Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN “GAGAL GINJAL KRONIS” DI RUANGAN

ICU RUMAH SAKIT BHAYANGKARA MAKASSAR

DI SUSUN OLEH:

NAMA : NOVITA

NIM : 2115101

KELOMPOK : 8

CI LAHAN CI INSTITUSI

( Sulfiana,S.Kep,Ns. ) (Dr.Muh.Ridwan,S.Kep,Ns,M.Kes

AKADEMI KEPERAWATAN MAPPOUDANG

MAKASSAR TAHUN AJARAN 2023/2024


LAPORAN PENDAHULUAN
A. Konsep Dasar Medis
1. Pengertian
Gagal Gagal Ginjal Kronis didefinisikan sebagai kerusakan
fungsi ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural
maupun fungsional ginjal dengan atau tanpa disertai penurunan laju
filtrasi glomerulus (Glomerulus Filtration Rate / GFR) dengan
manifestasi kelainan pathologis atau terdapat tanda-tanda kelainan
ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi kimia darah, urin atau
kelainan pathologis atau terdapat tanda-tanda kelainan ginjal (Smeltzer
& Bare, 2015).
Gagal ginjal kronik adalah suatu proses dengan etiologi yang
beragam patofisiologis, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang
progressive, dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal.
Selanjutnya, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti
ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal, gagal ginjal
adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi
ginjal yang ireversibel. Uremia adalah suatu sindrom klinik dan
laboratorik yang terjadi pada semua organ, akibat penurunan fungsi
ginjal pada penyakit ginjal kronik pada semua organ (Suwitra, 2015).
Gagal ginjal yaitu ginjal kehilangan kemampuannya untuk
mempertahankan cairan tubuh dalam keadaan asupan makanan normal
volume dan komposisi. Biasanya dibagi menjadi dua kategori yaitu
kronik dan akut gagal ginjal. Progresif dan lambat pada setiap nefron
Penyakit ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang
(biasanya berlangsung beberapa tahun dan tidak reversible). Penyakit
ginjal kronik seringkali berkaitan dengan penyakit kritis, dan biasanya
reversible bila pasien dapat bertahan dengan penyakit kritisnya dengan
berkembang cepat dalam hitungan beberapa hari hingga minggu.
(Price & Wilson, 2006 dalam Nanda Nic-Noc, 2015)
2. Etiologi
Penting dalam memperkirakan perjalanan klinis Gagal Ginjal
Kronis (GGK) dan penanggulangan Etiologi memegang peranan.
Penyebab primer GGK juga akan mempengaruhi manifestasi klinis
yang akan sangat membantu diagnosa, contoh: gout akan
menyebabkan nefropati gout. Penyebab terbanyak GGK pada dewasa
ini adalah nefropati DM, glomerulonephritis, hypertension, penyakit
ginjal herediter seperti ginjal polikistik dan sindroma alport, uropati
obstruksi, dan interstisial nephritis (Irwan, 2018). Sedangkan di
Indonesia, penyebab GGK terbanyak adalah glomerulonefritis, infeksi
saluran kemih (ISK), batu saluran kencing, nefropati diabetik,
nefrosklerosis hipertensi, ginjal polikistik, dsb (Irwan, 2018).

3. Anatomi fisiologi Ginjal


a. anatomi

Ginjal (kidney) merupakan organ yang berguna dalam produksi urine


dan mengeluarkan urine dari dalam tubuh. Ginjal melakukan fungsi yang
paling penting dengan menyaring plasma dan memindahkan zat dan filtrat
pada kecepatan yang bervariasi tergantung pada kebutuhan tubuh.
Akhirnya ginjal membuang zat yang tidak diinginkan dengan cara filtrasi
darah dan menyekresinya melalui urin, sementara zat yang masih
dibutuhkan akan kembali ke dalam darah. Pada orang dewasa, panjang
ginjal kira – kira 11 cm dengan lebar 5 – 7.5 cm dan tebalnya 2.5 cm dan
beratnya sekitar 150 gram. Organ ginjal berbentuk kurva yang terletak di
area retroperitoeal, pada bagian belakangdinding abdomen di samping
depan vertebrata, setinggi torakal 12 sampai lumbal ke 3. Ginjal disokong
oleh jaringan adipose dan jaringan penyokong yang disebut fasia gerota
serta dibungkus oleh 11 kapsul ginjal, yang berguna untuk
mempertahankan ginjal, pembuluh darah dan kelenjar adrenal terhadap
adanya trauma. Ginjal terdiri atas tiga area yaitu korteks, medulla dan
pevis.
1) Korteks, merupakan bagian paling luar ginjal, dibawah kapsula fibrosa
sampai dengan lapisan medulla, tersusun atas nefron – nefron yang
jumlahnya lebih dari 1 juta. Semua glomerulus berada di korteks dan
90% aliran darah menuju pada korteks.
2) Medulla, terdiri dari saluran – saluran atau duktus collecting yang
disebut piramid ginjal yang tersusun antara 8 – 18 buah.
3) Pelvis, merupakan area yang terdiri dari kaliks minor yang kemudian
bergabung menjadi kaliks mayor. Empat sampai lima kaliks minor
bergabung menjadi kaliks mayor dan dua sampai tiga kaliks mayor
bergabung menjadi pelvis ginjal yang berhubungan dengan ureter
bagian proksimal (Tarwoto & Wartonah, 2015).
b. fisilogis
Menurut (Syarifuddin, 2011), terdapat beberapa fungsi ginjal adalah
sebagai berikut:
1) Mengatur volume air (cairan) dalam tubuh. Kelebihan air dalam tubuh
akan dieksresikan oleh ginjal sebagai urin yang encer dalam jumlah
besar. Kekurangan air (kelebihan keringat) menyebabkan urin yang
dieksresikan jumlahnya berkurang dan monsentrasinya menjadi lebih
pekat sehingga susunan dan volume cairan tubuh dapat dipertahankan
relatif normal.
2) Mengatur keseimbangan osmotik dan keseimbangan ion. Fungsi ini
terjadi dalam plasma bila terdapat pemasukan dan pengeluaran yang
abnormal dari ion – ion. Akibat pemasukan garam yang berlebihan
atau penyakit perdarahan, diare, dan muntah – muntah, ginjal akan
meningkatkan eksresi ion – ion yang penting, seperti : Na, K,Cl, Ca
dan fosfat.
3) Mengatur keseimbangan asam basa cairan tubuh. Tergantung pada
apa yang dimakan, campuran makanan (mixed diet) akan
menghasilkan urin yang bersifat agak asam, pH kurang dari 6. Hal ini
disebabkan oleh hasil akhir metabolisme protein. Apabila banyak
makan sayur – sayuran, urin akan bersifat 12 basa, pH urin bervariasi
antara 4,8 – 8,3. Ginjal menyekresi urin sesuai dengan perubahan pH
darah.
4) Ekskresi sisa – sisa hasil metabolisme. (ureum, asam urat, kreatinin)
Bahan – bahan yang dieksresikan oleh ginjal antara lain zat toksik,
obat – obatan, hasil metabolisme hemoglobin, dan bahan kimia asing
(pestisida).
5) Fungsi hormonal dan metabolisme. Ginjal menyekresi hormon renin
yang mempunyai peranan penting dalam mengatur tekanan darah
(sistem renin-angiostensinaldesteron) yaitu untuk mengatur
pembentukan sel darah merah (eritropoisis). Disamping itu, ginjal
juga membentuk hormon dihidroksi kolekalsiferol (vitamin D aktif)
yang diperlukan untuk absobsi ion kalsium di usus.
6) Pengaturan tekanan darah Ginjal sebagai pengatur tekanan darah dan
menghasilkan enzim renin, angiostensin, dan aldesteron yang
berfungsi meningkatkan tekanan darah.
7) Pengeluaran zat racun. Ginjal mengeluarkan polutan, zat tambahan
makanan, obat – obatan, atau zat kimia asing lain dari tubuh.
4. Patofisilogis
Penyakit gagal ginjal kronis awalnya tergantung pada penyakit yang
mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi
kurang lebih sama. Mula - mula karena adanya zat toksik, infeksi dan
obtruksi saluran kemih yang menyebabkan retensi urine atau sulit
mengeluarkan urin. Dari penyebab tersebut, Glomerular Filtration Rate
(GFR) di seluruh nefron turun dibawah normal. Hal yang dapat terjadi dari
menurunnya GFR meliputi : sekresi protein terganggu, retensi Na
/kelebihan garam dan sekresi eritropoitin turun. Hal ini mengakibatkan
terjadinya sindrom uremia yang diikuti oleh peningkatan asam lambung
dan pruritis. Asam lambung yang meningkat akan merangsang mual, dapat
juga terjadi iritasi pada lambung dan perdarahan jika iritasi tersebut tidak
ditangani dapat menyebabkan melena atau feses berwarna hitam. Proses
retensi Na menyebabkan total cairan ektra seluler meningkat, kemudian
terjadilah edema. Edema tersebut menyebabkan beban jantung naik
sehingga terjadilah hipertrofi atau pembesaran ventrikel kiri dan curah
jantung menurun. Proses hipertrofi tersebut diikuti juga dengan
menurunnya aliran darah ke ginjal, kemudian terjadilah retensi Na dan
H2O atau air meningkat. Hal ini menyebabkan kelebihan volume cairan
pada pasien GGK. Selain itu menurunnya cardiak output atau curah
jantung juga dapatmengakibatkan kehilangan kesadaran karena jantung
tidak mampu memenuhikebutuhan oksigen di otak sehingga menyebabkan
kematian sel. Hipertrofi ventrikel akan mengakibatkan difusi atau
perpindahan O2 dan CO2 terhambat sehingga pasien merasakan sesak.
Adapun Hemoglobin yang menurun akan mengakibatkan suplai O2 Hb
turun dan pasien GGK akan mengalami kelemahan atau gangguan perfusi
jaringan (Nurarif, 2015).
5. Manifestasi klinis
Pasien akan menunjukkan beberapa tanda dan gejala ; Keparahan
kondisi bergantung pada tingkat kerusakan ginjal, kondisi lain yang
mendasari, dan usia pasien adalah sebagai berikut:
1) Sistem Kardiovaskuler.
Hipertensi, retinopati (kerusakan retina mata) dan ensefalopati
hipertensif (suatu sindrom akibat dari peningkatan tekanan arteri
mendadak tinggi yang dapat mempengaruhi fungsi otak), beban
sirkulasi berlebih, edema, gagal jantung kongestif (kegagalan jantung
dalam memompa pasokan darah yang dibutuhkan tubuh), dan
distritmia (gangguan irama jantung).
2) Sistem Dermatologi
Pucat, pruritis atau gatal, Kristal uremia, kulit kering, dan memar.
3) Sistem Neurologi
Mudah lelah, otot mengecil dan lemah, sistem saraf tepi : Penurunan
ketajaman mental, konsentrasi buruk, kekacauan mental, koma, otot
berkedut, kejang.
4) Sistem pernafasan
Disppnea yaitu kondisi yang terjadi akibat tidak terpenuhinya pasokan
oksigen ke paru – paru yang menyebabkan pernafasan menjadi cepat,
pendek, dan dangkal., edema paru, pneumonitis, kussmaul (pola
pernapasan yang sangat dalam).Sistem GastroinstestinalAnoreksia,
mual, muntah, nafas bau amoniak, mulut kering, pendarahan saluran
cerna, diare, stomatitis atau sariawan, parotitis atau infeksi virus yang
menyebabkan pembengkakan pada kelenjar parotis pada wajah.
5) Sistem Perkemihan
Poliuria (urine dikeluarkan sangat banyak dari normal), berlanjut
menuju oliguria (urine yang dihasilkan sangat sedikit), lalu anuria
(kegagalan ginjal sehingga tidak dapat membuat urine), nokturia
(buang air kecil di sela waktu tidur malam), proteinuria (Protein
didalam urine).
6) Hematologik
Anemia, hemolysis (kehancuran sel darah merah), kecenderungan
perdarahan, risiko infeksi.
7) Biokimia
Azotemia (penurunan GFR, menyebabkan peningkatan BUN dan
kreatinin), hyperkalemia, Retensi Na, Hipermagnesia, Hiperrurisemia.
8) Sex
Libido hilang, Amenore (ketika seorang wanita usia subur tidak
mengalami haid), Impotensi dan sterilisasiMetabolisme Hiperglikemia
kebutuhan insulin menurun, lemak peningkatan kadar trigliserad,
protein sintesis abnormal.
9) Gangguan kalsium
Hiperfosfatemia, hipokalsemia, konjungtivitis / ureamia mata merah
(Suharyanto, 2013)..
6. Penatalaksanaan
Pengkajian klinik menentukan jenis penyakit ginjal, adanya penyakit
penyerta, derajat penurunan fungsi ginjal, komplikasi akibat penurunan
fungsi ginjal, factor resiko untuk penurunan fungsi ginjal, dan factor risiko
untuk penyakit kardiovaskular. Penatalaksanaan menurut (Huda, 2016)
yaitu:
1) Terapi penyakit ginjal.
2) Pengobatan penyakit penyertac. Penghambatan penurunan fungsi
ginjal.
3) Pencegahan dan pengobatan penyakit kardiovaskular.
4) Pencegahan dan pengobatan komplikasi akibat penurunan fungsi
ginjal.
5) Terapi pengganti ginjal dengan dialysis atau transplantasi jika timbul
gejala dan tanda uremia.

Sedangkan menurut (Corwin, 2009) dalam Buku Saku Patofisiologi


Ed.3, pengobatan perlu dimodifikasi seiring dengan perburukan penyakit,
yaitu:

a) Untuk gagal ginjal stadium 1, 2, dan 3 tujuan pengobatan adalah


memperlambat kerusakan ginjal lebih lanjut, terutama dengan
membatasi aspan protein dan pemberian obat-obat anti hipertensi.
Inhibitor enzim pengubah-angiotensin atau Angiotensin converting
enzyme (ACE) terutama membantu dalam memperlambat perburukan.
b) Renal anemia management period (RAMP), diajukan karena adanya
hubungan antara gagal jantung kongestif da anemia terkait dengan
penyakit gagal ginjal kronis. RAMP adalah batasan waktu setelah suatu
awitan penyakit ginjal kronis saat diagnosis dini dan pengobatan
anemia memperlambat progresi penyakit ginjal, memperlambat
komplikasi kardiovaskular, dan memperbaiki kualitas hidup.
Pengobatan anemia dilakukan dengan memberikan Recombinant human
erythropoietin (rHuEPO). Obat ini terbukti secara dramatis
memperbaiki fungsi jantung secara bermakna.
c) Pada stadium lanjut, terapi ditujukan untuk mengoreksi
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
d) Pada penyakit stadium akhir, terapi berupa dialysis atau transplantasi
ginjal
e) Pada semua stadium, pencegahan infeksi perlu dilakukan.

7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan laboratorium seperti:
pemeriksaan urin (volumenya biasanya< 400 ml/jam atau oliguria atau
urin tidak ada/anuria, perubahan warna urin bisa disebabkan karena ada
pus/darah/bakteri/lemak/partikel koloid/miglobin, berat jenis <1.015
menunjukkan gagal ginjal, osmolalitas<350 menunjukkan kerusakan
tubular), pemeriksaan kliren kreatinin mungkin agak turun, pemeriksaan
natrium, pemeriksaan protein, dan pemeriksaan darah (kreatinin, sel darah
merah, Hitung darah lengkap, glukosa darah acak) Pemeriksaan radiologi
terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi ginjal, biopsy ginjal, endoskopi
ginjal, Elektrokardiogram (EKG), Kidney ureter bladder (KUB) foto
(untuk menunjukkan ukuran ginjal), arteriogram ginjal (mengkaji sirkulasi
ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskuler, massa), pyelogram retrogad
(untuk menunjukkan abnormalitas pelvis ginjal), sistouretrogram
(berkemih untuk menunjukkan ukuran kandung kemih, refluk kedalam
ureter, dan retensi) (Nuari, 2017).

B. Konsep Dasar Keperawatan


1. Pengkajian
a) Identitas pasien Meliputi nama lengkat, tempat tinggal, umur, tempat
lahir, asal suku bangsa, nama orang tua, pekerjaan orang tua.
b) Keluhan utama Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot,
gangguan istirahat dan tidur, takikardi/takipnea pada waktu
melakukan aktivitas dan koma.
c) Riwayat kesehatan pasien dan pengobatan sebelumnya Berapa lama
pasien sakit, bagaimana penanganannya, mendapat terapi apa,
bagaimana cara minum obatnya apakan teratur atau tidak,
apasaja yang dilakukan pasien untuk menaggulangi penyakitnya.
d) Aktifitas/istirahat : Kelelahan ekstrem, kelemahan, malaise,
gangguan tidur insomnia/gelisah atau samnolen), kelemahan otot,
kehilangan tonus penurunan rentang gerak.
e) Sirkulasi Adanya riwayat hipertensi lama atau berat, palpatasi, nyeri dada
(angina), hipertensi, nadi kuat, edema jaringan umum dan pitting pada
kaki, telapak tangan, nadi lemah, hipotensi ortostatik menunjukkan
hipovolemia. yang jarang pada penyakit tahap akhir, pucat, kulit coklat
kehijauan, kuning kecenderungan perdarahan.
f) Integritas ego Faktor stress, perasaan tak berdaya, taka da harapan, taka da
kekuatan menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan
kepribadian.
g) Eliminasi Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (pada gagal ginjal
tahap lanjut), abdomen kembung, diare, atau konstipasi perubahan warna
urine, contoh kuning pekat, merah, coklat, oliguria.
h) Makanan/Cairan Peningkatan berat badan cepat (oedema), penurunan
berat badan (malnutrisi), anoreksia, nyeriulu hati, mual/muntah rasa
metalik tak sedap pada mulut (pernapasan ammonia), penggunaan diuretic,
distensiabdomen/asietes pembesaran hati (tahap akhir), perubahan turgor
kulit kelembaban, ulserasi gusi perdarahan gusi lidah.
i) Neurosensori Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot/kejang,
syndrome"kaki gelisah", rasa terbakar pada telapak kaki, kesemutan dan
kelemahan khususnya ekstremitas bawah gangguan status mental, contoh
penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan
memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, stupor, kejang, fasikulasi
otot, aktivitas kejang, rambut tipis, kuku rapuh dan tipis.
j) Nyeri kenyamanan Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/nyeri kaki dan
perilaku berhatihati/distraksi, gelisah.
k) Pernapasan Napas pendek, dyspnea, batuk dengan tanpa sputum kental
dan banyak, takipnea, dyspnea, peningkatan frekuensi kedalaman dan
batuk dengan sputum encer (edema paru).
l) Keamanan Kulit gatal, ada/berulangnya infeksi, pruritus, demam
(sepsis,dehidrasi), normotermia dapat secara actual terjadi peningkatan
pada pasien yang mengalami suhu tubuh lebih rendah dari normal, petekie,
area ekimosis pada kulit,fraktur tulang, keterbatasan gerak sendi

2. Penyimpanan kdm

GAGAL GINJAL KRONIK

Proses hemodialisa kontiyu


Gangguan reabsorbsi

Tindakan invasif
berulang
Hipernatrea
Injury jaringan retensi
cairan

Risiko infeksi vol. vaskuler


meningkat

Informasi indekuat odema


pulmonal

Ansietas ekspansi
paru turun

Dyp
nie

Stress ulcer

POLA NAFAS
TIDAK
HCL meningkat EFEKTIF

MUAL,MUNTAH
3. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan penyakit gagal
ginja kronis yaitu:
1. Ketakstabilan kadar glukosa darah b.d. disfungsi pankreas, retensi
insulin, gangguan toleransi glukosa darah, gangguan glukosa darah
puasa, d.d. kadar glukosa dalam darah/ urine tinggi, lelah atau lesu
2. Pola napas tidak efektif b.d depresi pusat pernapasan, hambatan upaya
napas, penurunan energi, gannguan neuromuskular, kecemasan, efek
agen farmakologi, deformitas dinding dada d.i.d penggunaan oto bantu
pernapasan, fase ekspirasi memanjang, pola napas abnormal ( mis.
Takipnea, bradipnena, pernapasan cuping hidung, kapasitas menurun,
tekanan inspirasi menurun, dipsnea.
3. Nausea b.d distensi lambung, iritasi lambung, gangguan pankreas,
pereganggan kapsul limpa, d.i.d mengeluh mual, merasa ingin muntah,
tidak berminat makan, saliva meningkat, pucat, diaforesis, takikardi,
pupil dilatasi, sering menelan.

4. Perencanaan
Diagnosa SLKI SIKI
Ketidakstabilan Setelah dilakukan intervensi Manajemen hiperglikemia
kadar glukosa darah kepewatan selama 3 kali 24 jam  Observasi
maka ketidakstabilan kadar glukosa 1. Identifikasi kemungkinan
darah meningkat dengan kriteria penyebab hiperglikemia
hasil: 2. monitor kadar glukosa
1. Koordinasi meningkat darah
2. Tingkat kesadaran meningkat 3. Monitor intake dan output
3. Mengantuk cukup menurun cairan
4. Kadar glokosa dalam darah 4. Monitor keton urine
membaik  Terapeutik
5. Rasa lapar menurun 1. Berikan asupan oral
6. Mulut kering nmenurun
7. Palpitasi membaik 2. fasilitasi ambulasi jika ada
8. Jumlah urine membaik hipotensi
 edukasi
1. anjurkan menghindari
olaraga saat glukosa darah
meningkat
2. anjurka memonitor kadar
glukosa darah secara
mandiri
3. ajarkan pengelolaan
diabetes
 kolaborasi
1. kolaborasi pemberian
insulin
2. kolaborasi pemberian
cairan iv
3. kolaborasi pemberian
kalium

Pola napas tidak setelah dilakukan intervensi Manajemen jalan napas


efektif keperawatan selama 3kali 24 jam  observasi
maka pola napas membaik dengan 1. monitor pola napas
kriteria hasil: 2. monitor bunyi napas
1. dipsnea menurun tambahan
2. pengguanaan otot bantu napas 3. monitor spitum
menurun  terapeutik
3. pemanjangan fase ekspirasi 1. pertahankan kepatenan
menurun jalan napas
4. frekuensi napas membaik 2. posisikan semi foeler atau
5. kedalaman napas membaik fowler
3. lakukan fisioterapi dada
4. lakukan pengisapan lendi
 edukasi
1. ajarkan teknik batuk
efeiktif
 kolaborasi
1. kolaborasi pemberian
bronkodilator
Nausea Setelah dilakukan intervensi Manajemen muntah
keperawatan selama 3 kali 24 jam  observasi
maka tingkat nausea menurun dengan 1. identifikasi karakteristik
kriteria hasil: muntah
1. perasaan ingin muntah 2. identifikasi riwayat diet
menurun 3. periksa vulume muntah
2. pucat menurun 4. monitor keseimbangan
3. dilatasi pupil membaik elektrolit
4. nafsu makan membaik  terapeutik
5. takikardi menurun 1. pertehankan kepetenan
jalan napas
2. bersihkan mulut dan
hidung
3. atur posisi untuk
mencegah aspirasi
 edukasi
1. ajarkan memperbanyak
istirahat
2. ajarkan penggunaan
teknik nonfamakologi
untuk mengelola muntah
 kolaborasi
1. kolaborasi pemberian
antemetik

5. Implementasi
Selama tahap implementasi perawat melaksanakan rencana asuhan
keperawatan.Instruksi keperawatan diimplementasikan untuk membantu
pasien memenuhi kriteria hasil. Dalam implementasi terdapat tiga komponen
tahap implementasi, yaitu: tindakan keperawatan mandiri, tindakan
keperawatan kolaboratif, dan dokumentasi tindakan keperawatan dan respons
pasien terhadap asuhan keperawatan (Allen, 1998).

6. Evaluasi
Tahap evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan
perbandingan hasil-hasil yang diamati dengan kriteria hasil yang dibuat pada
tahap perencanaan. Evaluasi dilakukan secara berkesinambungan dengan
melibatkan pasien dan tenaga kesehatan lainnyasecara umum, evaluasi
ditujukan untuk melihat dan menilai kemampuan pasien dalam mencapai
tujuan, menentukan apakah tujuan keperawatan telah tercapai atau belum,
mengkaji penyebab jika tujuan asuhan keperawatan belum tercapai. Evaluasi
terbagi menjadi dua jenis.
yaitu evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif berfokus pada
aktivitas proses keperawatan dan hasil tindakan keperawatan, dirumuskan
dengan empat komponen yang dikenal dengan istilah SOAP, subyektif(data
berupa keluhan pasien), objektif (data hasil pemeriksaan), analisis data
(pembandingan data dengan teori), perencanaan. Sedangkan evaluasi sumatif
adalah evaluasi yang dilakukan setelah semua aktivitas proses keperawatan
selesai dilakukan (Asmadi, 2013).
DAFTAR PUSTAKA

Ackley, B. J., Ldwig, G. B., & Makic, M.B.F. (2017). Nursing diagnosis
handbook, An avidence- based guide to plannig care. 11 Ed. `3
Berman, A., Snyder, S., & Frandsen, G. (2015). Kozier & Erbs's
fundamentals of nursing:concept, process, and practice. 10 Ed. USA:
Pearson Education Inc. Bostick, J.E.,
Riggs, C. J., & Rantz, M. J. (2003). Quality measurement in nursing: an
update of where we are now. J Nurs Care Qual. 18(2): 94-104.
Carpenito, LJ (2013). Nursing diagnosis: application to clinical practice.14
Philadelphia: Wolter Kluwer - Lippincott Williams & Wilkins.
Christensen, P. J., & Kenney, J. W. (2009). Proses keperawatan, aplikasi
model konseptual (terj. dari nursing process: application of
conceptual models. 4Ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Clark,D.J. (1999). A Language for Nursing. Nursing Standard, 13 (31), 42-
47. Doenges, M. & Moorhouse, M. F. & Murr, A. C. (2013). Nursing
diagnosis manual: planning, individualizing and documenting client
care. Philadelpia: F. A. Davis

Anda mungkin juga menyukai