Dokumn
Dokumn
Pertunujukan rakyat tradisional yang diteliti di Propinsi Jawa Barat adalah Topeng
Banjer, longser, Reog, Sandiwara Sunda, Wayang Golek, Pantun dan calung.
1. Topeng Banjet
A -
B ++
C -
2. Longser
A -
B ++
C -
3. Reog
A ++
B ++
C -
4. Sandiwara Sunda
A ++
B ++
C +
5. Wayang Golek
A ++
B +
C +
6. Pantun
A +
B +
C +
7. Calung
A ++
B +
C +
118
D. Pertunjukan Rakyat Tradisional di Sumatera Barat dan Riau
Di Sumatra Barat dan Riau, di samping kesenian rakyat tradisional yang
mengandung pola-pola komunikasi simbolik, juga terdapat komunikasi verbal vang
berupa komunkasi antara pemimpin atau pemuka dengan yang dipimpin dibuat atau
rakyat kebanyakan. Keduanyamempunya efektifitas komunikasi yang tinggi, karena
menggunakan bahasa, adat dan moral beserta nilai-nilai sub-kulturnya. Komunikasi
antara pemimpin atau pemuka dan rakyat yang dipimpinnya mempunyai efektifitas
tinggi, karena kualitas yang terdapat pada diri pemimpin itu dan yang legitimasinya
didukung oleh asumsi dan patokan tradisional.
1. Kesenian Rakyat Tradisional di Sumatera Barat
Kesenian rakyat tradisional di Sumatera Barat yang sampai saat ini dapat
diketahui dan masih mengadakan pertunjukan ialah Randai, Salawaik Talam (Salawat
Talam), Saluang dan Rabab, Indang. Kesenian ini tidak mengadakan pertunjukan
tetap sebagai kesenian professional. Pertunjukan diadakan hanya jika ada helat, untuk
meramaikan pesta atau untuk merayakan hari besar. Jadi tidak ada pertunjukan setiap
hari.
a. Randai
Randai adalah "kaba" (ceritera percintaan, kegagahan dan keberanian) yang
dituangkan dalam bentuk seni drama, seni suara yang khas Minangkabau.
Pementasannya dilakukan di arena. Adegannya dilakukan di tengah-tengah lingkaran
anak randai. Sebagai seni drama, randai mengambil ceritera yang sangat populer di
Minangkabau, seperti: Cindua Mata, Rancak Dilabueh, Anggun Nan Tunggak Magek
Jabang, Talipuek Layue Nan Dandam, Bacindai Aluih, Umbuik Mudo, Malin
Demam, Ambueng Baro, Sabai Nan Aluih, Rambun Pamenan, Malin Kundang dan
sebagainya. Dialog dan permainannya dilakukan dengan secara improvisaoris
provisaoris, tetapi menggunakan susunan kata Minang yang indah dan menarik, yang
lazimnya disebut dengan
119
istilah "pepatah-petitih’. Unsur seni tarinya yang terdiri atas gerak gerak
pencak-silat, yang dilakukan pada waktu pembukaan, waktu tampil ke pentas pada
suatu adegan, sebagai selingan antara adegan dan pada saat penutupan. Unsur seni
suara berupa gurindam yang didendangkan pada waktu pembukaandan sebagai
pengantar jalannya ceritera,sebagai penghubung atau perangkai dari adegan yang satu
ke adegan selanjutnya. Gurindam itu didendangkan oleh anak randai seluruhnya.
Rombongan randai punya organisasi yang sangat sederhana. Anggotanya
melewati antara 15 hingga 30 orang. Pimpinan dan pengurusnya biasanya terjadi atas
orang-orang yang terpandang di kampung. Perkumpulan randai mendapat dukungan
dari masyarakat dan mendapat perlindungan dari wali jorong atau wali nagari dan
menjadi kebanggaan seluruh warga nagari. Jika perkumpulan randai akan
mengadakan pertunjukan di kampung lain biasanya selalu diiringi suporter dari
kampung asalnya dan dipimpin oleh wali nagari beserta pemuka-pemuka masyarakat
lainnya. Perlengkapan randai seperti alat musik dan pakaian, diusahakan bersama.
Kekurangan ataupun kelebihan dari suatu pertunjukkan randai dianggap sebagai
kekurangan atau kelebihan nagari yang bersangkutan. Perkumpulan randai terkenal
bukan karena nama perkumpulan randai itu sendiri, tetapi nama nagari yang menjadi
asalnya
Perkumpulan randai mengumpulkan perkumpulan profesional, oleh karena itu
tidak ada yang mengumpulkan pertunjukan tetap. Pertunjukan diadakan jika
mendapat undangan bermain untuk merayakan pesta perkawinan, pesta nagari,
upacara adat, hari besar dan sebagainya. Pertunjukan randai sebenarnya memberi
kemungkinan untuk menjadi media komunikasi yang menyalurkan pesan-pesan
pembangunan.
b. Salawat Talam (Salawaik Talam)
Salawat talam adalah mendongeng ceritera agama Islam yang didendangkan
dengan irama dan bahasa Minangkabau serta diiringi talam (baki
120
dari logam). Ceritera agama itu pada pokok berisi dakwah, antara lain ceritera
kisah nabi-nabi, kisah Nabi Muhammad, perkabaran sorga dan neraka, ceritera Ali
Muratolah dan lain-lainnya.
Salawat talam biasanya diadakan di mesjid, surau, rumah sekolah agama dan di
tempat orang berhelat. Diadakannya keperluan helat menyeratus, khatam Qur'an,
Maulid Nabí, helat nazar dan sebagai Menyelenggarakannya biasanya pada malam
hari. Pelakunya dua orang yang berdendang berganti-ganti dan bersaut-sautan sambil
membunyikan talam
Salawat mulai membangun di daerah Minangkabau pada abad ke 16. Tempat
permulaannya di Ulakan Pariaman, Pesisir Barat. Dari Ulakan ini, penyebaran seni
salawat itu tidak merata. Dibeberapa tempat sangat populer, tetapi di tempat lain tidak
dikenal. Di Darek (pedalaman seperti Kabupaten Tanah datar, Sawah Lunto,
Sijunjung dan Sołok salawat talam itu sudah cukup dikenal, sedang di Pesisir kurang
dikenal.
Di Semula salawat talam dikembangkan untuk dakwah agama Islam. Sekarang
sudah mengalami perubahan yaitu untuk upacara dan untuk hiburan. Isinya juga
berubah sesuai dengan tujuannya. Irama dendangnya sudah banyak meniru lagu-lagu
irama Melavu populer. Namun hingga saat ini belum dimanfaatkan sebagai media
komunikasi yang menym paikan pesan-pesan pembangunan. Sebagai media
komunikasi masih terbatas dipergunakan untuk menyampaikan ajaran agama islam.
Soalnya, menyelipkan pesan-pesan pembaharuan dalam ceritera tradisional, yang
sudah populer itu tidaklah mudah.
Kesenian kayat memiliki ceritera yang bertema keadaan sosial gpada waktu ini
adalah kayat pantun. Jadi membuka kemungkinan untukdititipi pesan pembangunan.
Namun nyatanya penitipan semacam itu dapat dikatakan belum pernah dilakukan.
c. Mendu
124
Mendu adalah sandiwara tradisional yang merupakan paduan antara tarian,
nyanyian dan percakapan. Dinamakan mendu, karena ceriteranya tentang dewa yang
dinamakan Dewa Mendu. Ceritera Dewa Mendu mengandung unsur ceritera
Mahabarata, Ramayana bercampur dengan ceritera rakyat. Pergelarannya bersifat
episodik dan bersambung sehingga dapat dimainkan selama 44 malam dengan
ceritera yang berbeda. Pertunjukannya dilakukan di arena, tetapi penonton hanya
dapat melihat dari satu sisi yang merupakan sisi depan, karena menggunakan layar
dan dekorasi yang sangat sederhana.
Kesenian Mendu ini hanya populer di daerah Kepulauan Riau, terutama di
Natuna dan Anambas. Pertunjukan Mendu ini merupakan kesempatan yang lebar
untuk menitipkan pesan-pesan pembangunan, karena pertunjukan ini tidak terikat
oleh tradisi pementasan dan patokan-patokan yang ketat. Permainan dan
percakapannya bersifat improvisatoris. Namun kesempatan itu belum pernah
dipergunakan agar lebih jelas di sini disertakan sebagai lampiran kesimpulan
kualitatif tentang pertunjukan rakyat tradisional di Sumatera Bara dan di Riau yang
dikutip dari "Laporan Penelitian tentang Peranan dan pengaruh pemuka Masyarakat
dan Pertunjukan Rakyat Tradisional dalam Komunikasi Pembangunan (III)" dari
Lembaga Studi Pedesaan dan Kawasan Universitas Gadjah Mada pada tahun 1978.
3. Kesimpulan Kualitatif
Dalam kesimpulan ini perlu dibedakan tiga ciri pokok dari pelbagai jenis
pertunjukan rakyat tradisional. Ciri-ciri tersebut sekaligus dapat ditetapkan sebagai
independent variables di dalam hal ini, sampai atau tidaknya pesan untuk komunikasi
dioerkakukan sebagai dependent variable- didalam menentukan kebijaksanaan untuk
menggunakan pertunjukan rakyat tradisional sebagai media pembangunan. Adapun
tiga variabel itu adalah:
125
(A) derajat popularitas, ialah seberapa luas pertunjukan rakyat tradisional dikenal
dan digemari rakyat
(B) derajat kemampuan memuat pesan atau menjadi alat komunikasi
pembangunan
(C) daya hidup untuk menjamin kelangsungan eksistensinya dimasa depan bik
yang berupa tenaga maupun kemampuan ekonomisnya dan faktor
dukungan/hambatan dari pemuka masyarakat setempat.
Untuk mudahnya setiap variabel dibagi menjadi tiga tingkatan derajat adalah: