Anda di halaman 1dari 25

114

kemudian mendadak berhenti dan berdialog lawakan mengenai kehidupan sehari-hari


atau mengenai peristiwa-peristiwa kecil yang di desa. Calung dalam arti yang semula
adalah alat musik Sunda dibuat dari bambu, yang berupa bilah nada seperti angklung.
Bilah-bilah nada itu terlepas dan dipegang langsung oleh tangan pemain. Seorang
pemain dapat memegang satu atau dua bilah. Selain itu pula ada yang dinamakan
calung renteng yang bentuknya seperti gambang.
Permainan calung diperkirakan berasal dari orang-orang yang beronda malam
mengelilingi desa sambil memukul ketongtong dengan irama. Ketongtong ronda
malam ini kemudian menjadi permainan. Ketongtongnya diganti calung yang lebih
ringan, sehingga gerakan gerakan dapat dilakukan lebih lincah. Selanjutnya ditambah
selingan nyanyian dan lawakan agar permainan itu lebih meriah.
Pada waktu ini permainan calung bukan semata-mata permainan hiburan di
desa-desa, tetapi juga menjadi rombongan pertunjukan yang dapat dipanggil di
tempat peralatan. Sebagai pertunjukan juga sudah berkali-kali disiarkan di radio dan
televise.Permainan calung ini merupakan kesenian yang populer di daerah Pasundan.
Di mana-mana ada perkumpulan calung, yang pada umumnya bukan semata-mata
perkumpulan professional.Pada permainan calung ada unsur yang dapat dipergunakan
untu media komunikasi, yaitu pada dialog lawakan. Dialog lawakan ini merupakan
lawakan yang bebas dan tidak terikat oleh patokan-patokan tertentu. Selain itu juga
merupakan bagian dari pertunjukan yang paling menarik penonton atau pendengar
radio.
Untuk mendapatkan ikhtisar tentang pertunjukan rakyat tradisional di
Sumatera Selatan dan Jawa Barat di sini disertakan sebagai lampiran kesimpulan
kualitatif pertunjukan rakyat tradisional dari "Laporan Penelitian tentang Pertunjukan
Rakyat Tradisional (II)" dari Lembaga Studi Pedesaan dan Kawasan Universitas
Gadjah Mada pada tahun 1977 Di Sumatera Selatan gambaran ikhtisar itu dilakukan
per daerah administratif, yaitu : kotamadya
115
Palembang, Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Kabupaten Musi Banyuasin
(MUBA) dan Kabupaten Lahat karena penyebaran kesenian tradisional itu tidak
merata.
Di dalam kesimpulan ini perlu dibedakan tiga ciri yang pokok dari berbagai
pertunjukan rakyat tradisional, yang sekaligus dapat ditentukan sebagai independent
variables dalam menentukan kebijaksanaan untuk menggunakan pertunjukan rakyat
tradisional sebagai media pembangunan. Adapun tiga variabel itu adalah:
a) derajat kepopuleran, ialah seberapa luas pertunjukan rakyat tradisional ini
dikenal dan digemari rakyat
b) derajat kemampuan memuat pesan atau komunikasi instrumental
pembangunan
c) daya hidup untuk menjamin kelangsungannya di masa depan, mengenai
tenaga maupun kemampuan ekonomisnya.
Dari setiap variabel untuk mudahnya dibuat tiga derajat, ialah:
1) derajat tinggi atau + +
2) derajat sedang atau +
3) derajat kurang atau –
Penelitian ini meliputi dua daerah penelitian yang terpisah sama sekali satu
sama lain karena masing-masing memiliki jenis-jenis pertunjukan rakyat tradisional
sendiri.
Adapun pertunjukan rakyat tradisional yang ditelii di Propinsi Sumatera
Selatan adalah Dul Muluk. Pantun Bersahut, Guritan, Jelihiman, Andai-andai
Panjang, Andai-andai Pendek, Mujahan atau Ruwahan. Setiap jenis pertunjukan
rakyat tradisional tersebut bukan merupakan unsur dari kultur Sumatera Selatan
sebagai kesatuan tetapi merupakan unsur sub-kultur kedaerahan.
Gambar setiap pertunjukan rakyat tradisional tersebut di setiap
radaerah penelitian adalah sebagai berikut:
Daerah Penelitian

Kotamadya Kab. Kab.


Kab.
Palembang OKU MUBA
Lahat
1. Dul Muluk
A ++ - - -
B ++
C +
2. Pantun Bersahut
A - ++ ++ ++
B ++ ++ ++
C + + +
3. Guritan
A
- - - ++
B
-
C
-
4. Jelihiman
A
B - - ++ -
C +
5. Andai-Andai panjang -
A
B - + + -
C + +
6. Andai-Andai Pendek + +
A
B
C - + + +
7. Mujahan dan Ruwahan + + +
A + + +
B
C ++ ++ ++ ++
++ ++ ++ ++
+ + + +
117

Pertunujukan rakyat tradisional yang diteliti di Propinsi Jawa Barat adalah Topeng
Banjer, longser, Reog, Sandiwara Sunda, Wayang Golek, Pantun dan calung.

Berbeda dengan jenis pertunjukan rakyat tradisional di Sumatera selatann di


mana setiap jenis pertunjukan rakyat tradisional merupakan unsur sub- kultur
kedaerahan, pertunujkan rakyat tradisional di Jawa Barat merupakan unsur-unsur dari
satu kultur ialah kultur Pasundan.

Gambaran pertunjukan rakyat tradisional di Jawa Barat dalam hubungannya


dengan tiga independen variables di atas adalah sebagai berikut:

1. Topeng Banjet
A -
B ++
C -
2. Longser
A -
B ++
C -
3. Reog
A ++
B ++
C -
4. Sandiwara Sunda
A ++
B ++
C +
5. Wayang Golek
A ++
B +
C +
6. Pantun
A +
B +
C +
7. Calung
A ++
B +
C +
118
D. Pertunjukan Rakyat Tradisional di Sumatera Barat dan Riau
Di Sumatra Barat dan Riau, di samping kesenian rakyat tradisional yang
mengandung pola-pola komunikasi simbolik, juga terdapat komunikasi verbal vang
berupa komunkasi antara pemimpin atau pemuka dengan yang dipimpin dibuat atau
rakyat kebanyakan. Keduanyamempunya efektifitas komunikasi yang tinggi, karena
menggunakan bahasa, adat dan moral beserta nilai-nilai sub-kulturnya. Komunikasi
antara pemimpin atau pemuka dan rakyat yang dipimpinnya mempunyai efektifitas
tinggi, karena kualitas yang terdapat pada diri pemimpin itu dan yang legitimasinya
didukung oleh asumsi dan patokan tradisional.
1. Kesenian Rakyat Tradisional di Sumatera Barat
Kesenian rakyat tradisional di Sumatera Barat yang sampai saat ini dapat
diketahui dan masih mengadakan pertunjukan ialah Randai, Salawaik Talam (Salawat
Talam), Saluang dan Rabab, Indang. Kesenian ini tidak mengadakan pertunjukan
tetap sebagai kesenian professional. Pertunjukan diadakan hanya jika ada helat, untuk
meramaikan pesta atau untuk merayakan hari besar. Jadi tidak ada pertunjukan setiap
hari.
a. Randai
Randai adalah "kaba" (ceritera percintaan, kegagahan dan keberanian) yang
dituangkan dalam bentuk seni drama, seni suara yang khas Minangkabau.
Pementasannya dilakukan di arena. Adegannya dilakukan di tengah-tengah lingkaran
anak randai. Sebagai seni drama, randai mengambil ceritera yang sangat populer di
Minangkabau, seperti: Cindua Mata, Rancak Dilabueh, Anggun Nan Tunggak Magek
Jabang, Talipuek Layue Nan Dandam, Bacindai Aluih, Umbuik Mudo, Malin
Demam, Ambueng Baro, Sabai Nan Aluih, Rambun Pamenan, Malin Kundang dan
sebagainya. Dialog dan permainannya dilakukan dengan secara improvisaoris
provisaoris, tetapi menggunakan susunan kata Minang yang indah dan menarik, yang
lazimnya disebut dengan
119
istilah "pepatah-petitih’. Unsur seni tarinya yang terdiri atas gerak gerak
pencak-silat, yang dilakukan pada waktu pembukaan, waktu tampil ke pentas pada
suatu adegan, sebagai selingan antara adegan dan pada saat penutupan. Unsur seni
suara berupa gurindam yang didendangkan pada waktu pembukaandan sebagai
pengantar jalannya ceritera,sebagai penghubung atau perangkai dari adegan yang satu
ke adegan selanjutnya. Gurindam itu didendangkan oleh anak randai seluruhnya.
Rombongan randai punya organisasi yang sangat sederhana. Anggotanya
melewati antara 15 hingga 30 orang. Pimpinan dan pengurusnya biasanya terjadi atas
orang-orang yang terpandang di kampung. Perkumpulan randai mendapat dukungan
dari masyarakat dan mendapat perlindungan dari wali jorong atau wali nagari dan
menjadi kebanggaan seluruh warga nagari. Jika perkumpulan randai akan
mengadakan pertunjukan di kampung lain biasanya selalu diiringi suporter dari
kampung asalnya dan dipimpin oleh wali nagari beserta pemuka-pemuka masyarakat
lainnya. Perlengkapan randai seperti alat musik dan pakaian, diusahakan bersama.
Kekurangan ataupun kelebihan dari suatu pertunjukkan randai dianggap sebagai
kekurangan atau kelebihan nagari yang bersangkutan. Perkumpulan randai terkenal
bukan karena nama perkumpulan randai itu sendiri, tetapi nama nagari yang menjadi
asalnya
Perkumpulan randai mengumpulkan perkumpulan profesional, oleh karena itu
tidak ada yang mengumpulkan pertunjukan tetap. Pertunjukan diadakan jika
mendapat undangan bermain untuk merayakan pesta perkawinan, pesta nagari,
upacara adat, hari besar dan sebagainya. Pertunjukan randai sebenarnya memberi
kemungkinan untuk menjadi media komunikasi yang menyalurkan pesan-pesan
pembangunan.
b. Salawat Talam (Salawaik Talam)
Salawat talam adalah mendongeng ceritera agama Islam yang didendangkan
dengan irama dan bahasa Minangkabau serta diiringi talam (baki
120
dari logam). Ceritera agama itu pada pokok berisi dakwah, antara lain ceritera
kisah nabi-nabi, kisah Nabi Muhammad, perkabaran sorga dan neraka, ceritera Ali
Muratolah dan lain-lainnya.
Salawat talam biasanya diadakan di mesjid, surau, rumah sekolah agama dan di
tempat orang berhelat. Diadakannya keperluan helat menyeratus, khatam Qur'an,
Maulid Nabí, helat nazar dan sebagai Menyelenggarakannya biasanya pada malam
hari. Pelakunya dua orang yang berdendang berganti-ganti dan bersaut-sautan sambil
membunyikan talam
Salawat mulai membangun di daerah Minangkabau pada abad ke 16. Tempat
permulaannya di Ulakan Pariaman, Pesisir Barat. Dari Ulakan ini, penyebaran seni
salawat itu tidak merata. Dibeberapa tempat sangat populer, tetapi di tempat lain tidak
dikenal. Di Darek (pedalaman seperti Kabupaten Tanah datar, Sawah Lunto,
Sijunjung dan Sołok salawat talam itu sudah cukup dikenal, sedang di Pesisir kurang
dikenal.
Di Semula salawat talam dikembangkan untuk dakwah agama Islam. Sekarang
sudah mengalami perubahan yaitu untuk upacara dan untuk hiburan. Isinya juga
berubah sesuai dengan tujuannya. Irama dendangnya sudah banyak meniru lagu-lagu
irama Melavu populer. Namun hingga saat ini belum dimanfaatkan sebagai media
komunikasi yang menym paikan pesan-pesan pembangunan. Sebagai media
komunikasi masih terbatas dipergunakan untuk menyampaikan ajaran agama islam.
Soalnya, menyelipkan pesan-pesan pembaharuan dalam ceritera tradisional, yang
sudah populer itu tidaklah mudah.

c. Saluang dan Rabab


Saluang dan rabab adalah permainan saluang (pilihan seruling) atau rabab
(rebab) atau kedua-duanya untuk mengiringi ceritera yang didendangkan. Irama dan
dendangnya sudah tertentu, misalnya Saluang irama Melereng Tabiang, Banda Pulai,
Mudiak Arau, Ya Ohai Ratok Koto Tuo, Lawang Tuo, Bayua, SiBungsu, Singgalang,
121
Labuak Sao dan lain-lain; untuk rabab Si Gadis Ambai, Kumbang Cari, Ampe
ampek, Buaian Anak, Bujang Pulang, Bukik Kanduang, Gadis Basan dan lain-lain.
Pemain saluang dan rabab itu 2- 3 orang, yaitu seorang tukang dendang dan
seorang tukang saluang atau tukang rabab.
Pada permainan saluang dendangnya berupa pantun yang disusun secara
spontan oleh tukang dendang dan berisi refleksi suasana ketika bermain, sindiran,
kritik atau pujian terhadap seseorang atau situasi. Pada permainan rabab, dendang
berisi kaba yang populer. Baik permainan saluang maupun permainan rabab diadakan
pada malam hari sampai larut malam untuk meramaikan helat perkawinan, helat
nagari, upacara pengangkatan penghulu, khitanan, upacara turun mandi dan
sebagainya.
Kesenian saluang dan kesenian rabab dikenal di seluruh daerah Minangkabau,
namun populer di nugari-nagari tidak sama. Sebagai media komunikasi yang
menyalurkan pesan-pesan pembangunan kedua jenis kesenian yang cukup populer
itu, agaknya belum pernah digunakan.
d. Indang
Indang adalah permainan perlombaan debat atau cerdas tangkas antara 2-3
kelompok peserta dengan menggunakan seni kata (syair), gerak gamatari dan diringi
rapa'i (rebana). Jika yang berlomba dua kelompok, kelompok itu berbaris dan duduk
berhadapan; jika 3 kelompok, kelompok itu duduk berhadapan dan berbaris
membentuk segitiga. Syair itu didendangkan dan berisi masalah yang diperdebatkan
atau ditanyakan. Semula masalah berisi ajaran-agama Islam, tetapi pada saat ini juga
berisi peristiwa-peristiwa hangat. Gerak tarinya dilakukan duduk berhadapan sambil
menggerakkan badan ke kanan dan kiri dengan irama.
Kesenian Indang itu masuk di Sumatera Barat dari Aceh bersama-sama dengan
agama Islam yang dibawa orang-orang Aceh. Mula-mula kesenian indang ini hidup di
Pariaman, kemudian meluas ke Tanah Datar, Solok dan Koto Limapuluh. Meluasnya
122
itu karena indang menjadi media dakwah. Sebagai media komunikasi yang
menyampaikan pesan-pesan pembangunan kesenian indang ini belum pernah dicoba
dilakukan.
2. Pertunjukan Rak yat Tradisional di Riau
Di daerah Riau hingga kini banyak pertunjukan tradisional yang masih hidup
dan masih dapat bertahan. Di daerah Riau Daratan yang masih hidup dan bertahan
serta agak meluas ialah randai dan kayat. Di daerah Riau Kepulauan adalah mendu.
a. Randai
Randai adalah seni tradisional yang terdiri dari drama arena. Ceritera diambil
dari kaba Minangkabau dengan menggunakan bahasa Minangkabau pula dan
diselingi lawakan dengan menggunakan baha daerah yang mengungkapkan
kehidupan sehari-hari. seperti; beras mahal yang menyebabkan pertengkaran rumah-
tangga, harga karet merosot yang menyebabkan petani karet jatuh melarat, perceraian
karena krisis sosial, kebodohan dan kedunguan beberapa orang kampung, kelemahan
dan ketidak-mampuan orang kampung dan lain-lain. Alat musiknya terjadi atas
gendang, biola dan gong
Randai di Riau mulai dikenal ± sejak tahun 1937 dengan muncul rombongan
randai Cindur Mato. Sampai kira-kira sepuluh tahun yanp lalu (± tahun 60-an)
ceritera randai Riau itu masih didominasi oleh kaba Minangkabau. Antara tahun
1948-1950 pertunjukan randai itu oleh pemuka-pemuka masyarakat Riau pernah
digunakan untuk memberi sokongan yang nyata bagi kepentingan perjuangan
melawan Belanda pada waktu itu. Sejak itu mulai ada unsur ceritera yang non-kaba
Minangkabau, Lahirlah pada waktu itu rombongan randai yang dinamakan Randai
Sikum, karena menceriterakan mata-mata Belanda yang bernama Sikum.
Hingga saat ini randai merupakan kesenian tradisional yang paling digemari
penduduk, lebih-lebih penduduk Kabupaten Indragiri Hulu disepanjang sungai
Kuantan. Sudah barang tentu hal ini dapat dimaklumi, karena daerah itu terpeneil,
sehingga randai menjadi satu-satunya pertun jukan yang ada dan terjangkau oleh
123
rakyat kecil. Rombongan randai itu merupakan rombongan perunjukan
dengan membayar.
Bagian pertunjukan yang cukup menarik ialah bagian selingan yang
menggunakan bahasa daerah. Pada bagian ini pemain randai mengemukakan kritik
sosial serta gambaran hidup masyarakat kampung yang nyata dengan cara tragedi dan
komedi. Berhubung dengan itu bagian inilah yang dapat media komunikasi yang
menyalurkan pesan-pesan pembangunan. Namun agaknya kesempatan itu belum
pernah dicoba dicoba dititipi pesan-pesan tersebut.
b. Kayat
Kayat (mungkin berasal dari kata hikayat) adalah berceritera denga diiringi
gendang dan talam. Pemainnya 2 orang yang berceritera bergantian sambil
membunyikan alat musik yang dipegangnya. Bahasa yang digunakan adalah bahasa
Melayu setempat. Pertunjukan ini merupakan pertunjukan profesional yang bermain
atas panggilan untuk merayakan perhelatan.
Pertunjukan kayat biasanya mengambil salah satu di antara tiga ramacam
ceritera, yaitu ceritera perang, ceritera kanak-kanak atau pantun yang menceritakan
berbagai penghidupan di kampung. Kayat perang biasanya menceriterakan perang
pada jaman sesudah Nabi Muhammad beserta pahlawan-pahlawannya. Kayat kanak-
kanak berisi ceritera nasehat untuk menjadi anak yang baik, yang menghargai dan
menghormati orang tua. Nasehat itu pada umumnya berbau agama Islam. Kesenian
kayat ini di Riau cukup populer, meskipun tidak sepopuler randai. Pertunjukannya
terbatas di rumah-rumah kalau ada helat.

Kesenian kayat memiliki ceritera yang bertema keadaan sosial gpada waktu ini
adalah kayat pantun. Jadi membuka kemungkinan untukdititipi pesan pembangunan.
Namun nyatanya penitipan semacam itu dapat dikatakan belum pernah dilakukan.
c. Mendu
124
Mendu adalah sandiwara tradisional yang merupakan paduan antara tarian,
nyanyian dan percakapan. Dinamakan mendu, karena ceriteranya tentang dewa yang
dinamakan Dewa Mendu. Ceritera Dewa Mendu mengandung unsur ceritera
Mahabarata, Ramayana bercampur dengan ceritera rakyat. Pergelarannya bersifat
episodik dan bersambung sehingga dapat dimainkan selama 44 malam dengan
ceritera yang berbeda. Pertunjukannya dilakukan di arena, tetapi penonton hanya
dapat melihat dari satu sisi yang merupakan sisi depan, karena menggunakan layar
dan dekorasi yang sangat sederhana.
Kesenian Mendu ini hanya populer di daerah Kepulauan Riau, terutama di
Natuna dan Anambas. Pertunjukan Mendu ini merupakan kesempatan yang lebar
untuk menitipkan pesan-pesan pembangunan, karena pertunjukan ini tidak terikat
oleh tradisi pementasan dan patokan-patokan yang ketat. Permainan dan
percakapannya bersifat improvisatoris. Namun kesempatan itu belum pernah
dipergunakan agar lebih jelas di sini disertakan sebagai lampiran kesimpulan
kualitatif tentang pertunjukan rakyat tradisional di Sumatera Bara dan di Riau yang
dikutip dari "Laporan Penelitian tentang Peranan dan pengaruh pemuka Masyarakat
dan Pertunjukan Rakyat Tradisional dalam Komunikasi Pembangunan (III)" dari
Lembaga Studi Pedesaan dan Kawasan Universitas Gadjah Mada pada tahun 1978.
3. Kesimpulan Kualitatif
Dalam kesimpulan ini perlu dibedakan tiga ciri pokok dari pelbagai jenis
pertunjukan rakyat tradisional. Ciri-ciri tersebut sekaligus dapat ditetapkan sebagai
independent variables di dalam hal ini, sampai atau tidaknya pesan untuk komunikasi
dioerkakukan sebagai dependent variable- didalam menentukan kebijaksanaan untuk
menggunakan pertunjukan rakyat tradisional sebagai media pembangunan. Adapun
tiga variabel itu adalah:
125
(A) derajat popularitas, ialah seberapa luas pertunjukan rakyat tradisional dikenal
dan digemari rakyat
(B) derajat kemampuan memuat pesan atau menjadi alat komunikasi
pembangunan
(C) daya hidup untuk menjamin kelangsungan eksistensinya dimasa depan bik
yang berupa tenaga maupun kemampuan ekonomisnya dan faktor
dukungan/hambatan dari pemuka masyarakat setempat.
Untuk mudahnya setiap variabel dibagi menjadi tiga tingkatan derajat adalah:

(1) derajat tinggi atau (++)


(2) derajat sedang atau (+)
(3) derajat kurang atau (-)
Penelitian ini mencakup dua daerah yang hampir sama kehidupan kulturnya.
Meskipun demikian corak pertunjukan rakyat tradisional yang hidup di masing-
masing daerah itu dalam perkembangannya sangat dipengaruhi oleh spesipikasi
lingkungannya.
1. Adapun pertunjukan rakyat tradisional yang diteliti di Sumatera Barat adalah
randai, salawaik talam, rabab dan saluang. Daerah penelitiannya mencakup
lima kenagarian, yaitu kenagarian Salido yang terletak di Kabupaten Pesisir
Selatan, Kenagarian Kota Tinggi dan Sicincin yang terletak di Kabupaten
Padang Pariaman, dan di Tabek Panjang dan Simarasap yang terletak di
Kabupaten Agam. Gambaran setiap pertunjukan rakyat tradisional seperti ini
di atas di setiap dacrah penelitian adalah sebagai berikut:
Salido Kota Sicincin Tabek Simarasap
tinggi Panjang
1. Randai
(A) (+ +) (+ +) (+ +) (+ +) (+ +)
(B) (+) (+) (+) (+) (+)
(C) (+) (-) (+) (+ +) (+)
1. Salawaik Talam
(A)
(B) (+) (+ +) (+ +) (+ +) (+)
(C) (+) (+) (+) (+) (+)
2. Rabab (+) (+ +) (+) (+) (+)
(A)
(B) (+ +) (+ +) (+ +) (+ +) (+)
(C) (+ +) (+ +) (+ +) (+ +) (+ +)
3. Saluang (+ +) (-) ( +) (+) (-)
(A)
(+ +) (+ +) (+ +) (+ +) (+ +)
(B)
(+ +) (+ +) (+ +) (+ +) (+ +)
(C)
(-) ( +) ( +) ( +) ( +)

2. Adapun pertunjukan rakyat tradisional yang diteliti di Propinsi Riau


adalah randai dan kayat. Lokasi penelitian meliputi dua daerah:
Kotamadya Pakanbaru dan Kabupaten Indragiri Hulu. Gambar setiap
pertunjukan rakyat tradisional tersebut di atas di setiap daerah penelitian
sebagai berikut:
126

Kabupaten Indra Giri Hulu Kotamadya


Pekanbaru
1. Randai
(A) (+ +) (+)
(B) (+ +) (+)
(C) (-) (-)
2. Salawaik Talam
(A)
(B) (+ +) (+)
(C) (+ +) (+)
(+ +) (-)

4. Pemuka Masyarakat di Sumatera Barat

Di Sumatera Barat selain pertunjukan rakyat tradisional, pemuka-pemuka


masyarakat juga memegang peranan sebagai media komunikasi yang dapat menjadi
saluran menyampaikan pesan-pesan pembangunan kepada masyarakat, khususnya
kepada rakyat yang dipimpinnya. Pemuka masyarakat ini adalah pemimpin yang
mempunyai pengaruh terhadap orang-orang yang dipimpinnya bukan karena
jabatannya dalam Nagari hierarki pemerintahan, telapi karena kualitas pribadinya,
misalnya kepala adat yang legimitasinya oleh asumsi patokan tradisional. Untuk
menjelaskan kategori pemuka masyarakat dapatlah dibuat diagram sebagai berikut:

1 = pemuka yang mempunyai pengaruh karena


Otoritas
+ jabatan
-
jabatan dan karena pribadi
Otoritas - 1 2
2 = pemuka yang memiliki pengaruh pribadi, tak
pribadi mempunyai jabatan
4 3 3 = pemuka yang mempunyai jabatn, tak
- mempunyai pengaruh pribadi.
4 = bukan pemuka
127
Pada tingkat kenagaian(pedesaan)sebagai bentukkesatuan administrasi pemerintahan
di Sumatera Barat, terdapat 4 macam pemimpin, yaitu, wali nagari, ulama, penghulu /
ninik-mamak dan cerdik pandai. Mereka ini mempunyai identitas dan mempunyai
pengaruh masing-masing.
Kepemimpinan Wali Nagari. Menurut pasal 1 ayat 1 Surat Keputusan
Gubernur Sumatera Barat No. 155 / GSB / 1974 tentang Pokok-pokok pemerintahan
Nagari di Propinsi Daerah Tingkat I Sumatera Barat Nagari adalah kesatuan
masyarakat hukum di Propinsi Daerah Tingkat I Sumatera Barat, yang merupakan
pemerintahan dasar dari Negara Republik Indonesia, yang tertentu batas-batas
wilayahnya, memiliki harta benda sendiri, berhak mengatur rumah-tangganya dan
memilih penguasanya. Pada pasal 2 SK Gubernur yang membahas tentang Nagari
dilaksanakan oleh Wali Nagari dengan didukung oleh Kerapatan Nagari, yang terdiri
dari Sekretariat Nagari, Pembantu Wali pembtangeusan Nagari dan Kepala Jorong.
Wali Nagari, menurut pasal 3 Surat Keputusan tersebut, adalah pemegang
kepemimpinan Pemerintahan Nagari, baik di bidang urusan rumah tangga nagari dan
urusan perbantuan pemerintahan, maupun di bidang urusan yang lainnya tidak
bertentangan dengan peraturan perundangan yang lebih tinggi. Wali Nagari selaku
pimpinan Pemerintahan Nagari hendaklah orang yang mampu dan dipandang cakap
dan mempunyai pengetahuan di bidang pemerintahan. Di samping kemampuan dan
kecakapan sangat menentukan pula pengaruhnya dalam masyarakat.
Kerapatan Nagari adalah lembaga musyawarah untuk mufakat dari pemuka-
pemuka masyarakat nagari yang dipandang patut, yang terdiri dari Ninik Mamak,
Alim Ulama dan Cerdik Pandai, yang mewakili kepemimpinan suku dan kepala
Jorong, yang jumlah anggota- anggotanya disesuaikan dengan keadaan kebutuhan
masing-masing nagari yang bersangkutan. Kerapatan Nagari ini menganut sistem
perwakilan. Pimpinan Kerapatan Nagari dijabat oleh Wali Nagari yang tidak berstatus
anggota sedang untuk pelaksanaan tugas sehari-hari ia dibantu oleh Wakil Ketua
bidang Adat, Agama dan Umum. Kerapatan Nagari ini bersidang sekurang-kurangnya
128
sekali dalam enam bulan atas panggilan ketua atau atas permintaan sepertiga dari
jumlah anggota atau atas permintaan Wali Nagari / Pemerintah Tingkat Atas
Sekretariat Nagari, yang dipimpin oleh seorang sekretaris, di samping sebagai
sekretaris Wali Nagari juga menjabat sekretaris Kerapatan Nagari yang diangkat oleh
Pemerintah Nagari. Pembantu Wali Nagari adalah orang yang diserahi memimpin
pelaksanaan urusan-urusan tertentu dalam sidang pemerintahan Nagari. Pembantu
Wali Nagari ini diangkat dan diberhentikan oleh Bupati Kepala Daerah Tingkat II
usul Wali Nagari setelah mendengar Kerapatan nagari. Kepala Jorong adalah ke
Resort Administratif Nagari yang diangkat oleh Wali Nagari dengan persetujuan
Kerapatan Nagari.
Kedudukan dan peranan wali nagari sangat menonjol di dalam nagarinya.
Seperti juga yang akan ditunjukkan oleh uraian mengenai pemuka masyarakat dan
hasil penelitian, kepemimpinana seorang wali nagari bersifat polymhorpic yang kuat,
artinya mampu menyampaikan berbagai-bagai pesan pembangunan. Hal ini akan
lebih menonjol lagi jika setelah mendengar kerapatan nagari. Kepala Jorong adalah
kepala status seorang ulama, pemuka adat, ataupun cerdik pandai. Hingga tahun-
tahun permulaan kemerdekaan sebagian besar wali nagari adalah ulama. Pada saat ini
banyak wali nagari adalah orang-orang muda yang dipandang sebagai cerdik pandai
Ulama. Seperti juga halnya kepemimpinan wali nagari kepemimanan, ulama
bersifat polymhorphic yang kuat, dan wilayah pengaruhnya 1uas.
Jika peranan wali nagari hanya terbatas di nagarinya, peranan ulama meluas
hingga ke luar nagarinya. Tidak sedikit jumlah ulama yang reputasinya meluas
sampai ke seluruh Sumatera Barat ataupun ke luar batas provinsi. Hal ini
menyebabkan ulama mempunyai daya berkomunikasi yang tinggi jika dibandingkan
dengan pemuka masyarakat yang lain. Masyarakat mengakui ulama sebagai yang
mempunyai ilmu agama yang tinggi dan mampu memimpin mereka dalam hal- yang
bertalian dengan kehidupan di dunia dan di akhirat. Perlu dibedakan di sini terdapat
129
dua golongan ulama; (1) ulama kaum tua, yaitu mereka yang berasal dari pendidikan
agama cara lama dan (2) ulama kaum muda yaitu mereka yang mendapat
pendidikannya di sekolah-sekolah modern seperti mengeluarkan PGA dan Perguruan
Tinggi Agama. Ulama golongan muda ini jauh lebih inovatif, bahkan mereka sudah
beralih ke depan seperti halnya memajukan kesenian randai yang masih keras
ditentang oleh sebagian besar ulama dan juga oleh masyarakat. Di mana pengaruh
ulama kuat randai biasanya tidak berkembang. Perlu diperjelaskan di sini beberapa
hal yang menyebabkan randai ditentang, yaitu karena waktu pertunjukannya pada
waktu malam hari yang disetujui memberi kesempatan kepada muda-mudi berbuat
hal-hal yang tidak layak: (2) pemain randai dipandang sebagai pasewa pasewa, yaitu
orang yang tidak melakukan perintah agama, serta juga: (3) kebiasaan pada
pertunjukan randai yang menggunakan pemain pria untuk peranan wanita yang
dianggap tidak layak
Dapat disimpulkan di sini yang berperan sebagai penyampai pesan-pesan
pembangunan sangat penting. Dari hasil penelitian ternyata bahwa sebagian besar
ulama masih belum ditanggapi sebagai penganjur KB, bahkan belum menerima hal
ini sehingga program keherhasilan itu di Sumatera Barat akan banyak tergantung
pada perubahan sikap ulama. Hingga saat ini masalah KB masih merupakan masalah
yang sensitip.
Penghulu / Ninik Mamak. Untuk memperoleh pengertian ninik mamak
pertama-tama harus diketahui pengertian mamak rumah. Mamak rumah adalah
saudara pria dari ibu yang “serumah gadang”, yang terdekat. Mamak rumah ini
biasanya disebut juga tengganai. Tengganai-tengganai yang sekaum dengan
musyawarah memilih salah seorang untuk memimpin kaumnya. Pemimpin inilah
yang disebut ninik mamak kaum; dalam pepatah Minangkabau dikatakan:" setiap
lesung punya seekor ayam gadang (jantan) ", Cara pengangkatan penghulu / ninik
mamak sesuai dengan adat dan sesuai pasukan. Setelah ditentukan calon, maka kaum
130
tersebut meresmikannya sebagai seorang Ninik Mamak dengan melaksanakan suatu
perhelatan. Dalam upacara peresmian ini diundang semua ninik mamak dalam nagari
beserta masyarakat atau orang yang patut, agar seluruh masyarakat dapat mengetahui
exsistensi pimpinan tradisional itu dan memperkenalkan kepada pejabat
pemerintahan.
Kekuasaan Penghulu/Ninik mamak teersebut, berasal dari ‘bawah” , maksudnya
dari kemenakan dan kaumnya. Hal ini dapat dilihat dari pepatah adat "tinggi
baanjung, gadang baambak". Penghulu / Ninik Mamak suku tidak mempunyai arti
apa-apa tanpa kemenakan dan kaumnya. Walaupun penghulu suku dan ninik mamak
itu mengatur kaumnya berdasarkan adat, namun segala sesuatu yang akan
dilaksanakan dalam suku kaum terlebih dulu dimusyawarahkan dalam suku/kaum(lah
bulek aie di pembuluh, lah bulek kato dimupakat, kok bulek lah bulieh digolongkan,
kok picak lah bulih dilayangkan).
Sebelum Perang Dunia II Penghulu/Ninik Mamak tidak saja suu atau kaumnya
berdasarkan adat, tetapi seorang ninik Mamak bertanggung-jawab atas kesejahteraan
kemenakann Karena kekuasaan ekonomi ada di tangan ninik mamak, maka pada
masa itu berul-betul berlaku "kemenakan seperintah mamak, dengan perkataan lain
ninik mamak dapat menghitam dan memutihkan kemenakannya atau kaum. Dewasa
ini kekuasaan ninik mamak itu terbatas pada masalah adat, seperti masalah
perkawinan, harta warisan dan lain-lain. Pemerintah Hindia Belanda menonjolkan
golongan penghulu / ninik manak sebagai kepala pemerintahan nagari dan
kepalakampung. Pada waktu itu kekuasaan penghulu/ninik mamak betul-betul
dominan dalam masyarakat disamping kaum selama sebagai pemegang kekuasaan
agama.
Berlainan dengan wali nagari dan ulama kepemimpinan penghulu/ninik mamak
sekarang ini bersifat monomorphic yang berarti kemampuan mereka untuk
menyampaikan pesan-pesan pembangunan terbatas. Tentu saja terdapat
131
penghulu/ninik mamak yang juga ulama atau cerdik pandai sehingga mempunyai
kepemimpinan yang polimhorpicf.
Cerdik Pandai. Mereka adalah orang-orang yang dianggap oleh masyarakat
mempunyai pengetahuan yang luar biasa mengenai berbagai bagai masalah.
Walaupun terdapat beberapa kekecualian, umumnya cerdik pandai adalah mereka
yang berpendidikan, bahkan sekarang ini yang unik dari mereka yang rantau. Meraka
ini dianggap sebagai cerdik yang dapat dikatakan sebagai cerdik pandai walaupun
dapat diakatan cerdik pandai musiman. Peranan mereka cukup berarti. Jumlah mereka
besar dan setiap nagari biasanya memiliki daftar lengkap uama-nama perantau
bersama gelar kesarjanaan mereka. Kepulangan mereka ke kampung biasanya
disambut dengan kebanggaan dan masyarakat dengan penuh minat mendengarkan
pengalaman-pengalaman mereka di rantau. Sekarang ini banyak cerdik pandai yang
menjadi wali nagari dan untuk melaksankan kewajiban itu diperlukan dukungn para
ulama, pemuka adat dan golongan pemuda.
Mengenai peranan pemimpin di Sumatera Barat sebagai media komunikasi
yang menyalurkan pesan-pesan pembangunan dari penelitian lapangan , yang pernah
dilakukan oleh Lembaga Studi Pedesaan dan Kawasan Universitas Gadjah Mada pada
tahun 1977, dapatlah diketahui bahwa pemuka tradisional atau personal pada
umumnya bersifat polymorphic, sehingga di lingkungan masyarakatnya pengaruhnya
sangat efektif. Pemimpin-pemimpin yang memegang jabatan modern, yang
peranannva lebih spesialistik, sifatnya monomorphic. Mereka ini hanya jika di bidang
khusus, seperti pertanian, kesehatan, pendidikan dan sebagainya. Yang penting adalah
pemuka kategori pertama efekiif dalam pelaksanaan, sedang pemuka kategori kedua
efektif dalam menyampaikan pesan-pesan khusus.
Wali Nagari yang bersifat polimorfic itu merupakan sumber pengetahuan
masyarakat mengenai semua masalah pembangunan dan masalah umum, kecuali
132
masalah keagamaan. Selain itu wali nagari menjadi penganjur dan menjadi tenaga
penggerak pelaksanaan pembangunan yang utama.
Kepemimpinan pegawai-pegawai Dinas Pertanian atau Dinas Kesehatan, dapat
dikatakan bersifat monomorfic, karena hanya dapat secara efektif menyampaikan
pesan pembangunan di bidang pertanian atau bidang kesehatan. Hanya Juru Penerang
dari Kanwil Penerangan yang mampu menyampaikan berbagai pesan pembangunan.
Ulama, walaupun sebagai pemimpin mempunyai sifat polimorfic, tetapi
peranannya hanya terbatas di bidang keagamaan. Bidang ini dapat dikatakan hampir
mutlak menjadi wewenang kaum ulama dan sukar ditembus oleh pemuka masyarakat
lainnya.
Walaupun pegawai-pegawai Dinas pemerintah itu dapat menjadi penyampai
pengetahuan, seperti yang memberi penerangan mengenai manfaat pembaharuan,
tetapi sebagai penganjur dan sebagai penggerak pelaksanaan pembaruan itu mereka
tidak dapat mengabaikan pemuka-pemuka masyarakat yang legitimasinya didukung
oelh asumsi dan patokan tradisional (pemuka adat, penghulu / ninik-mamak) dan
pemuka-pemuka yang kepemimpinannya berdasarkan otoritas pribadinya (ulama,
dukun). Masalah keluarga berencana misalnya di Sumatera barat masih merupakan
yang sensitif dan peran ulama sangat menentukan berhasilnya program ini.
Jika dibandingkan dengan media massa dan pemuka masyarakat, pertunjukan
kesenian di Sumatra Barat tidak dapat dikatakan diselesaikan tidak berperanan sama
sekali dalam menyampaikan pesan-pesan pembangunan. Mengenai masalah
pembangunan radio dan pemuka masyarakat ternyata memegang peranan yang sama
pentingnya. Di Sumatera Barat tidak dapat diabaikan pula peranan tetangga dan
teman sebagai komunikator. Warung dan surau menjadi forum yang bebas untuk
berbincang-bincang tentang segala macam masalah. Di warung bahan
pembicaraannya terbatas, sedang disurau biasanya terbatas pada bahan yang baik-
baik dan masalah agama.
133
5. Pembuka Masyarakat di Riau
Kepemimpinan di pedesaan Riau tidak sekompleks di Sumaten Barat, tetapi
struktur dasarnya mempunyai persamaan.. Keadaan ini yang disebabkan oleh kontak
yang berabad-abad antara kedua daerah sehingga mempengaruhi Sumatera Barat di
Riau cukup besar.
Seperti juga uraian tentang Sumatera Barat, uraian tentang kepemimpinan di
Riau dan tentang kepemimpinan dibatasi pada kepemimpinan di daerah pedesaan,
yaitu kepala kampung. ulama, pemuka adat dan cerdik pandai. Sebagai tambahan
perlu diberi gambaran singkat tentang dukun, karena masyarakat pedesaan Riau
dukun itu memegang peran yang cukup penting.
Kepala Kampung. Kepala Kampung biasanya dipilih oleh warga kampung,
tetapi seringkali juga terjadi mereka yang ditunjuk dari atasa oleh Camat. Umumnya
kepala kampung adalah mereka yang sudah agak tua, tetapi dalam rangka pemekaran
negeri, telah banyak pula mereka berusia 25-35 tahun. Keadaan sosial ekonomi
mereka tidak berbeda jauh dari warga kampungnya. Hanya beberapa orang kepala
kampung yang kehidupannya agak lebih baik. Mengenai pendidikan, walaupun agak
lebih baik daripada orang kampung pada umumnya, Tapi tingkatannya hanya sampai
tamat SD.
Kontak ke luar kurang, kekurangan ini terutama disebabkan oleh terpencilnya
kampung-kampung di Riau dan sulitnya komunikasi. Kontak antar sesama kepala
kampung masih ada dan ini biasanya atas perintah Camat. Interaksi dengan warga
kampungpun sering kurang teratur, atau kurang terarah. Interaksi pada umumnya
hanyya terjadi melalui rapat rapat kampung atau pertemuan pada hari-hari besar
islam. Kontak sehari-hariterjadi hanya di warung-warung kopi atau di pasar. Karena
terbatasnya pendidikan dan kontak keluar, maka tidak dapat diharapkan ide-ide
pembaharuan datang dari kepala kampong itu sebagian besar hanya melaksanakan
program-program pembaharuan atas permintaan Camat. Rata-rata mereka belum
134
mampu membuat strategi suatu program pembangunan Peranan kepala kampung
tidak menonjol. Peranan mereka terhadap penduduk hanya sekedar memenuhi
keperluan administrasi, misalnya menyelesaikan surat-menyurat, kartu penduduk,
jual-beli, nikah-talak memberi surat berkelakuan baik dan sebagainya. Karena banyak
kepala kampung yang ditunjuk dari atas, maka banyak pula yang menyandarkan
kedudukannya pada Camat. Kepala Kampung merasa berkuasa karena merekalah
yang menerima perintah Camat dan diberi wewenang oleh Camat untuk
melaksanakannya.
Seperti juga memimpin Wali Nagari di Sumatera Barat, kepemimpinan kepala
kampung di Riau, bersifat polimorfik, tetapi peranan kepala kampung di Riau tidak
dapat disamakan sesuai dengan peranan wali nagari di Sumatera barat. Dapatlah
dikatakn bahwa kepemimpinan mereka terutama ditopang oleh jabatan dan bukan
oleh otoritas pribadi mereka seperti yang terdapat di Sumatera Barat.
Ulama. Seperti juga di Sumatera Barat, di Riau dapat dibedakan atas dua golongan:
golongan tua dan golongan muda. Jika golongan tua ini berasal darí sistem
pendidikan agama cara lama, maka Golongan muda adalah tamatan perguruan gama
seperti misalnya PGA, golongan muda ini lebih besar jumlahnya dan mereka
umumnya adalah guru agama disekolah-sekolah. Oleh karena pekerjaan mereka,
dapat dikatakan kedudukan sosial ekonomi mereka lebih baik dari pada warga
kampung biasa. Sebaliknya ulama tua taraf kehidupannya ekonominya rendah.
Pekerjaan utama golongan tua adalah bertani.
Berlainan dengan kepala kampung. ulama cenderung untuk mempunyai
hubungan yang luas dengan orang-orang yang berpengaruh diluar kampung.. Banyak
ulama yang berkelilingke beberapa kampung memberikan ceramah dan pengajian.
Hal ini memberikan kepada mereka kesempatan yang luas untuk berkomunikasi
dengan warga kampung –kampung lainnya, bahkan dengan sesama ulama. Tidak
seperti halnya dengan kepala kampung, reputasi dan kepemimpinan ulama meluas ke
135
luar batas kampungnya. Kepemimpinan ulama di Riau, bersifat polymorphyc yang
kaut, dan ini berarti mereka mampu menyampaikannya beberapa jenis pesan
pembangunan dan sanggup menyampaikannya kelingkungan yang lebih luas.
Tempat mereka berkomunikasi adalah mesjid, surau, atapun sekolah-sekolah.
Partisipasi dalam kegiatan sosial ulama golongan muda kuat dan mereka selalu ikut
mengambil peranan dalam organisasi kampung.
Dapat dikatakan bahwa ulama lebih dinamis dan mmempunyai pandangan yang lebih
progresif, sehingga lebih mudah menerima ide pembaharuan. Ulama dari golongan
tua sering dianggap terbelakang oleh anak-anaknya disebabkan oleh pendidikan
mereka yang rendah baik dalam bidang agama maupun pengetahuan umum. Hal ini
menyebabkam pengaruh mereka semakin merosot. Walaupun terdapat ada beberapa
ulama dari golongan muda yang sudah menerima KB, tetapi umunya di Riau
terutama ulama golongan tua masih menolak ide pembaharuan tersebut. Ulama tua
sebagian besar justru mempunyai keluarga besar.
Sebagian golongan muda tidak menolak kesenian randai, tetapi halnya di
Sumatera Barat, golongan tua tidak menerima kesenian itu oleh karena beberapa hal
seperti yang telah disebutkan di uraian umum tentang Pemuka Masyarakat di
Sumatera Barat. Sebenarnya kesenian randai ini mempunyai potensi yang besar untuk
dikembangkan dan diterima oleh seluruh masyarakat asal dilakukan pembina dan
perubahan, misalnya perubahan waktu pertunjukan.
Pemuka Adat. Jika di Sumatera Barat peran penghulu / ninik mamak sudah mengecil
sekali jika dibandingkan dengan masa sebelum Perang Dunia II, peranan pemuka adat
di Riau bahkan lebih kecil lagi. Resminya mereka berfungsi untuk menyelesaikan
persoalan yang menyangkut adat, seperti adat nikah, cerai, warisan, upacara adat,
pelanggaran adat oleh anggota suku, dan lain-lain. Sekarang ini banyak pelanggaran
yang tidak mampu mereka selesaikan. Anggota suku lebih cenderung untuk meminta
pertolongan ulama atau kepala kampung. Pemuka adat Riau itu terjadi atas tiga
136
jabatan, yaitu penghulu, yang merupakan pemimpin suku, mentri dan dubalang yang
merupakan pembantu-pembantu penghulu. Biasanya pemuka adat yang ditunjuk ole
pemuka adat yang tua untuk menggantikan mereka.
Tingkat sosial ekonomi pemuka dapat dikatakan tidak lebih daripada warga
sukunya, bahkan lebih banyak yang lebih rendah dari taraf hidup nya. Pada umumnya
mereka hidup sebagai petani. Demikian juga halnya dengan taraf pendidikan mereka.
Pendidikan pemuka adat pada umumnya hanya mencapai tingkat pendidikan SD tidak
tamat. Faktor biasanya pada pengangkatan mereka adalah umur keturunan dan
pengetahuan mereka dalam soal adat.
Pemuka adat tidak memiliki kegiatan administrasi apapun. Kisah dan tambo suku
hanya diceriterakan saja untuk anak cucu. Kontak antara sesama pemuka adat sangat
terbatas, karena hanya terjadi pada waktu ada upacara-upacara. Kontak keluar juga
sedikit sekali, bahkan interaksi sesama anggota sukunya dan warga kampungpun
kadang- kadang kurang. Kalau ada interaksi, interaksi itu bukan di dalam kualiast
sebagai pemuka adat, tetapi hanya sebagai warga biasa. Partisipasi pemuka adat
dalam kegiatan sosial dan organisasi kampung kurang. Hanya beberapa orang yang
tercatat sebagai anggota organisasi kampung tobo, yaitu semacamkelompok kerja
dalam bidang pertanian. Dapat disimpulkan di sinibahwa kepemimpinan pemuka adat
di Riau adalah monomorfik, tetapi daya komunikasi mereka kurang.
Jika guru silat dapat dianggap sebagai pemuka adat, maka dapat diktakan
bahwa di antara pemuka adat kedudukan dan pengaruh guru silatlah yang paling
menonjol. Pengangkatan guru sialt juga ditentuan oleh adat turun-temurun. Di
Kuantan Tengah ada tiga orang guru silat yang jabatannya diperoleh karena
keturunan yaitu Jiusu dikampung Siberakun, Sutan Nan Garang kampung
Simandolak dan Barombau di kampung Pangean.
Dukun. Dukun Riau dapat dibedakan atas dukun orang sakit, dukun bayi, dukun
harimau, dukun pacu jalur, (lomba perahu) dan lain-lain. Mereka terdiri baik dari
137
wanita (dukun bayi, dukun orang sakit maupun pria (dukun yang lain-lain). Khusus
untuk dukun orang sakit dapat dibedakan (a) dukun putih, yaitu mereka yang hanya
mengobati orang sakit, (b) dukun hitam,yaitu mereka yang mempergunakan
kekuatan magis untuk pengobatannya bahkan kadang-kadang bersedia untuk
mencelakakan seseorang. Dukun hitam biasanya ditakuti oleh orang kampung dan
ditentang oleh para ulama. Sebaliknya terdapat dukun putih yang juga ulama.
Banyak petani yang menjadi dukun. Taraf penghidupan mereka rata-rata tidaklah
lebih daripada warga kampungnya. Tingkat pendidikan mereka rendah, hampir
semunya hanya sampai tingkat SD tidak tamat. Banyak pula yang tidak pernah
mengenyam pendidikan formal.
Pada umunya dukun tidak mempunyai interksi yang laus denag anggota
masyarakat. Seorang dukun yang dianggap terbukti keberhasilannya serta mempunyai
kepribadian yang baik, jujur dan rendah hati, akan sidenangi amsyarakat dan dengan
demikian memiliki pengaruh yang kuat. Dukun semacam ini akan diikuti tutur
katanya, tetapi biasanya hanya terbatas menegenai sooal-soal pengobatan orang

Anda mungkin juga menyukai