Anda di halaman 1dari 4

Ulasan Lengkap

 
Jerat Pidana Bagi Penyebar Berita Bohong
Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik (“UU ITE”) sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-
Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU
19/2016”) menyatakan:
 
Setiap orang dengan sengaja, dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan
menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.
 
Perbuatan yang diatur dalam Pasal 28 ayat (1) UU ITE merupakan salah satu
perbuatan yang dilarang dalam UU ITE. UU ITE tidak menjelaskan apa yang
dimaksud dengan “berita bohong dan menyesatkan”.

Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya


Terjangkau
Mulai Dari
Rp 149.000
Lihat Semua Kelas 
 
Terkait dengan rumusan Pasal 28 ayat (1) UU ITE yang menggunakan frasa
“menyebarkan berita bohong”, sebenarnya terdapat ketentuan serupa dalam Pasal
390 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) walaupun dengan rumusan
yang sedikit berbeda yaitu digunakannya frasa “menyiarkan kabar bohong”. Pasal
390 KUHP berbunyi sebagai berikut:
 
Barang siapa dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain
dengan melawan hak menurunkan atau menaikkan harga barang dagangan, fonds
atau surat berharga uang dengan menyiarkan kabar bohong, dihukum penjara
selama-lamanya dua tahun delapan bulan.
 
Menurut R.Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP) serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 269),
terdakwa hanya dapat dihukum dengan Pasal 390 KUHP, apabila ternyata bahwa
kabar yang disiarkan itu adalah kabar bohong. Yang dipandang sebagai kabar
bohong, tidak saja memberitahukan suatu kabar yang kosong, akan tetapi juga
menceritakan secara tidak betul tentang suatu kejadian. Menurut hemat kami,
penjelasan ini berlaku juga bagi Pasal 28 ayat (1) UU ITE. Suatu berita yang
menceritakan secara tidak betul tentang suatu kejadian adalah termasuk juga berita
bohong.
 
Menurut hemat kami, kata “bohong” dan “menyesatkan” adalah dua hal yang
berbeda. Dalam frasa “menyebarkan berita bohong” yang diatur adalah
perbuatannya, sedangkan dalam kata “menyesatkan” yang diatur adalah akibat dari
perbuatan ini yang membuat orang berpandangan salah/keliru. Selain itu, untuk
membuktikan telah terjadi pelanggaran terhadap Pasal 28 ayat (1) UU ITE maka
semua unsur dari pasal tersebut haruslah terpenuhi. Unsur-unsur tersebut yaitu:
 
a. Setiap orang.
b. dengan sengaja dan tanpa hak. Terkait unsur ini, dosen Fakultas Hukum
Universitas Padjadjaran Danrivanto Budhijanto, S.H., LL.M. dalam
artikel Danrivanto Budhijanto, "UU ITE Produk Hukum
Monumental" diunduh dari www.unpad.ac.id) menyatakan antara lain bahwa
perlu dicermati (unsur, ed) ’perbuatan dengan sengaja’ itu, apakah memang
terkandung niat jahat dalam perbuatan itu. Periksa juga apakah perbuatan itu
dilakukan tanpa hak? Menurutnya, kalau pers yang melakukannya tentu
mereka punya hak. Namun, bila ada sengketa dengan pers, UU Pers
(Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, ed) yang jadi
acuannya.
c. Menyebarkan berita bohong dan menyesatkan.

Karena rumusan unsur menggunakan kata “dan”, artinya kedua unsurnya harus
terpenuhi untuk pemidanaan, yaitu menyebarkan berita bohong (tidak sesuai dengan
hal/keadaan yang sebenarnya) dan menyesatkan (menyebabkan seseorang
berpandangan pemikiran salah/keliru).[1] Apabila berita bohong tersebut tidak
menyebabkan seseorang berpandangan salah, maka menurut hemat kami tidak
dapat dilakukan pemidanaan.
d. Yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik. Unsur
yang terakhir ini mensyaratkan berita bohong dan menyesatkan tersebut
harus mengakibatkan suatu kerugian konsumen. Artinya, tidak dapat
dilakukan pemidanaan, apabila tidak terjadi kerugian konsumen di dalam
transaksi elektronik.

 
Orang yang melanggar ketentuan Pasal 28 ayat (1) UU ITE dapat diancam pidana
berdasarkan Pasal 45A ayat (1) UU 19/2016, yaitu:
 
Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan
menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar.
 
Contoh Kasus
Sebagai contoh dapat kita lihat dalam Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta
Nomor: 36/Pid.Sus/2018/PT.DKI, putusan tersebut menguatkan Putusan
Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor 1116/Pid.Sus/2017/PN.Jkt.Brt, dalam
putusan tingkat pertama tersebut terdakwa dinyatakan terbukti secara sah dan
meyakinkan, bersalah melakukan tindak pidana secara bersama-sama melakukan
penipuan dengan sarana Transaksi Elektronik dan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Penipuan tersebut dilakukan dengan cara tanpa hak menyebarkan berita bohong
dan menyesatkan mengenai investasi yang mengakibatkan kerugian konsumen.
Perbuatan terdakwa tersebut, diancam pidana sebagaimana yang diatur dalam
Pasal 45A ayat (1) UU 19/2016 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP
 
Terdakwa dihukum dengan pidana penjara selama 10 (sepuluh) tahun dan
dijatuhkan pula pidana denda sebesar Rp 500 ribu dengan ketentuan apabila denda
tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 3 (tiga) bulan kurungan.
 
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
 
Dasar hukum:
1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers ;
3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

 
Putusan:
Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor: 36/Pid.Sus/2018/PT.DKI.
 
Referensi:
1. Danrivanto Budhijanto, "UU ITE Produk Hukum Monumental" , diakses pada
21 Agustus 2018, pukul 15.25 WIB;
2. R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-
Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor: Politeia, 1991;
3. Kamus Besar Bahasa Indonesia, diakses pada 25 September 2018 pukul
11.37 WIB.

[1] Lihat Kamus Besar Bahasa Indonesia sebagaimana yang kami akses dari laman


Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan 
Lihat Intisari Jawaban
Arsip Terkait

Soal UU ITE (Menulis Keluhan Melalui Surat Pembaca)

Jerat Pidana Mengakses E-Mail Orang Lain Tanpa Izin

Keabsahan Faksimile Sebagai Alat Bukti

Status Hukum Pencantuman Disclaimer dalam Situs Internet

Bagaimana Hukumnya Jika Suami Pacar Saya Mengancam Lewat Facebook?


Berita Terkait

Pemerintah Batasi Kegiatan dan Pergerakan Masyarakat di Masa Libur Idul Adha

Anda mungkin juga menyukai