seperti anjuran positivisme. Visi
pendidikan adalah melakukan
kritik terhadap sistem dominan
sebagai pemihakan terhadap
rakyat kecil dan yang tertindas.
Semata-mata dilaku- kan untuk
menciptakan sistem sosial baru
yang lebih adil. Menurut ideologi
kritis, pendidikan harus mampu
men- ciptakan ruang untuk
mengidentifikasi dan
menganalisis secara bebas dan
kritis, dalam rangka melakukan
trans- formasi social. Dengan
kata lain, tugas utama
pendidikan adalah memanusia-
kan kembali manusia yang
mengalami dehumanisasi,
karena sistem dan struktur yang
tidak adil.
Jika bagi kaum konservatif,
pen- didikan bertujuan untuk
menjaga status quo, maka bagi
kaum liberal, pendidikan
digunakan untuk mela- kukan
penyesuaian dengan sistem dan
struktur sosial yang ada. Pemeluk
paradigma kritis sendiri
meletakkan pendidikan sebagai
sarana untuk melakukan
perubahan sistem dan struktur
sosial, politik, dan ekonomi
secara fundamental; untuk
mencapai tatanan masyarakat
4. Penyelenggaraan Pendidikan di
tinggi, dan mampu bersaing di pasar
Indonesia
bebas. Manusia dijadikan skrup dari
Sejak pemerintahan Orde Baru
mesin-mesin industri, yang dengan
dibawah kepemimpinan Suharto,
nilai-nilai yang dimiliki tersebut,
Pemerintah Indonesia nyata-nyata
laku dijual-belikan sebagai modal
menerapkan teori developmental
industri. Disamping sebagai sarana
yang menggunakan ideologi liberal
pem- bentuk sumberdaya
kapitalisme dalam melaksanakan
industrialisasi, lembaga pendidikan
pembangunan. Segala aspek teori
juga berfungsi sebagai sentra-
developmental, misalnya
sentra bisnis yang menawarkan
modernisasi; industrialisasi;
dan menjual-belikan jasa, yang
globalisasi; pasar be- bas; investasi,
seolah-olah menjanjikan masa
efektifitas, produktifitas, dan efisiensi;
depan para pembelinya. Lem- baga
sumberdaya manusia; mampu
pendidikan saling bersaing untuk
bersaing; dan sejenisnya, bukan
menjadi sekolah favorit dengan me-
hanya sekedar bermunculan sebagai
ngembangkan kemampuan pendidik.
kata-kata baru yang menghiasi
Kurikulum, program sekolah, media
tulisan-tulisan yang terkait dengan
pembelajaran, dan gedung sekolah
pembangunan nasional, namun juga
dengan segala macam sarana pendi-
berupa program-progarm pemerintah
dikannya juga dibangun sedemikian
yang diselenggarakan di segala
rupa, seolah-olah seperti mall yang
bidang. Dalam hal industrialisasi, di
menyediakan segala kebutuhan pem-
sega-
belinya. Nilai-nilai kemanusiaan,
la bidang pembangunan dapat dilihat,
keadilan sosial, persatuan, toleransi,
misalnya industri pangan; industri
musyawarah, dan keadilan sosial yang
sandang; industri perumahan; industri
didasarkan pada nilai ke-Tuhanan,
pariwisata; industri pertahanan; in-
diletakkan sebagai pelengkap pende-
dustri media; industri musik;
rita yang dilarutkan oleh nilai-nilai
industri komunikasi; industri ideologi neoliberal.
transportasi; dan industri di bidang- Biaya pendidikan menjadi me-
bidang vital lainya, misalnya energi lambung. Prinsip bahwa sekolah
dan sumber- daya alam. Pemerintah yang berkualitas adalah sekolah yang
meratifikasi General Agreement on mahal, telah menguat menjadi keya-
Traiding System (GATS) dan menjadi kinan umum yang tumbuh subur di
anggota organi- sasi perdagangan benak masyarakat. Jika mengingin-
dunia (WTO) (Elok Dewi kan kualitas pendidikan yang baik,
Purariyani: 2012). Di lain sisi, harus mau mengeluarkan biaya yang
dunia pendidikan diarahkan sebagai banyak. Fenomena semacam itulah
instrumen pembentuk sumberdaya yang menjadi tekanan, dan mau tak
manusia yang memiliki nilai efek-
tifitas, efisiensi, produktivitas yang
mau harus diterima oleh masyarakat.
dan memajukan hak asasi warga
Kran untuk masuknya investor asing
negaranya, masih menjadi sesuatu
dan modal asing yang berupa hutang
yang gamang bagi pemerintah untuk
dibuka lebar-lebar dan menggerojog
melaksanakannya. Dengan mem-
masuk. Dipergunakan sebagiannya
perhatikan penyelenggaraan sistem
untuk mendukung program-program
pendidikan nasional tersebut, yang
nasional, termasuk untuk membiayai
menjadi pertanyaan adalah sistem
program pendidikan (John
pendidikan yang bagaimanakah,
Tondowid- jojo: 2009).
yang seharusnya diselenggarakan bagi
Pembangunan nasional yang
mereka yang dipinggirkan, salah satu
ditopang oleh sistem pendidikan
diantaranya adalah golongan difabel?
yang diskriminatif telah menimbul-
kan residu kemiskinan, kerusakan 5. Pendidikan Bagi Difabel
lingkungan, kemerosotan nilai kesusi- Sebelum berkembangnya istilah
laan, dan sejenisnya, termasuk “difabel”, kelompok ini sering dise-
proses peminggiran terhadap but dengan ”penyandang cacat” atau
golongan yang dianggap tidak bahkan sebelumnya mereka diberi
mampu memberikan kontribusi sebutan “penderita cacat”. Sebutan
terhadap pembangunan nasional. seperti itu sudah sejak lama. Beru-
Pendidikan telah lari dari kodrat- rat dan berakar di Indonesia. Sudah
nya sebagai proses yang memanusia- menjadi kaidah bahasa, bahwa pem-
kan manusia. Pendidikan tidak lagi berian sebutan kepada seseorang atau
menumbuh-kembangkan potensi suatu kelompok merupakan gamba-
dan kemampuan setiap manusia agar ran perlakuan. Gambaran dari yang
men- jadi insan yang berguna bagi menyebut, terhadap individu atau
dirinya sendiri, yang sekaligus bagi kelompok yang mendapat sebutan.
keluarga, masyarakat, negara, dan Pemberian sebutan itu juga tidak lepas
bangsanya. Pendidikan sudah dari pandangan, norma, nilai dari
sangat tunduk mengabdi kepada para penyebutnya. Sebutan;
kepentingan pemilik modal dan penyandang cacat, tidak normal,
menindas masyarakat yang tidak tidak sempurna, invalid, berkelainan,
mampu membelinya. Peletakan dan sejenisnya, pasti akan diikuti
prinsip bahwa pendidikan sebagai dengan tindakan- tindakan yang
Hak Asasi Manusia (HAM) masih bersifat merendahkan dan
diliputi tarik-menarik yang sangat diskriminatif, misalnya; berupa
kuat dengan prinsip kapitalisme pelecehan, pengucilan, kekerasan,
liberal. eksploitasi, dan sejenisnya. Jika ada
Prinsip-prinsip HAM yang meru- bantuan, biasanya masih bersifat ka-
pakan kewajiban pemerintah selaku ritatif dan karena belas kasihan.
penyelenggara negara untuk melin-
dungi, memenuhi, menghormati,
Munculnya kesadaran kritis yang
Sebagaimana yang jamak dike-
mendorong pendekatan HAM pada
tahui, HAM adalah seperangkat hak
pegiat dari kalangan masyarakat
yang melekat pada hakikat dan
yang mendapat sebutan
kebera- daan manusia sebagai
“penyandang cacat” di Indonesia.
makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
Hal ini dimulai dengan munculnya
Hal itu merupakan anugerah-Nya,
istilah “difabel” (yang merupakan
yang wajib dihormati, dijunjung
alih bahasa dari istilah “diffable”
tinggi, dan dilindungi oleh negara,
yang merupakan akronim dari
hukum dan pemerintah, dan setiap
“differently able people”), yang orang, demi kehormatan serta
merupakan hasil diskusi antara Setia perlindungan harkat dan martabat
Adi Purwanta, Mansour Faqih, dan manusia. Pendidikan pada
Sukanti Raharjo Bintoro (1995). hakekatnya secara kodrati tidak
Istilah difabel ini merupakan bentuk dapat dilepaskan dari kehidupan
kontra diskursus yang dipakai untuk manusia. Sangat ber- pengaruh
mengganti istilah “penyandang cacat” terhadap kesejahteraan dan
yang membawa efek diskriminatif kelangsungan hidup manusia. Oleh
tersebut. Meski sampai sekarang, karenanya, pendidikan merupakan
penggunaan istilah ini masih diper- salah satu hak asasi bagi setiap indi-
debatkan dengan istilah “penyandang vidu manusia tanpa kecuali. Hal ini
disabilitas”, namun penggunaan isti- termasuk diantaranya para difabel.
lah difabel ini tidak lepas dari upaya Dengan demikian, pemerintah selaku
kontra diskursus (kontra wacana), penyelenggara negara, berkewajiban
yang diharapkan akan mengubah untuk memenuhinya.
sikap dan perilaku dari para penye- Khusus mengenai hak pendidikan
butnya (Setia Adi Purwanta: 2004). bagi difabel, Pemerintah Indonesia
Upaya kontra diskursus tersebut melalui UU No. 20 tahun 2003
juga mendorong paenggeseran tinda- tentang Sistem Pendidikan Nasional,
kan yang berbasis “pendekatan laya- Pasal 5 ayat (2) menyatakan, bahwa
nan” bagi difabel. menjadi tindakan warga negara yang memiliki
yang berbasis “pendekatan kelainan fisik, emosional, mental,
kewajiban pemenuhan HAM”. intelektual, dan/ atau sosial, berhak
Dorongan peng- ubahan pendekatan memperoleh pen- didikan khusus.
ini seiring dengan tuntutan Pada Pasal 32 juga dinyatakan,
masyarakat interrnasional melalui bahwa pendidikan khusus
penerbitan instrumen hukum merupakan pendidikan bagi peserta
internasional tentang HAM. Lebih didik yang memiliki tingkat kesulitan
lanjut yang kemudian diikuti dengan dalam mengikuti proses pembelajar-
program-program sosialisasi, do- an karena kelainan fisik, emosional,
rongan ratifikasi, dan mental, sosial, dan/ atau memiliki
pemantauannya. potensi kecerdasan dan bakat istime-
wa. Sedang pada Penjelasan Pasal
wajib belajar pendidikan dasar
32 disebutkan, bahwa pendidikan
secara gratis atau dari pendidikan
khusus merupakan penyelenggaraan
lanjutan berdasarkan alasan
pendidikan untuk peserta didik yang
disabilitasnya. Difabel harus dapat
berkelainan atau peserta didik yang
mengakses pendi- dikan dasar dan
memiliki kecerdasan luar biasa, yang
lanjutan yang inklusif, berkualitas,
diselenggarakan secara inklusif atau
dan gratis, atas dasar kesetaraan
berupa satuan pendidikan khusus
dengan yang lain di dalam
pada tingkat pendidikan dasar dan
masyarakat di mana mereka tinggal.
menengah. Satuan pendidikan khusus
Tersedianya dukungan, akomodasi
yang dimaksud adalah dalam bentuk
yang layak bagi kebutuhan individu
Sekolah Luar Biasa (SLB).
difabel dalam mingikuti pendidik-
Lebih tegas lagi disebutkan
an umum, agar layanan pendidikan
dalam Konvensi Mengenai Hak-hak
inklusif tersebut dapat berlangsung
Difabel. Konvensi yang telah
secara efektif.
diratifikasi oleh Pemerintah
Masih kuatnya pengaruh ideo-
Indonesia dengan UU No. 19 tahun
logi liberal yang kapitalistik sangat
2011 tentang Pengesahan Convention menghambat pelaksanaan pendidikan
on The Rights of Person with Disability inklusif bagi difabel. Kasus penolakan
(Konvensi Mengenai Hak- hak untuk diterima sebagai peserta didik di
Penyandang Disabilitas). Pasal 24 lembaga pendidikan regular yang dia-
tentang Pendidikan, antara lain lami oleh difabel, sampai sekarang
disebutkan bahwa negara wajib ma- sih saja terjadi. Bahkan pelaksana
meny- elenggarakan pendidikan dan pengelola pendidikan pada
inklusif bagi difabel, dengan tujuan umumnya masih berkeberatan untuk
mengembang- kan seutuhnya melaksa- nakan pendidikan inklusif,
potensi diri; martabat; harga diri dan meskipun ada data yang
penghormatan terhadap HAM; dikemukakan oleh Direktorat
kebebasan fundamental dan Pendidikan Khusus dan Pendidikan
keragaman manusia; mengembang- Layanan Khusus Direkto- rat
kan kepribadian; bakat dan kreatifitas; Jenderal Pendidikan Dasar. Bah-
serta kemampuan mental dan fisik wasanya sampai dengan tahun 2015,
penyandang disabilitas hingga menca- telah ada 60 (enampuluh) daerah yang
pai potensi maksimum mereka: men- terdiri dari 12 (dua belas) provinsi dan
dorong difabel untuk berpartisipasi 48 (empat puluh delapan) kabupaten/
efektif dalam kehidupan masyarakat. kota, yang telah mendeklarasikan diri
Untuk itu, negara wajib menja- menjadi provinsi dan kabupaten/ kota
min difabel tidak dikecualikan dari penyelenggara pendidikan inklusif.
sistem pendidikan umum, dan Penyebutan bentuk pendidikan
bahwa difabel anak tidak bagi difabel yang berupa penyelengga-
dikecualikan dari
raan pendidikan inklusif atau satuan
pakan proses pencacatan, yang
pendidikan khusus dalam UU No. 20
menimbulkan stigma sepanjang
tahun 2003 merupakan bukti masih
hayat, sehingga orang tua tidak
kuatnya pengaruh ideologi liberalism
mau menyekolahkan anaknya ke
kapitalistik dalam penyelenggaraan
SLB.
sistem pendidikan di Indonesia. Hal
- Melalui pendidikan inklusi akan
inilah yang mengakibatkan adanya
terjadi proses edukasi kepada ma-
dualisme penyelenggaraan pendidik-
syarakat agar menghargai adanya
an bagi difabel di Indonesia. Pelak-
perbedaan
sanaan dua macam penyelenggaraan
pendidikan bagi difabel inilah yang
(b) Kontra Pendidikan Inklusif
menyebabkan terjadinya perdebatan - Peraturan perundangan membe-
yang meliputi (Epita Herbudiati: 2012) rikan kesempatan untuk menye-
lenggarakan pendidikan khusus.
(a) Pro Pendidikan Inklusif - Banyak orangtua yang tidak
- Belum ada bukti empirik yang
ingin anaknya bersekolah di
kuat, bahwa SLB merupakan
sekolah regular.
satu- satunya sistem terbaik untuk
- Banyak sekolah regular yang be-
anak difabel.
lum siap menyelenggarakan pen-
- Biaya penyelenggaraan SLB jauh
didikan inklusif, karena menyang-
lebih mahal daripada sekolah
kut sumberdaya dan sumberdana
regular.
yang terbatas.
- Banyak anak difabel yang tinggal
- SLB dianggap lebih efektif
di daerah-daerah yang tidak dapat
karena diikuti anak yang
bersekolah di SLB, karena jauh
sejenis.
atau biayanya tidak terjangkau.
- SLB yang berasrama merupakan Karena pemerintah belum seca-
sekolah yang memisahkan anak ra tegas memberikan penyelesaian
dari kehidupan sosial yang tentang perdebatan tersebut, maka
nyata, sedangkan sekolah inklusi pelaksanaan pendidikan inklusif di
lebih menyatukan anak dengan Indonesia masih banyak menemui
kehi- dupan yang nyata. kesulitan., Di Indonesia pendidikan
- Banyak bukti di sekolah regular inklusif sangat perlu dilaksanakan,
terdapat anak difabel yang tidak mengingat bahwa (Mulyono
mendapatkan layanan yang sesu- Abdurah- man dalam Febria Anisa:
ai. 2013)
- Penyelenggaran SLB mengakibat- 1. Sesuai dengan dasar Negara Ke-
kan adanya labelisasi yang meru- satuan Republik Indonesia, yang
mendorong bangsanya untuk
menjadikan masyarakat yang
berkemanusiaan yang adil dan
bangsa Indonesia. Sehingga ideologi
beradab, berpersatuan Indonesia,
inklusivisme menuju masyarakat
mengedepankan musyawarah
yang ber-Bhinneka Tunggal Ika
untuk mufakat, berkeadilan sosial
harus menjadi asas dari sistem
yang didasari oleh kearifan
pendidikan di Indonesia.
dalam berkeimanan menuju
masyarakat gotong-royong, adil C. Mendorong Pelaksa-
dan makmur.
naan Pendidikan Inklusif
2. Sesuai dengan semboyan bangsa Tugas para pencinta manusia
Indonesia, yaitu Bhinneka Tung- untuk selalu mengembalikan visi dan
gal Ika yang menjunjung tinggi misi pendidikan pada nilai-nilai kema-
keanekaragaman latar belakang nusiaan dalam semangat kerakyatan.
kehidupan rakyat Indonesia. Artinya, pencapaian kemanusiaan itu
3. Mempersempit tumbuhnya benih- bukan menjadi eksklusivitas elite dan
benih kesenjangan sosial yang kaum terpelajar saja, melainkan harus
menimbulkan praktik-praktik menjadi jiwa dari mereka yang kep-
diskriminatif. ribadiaannya berdimensi komitmen
4. Sebagai perwujudan negara pada rakyat, khususnya yang masih
dalam memenuhi dan le- mah dan tersingkirkan. Itu hanya
melindungi hak asasi akan tercapai dalam tataran aksi,
warganegaranya, terutama bukan sekedar mimpi, serta ditopang
dalam hal mendapatkan layanan oleh sistem politik yang humanis
pendidikan yang berkeadilan, populis, cinta kemanusiaan, dan
non diskriminatif dan bermutu. kerakyatan (Francis X. Wahono:
5. Mempermudah dan memperluas 2001).
kesempatan difabel dalam mem- Terkait dengan hal tersebut,
peroleh hak atas pendidikannya dise- butkan pula dalam Pasal 6
(ketersediaan sekolah khusus ti- Peraturan Daerah (Perda) Daerah
dak mencukupi jika dibandingkan Istimewa Yog- yakarta (DIY) No. 4
dengan banyaknya anak difabel). tahun 2012, bah- wa pendidikan
6. Menjunjung tinggi nilai-nilai inklusif adalah sistem pendidikan
kebersamaan dalam masyarakat yang menyertakan semua peserta
intrnasional untuk bersama-sama didik dalam suatu iklim dan proses
menjunjung tinggi nilai-nilai ke- pembelajaran bersama, dengan
manusiaan. layanan pendidikan yang layak dan
se- suai kebutuhan individu peserta
Jelaslah kini, bahwa pendidik- didik, tanpa membeda-bedakan latar
an inklusif adalah pendidikan yang bela- kang kehidupan mereka,
menanamkan dan membentuk wa- misalnya; etnik/ suku, ras/ warna
tak dan kepribadian serta ideologi kulit, kondisi sosial, kemampuan
ekonomi, poli-
tik, bahasa, geografis, jenis kelamin,
tatalaksana kebijakan, maupun kultur
agama/ kepercayaan, dan perbedaan
kebijakan dengan tahapan sebagai
kondisi fisik dan/ atau mental.
berikut (Rum Topatimasang: 2007)
Dalam hal ini, lembaga pendidikan
1. Membentuk Lingkar inti
menjadi miniatur masyarakat (mini Pada tahap ini, para inisiator ge-
society), maka sekali lagi perlu rakan yang jumlahnya sangat terbatas
ditandaskan, bahwa pendidikan membentuk kelompok inti yang ber-
inklusif adalah bentuk pendidikan tugas menyusun perencanaan, stra-
yang berideologi sesuai dengan tegi dan metode pelaksanaan, sistem
ideologi bangsa Indo- nesia, yakni pendukung, monitoring dan evaluasi,
Pancasila. serta rencana tindak lanjut gerakan.
Untuk itu, penyelenggaraan pen- 2. Memilih Isu Strategis
didikan inklusif harus didorong untuk Kelompok lingkar inti menentu-
menjadi hakekat penyelenggaraan kan isu strategis, yaitu isu pokok
pendidikan di Indonesia. Jadi peny- yang berdampak luas, yang pada
elenggaraan pendidikan di semua saatnya diangkat sesuai dengan
jalur, jenis, dan jenjang pendidikan momen yang tepat untuk
di Indonesia, harus menggunakan mendapatkan perhatian publik. Jika
prinsip dasar inklusifisme. Dengan perlu, momen yang tepat itu sengaja
demikian akan selalu berorientasi dibangun.
pada nilai-nilai kemanusiaan, per- 3. Merancang Sasaran dan Strategi
satuan, kerakyatan, keadilan sosial, Setelah menentukan isu strategis,
kearifan dalam berkeimanan, dan kelompok lingkar inti perlu menetap-
tidak lagi diskriminatif kepada sia- kan sasaran gerakan dengan strate-
papun, termasuk kepada kelompok ginya masing-masing, untuk
difabel. Hal yang bersifat hakiki ini mencapai
hendaknya tidak lagi diperdebatkan setiap sasaran tersebut.
dengan sesuatu yang sangat bersifat 4. Mengolah Data dan Mengemas
fraksis dan teknis metodologis, seperti Informasi
pada penyelenggaraan pendidikan di Dalam gerakan sosial, data dan
Sekolah Luar Biasa. informasi merupakan amunisi
pokok. Oleh karena itu,
D. Kesimpulan pengumpulan dan pengolahannya
Dalam upaya mendorong pendi- penting untuk ditin- daklanjuti.
dikan inklusif agar menjadi Hakekat 5. Menggalang Sekutu dan
Sistem Pendidikan Nasional, maka Pendu- kung
perlu dilakukan proses gerakan Dalam melaksanakan gerakan
sosial yang dilaksanakan pada semua sosial, perlu disadari pentingnya men-
ranah kebijakan, yang meliputi isi cari kawan atau sekutu dan dukungan
kebijakan, sebanyak mungkin. Untuk kemudian
menempatkannya pada sektor-sektor
pembuat kebijakan, anggota sektor
yang sesuai, yang disertai dengan
pelaku negosiasi harus juga melaku-
pembagian tugas di masing-masing.
kan lobby, negosiasi, mediasi, atau
Sektor-sektor dimaksud meliputi
kolaborasi, untuk mempengaruhi
sektor sistem pendukung, pemban-
para pelaksana kebijakan. Tujuannya
gun basis gerakan, dan sektor pelaku
agar hal itu dapat terwujud dalam
negosiasi.
program- program dan alokasi
6. Mengajukan Rancangan Kebijak- anggaran yang sesuai, sebagai bentuk
an atau Rancangan Tanding pelaksanaan kebijakan yang
Sektor sistem pendukung yang
diterbitkan.
bertugas melakukan kajian, men-
9. Membentuk Pendapat Umum
gumpulkan dan mengolah data dan
(Opini Publik)
informasi, mengumpulkan dukungan,
Sebagai bentuk pendidikan dan
serta menetapkan sasaran dan strategi
penyadaran publik terhadap isu stra-
gerakan, kemudian mempersiapkan
tegis yang diangkat (dalam hal ini isu
dan mengajukan rancangan kebijakan
pendidikan yang adil bagi difabel),
baru atau rancangan tanding. Ini dila-
maka mereka yang berada di sektor
kukan sebagai usulan kebijakan baru
bangun basis gerakan harus juga mem-
atau pengganti kebijakan-kebijakan
bangun opini publik. Bisa dilakukan
yang ada dan bersifat diskriminatif.
melalui berbagai media masa,
7. Mempengaruhi Pembuat Kebi-
maupun media sosial. Kecuali itu,
jakan
pembangun- an opini publik juga
Rancangan kebijakan baru atau
perlu dilakukan dalam bentuk
rancangan tanding tidak cukup
diskusi, dialog, seminar, workshop,
hanya diserahkan kepada pembuat
penerbitan buku, dan ke- giatan
kebijakan begitu saja. Mereka yang
sejenis. Jika perlu melakukan
berada di sektor pelaku negosiasi
kegiatan penggalangan masa.
harus meng- ikuti proses legislasi
10. Membangun Basis Gerakan
tersebut dengan upaya
Kecuali membangun opini
pengawalannya, yang berupa
publik, gerakan mendorong
kegiatan lobby, negosiasi, mediasi,
implementasi penyelenggaraan
atau kolaborasi. Tujuannya untuk
pendidikan inklusif harus juga
mempengaruhi para pembuat kebijak-
dilakukan. Pelatihan dan
an, agar dapat menerbitkan kebijakan
pendampingan serta pemantauan pe-
yang implementatif dan berkeadilan
laksanaan pendidikan inklusif, harus
sosial seperti yang diharapkan.
dilakukan oleh mereka yang berada
8. Mempengaruhi pelaksana kebi-
di sektor bangun basis gerakan.
jakan
11. Monitoring, Evaluasi, dan
Disamping mempengaruhi para
Ren- cana Tindak Lanjut
Selama melakukan gerakan sosial
mendorong implementasi pendidikan
inklusif, mereka yang berada di sektor
rang Novelis Karya Maia
sistem pendukung harus selalu meny-
Rosyida, Skripsi Jurusan Sastra
elenggarakan monitoring pelaksanaan
Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya,
gerakan. Pada setiap pencapaian sasar-
Universitas Diponegoro,
an, mereka harus melakukan Semarang.
evaluasi, baik terhadap efektivitas Purwanta, Setia Adi (2004). “Me-
maupun ki- nerja gerakan yang numbuhkan Perspektif Difabel
dilakukan. Dengan rekomendasi yang untuk Mewujudkan Masyarakat
merupakan hasil evaluasi tersebut, Inklusif ”, dalam buku Pokok-
para pelaku gerak- an sosial di sektor Pokok Pikiran Dr. Mansour Faqih.
sistem pendukung kemudian Yogya- karta: SIGAB,
menyusun rencana tindak lanjut. Yogyakarta.
Sugiono, Muhadi (2006). Kritik Anto-
Kecuali tahapan seperti yang nio Gramscy terhadap
diuraikan di atas, tidak kalah penting-
Pembangunan Dunia Ketiga.
nya adalah menempatkan tahapan- Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
tahapan tersebut pada kerangka waktu Tondowidjojo, John (2009).
yang tepat, dengan adanya indikator Mengem- balikan
pencapaian sasaran yang terukur pada Tanggungjawab Negara dalam
setiap tahapan. Dengan demikian, ge-
Pendidikan, Selecta Giorna- lista.
rakan sosial yang dilaksanakan dapat Surabaya: Yayasan Sanggar Bina
diketahui tingkat keberhasilannya. Tama.
Demikianlah sumbang pikir yang Topatimasang, Rum (2007). Mengu-
perlu disampaikan untuk membantu bah Kebijakan Publik. Yogyakarta:
mewujudkan perubahan sosial tentang Insist Press.
pemenuhan, perlindungan, penghor- Wahono, Francis X (2001). Komersia-
matan, dan pemajuan hak asasi anak lisasi Pendidikan. Yogyakrta:
bangsa. Dalam hal ini menyangkut Insist Press dan Cindelaras
perolehan hak pendidikan yang ber- bekerjasama dengan Pustaka
kualitas dan berkeadilan sosial bagi Pelajar.
difabel, tentunya bersama-sama deng-
an anak bangsa lainnya. Internet
h ttp : // a bdu lla hqi s o. blo gs p ot.
Daftar Pustaka com/2013/04/pengertian-pendi-
Buku, Jurnal, Penelitian, dan Ma- dikan-menurut-para-ahli html
jalah http://birohukum.jogjaprov.go.id/pe-
Purariyani, Elok Dewi (2012). raturan/filepdf/perda4-2012.pdf
“Kajian Sosiologis atas Novel http://Epita Herbudiati.blogspot.
Catatan Seo- com/2012/06/artikel-spn.html
http://Febriaanisa.blogspot.
com/2013/01/pendidikan-inklu-
sif.html
http://kemdikbud.go.id/kemdikbud/
berita/4043 April 2015
http://kemenag.go.id/file/dokumen/
uu2003.pdf
http://komnasham.go.id/instrumen-
ham-nasional/uu-no-39-tahun-
1999-tentang-ham.pdf
http://treaty.kemlu.go.id/uploads-
pub/4206_MUL-2011-0301-1.pdf
http://tutikd.blogspot.com/2013/02/
fungsi-dan-tujuan-pendidikan.
html
Strategi Advokasi dalam
Mewujudkan Inklusivitas
pada Pendidikan Tinggi
(Studi Kasus: Pusat Studi Layanan
Difabel UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta)

Presti Murni Setiati


Asisten Penelitian Sasana Integrasi dan Advokasi Difabel (SIGAB) E-
mail: presti.ms@sigab.or.id

Abstrak

U
ntuk menjadikan universitas yang mempunyai perspektif inklusi, maka diperlukan du-
kungan yang kuat dan melembaga. Butuh waktu dan proses yang lama agar perspektif
ini bisa tertanam di pikiran para stakeholders. Kenyataan ini memang membuat tugas
menjadi tak mudah. Akan tetapi, pada kenyataannya, hal tersebut tak menjadi persoalan berarti.
Konsistensi dan dukungan menjadi hal yang sama sekali tak bisa dielakkan. Contoh dari semua
hal tersebut adalah apa yang telah dikerjakan dan diupayakan oleh Pusat Layanan Difabel (PLD)
di UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta. Tulisan ini akan membahas bagaimana peran PLD
dalam mewujudkan pendidikan tinggi inklusif di lingkungan kampus UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta, mulai dari bagaimana sejarah berdirinya, dan aktivitas yang ada didalamnya.

Kata Kunci: PLD UIN Sunan Kalijaga; Pendidikan Tinggi; Difabel


100 JURNAL DIFABEL, Volume 3, | No 3, 2016

A. Pendahuluan di sekolah reguler.


Berbicara mengenai perkem- Adapun pendidikan inklusif me-
bangan pendidikan bagi difabel di rupakan pendidikan dimana peserta
Indonesia, ternyata masih jauh dari didik difabel dapat menempuh
harapan. Hal ini disebabkan masih pendi- dikan bersama dengan peserta
banyaknya hambatan dan didik nondifabel di sekolah reguler.
diskriminasi yang dialami oleh Ten- tunya dengan modifikasi
difabel. Hambatan tersebut dapat kurikulum dan pembelajaran yang
berasal dari kurangnya dukungan disesuaikan dengan kemampuan
keluarga, belum tumbuhnya peserta didik difabel tersebut. Jenis
keberpihakan pihak institusi pendidik- pendidikan inilah yang diharapkan
an terhadap difabel, sampai dengan mampu men- jembatani
regulasi dan kebijakan pemerintah perkembangan pendidikan di
yang belum mengakomodir Indonesia menuju pendidikan untuk
kebutuhan pendidikan bagi peserta semua, sehingga pada akhirnya
didik difabel. Adapun bentuk semua sekolah mampu menerima
diskriminasi yang sering dirasakan peserta didik difabel.
antara lain; masih banyaknya Namun sayangnya, istilah pen-
penolakan difabel untuk masuk didikan inklusif ini masih berfokus
sekolah, kurang tersedianya sarana pada tingkat pendidikan dasar dan
dan prasarana pendidikan bagi difabel, menengah saja. Belum cukup familiar
dan masih banyak bentuk lainnya. atau bahkan masih terdengar asing
Ada tiga jenis pendidikan bagi pada tingkat pendidikan tinggi. Mes-
difabel yang ditawarkan oleh kipun begitu, istilah pendidikan tinggi
pemerin- tah kita, yaitu: pendidikan inklusif pun mulai diperkenalkan
segregasi, pendidikan integrasi, dan beberapa waktu terakhir ini. Dari sisi
pendidikan inklusi. Pendidikan kebijakan misalnya, pemerintah kita
segregasi meru- pakan pendidikan telah meratifikasi Konvensi Hak-Hak
yang memisahkan peserta didik Penyandang Disabilitas (Convention
difabel dengan peserta didik lain on the right of Person with Disability)
yang non-difabel. Contoh jenis yang disahkan dengan UU No. 19
pendidikan ini adalah sekolah tahun 2011. Di dalamnya juga
khusus atau SLB. Sedangkan pendi- memuat pasal-pasal terkait
dikan integrasi memungkinkan peserta pendidikan tinggi inklusif, yang
didik difabel menempuh pendidikan menyatakan bahwa penyandang
bersama dengan peserta didik non- disabilitas harus diterima di semua
difabel di sekolah reguler. jenjang pendidikan. Pasal 24 konvensi
Konsekuen- sinya, peserta didik tersebut menjelaskan bahwa siswa dan
difabel tersebut harus mampu mahasiswa disabilitas ha- rus
mengikuti kurikulum dan difasilitasi sarana dan prasarana
pembelajaran yang dilaksanakan
pendidikannya, serta peningkatan
kalijaga-raih-inclusive-award-2013).
keahlian bagi guru maupun dosen,
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
supaya mereka mampu memberikan
memang telah berkomitmen untuk
pendidikan yang berkualitas bagi pe-
menjadi pendidikan tinggi inklusif
nyandang disabilitas.
sejak tahun 2007 lalu. Salah satu
Di level nasional, Indonesia juga
bukti komitmen itu adalah dengan
telah melakukan perubahan
berdirinya Pusat Studi dan Layanan
terhadap UU No. 4 tahun 1997
Difabel (PSLD), pada 2 Mei 2007.
tentang Pe- nyandang Cacat, dan
PSLD inilah yang menjadi salah satu
menggantinya dengan UU No. 8
sarana untuk mewujudkan pendidikan
tahun 2016 ten- tang Penyandang
inklusif di perguruan tinggi. Adapun
Disabilitas. Dalam undang-undang
fungsi dari PSLD ini adalah
tersebut juga memuat pasal tentang
menjadi pusat kajian difabilitas dan
pendidikan tinggi secara lebih luas,
pendidikan inklusif, serta
yaitu dalam Pasal 42. Se- dangkan
meminimalisir kesulitan mahasiswa
di level lokal, seperti Daerah
difabel dalam akses pem- belajaran
Istimewa Yogyakarta (DIY), telah
dan pelayanan di perguruan tinggi,
muncul peraturan daerah (perda) khu-
khususnya UIN Sunan Kalijaga
sus tentang difabel, yaitu Perda No. 4
Yogyakarta.
tahun 2012 tentang Perlindungan dan
Pemenuhan Hak-Hak Penyandang B. Sejarah terbentuknya
Disabilitas. Hanya saja, dalam perda Pusat Layanan
tersebut belum membahas secara spe- Difabel (PLD)
sifik tentang pendidikan tinggi bagi Sebelum terbentuknya Pusat La-
penyandang disabilitas. yanan Difabel (PLD), UIN Sunan
Selain mengenai regulasi dan kalijaga (IAIN Sunan Kalijaga pada
kebijakan, inklusivitas dalam pendi- waktu itu) juga sudah terbuka me-
dikan tinggi yang baru beberapa tahun nerima berbagai jenis keberagaman,
terakhir ini diperkenalkan juga telah termasuk juga difabel. Universitas ini
menghasilkan “Inklusi Award”. telah meluluskan banyak mahasiswa
Peng- hargaan yang diberikan oleh difabel dari berbagai disiplin ilmu.
kementri- an pendidikan kepada dua Akan tetapi, mahasiswa difabel yang
perguruan tinggi penyelenggara menempuh pendidikan di UIN
pendidikan tinggi inklusif. Salah Sunan Kalijaga pada waktu itu,
satu penerima inklusi award tersebut belum men- dapatkan fasilitas
adalah Prof. Dr. penunjang pembe- lajaran yang
H. Musa Asy-Ari, Rektor Universitas baik.
Islam Negeri (UIN) Sunan Tak jarang diskriminasi masih
Kalijaga, Yogyakarta (http://uin- masih mereka alami. Mahasiswa
suka.ac.id/ difabel netra misalnya, mereka harus
page/berita/detail/794/uin-sunan-
mencari pendamping ujian sendiri,
tersebut, mereka melihat akses pen-
mencari pendamping untuk mengak-
didikan yang begitu mudahnya bagi
ses perpustakaan dan bahan
difabel. Difabel mendapatkan
referensi sendiri, serta melakukan
berbagai layanan dan fasilitas yang
kegiatan akses pembelajaran lainnya
menunjang perkuliahan. Dengan
secara mandiri. Mereka harus
adanya fasilitas dan layanan yang
berjuang men- gejar ketertinggalan
disediakan tersebut, difabel di sana
dengan mahasis- wa lainnya, tanpa
bisa berperilaku secara mandiri.
ada fasilitas yang menunjang
Terinspirasi dari situasi dan kon-
pembelajaran. Untuk itu perlu
disi yang ada di McGill University,
dimunculkan sebuah lembaga yang
akhirnya ketiga dosen tersebut mem-
mampu memberikan dukungan,
punyai ide untuk mendirikan sebuah
terutama soal akses pendidikan tinggi,
lembaga internal kampus, yang ber-
khususnya di UIN Sunan Kaljaga
fungsi mendampingi difabel dalam
dan lebih lanjut di perguruan tinggi
akses pendidikan tinggi. Mereka se-
lainnya.
gera mendiskusikan dan mengkomu-
PLD merupakan sebuah lembaga
nikasikan untuk membentuk lembaga
internal kampus. Tugasnya
untuk mengakomidir dan mengatasi
melakukan advokasi terhadap isu-isu
hambatan-hambatan difabel dalam
difabilitas. Lembaga ini berdiri
akses pendidikan tinggi. Hal itu ke-
sejak tanggal 2 Mei 2007. Awalnya
mudian didiskusikan kepada Prof.
bukan bernama PLD, akan tetapi
Dr. H. M. Amin Abdullah, Rektor
Pusat Studi dan Layanan Difabel
UIN Sunan Kalijaga pada saat itu.
(PSLD). Pergantian nama dilakukan
Selain itu, mereka juga membangun
hanya karena alasan birokrasi dan
komunikasi dengan pihak-pihak lain
struktural saja. Untuk kerja PLD ini
untuk mendukung idenya.
sendiri adalah sebagai unit layanan
Gagasan para dosen ini menda-
difabilitas di lingkungan kampus.
patkan sambutan yang cukup baik
Secara khusus melakukan kajian
dari pihak universitas. Kebetulan
atau penelitian, serta edukasi dan
Prof. Dr.
advokasi, terkait isu difabilitas di
H. M. Amin Abdullah beberapa kali
lingkungan internal kampus.
berkunjung ke McGill University dan
Berdirinya PSLD ini dilatarbela-
melihat lembaga yang ada di univer-
kangi oleh pengalaman tiga orang
sitas tersebut. Menyadari kesetaraan
do- sen yang menempuh studi di
hak-hak difabel dan keinginan untuk
McGill University, Kanada, pada
memberikan dukungan secara
tahun 2004- 2005 (http://pld.uin-
formal, akhirnya pihak universitas
suka.ac.id/p/se- jarah.html). Tiga
mengako- modasi pembentukannya.
orang dosen tersebut adalah
Akhirnya pada 2 Mei 2007, PSLD
Andayani, Rofah Mudzakir, dan
resmi terben-
Muhrisun Afandi. Di universitas
tuk dengan Andayani sebagai dengan
direktur pertamanya.
Pada awal-awal tahun
berdirinya, PSLD mengalami
banyak hamba- tan dan tantangan.
Salah satunya adalah masalah
pendanaan. Hal ini dikarenakan
PSLD bukan merupakan lembaga
struktural kampus, sehingga tidak
mendapatkan dukungan dana dari
universitas. Untuk itu, PSLD harus
mencari sumber dana secara
mandiri. Salah satu langkah strategis
yang diambil pada saat itu adalah
fundraising. Tak jarang, ketiga dosen
tersebut harus mengeluarkan dana
dari kantong pribadi mereka demi
kelancaran dan pengembangan
PSLD. Tantangan lainnya adalah
kurangnya sumber daya manusia
untuk kegiatan PSLD. Untuk
mengatasinya, lembaga itu kemudian
membangun jejaring dengan
berbagai lembaga yang ada.
Termasuk melakukan kegiatan pe-
rekrutan relawan.
Pada tahun 2009, Marion Steff:
seorang relawan dari Academic
without Border, Canada, dikirim
untuk mem- bantu kerja PSLD. Ia
mendampingi dan membantu
kinerja PSLD selama satu tahun. Ia
banyak membantu dan melakukan
advokasi pada lembaga- lembaga
internal kampus. Selain itu, Marion
Steff juga banyak membantu PSLD
dalam melakukan pemberda- yaan
terhadap mahasiswa difabel, melalui
bulletin bulanan yang dikelo- lanya.
Pada tahun 2012, lembaga ini
kembali melakukan kerjasama
Academic without Border, yang kemu-
dian menghadirkan kembali seorang
relawan, yaitu Lisa Fisher.
Perempuan ini kemudian membantu
PSLD untuk menciptakan
perpustakaan yang ak- sesibel bagi
mahasiswa difabel.
Selain keberadaan relawan,
adanya mahasiswa difabel juga tak
ka- lah pentingnya bagi
keberlangsungan PSLD. Sebagai
sebuah unit layanan di- fabel di
lingkungan kampus, tentunya PSLD
tidak mampu berjalan tanpa
mahasiswa difabel yang bersedia un-
tuk memperjuangkan haknya.
Mereka turut terlibat aktif dalam
kegiatan-ke- giatan advokasi yang
dilakukan oleh PSLD. Mereka juga
turut berjuang bersama PLD dalam
melakukan ke- giatan advokasi
terhadap akses-akses pendidikan
tinggi di UIN Sunan Kali- jaga, yang
dirasa masih kurang aksesi- bel. Pada
awalnya, pendidikan tinggi di UIN
Sunan kalijaga hanya diakses oleh
difabel netra saja. Seiring dengan
perkembangannya, mahasiswa difabel
yang mengakses pendidikan tinggi
di UIN Sunan Kalijaga ini semakin
beragam. Ada difabel rungu wicara,
dan difabel fisik.
Di lain sisi, kepemimpinan
Anda- yani berlangsung sampai
dengan tahun 2010. Pada masa
kepemimpinannya, Andayani juga
dibantu oleh Asep Ja- hidin,
pengajar dari Fakultas Dakwah dan
Komunikasi. Selanjutnya pada
tahun 2010, tongkat kepemimpinan
PSLD dilanjutkan oleh Rofah Mud-
zakir. Setahun berikutnya, lembaga
ini
merekrut tiga dosen sebagai pengurus,
ga-melantik-pejabat-baru-di-). Dengan
masing-masing adalah Arif Maftuhin
demikian, sejak tahun 2007 sampai
dan Ruspita Rani Pertiwi dari Fakul-
dengan tahun 2015 lembaga ini telah
tas Dakwah, dan Liana Aisyah dari
mengalami pergantian 4 (empat) kali
Fakultas Science dan Technology. Pada
kepemimpinan.
tahun 2012, ada lagi dosen yang ber-
gabung, yaitu Siti Aminah dan
C. Upaya PLD dalam
Astri Hanjarwati dari Fakultas
Mewujudkan Aksesibi-
Dakwah, dan Jamil
litas Pendidikan
Suprihatiningrum dari Fa- kultas
Tinggi bagi Difabel
Science dan Technology.
Dalam menjalankan tugasnya se-
Pada tahun 2013, kepemimpinan bagai unit layanan difabel di lingkung-
Rofah Mudzakir dilanjutkan oleh Arif an kampus, PLD UIN Sunan Kalijaga
Maftuhin yang sebelumnya menjabat memiliki tiga fungsi, yaitu
sebagai wakil direktur. Kebetulan (Andayani, Muhrisun, Rofah: 2010)
Ro- fah Mudzakir ditunjuk untuk 1. Memberikan dukungan kepada
menjadi Kepala Program Studi mahasiswa difabel untuk menda-
Interdisipliner Islamic Studies (IIS) pat akses kegiatan pembelajaran,
Pascasarjana. Bersamaan dengan administrasi dan interaksi sosial
itu, pada 19 Juli 2013 terkait di universitas. Dukungan dan
perubahan susunan ke- lembagaan layanan yang diberikan
di UIN Sunan kalijaga, PSLD bertujuan untuk mengeliminasi
berganti nama menjadi Pusat atau paling tidak mengurangi
Layanan Difabel (PLD) dan secara hambatan-ham- batan fisik,
struktural lembaga ini berada di bawah akademik, dan sosial yang
Lembaga Penelitian dan Pengabdian dialami mahasiswa difabel.
Masyarakat (LPPM). 2. Pada saat yang sama, unit lay-
Hal yang melandasi pergantian
anan juga dimaksudkan untuk
nama lembaga ini hanyalah
memberikan dukungan kepada
persoalan surat keputusan. Pusat
pemegang kebijakan, dosen, dan
studi tidak di- perbolehkan berdiri di
staf administrasi, serta seluruh
bawah lembaga struktural, sehingga
warga kampus untuk membangun
perubahan nama harus dilakukan.
sebuah lingkungan yang aksesibel
Kepemimpinan Arif Maftuhin
bagi mahasiswa difabel.
berlangsung sampai dengan
3. Dari kacamata ideologi inklusi,
pertengahan tahun 2015. Selanjutnya
tugas unit layanan difabel adalah
tongkat kepemimpinan dilanjutkan
memfasilitasi terbentuknya kam-
oleh Muhrisun Afandi, yang dilantik
pus sebagai lingkungan belajar
pada hari Jum’at, tanggal 8 Mei 2015
yang aksesibel, inklusif, dan de-
(http://uin-suka.ac.id/page/berita/
detail/1006/rektor-uin-sunan-kalija-
mokratis, dimana perbedaan dan
Pelayanan Fasilitas Belajar Adaptif
keragaman karakteristik semua
Sebagai unit layanan difabel,
mahasiswa diakui dan dihargai.
PLD berkomitmen untuk
mengakomodir kebutuhan belajar
Untuk dapat menjalankan fung-
mahasiswa difabel. Untuk itu, salah
sinya, PLD melakukan beberapa ke-
satu langkah yang dilakukan
giatan pendampingan dan advokasi.
dalam mengakomodir kebutuhan
Pendampingan dilakukan kepada
akses pembelajaran bagi mahasiswa
mahasiswa difabel agar mendapatkan
difabel di UIN Sunan Kalijaga
akses pembelajaran dan pelayanan
adalah dengan memberikan fasilitas
adaptif di lingkungan kampus. Se-
belajar adaptif. Fasilitas ini diberikan
dangkan advokasi dilakukan kepada
sejak awal berdirinya PLD pada
pemegang kebijakan dan civitas
tahun 2007. Bersamaan dengan
akademika, untuk menumbuhkan
launching PSLD waktu itu, pihak uni-
perspektif difabilitas di lingkungan
versitas juga memberikan dukungan
kampus, serta membangun inklusivi-
berupa kantor dan fasilitas belajar,
tas di lingkungan kampus. Kegiatan
berupa komputer bicara, buku bicara
yang dilakukan PLD terbagi menjadi
digital, dan buku braile.
dua macam yaitu: direct services dan Selain itu, PLD juga membangun
indirect services (Andayani, Muhrisun, kerjasama dengan beberapa lembaga
Rofah: 2010). yang bergerak dalam bidang pendi-
Direct services merupakan kegiat- dikan bagi difabel. Misalnya seperti
an yang dilakukan secara langsung Yayasan Mitranetra Jakarta dan SLB
terhadap difabel. Sifatnya bersifat A YAAT Klaten untuk penyediaan
teknis, praktis dan jangka pendek, software screen reader dan training of
dan merupakan layanan day to day. trai- ner komputer bicara bagi difabel
Sedangkan indirect services merupakan netra. Untuk selanjutnya, penyediaan
kegiatan pendampingan terhadap ma- fasili- tas belajar ini semakin
hasiwa difabel yang dilakukan secara berkembang, seperti adanya scanner,
tidak langsung. Ini berkaitan dengan
penambahan komputer bicara dan
inisiatif advokasi, dan berdampak lain-lain.
jangka panjang terhadap akses pen-
didikan tinggi bagi difabel. Adapun
Notetaking
kegiatan direct services yang dilakukan
Notetaking ini merupakan kegiat-
oleh PLD antara lain:
an pendampingan yang dilakukan
untuk membuat catatan kuliah bagi
mahasiswa difabel, khususnya
difabel rungu wicara. Kegiatan ini
dilakukan untuk mengatasi
hambatan kurang adaptifnya
pembelajaran di kelas, yang
dilakukan oleh para dosen. Mengi-
akan dibaca. Hal ini dilakukan meng-
ngat tidak semua dosen memahami
ingat buku-buku tersebut tidak akses
bahwa mereka harus berbicara dengan
bagi difabel, khususnya difabel netra,
artikulasi yang jelas dan menghadap
juga peletakannya yang tidak mudah
mahasiswanya yang difabel rungu
dijangkau oleh difabel fisik atau daksa.
wi- cara. Untuk itu, relawan
Akan tetapi, seiring perkembang-
pendamping menuliskan poin-poin
an advokasi yang dilakukan oleh
materi yang disampaikan dosen PLD, mahasiswa difabel di
untuk mahasiswa difabel rungu lingkungan UIN Sunan Kalijaga
wicara tersebut. menjadi lebih mudah dalam
mengakses perpusta- kaan. Mereka
Reading Assistance bisa searching buku yang dibutuhkan
Reading assistance ini merupakan melalui Online Public Access Catalog
kegiatan pendampingan membaca. (OPAC), untuk kemudian me- minta
Maksudnya adalah relawan PLD petugas perpustakaan mencari- kan
membacakan buku, bahan ajar atau buku yang dimaksud. Selain itu,
bahan bacaan lainnya kepada maha- keberadaan difabel corner juga cukup
siswa difabel, khususnya difabel membantu mahasiswa difabel dalam
netra. Sebenarnya tak hanya bahan mengakses perpustakaan.
ajar saja, melainkan juga referensi
yang lain. Pendampingan Ujian
Pendampingan ujian ini merupa-
Transcription Assistance kan kegiatan mendampingi mahasis-
Layanan ini merupakan peng- wa difabel dalam melaksanakan
ubahan file audio ke bentuk text, ujian. Relawan pendamping
sehingga dapat diakses oleh difabel membacakan butir-butir soal ujian
rungu wicara. Layanan ini diberikan kepada mahasis- wa difabel,
kepada difabel rungu wicara sebagai khususnya difabel netra. Langkah
adaptasi terhadap tidak adaptifnya test selanjutnya, menuliskan jawaban
listening dan istima’ bahasa Inggris dan dari difabel netra yang ujian
bahasa Arab. tersebut. Relawan pendamping sama
sekali tidak diperbolehkan melakukan
Library Research Assistance intervensi terhadap jawaban dari ma-
Layanan ini merupakan pen- hasiswa difabel.
dampingan terhadap difabel di per-
pustakaan. Ini dilakukan karena Mobility Assistance
kurang aksesibelnya perpustakaan di Kegiatan ini merupakan pendam-
UIN Sunan Kalijaga. Pendampingan pingan terhadap mahasiswa baru
yang diberikan ada berbagai bentuk. yang belum mengenal area kampus
Misalnya, mencarikan buku yang dengan baik. Tugas relawan dalam hal
ini ada-
lah melakukan pengenalan
Support Group/ Self – Help Group
lingkungan kampus terhadap
Mahasiswa difabel yang berkum-
mahasiswa difabel baru tersebut.
pul untuk memecahkan suatu perso-
Mereka melakukan orientasi tempat-
alan dan saling memberikan
tempat penting yang biasa
bantuan.
dikunjungi, seperti perpusta- kaan,
ruang administrasi umum (tata Sedangkan kegiatan yang bersifat
usaha), dan lain-lain. indirect services antara lain:

Peer Counseling/ Peer Buddies


Audiensi
Layanan ini merupakan layanan
Audiensi adalah inisiatif proaktif
konseling sebaya, dilakukan oleh
berupa kunjungan ke stakeholders,
relawan yang berperan sebagai konse-
terutama pembuat kebijakan dengan
lor bagi difabel. Layanan ini penting
tujuan melakukan dialog dan
dilakukan, mengingat sejak lahir di-
problem– solving berkaitan dengan
fabel telah dihadapkan oleh berbagai
isu difabel. Audiensi yang
hambatan dan tantangan, baik bersifat
dilakukan di dalam kampus,
fisik maupun sosial. Terlebih lagi di
misalnya mengunjungi pim- pinan
lingkungan kampus, tantangan yang
fakultas, pimpinan universitas,
dihadapi lebih beragam. Masyarakat
pengelola pusat bahasa dan unit lain-
kampus yang beragam tidak seluruh-
nya. Audiensi yang dilakukan PLD
nya mampu menerima difabel
terhadap stakeholders dan pemegang
sebagai bagian dari masyarakat.
kebijakan di lingkungan kampus ini
Belum lagi tantangan yang datang
cukup membawa dampak positif,
dari diri me- reka sendiri, seperti
minimal untuk menumbuhkan sensiti-
perasaan takut, rendah diri, kurang
vitas difabel di lingkungan universitas.
percaya diri dan lain-lain. Oleh
Akan tetapi, ada juga pihak-pihak
karenanya, posisi relawan sebaya
yang masih belum bisa menerima
sebagai teman untuk memecahkan
keberadaan difabel di lingkungan
masalah ini menjadi penting.
kampus. Itu menjadi tugas PLD se-
lanjutnya. Audiensi yang pernah di-
Peer Tutoring
lakukan dalam rangka menumbuhkan
Kegiatan ini menempatkan rela-
perspektif difabel di lingkungan UIN
wan sebagai tutor sebaya, yang mem-
Sunan Kalijaga adalah:
berikan pendampingan belajar bagi
1. Audiensi kepada dekan fakultas
difabel. Peer tutoring ini lebih tepat di-
untuk mendiskusikan aksesibili-
lakukan oleh teman yang mengambil
tas yang bisa disediakan fakultas.
mata kuliah yang sama dengan
Misalnya, informasi yang tidak
difabel.
hanya berupa teks, akan tetapi
juga berupa audio (suara), alokasi
waktu ujian yang ditambah. Ini
itu tidak ada kebijakan atau
penting dilakukan mengingat difa- modifikasi yang dilakukan, terkait
bel netra harus didampingi. Oleh listening test dan istima’ test bagi
karenanya, perlu waktu untuk mahasiswa difabel rungu (wicara).
pendamping ujian membacakan Hasil dari audiensi tersebut adalah
soal dan menuliskan jawaban untuk selanjutnya mahasiswa
dari mahasiswa difabel sebagai difabel rungu (wicara) tetap bisa
peserta ujian. Mahasiswa mengikuti listening dan istima’ test
difabel juga memerlukan waktu dengan soal berbentuk audio
untuk men- dengarkan saat soal yang telah diubah dalam bentuk
dibacakan. teks atau ditranskrip.
2. Audiensi ke perpustakaan untuk
membicarakan kemungkinan Social Action
kerjasama antara perpustakaan Program ini meliputi kegiatan
dengan PLD. Selain itu juga un- yang melibatkan mobilisasi massa,
tuk membicarakan mengenai bertujuan untuk melakukan edukasi
bagaimana membangun sebuah dan consciousness raising terhadap
perpustakaan yang mudah diakses masyarakat. Kegiatan social action
oleh difabel. yang dapat dilakukan di lingkungan
3. Audiensi-audiensi lain yang ber- kampus antara lain: long march keliling
tujuan menumbuhkan perspektif kampus sambil menertibkan parkir
difabel. yang belum aksesibel, membagikan
flyer dan melakukan orasi. Kegiatan
Sedangkan audiensi yang dilaku- sosial action ini biasanya dilakukan
kan PLD dalam rangka memecahkan bertepatan dengan momen-momen
permasalahan terkait isu-isu difabel tertentu, misalnya Hari Difabel Inter-
antara lain: nasional, dan Milad PLD.
1. Audiensi kepada Fakultas Us-
huludin, dimana pada fakultas Legal Drafting
tersebut terdapat seorang mahasis- Kegiatan ini bertujuan menyusun
wa difabel fisik atau daksa, draft regulasi atau kebijakan publik
yang sulit mengakses (universitas), yang mengakomodasi
pembelajaran yang dilaksanakan kebutuhan mahasiswa difabel. Ada-
di lantai 2 atau pun contoh legal drafting yang dilaku-
3. Hasilnya diskusinya adalah kan oleh PLD di lingkungan publik,
Fakultas Ushuludin kemudian antara lain:
memberikan akses perkuliahan di 1. Terlibat aktif dalam penyusunan
lantai bawah. Perda Disabilitas DIY, yaitu
2. Audiensi yang dilakukan pada
pusat bahasa, karena pada saat
Perda No. 4 tahun 2012
dan Implementasinya di UIN Su-
tentang Perlindungan dan
nan Kalijaga Yogyakarta (2007).
Pemenuhan Hak-Hak
3. Strategi Pembelajaran Adaptif
Penyandang Disabilitas.
untuk Mata Kuliah Statistik dan
2. Terlibat aktif dalam advokasi Ran-
Bahasa Arab di UIN Sunan
cangan Undang-Undang (RUU)
Kali- jaga Yogyakarta.
Penyandang Disabilitas, yang
4. Challenges and Opportunity:
sekarang telah disahkan menjadi
Access of People with Disability in
UU No. 8 tahun 2016 tentang
Tertiary Education (2010).
Penyandang Disabilitas. 5. Menuju Yogyakarta Inklusi: Kaji-
an Akademik Raperda Disabilitas
Best Practices DIY (2011).
Penyusunan best practices yang
6. Strategi Coping Mahasiswa Tuna
berfungsi sebagai buku panduan
Rungu dalam Studi di UIN
yang sangat operasional. Ditujukan
Sunan Kalijaga Yogyakarta
untuk dosen, pegawai tata usaha dan
(2012).
penge- lola unit-unit pendukung di
7. Aksesibilitas Ibadah bagi Difabel
kampus. Buku panduan yang
(2013).
penting, dianta- ranya berkaitan
8. Kebijakan Pendidikan Inklusi di
dengan bagaimana strategi
Kota Yogyakarta (2014).
pembelajaran dan layanan yang
adaptif untuk mahasiswa difabel. Sosialisasi/ Consciousness Raising
Isinya berupa kegiatan seminar,
Penelitian diskusi, debat publik, dan lain-lain.
PLD merupakan rumah riset.
Consciousness raising ini dilakukan
PLD adalah tempat melakukan riset
untuk meningkatkan pemahaman
atau penelitian yang berkaitan dengan
dan kapasitas masyarakat universitas,
isu-isu difabilitas. Sedangkan sebagai
baik di lingkungan PLD maupun luar
pusat studi PLD juga melakukan
PLD, seperti tenaga pengajar, tenaga
penelitian terkait isu difabilitas dan
administrasi, dan lain-lain. Tujuannya
pendidikan inklusi (http://pld.uin-
adalah untuk meningkatkan kapasi-
suka.ac.id/p/riset.html). Adapun pe-
tas mereka dalam dunia pendidikan
nelitian yang dilakukan PLD sebagai
inkklusif dan difabilitas. Kegiatan ini
pusat studi antara lain:
juga berguna bagi para relawan
1. Eksklusi Sosial Mahasiswa Di-
untuk peningkatan capacity building
fabel di Lingkungan Sosial dan
dalam mendampingi mahasiswa
Akademik di Lingkup UIN Sunan
difabel. Adapun kegiatan yang telah
Kalijaga Yogyakarta (2006).
diseleng- garakan adalah:
2. Studi Kebijakan UU No. 4 1. Workshop Kelas Inklusif untuk
tahun 1997 tentang
Penyandang Cacat
Dosen UIN Sunan Kalijaga
D. Dampak dan Keberha-
Yog- yakarta. Workshop ini
silan Keberadaan PLD
dilaksa- nakan agar dosen yang
di Lingkungan Kampus
memiliki mahasiswa difabel
Harus diakui, PLD telah melaku-
mampu saling berbagi tentang
kan tugasnya dengan cukup
pandangan mere- ka, terkait
maksimal. Meskipun untuk mencapai
pendidikan inklusif dan juga
tujuan ter- sebut tidaklah mudah.
berbagi cerita dan permasa-
Banyak hamba- tan dan tantangan
lahan dalam mengajar
yang ditemui dalam menjalankan
mahasiswa difabel, serta berbagi
tugasnya. Akan tetapi, PLD mampu
tips serta solusinya.
mengatasi hambatan yang
2. Workshop Relawan Inklusif untuk
dihadapinya dengan berbagai
Relawan PLD. Diadakan untuk
langkah strategis yang dilakukan.
mengenalkan dunia difabilitas dan
Lebih dari itu, keberadaan PLD juga
isu-isu terkait pendidikan inklusif,
membawa dampak perubahan yang
serta memberikan berbagai jenis
positif di lingkup UIN Sunan Kalijaga
ketrampilan yang berguna dalam
Yogyakarta.
melakukan pendampingan terha-
Meskipun demikian, perjuangan
dap mahasiswa difabel, seperti
PLD dalam mewujudkan kampus
misalnya orientasi mobilitas, dan
inklusif di lingkup UIN Sunan Kalija-
lain-lain (http://pld.uin-suka.
ga tidak lantas berhenti sampai di sini.
ac.id/p/capacity-building.html).
Keberhasilan yang diperoleh bukan
se-mata-mata untuk membuat PLD
Pengembangan Database dan Website
berhenti bergerak, akan tetapi justru
Pengembangan database
harus terus berjuang untuk menjaga
mahasis- wa difabel merupakan
supaya perubahan positif tersebut
kegiatan yang sangat bermanfaat
terus meningkat. Pihak pemegang
bagi mahasiswa difabel, karena
kebijakan dan civitas akademik
memberikan informasi mengenai
mem- punyai kesadaran yang
profil atau identitas perso- nal,
meningkat untuk mewujudkan
jumlah, sebaran dan informasi
kesetaraan dan inklusifitas di
akademik (mata kuliah yang diambil,
lingkungan kampus. Mereka semakin
dosen pengajar, jumlah SKS, dan
memahami bahwa pendidikan tinggi
lain-lain) yang dimiliki mahasiswa
adalah juga hak bagi mahasiswa
difabel. Selain itu, jurusan dapat
difabel.
menggunakan data ini dan memberi-
Adapun dampak dan perubahan
kannya kepada dosen yang memiliki
positif keberadaan PLD sebagai unit
mahasiswa difabel.
layanan difabel di lingkungan
kampus, antara lain:
Difabel Corner memahami bagaimana memperlaku-
Difabel corner ini merupakan se- kan difabel.
buah kemudahan yang diberikan
perpustakaan UIN Sunan Kalijaga
Tumbuhnya Perspektif Difabel dari
bagi mahasiswa difabel, untuk dapat
Pihak Civitas Akademika
mengakses perpustakan. Dalam difabel Setelah beberapa kali
corner ini, difabel dapat mengakses On- mengadakan kegiatan seminar,
line Public Access Catalog (OPAC) workshop, penulisan buku best practices,
dan digital library dengan maka dosen menja- di lebih sensitif
menggunakan komputer yang telah terhadap difabel. Hal tersebut dapat
dilengkapi deng- an screen reader. dilihat misalnya dari: dosen tidak
Difabel juga dapat mengakses buku- lagi menggunakan kata tunjuk untuk
buku yang dipinjam dari
menerangkan suatu ob- jek karena
perpustakaan dengan menggu-
menyadari di kelasnya ada
nakan scanner dan komputer bicara.
mahasiswa difabel netra. Selain itu,
Dibangun semenjak tahun 2011 dan
kebijakan fakultas juga mengalami
merupakan hasil kerjasama dengan
perubahan ke arah yang lebih positif.
perpustakaan.
Contohnya: ada penambahan waktu
ujian bagi difabel, tidak meletakkan
Sarana Fisik yang Aksesibel
perkuliahan di lantai atas untuk difa-
Setelah PLD melakukan
bel pengguna kursi roda, dan lain-lain.
beberapa kegiatan seperti audiensi,
long march, dan bentuk kegiatan Inklusi Award
kampanye lain- nya, sedikit demi UIN Sunan Kalijaga menda-
sedikit telah mulai ada perubahan patkan “Inklusi Award” pada tahun
pada sarana prasarana fisik 2013 karena telah terbuka menerima
universitas. Contohnya, adanya got mahasiswa difabel dan
yang telah mulai ditutup, area mengakomodir kebutuhann
parkir yang mulai tertib, ada tanda pendidikannya.
parking area untuk difabel, adanya
ram (bidang miring) di beberapa pin- E. Kesimpulan
tu masuk bangunan kampus, adanya PLD merupakan sebuah unit la-
toilet difabel, dan lain-lain. yanan difabel di lingkungan kampus
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Difabel Mainstream di Lingkungan Awalnya bernama Pusat Studi dan
Kampus Layanan Difabel (PSLD). Latar bela-
Difabel mainstream ini dapat di- kang pembentukannya dilakukan oleh
lihat dari bagaimana interaksi ma- oleh tiga dosen yang mendapatkan
syarakat kampus terhadap difabel. tugas belajar di McGill University,
Sedikit banyak mereka telah mulai Canada. Keberadaan PLD di ling-
kungan kampus membawa dampak
perubahan yang positif, terutama da-
lam menumbuhkan perspektif difabel
di lingkungan kampus. Salah satunya
adalah lingkungan kampus yang lebih
aksesibel. Kebetulan, keberadaan
PLD di awal berdirinya bertepatan
dengan pembangunan UIN Sunan
Kalijaga. Hal itu merupakan momen
yang te- pat bagi PLD dalam
mengadvokasi aksesibilitas
pembangunan kampus yang lebih
aksesibel.

Daftar Pustaka
Buku, Jurnal, Penelitian dan Ma-
jalah
Andayani, Muhrisun, Rofah (2010).
Membangun Kampus Inklusif;
Best Practices Pengorganisasian
Unit La- yanan Difabel.
Yogyakarta: PSLD.

Peraturan
Konvensi Hak-Hak Penyandang
Disa- bilitas (Convention on the
Right of Person with Disability),

Internet
http://uin-suka.ac.id/page/berita/
detail/794/uin-sunan-kalijaga-
raih-inclusive-award-2013,
http://pld.uin-suka.ac.id/p/sejarah.
html
http://uin-suka.ac.id/page/berita/
detail/1006/rektor-uin-sunan-
kalijaga-melantik-pejabat-baru-di-
http://pld.uin-suka.ac.id/p/riset.
html
Pendidikan Untuk
Semua Orang

M. Syafi’ie
Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) dan Koordinator
Penelitian Sasana Integrasi dan Advokasi Difabel (SIGAB) Email:
m.syafiie@uii.ac.id

Judul Buku : Teaching Respect For All: Pan-


duan Menuju Sekolah Bebas
Diskriminasi
Penulis : Tim UNESCO
Penerbit : Komisi Nasional Indonesia
untuk UNESCO dan
Kementrian Pendidikan
dan Kebudayaan Republik
Indonesia
Tebal : 147 halaman

Pendidikan merupakan hak se-


anak-anak yang berasal dari kelompok
tiap orang. Itulah pesan konstitusi
rentan dan minoritas.
dan beberapa peraturan yang ada
Data UNICEF tahun 2015 me-
di Indonesia. Pesan norma hukum
nyatakan: ada sekitar 2,5 juta anak
tersebut sebenarnya patut dipertanya-
Indonesia tidak dapat menikmati
kan. Masih sering dijumpai ragam
pendidikan lanjutan. Kuranglebih
kasus yang menyebabkan anak-anak
600 anak Sekolah Dasar (SD) dan
tidak sekolah. Bisa jadi karena
1,9 juta anak usia Sekolah Menengah
tempat sekolah yang jauh, sarana
Pertama (SMP). Data statistik UNI-
prasarana pendidikan yang tidak
CEF yang digali di tingkat provinsi
aksesibel, biaya pendidikan yang
dan kabupaten ini sebenarnya
mahal, metode pem- belajaran yang
mema- parkan sebuah kenyataan
tidak dapat diterima siswa dan
pahit. Ada kelompok anak-anak
beberapa alasan lainnya. Sistem
tertentu yang terkena dampak paling
pendidikan juga kerap dini- lai
rentan peri- hal akses dalam sistem
diskriminatif, utamanya kepada
pendidikan.
Sebagian besar dari mereka berlatar
Sebagai sebuah gagasan yang bersifat
belakang dari keluarga miskin dan
praktik, TRA telah diperkenalkan
tidak mampu (http://kabar24.bisnis.
kepada semua negara sejak tahun
com/read/20150623/255/446327/
2012 lalu.
unicef-25-juta-anak-indonesia-putus-
Gagasan TRA secara prinsip
sekolah).
merupakan respon terhadap praktik
Harus diakui, situasi pendidikan
diskriminasi yang terus menerus ter-
kita masih menyisakan masalah. Hal
jadi di berbagai belahan dunia.
inilah yang kemudian mendorong
TRA hadir untuk mempromosikan
banyak pegiat pendidikan untuk me-
anti diksriminasi dalam (in) dan
rumuskan konsep pendidikan yang
melalui (through) pendidikan. Fokus
ramah. Disamping itu juga sebisa
utamanya kelas formal dan non
mungkin dapat diterima oleh semua
formal. Kelas ini diharapkan bisa
anak didik yang sangat beragam: ras,
membangun sistem keterbukaan dan
suku, difabilitas, agama, kepercayaan,
mengembangkan budaya kritis.
jenis kelamin dan kelas pendapatan
Selain itu juga bisa menguatkan
ekonomi. Konsep ini dikenal dengan
pemahaman di antara peserta didik
pendidikan untuk semua orang. Se-
terkait dengan; kesadar- an,
kolah tanpa diskriminasi atau
pengetahuan dan keterampilan
sekolah inklusi.
untuk menumbuhkan rasa hormat,
Pemerintah mencoba untuk
serta menghentikan segala bentuk
men- dorong perubahan ini dan
diskriminasi yang terjadi di semua
mulai menciptakan sistem
jenjang lembaga pendidikan.
pendidikan yang non diskriminasi.
Setiap anak tidak dipungkiri me-
Dengan mengutus Kementrian
miliki hak atas pendidikan yang bebas
Pendidikan dan Kebuda- yaan,
dari diskriminasi. Secara definisi,
pemerintah bekerjasama dengan
diskriminasi mencakup semua pembe-
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
daan, pengecualian, pembatasan atau
dan UNESCO, telah membuat buku
preferensi yang didasarkan pada ras,
panduan berjudul “Teaching Respect
warna kulit, jenis kelamin, bahasa, di-
For All: Panduan Menuju Sekolah
fabilitas, agama, politik, kebangsaan,
Bebas Diskriminasi.” Gagasan buku
kondisi ekonomi dan atau kelahiran.
ini dike- nal sebagai pendidikan
Segala bentuk diskriminasi tersebut
Teaching Res- pect For All (TRA). Ide
pasti berakibat pada hilang atau tim-
ini sebenarnya merupakan garapan
pangnya kesetaraan perlakuan dalam
UNESCO yang bekerjasama dengan
pendidikan, seperti telah dijelaskan
banyak pihak. Tujuannya untuk
dalam UNESCO Convention Against
membuat sistem yang
Discrimination in Education.
menghapuskan segala bentuk
Landasan berfikir TRA diban-
diskriminasi di lembaga pendidikan.
gun dari beberapa alasan mendasar.
mereka dengan cara-cara yang
Pertama, instumen internasional dan tersedia.
nasional yang telah menegaskan ten-
Kedua, diskriminasi menghambat
tang larangan diskriminasi. Beberapa
siswa bersekolah. Perlakuan yang ra-
instrumen tersebut adalah Konvensi
sis, xenophobia dan membeda-bedakan
Melawan Diskriminasi Dalam Pendi-
siswa karena statusnya, akan memberi
dikan (1960), Kovenan Internasional
dampak buruk. Diskriminasi bisa
tentang Hak Ekonomi, Sosial dan
membuat siswa tidak masuk seko-
Budaya (1966), Konvensi tentang
lah, enggan mengikuti pembelajaran
Hak-Hak Anak (1990) serta rumusan
di kelas, dan pasti akan mengalami
pernyataan yang dihasilkan dalam
kecanggungan ketika berinteraksi
Forum Pendidikan Dunia di Dakar,
dengan teman-temannya di sekolah.
Senegal (2000). Dalam instrumen ter-
Berbagai tindakan diskriminatif akan
sebut telah ditegaskan tanggungjawab
menjadikan siswa sebagai korban. Hal
negara, meliputi :
itu juga akan merusak cara pandang
1. Kewajiban menghormati.
serta interaksi sosialnya dalam skala
Negara diharuskan untuk
yang lebih luas.
menghindari hal-hal yang dapat
Di antara siswa yang menjadi
menghambat atau mencegah
kor- ban diskriminasi ialah para
diperolehnya hak atas
difabel dan para siswa yang berada
pendidikan.
dalam kondisi miskin. Siswa difabel
2. Kewajiban melindungi. Negara
umumnya beri- risan dengan siswa
diharuskan mengambil tindakan
miskin, yang biasa mendapat
yang dapat menghindari pihak
diskriminasi di lembaga pendidikan.
ketiga untuk mengintervensi pe-
Mulai dari sarana prasara- na dan
menuhan hak atas pendidikan.
layanan sekolah yang tidak ak- ses,
3. Kewajiban memfasilitasi. Ne-
para guru yang tidak memahami
gara harus mengambil tindakan-
berinteraksi, sampai pada perlakuan
tindakan positif yang membantu
teman-teman difabel di sekolah yang
individu-individu dan
beranggapan negatif. Sebab utamanya
masyarakat untuk menikmati
karena sistem tata kelola sekolah
hak atas pendi- dikan.
yang masih diskriminatif kepada
4. Kewajiban untuk menyediakan.
difabel dan berakibat pada
Negara dalam hal ini wajib me-
menguatnya cara pandang yang
menuhi hak-hak atas
merendahkan.
pendidikan. Jika seseorang atau
Para siswa yang berada dalam
suatu kelom- pok tidak bisa
garis kemiskinan, rentan tidak sekolah
--karena alasan di luar
karena beberapa alasan. Diantaranya
kekuasaan mereka-- maka
adalah ketidakmampuan untuk me-
negara harus merealisasikan hak
menuhi biaya yang menjadi beban,
seperti membeli buku pelajaran,
TRA hendak membekali para siswa
membeli seragam, biaya ujian, biaya
untuk mengatasi rasa takut atas per-
ekstra kurikuler dan beberapa lainnya.
bedaan dan meningkatkan rasa kasih
Siswa miskin juga seringkali harus
sayang. Selain itu, mereka juga diha-
berjibaku dengan merawat
rapkan bisa belajar berempati terhadap
saudaranya di rumah, sebab orang
yang lain, membangun kemampuan
tuanya yang bekerja serabutan.
agar dapat melihat sesuatu dari berba-
Pekerjaan lebih berat terkadang juga
gai sudut pandang, dan
harus diterima, semata-mata untuk
mempertinggi kesadaran akan
membantu pere- konomian keluarga
pentingnya apresiasi terhadap
yang hidup dalam garis kemiskinan.
semua orang yang ada di belahan
Siswa miskin juga terkendala dalam
dunia ini.
proses pendidikan karena
Karena itu, TRA memerlukan
dipengaruhi gizi yang buruk. Belum
integrasi lingkungan pendidikan dan
lagi ditambah dengan fasilitas yang
melibatkan semua pihak. Mulai dari
tidak memadai, sikap rendah diri,
peserta didik, orang tua, pendidik, pe-
rendahnya dukungan orang tua,
ngelola sekolah, anggota masyarakat
tingkat literasi dan pemahaman orang
dan para pembuat kebijakan di tingkat
tua yang lemah terhadap pentingnya
daerah dan nasional; untuk mendo-
pendidikan.
rong sistem yang inklusif. Cerminan
Ketiga, pendidikan diskriminatif inklusif akan terlihat dalam bentuk
tak hanya berbahaya bagi korban, kebijakan, sikap guru, kurikulum,
tetapi juga berdampak buruk pada
sikap para murid, support dan keter-
pelakunya itu sendiri. Korban yang
libatan orang tua, media sekolah dan
terbiasa dengan pengucilan, cercaan
beberapa elemen terkait lainnya. Di
dan peminggiran akan kehilangan
lain sisi, buku ini sebenarnya memberi
kepercayaan dan harga diri. Ujung-
panduan peran dan tanggungjawab
ujungnya akan muncul penurunan
antar pihak di lembaga pendidikan.
motivasi, kesehatan psikologis, fisik Pertama, para siswa bertanggung-
dan kemampuan untuk belajar men- jawab untuk belajar secara maksimal
jadi bermasalah. Sedang dampak ne- dan harus mengadvokasi dirinya
gatif bagi pelaku ialah akan hilangnya agar mendapatkan pendidikan yang
cara berfikir yang belas kasih, tidak non diskriminasi.
respect pada realitas yang beragam, dan Kedua, orang tua berkewajiban
akan hidup dengan cara berfikir yang un- tuk mengajar anak-anak mereka
penuh kebencian dan curiga. Pelaku sejak usia dini, memberi dukungan
akan sulit hidup dengan keragaman ketika anak-anak sekolah, dan
dan pluralitas. mendukung cara berfikir anaknya
Berangkat dari situasi tersebut, untuk mempero- leh pendidikan yang
non diskriminasi.
Ketiga, teman sebaya lajar. Semua hambatan yang muncul,
berkewajiban bahwa teman sekelas seperti hambatan jarak, keuangan,
mereka mempu- nyai akses terhadap kebijakan, kesehatan, rasa takut,
pendidikan yang non diskriminasi. bahasa, aksesibilitas, cara belajar,
Keempat, pendidik berkewajiban kurikulum yang diskriminatif dan
untuk memastikan bahwa semua sis- beberapa lainnya harus dihilangkan.
wa yang belajar di kelas memahami Sedang pendekatan melalui pendidik-
apa yang diajarkan dan relevan an menghendaki penghilangan segala
untuk semua pihak. sikap dan ide-ide yang diskriminatif.
Kelima, masyarakat bertanggung- Pendidikan harus menghidupkan rasa
jawab untuk mendukung pentingnya toleransi, hormat pada perbedaan,
pendidikan yang non diskriminasi. berfikir kritis, mempelajari hak asasi
Keenam, pengelola lembaga pen- manusia dan multikulturalisme. Deng-
didikan berkewajiban memastikan an pendekatan ini para pihak harus
bahwa perundang-undangan dilaksa- terlibat proaktif bertindak dengan
nakan di sekolah, dana dialokasikan semangat saling menghormati.
dengan baik, dan menjembatani Kedua, sekolah yang menyeluruh
orang tua dan antar kelas untuk (whole school approach). Pendekatan ini
mendukung pendidikan yang non bersifat holistic, di mana semua aspek
diskriminasi. lingkungan sekolah mesti bekerjasama
Ketujuh, para pembuat kebijak- untuk menjamin keanekaragaman
an berkewajiban untuk membuat dan non diskriminasi. Beberapa aspek
kerangka hukum untuk mendukung pendekatan ini menghendaki bahwa
pendidikan yang non diskriminasi. guru dan administrator mendukung
Selain itu ada alokasi anggaran untuk nilai-nilai non diskriminasi dan ramah
mendorong tata kelola yang ramah kepada semua orang; menyediakan
pada semua orang. kurikulum yang memasukkan pen-
Buku ini secara sistematis juga didikan respek dalam semua aspek
mengemukakan konsep-konsep kunci pembelajaran; menyediakan pendi-
TRA yang kesemuanya bisa dikan guru yang dapat membekali
ditemu- kan di semua uraian bab pengajaran toleransi dan respek dari
dalam buku. Konsep tersebut berbagai budaya; kegiatan murid
meliputi: wajib memasukkan nilai-nilai TRA
Pertama, untuk melawan diskri- dan pen- didikan melawan
minasi, harus dilakukan dua pende- diskriminasi; serta melibatkan
katan sekaligus, yaitu “in and trough masyarakat luas.
education”. Pendekatan dari dalam, Ketiga, sekolah mesti menginteg-
mesti memastikan bahwa diskriminasi rasikan prinsip anti rasisme ke
adalah hal pokok yang menghambat dalam semua aspek dan aktivitas
siswa untuk dapat bersekolah dan pendidikan.
be-
Ada beberapa kegiatan yang perlu
man untuk tenaga pendidik. Dalam
dilakukan. Semua aktor pendidikan
toolbox diuraikan secara sederhana
harus memiliki hubungan yang dekat tentang bahasan, tujuan, beberapa
dengan orang lain yang berbeda dari
pertanyaan kunci dan cheklist pedoman
dirinya; mengalami lingkungan yang
untuk para stakeholder. Harapannya
kooperatif daripada kompetitif; beker-
dapat memandu dan mengukur proses
ja untuk tujuan bersama, bukan tujuan pendidikan: apakah masih diskrimina-
individual; saling bertukar informasi tif atau sudah non diskriminasi?
yang akurat, bukan streotipe atau infor- Secara umum, buku ini sangat
masi yang salah; berinteraksi dengan praktis untuk dijadikan pedoman
orang lain dalam kesetaraan, bukan bagi para pemangku kebijakan, para
dalam ketimpangan; memandang guru, para kepala sekolah, dan para
kepemimpinan atau otoritas sebagai pihak yang ingin mempraktikkan cara
harmoni antar kelompok yang saling belajar yang inklusif secara langsung
mendukung; merasakan rasa persatu- di lembaga pendidikan. Buku
an atau keterkaitan dengan seluruh panduan ini terlihat sangat detail
umat manusia; dan memahami diri mengemuka- kan materi, metode
mereka sebagai makluk budaya dan belajar, dan check- list indikator yang
ras. sangat spesifik. Se- bab itu, buku ini
Keempat, sekolah ramah anak.
terlihat kaku, formal dan tidak
Da-
nyaman bagi pembaca buku
lam hal ini, implementasi pendidikan
pendidikan kritis dan sastra.
sekolah mesti bersih, aman, nyaman
Kekakuan gaya bahasa menjadi catatan
dan tidak diskriminatif terhadap anak
tersendiri buku ini. Namun yang
untuk tumbuh, belajar dan berkem-
pasti, buku ini tentu sangat berguna.
bang sebagai seorang anak. Karena
Utamanya bagi para pihak yang
itu, pendidikan sekolah dalam hal ini
bekerja secara langsung di lembaga
menghendaki adanya guru, metode
pendidikan, un- tuk jadi pijakan
belajar, fasilitas belajar, orang tua
membaca indikator inklusif di suatu
dan masyarakat yang ramah
lembaga pendidikan.
terhadap anak. Tidak boleh ada
perlakuan dan sistem yang
menciderai hak anak.
Konsep kunci TRA di atas men-
jadi landasan beberapa bab buku ini
yang lebih banyak mengemukakan
panduan pertanyaan dalam bentuk
toolbox. Diantaranya terkait pedoman
TRA untuk pembuat kebijakan,
pedo- man untuk kepala sekolah, dan
pedo-
Ketentuan
Penulisan Untuk
Jurnal Difabel Edisi
Mendatang

Jurnal memiliki prasyarat yang ketat dalam penulisannya. Berikut adalah


ketentuan penulisan Jurnal Difabel SIGAB dan mesti ditaati oleh para
penulis, meliputi :
1. Naskah tulisan penulis berbentuk karya ilmiah dan belum pernah
dipubli- kasikan di media yang lain;
2. Naskah tulisan berisi gagasan ilmiah, kajian hasil penelitian, dan resensi
buku yang berkaitan dengan difabilitas;
3. Naskah tulisan minimal memiliki 8 rujukan sumber pustaka dan terbit
pada 10 tahun terakhir;
4. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris yang baik dan benar;
5. Naskah diketik 1 setengah spasi dengan ukuran kertas kwarto dengan
panjang minimal 16 halaman;
6. Naskah di ketik dengan menggunakan font Time News Roman ukuran 12;
7. Naskah disusun dengan menggunakan sistematika :
• Judul
• Nama Penulis
• Abstrak
• Pendahuluan
• Sub Judul (disesuaikan dengan kebutuhan pembahasan)
• Penutup
• Daftar Kepustakaan
8. Naskah disertai biodata singkat penulis (nama lengkap, alamat email,
riwayat pendidikan dan pekerjaan);
9. Naskah yang dimuat akan mendapatkan honorarium sebesar 1. 500. 000
(Satu Juta Lima Ratus Rupiah);
10. Redaksi berhak melakukan perbaikan naskah yang masuk, tanpa
mengubah makna aslinya dan tanpa memberitahukan terlebih duhulu
kepada penulis
11. Naskah ditulis dengan menggunakan catatan kaki (footnote) dengan contoh:
a. Kutipan Buku:
Manfred Nowak, Pengantar pada Rezim HAM Internasional (Wallenberg
Institute: Pustaka Hak Asasi Manusia, 2003), hlm. 66.
b. Kutipan Jurnal/ majalah/ ontologi:
Sri Hastuti PS, “Perlindungan HAM dalam Empat Konstitusi Di
Indo- nesia”, Jurnal Magister Hukum, No. 1 Vol. 1, Universitas Islam
Indonesia (Januari 2005), hlm. 21-23.
c. Untuk tulisan dalam buku:
Siti Musdah Mulia, “Potret Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan
dalam Era Reformasi”, dalam Prasetyohadi dan Savitri Wisnuward-
hani, Penegakan Hak Asasi Manusia dalam 10 Tahun Reformasi (Jakarta
: Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, 2008), hlm 194
d. Kutipan makalah presentasi:
Mehdi Golshani, “Science and the Secret: Secret Science vs
Secular Science”, makalah disampaikan pada International Seminar on
Religion and Science in the Post Colonial World, Center for Religious
and Cross Cultural Studies, Gadjah Mada University, Yogyakarta,
2-5 Januari 2003
e. Kutipan dari internet:
Mansour Fakih, “Neoliberalisme Air” (diakses pada 21 Mei 2005) di
http://www.geogicities.com
12. Daftar Pustaka disusun dengan contoh :
a. Kutipan Buku:
Donnely, Jack. Universal Human Rights in Theory and Practice. Ithaca
and London : Cornel University Press, 2003.
b. Kutipan Jurnal/ majalah/ ontologi:
Hermawan, Sulhani. “Konsep dan Klasifikasi Umum Maqasidus asy-
Syariah Asy-Syatibi”, Al-Ahkam : Jurnal Ilmu Syariah, Volume 7,
Nomor 2 (September 2009)
c. Untuk tulisan dalam Buku:
Benda, Herry J. “Christian Snouck Hurgronje and the Foundation of
Dutch Islamic Policy in Indonesia” dalam Herry J Benda, The Making
of Indonesian Islam in the Netherland East Indies Administration, Leiden:
E.J Brill, 1932
d. Kutipan makalah presentasi:
Golshani, Mehdi, “Science and the Secret: Secret Science vs
Secular Science”, makalah disampaikan pada International Seminar on
Religion and Science in the Post Colonial World, Center for Religious
and Cross Cultural Studies, Gadjah Mada University, Yogyakarta,
2-5 Januari 2003.
e. Kutipan dari internet:
Mansour Fakih, “Neoliberalisme Air” (diakses pada 21 Mei 2005) di
http://www.geogicities.com
13. Redaksi berhak melakukan penyuntingan tanpa mengubah substansi
nas- kah;
14. Naskah dikirim langsung ke email : sekretariat@sigab.or.id dan m.syafiie@
sigab.or.id, atau dikirim langsung ke kantor SIGAB: Jl. Wonosari Km.
8 Gamelan, Sendangtirto, Berbah, Sleman, Yogyakarta.
123

Profile

SASANA INTEGRASI &


ADVOKASI DIFABEL
spirit of inclusion
bersama menuju masyarakat inklusi

Produk& Layanan SIGAB

Website Informasi Hukum dan Difabilitas


http://www.solider.or.id
Selain ragam berita seputar difabilitas, website ini juga menyediakan banyak
informasi seputar difabel yang berhadapan dengan hukum. Sangat kaya
infor- masi terkini, karena didukung oleh kontributor dari sebelas propinsi.

SMS Center Pengaduan Ketidakadilan Difabel -0813 2691 3834


Menerima berbagai aduan diskriminasi serta ketidakadilan atas nama
difabilitas. Dengan jaringan organisasi difabel dan organisasi bantuan hukum
yang telah terbentuk di sebelas provinsi, aduan Anda dapat kami tindaklanjuti
dan dirujuk kepada organisasi yang akan dapat mendampingi difabel.

Radio Streaming -
http://radio.sigab.or.id
Mengudara setiap hari dengan ragam informasi difabel. Interaksi juga dibuka
via social media seperti facebook & twitter.

Layanan Konsultasi Online


http://www.solider.or.id/content/layanan-konsultasi-hukum-dan-difabilitas
Punya pertanyaan seputar difabilitas? Disajikan disini dan tim konsultasi kami
akan menjawabnya.
124

Training Sensitivitas Difabel


Semakin tingginya kebutuhan menginklusikan difabel dalam berbagai
layanan, program maupun pengembangan kebijakan menuntut penguasaan
pengetahuan dan keterampilan baru. Sebagai sebuah tim yang inklusif dengan
lebih dari sepuluh tahun bekerja pada isu difabilitas.
Produk & Layanan SIGAB

Latar Belakang & Sejarah Organisasi

Sasana Integrasi dan Advokasi Difabel (SIGAB) adalah organisasi non peme-
rintah yang bersifat independen, nirlaba, dan non-partisan.SIGAB didirikan
di Yogyakarta pada tanggal 5 Mei 2003.Organisasi ini mempunyai cita-cita
besar untuk membela dan memperjuangkan hak-hak difabel di seluruh
Indonesia hingga terwujud kehidupan yang setara dan inklusif.

SIGAB didirikan karena sampai saat ini kehidupan warga difabel masih di-
marjinalkan, baik secara struktural maupun kultural.Hak-hak warga difabel
seperti hak pendidikan, pekerjaan, kesehatan, jaminan sosial, perlindungan
hukum, akses terhadap informasi dan komunikasi sampai pada penggunaan
fasilitas publik tidak pernah diterima secara layak. Dengan kata lain, telah
ter- jadi diskriminasi terhadap warga difabel. SIGAB berpandangan bahwa
pada hakikatnya manusia merupakan makhluk yang diciptakan Tuhan dengan
derajat kesempurnaan tertinggi dan mempunyai hak yang sama dalam
mengembang- kan potensi diri untuk mencapai kesejahteraan
hidup. Oleh karena itu, tidak sepantasnya jika dalam kehidupan ini terdapat
sekelompok orang yang tersisihkan dari lingkungan sosialnya hanya karena
keadaan yang berbeda.Program SIGAB dengan jaringannya berusaha men-
ciptakan kehidupan yang menempatkan semua manusia dalam kesejajaran
sehingga tidak ada lagi yang tersisihkan.

Sebagai organisasi yang konsisten melawan segala bentuk diskriminasi,


SIGAB menolak penggunaan istilah penyandang cacat karena dalam
kulturbangsa In- donesia sebutan itu sangat merendahkan derajat manusia
dan anti kesetaraan. SIGAB memilih untuk menggunakan kata “difabel” yang
dirasa lebih adil dan mengangkat derajat manusia.

Difabel, keterampilan dan pengetahuan serta tim inklusif yang kami miliki
adalah sumber yang tepat untuk memberikan training sensitifitas Difabel, baik
bagi pemerintah, sektor privat, maupun organisasi-organisasi yang tertarik
bekerja pada isu Difabel.

Pandangan SIGAB tentang difabilitas

Difabel merupakan kata yang diserap dari bahasa Inggris “diffable”, akronim
dari “differently able people” yang berarti orang yang mampu dengan cara yang
berbeda. Istilah “difabel” ini digunakan untuk melawan istilah “penyandang
cacat” serta berbagai konotasi negatif yang menyertainya.

Disability (ketidakmampuan) itu sendiri oleh SIGAB dipandang sebagai se-


buah realitas yang terjadi atas kegagalan lingkungan, pemerintah,
masyarakat, maupun tatanan serta system dalam merespon fakta difabilitas.
Seorang yang tak mempunyai kedua kakinya misalnya, hanya mampu
bermobilitas dengan menggunakan kursi roda dan di lingkungan yang tak
berundak. Hal ini berbeda dengan orang kebanyakan yang bermobilitas
deng- an cara berjalan kaki. Ini adalah fakta difabilitas. Namun demikian,
hidup di lingkungan yang tak memperhatikan realitas difabilitasnya
membuat ia harus terkurung oleh tidak tersedianya kursi roda, jalan dan
bangunan yang berun- dak, sarana transportasi yang tak ramah sehingga
dalam situasi itu, ia telah ditidakmampukan oleh lingkungan yang ada.

Pandangan SIGAB tentang “kecacatan”


I choose not to place ”DIS”, in my ability.
— Robert M. Hensel

VISI:

“Terwujudnya masyarakat inklusi yang menjunjung tinggi harkat dan


martabat kaum Difabel untuk hidup setara dan berkeadilan di bidang
ekonomi, sosial, budaya, politik, hukum serta teknologi dan pelayanan
publik.”

MISI:

Sebagai sasana utama gerakan komunitas Difabel yang bermartabat,


progresif dan kreatif untuk terwujudnya revolusi menuju masyarakat inklusif
di Indo- nesia, melalui:
1) penelitian dan pemutakhiran data dan informasi Difabilitas;
2) kampanye dan pendidikan publiK;
3) advokasi kebijakan; serta
4) aksi kolektif yang masif.

Mandat Organisasi:
Sebagai sebuah organisasi yang didirikan atas latar belakang pembacaan ter-
hadap situasi sosial yang belum menyetarakan Difabel, mandat utama SIGAB
adalah menjadi wadah perjuangan advokasi kelompok masyarakat Difabel
untuk mewujudkan sebuah masyarakat yang inklusi.

Nilai-Nilai dari Organisasi

Keadilan
SIGAB memandang Difabel sebagai pihak yang selalu dikorbankan secara
struktural maupun kultural. Untuk itu, dalam rangka menjunjung keadilan
dan kesetaraan, SIGAB akan sepenuhnya berpihak pada kepentingan Difabel.

Inklusi
Kesetaraan bagi Difabel tak akan terwujud tanpa adanya inklusivitas baik
pada tataran teori maupun praktik. Untuk itu, penegakan prinsip inklusivitas
telah mulai DILAKSANAKAN SIGAB dalam kerangka internal
organisasi.Sejak awal pendiriannya hingga saat ini, prinsip inklusivitas telah
terbangun dengan perimbangan jumlah staf serta pengurus Difabel dan non-
Difabel.Begitu pula dalam implementasi maupun pendekatan program serta
strategi yang dilakukan, SIGAB selalu mengedepankan pembauran Antara
Difabel dan non-Difabel.

Progresif
Sebagai sebuah lembaga advokasi dengan kelompok dampingan yang selama
ini ter-alienasi berganda, dibutukan progresivitas dalam membangun
gerakan advokasi untuk perubahan.

Difabel leadership
Keberpihakan SIGAB terhadap Difabel tak akan pernah cukup tanpa figur
kepemimpinan Difabel. Ketrlibatan Difabel bukan hanya sebagai pemanfaat
program-program SIGAB, namun sebagai pemimpin perubahan untuk
kelom- pok Difabel diyakini oleh SIGAB sebagai kekuatan terbesar untuk
memimpin pergerakan perubahan tersebut.
Profesional
Apakah organisasi masyarakat sipil Difabel dapat menjadi profesional? Inilah
pertanyaan merendahkan yang akan dijawab oleh SIGAB melalui kerja nyata.
Organisasi Difabel dengan pemimpin Difabel ini akan mampu membuktikan
profesionalitas, transparansi dan akuntabilitas.

Nilai-nilai dari organisasi


“The only disability in life is a bad attitude.”
— Scott Hamilton

Dimana saya
mendapat informasi?
Nama Organisasi : Sasana Integrasi dan Advokasi Difabel (SIGAB)

Motto : “Bersama Menuju Masyarakat Inklusi”

Legalitas : Tercatat secara resmi pada akta notaris Anhar Rusli S.H,
no. 13 tahun 2003, tanggal 5 Mei 2003, serta terdaftar
di Pengadilan Negeri Bantul, Yogyakarta.

Alamat Kantor : Jl. Wonosari KM 8, Ds. Gamelan, Desa Sendangtirto,


Berbah, Sleman - Yogyakarta, Indonesia

Alamat Surat : Perum SGPLB B.30, Jl. Wates KM 3, Yogyakarta 55143,


Indonesia

Fax : +62 —274 2840056


Phone : +62 —858 6871 5883
E-mail : sekretariat@sigab.or.id
Website : www.sigab.or.id (organisasi)
www.solider.or.id (informasi hukum dan difabilitas)

Social Media
Twitter : @5194b
Facebook : SIGAB Yogyakarta
Streaming radio : http://radio.sigab.or.id/live

Anda mungkin juga menyukai