Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH KETERAMPILAN KOLABORASI

Mata Kuliah Kapita Selekta

Dosen Pengampu Dr. Bowo Sugiharto, S.Pd., M.Pd.

Disusun Oleh:

Kelompok 5

1. Armike Nurul Utami (K4316012)


2. Farah Halimah (K4317028)
3. Ivananda Rennar (K4317031)
4. Maulidya Dwi A (K4317037)
5. Nira Luthfiana Prima (K4317043)
6. Nurmawati (K4317047)
7. Ratna Rahayu (K4317050)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah dengan judul
“Keterampilan Kolaborasi” tanpa halangan yang berarti.
Adapun maksud dan tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk membahas mengenai
definisi keterampilan kolaborasi, indikator, cara mengukur, akar permasalahan dan solusi
permasalahan keterampilan kolaborasi.
Keberhasilan dalam pembuatan makalah ini tentunya tidak akan terwujud tanpa
adanya bantuan dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan
terima kasih kepada dosen pembimbing, teman–teman anggota kelompok, teman-teman
kelas, dan semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini.
Kami memohon maaf apabila dalam penulisan makalah ini terdapat kesalahan. Kritik
dan saran penulis harapkan agar kedepannya penulis dapat lebih baik dalam menyusun
makalah. Semoga makalah keterampilan kolaborasi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan
pembaca.

Sekian dan terima kasih.

Surakarta, 7 Oktober 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman Sampul i

Kata Pengantar ii

Daftar Isi iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah1

C. Tujuan 1

BAB II PEMBAHASAN

A. Definisi Keterampilan Kolaborasi 2


B. Indikator Keterampilan Kolaborasi 3
C. Cara Mengukur Keterampilan Kolaborasi 4
D. Instrumen Pengukuran Keterampilan Kolaborasi3
E. Akar Permasalahan Keterampilan Kolaborasi 6
F. Solusi Mengatasi Permasalahan Rensahnya Keterampilan Kolaborasi 8
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan 10

B. Saran 10

Daftar Pustaka11

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Saat ini kita hidup pada abad 21 dimana sumber daya manusia dituntut untuk
memiliki keterampilan berpikir kritis, kreativitas, kolaborasi, serta komunikasi.
Menurut survey yang dilakukan oleh American Management Association (AMA,
2012) pada tahun 2012 terhadap 768 manajer perusahaan tentang pentingnya
keterampilan berpikir kritis, kreativitas, kolaborasi, dan komunikasi dalam perekrutan
karyawannya, sebagian besar manajer perusahaan setuju akan pentingnya calon
karyawan memiliki keterampilan tersebut.
Pembelajaran kolaboratif dapat menyediakan peluang untuk menuju pada
kesuksesan praktek-praktek pembelajaran. Sebagai teknologi untuk pembelajaran
(technology for instruction), pembelajaran kolaboratif melibatkan partisipasi aktif
para siswa dan meminimisasi perbedaan-perbedaan antar individu. Pembelajaran
kolaboratif telah menambah momentum pendidikan formal dan informal dari dua
kekuatan yang bertemu, yaitu: realisasi praktek, bahwa hidup di luar kelas
memerlukan aktivitas kolaboratif dalam kehidupan di dunia nyata dan menumbuhkan
kesadaran berinteraksi sosial dalam upaya mewujudkan pembelajaran bermakna.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah definisi keterampilan kolaborasi?
2. Apakah indikator keterampilan kolaborasi?
3. Bagaimanakah cara mengukur keterampilan kolaborasi?
4. Bagaimanakah menganalisa akar masalah rendahnya keterampilan kolaborasi?
5. Bagaimanakah solusi untuk mengatasi keterampilan kolaborasi?
C. Tujuan
Bertujuan untuk mengetahui :
1. Definisi keterampilan kolaborasi
2. Indikator keterampilan kolaborasi
3. Cara mengukur keterampilan kolaborasi
4. Menganalisis akar masalah rendahnya ketarmpilan kolaborasi
5. Solusi untuk mengatasi keterampilan kolaboras

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Keterampilan Kolaborasi


Ketrampilan kolaborasi merupakan sebuah proses yang melibatkan dua atau
lebih siswa dengan aktifitas yerkoordinasi dan singkron yang bekerja menuju tujuan
bersama dan mengacu pada proses yang melibatkan anggota tim berinteraksi lebih
daripada keberhasilan utama tim atau kualitas produk akhirnya.
Purwaaktari (2015) mengemukakan bahwa pembelajaran kolaboratif adalah
hubungan saling belajar, yaitu pembelajaran yang berangkat dari pertanyaan siswa
yang tidak paham “Bagaimana mengerjakan bagian ini?”, dan siswa yang paham dan
yang tidak paham mendapatkan manfaat dan terjadi hubungan timbal balik.
Collaborative learning mengedepankan kedekatan sosial yang dapat
mengembangkan pengetahuan dan pemahaman siswa (Purwaaktari, 2015).
Kolaboratif tentu tidak terlepas dari pembelajaran yang bersifat kooperatif. Salah satu
pendekatan pembelajaran berbasis kelompok adalah belajar kooperatif (Cooperative
learning) (Utomo, B.T., 2011).
Kuhn (2015) distinguishes research on collaboration as falling into one of
these two categories. As Kuhn argues, the dominant paradigm has been to view
collaboration as a means to enhance learning of academic content and problem-
solving.
Kuhn associates it with the twenty-first-century skills movement. Under this
paradigm, students are required to work in groups for the express purpose of
improving their ability to work with others.
Roschelle and Teasley (1995), who characterize it as, “coordinated,
synchronous activity that is the result of a continued attempt to construct and maintain
a shared conception of a problem.”
Riebe, Girardi, & Whitsed (2016) define teamwork as “a process involving
two or more students working toward common goals, through interdependent
behavior with individual accountability.
Hughes and Jones (2011) further clarify that real collaboration refers to a
process involving how team members interact more than to the team’s ultimate
success or the quality of its end product.

2
(Pearson, 2008) collaboration and teamwork focuses on the process of
interacting and requires individuals to work together toward a common goal.Several
organizations have developed twenty-first-century skills frameworks that define
competencies such as collaboration and teamwork.
B. Indikator Keterampilan Kolaborasi

Menurut Trilling (2009) indikator keterampilan kolaborasi terbagi menjadi 5


keterampilan, diantaranya adalah:

1. Kerjasama
Peserta didik dikatakan dapat berkolaborasi apabila dapat bekerjasama berkelompok
secara efektif dan dengan tim yang beragam.
2. Fleksibilitas
Peserta didik dikatakan dapat berkolaborasi apabila masing-masing individu dapat
berkontribusi dalam tim serta dapat beradaptasi kepada seluruh anggota tim
3. Tanggung Jawab
Peserta didik dikatakan dapat berkolaborasi apabila bertanggung jawab atas kerja tim,
dapat memimpin anggota tim, serta memiliki inisiatif dan dapat mengatur diri sendiri
4. Kompromi
Peserta didik dikatakan dapat berkolaborasi apabila dapat bermusyawarah dalam
memecahkan masalah secara berkelompok dan berkompromi untuk mencapai tujuan
bersama
5. Komunikasi
Peserta didik dikatakan dapat berkolaborasi apabila dapat terjalin komunikasi yang
efektif dalam kelompok

3
C. Cara mengukur Keterampilan Kolaborasi

Kemampuan berkolaborasi akan dapat diidentifikasi dengan menggunakan instrumen


yang tepat dan sesuai dengan keadaan atau karakateristik siswa yang ada di Indonesia. Pada
tahap ini peneliti menganalisis semua aspek yang terdapat pada rubrik standar kemampuan
berkolaborasi. Rubrik standar kemampuan berkolaborasi dari International Reading
Association (IRA) ini memiliki 5 aspek yaitu

a. Kontribusi (Contributions)
Aspek kontribusi (Contributions) merupakan aspek yang menjelaskan bagaimana
karakteristik sikap siswa dalam memberikan gagasan atau ide sehingga mampu
berpasrtisipasi ketika kegiatan diskusi kelompok.
b. Manajemen waktu (Time management)
Aspek manajemen waktu (Time management) merupakan aspek yang menjelaskan
karakteristik sikap siswa dalam mengatur waktu untuk menyelesaikan tugas kelompok
dengan tepat waktu.
c. Pemecahan masalah (Problem solving)
Aspek pemecahan masalah (Problem solving) merupakan aspek yang menjelaskan
karakteristik siswa dalam melakukan usaha untuk menyelesaikan permasalahan.
d. Bekerja dengan orang lain (Working with others)
Aspek bekerja dengan orang lain (Working with others) merupakan aspek yang
menjelaskan karakteristik sikap siswa dalam mendengarkan pendapat/ide rekan
kelompok dan membantu menyelesaikan tugas kelompok.
e. Teknik penyelidikan (Research techniques)
Aspek teknik penyelidikan (Research techniques) merupakan aspek yang menjelaskan
karakteristik sikap siswa dalam mencari sumber-sumber konten atau teori untuk
menjawab/memecahkan permasalahan.
f. Sintesis (Synthesis) (Read Write Think 2005)
Aspek sintesis (Synthesis) merupakn aspek yang menjelaskan karakteristik sikap
siswa dalam menyusun gagasan yang kompleks kedalam susunan yang struktur.

Berdasarkan rubrik standar setiap aspek diberi ketetapan skor 1 sampai 4 dengan
pernyataan yang berbeda-beda (Read Write Think 2005). Berikut adalah salah satu aspek

4
yaitu kontribusi (Contributions) dibagi ke dalam empat pernyataan dengan skor 1 sampai 4
dari Rubrik Standar Kemampuan berkolaborasi (Read Write Think 2005).

Pernyataan ke-1 diberi skor 1:

“Dalam diskusi kelompok besar atau kecil tidak memberi gagasan dan tidak ikut
berpartisipasi.”

Pernyataan ke-2 diberi skor 2:

“Dalam diskusi kelompok besar atau kecil jarang (hanya 1 kali) memberi gagasan. Namun
sedikit (hanya 1 kali) berpartisipasi.”

Pernyataan ke-3 diberi skor 3:

“Dalam diskusi kelompok besar atau kecil sering (hanya 2 kali) memberi gagasan. Namun
tidak sering (hanya 2 kali) berkontribusi dalam berpartisipasi.”

Pernyataan ke-4 diberi skor 4:

“Dalam diskusi kelompok besar atau kecil sangat sering (lebih dari 2 kali) memberi gagasan
yang menjadi acuan dalam diskusi. Mampu memimpin diskusi dan sering (lebih dari 2 kali)
berkontribusi dalam berpartisipasi.”

Pernyataan-pernyataan dari rubrik standar diadaptasi dan dimodifikasi berdasarkan


pertimbangan keadaan karakteristik siswa dan bahasa Indonesia. Pada aspek kontribusi, siswa
akan mendapatkan skor 1 jika siswa menunjukan karakteristik sikapnya saat kerja kelompok
sesuai dengan pernyataan ke-1. Siswa akan mendapatkan skor 2 ketika menunjukan
karakteristik sikapnya saat kerja kelompok sesuai dengan pernyataan ke-2. Siswa akan
mendapatkan skor 3 ketika menunjukan karakteristik sikapnya saat kerja kelompok sesuai
dengan pernyataan ke-3. Siswa akan mendapatkan skor 4 ketika menunjukan karakteristik
sikapnya saat kerja kelompok sesuai dengan pernyataan ke-4.
Rubrik ini sangat bermanfaat dalam mengukur kemampuan berkolaborasi siswa,
walaupun masih membutuhkan perencanaan dan strategi yang tepat dalam pelaksanaannya.

Tahap Desain Rubrik

Rubrik kemampuan berkolaborasi didesain dengan mempertimbangkan keadaan


karakteristik siswa dan bahasa yang mudah dipahami, sehingga dapat digunakan oleh semua

5
orang (observer) dalam kegiatan pembelajaran pada semua materi. Berikut adalah desain
modifikasi rubrik kemampuan berkolaborasi.

D. Permasalahan Keterampilan Kolaborasi

Keterampilan kolaboratif dan metakognitif menjadi suatu keterampilan yang harus


dimiliki oleh siswa agar tidak tertinggal dalam kemajuan jaman dan pendidikan saat ini. Sato
(2013:26) dalam Purwaaktari (2015) mengemukakan bahwa pembelajaran kolaboratif adalah
hubungan saling belajar, yaitu pembelajaran yang berangkat dari pertanyaan siswa yang tidak
paham “Bagaimana mengerjakan bagian ini?”, dan siswa yang paham dan yang tidak paham
mendapatkan manfaat dan terjadi hubungan timbal balik. Jadi, dalam pembelajaran

6
kolaboratif, siswa dapat saling belajar untuk meningkatkan pemahaman mereka.
Collaborative learning mengedepankan kedekatan sosial yang dapat mengembangkan
pengetahuan dan pemahaman siswa (Purwaaktari, 2015). Kolaboratif tentu tidak terlepas dari
pembelajaran yang bersifat kooperatif. (Anantyarta, Listya, & Sari, 2017)

Berdasarkan pengertian dari keterampilan berkolaborasi dapat diketahui bahwa


keterampilan kolaborasi membutuhkan dua subjek yang saling bekerjasama agar tujuan
pembelajaran dapat tercapai. Dua subjek tersebut bisa antar siswa ataupun guru dengan
siswanya. Rendahnya keterampilan kolaborasi pada Abad 21 ini dikhawatirkan akan
menyebabkan rendahnya kualitas pendidikan Indonesia. Adapun beberapa masalah terkait
keterampilan kolaborasi adlah sebagai berikut :

1. Hubungan kolaborasi siswa dengan siswa


Siswa dengan latar belakang yang beragam dapat memunculkan sikap dan karakter yang
berbeda-beda. Sikap dan karakter yang berbeda dapat menimbulkan berbagi permasalahan
diantaranya :
1) Banyak siswa yang pendiam kurang tergerak aktif untuk mencari informasi dari
sumber lain atau temannya. Siswa yang pendiam cenderung berperilaku pasif
2) siswa cenderung hanya duduk, mendengarkan, dan mencatat apa yang
disampaikan oleh guru dan tidak dapat berdiskusi dengan teman sekelompoknya,
3) siswa yang aktif mengemukakan pendapat terbatas pada beberapa anak saja
sehingga informasi hasil diskusi tidak dapat diketahui oleh semua siswa
4) siswa kurang menghargai ketika ada teman yang mengemukakan pendapat yang
berbeda
5) dalam kelompok, banyak ditemukan siswa yang hanya menggantungkan diri
kepada siswa lainnya saat mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru,
6) Terbentuknya beberapa kelompok bermain (grup) dalam satu kelas, ada kelompok
bermain (grup) yang diam dan ada kelompok bermain (grup) yang vokal (banyak
bicara). (Khanifah, Nur, 2016)
2. Hubungan kolaborasi guru dengan siswa
Permasalahan kurangnya kolaborasi dengan siswa dengan siswa juga dapat disebabkan
oleh guru yang kurang mampu mengelola kelas dengan baik, seperti guru masih
menganut pembelajaran teacher centered, ataupun menggunakan metode yang tidak
menuntut siswa untuk berdiskusi ataupun bekerjasama dengan siswa lainnya.
1) guru masih cenderung mendominasi kegiatan pembelajaran,

7
2) guru hanya sebatas menggunakan papan tulis tidak menggunakan media
pembelajaran lainnya yang relevan untuk menunjang kegiatan pembelajaran
3) guru belum memberikan reward kepada siswa yang aktif berpartisipasi dalam
kegiatan pembelajaran,
4) dalam pembelajaran, guru belum mengembangkan berbagai keterampilan siswa
yang berhubungan dengan interaksi sosial sesama teman atau disebut
keterampilan sosial
5) Selain menerapkan metode ceramah, guru juga menerapkan kegiatan
pembelajaran berkelompok namun tidak sepenuhnya berhasil. (Khanifah, Nur,
2016)

E. Solusi Permasalahan Miskonsepsi

Berikut sejumlah strategi yang diajukan oleh Hassoubah (2004)untuk membantu tim
memfokuskan pada tugas pokok yang harus dikerjakannya:

1. Membagikan secara tertulis petunjuk pelaksanaan kegiatan yang dikerjakan oleh tim.
Petunjuk itu dibuat detail agar peserta diklat tidak mengalami kebingungan dalam
melaksaparaturannya. Dengan cara demikian, peserta diklat tidak hanya menyandarkan pada
ingatan semata atau catatan-catatan yang dibuat tiap anggota tim.

2. Membuat schedule untuk penyelesaian tugas sementara yang di dalamnya meliputi :


tanggal penyelesaian kegiatan, kartu catatan, dangaris besar penyusunan laporan. Jika
schedule telah disusun, misalnya untuk melaksaparaturan riset perpustakaan , melakukan
berbagai keterampilan di kelas yang berbeda bersama widyaiswara dari disiplinlmu yang
berbeda, atau melakukan pertemuan di tempat lain di luar kelas,semua itu harus dicantumkan
di dalam schedule.

3. Mendiskusikan dengan peserta diklat dan memberikan fotokopi lembaran evaluasi yang
dapat digunakan untuk menilai aspek-aspek kegiatantim. Ini berguna untuk membantu
peserta diklat memahami bagaimana menyelesaikan kegiatannya dengan baik dan benar.

4. Mengusahakan setiap anggota tim memiliki buku catatan kegiatan yang dibagi ke dalam
bagian-bagian guna mengorganisasikan kegiatan yang harus diselesaikan. Lembaran tugas,
petunjuk pelaksanaan kegiatan, dan schedule kegiatan harus dilekatkan di bagian depan buku
catatan peserta diklat

8
Pembagian tanggungjawab yang dilakukan oleh widyaiswara secara kurang bijaksana
dapat mengurangi keberhasilan pola kerja kolaborasi. Seringkali orang berpendapat bahwa
pembagian kerja anggota tim sebaiknya didasarkan pada penguasaan keterampilan yang telah
dimiliki sebelumnya. Misalnya, suatu tim yang beranggotakan tiga orang, dimana satu orang
mahir dalam mengoperasikan komputer, satu orang lagi memiliki kelebihan dalam
melakukan riset, dan seorang lagi memiliki kelebihan dalam menyusun laporan kegiatan.
Kedengarannya memang ideal jika pembagian tugas disesuaikan dengan penguasaan yang
telah dimiliki tiap anggota tim tersebut.
Menurut Davis dalam Dahar (1998), pembagian tugas semacam itu sesungguhnya
mengandung kelemahan serius karena peserta diklat tidak terlatih menguasai dan
menyelesaikan pekerjaan dalam lingkup yang lebih luas yang sebenarnya dituntut secara
kompetitif maparaturala nanti sudah memasuki dunia kerja. Akibatnya, peserta diklat
menyimpan kelemahan dan keterbatasan kesempatan untuk memperoleh atau meningkatkan
kompetensi lainnya yang juga penting. Atas dasar itu, Davis menyarankan bahwa untuk
mencapai hasil maksimal dalam bekerja secara kolaboratif seharusnya setiap anggota tim
menerima tanggungjawab tidak hanya pada tugas-tugas yang mereka sudah memiliki
keterampilan atau penguasaan, melainkan juga pada tugas-tugas yang belum mereka kuasai
sambil belajar dan meningkatkan keterampilannya selama menyelesaikan kegiatan dengan
anggota timnya.

9
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa keterampilan kolaborasi
merupakan salah satu strategi pembelejaran yang digunakan untuk meningkatkan hasil
belajar. Dalam strategi tersebut lebih memfokuskan bagaimana memaksimalkan
partisipasi dan keaktifan dalam pembelajaranserta bagaimana siswa dapat mengkonstruksi
sendiri ilmu pengetahuan untuk menjadi miliknya.
Dalam strategi ini, peran guru cenderung menjadi fasilitator, motivator, dan membimbing
menemukan alternatif pemencahan bila terjadi siswa mengalami kesulitan belajar. Model-
model keterampilan kolaborasi dapat berjalan efektif, apabila guru mampu membuat
perencanaan pembelajaran yang baik, meliputi persiapan bahan ajar, skenario kegiatan
pembelajaran dan pengaturan kelompok secara konsekuen.
B. Saran
Diperlukan upaya dari berbagai pihak untuk mengatasi rendahnya
keterampilan kolaborasi pada siswa. Siswa perlu dikondisikan belajar mandiri secara
kelompok melalui kerja-sama dan perlu dilakukan suatu penelitian tindakan kelas
(action research) tentang pengaruh tipe model pembelajaran cooperative learning
terhadap peningkatan prestasi belajar siswa
 

10
DAFTAR PUSTAKA

Anantyarta, P., Listya, R., & Sari, I. (2017). Melalui Multimedia Berbasis Means Ends
Analysis Collaborative And Metacognitive Skills Through Multimedia Means Ends
Analysis Based, 2, 33–43.
Fitri, F., & et all. (2018). The Effectiveness of Guided Inquiry Strategy on Students’
Collaborative . Journal , 144 - 150.

Hermawan, Siahaan, P., Suhendi, E., Kaniawati, I., Samsudin, A., Setyadin, A.H., & Hidayat,
A.R. (2017). Desain Rubrik Kemampuan Berkolaborasi Siswa SMP dalam Materi
Pemantulan Cahaya. Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika. 3(2):
167-174

Lai, E., DiCerbo, K., & Foltz, P. (2017). Skills for Today:What We Know about Teaching
and Assessing Collaboration. Pearson.

Purwaaktari, E. (2015). Pengaruh Model Collaborative Learning Terhadap Kemampuan


Pemecahan Masalah Matematika dan Sikap Sosial Siswa Kelas V SD Jarakan Sewon
Bantul. Jurnal Penelitian Ilmu Pendidikan 8(1),, 95-111.

Trilling, B., and Fadel, C. (2009). 21st Century Skills: Learning for Life in Our Times. San
Francisco: CA.

Khanifah, Nur, L. (2016). Pengaruh Penggunaan Model Project Based Learning Dan
Keterampilan Kolaborasi Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas Iv Madrasah Ibtidaiyah
Pada Tema Cita-Citaku. Repository Universitas Islam Darul Ulum, 138–155.

11

Anda mungkin juga menyukai