Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

PEMERATAAN PENDIDIKAN DI PAPUA SEBAGAI BENTUK


PENYELENGGARAAN HAM

Disusun oleh:

ANDI NUR FEBRIANTY

21311701

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS YAPIS PAPUA

2023

1
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL....................................................................................................................... 1
DAFTAR ISI................................................................................................................................... 2

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................... 3
A. Latar Belakang Masalah........................................................................................................... 3
B. Rumusan Masalah..................................................................................................................... 4
C. Manfaat Penulisan..................................................................................................................... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................... 5


A. Tinjauan Umum......................................................................................................................... 5
B. Tinjauan Terdahulu .................................................................................................................. 5

BAB III PEMBAHASAN.............................................................................................................. 6


A. Pemerataan Pendidikan........................................................................................................... 6
B. Pendidikan di Papua.................................................................................................................. 7
C. Motivasi Belajar pada Siswa Asli Papua................................................................................. 9
D. Kualitas Pendidikan di Provinsi Papua................................................................................... 10
E. Kegiatan Pemerataan Pendidikan Yang Harus Dilakukan Pemerintah.............................. 12

BAB IV PENUTUP......................................................................................................................... 15
A. Kesimpulan ................................................................................................................................ 15
B. Saran........................................................................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................... 17

2
BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Pendidikan adalah usaha dasar terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak, ilmu hidup,
pengetahuan umum serta keterampilan yang diperlukan dirinya untuk masyarakat
berlandaskan Undang-Undang.

Dalam pandangan Ki Hajar Dewantara terhadap pendidikan adalah berfokus pada kodrat
individu yang bebas dan mandiri sedangkan pembelajaran adalah pedoman untuk
mengarahkan anak-anak untuk menentukan tujuan hidupanya kelak.

Pendidikan juga merupakan hak setiap warga Negara tanpa adanya perbedaan. Untuk itu
negara memiliki kewajiban untuk melindungi, menghormati, serta memenuhi hak untuk
memperoleh pendidikan, dan mengawasi jika terjadi pelanggaran. Namun di Indonesia, isu-
isu kunci seputar hak asasi manusia belum dipertimbangkan secara serius, terutama di sektor
pendidikan. Pendidikan sebagaimana yang kita ketahui merupakan salah satu hak asasi yang
mendasar bagi sleuruh manusia. Pendidikan juga merupakan hal yang sangat esensial bagi
manusia, karena dengan adanya pendidikan maka kehidupan seseorang akan bias berubah.
Hal ini akan terwujud jika setiap orang mendapatkan kesempatan yang sama untuk
mendapatkan pendidikan tersebut.

Pemerataan untuk semua warga Negara mendapat pendidikan menjadi misi yang harus
diselesaikan oleh pemerintah. Tanggung jawab pemerintah terhadap dunia pendidikan menjadi
sebuah kewajiban yang diaplikasikan dengan memberikan seluruh keperluan dasar sekolah,
penyediaan sarana dan prasarana, guru yang profesional, dan tanpa kebijakan yang sifatnya
diskriminatif terhadap anak didik.

Komitmen pemerintah Indonesia untuk mencerdaskan kehidupan warga negaranya


sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 pada alinea keempat, yang
menegaskan: ”Pemerintah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,”
ternyata masih mengalami banyak kendala dan hambatan.

3
Padahal, Pasal 31 ayat (1) Amandemen UUD 1945 secara tegas mengamanatkan, "Setiap
warga negara berhak mendapat pendidikan", dan Ayat (2) menyatakan, "Setiap warga negara
wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya". Hal ini dikukuhkan
lagi dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang
disahkan DPR 11 Juni 2003 dan ditandatangani Presiden 8 Juli 2003. Pada Pasal 5 ayat (1)
disebutkan, "setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan
yang bermutu". Sedangkan pada Pasal 6 Ayat (1) ditegaskan, "setiap warga negara yang
berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar."

Ini berarti bahwa pembangunan dibidang pendidikan harus menjadi prioritas utama untuk
memajukan sebuah bangsa. Perubahan, kemajuan, dan peradaban sebuah bangsa hanya bisa
dicapai melalui pendidikan. Oleh karena itu, Pendidikan harus dijadikan landasan dan
paradigma utama dalam mempercepat pembangunan bangsa. Maka, dalam pengembangan
kebijakan bidang pendidikan, pemerintah tidak bisa melakukannya dengan pasif, statis dan
sebagai rutinitas belaka, yang tidak memiliki orientasi jelas. Tetapi, pembangunan pendidikan
harus dilakukan secara dinamis, konstruktif dan dilandasi semangat reformis, kreatif, inovatif
dengan wawasan jauh ke depan.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah Pendidikan di Papua sudah tersebar merata?

2. Bagaimana cara pemerintah agar pendidikan dapat tersebar merata di Papua?

C. Manfaat Penulisan

1.Bagi Penulis, makalah dengan judul pemerataan pendidikan di papua sebagai bentuk
penyelenggaraan ham diharapkan bisa jadi referensi yang baik dan diperbaiki agar lebih
sempurna.

2.Memberikan wawasan dan pengetahuan tambahan bagi pembaca tentang pemerataan


pendidikan yang terjadi di papua

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum

Dalam penelitian ini diperlukan beberapa buku dan jurnal sebagai bahan
referensi.Untuk mengetahui tentang pendidikan secara umum digunakan buku Ilmu
Pendidikan “Konsep, Teori dan Aplikasinya” sebagai referensi utama. Untuk menganalisis
secara mendalam penulis menggunakan jurnal Implementasi SDGs Dalam Pendidikan Di
Papua (Roy Eka Pribadi) , Optimalisasi Peningkatan Kualitas Mutu Pendidikan Provinsi
Papua Sebagai Daerah 3T Di Indonesia (Aldho Faruqi Tutukansa dan Enjang Dwi
Tuffahati),dan Pemerataan Pendidikan: Studi Kasus 34 Provinsi di Indonesia (Riris Sira
Torsina Sihombing dan Naufal Putra Kusuma).

B. Tinjauan Terdahulu

Pertama, Penelitian (Tesis) yang ditulis oleh Priharsanti pada tahun 2016. Hasil dari
penelitian menunjukkan bahwa Papua merupakan salah satu daerah paling timur di
Indonesia yang memiliki beragam keterbatasan pada kualitas pendidikan. Tiga masalah
besar pendidikan di Papua, yaitu belum adanya semangat pendidikan yang membebaskan,
tidak berkembangnya kultur pendidikan yang sehat, dan belum terbentuknya masyarakat
yang melek pendidikan.

Kedua, Penelitian (Tesis) yang ditulis oleh Mesmor, Rahamma, dan Unde pada tahun
2013. Hasil dari penilitian tersebut menunjukkan bahwa Rendahnya pendidikan yang
disandang oleh orang tua menyebabkan tidak mampunya orang tua memberikan wawasan
tentang pendidikan bagi anaknya, sehingga anak cenderung akan mengikuti metode yang
dilakukan orang tuanya. Banyak anakanak yang tidak sekolah atau putus sekolah karena
orang tua tidak memahami perkembangan pendidikan bagi anak.

Ketiga, Penelitian (Tesis) yang ditulis oleh Nurmalinda, Suntoro, dan Nurmalisa pada
tahun 2017. Hasil dari penilitian tersebut menunjukkan bahwa Jika pendapatan orangtua
rendah maka motivasi orangtua untuk menyekolahkan anak juga rendah. Apresiasi
orangtua terhadap pendidikan dan lingkungan sosial juga mempengaruhi motivasi anak.

5
BAB III

PEMBAHASAN

A. Pemerataan Pendidikan
Pemerataan pendidikan menjadi salah satu fokus utama pembangunan manusia di
beberapa negara, termasuk Indonesia. Pendidikan diyakini sebagai investasi modal
manusia yang perlu ditingkatkan.
Pentingnya pendidikan mendorong pemerintah mengupayakan berbagai cara agar
akses pendidikan dapat dirasakan secara merata oleh seluruh masyarakat, baik di perkotaan
maupun pedesaan. Dalam melihat ada atau tidaknya ketimpangan yang terjadi, Thomas et
al. (2000) menggunakan indeks gini pendidikan yang mirip digunakan dengan koefisien
gini dalam mengukur distribusi kekayaan atau pendapatan, yang menunjukkan angka 0
sebagai perfect equality hingga angka 1 yang mewakili perfect inequality. Gini koefisien
untuk pendidikan telah digunakan oleh peneliti sebelumnya seperti yang dilakukan oleh
Maas (1982); Lin (2007); Shao et al. (2019). Maas (1982) menggunakan gini pendidikan
dalam mengidentifikasi hubungan antara gini pendidikan dan tingkat partisipasi sekolah di
16 negara Afrika Timur. Hasil yang didapatkan menunjukkan hubungan yang negatif antara
gini pendidikan dan tingkat partisipasi sekolah. Lin (2007) dengan menggunakan konsep
gini pendidikan menemukan bahwa ketimpangan pendidikan menurun dikarenakan tingkat
rata-rata lama sekolah meningkat selama periode 1976-2003 di Taiwan. Sedangkan Shao
et. (2019) menggunakan gini pendidikan dalam mengukur ketimpangan pendidikan antara
provinsi pendapatan tinggi dengan pendapatan rendah. Hasil menunjukkan terdapat gap
yang besar terjadi antar provinsi di China di tahun 2017.
Thomas et al. (2000) menyatakan bahwa terdapat dua metode yang dapat digunakan
untuk mengetahui koefisien gini, yaitu metode langsung dan tidak langsung. Sama halnya
dengan melihat gini pendapatan, Thomas et al. mengembangkan kembali formula yang
dikembangkan oleh Deaton (1998) dengan menggunakan variabel pendidikan. Sedangkan
dengan metode tidak langsung, perhitungan menggunakan kurva Lorenz. Disisi lain,
Sugiharti (2017) menganalisis ketimpangan pendidikan di Indonesia dari tahun 2005
hingga 2015 dengan menggunakan metode langsung yaitu indeks gini dan metode tidak
langsung yaitu kurva Lorenz. Penelitian tersebut menemukan bahwa terjadi pemerataan
pendidikan yang ditandai dengan peningkatan rasio partisipasi sekolah, angka melek huruf,
dan rata-rata lama sekolah. Penurunan nilai gini pendidikan ditemukan sebesar 0,353 pada
tahun 2005 menjadi 0,318 pada tahun 2012.

6
B. Pendidikan di Papua
Pendidikan adalah investasi utama bagi penerus bangsa. Pendidikan merupakan alat
yang menentukan untuk mencapai kemajuan dalam segala bidang penghidupan, dalam
memilih dan membina hidup yang baik, yang sesuai dengan martabat manusia
(Nurhidayah, 2015). Proses pendidikan dilakukan di seluruh wilayah Indonesia dari Kota
Sabang di Provinsi Aceh sampai dengan Kota Merauke di Provinsi Papua, baik itu di
wilayah perkotaan maupun pedesaan bahkan pendidikan juga dilakukan di daerahdaerah
pedalaman. Salah satu yang menjadi tantangan untuk memajukan pendidikan di indonesia
adalah menjangkau wilayah pedalaman karena pembangunan pendidikan yang bermutu
dan merata di seluruh wilayah Indonesia merupakan cita-cita besar yang belum terwujud
(Kompas.com, 2011).
Masalah-masalah pendidikan di indonesia diantaranya sarana, fasilitas dan tenaga
pendidik yang kurang dan bermasalah, pendidikan kerap tidak menjangkau daerah
terisolasi (Detiknews, 2018). Salah satu daerah di Indonesia yang ditetapkan sebagai
daerah tertinggal adalah Papua (DetikNews, 2015). Papua merupakan salah satu daerah
paling timur di Indonesia yang memiliki beragam keterbatasan pada kualitas pendidikan.
Tiga masalah besar pendidikan di Papua, yaitu belum adanya semangat pendidikan yang
membebaskan, tidak berkembangnya kultur pendidikan yang sehat, dan belum
terbentuknya masyarakat yang melek pendidikan (Priharsanti, 2016). Semangat pendidikan
masyarakat berkaitan dengan orang tua.

Rendahnya pendidikan yang disandang oleh orang tua menyebabkan tidak mampunya
orang tua memberikan wawasan tentang pendidikan bagi anaknya, sehingga anak
cenderung akan mengikuti metode yang dilakukan orang tuanya. Banyak anakanak yang
tidak sekolah atau putus sekolah karena orang tua tidak memahami perkembangan
pendidikan bagi anak (Mesmor, Rahamma, Unde, 2013). Hal ini juga berkaitan dengan
faktor ekonomi orang tua. Kebanyakan pekerjaan orangtua siswa yang berasal dari pelosok
daerah atau kampung adalah sebagai buruh tani dan nelayan, sehingga secara tidak
langsung mempengaruhi motivasi belajar pada siswa. (Goo, 2017). Jika pendapatan
orangtua rendah maka motivasi orangtua untuk menyekolahkan anak juga rendah.
Apresiasi orangtua terhadap pendidikan dan lingkungan sosial juga mempengaruhi
motivasi anak (Nurmalinda, Suntoro, Nurmalisa, 2017).

Tantangan yang dihadapi di Papua bukan mengatasi masalah persoalan jarak,


kemiskinan, daya atau kekuatan yang cukup untuk terjadinya perbaikan, keterpencilan,

7
atau isolasi, tetapi kebutuhan untuk menyadari atau mengakui ketidakmerataan yang
terjadi dam membangun komitmen untuk mengatasi ketidakmerataan sambil
memperbaiki mutu pendidikan, kesehatan, dan sektor sosial lainnya. Tantangan utama
pembangunan di Papua dan Papua Barat berawal dari ketidakmerataan pendidikan
antargenerasi anak-anak dan remaja Papua (Tim Education Sector Analytical and
Capacity Development Partnership, 2014).
Siswa Papua kurang memahami pentingnya pendidikan dan esensi dari belajar. Hal ini
menyebabkan kurangnya motivasi intrinsik pada siswa Papua. Sangat disadari karena
kondisi sosial masyarakat, geografis, dan kondisi politik yang tidak mendukung sistem
pendidikan di Papua. Kondisi politik yang tidak aman, ekonomi yang kemah, dan sekolah
yang tidak memadai secara signifikan mempengaruhi pendidikan siswa Papua. Politik
dan situasi ekonomi mempengaruhi prestasi pendidikan dan motivasi belajar siswa
(Triyanto, 2019). Dibandingkan siswa lainnya, siswa Papua memiliki motivasi berdaya
rendah. Siswa asli Papua kurang bertekad untuk menyelesaikan dan mencari strategi
untuk memecahkan masalah, kemampuan bertarung, dan kurang kreatif terhadap
pemecahan masalah. (Triyanto, 2019). Berdasarkan hasil wawancara, siswa Papua lebih
terlihat mengalami permasalahan dalam motivasi belajar dibandingakan siswa non Papua.
Keterbatasan aksesbilitas dan insfrastuktur ini membuat kualitas masyarakat di
pedalaman, khususnya di Papua masih sangat tertinggal dari pada masyarakat Indonesia
pada umumnya. Sehingga hal ini berpengaruh pada motivasi belajar dan menjadi salah
satu penyebab rendahnya karakter pada masyarakat. Tentunya kondisi tersebut tidak
sesuai dengan kebutuhan saat ini dalam menyongsong MEA 2015. Dalam menyongsong
MEA, negara-negara di wilayah ASEAN menempatkan peningkatan kualitas SDM,
khususnya pembangunan pendidikan, sebagai prioritas nasional dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengahnya. Diperlukan karakter yang kuat, terutama bagi
daerah-daerah tertinggal, untuk dapat bersaing di era MEA (Wahyudi, Muzakki,
Julliyansyah, 2016). Implementasi yang dapat dilakukan dalam hal ini adalah melalui
pendidikan.
Implementasi pendidikan karakter menjadi penting dalam mempersiapkan generasi
penerus bangsa. Pendidikan karakter diharapkan menjadi salah satu solusi untuk
memecahkan persoalan bangsa dan negara Indonesia yang semakin lama semakin
merosot karakternya. Padahal saat ini pendidikan karakter menjadi isu yang penting
dalam dunia pendidikan. Pendidikan karakter menjadi isu penting sebagai upaya

8
memperbaiki karakter generasi muda, karena degradasi moral yang terus menerus terjadi
pada saat ini.

C. Motivasi Belajar pada Siswa Asli Papua


Berdasarkan hasil wawancara pada salah seorang guru di salah satu sekolah yang
berada di Kabupaten Merauke Papua, mengungkapkan gambaran deskripsi mengenai
motivasi belajar pada siswa asli Papua. Wawancara mengacu pada aspek motivasi belajar
dari Sardirman (2011) yaitu berkaitan dengan aspek tekun menghadapi tugas.Berdasarkan
hasil wawancara dengan seorang guru mengungkapkan bahwa ketika diberikan tugas di
sekolah maupun pekerjaan rumah, siswa kerap kali terlihat kurang antusias dalam
mengerjakannya. Pekerjaan rumah yang diberikan oleh guru, sering tidak dikerjakan.
Siswa sering kali terlihat menyalin pekerjaan rumah milik teman yang lain saat pagi hari.
Menurut penuturan salah seorang guru yang diwawancarai, siswa terlihat kurang memiliki
daya juang dan semangat dalam pembelajaran yang diberikan, terutama ketika diberikan
latihan-latihan soal. Ketika diberikan latihan soal, siswa seringkali menunggu jawaban
yang dikerjakan oleh teman lain. Begitupun ketika ujian, siswa hanya menjawab asal-
asalan. Hal ini menunjukan bahwa siswa kurang memiliki keuletan dalam menghadapi
kesulitan.
Dalam menunjukan minat terhadap berbagai macam masalah, kebanyakan siswa
asli Papua kurang menunjukan minat terhadap berbagai permasalahan yang berkaitan
dengan mata pelajaran di dalam kelas. Namun siswa cenderung lebih tertarik terhadap
aktivitas fisik di luar kelas, seperti mata pelajaran olahraga atau kesenian. Begitu pula
dalam menunjukan kemandirian dalam bekerja. Menurut penuturan salah seorang guru,
ketika guru memberikan latihan soal atau tugas rumah, siswa jarang mengerjakannya
secara mandiri, siswa mengerjakan berkelompok bersama dengan teman sekelas yang
dianggap lebih pandai. Pada saat diberikan tugas-tugas rutin, siswa pun jarang
mengerjakannya. Ketika mempertahankan pendapatnya, siswa kebanyakan kurang antusias
dalam mengikuti pembelajaran akademik di kelas, sehingga siswa pun jarang
mengemukakan pendapatnya atau berdiskusi mengenai pembelajaran di dalam kelas.
Pada saat pembelajaran berlangsung di kelas dan saat diskusi sedang berlangsung,
siswa juga jarang mengeluarkan pendapatnya. Siswa terlihat lebih banyak berdiam.
Sehingga dapat dikatakan siswa jarang berdiskusi untuk mengeluarkan pendapatnya, dan
lebih banyak berdiam. Siswa asli Papua juga kebanyakan kurang menyukai pembelajaran

9
akademik, sehingga siswa tergolong pasif dalam kegiatan pembelajaran. Siswa harus
dibantu untuk mengerjakan tugasnya.

D. Kualitas Pendidikan di Provinsi Papua

Jenjang pendidikan yang ada di Indonesia terdiri dari tiga tingkatan, yaitu Jenjang
Pendidikan Dasar, Jenjang Pendidikan Pertama, dan Jenjang Pendidikan Atas. Dalam
mengetahui kualitas pendidikan suatu wilayah dapat dilakukan dengan melihat indeks
pendidikan wilayah yang terdiri dari Angka Partisipasi Murni (APM) dan kemampuan
keuangan daerah untuk pendidikan dalam dana APBN. APM merupakan proporsi dari
penduduk kelompok usia sekolah tertentu, yang sedang bersekolah di jenjang pendidikan
yang seharusnya atau dapat diartikan sebagai kesesuaian antara umur penduduk dengan
ketentuan usia sekolah di jenjang tersebut.(1) Sedangkan dana APBN untuk pendidikan
dapat menunjukan seberapa masifnya pembangunan penunjang pendidikan di wilayah.

Dana APBD setiap Kabupaten di Provinsi Papua juga berbeda satu sama lain. Alokasi
dana terbesar di dapatkanKota Jayapura sebagai Ibukota provinsi dengan persentase
25,87. Sedangkan alokasi dana APBN terendah terdapat pada Kabupaten Mappi dengan
presentase 2,05%. Perbedaan yang signifikan antara daerah perkotaan dan pedesaan ini
terjadi karena beberapa faktor, seperti alokasi dana pada sector khas yang lebih potensial.
Wilayah dengan mobilitas sosial dan aksesibilitas tinggi akan mendapatkan alokasi Dana
APBN yang tinggi pula dalam mendukung pembangunan daerah tersebut termasuk dalam
sector pendidikan. Hal ini yang membuat persebaran dana APBN pada setiap daerah di
Provinsi Papua berbeda. Dalam peningkatan kualitas mutupendidikan Provinsi Papua,
pemerintah diharapkan dapat megkhususkan alokasi dana APBN untuk pendidikan pada
daerah yang masih tertinggal dan membutuhkan dukungan dalampeningkatan kualitas
sumber daya manusia.

Pada kenyataannya kualitas pendidikan di Indonesia belum sebaik negara lain.


Menurut penelitian yang dilakukan oleh The World Bank, World Development Report
(2007) menunjukkan bahwa Indonesia menempati peringkat ke-39 dari 41 negara yang
diteliti dan survei kemampuan pelajar yang dirilis oleh Progamme For International
Student Assessment (PISA) pada Desember 2019 di Paris, menempatkan Indonesia di

10
peringkat ke-72 dari 77 negara. Salah satu contoh dari pendidikan yang belum baik
adalah pendidikan di daerah Papua khususnya daerah pedalaman. Jika diteliti lebih lanjut,
kualitas pendidikan di Papua masih terbelakang jika dibandingkan dengan daerah lain di
Indonesia, bahkan kondisi di sana sangatlah memprihatinkan.

Berbicara mengenai masalah pendidikan di Indonesia khususnya Papua tidak akan ada
habisnya. Mulai dari kurikulum, pemerataan guru, standar kualifikasi yang dimiliki guru,
fasilitas sekolah, dan masih banyak lagi. Berikut ini adalah masalah yang dihadapi Papua
dalam membangun pendidikan yang baik :

1. Kualitas Sekolah dan Fasilitasnya

Menurut Suroso, S.IP,. M.A staf ahli Bupati bidang pembangunan mengatakan
permasalahan umum di Papua terkait pengembangan sumber daya manusia,
pembangunan pendidikan secara umum di Papua sudah bisa terlaksanakan terutama di
perkotaan dan pinggiran, namun demikian di wilayah pedalaman yang jauh dari pusat
pemerintahan terdapat fakta berbanding terbalik dengan wilayah lainnya. Di sana masih
diliputi sekian keterbatasan. Dilanjut oleh Dr. Gabriel Lele sekretaris Gugus Tugas Papua
mengatakan bahwa masih ditemukan sekolah yang tidak sesuai standar, yaitu apabila
standar pembangunan kelas yang terdiri dari 6 ruang tapi dibangun hanya 3 ruang saja, itu
pun dengan kondisi yang hampir roboh dan perbandingan jarak antara sekolah dengan
pemukiman warga sangat jauh. Keterbatasan jalan untuk mengakses sarana pendidikan
yang tidak memadai. Kondisi ini sering ditemukan di wilayah Pegunungan Tanah Papua.
Tidak hanya itu, permasalahan lainnya ialah terletak pada buku pelajaran siswa, buku
tulis, alat tulis lainnya serta tidak adanya perpustakaan. Buku pelajaran sekolah masih
sangat terbatas, ditambah lagi buku tulis siswa hanya 1 yang memuat semua pelajaran
dan tidak adanya perpustakaan menyulitkan siswa dalam hal meningkatkan minat baca
dan mendukung proses pembelajaran, fasilitas seperti papan tulis yang masih
menggunakan papan tulis kapur, di mana hampir semua sekolah di kota besar sudah
memakai papan tulis spidol dan juga minimnya media pembelajaran yang mendukung
aktivitas belajar-mengajar.

2. Kemampuan Siswa yang Tertinggal

11
Kondisi akses ini mempengaruhi kualitas pendidikan yang ada di Papua. Jarak yang
jauh antara sekolah dan tidak adanya kendaraan umum mengakibatkan anak-anak tidak
mau bersekolah. Rendahnya kualitas pendidikan dibuktikan dengan kemampuan baca
tulis siswa yang masih jauh dari kata ‘bisa’. Kemampuan baca tulis lulusan SD di Papua
setara dengan kualitas SD kelas 2 di Jawa, lulusan SMP setara dengan kualitas SD kelas
4, dan lulusan SMA di Papua setara dengan lulusan SD di Jawa. Artinya kemampuan
anak Papua dalam baca tulis sangat memprihatinkan dan perlu upaya dalam mengatasi
hal ini.

3. Keterbatasan Tenaga Pendidik.

Guru di daerah Papua sana jumlahnya sedikit, selain itu tidak semua guru di daerah
Papua yang memiliki leadership yang visioner yang cukup cermat dalam melihat dan
memberi perhatian pada pentingnya pembenahan pendidikan. Secara umum, kompetensi
guru-guru di Papua masih minim. Kebanyakan guru yang ada di sekolah Papua adalah
guru di bidang agama namun harus mengajarkan berbagai pelajaran lainnya. Sehingga
dalam memberikan materi pasti kurang optimal.

4. Siswa yang Putus Sekolah

Data dari UNICEF menunjukkan bahwa 30% siswa Papua tidak menyelesaikan
pendidikan SD dan SMP mereka. Di pedalaman, sekitar 50% siswa SD dan 73% siswa
SMP memilih untuk putus sekolah. Hal itu bisa disebabkan oleh kurangnya motivasi
orang tua dalam menyemangati anak untuk meraih pendidikan dan masalah ekonomi
keluarga. Kebanyakan orang tua siswa, khususnya di pedalaman masih menganggap
bahwa sekolah itu tidak penting dan lebih baik anak bekerja di kebun membantu ekonomi
keluarga. Alhasil anak-anak lebih memilih untuk tidak bersekolah.

Melihat berbagai masalah pendidikan di Papua terutama di daerah pedalaman,


menandakan bahwa dunia pendidikan di sana tidak dalam keadaan baik-baik saja dan
sudah seharusnya pemerintah memberikan perhatian khusus kepada wilayah-wilayah
seperti itu. Mencari solusi agar daerah tersebut dapat mengikuti perkembangan di daerah
lainnya dengan memperhatikan segala aspek yang ada di Papua agar tidak menghilangkan
ciri khas Papua dan tidak menimbulkan masalah. Kita sebagai pemuda bangsa sudah
seharusnya membantu dalam memajukan negara kita khususnya dalam dunia pendidikan.
Mari bersama-sama saling membantu untuk memperbaiki dunia pendidikan kita menjadi
lebih baik.

12
E. Kegiatan Pemerataan Pendidikan Yang Harus Dilakukan Pemerintah
Berikut beberapa cara yang bisa dijadikan sebagai solusi dalam pemerataan
pendidikan di seluruh Indonesia :

1. Pembangunan gedung sekolah secara merata.Seperti kita ketahui bersama,saat ini


pembangunan gedung sekolahan yang selalu diutamakan adalah yang berada di
perkotaan.Bangunan gedung sekolahan yang lama dilakukan rehabilitasi sehingga
menelan biaya yang besar.Daripada dana tersebut digunakan untuk membiayai
program rehabilitasi gedung yang sudah ada sebelumnya,alangkah bijaknya kalau
dimanfaatkan atau dialihkan untuk pembangunan gedung sekolahan yang belum
ada di setiap penjuru pelosok daerah.Sudah saatnya pembangunan gedung
sekolahan dibuat merata tanpa membedakan mana yang berada di kota maupun
mana yang berada di desa.Semua memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk
memperoleh fasilitas gedung sekolahan demi kenyamanan dalam belajar.
2. Pembagian buku-buku pelajaran secara gratis.Buku adalah sumber ilmu.Ketika
pemerintah memberlakukan biaya setinggi-tingginya untuk harga sebuah buku,itu
sama artinya dengan membatasi kemauan seseorang dalam membuka wawasan
pengetahuan mereka.Pihak pemerintah harusnya menjalankan sebuah program
pembagian buku secara gratis kepada seluruh anak-anak yang ada di
Indonesia.Tentu saja program ini harus dibarengi dengan program minat baca
buku.Karena kualitas minat baca di Indonesia masih tergolong sangat rendah.Hal
ini lah yang menjadi penyebab mengapa negara Indonesia tidak maju dan
berkembang.Melalui buku,Indonesia pasti bisa membuka wawasan dunia.
3. Program pembagian peralatan sekolah secara gratis.Telah kita ketahui bersama
bahwa masih banyak warga negara yang tidak mampu dalam memenuhi kebutuhan
peralatan sekolah.Anak-anak sekolah di seluruh penjuru tanah air berhak
mendapatkan fasilitas peralatan sekolah dari pemerintah secara gratis.Hal ini
dimaksutkan untuk menunjang kegiatan belajar mereka,selain itu sebagai bentuk
pemberian dukungan agar mereka lebih bersemangat dalam menuntut ilmu di
sekolahan.
4. Pemenuhan kebutuhan guru di berbagai pelosok daerah.Guru merupakan elemen
penting dalam dunia pendidikan.Tanpa adanya guru yang berkualitas maka mustahil
seorang anak dapat terdidik dengan baik.Ketika banyak guru honorer yang bekerja
secara ikhlas di berbagai daerah,maka seharusnya pihak pemerintah tanggap dalam

13
menyejahterakan kehidupan mereka yaitu dengan memberikan tunjangan guru
sewajarnya.Hal ini perlu dilakukan agar guru dapat lebih bersemangat lagi dalam
mendidik dan mengajar anak-anaknya.Bagi guru PNS yang sering melakukan
pelanggaran kode etik pegawai,maka tidak ada salahnya untuk ditugaskan berdinas
di pelosok daerah.Tentu saja hal ini dimaksutkan agar mereka lebih bertanggung
jawab dalam mengemban tugasnya.

5. Peningkatan fasilitas infrastruktur akses menuju sekolahan.Saat ini masih banyak


kita jumpai anak-anak yang pergi bersekolah harus melewati berbagai medan jalan
yang berbahaya bagi mereka.Tak jarang dari mereka yang pergi ke sekolah dengan
menyeberangi sungai,berjalan di jembatan yang rapuh,hingga bergelantungan
melalui pohon dan tebing yang curam.Dalam hal ini pihak pemerintah wajib
menelusuri satu per satu kondisi akses jalan menuju sekolahan,sehingga tahu mana
yang seharusnya diutamakan untuk pembangunan fasilitas infrastruktur akses
menuju sekolahan.

14
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan latar belakang masalah dan pembahasan di atas penulis menyimpulkan


bahwa motivasi belajar pada siswa asli Papua berpengaruh terhadap implementasi
pendidikan karakter. Hal ini ditunjukkan melalui beberapa hasil penelitian yang
mengungkapkan bahwa terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara pendidikan
karakter, sumber belajar dan motivasi belajar, secara sama-sama atau secara regresi
terhadap hasil belajar (Mugiono, 2017). Serta penelitian Firmansyah, Wahyuni Gumanti
(2017), yang mengungkapkan bahwa pendidikan karakter berpengaruh signifikan
terhadap motivasi belajar siswa. Selaras dengan nilai-nilai yang terkandung dalam
pendidikan karakter yang sesuai dengan aspek-aspek motivasi belajar.

Implementasi Pendidikan Karakter diharapkan dapat meminimalisir dan mengatasi


permasalahan terkait degradasi moral yang terjadi pada diri siswa, sehingga dapat
berpengaruh dalam peningkatan motivasi belajar pada siswa asli Papua.

Kualitas mutu pendidikan di Provinsi Papua berdasarkan indeks Angka Partisipasi


Murni (APM) juga masih tergolong rendah dipengaruhi beberapa faktor, seperti
ketersediaan tenaga pendidik dan fasilitas pendidikan, kesadaran orangtua akan
pentingnya pendidikan, perbedaan strata sosial, serta factor keamanan. Dalam
meningkatkan mutu pendidikan di daerah 3T, perlunya perhatian penting dalam
mengupayakan agar pendidikan di Papua mampu terlaksana dengan efektifdan efisien.

Provinsi Papua dihadapi dengan berbagai problematika pada aspek pendidikan, seperti
permasalahan pada tenaga pendidik yang dihadapi dengan SDM yang mengalami
kekurangan. Kemudian, permasalahan pada penyediaan sarana dan prasarana menjadi
bagian yang tidak boleh ditinggalkan sebagai fasilitas penunjang dalam memberikan
kelancaran pada pendidikan, baik untuk guru maupun siswa. Selain itu, upaya yang
dilakukan pemerintah sebelumnya tentu menjadi pembahasan yang sangat penting. Hal
ini mengacu pada konsep teori implementasi kebijakan, dimana tindakan maupun
kebijakan yang telah dilaksanakan tentu memiliki hal-hal yang terjadi, seperti
keberhasilan implementasi kebijakan termasuk dalam sisi positif hingga ketidakefektifan
dan kendala yang dihadapi dapat mengarah pada sisi negatif. Beberapa rekomendasi

15
kebijakan yang dapat diterapkan guna mengoptimalkan mutu kualitas pendidikan
Provinsi Papua, melalui pembangunan dan perbaikan sarana prasarana pada IPM,
memperhatikan lebih khusus sertifikasi dan kesejahteraan guru, dan pemberian jaminan
keamanan bagi masyarakat.

B. Saran

Agar pemerataan pendidikan di Papua dapat terealisasikan maka pemerintah harus


konsisten dalam memantau situasi perkembangan pendidikan yang ada di Papua .

16
DAFTAR PUSTAKA

Internet https://www.google.com/search?
q=materi+hukum+acara+peradilan+agama&oq=MATERI+HUKUM+ACARA+PERA
DILANC&gs_lcrp=EgZjaHJvbWUqCQgBEAAYDRiABDIGCAAQRRg5MgkIARAAG
A0YgAQyCQgCEAAYDRiABDIJCAMQABgNGIAEMgkIBBAAGA0YgAQyCQgFEA
AYDRiABDIJCAYQABgNGIAEMgkIBxAAGA0YgAQyCQgIEAAYDRiABDIKCAkQ
ABgIGA0YHtIBCTEwNDY4ajBqN6gCALACAA&sourceid=chrome&ie=UTF-8

https://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan#cite_note-1

https://www.quipper.com/id/blog/info-guru/pendidikan-menurut-para-ahli/

https://www.google.com/search?q=pendidikan+sebagai+bentuk+penera
%5Ban+ham&oq=pendidikan+sebagai+bentuk+penera
%5Ban+ham+&gs_lcrp=EgZjaHJvbWUyBggAEEUYOTIJCAEQIRgKGKABMgkIAh
AhGAoYoAEyCQgDECEYChigATIJCAQQIRgKGKABMgoIBRAhGBYYHRge0gEJN
TQyMzhqMGo3qAIAsAIA&sourceid=chrome&ie=UTF-8

https://ademujhiyat.blogspot.com/2016/05/hak-dan-kewajiban-pemerintah-
terhadap.html

https://www.kompasiana.com/arwo/58c9dab16ea8346d048b4569/solusi-pemerataan-
pendidikan-di-seluruh-indonesia

Buku

Ilmu Pendidikan “Konsep, Teori dan Aplikasinya” (Dr.Rahmat Hidayat,MA dan


Dr.Abdillah,S.Ag)

Jurnal

Implementasi SDGs Dalam Pendidikan Di Papua (Roy Eka Pribadi) , Optimalisasi


Peningkatan Kualitas Mutu Pendidikan Provinsi Papua Sebagai Daerah 3T Di Indonesia
(Aldho Faruqi Tutukansa dan Enjang Dwi Tuffahati),dan Pemerataan Pendidikan: Studi
Kasus 34 Provinsi di Indonesia (Riris Sira Torsina Sihombing dan Naufal Putra Kusuma).

17

Anda mungkin juga menyukai