Disusun oleh:
21311701
FAKULTAS HUKUM
2023
1
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL....................................................................................................................... 1
DAFTAR ISI................................................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................... 3
A. Latar Belakang Masalah........................................................................................................... 3
B. Rumusan Masalah..................................................................................................................... 4
C. Manfaat Penulisan..................................................................................................................... 4
BAB IV PENUTUP......................................................................................................................... 15
A. Kesimpulan ................................................................................................................................ 15
B. Saran........................................................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................... 17
2
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Pendidikan adalah usaha dasar terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak, ilmu hidup,
pengetahuan umum serta keterampilan yang diperlukan dirinya untuk masyarakat
berlandaskan Undang-Undang.
Dalam pandangan Ki Hajar Dewantara terhadap pendidikan adalah berfokus pada kodrat
individu yang bebas dan mandiri sedangkan pembelajaran adalah pedoman untuk
mengarahkan anak-anak untuk menentukan tujuan hidupanya kelak.
Pendidikan juga merupakan hak setiap warga Negara tanpa adanya perbedaan. Untuk itu
negara memiliki kewajiban untuk melindungi, menghormati, serta memenuhi hak untuk
memperoleh pendidikan, dan mengawasi jika terjadi pelanggaran. Namun di Indonesia, isu-
isu kunci seputar hak asasi manusia belum dipertimbangkan secara serius, terutama di sektor
pendidikan. Pendidikan sebagaimana yang kita ketahui merupakan salah satu hak asasi yang
mendasar bagi sleuruh manusia. Pendidikan juga merupakan hal yang sangat esensial bagi
manusia, karena dengan adanya pendidikan maka kehidupan seseorang akan bias berubah.
Hal ini akan terwujud jika setiap orang mendapatkan kesempatan yang sama untuk
mendapatkan pendidikan tersebut.
Pemerataan untuk semua warga Negara mendapat pendidikan menjadi misi yang harus
diselesaikan oleh pemerintah. Tanggung jawab pemerintah terhadap dunia pendidikan menjadi
sebuah kewajiban yang diaplikasikan dengan memberikan seluruh keperluan dasar sekolah,
penyediaan sarana dan prasarana, guru yang profesional, dan tanpa kebijakan yang sifatnya
diskriminatif terhadap anak didik.
3
Padahal, Pasal 31 ayat (1) Amandemen UUD 1945 secara tegas mengamanatkan, "Setiap
warga negara berhak mendapat pendidikan", dan Ayat (2) menyatakan, "Setiap warga negara
wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya". Hal ini dikukuhkan
lagi dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang
disahkan DPR 11 Juni 2003 dan ditandatangani Presiden 8 Juli 2003. Pada Pasal 5 ayat (1)
disebutkan, "setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan
yang bermutu". Sedangkan pada Pasal 6 Ayat (1) ditegaskan, "setiap warga negara yang
berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar."
Ini berarti bahwa pembangunan dibidang pendidikan harus menjadi prioritas utama untuk
memajukan sebuah bangsa. Perubahan, kemajuan, dan peradaban sebuah bangsa hanya bisa
dicapai melalui pendidikan. Oleh karena itu, Pendidikan harus dijadikan landasan dan
paradigma utama dalam mempercepat pembangunan bangsa. Maka, dalam pengembangan
kebijakan bidang pendidikan, pemerintah tidak bisa melakukannya dengan pasif, statis dan
sebagai rutinitas belaka, yang tidak memiliki orientasi jelas. Tetapi, pembangunan pendidikan
harus dilakukan secara dinamis, konstruktif dan dilandasi semangat reformis, kreatif, inovatif
dengan wawasan jauh ke depan.
B. Rumusan Masalah
C. Manfaat Penulisan
1.Bagi Penulis, makalah dengan judul pemerataan pendidikan di papua sebagai bentuk
penyelenggaraan ham diharapkan bisa jadi referensi yang baik dan diperbaiki agar lebih
sempurna.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum
Dalam penelitian ini diperlukan beberapa buku dan jurnal sebagai bahan
referensi.Untuk mengetahui tentang pendidikan secara umum digunakan buku Ilmu
Pendidikan “Konsep, Teori dan Aplikasinya” sebagai referensi utama. Untuk menganalisis
secara mendalam penulis menggunakan jurnal Implementasi SDGs Dalam Pendidikan Di
Papua (Roy Eka Pribadi) , Optimalisasi Peningkatan Kualitas Mutu Pendidikan Provinsi
Papua Sebagai Daerah 3T Di Indonesia (Aldho Faruqi Tutukansa dan Enjang Dwi
Tuffahati),dan Pemerataan Pendidikan: Studi Kasus 34 Provinsi di Indonesia (Riris Sira
Torsina Sihombing dan Naufal Putra Kusuma).
B. Tinjauan Terdahulu
Pertama, Penelitian (Tesis) yang ditulis oleh Priharsanti pada tahun 2016. Hasil dari
penelitian menunjukkan bahwa Papua merupakan salah satu daerah paling timur di
Indonesia yang memiliki beragam keterbatasan pada kualitas pendidikan. Tiga masalah
besar pendidikan di Papua, yaitu belum adanya semangat pendidikan yang membebaskan,
tidak berkembangnya kultur pendidikan yang sehat, dan belum terbentuknya masyarakat
yang melek pendidikan.
Kedua, Penelitian (Tesis) yang ditulis oleh Mesmor, Rahamma, dan Unde pada tahun
2013. Hasil dari penilitian tersebut menunjukkan bahwa Rendahnya pendidikan yang
disandang oleh orang tua menyebabkan tidak mampunya orang tua memberikan wawasan
tentang pendidikan bagi anaknya, sehingga anak cenderung akan mengikuti metode yang
dilakukan orang tuanya. Banyak anakanak yang tidak sekolah atau putus sekolah karena
orang tua tidak memahami perkembangan pendidikan bagi anak.
Ketiga, Penelitian (Tesis) yang ditulis oleh Nurmalinda, Suntoro, dan Nurmalisa pada
tahun 2017. Hasil dari penilitian tersebut menunjukkan bahwa Jika pendapatan orangtua
rendah maka motivasi orangtua untuk menyekolahkan anak juga rendah. Apresiasi
orangtua terhadap pendidikan dan lingkungan sosial juga mempengaruhi motivasi anak.
5
BAB III
PEMBAHASAN
A. Pemerataan Pendidikan
Pemerataan pendidikan menjadi salah satu fokus utama pembangunan manusia di
beberapa negara, termasuk Indonesia. Pendidikan diyakini sebagai investasi modal
manusia yang perlu ditingkatkan.
Pentingnya pendidikan mendorong pemerintah mengupayakan berbagai cara agar
akses pendidikan dapat dirasakan secara merata oleh seluruh masyarakat, baik di perkotaan
maupun pedesaan. Dalam melihat ada atau tidaknya ketimpangan yang terjadi, Thomas et
al. (2000) menggunakan indeks gini pendidikan yang mirip digunakan dengan koefisien
gini dalam mengukur distribusi kekayaan atau pendapatan, yang menunjukkan angka 0
sebagai perfect equality hingga angka 1 yang mewakili perfect inequality. Gini koefisien
untuk pendidikan telah digunakan oleh peneliti sebelumnya seperti yang dilakukan oleh
Maas (1982); Lin (2007); Shao et al. (2019). Maas (1982) menggunakan gini pendidikan
dalam mengidentifikasi hubungan antara gini pendidikan dan tingkat partisipasi sekolah di
16 negara Afrika Timur. Hasil yang didapatkan menunjukkan hubungan yang negatif antara
gini pendidikan dan tingkat partisipasi sekolah. Lin (2007) dengan menggunakan konsep
gini pendidikan menemukan bahwa ketimpangan pendidikan menurun dikarenakan tingkat
rata-rata lama sekolah meningkat selama periode 1976-2003 di Taiwan. Sedangkan Shao
et. (2019) menggunakan gini pendidikan dalam mengukur ketimpangan pendidikan antara
provinsi pendapatan tinggi dengan pendapatan rendah. Hasil menunjukkan terdapat gap
yang besar terjadi antar provinsi di China di tahun 2017.
Thomas et al. (2000) menyatakan bahwa terdapat dua metode yang dapat digunakan
untuk mengetahui koefisien gini, yaitu metode langsung dan tidak langsung. Sama halnya
dengan melihat gini pendapatan, Thomas et al. mengembangkan kembali formula yang
dikembangkan oleh Deaton (1998) dengan menggunakan variabel pendidikan. Sedangkan
dengan metode tidak langsung, perhitungan menggunakan kurva Lorenz. Disisi lain,
Sugiharti (2017) menganalisis ketimpangan pendidikan di Indonesia dari tahun 2005
hingga 2015 dengan menggunakan metode langsung yaitu indeks gini dan metode tidak
langsung yaitu kurva Lorenz. Penelitian tersebut menemukan bahwa terjadi pemerataan
pendidikan yang ditandai dengan peningkatan rasio partisipasi sekolah, angka melek huruf,
dan rata-rata lama sekolah. Penurunan nilai gini pendidikan ditemukan sebesar 0,353 pada
tahun 2005 menjadi 0,318 pada tahun 2012.
6
B. Pendidikan di Papua
Pendidikan adalah investasi utama bagi penerus bangsa. Pendidikan merupakan alat
yang menentukan untuk mencapai kemajuan dalam segala bidang penghidupan, dalam
memilih dan membina hidup yang baik, yang sesuai dengan martabat manusia
(Nurhidayah, 2015). Proses pendidikan dilakukan di seluruh wilayah Indonesia dari Kota
Sabang di Provinsi Aceh sampai dengan Kota Merauke di Provinsi Papua, baik itu di
wilayah perkotaan maupun pedesaan bahkan pendidikan juga dilakukan di daerahdaerah
pedalaman. Salah satu yang menjadi tantangan untuk memajukan pendidikan di indonesia
adalah menjangkau wilayah pedalaman karena pembangunan pendidikan yang bermutu
dan merata di seluruh wilayah Indonesia merupakan cita-cita besar yang belum terwujud
(Kompas.com, 2011).
Masalah-masalah pendidikan di indonesia diantaranya sarana, fasilitas dan tenaga
pendidik yang kurang dan bermasalah, pendidikan kerap tidak menjangkau daerah
terisolasi (Detiknews, 2018). Salah satu daerah di Indonesia yang ditetapkan sebagai
daerah tertinggal adalah Papua (DetikNews, 2015). Papua merupakan salah satu daerah
paling timur di Indonesia yang memiliki beragam keterbatasan pada kualitas pendidikan.
Tiga masalah besar pendidikan di Papua, yaitu belum adanya semangat pendidikan yang
membebaskan, tidak berkembangnya kultur pendidikan yang sehat, dan belum
terbentuknya masyarakat yang melek pendidikan (Priharsanti, 2016). Semangat pendidikan
masyarakat berkaitan dengan orang tua.
Rendahnya pendidikan yang disandang oleh orang tua menyebabkan tidak mampunya
orang tua memberikan wawasan tentang pendidikan bagi anaknya, sehingga anak
cenderung akan mengikuti metode yang dilakukan orang tuanya. Banyak anakanak yang
tidak sekolah atau putus sekolah karena orang tua tidak memahami perkembangan
pendidikan bagi anak (Mesmor, Rahamma, Unde, 2013). Hal ini juga berkaitan dengan
faktor ekonomi orang tua. Kebanyakan pekerjaan orangtua siswa yang berasal dari pelosok
daerah atau kampung adalah sebagai buruh tani dan nelayan, sehingga secara tidak
langsung mempengaruhi motivasi belajar pada siswa. (Goo, 2017). Jika pendapatan
orangtua rendah maka motivasi orangtua untuk menyekolahkan anak juga rendah.
Apresiasi orangtua terhadap pendidikan dan lingkungan sosial juga mempengaruhi
motivasi anak (Nurmalinda, Suntoro, Nurmalisa, 2017).
7
atau isolasi, tetapi kebutuhan untuk menyadari atau mengakui ketidakmerataan yang
terjadi dam membangun komitmen untuk mengatasi ketidakmerataan sambil
memperbaiki mutu pendidikan, kesehatan, dan sektor sosial lainnya. Tantangan utama
pembangunan di Papua dan Papua Barat berawal dari ketidakmerataan pendidikan
antargenerasi anak-anak dan remaja Papua (Tim Education Sector Analytical and
Capacity Development Partnership, 2014).
Siswa Papua kurang memahami pentingnya pendidikan dan esensi dari belajar. Hal ini
menyebabkan kurangnya motivasi intrinsik pada siswa Papua. Sangat disadari karena
kondisi sosial masyarakat, geografis, dan kondisi politik yang tidak mendukung sistem
pendidikan di Papua. Kondisi politik yang tidak aman, ekonomi yang kemah, dan sekolah
yang tidak memadai secara signifikan mempengaruhi pendidikan siswa Papua. Politik
dan situasi ekonomi mempengaruhi prestasi pendidikan dan motivasi belajar siswa
(Triyanto, 2019). Dibandingkan siswa lainnya, siswa Papua memiliki motivasi berdaya
rendah. Siswa asli Papua kurang bertekad untuk menyelesaikan dan mencari strategi
untuk memecahkan masalah, kemampuan bertarung, dan kurang kreatif terhadap
pemecahan masalah. (Triyanto, 2019). Berdasarkan hasil wawancara, siswa Papua lebih
terlihat mengalami permasalahan dalam motivasi belajar dibandingakan siswa non Papua.
Keterbatasan aksesbilitas dan insfrastuktur ini membuat kualitas masyarakat di
pedalaman, khususnya di Papua masih sangat tertinggal dari pada masyarakat Indonesia
pada umumnya. Sehingga hal ini berpengaruh pada motivasi belajar dan menjadi salah
satu penyebab rendahnya karakter pada masyarakat. Tentunya kondisi tersebut tidak
sesuai dengan kebutuhan saat ini dalam menyongsong MEA 2015. Dalam menyongsong
MEA, negara-negara di wilayah ASEAN menempatkan peningkatan kualitas SDM,
khususnya pembangunan pendidikan, sebagai prioritas nasional dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengahnya. Diperlukan karakter yang kuat, terutama bagi
daerah-daerah tertinggal, untuk dapat bersaing di era MEA (Wahyudi, Muzakki,
Julliyansyah, 2016). Implementasi yang dapat dilakukan dalam hal ini adalah melalui
pendidikan.
Implementasi pendidikan karakter menjadi penting dalam mempersiapkan generasi
penerus bangsa. Pendidikan karakter diharapkan menjadi salah satu solusi untuk
memecahkan persoalan bangsa dan negara Indonesia yang semakin lama semakin
merosot karakternya. Padahal saat ini pendidikan karakter menjadi isu yang penting
dalam dunia pendidikan. Pendidikan karakter menjadi isu penting sebagai upaya
8
memperbaiki karakter generasi muda, karena degradasi moral yang terus menerus terjadi
pada saat ini.
9
akademik, sehingga siswa tergolong pasif dalam kegiatan pembelajaran. Siswa harus
dibantu untuk mengerjakan tugasnya.
Jenjang pendidikan yang ada di Indonesia terdiri dari tiga tingkatan, yaitu Jenjang
Pendidikan Dasar, Jenjang Pendidikan Pertama, dan Jenjang Pendidikan Atas. Dalam
mengetahui kualitas pendidikan suatu wilayah dapat dilakukan dengan melihat indeks
pendidikan wilayah yang terdiri dari Angka Partisipasi Murni (APM) dan kemampuan
keuangan daerah untuk pendidikan dalam dana APBN. APM merupakan proporsi dari
penduduk kelompok usia sekolah tertentu, yang sedang bersekolah di jenjang pendidikan
yang seharusnya atau dapat diartikan sebagai kesesuaian antara umur penduduk dengan
ketentuan usia sekolah di jenjang tersebut.(1) Sedangkan dana APBN untuk pendidikan
dapat menunjukan seberapa masifnya pembangunan penunjang pendidikan di wilayah.
Dana APBD setiap Kabupaten di Provinsi Papua juga berbeda satu sama lain. Alokasi
dana terbesar di dapatkanKota Jayapura sebagai Ibukota provinsi dengan persentase
25,87. Sedangkan alokasi dana APBN terendah terdapat pada Kabupaten Mappi dengan
presentase 2,05%. Perbedaan yang signifikan antara daerah perkotaan dan pedesaan ini
terjadi karena beberapa faktor, seperti alokasi dana pada sector khas yang lebih potensial.
Wilayah dengan mobilitas sosial dan aksesibilitas tinggi akan mendapatkan alokasi Dana
APBN yang tinggi pula dalam mendukung pembangunan daerah tersebut termasuk dalam
sector pendidikan. Hal ini yang membuat persebaran dana APBN pada setiap daerah di
Provinsi Papua berbeda. Dalam peningkatan kualitas mutupendidikan Provinsi Papua,
pemerintah diharapkan dapat megkhususkan alokasi dana APBN untuk pendidikan pada
daerah yang masih tertinggal dan membutuhkan dukungan dalampeningkatan kualitas
sumber daya manusia.
10
peringkat ke-72 dari 77 negara. Salah satu contoh dari pendidikan yang belum baik
adalah pendidikan di daerah Papua khususnya daerah pedalaman. Jika diteliti lebih lanjut,
kualitas pendidikan di Papua masih terbelakang jika dibandingkan dengan daerah lain di
Indonesia, bahkan kondisi di sana sangatlah memprihatinkan.
Berbicara mengenai masalah pendidikan di Indonesia khususnya Papua tidak akan ada
habisnya. Mulai dari kurikulum, pemerataan guru, standar kualifikasi yang dimiliki guru,
fasilitas sekolah, dan masih banyak lagi. Berikut ini adalah masalah yang dihadapi Papua
dalam membangun pendidikan yang baik :
Menurut Suroso, S.IP,. M.A staf ahli Bupati bidang pembangunan mengatakan
permasalahan umum di Papua terkait pengembangan sumber daya manusia,
pembangunan pendidikan secara umum di Papua sudah bisa terlaksanakan terutama di
perkotaan dan pinggiran, namun demikian di wilayah pedalaman yang jauh dari pusat
pemerintahan terdapat fakta berbanding terbalik dengan wilayah lainnya. Di sana masih
diliputi sekian keterbatasan. Dilanjut oleh Dr. Gabriel Lele sekretaris Gugus Tugas Papua
mengatakan bahwa masih ditemukan sekolah yang tidak sesuai standar, yaitu apabila
standar pembangunan kelas yang terdiri dari 6 ruang tapi dibangun hanya 3 ruang saja, itu
pun dengan kondisi yang hampir roboh dan perbandingan jarak antara sekolah dengan
pemukiman warga sangat jauh. Keterbatasan jalan untuk mengakses sarana pendidikan
yang tidak memadai. Kondisi ini sering ditemukan di wilayah Pegunungan Tanah Papua.
Tidak hanya itu, permasalahan lainnya ialah terletak pada buku pelajaran siswa, buku
tulis, alat tulis lainnya serta tidak adanya perpustakaan. Buku pelajaran sekolah masih
sangat terbatas, ditambah lagi buku tulis siswa hanya 1 yang memuat semua pelajaran
dan tidak adanya perpustakaan menyulitkan siswa dalam hal meningkatkan minat baca
dan mendukung proses pembelajaran, fasilitas seperti papan tulis yang masih
menggunakan papan tulis kapur, di mana hampir semua sekolah di kota besar sudah
memakai papan tulis spidol dan juga minimnya media pembelajaran yang mendukung
aktivitas belajar-mengajar.
11
Kondisi akses ini mempengaruhi kualitas pendidikan yang ada di Papua. Jarak yang
jauh antara sekolah dan tidak adanya kendaraan umum mengakibatkan anak-anak tidak
mau bersekolah. Rendahnya kualitas pendidikan dibuktikan dengan kemampuan baca
tulis siswa yang masih jauh dari kata ‘bisa’. Kemampuan baca tulis lulusan SD di Papua
setara dengan kualitas SD kelas 2 di Jawa, lulusan SMP setara dengan kualitas SD kelas
4, dan lulusan SMA di Papua setara dengan lulusan SD di Jawa. Artinya kemampuan
anak Papua dalam baca tulis sangat memprihatinkan dan perlu upaya dalam mengatasi
hal ini.
Guru di daerah Papua sana jumlahnya sedikit, selain itu tidak semua guru di daerah
Papua yang memiliki leadership yang visioner yang cukup cermat dalam melihat dan
memberi perhatian pada pentingnya pembenahan pendidikan. Secara umum, kompetensi
guru-guru di Papua masih minim. Kebanyakan guru yang ada di sekolah Papua adalah
guru di bidang agama namun harus mengajarkan berbagai pelajaran lainnya. Sehingga
dalam memberikan materi pasti kurang optimal.
Data dari UNICEF menunjukkan bahwa 30% siswa Papua tidak menyelesaikan
pendidikan SD dan SMP mereka. Di pedalaman, sekitar 50% siswa SD dan 73% siswa
SMP memilih untuk putus sekolah. Hal itu bisa disebabkan oleh kurangnya motivasi
orang tua dalam menyemangati anak untuk meraih pendidikan dan masalah ekonomi
keluarga. Kebanyakan orang tua siswa, khususnya di pedalaman masih menganggap
bahwa sekolah itu tidak penting dan lebih baik anak bekerja di kebun membantu ekonomi
keluarga. Alhasil anak-anak lebih memilih untuk tidak bersekolah.
12
E. Kegiatan Pemerataan Pendidikan Yang Harus Dilakukan Pemerintah
Berikut beberapa cara yang bisa dijadikan sebagai solusi dalam pemerataan
pendidikan di seluruh Indonesia :
13
menyejahterakan kehidupan mereka yaitu dengan memberikan tunjangan guru
sewajarnya.Hal ini perlu dilakukan agar guru dapat lebih bersemangat lagi dalam
mendidik dan mengajar anak-anaknya.Bagi guru PNS yang sering melakukan
pelanggaran kode etik pegawai,maka tidak ada salahnya untuk ditugaskan berdinas
di pelosok daerah.Tentu saja hal ini dimaksutkan agar mereka lebih bertanggung
jawab dalam mengemban tugasnya.
14
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Provinsi Papua dihadapi dengan berbagai problematika pada aspek pendidikan, seperti
permasalahan pada tenaga pendidik yang dihadapi dengan SDM yang mengalami
kekurangan. Kemudian, permasalahan pada penyediaan sarana dan prasarana menjadi
bagian yang tidak boleh ditinggalkan sebagai fasilitas penunjang dalam memberikan
kelancaran pada pendidikan, baik untuk guru maupun siswa. Selain itu, upaya yang
dilakukan pemerintah sebelumnya tentu menjadi pembahasan yang sangat penting. Hal
ini mengacu pada konsep teori implementasi kebijakan, dimana tindakan maupun
kebijakan yang telah dilaksanakan tentu memiliki hal-hal yang terjadi, seperti
keberhasilan implementasi kebijakan termasuk dalam sisi positif hingga ketidakefektifan
dan kendala yang dihadapi dapat mengarah pada sisi negatif. Beberapa rekomendasi
15
kebijakan yang dapat diterapkan guna mengoptimalkan mutu kualitas pendidikan
Provinsi Papua, melalui pembangunan dan perbaikan sarana prasarana pada IPM,
memperhatikan lebih khusus sertifikasi dan kesejahteraan guru, dan pemberian jaminan
keamanan bagi masyarakat.
B. Saran
16
DAFTAR PUSTAKA
Internet https://www.google.com/search?
q=materi+hukum+acara+peradilan+agama&oq=MATERI+HUKUM+ACARA+PERA
DILANC&gs_lcrp=EgZjaHJvbWUqCQgBEAAYDRiABDIGCAAQRRg5MgkIARAAG
A0YgAQyCQgCEAAYDRiABDIJCAMQABgNGIAEMgkIBBAAGA0YgAQyCQgFEA
AYDRiABDIJCAYQABgNGIAEMgkIBxAAGA0YgAQyCQgIEAAYDRiABDIKCAkQ
ABgIGA0YHtIBCTEwNDY4ajBqN6gCALACAA&sourceid=chrome&ie=UTF-8
https://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan#cite_note-1
https://www.quipper.com/id/blog/info-guru/pendidikan-menurut-para-ahli/
https://www.google.com/search?q=pendidikan+sebagai+bentuk+penera
%5Ban+ham&oq=pendidikan+sebagai+bentuk+penera
%5Ban+ham+&gs_lcrp=EgZjaHJvbWUyBggAEEUYOTIJCAEQIRgKGKABMgkIAh
AhGAoYoAEyCQgDECEYChigATIJCAQQIRgKGKABMgoIBRAhGBYYHRge0gEJN
TQyMzhqMGo3qAIAsAIA&sourceid=chrome&ie=UTF-8
https://ademujhiyat.blogspot.com/2016/05/hak-dan-kewajiban-pemerintah-
terhadap.html
https://www.kompasiana.com/arwo/58c9dab16ea8346d048b4569/solusi-pemerataan-
pendidikan-di-seluruh-indonesia
Buku
Jurnal
17