Anda di halaman 1dari 49

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Abad ke-21 dikenal dengan masa industri “industrial age” dan juga masa
pengetahuan “Knowledge age” dalam hal ini semua upaya pemahiran
keterampilan melalui pembiasaan diri dan juga pemenuhan kebutuhan hidup
dalam berbagai hal didasari dengan pengetahuan.(Hanifa Mardhiyah et al., 2021)
Abad ke-21 baru berjalan satu dekade, namun dalam dunia pendidikan sudah
dirasakan adanya pergeseran, dan bahkan perubahan yang bersifat mendasar pada
tataran filsafat, arah serta tujuannya. (Etistika Yuni Wijaya et al., 2016)
Hal ini sejalan dengan karakteristik skills masyarakat abad ke-21 yang
dipublikasikan oleh Partnership of 21st Century Skill mengidentifikasikan bahwa
pembelajaran pada abad ke-21 harus mampu mengembangkan keterampilan
kompetitif yang diperlukan pada abad ke-21 yang berfokus pada pengembangan
keterampilan abad 21, seperti(criticalthinking, and problem solving, creative and
inovation thinking, communication, dan collaboration. Ke empat keterampilan
tersebut biasa dikenal dengan sebutan ketrampilan abad 21 yaitu 4C.(Prihadi,
2018)
Keterampilan abad 21 yang pertama, Critical Thinking, Johnson
mengemukakan bahwa tujuan sesorang berpikir kritis ialah untuk mencapai
pemahaman yang lebih dalam. Sehingga berbagai pertanyaan akan timbul untuk
dapat menemukan sebab dan akibat yang terjadi. Dengan keterampilan berpikir
kritis yang diterapkan kepada peserta didik, maka mereka akan belajar untuk
menemukan penyeleseian permasalahan yang dihadapi. (Prihadi, 2018). Hasil
Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) tahun 2019 juga
menyebutkan keterampilan berpikir kritis siswa Indonesia masih rendah.
Kemampuan siswa-siswi Indonesia dalam mengerjakan soal-soal dengan domain
bernalar juga menunjukkan kemampuan yang masih sangat minim.. (Azizah et al.,
2018)

1
Collaboration (kolaborasi) Keterampilan kolaborasi adalah proses belajar
yang diterapkan secara bersama-sama untuk menyatukan perbedaan pendapat
serta pemikiran untuk medengarkan saran dalam diskusi kelompok maupun kelas
dan mendukung satu sama lain (Juliyantika & Batubara, 2022) Berkaitan dengan
hal tersebut, hasil penelitian PISA (Programme for International Students
Assessment), menyatakan bahwa keterampilan kolaborasi merupakan
keterampilan yang penting untuk mendorong keberhasilan seseorang dan juga
dapat meningkatkan aspek sosial. (Nadhiroh & Trilisiana, 2020) berdasarkan
observasi di MI Nurul Hidayah Kota Jambi keterampilan ini sudah diterapkan
dengan baik, mulai dengan guru yang memberikan tugas kelompok pembelajaran
tematik, piket kelas dan lain sebagainya

Comunication (komunikasi), Komunikasi dapat dimaknai sebagai proses


seseorang maupun kelompok orang menciptakan serta menggunakan sejumlah
informasi agar saling terhubung dengan lingkungan sekitar (Prihadi, 2018),
Memasuki abad 21 yang sarat teknologi tidak menjadikan siswa lebih kreatif dan
berdaya saing akan tetapi melemahkan keterampilan komunikasi siswa. Penelitian
Weaver & Pier diperkuat oleh survey yang dilakukan NACE (National
Association of Colleges and Employeers) pada tahun 2019 mengindikasikan
bahwa sebanyak 67,5% siswa memiliki keterampilan komunikasi yang rendah.
Rendahnya keterampilan komunikasi dapat berpengaruh pada kemampuan
memproses informasi, kesulitan mengintegrasikan pikiran dan ucapan, dan
kesulitan beradaptasi dengan lingkungan.

Creativity Thinking (berpikir kreatif), Menurut Bayanie


(2012:2) kreativitas yaitu potensi yang penting bagi diri anak. Melalui kreativitas,
ia mampu memecahkan masalah yang dihadapinya secara efektif dan efisien
nantinya mereka memiliki kemungkinan untuk sukses dimasa yang akan
dating,selain itukreatif juga dapat di artikan proses berpikir dalam menemukan
ide, gagasan inovatif, memiliki daya guna dan dapat dipahami. Proses berpikir ini
juga dapat digunakan dalam proses pemecahan masalah selain menghasilkan
produk. (Kumalasani & Kusumaningtyas, 2022)

2
Berdasarkan data PISA pada tahun 2018 lagi-lagi menempatkan siswa
Indonesia di jajaran nilai terendah terhadap pengukuran membaca, matematika,
dan sains. Pada kategori kemampuan membaca, Indonesia menempati peringkat
ke-6 dari bawah (74) dengan skor rata- rata 371. lalu pada kategori matematika,
Indonesia berada di peringkat ke-7 dari bawah (73) dengan skor rata-rata 379.
Sementara pada kategori kinerja sains, Indonesia berada di peringkat ke-9 dari
bawah (71), yakni dengan rata-rata skor 396. Hal tersebut telah membuktikan
bahwa prestasi belajar matematika di Indonesia masih sangat rendah, yang
disebabkan oleh rendahnya kreativitas dalam proses pembelajaran.(Rohayu et al.,
2021)

Dari ke empat data keterampilan abad 21 diatas dapat kita lihat tanpa
pengimplementasian 4C pada pembelajaran tematik, kemampuan peserta didik
tidak dapat direalisasikan dengan baik, siswa tidak dapat menyampaikan gagasan
atau ide idenya baik secara lisan maupun tulisan. Hal ini karena keterampilan abad
21 saling berhubungan dengan pembelajaran tematik dan dan sangat mendukung
proses belajar mengajar yang berfokus pada K13. Dengan keterampilan abad 21
siswa mampu mengembangkan ktreativitas, mampu memecahkan masalah,
mampu berkolaborasi, dan berpikir kritis.

Oleh karena itu peneliti tertarik dan memilih judul ini karena
keterampilan abad 21 merupakan pembelajaran yang masih banyak belum
diterapkan oleh guru meskipun sekolah tersebut sudah menerapkan K13 serta
sudah banyak penelitian yang mengkaji abad 21 namun masing masing memiliki
karakteristik tersendiri. Untuk itu peneliti akan melakukan penelitian dengan
mengambil lokasi di MI Nurul Hidayah Kota Jambi karena berdasarkan
obeservasi di MI tersebut, peneliti melihat madrasah tersebut menerapkan
kurikulum 2013 dan pembelajaran yang merujuk pada pengimplementasian abad
21. Yang mana penelitian ini akan digunakan sebagai penelitian skripsi dengan
judul IMPLEMENTASI KETERAMPILAN ABAD 21 DALAM PEMBELAJARAN
TEMATIK KELAS VI MADRASAH IBTIDAIYAH NURUL HIDAYAH KOTA
JAMBI

3
B. Fokus Permasalahan
1. Proses pembelajaran tematik dengan mengimplementasikan keterampilan
abad 21 pada pembelajaran tematik kelas VI di MI Nurul Hidayah Kota
Jambi
2. Faktor yang mempengaruhi implementasi keterampilan abad 21 pada
pembelajaran tematik kelas VI di MI Nurul Hidayah Kota Jambi
3. Upaya mengatasi permasalahan dalam mengimplementasikan keterampilan
abad 21 pada pembelajaran tematik kelas VI di MI Nurul Hidayah Kota
Jambi

C. Rumusan Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang peneliti jabarkan diatas, maka rumusan
permasalahan ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana implementasi keterampilan abad 21 pada pembelajaran
tematik kelas VI di MI Nurul Hidayah Kota Jambi?
2. Apa saja faktor yang mempengaruhi implementasi keterampilan abad 21
pada pembelajaran tematik kelas VI di MI Nurul Hidayah Kota Jambi?
3. Apa saja upaya dalam mengatasi permasalahan dalam meng
implementasikan keterampilan abad 21 pada pembelajaran tematik kelas
VI di MI Nurul Hidayah Kota Jambi?

D. Tujuan Penelitian
1. Mendeskripsikan implementasi keterampilan abad 21 pada pembelajaran
tematik kelas VI di MI Nurul Kota Hidayah Jambi
2. Mendeskripsikan faktor faktor yang mempengaruhi implementasi
keterampilan abad 21 pada pembelajaran tematik kelas VI di MI Nurul
Hidayah Kota Jambi?
3. Mendeskripsikan upaya yang dilakukan dalam mengatasi permasalahan
implementasi keterampilan abad 21 MI Nurul Hidayah Kota Jambi?

4
E. Manfaat Penelitian
1. Secara teoritis
a. Diharapkan peneliti dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi
para guru dan calon guru khususnya guru SD/MI dalam
mempersiapkan keterampilan abad 21
b. Memberikan kontribusi pemikiran kepada MI Nurul Hidayah Kota
Jambi dalam mengimplementasikan berbagai hal yang terkait dengan
proses keterampilan pembelajaran abad 21 kepada peserta didik dan
juga guru MI Nurul Hidayah Kota Jambi
c. Memberikan khazanah keilmuan dalam dunia pendidikan
d. Bagi Guru Kelas VI MI Nurul Hidayah Kota Jambi, menambah
wawasan dan pengetahuan dalam implementasi pembelajaran abad 21
dalam proses pembelajaran tematik kelas VI.
e. Bagi penulis, dapat memperoleh pengalaman dan pengetahuan secara
langsung tentang implementasi pembelajaran abad 21 baik dalam
proses, kendala,dan juga upaya.
2. Secara Praktis
a. Bagi penulis digunakan sebagai penyelesaian tugas akhir.
b. Bagi penulis, sebagai salah satu syarat dalam memperoleh gelar
Sarjana Strata Satu

5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN STUDI RELEVAN

A. Kajian Pustaka
1. Pengertian Implementasi
Menurut Rimaru (dalam Rita Prima Bendriyanti dan Leni
Natalia Zulita, 2012), implementasi merupakan suatu proses mendapatkan
suatu hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran kebijakan itu sendiri.
Dimana pelaksana kebijakan melakukan suatu aktivitas atau kegiatan
(Irawan & Simargolang, 2018)
2. Abad 21
Abad 21 disebut sebagai abad pengetahuan,pada abad 21 ini
ditandai dengan berkembangnya teknologi dan informasi yang cukup pesat
dalam segala aspek kehidupan,akibatnya pada abad ini mengalami
perubahan perubahan yang cukup sigifikan dalam berbagai bidang
kehidupan. Abad 21 ini memiliki tuntutan yang sangat tinggi untuk
menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas,tututan ini
menyebabkan perubahan dalam tata kehidupan manusia diabad 21,
sehingga manusia diabad 21 ini dituntut untuk memiliki keterampilan yang
berinovasi dan berkarakteristik. Menurut pendapat ahli revolusi industry
4.0 juga disebut sebagai revolusi industry yang akan mengubah pola dan
relasi antar manusia dan mesin. (Hanifa Mardhiyah et al., 2021)
Oleh karena itu untuk menghadapi berbagai tantangan dan
tuntutan pada abad global saat ini perlunya pembelajaran dan praktek di
abad 21 untuk mempersiapkan generasi abad 21 yang berkualitas.
3. Keterampilan Abad 21
a. Pengertian Keterampilan Abad 21
“Keterampilan abad ke-21 merupakan serangkaian kecakapan
yang harus dimiliki seseorang dalam menghadapi tantangan abad ke-
21, jenis-jenis kecakapan ini sangat beragam. Menurut Partnership for
21st Century Skills (P21) Keterampilan abad ke-21 bersifat lebih

6
internasional, multikultural, dan saling berhubungan. Teknologi dan
informasi telah mengubah cara kita belajar, sifat pekerjaan yang dapat
dilakukan, dan makna hubungan sosial. mengidentifikasi kecakapan
abad ke-21 menjadi beberapa aspek, yaitu life and career skills,
learning and innovation skills-4C, information, media, and technology
skills. Diantara ketiga aspek tersebut, aspek learning and innovation
skills 4C merupakan aspek yang penting dikuasai oleh peserta didik.
(Saputra, 2019)
Aspek ini meliputi Critical Thinking (Berfikir Kritis),),
Collaboration (Kolaborasi), Creativity (Kreativitas) Communication
(Komunikasi) dan kemudian dikenal dan disingkat menjadi 4Cs.
Keterampilan tersebut merupakan keterampilan yang harus dimiliki
pada abad 21. (Achmad Ali Fikri, 2021)

4. Critical Thinking (Berfikir Kritis)


a. Keterampilan Berpikir Kritis
Kata kritis berasal dari Bahasa Yunani, yaitu critikos dengan arti
yang membedakan. Kata kritis diturunkan dari Bahasa Yunani Kuno
krites yang artinya orang yang memberikan pendapat, beralasan
dengan analisis atau dengan pertimbangan atau dengan pengamatan.
Secara etimologi, berpikir kritis mengandung makna suatu kegiatan
mental yang dilakukan seseorang untuk dapat memberikan
pertimbangan dengan menggunakan ukuran atau dengan standar
tertentu. (Wong Lieung, 2019)
Krulik dan Rudnik mendefinisikan berpikir kritis adalah
berpikir yang menguji, menghubungkan, dan mengevaluasi semua
aspek dari situasi masalah. termasuk di dalam berpikir kritis adalah
mengelompokan, mengorganisasikan, mengingat, dan menganalisis
informasi. Berpikir kritis juga dapat didefinisikan sebagai pemikiran
yang masuk akal dan reflektif yang berfokus untuk memutuskan apa
yang mesti dipercaya atau dilakukan . Namun dari sekian banyak

7
pendapat, para ahli sepakat bahwa berpikir kritis itu adalah sebuah
kebiasaan untuk bisa membuka diri untuk menganalisis, mensintesis,
dan mengevaluasi informasi untuk memecahkan sebuah permasalahan
(Mahanal, 2017)
Selain itu alasan pentingnya keterampilan berpikir kritis bagi
siswa Sekolah Dasar adalah untuk menghadapi dan menyikapi ledakan
informasi di era digital, membangun kualitas berpikir, sikap ketelitian
dan berpikir rasional di dalam diri siswa, mengembangkan
kemampuan siswa dalam berpikir logis, mengorganisasi masalah, dan
memecahkan berbagai jenis masalah. (Juliyantika & Batubara, 2022)
Berdasarkan kajian terhadap beberapa judul penelitian di
Indonesia, ditemukan fakta bahwa kemampuan berpikir kritis siswa
sekolah dasar masih cukup rencah. Hal tersebut ditunjukkan dengan
banyaknya penelitian yang berupaya meningkatkan kemampuan
berpikir kritis pada siswa tingkat sekolah dasar.
Penelitian Maulana (2013) memberikan gambaran betapa
pentingnya mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi yang
terfokus pada kemampuan berpikir kritis dan kreatif. Dalam penelitian
tersebut dijelaskan cara seseorang menghadapi dan mencari solusi
terbaik bagi segala persoalan yang ada. Keterampilan berpikir kritis
harus mulai ditanamkan sejak dini. Dalam hal ini, sekolah dasar
menjadi titik awal dalam penanaman sikap dan keterampilan berpikir
kritis.(Wong Lieung, 2019)
Oleh karena itu pentingnya seseorang memiliki keterampilan
berpikir kritis menciptakan tuntutan baru bagi dunia pendidikan.
Lembaga pendidikan memiliki tugas untuk dapat mengembangkan
kemampuan berpikir kritis sejak dini. Sekolah sebagai lembaga
pendidikan formal perlu megupayakan berbagai cara dan pendekatan
dalam kegiatan pembelajaran untuk dapat mewujudkan harapan serta
tuntutan perubahan zaman.

8
b. Karakteristik Berpikir Kritis
Terdapat 4karakteristik berpikir secara kritis yaitu (Lubis et al., 2022):
1) Berpikir secara kritis diartikan sebagai sebuah proses dan bukan
hasil final, sehingga jalannya prosedur berpikir kritis melalui
posedur bertanya secara berkesinambungan berkenaan dengan
pendapat berdasrkan sebuah argumen, hingga orang tersebut dapat
memahami suatu konteks permasalahan.
2) Berpikir kritis merupakan suatu aktivitas produktif dan positif,
sehingga orang yang berpikir krtitis akan menemukan bermacam
kemungkinan serta pilihan lain, hingga mengantisipasi konsekuensi
dari tindakan yang dilakukannya.
3) Berpikir secara kritis mempunyai aspek emosional dan juga aspek
rasional.
4) Berpikir secara kritis didasarkan pada fleksibilitas, rasa ingin tahu,
keraguan, dan kejujuran.

c. Unsur Dasar Berpikir Kritis


Keenam unsur dasar berpikir kritis ini dapat di padukan menjadi satu
kata yang dikenal dengan FRISCO dan dapat diuraikan sebagai berikut
(Wasahua, 2022):
1) Focus (fokus), adalah memusatkan perhatian pada informasi yang
menggambarkan suatu isu, pertanyan, atau masalah. ”Informasi
apa yang terdapat pada masalah?”, Apa yang ditanyakan?”, dan
”Apa yang ingin dibuktikan?”. Fokus sangat tegantung pada
bagaimana orang tersebut menggunakan penalarannya dan
menarik kesimpulan dari suatu masalah. Tanpa dapat memusatkan
perhatian pada masalah atau pertanyaan, maka dipastikan orang
tersebut tidak akan dapat memecahkan masalah.
2) Reason (argumentasi atau alasan), adalah alasan-alasan atau
pertimbangan untuk menarik suatu kesimpulan. Dalam
menggunakan alasan/argumentasinya seorang siswa harus

9
menggunakan bukti-bukti yang mendukung terhadap penarikan
sebuah kesimpulan.
3) Inference (penyimpulan), dalam menarik sebuah kesimpulan maka
harus dilihat apakah alasan atau pertimbangan yang dikemukakan
tersebut dapat diterima atau tidak. Di dalam menarik kesimpulan
ada dua macam kesimpulan yang dipakai, yaitu kesimpulan
sebagai. proses (langkah) dan kesimpulan sebagai hasil (produk).
Kesimpulan sebagai langkah adalah mencari bukti-bukti yang
diajukan untuk memecahkan suatu masalah atau harus
menggunakan langkah-langkah lain yang berbeda. Kesimpulan
sebagai suatu hasil atau produk adalah apakah alasan atau
pertimbangan tersebut dapat diterima atau tidak.
4) Situation (menghubungkan masalah dengan situasi sehari-hari),
ketika pemikiran dipusatkan pada pengambilan keputusan, maka
hal-hal yang berhubungan dengan masalah terutama yang
berhubungan dengan kehidupan sehari-hari, akan memberikan arti
atau mempermudah seseorang untuk mengambil suatu keputusan.
5) Clarity (kejelasan), Kejelasan adalah menjelaskan hasil dari
penarikan kesimpulan. Menjelaskan ”Apa yang dimaksud”, ”Apa
yang ditanyakan”, ”Bagaimana caranya”, dan ”Dapatkah
menggunakan cara lain”.
6) Overview (mengecek kembali hasil), mengecek kembali yang
didapatkan. Pada langkah ini meminta siswa untuk memeriksa
kembali apakah yang sudah ditemukan, diputuskan,
dipertimbangkan, dijelaskan, dan kesimpulan yang diambil sudah
benar atau masih terdapat kesalahan didalamnya. Dari keenam
unsur dasar dalam berpikir kritis FRISCO yang telah
dikemukakan, sangatlah berkaitan erat dan saling mendukung
antara unsur yang satu dengan yang lainnya, sehingga satu sama
lainnya tidak dapat dipisahkan.

10
d. Indikator Berpikir Kritis
Wade didalam jurnal yang bejudul Analisis Kemampuan Berpikir
Kritis Siswa kelas VI Cipete mengidentifikasi delapan karakteristik
berpikir kritis, meliputi (Magdalena et al., 2020):
1) Kegiatan merumuskan pertanyaan,
2) Membatasi permasalahan,
3) Menguji data-data,
4) Menganalisis berbagai pendapat dan bias,
5) Menghindari pertimbangan yang sangat emosional,
6) Menghindari penyederhanaan berlebihan,
7) Mempertimbangkan berbagai interpretasi, dan
8) Mentoleransi ambiguitas

e. Faktor Faktor Berpikir Kritis


Faktor yang mendukung kemampuan berpikir secara kritis siswa
yaitu adanya fasilitas sekolah yang memadai mulai dari lingkungan
hingga pemakaian media pembelajaran yang diberikan oleh guru,
dengan adanya media dan lingkungan sekolah yang mendukung akan
memudahkan siswa berpikir kritis gunasolusi dari permasalahan yang
sedang dipelajarinya. Selain faktor dalam diri siswa juga dapat
mendukung kemampuan berpikir kritisnya, hal ini dapat dilakukan
guru dengan memberi semangat kepada siswa agar siswa merasa
tertarik dengan pembelajaran yang dilakukannya. Kurikulum 2013
dapat menjadi faktor pendukung lainnya bagi siswa guna
memaksimalkan kemampuan berpikir kritis, hal ini karena kurikulum
2013 menggunakan pendekatan ilmiah serta pembelajaran yang
berpusat pada siswa.(Juliyantika & Batubara, 2022)

11
f. Langkah langkah Mengembangkan Keterampilan Kritis
terdapat tujuh langkah untuk mengembangkan kemampuan berpikir
kritis siswa guna mendapatkan pemahaman yang tinggi yaitu
(Mahanal, 2017) :
1) Questions at issue, yaitu siswa dapat menjelaskan suatu
permasalahan dalam soal.
2) Purpose, siswa dapat mengungkapkan tujuan yang dicapai.
3) Information, siswa dapat mengetahui masalah yang diberikan.
4) Concepts, siswa dapat mengerti langkah yang digunakan untuk
menyelesaikan suatu permasalahan.
5) Assumtions, siswa dapat menemukan langkah apa yang dapat
dilakukan guna menyelesaikan suatu permasalahan.
6) Points of view, siswa dapat membuat langkah sistematika guna
menyelesaikan permasalahan.
7) Interpretation and inference, siswa dapat membuat simpulan hasil
berdasarkan langkah yang ditempuh guna menyelesaikan masalah

5. Collaboration (Kolaborasi),
a. Keterampilan Kolaborasi
Menurut (Ahmad, 2018; Da Fonte & Barton-Arwood, 2017;
Davis et al., 2018; Dooley & SextonFinck, 2017) keterampilan
kolaborasi adalah keterampilan bekerja sama antara dua atau lebih
siswa untuk menyelesaikan suatu permasalahan dnegan berbagi
tanggung jawab, akuntabilitas, terorganisisr dan peran utnk mencapai
pemahaman bersama tentang masalah dan solusinya. Senada dengan
pendapat di atas (Tuti & Mawardi ) keterampilan kolaborasi adalah
proses belajar kelompok yang setiap aggotanya menyumbangkan
informasih, pengalaman, ide, sikap, pendapat, kemampuan, dan
keterampilan yang dimilikinya untuk secara bersama-sama saling
meningkatkan pemahaman seluruh anggota. (Nurwahidah et al., 2021)
Kolaborasi adalah suatu proses bekerjasama, berkoordinasi, dan

12
mengandung unsur ketergantungan yang positif dalam suatu kelompok
yang mengarah pada tujuan bersama yang hendak dicapai. Sedangkan
pengertian keterampilan kolaborasi adalah suatu kemampuan dalam
melakukan tukar pikiran atau gagasan dan juga perasaan antarsiswa
pada tingkatan yang sama, selanjutnya (Keterampilan kolaborasi wajib
dimiliki siswa sebagai keterampilan hidup (life skill) karena dapat
membantu siswa mengembangkan pentingnya dimensi sosial dan
pribadi seorang siswa.(Fahmi et al., 2020)
Dapat disimpulkan beberapa pendapat yang dikemukan oleh
para ahli di atas, bahwa keterampilan kolaborasi adalah proses
pembelajaran yang dilakukan dalam bentuk tim/kelompok untuk saling
bertukar pikiran, menyalurkan pendapat dan saling bekerja sama untuk
mencapai suatu hasil atau tujuan bersama yang diinginkan.
Dalam sejarah tercatat beberapa hasil kolaborasi sangat besar
pengaruhnya, misalnya negara Amerika Serikat, pernah menjadi negara
jajahan Inggris karena adanya perang saudara di negara tersebut, namun
dengan adanya kolaborasi dari tokoh-tokoh semacam George
Washington, Thomas Jefferson dkk yang bekerja secara kolaborasi
dengan tokoh-tokoh masyarakat, maka lahirlah bangsa Amerika pada 4
Juli 1776, dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia tercatat ada jiwa
besar, tenggang rasa dan toleransi yang tinggi dari para tokoh muslim
yang tergabung dalam PPKI, yang merubah dan menghilangkan tujuh
kata yang ada pada Sila Pertama Pancasila, karena mereka menghargai
pendapat tokohtokoh non muslim, bahwa Indonesia bukan milik
muslim semata tetapi menjadi milik bersama seluruh bangsa tanpa
membedakan suku, agama, ras dan golongan. (Apriono, 2013)

a. Tiga Komponen Berkolaborasi


Seseorang dikatakan memiliki kemampuan berkolaborasi, bila
memenuhi tiga komponen kemampuan berkolaborasi (tiga dimensi
kolaborasi) yaitu (Putu Arnyana, 2007):

13
1) menunjukkan kemampuan bekerja secara efektif dan menghargai
keberagaman anggota tim;
2) Menunjukan fleksibilitas dan kemauan untuk menerima pendapat
orang lain dalam mencapai tujuan bersama, dan
3) mengemban tanggung jawab bersama dalam bekerja kolaboratif dan
menghargai kontribusi setiap anggota tim

b. Indikator Kolaborasi
Table 1
(Fahmi et al., 2020)
No Indikator Aspek yang diamati

1 Saling ketergantungan  Mengerjakan atas dasar bagi tugas dan


yang positif saling ketergantungan dibanding
mengerjakan sendiri
 Menggunakan sumber belajar (internet
atau buku) dalam mengerjakan tugas

2 Interaksi tatap muka  Tidak memisahkan diri dengan teman


sekelompok
 Bermain handphone (membuka
youtube atau bermain game) saat
kerja kelompok

3 Akuntabilitas dan  Ikut bertanggung jawab terhadap


tanggung jawab selesainya tugas tepat waktu
personal individu  Berusaha maksimal dalam
mengerjakan tugas yang diberikan
dengan tepat waktu

4 Keterampilan  Berdiskusi dengan teman sekelompok

14
komunikasi dalam melaksanakan tugas
 Bertanya kepada teman ketika
menemukan masalah
5 Keterampilan bekerja  Ikut aktif menyelesaikan tugas ▪
dalam kelompok Menyelesaikan tugas sesuai dengan
SOP

c. Langkah-langkah Pembelajaran Kolaboratif. (Suryani, 2016)


a) Para siswa dalam kelompok menetapkan tujuan belajar dan
membagi tugas sendiri-sendiri
b) Semua siswa dalam kelompok membaca, berdiskusi, dan menulis.
c) Kelompok kolaboratif bekerja secara bersinergi mengidentifikasi,
mendemontrasikan, meneliti, menganalisis, dan memformulasikan
jawabanjawaban tugas atau masalah dalam LKS atau masalah yang
ditemukan sendiri.
d) Setelah kelompok kolaboratif menyepakati hasil pemecahan
masalah, masingmasing siswa menulis laporan sendiri-sendiri
secara lengkap.
e) Guru menunjuk salah satu kelompok secara acak (selanjutnya
diupayakan agar semua kelompok dapat giliran ke depan) untuk
melakukan presentasi hasil diskusi kelompok kolaboratifnya di
depan kelas, siswa pada kelompok lain mengamati, mencermati,
membandingkan hasil presentasi tersebut, dan menanggapi.
Kegitan ini dilakukan selama lebih kurang 20-30 menit.
f) Masing-masing siswa dalam kelompok kolaboratif melakukan
elaborasi, inferensi, dan revisi (bila diperlukan) terhadap laporan
yang akan dikumpulan.
g) Laporan masing-masing siswa terhadap tugas-tugas yang telah
dikumpulkan, disusun perkelompok kolaboratif.
h) Laporan siswa dikoreksi, dikomentari, dinilai, dikembalikan pada
pertemuan berikutnya, dan didiskusikan.

15
d. Faktor yang Mempengaruhi Keterampilan Kolaborasi Siswa
Terdapat keterampilan yang mempengaruhi keberhasilan sebuah usaha
kolaboratif yang dilakukan oleh siswa, keterampilan tersebut terbagi ke
dalam empat tingkatan (Fahmi et al., 2020), yaitu;
1) Forming (membentuk), yaitu keterampilan paling dasar dan dimiliki
untuk menciptakan kelompok pembelajaran yang kooperatif.
2) Functioning (memfungsikan), yaitu keterampilan siswa dalam
mengelola kegiatan kelompok atau menyelesaikan tugas dan
menjaga hubungan kerja antarsiswa agar efektif.
3) Formulating (merumuskan), yaitu keterampilan untuk membangun
konsep dan pemahaman siswa terhadap materi yang diajarkan untuk
memacu penggunaan cara atau strategi penalaran tingkat tinggi,
serta memaksimalkan penguasaan suatu materi yang diajarkan dan
4) Fermenting (mengembangkan), yaitu keterampilan menstimulasi
rekonseptualisasi materi yang sedang dipahami, konflik kognitif,
dan pencarian yang informasi lebih banyak serta
mengkomunikasikan kesimpulan dari seseorang

e. Prinsip-prinsip Pembelajaran Kolaborasi


Pembelajaran kolaborasi menekankan adanya prinsip-prinsip kerja.
Prinsip penting yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran
kolaborasi tersebut adalah sebagai berikut (Husain, 2020):
1) Setiap anggota melakukan kerja sama untuk mencapai tujuan
bersama dan saling ketergantungan
2) Individu-individu bertanggung jawab atas dasar belajar dan
perilaku masing-masing
3) Keterampilan kooperatif dibelajarkan, dipraktekkan dan balikan
(feedback) diberikan berdasarkan bagaimana sebaiknya latihan
keterampilan tersebut diterapkan
4) Kelas atau kelompok didorong ke arah terjadinya pelaksanaan

16
suatu aktivitas kerja kelompok yang kohesif.

f. Penerapan Pembelajaran Kolaboratif


Dalam menerapkan pembelajaran kolaboratif, menurut Driver dan
Leach, lingkungan kelas yang berperspektif konstruktivis antara lain
sebagai berikut (Husain, 2020):
1) Siswa tidak dipandang secara pasif, tetapi aktif untuk belajar
mereka sendiri
2) Belajar mengutamakan proses aktif siswa mengkonstruksi makna
3) Pengetahuan tidak bersifat out there, tetapi terkonstruk secara
personal dan secara social
4) Guru juga membawa konsepsi mereka ke dalam situasi belajar,
tidak hanya dalam hal pengetahuan mereka, tetapi juga pandangan
mereka terhadap belajar dan mengajar yang dapat memengaruhi
cara mereka berinteraksi dengan siswa di dalam kelas
5) Pengajaran bukan mentransmisi pengetahuan tetapi mencakup
organisasi situasi di dalam kelas dan desain tugas yang
memudahkan siswa menemukan makna
6) Kurikulum bukan sesuatu yang perlu dipelajari tetapi program-
program tugas belajar, bahan-bahan, sumber-sumber lain, dan
wacana dari mana siswa mengkonstruksi pengetahuan mereka.

Demikianlah dalam pembelajaran kolaboratif diciptakan


lingkungan sosial yang kondusif untuk terlaksananya interaksi yang
memadukan segenap kemauan dan kemampuan belajar siswa.
Lingkungan yang dibentuk berupa kelompok-kelompok kecil yang
terdiri dari empat atau lima siswa pada setiap kelas dengan anggota
kelompok yang sedapat mungkin tidak bersifat homogen. Artinya,
anggota suatu kelompok diupayakan terdiri dari siswa laki-laki dan
perempuan, siswa yang relatif aktif dan yang kurang aktif, siswa yang
relatif pintar dan yang kurang pintar.

17
g. Manfaat Kolaborasi (Apriono, 2013)
1) prestasi belajar lebih tinggi,
2) pemahaman lebih mendalam,
3) mengembangkan keterampilan kepemimpinan,
4) meningkatkan sikap positif,
5) meningkatkan harga diri,
6) belajar secara inklusif,
7) merasa saling memiliki, dan
8) mengembangkan keterampilan masa depan.

6. Creativity (Kreativitas)
a. Keterampilan Kreativitas
Berpikir kreatif merupakan sebuah proses yang melibatkan unsur-
unsur orisinalitas, kelancaran, fleksibelitas, dan elaborasi. Hal tersebut
menunjukan bahwa berfikir kreatif dapat mengembangkan daya pikir
yang mencangkup wawasan dengan unsur unsur yang luas. Berpikir
kreatif dapat menghasilkan pemikiran yang bermutu. Sesuai dengan
pendapat Sani yang menyatakan bahwa berpikir kreatif merupakan
kemampuan mengembangkan ide yang tidak biasa, berkualitas, dan
sesuai tugas. Hal ini merupakan pengembangan diri terhadap ideide
baru yang memiliki mutu yang baik. (Febrianti et al., 2016)
Berdasarkan pendapat yang telah diuraikan dapat disimpulkan ,
bahwa berpikir kreatif adalah sebuah proses yang mengembangkan
ide-ide yang tidak biasa dan menghasilkan pemikiran yang baru yang
memiliki ruang lingkup yang luas
Namun tidak disangka proses pembelajaran selama ini
cenderung dikonsentrasikan untuk melatih keterampilan berpikir kritis
semata. Kesistematisan berpikir menggunakan bukti dan kelogisan
dalam menalar informasi menjadi andalan pendidik saat mengemas
proses pembelajarannya. Porsi belajar yang mengendepankan

18
keterampilan berpikir kreatif pun pastinya menipis. Acap kali sebagian
pendidik melihat keberagaman jawaban atau solusi yang ditawarkan
peserta didik sebagai sebuah kekeliruan berpikir. Akhirnya,
interpretasi pendidik terhadap hasil belajar pun menjadi dangkal dan
terbatas. Padahal, berpikir kreatif merupakan suatu proses yang
digunakan untuk mendatangkan gagasan-gagasan baru.(Blegur &
Tlonaen, 2017)

b. Indikator Berpikir Kreatif


Tabel Indikator (Yuliani, 2017)

Indikator Prilaku
Kemampuan berpikir lancar Mengajukan banyak pertanyaan,
(Fluency). kemampuan mengemukakan ide-
ide yang serupa untuk
memecahkan
Kemampuan berpikir luwes Memberikan bermacam-macam
(Flexibility). penafsiran (interpretasi) terhadap
suatu masalah.
Kemampuan berpikir orisinil Memikirkan hal-hal yang tak
(Originality). pernah terpikirkan oleh orang lain
kemampuan merinci Mengembangkan atau
(Elaboration). memperkaya gagasan orang lain.
Menyusun langkah-langkah
secara terperinci.

c. Karakteristik Berpikir Kreatif


Dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu (Sari et al., 2020):
a) ketegori pengetahuan, berkaitan dengan potensi bernalar yang
menyebar,
b) kategori sikap,berkaitan dengan perilaku serta perasaan

19
seseorang.

d. Faktor Pendorong Kreativitas yaitu (Febrianti et al., 2016):


1) Kepekaan dalam melihat lingkungan : peserta didik sadar bahwa
berada di tempat yang nyata.
2) Kebebasan dalam melihat lingkungan : mampu melihat masalah
dari segala arah.
3) Komitmen kuat untuk maju dan berhasil : hasrat ingin tahu besar.
4) Optimis dan berani mengambil risiko : suka tugas yang menantang.
5) Ketekunan untuk berlatih : wawasan yang luas.
6) Lingkungan kondusif, tidak kaku, dan otoriter.
Hal diatas menunjukan bahwa faktor pendorong kreativitas
merupakan tindakan dalam meningkatkan berpikir kreatif peserta
didik dengan ide yang luas.

e. Manfaat Berpikir Kreatif


Bagi seorang anak didik Pentingnya mengoptimalkan potensi
kreatif sejak usia sekolah dasar dengan begitu anak mampu bersaing di
abad 21 dan dengan ini banyak sekali terdapat manfaat, antara lain
(Sari et al., 2020):
1) Mengembangkan imajinasinya, dengan hal tersebut membuat ia
bisa mengoptimalkan potensi dirinya sendiri hal demikian sifatnya
penting karena merupakan hal pokok dari suatu individu,
2) diartikan sebagai potensi dirinya dalam mencari metodemetode
baru untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang ditemuinya,
3) menyibukkan anak dengan suatu hal yang inovatif sangat berguna
bahkan membuat ia merasa bahagia.

Jadi dapat disimpulkan bahwa dari nilai-nilai kreatif seseorang,


akan dapat melahirkan gagasan-gasasan, temuan, ciptaan atau

20
teknologi modern yang nantinya membantu manusia dalam
menjalankan aktivitasnya

f. Langkah langkah Berpikir Kreatif


Menurut Wallas (Handoko, 2017) langkah-langkah proses berpikir
kreatif meliputi empat tahap, yaitu;
1) Tahap Persiapan, yaitu proses tahapan seseorang mempersiapkan
diri untuk memecahkan masalah dengan belajar berpikir, mencari
jawaban, bertanya kepada orang lain dan sebagainya.
2) Tahap Inkubasi, yaitu kegiatan mencari dan menghimpun
data/informasi tidak dilanjutkan. Pada tahap ini, individu seakan-
akan melepaskan diri untuk sementara dari masalah tersebut dalam
arti bahwa ia tidak memikirkan masalahnya secara sadar, tetapi
menyimpannya dalam alam pra-sadar. Tahap inkubasi enting
artinya penting artinya dalam proses timbulnya inspirasi yang
merupakan titik mula dari suatu penemuan atau kreasi baru yang
berasal dari daerah pra-sadar atau timbul dalam keadaan
ketidaksadaran penuh.
3) Tahap Iluminasi, adalah tahap timbulnya “insight” atau “aha-
erlebnis”. Saat timbulnya inspirasi atau gagasan baru, beserta
proses-proses psikologis yang mengawali dan mengikuti
munculnya inspirasi atau gagasan baru.
4) Tahap Verifikasi, atau disebut juga tahap evaluasi adalah tahap
dimana ide atau kreasi baru ter sebut harus diuji terhadap realitas.
Disini diperlukan pemikiran kritis dan konvergen. Dengan kata
lain, proses divergen (pemikiran kreatif) haru diikuti oleh proses
konvergensi (pemikiran kritis)

7. Communication (Komunikasi)
a. Keterampilan Komunikasi

21
Berdasarkan Permendikbud No 81a Tahun 2013 mengenai
keterampilan komunikasi menyatakan bahwa “Kegiatan komunikasi
dalam kegiatan pembelajaran adalah kegiatan untuk menyampaikan
hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan,
tertulis atau media lainnya. Kompetensi yang dikembangkan yaitu
sikap jujur, teliti, toleransi, kemampuan berpikir sistematis,
mengungkapkan pendapat dengan singkat, jelas dan mengembangkan
kemampuan bahasa yang baik dan benar.”Diharapkan proses
pembelajaran dapat membantu mengembangkan keterampilan
komunikasi peserta didik.(Putri et al., 2020)
Selain itu menurut (Naza, 2021) komunikasi dapat diartikan
komponen komponennya saling terkait, dan bahwa komunikatornya
beraksi dan beraksi sebagai suatu kesatuan dan keseluruhan.
Komunikasi yang dilakukan manusia itu menggunakan alat
penghubung berupa lambang-lambang dalam bentuk bahasa lisan,
tulisan, bahasa tubuh dan lain-lainnya, sehingga pesan mudah
dimengerti dan dipahami oleh penerima pesan. Komunikasi dapat
dimaknai sebagai proses seseorang maupun kelompok orang
menciptakan serta menggunakan sejumlah informasi agar saling
terhubung dengan lingkungan sekitar
Namun faktanya banyak penelitian yang menyebutkan bahwa
sebagian siswa berkomunikasi merupakan hal yang tidak sulit, tetapi
beda halnya jika siswa dituntut untuk berbicara di depan kelas. Mereka
tidak akan kesulitan jika mereka berkomunikasi dengan teman mereka
sendiri dalam bahasa sehari-hari. Tetapi mereka akan kesulitan jika
diharuskan berbicara didepan kelas, didepan teman yang banyak dan
didepan guru mereka. Terutama dalam hal menyampaikan pendapat,
argumentasi, usulan maupun menjawab pertanyaan dari guru.
Kebanyakan dari siswa takut dan sulit untuk mengungkapkan
pendapatnya ketika pembelajaran sedang berlangsung. Siswa takut dan
kurang percaya diri dalam menyampaikan argumentasi. (Fitriah et al.,

22
2020).
Oleh karena itu Pentingnya keterampilan berkomunikasi juga
diperlukan untuk mencapai hasil belajar khususnya diabad 21 ini
Keterampilan berkomunikasi sangat dibutuhkan untuk tujuan mencapai
keberhasilan dalam belajar pembelajaran para peserta didik.
Bersamaan dengan keterampilan berkomunikasi, peserta didik akan
lebih mudah mengkomunikasikan berbagai hal yang dapat menyangkut
materi pembelajaran, baik berkomunikasi secara lisan maupun tulisan
yang dapat mempengaruhi hasil belajarnya. Keterampilan
berkomunikasi menjadi aspek vital dalam menjalani kehidupan.
(Ningrum & Putri, 2021)

b. Komponen Keterampilan Komunikasi


Komunikasi melingkupi lima komponen yang terlibat dan harus
agar proses komunikasi berjalan dengan baik Adapun kelima
komponen tersebut yaitu (Pratiwi et al., 2022):
1) Komunikator, adalah yang menyampaian pesan kepada orang lain
2) Komunikan, adalah yang menerima pesan dari orang lain.
3) Pesan, adalah sesuatu yang disampaikan dapat berupa informasi,
perasaan, instruksi, dan lain-lain.
4) Media, adalah bentuk atau cara pesan itu disampaikan, media dapat
berupa lisan, tertulis, film, dan bentuk lainnya.
5) Efek, perubahan yang terjadi pada komunikan sesuai dengan

c. Komunikasi yang Efektif


Komunikasi yang Efektif Komunikasi yang efektif mendukung untuk
kelancaran pencapaian tujuan komunikasi, ada beberapa tata cara
berkomunikasi yang efektif yaitu (Marfuah, 2017):
1) Melihat lawan bicara Pembicaran menatap bola mata ataupun
kening lawan bicaranya, sehingga tidak terjadinya
ketersinggungan, tidak menghadapkan tatapan ke arah kanan atau

23
kiri, dan menatap dengan pandangan yang tidak marah atau sinis.
2) Suaranya terdengar jelas Percakapan harus memperhatikan keras
atau tidak suara, tidak hanya terdengar samar-samar, sehingga akan
menimbulkan ketidakjelasan inti dari percakapan.
3) Ekspresi wajah yang menyenangkan Ekspresi wajah merupakan
gambaran dari hati seseorang, sehingga tidak menampilkan
ekspresi yang tidak enak.
4) Tata bahasa yang baik Penggunaan bahasa sesuai dengan lawan
bicaranya, misalnya saja saat berbicara dengan anak balita, maka
gunakan bahasa sederhana.
5) Pembicaraan mudah dimengerti, singkat dan jelas Pemilihan tata
bahasa yang baik dan kata-kata yang mudah dimengerti, sehingga
tidak menimbulkan kebingungan lawan bicara.
Berdasarkan uraian para ahli di atas, dapat disimpulkan
kriteria orang yang berkomunikasi secara efektif, yaitu melihat
lawan bicara, suaranya terdengar jelas, ekspresi wajah yang
menyenangkan, tata bahasa yang baik, serta pembicaraan mudah
dimengerti, singkat dan jelas.

d. Indikator Komunikasi
Keterampilan dalam berkomunikasi memiliki empat indikator
pencapaian dalam proses pembelajaran, yaitu (Pratiwi et al., 2022)
1) Mampu mengeluarkan ide dan pemikiran dengan efektif
2) Mampu mendengarkan dengan efektif
3) Mampu menyampaikan informasi dengan baik
4) Menggunakan Bahasa yang baik dan efektif

e. Tahapan Pengembangan Keterampilan Kumunikasi


Guru dalam mengembangkan keterampilan komunikasi siswa
tersebut dengan menggunakan beberapa cara, yaitu (Budiono &
Abdurrohim, 2020):

24
1) Guru merancang pembelajaran berupa pemilihan metode,
pendekatan, strategi dan model pembelajaran yang dapat
meningkatkan interaksi baik antar guru dan siswa maupun siswa
dengan siswa dengan cara membuat kelompok-kelompok kecil
dalam mengerjakan persoalan. Dalam hal ini guru menerapkan
model pembelajaran berbasis proyek guna mendukung siswa untuk
mengembangkan keterampilan komunikasinya;
2) Guru memberikan contoh secara langsung bagaimana
menyampaikan informasi dengan baik, terlihat dari bahasa yang
digunakan oleh guru dalam berkomunikasi dengan siswa guru
menggunakan bahasa yang jelas dan mudah di pahami oleh siswa;
3) Guru banyak memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif
bertanya dan menyampaikan pendapat, cara tersebut dilakukan
oleh guru agar siswa terbiasa untuk berbicara dan berani
menyampaikan pendapat. Hal tersebut dilakukan oleh guru kepada
semua siswa tidak hanya beberapa siswa saja, sehingga semua
siswa mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan
keterampilan komunikasi mereka;
4) Guru memberikan perhatian lebih kepada siswa yang cenderung
pasif dalam proses pembelajaran, guru terlihat seringkali
memberikan motivasi kepada siswa yang cenderung pasif tersebut
dan banyak memberikan kesempatan kepada siswa tersebut untuk
berani berbicara dan menyampaikan pendapat;
5) Guru memberikan penghargaan kepada siswa yang berani bertanya
dan menyampaikan pendapat, terlepas dari apa yang disampaikan
sudah tepat atau tidak guru tetap memberikan apresiasi dan
mengajak temanteman siswa yang lain untuk memberikan tepuk
tangan. Hal tersebut dilakukan oleh guru agar siswa semakin
percaya diri untuk berani berkomunikasi sehingga dengan proses
bimbingan dan arahan yang terus dilakukan guru, keterampilan
komunikasi siswa dapat berkembang lebih optimal.

25
f. Manfaat Keterampilan Berkomunikasi
Manfaat Keterampilan Berkomunikasi Siswa Keterampilan
berkomunikasi siswa yang tinggi mempunyai beberapa manfaat yaitu
(Marfuah, 2017):
1) Mempermudah siswa untuk berdiskusi Siswa dalam berdiskusi
melakukan berbagai tindakan, seperti bertanya, menjawab,
berkomentar, mendengar penjelasan, dan menyanggah.
2) Mempermudah untuk mencari informasi Seorang individu yang
mempunyai motif untuk mengetahui sesuatu yang baru, maka
mereka akan segera mencari informasi tersebut.
3) Mempercepat mengevaluasi data Keterampilan berkomunikasi
mendukung siswa untuk dapat mengevaluasi data yang ada. Data
tersebut, misalnya berbagai pendapat yang muncul dalam diskusi
kemudian siswa menyimpulkannya.
4) Melancarkan membuat hasil kerja atau laporan Keterampilan
berkomunikasi akan mendukung hasil belajar siswa. Guru dapat
menilai dari hasil laporan siswa saat diskusi.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan manfaat
keterampilan berkomunikasi, yaitu mempermudah siswa untuk
berdiskusi, mempermudah untuk mencari informasi, mempercepat
mengevaluasi data, dan memperlancar membuat hasil kerja atau
laporan

8. Berikut Karakteristik Guru Pada Abad 21


a. Minat baca guru harus tinggi
b. Guru harus memiliki kemampuan menulis karya ilmiah.
c. Guru mampu bertransformasi secara kultural. Pandangan “teacher
centered” pada kultur pembelajaran sebelumnya harus dapat
bertransformasi ke arah “student centerd”. Jadikan siswa sebagai
subyek belajar yang dapat berkembang dan mengkonstruksi

26
pengetahuannya secara maksimal. (Putu Arnyana, 2007)
Sedangkan Karakteristik pembelajaran abad 21 dalam berbagai
konteks yakni : 1) Pemecahan Masalah. Memecahkan berbagai jenis
masalah yang tidak biasa dengan cara konvensional dan inovatif,. 2)
Komunikasi dan Kolaborasi. Mengartikulasikan pemikiran dan
gagasan secara efektif menggunakan keterampilan komunikasi lisan,
tertulis, dan nonverbal dalam berbagai bentuk dan konteks, 3)
Keterampilan Informasi,. Untuk bersaing dan bertahan pada masa
sekarang ini, maka setiap orang harus memiliki kemampuan atau
keterampilan berpikir fungsional dan kritis yang terkait dengan
informasi, media, dan teknologi. 4). Menggunakan dan Mengelola
Informasi. 5). Analisis Media. Membuat Produk Media. Memahami
dan memanfaatkan alat. (Rosnaeni, 2021)

9. Keterampilan Abad 21 yang harus dimiliki Guru;(Rizal et al., 2018)


a. Life and career skills (kecakapan hidup dan berkarir) yaitu
keterampilan yang lebih mengutamakan pada karir dan kehidupan
sosial. Salah satu contohnya guru mampu menyesuaikan diri dengan
siswa dalam proses belajar mengajar dan guru dapat membina
hubungan yang baik dengan guru, pegawai dan kepala sekolah. .
b. Learning and innovation skills (keterampilan belajar dan berinovasi)
yaitu keterampilan yang berkaitan dengan inovasi yang kreatif dan
mau belajar secara terus menerus. Salah satu contohnya guru mampu
memunculkan ide-ide baru kepada siswa dan dapat menciptakan
suasana kelas yang aktif.
c. Information media and technology skills (keterampilan teknologi dan
media informasi) yaitu orang yang mampu menguasai berbagai macam
teknologi dan menguasai teknologi komunikasi dan informasi. Salah
satu contohnya guru mengikuti berbagai pembelajaran online untuk
menambah wawasan dan dapat memberi contoh materi dengan
menampilkan video menarik yang berkaitan dengan pelajaran.

27
10. Tematik
a. Pengertian Pembelajaran Tematik
Tematik adalah pokok isi atau wilayah dari suatu bahasan materi
yang terkait dengan masalah dan kebutuhan lokal yang dijadikan tema
atau judul dan akan disajikan dalam proses pembelajaran di kelompok
belajar. Pembelajaran tematik adalah pembelajaran terpadu yang
menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran
sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa.
Pembelajaran tematik merupakan bentuk yang akan menciptakan
sebuah pembelajaran terpadu, yang akan mendorong keterlibatan siswa
dalam belajar, membuat siswa aktif terlibat dalam proses pembelajaran
dan menciptakan situasi pemecahan masalah sesuai dengan kebutuhan
siswa.(Nahak et al., 2019)
Pembelajaran tematik juga dapat diartikan sebagai pola
pembelajaran mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan,
kemahiran, nilai dan sikap pembelajaran dengan menggunakan tema.
Dari beberapa definisi diatas dapat kita simpulkan bahwa pembelajaran
tematik adalah suatu kegiatan pembelajaran dengan memadukan materi
beberapa pelajaran dalam satu tema, yang menekankan keterlibatan
peserta didik dalam belajar dan pemberdayaan dalam memecahkan
masalah, sehingga hal ini dapat menumbuhkan kreativitas sesuai
dengan potensi dan kecenderungan mereka yang berbeda satu dengan
yang lainnya. (Moh.Mukhlis, 2012)

b. Landasan Pembelajaran Tematik


1) Landasan Filosofis.
Landasan filoofis dalam pembelajaran tematik sangat dipengaruhi
oleh tiga aliran filsafat yaitu: (a) progresivisme, (b)
konstruktivisme, dan (c) humanisme. Aliran progresivisme
memandang proses pembelajaran perlu ditekankan pada

28
pembentukan kreatifitas, pemberian sejumlah kegiatan, suasana
yang alamiah (natural), dan memperhatikan pengalaman siswa.
Aliran konstruktivisme melihat pengalaman langsung siswa (direct
experiences) sebagai kunci dalam pembelajaran. (Widyaningrum,
2012)
2) Landasan Psikologis
Landasan psikologis dalam pembelajaran tematik terutama
berkaitan dengan psikologi perkembangan peserta didik dan
psikologi belajar. Psikologi perkembangan diperlukan terutama
dalam menentukan isi/materi pembelajaran tematik yang diberikan
kepada siswa agar tingkat keluasan dan kedalamannya sesuai
dengan tahap perkembangan peserta didik.. Melalui pembelajaran
tematik diharapkan adanya perubahan perilaku siswa menuju
kedewasaan, baik fisik, mental/intelektual, moral maupun sosial.
(Apoko, 2019)
3) Landasan Yuridis
Landasan Yuridis dalam pembelajaran tematik berkaitan dengan
berbagai kebijakan atau peraturan yang mendukung pelaksanaan
pembelajaran tematik pada anak usia dini. Landasan yuridis
tersebut adalah: (1) UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak yang menyatakan bahwa setiap anak berhak memperoleh
pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan
pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan
bakatnya (pasal 9); (2) UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional menyatakan bahwa setiap peserta didik pada
setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan
pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya.
(Widyaningrum, 2012)

c. Langkah Pembelajaran Tematik


Tahapan saat guru mengajar dikelas menurut Depdiknas, ada 4

29
tahap yaitu sebagai berikut;
1) Tahap apersepsi (pembuka) yaitu :kegiatan yang dilakukan
diawal pelajaran akan dimulai, misalnya dengan bernyaynyi
yang berkaitan dengan tema untuk memancing perasaan senang
siswa atau demontrasi suatu kegiatan yang membuat siswa
penasaran dan ingin tahu lebih banyak, atau mengajukan
pertanyaan yang menantang siswa untuk berpikir lebih lanjut,
dll. Fungsi apersepsi untuk memotivasi siswa, mengetahui
pengetahuan awal siswa, dan memancing rasa ingin tahu siswa.
(Karli, 2016)
2) Tahap penyampaian informasi yatu:kegiatan yang biasa
dilakukan oleh guru umumnya, memberikan informasi tentang
apa yang akan dipelajari seputar topik atau tema.(Apoko, 2019)
3) Tahap partisipasi siswa yaitu:siswa melakukan suatu kegiatan
yang melibatkan aspek kognitif, afektif dan psikomotor sebagai
suatu rangkaian tugas yang diberikan dalam rangka untuk
mencari tahu atau mengeksplorasi tentang suatu topik/tema
yang sedang dibahas bisa kelompok atau individu. Bentuk
kegiatan ini bisa dilakukan dengan berbagai cara penyampaian
nya tergantung dari materi dan mata pelajaran yang akan
disampaikan dan yang paling penting tidak membosankan
siswa, misalnya pengamatan di halaman sekolah, melakukan
percobaan di kelas, permainan, bermain peran, majalh dinding,
dll.(Syaifuddin, 2017)
4) Tahap penutup (evaluasi dan tindak lanjut) yaitu:kegiatan akhir
sari suatu rangkaian KBM di kelas yang sering terlupakan saat
di kelas, gunanya untuk memberikan penguatan pada siswa
tentang apa yang dibahas/dipelajari pada hari tsb, selain itu
untuk mengetahui sejauh mana siswa sudah dapat menerima
pelajaran, menindak lanjuti materi dengan memberi PR
(bertujuan dan tidak membebani siswa) atau menugaskan

30
pengamatan yang berkaitan dengan materi yang sudah dibahas.
(Nahak et al., 2019)
Cara penyampaian dapat dilakukan secar variatif agar siswa
tidak bosan misalnya dengan bernyanyi, kuis, permainan,
LKS,dll Peran guru sebagai fasilitator, mediator dan orang tua
bagi siswa kelas 1-3 SD. Artinya guru memberikan kesempatan
pada siswa untuk mengekplorasi sendiri dan guru membimbing
tahap demi tahap untuk mencari jawabannya sendiri misalnya
dengan menyediakan media atau pertanyaan yang bersifat
membimbing, dll (Karli, 2016)

31
B. Studi Relevan
Penelitian ini didasarkan pada hasil yang telah dilakukan oleh beberapa
peneliti. Adapun hasil penelitian ini antara lain:
Penelitian pertama dilakukan Indah Saputri (Indah Saputri, 2014)
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan penerapan metode inkuiri
terbimbing yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa
kelas V pada mata pelajaran IPA materi sifat-sifat cahaya di SDN
Punukan, Wates, Kulon Progo Tahun Ajaran 2013/2014. Pendekatan yang
dilakukan adalah Penelitian Tindakan Kelas Teknik analisis data yang
digunakan adalah analisis data kualitatif dan kuantitatif. Hasil penelitian
menunjukan bahwa penerapan metode inkuiri terbimbing dapat
meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Hal tersebut dibuktikan
dengan meningkatnya rata-rata skor kemampuan berpikir kritis siswa yang
pada kondisi awal 54,67 dan setelah dilaksanakan pembelajaran dengan
menggunakan inkuiri terbimbing pada siklus I rata-rata skor kemampuan
berpikir kritis siswa mencapai angka 71,5 yang artinya terjadi peningkatan
sebesar 16,83 persen. Setelah dilakukan perbaikan oleh guru pada tahap
mengajukan pertanyaan- pertanyaan yang berkaitan dengan materi dengan
cara meningkatkan keterampilan bertanya dan membina suasan responsif
dalam apersepsi, kemudian pada tahap melakukan eksperimen sederhana
untuk menguji hipotesis berupa meningkatkan perhatian guru terhadap
siswa, jumlah anggota kelompok yang disesuaikan, memberikan tugas
tambahan pada anak yang hiperaktif dan memberikan bimbingan dengan
membacakan satu persatu langkah percobaan serta perbaikan pada dalam
tahap analisis data, dimana guru memberikan kalimat penuntun pada
kolom jawaban siswa yang terdapat dalam LKS, serta guru meluruskan
jawaban siswa dengan menampilkan bukti-bukti pada tahap menarik
kesimpulan, skor kemampuan berpikir kritis siswa meningkat 6,33 persen
sehingga pada siklus II mencapai angka 77,83 dan masuk dalam kategori
baik.

32
Penelitian kedua dilakukan oleh Dhesta Youlandi Rahayu
Sulistiyawati (Sulistiyawati, 2020) didalam penelitiannya yang berjudul
Peningkatan Keterampilan Kolaborasi dan Hasil Belajar MateriDebit
Untuk Siswa Kelas V SDN Kentungan, disebutkan bahwaLatar belakang
penelitian ini adalah rendahnya keterampilan kolaborasi dan hasil belajar
siswa berdasarkan data wawancara dengan guru dan pengamatan siswa
kelas VB SDN Kentungan. Penelitian ini bertujuan untuk
meningkatkan keterampilan kolaborasi dan hasil belajar materi debit
untuk siswa kelas V SDN Kentungan dengan model pembelajaran
kooperatif tipe Student Team Achievement Division (STAD). Selain
meningkatkan keterampilan kolaborasi dan hasil belajar dengan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD, peneliti juga mendeskripsikan
penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Hasil penelitian
ini menunjukkan adanya peningkatan keterampilan kolaborasi dan
hasil belajar materi debit siswa kelas VB SDN Kentungan dengan
model pembelajaran kooperatif Student Team Achievement Division
(STAD). Hal tersebut ditunjukkan pada peningkatan nilai rata-rata
kondisi awal keterampilan kolaborasi siswa yaitu 49,23 dengan kriteria
cukup kolaboratif, siklus I mengalami peningkatan dengan rata-rata
66,73 dan mencapai kriteria kolaboratif, serta siklus II mengalami
peningkatan kembali menjadi 77,69 dengan kriteria kolaboratif. Untuk
rata-rata hasil belajar pada kondisi awal sebesar 58,41 dengan
persentase siswa yang mencapai KKM sejumlah 36,36%, siklus I rata-rata
meningkat menjadi 70,12 dengan persentase 57,69%, kemudian untuk
siklus II mengalami peningkatan kembali menjadi 81,79 dengan
persentase 96,15%.
Penelitian ketiga dilakukan oleh Laelatul Badriyah didalam
penilitiannya yang berjudul implementasi keterampilan berbicara pada
pembelajaran bidang bahasa Indonesia kelas 3 SDN karang tengah
Simpang Cilacap (Badriyah, 2021) Penelitian ini bertujuan untuk
mendeskripsikan proses implementasi keterampilan berbicara siswa pada

33
mata pelajaran bidang bahasa Indonesia kelas III SD Negeri
Karangtengah 01 Sampang Cilacap. Jenis penelitian yang digunakan
dalam skripsi ini adalah metode penelitian kualitatif deskriptif. Penelitian
ini menggunakan teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara
dan dokumentasi. Dalam menganalisis data, peneliti menggunakan teknik
analisis data yang di kemukakan oleh Miles dan Huberman yakni melalui
tiga langkah-langkah kegiatan yang mencakup analisis data, reduksi data
dan penarikan kesimpulan (Verification). Setelah itu, peneliti menguji
keabsahan datanya menggunakan teknik triangulasi data yang terdiri dari
triangulasi sumber, triangulasi teknik dan triangulasi waktu.Hasil dari
penelitian ini menunjukkan bahwa implementasi keterampilan berbicara
dilakukan melalui kegiatan berbicara yakni mendongeng, bermain peran
dan memberi saran secara lisan. Dalam mengimplementasikan
keterampilan berbicara, guru menggunakan cara sebagai berikut: metode
ulang ucap, metode menjawab pertanyaan, metode pertanyaan menggali,
metode menceritakan kembali, metode percakapan, metode bermain peran,
dan metode diskusi. Peran yang di lakukan guru dalam melakukan
implementasi keterampilan berbicara yaitu guru sebagai peran motivator,
peran fasilitator, peran tutor, peran organisator, peran evaluator, dan peran
apresiator. Dalam proses pembelajaran keterampilan berbicara terdapat
juga hambatan yang di alami oleh peserta didik, antara lain: kurangnya
mental dan kepercayaan diri siswa dan kurangnya perbendaharaan kosa
kata bahasa Indonesia.
Penelitian keempat,dilakukan oleh Wahyu Intan Pratiwi.(Intan
Pratiwi, 2019) Dengan judul Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir
Kreatif Siswa pada Pelajaran IPS Menggunakan Outdoor Study di Kelas
III SD Negeri 2 Tanjunggunung Badegan Tahun Pelajaran 2018/2019
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan
berpikir kreatif siswa pada pelajaran IPS menggunakan Outdoor study di
kelas III SD Negeri 2 Tanjunggunung Badegan tahun pelajaran 2018/2019.
Penelitian ini merupakan Penelitian tindakan Kelas yang berbasis siklus

34
pembelajaran. Penelitian dilakukan di SDN 2Tanjunggunung Badegan
dengan subyek penelitian siswa kelas III sejumlah 16 anak. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan, agar mencapai kriteria yang sesuai dengan
tujuan penelitian, tindakan siklus dilakukan sebanyak 3 siklus. Setiap
siklus terdiri atas empat tahap yakni perencanaa, pelaksanaan, observasi
dan refleksi. Teknik analisis data penelitian melalui deskriptif kuantitatif
dan deskriptif kualitatif. Dari hasil perolehan rata‒rata kemampuan
berpikir kreatif siswa kelas III SDN 2 Tanjunggunung Badegan dengan
menggunakan metode Outdoor study mengalami peningkatan secara
signifikan. Peningkatan kemampuan berpikir kreatif tersebut dapat
dibuktikan dari peningkatan nilai rata‒rata indikator sebesar 25,39 dari
siklus I ke siklus II. Perolehan rata‒rata siswa meningkat dari 52,34
menjadi 77,73. Sedangkan kemampuan berpikir kreatif pada siklus III
mengalami peningkatan sebesar 4,30 dari siklus II ke siklus III. Dengan
perolehan nilai rata‒rata pada siklus II sebesar 77,73 menjadi 82,03.
Peningkatan indikator tertinggi terjadi pada indikator originality dan
flexibility.Keterlaksanaan pembelajaran dari setiap siklus yang dilakukan
menunjukkan bahwa guru sudah melaksanakan pembelajaran dengan
sangat baik dan hal ini tidak mempengaruhi nilai yang diperoleh siswa.

Dari beberapa penelitian terdahulu belum ada yang membahas


secara komprehensif, oleh karena itu penulis ingin mengangkat dari ke 4
poin keterampilan abad 21.

35
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Metode Penelitian


Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut
(Sugiyono, 2019) metode kualitatif adalah metode penelitian yang
berdasarkan pada filsafat postpositivisme digunakan untuk meneliti pada
kondisi objek yang alamiah (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana
peneliti adalah sebagai instrumen kunci teknik pengumpulan data
dilakukan secara tringulasi (gabungan), analisis data bersifat
induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif bertujuan untuk
menggambarkan, melukiskan, menerangkan, menjelaskan dan menjawab
secara lebih rinci permasalahan yang akan diteliti dengan mempelajari
semaksimal mungkin seorang individu, suatu kelompok atau kejadian.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif karena
bertujuan untuk mendeskripsikan data dalam bentuk kalimat secara rinci
mengenai implementasi keterampilan abad 21 pada pembelajaran tematik
dan kendala pengimplementasian keterampilan abad 21 pada kelas VI di
MI Nurul Hidayah Kota Jambi

B. Setting dan Subyek Penelitian


1. Tempat dan Waktu Penelitian
a. Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di MI Nurul Hidayah Kota Jambi, sekolah ini
dipilih karena merupakan salah satu madrasah yang menghasilkan
peserta didik berprestasi dan peserta didik lulusan terbaik .
Mengetahui fakta tersebut peneliti menyimpulkan jika madrasah
ini menjadi tempat ideal untuk melakukan penelitian guna
mengetahui lebih lanjut hasil kerja siswa sudah sampai tahap
keterampilan 4c atau belum.peneliti juga ingin mengetahui lebih
lanjut apakah wali kelas VI sudah menerapkan keterampilan abad

36
21 pada pembelajaran tematik atau belum.
2. Subjek dan Objek Penelitian
a. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah guru kelas Vi sebagai subjek
utama dan seluruh siswa kelas VI di MI Nurul Hidayah Kota Jambi
b. Objek penelitian
Objek penelitian ini adalah Mata pelajaran tematik kelas VI di MI
Nurul Hidayah Kota Jambi

C. Jenis dan Sumber Data


1. Data primer
Data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh
peneliti secara langsung dari sumber datanya. Data primer disebut juga
sebagai data asli atau data baru yang memiliki sifat up to date. Untuk
mendapatkan data primer, peneliti harus mengumpulkannya secara
langsung. Teknik yang dapat digunakan peneliti untuk mengumpulkan
data primer antara lain observasi, wawancara dengan menggunakan
instrument yang telah disiapkan , dan dokumentasi.(Mukhatar, 2010)
Dalam penelitian ini sumber informasinya adalah Guru wali kelas
VI dan siswa kelas VI Peneliti mengumpulkan semua data yang
kemudian disajikan dalam skripsi ini sebagai hasil usaha gabungan
dari apa yang dilihat dan apa yang didengar yang kemudian dicatat
secara rinci oleh peneliti tanpa ada sesuatu yang ditinggalkan sedikit
pun juga agar data data yang ada menjadi valid. Data yang dimaksud
meliputi keterangan tentang
4. Proses pembelajaran tematik dengan mengimplementasikan
keterampilan abad 21 pada pembelajaran tematik kelas VI di MI
Nurul Hidayah Kota Jambi
5. Faktor yang mempengaruhi implementasi keterampilan abad 21
pada pembelajaran tematik kelas VI di MI Nurul Hidayah Kota
Jambi

37
6. Upaya mengatasi permasalahan dalam mengimplementasikan
keterampilan abad 21 pada pembelajaran tematik kelas VI di MI
Nurul Hidayah Kota Jambi

2. Sumber Data Sekunder


Sumber data sekunder adalah sumber data yang tidak diperoleh secara
langsung oleh peneliti, data biasanya berupa data dokumentasi dan
arsip-arsip resmi Sumber data sekuder yaitu data yang langsung
dikumpulkan oleh peneliti dari MI Nurul Hidayah Kota Jambi sebagai
penunjang dari sumber pertama. dengan bentuk data yang
tersusun.seperti gambaran umum sekolah tersebut. (Arfani &
Sugiyono, 2014)
a. Histori dan Geografis
b. Struktur Organisasi
c. Kedaan Guru dan Siswa
d. Keadaan Sarana dan Prasarana

D. Teknik Pengumpulan Data


Yang termasuk teknik dan instrumen pengumpulan data adalah sebagai
berikut:
1. Observasi
Pada umumnya observasi adalah tindakan yang merupakan penafsiran
dari teori, menurut (Mukhatar, 2010)Observasi adalah kegiatan
pengamatanuntuk mengetahui Proses pembelajaran tematik dengan
mengimplementasikan keterampilan abad 21 pada pembelajaran
tematik kelas VI di MI Nurul Hidayah Kota Jambi, Faktor yang
mempengaruhi implementasi keterampilan abad 21 pada pembelajaran
tematik kelas VI di MI Nurul Hidayah Kota Jambi serta Upaya dalam
mengatasi permasalahan dalam mengimplementasikan keterampilan
abad 21 pada pembelajaran tematik kelas VI di MI Nurul Hidayah
Kota Jambi

38
2. Wawancara
Wawancara merupakan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan secara
verbal kepada orang-orang yang dianggap dapat memberikan
informasi atau penjelasan hal-hal yang dipandang perlu. Wawancara
adalah suatu cara untuk mengetahui situasi tertentu didalam kelas
dilihat dari sudut pandang yang lain. (Moh.Mukhlis, 2012)
Wawancara dalam penelitian ini adalah untuk memperoleh data
dan informasi secara detail dengan melalui dialog mengenai
implementasi keterampilan abad 21 pada pembelajaran tematik kelas
VI di MI Nurul Hidayah Kota Jambi yang meliputi keterangan
4. Bagaimana implementasi keterampilan abad 21 pada pembelajaran
tematik kelas VI di MI Nurul Hidayah Kota Jambi?
5. Apa saja faktor yang mempengaruhi implementasi keterampilan
abad 21 pada pembelajaran tematik kelas VI di MI Nurul Hidayah
Kota Jambi?
6. Apa saja upaya dalam mengatasi permasalahan dalam
mengimplementasikan keterampilan abad 21 pada pembelajaran
tematik kelas VI di MI Nurul Hidayah Kota Jambi?

3. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.
Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya
monumental dari seseorang.(Mukhatar, 2010)
Dokumentasi dalam penelitian ini, berhubungan dengan proses
implementasi keterampilan abad 21 pada kelas VI di MI Nurul
Hidayah Kota Jambi dan gambaran umum MI Nurul Hidayah Kota
Jambi. Dengan menggunakan wujud dokumen sebagai bahan kajian
dapat berupa foto, gambar, surat yang keseluruhannya tersimpan di
lembaga, dan perseorangan.

39
E. Teknik Analisis Data

Model analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah model
analis spradley,yaitu model analisis data kualitatif yang dikemukakan
oleh James Spradley pada tahun1980, Spradley menyebutkan ada 4
tahapan dalam analisis data kualitatif, yaitu domain, taksonomi,
komponensial, dan tema kultural. (Moleong, 2009)
1. Analisis Domain
Analisis Domain dalam penjelasan (Sugiyono, 2009) dilakukan
untuk memperoleh gambaran yang umum dan menyeluruh tentang
situasi sosial yang diteliti atau obyek penelitian. Data diperoleh dari
grand tour dan minitour questions. Hasilnya adalah gambaran
umum tentang obyek yang diteliti, yang sebelumnya belum pernah
diketahui. Dalam analisis ini informasi yang diperoleh belum
mendalam, masih di permukaan, namun sudah menemukan domain-
domain atau kategori dari situasi sosial yang diteliti
Di sini, dalam permulaan penelitian, peneliti mengumpulkan
data apa saja yang diperlukan untuk mendapatkan gambaran umum
dari Keterampilan abad 21 yang telah diterapkan di MI Nurul
Hidayah Kota Jambi.
Kemungkinan data yang bisa digunakan dalam penelitian
dikumpulkan satu per satu. Kemudian data yang berhasil dipisah-
pisahkan berdasarkan kebutuhan peneliti dan dilakukan pengamatan
terhadap data tersebut, sehingga peneliti dapat membuat kesimpulan
awal. Setelah didapatkan gambaran secara umum, peneliti mulai
menyusun pedoman wawancara yang berisi pertanyaan yang masih
bersifat umum, guna mendapatkan konfirmasi dari kesimpulan
awal. Untuk mendapatkan data yang dibutuhkan, peneliti mencoba
melewati beberapa prosedur untuk mendapatkan izin dan
mengobservasi. (Sugiyono, 2009)

40
2. Analisis Taksonomi
Analisis Taksonomi adalah kelanjutan dari Analisis Domain.
Domain-domain yang dipilih oleh peneliti, perlu diperdalam lagi
melalui pengumpulan data di lapangan. Pengumpulan data
dilakukan secara terus menerus melalui pengamatan, wawancara
mendalam dan dokumentasi sehingga data yang terkumpul menjadi
banyak. Dengan demikian domain-domain yang telah ditetapkan
menjadi cover term oleh peneliti dapat diurai secara lebih rinci dan
mendalam.(Sugiyono, 2009)
Di sini, peneliti mulai melakukan pengamatan lebih
mendalam terhadap data yang telah disusun berdasarkan kategori.
Pengamatan lebih terfokus kepada masing-masing kategori,
sehingga mendapatkan gambaran lebih terperinci dari data masing-
masing data yang telah terkumpul. Apabila data yang terkumpul
dianggap kurang, peneliti akan melakukan pengumpulan data
kembali dengan kriteria data yang lebih spesifik. selanjutnya
peneliti melanjutkan pembuatan pedoman wawancara dengan
menambahkan beberapa pertanyaan yang mampu mengkonfirmasi
temuan peneliti dalam analisis taksnomi.

3. Analisis Komponensial
Analisis Komponensial, yang dicari untuk diorganisasikan
adalah perbedaan dalam domain atau kesenjangan yang kontras
dalam domain. Data ini dicari melalui observasi, wawancara
lanjutan, atau dokumentasi terseleksi. Dengan teknik pengumpulan
data yang bersifat triangulasi tersebut, sejumlah dimensi yang
spesifik dan berbeda pada setiap elemen akan dapat ditemukan.
Setelah ditemukan kesamaan ciri atau kesamaan pola dari data dari
analisis taksonomi, selanjutnya peneliti melakukan pengamatan
yang lebih dalam untuk mengungkapkan gambaran atau pola-pola
tertentu dalam data.(Sugiyono, 2009)

41
Dalam hal ini, peneliti melakukannya dengan mereka-reka data
dengan rasio-rasio yang digunakan dan hal-hal lain. Setelah
ditemukan gambaran tertentu, atau pola-pola tertentu dari data,
selanjutnya peneliti melanjutkan pembuatan pedoman wawancara
dengan menambahkan beberapa pertanyaan yang mampu
mengkonfirmasi temuan peneliti dalam analisis komponensial.
4. Analisis Tema Kultural
Analisis Tema Kultural, menurut Faisal (1990) dalam (Sugiyono,
2009) merupakan upaya mencari “benang merah” yang
mengintegrasikan lintas domain yang ada. Dengan ditemukan
benang merah dari hasil analisis domain, taksonomi, dan
komponensial tersebut, maka selanjutnya akan dapat tersusun suatu
“konstruksi bangunan” situasi sosial/obyek penelitian yang
sebelumnya masih gelap atau remang-remang, dan setelah
dilakukan penelitian, maka menjadi lebih terang dan jelas.
Gambaran atau pola-pola tertentu yang ditenukan dalam data,
kemudian oleh peneliti dihubung-hubungkan, dan direka-reka
sehingga bisa terlihat gambaran secara utuh dan menyeluruh dari
data yang telah terkumpul.
Selanjutnya peneliti melanjutkan pembuatan pedoman
wawancara, dengan menambahkan beberapa pertanyaan untuk
mengkonfirmasi temuan dari peneliti, peneliti melakukan kembali
analisis data dengan urutan yang sama dengan metode wawancara
untuk mendapatkan konfirmasi dari temuan peneliti. Setelah
analisis yang sama dilakukan pada data hasil wawancara, kemudian
peneliti melakukan analisis tema kultural antara hasil analisa data
hitungan dengan analisa data wawancara. Bisa saja terjadi, saat
analisa tema kultural antara hasil analisa hitungan wawancara,
ditemukan “benang merah” yang berbeda dengan kesimpulan awal
dari peneliti. (Sugiyono, 2009)
Sehingga ketika analisis ini sudah selesaikan, peneliti sudah

42
mendapatkan gambaran yang jelas mengenai permasalahan yang
ada.

F. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data


Pemeriksaan keabsahan data yang penulis gunakan dalam penelitian ini
adalah teknik triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan
keabsahan data yang memanfaatkan suatu yang lahir diluar data itu untuk
keperluan pengecekan atau sebagai perbandingan terhadap data itu.
Penelitian ini penulis menggunakan triangulasi dengan sumber yakni
membandingkan dan menggecek balik drajat kepercayaan atau informasi
yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian
kualitatif. Hal ini dapat dicapai dengan jalan. (Moleong, 2009)
Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara

1. Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan


apa yang dikatakanya secara pribadi.

2. Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang


situasi penelitian dengan apa yang dikatakanya sepanjang waktu.

3. Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai


pendapat dan pandangan orang seperti rakyat biasa, orang
berpendidikan menengah atau tinggi, orang kaya, dan pemerintah.

4. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang


berkaitan. Berdasarkan teknik triangulasi tersebut di atas, maka
dimaksud untuk menggecek kebenaran dan keabsaan data-data yang di
peroleh di lapangan tentang Implementasi Keterampilan Abad 21 di
MI Nurul Hidayah Kota Jambi dari sumber hasil observasi, wawancara
maupun melalui dokumentasi, sehingga dapat dipertanggung jawab
seluruh data yang diperoleh di lapangan dalam penelitian tersebut..
(Moleong, 2009)

43
DAFTAR PUSTAKA

Achmad Ali Fikri, (2021). Keterampilan Guru Dalam Membimbing Diskusi Pada
Pembelajaran Abad 21. Journal of Education and Teaching, 2(1), 1–7.

Andrian, Y., & Rusman, R. (2019). Implementasi pembelajaran abad 21. Jurnal
Penelitian Ilmu Pendidikan, 12(1), 14–23.

Apoko, T. W. (2019). Pembelajaran Tematik SD/MI. Jurnal Pendidikan, 2(1), 8–


12. https://doi.org/10.24042/tadris.v2i2.2142

Apriono, D. (2013). Pembelajaran Kolaboratif: Suatu Landasan untuk


Membangun Kebersamaan dan Keterampilan Kerjasama. Diklus,
XVII(September), 292–304.

Arfani, J. W., & Sugiyono, S. (2014). Manajemen Kelas Yang Efektif: Penelitian
Di Tiga Sekolah Menengah Atas. Jurnal Akuntabilitas Manajemen
Pendidikan, 2(1), 44–57

Aslamiah, A., Abbas, E. W., & Mutiani, M. (2021). 21st-Century Skills and
Social Studies Education. The Innovation of Social Studies Journal, 2(2), 82.

Azizah, M., Sulianto, J., & Cintang, N. (2018). Analysis of Critical Thinking
Skills of Elementary School Students in Learning Mathematics Curriculum
2013. Jurnal Penelitian Pendidikan, 35(1), 61–70.

Badriyah, L. (2021). Pada Pembelajaran Bidang Bahasa Indonesia Sampang


Cilacap Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah. IAIN
Purwokerto.

Blegur, J., & Tlonaen, Z. A. (2017). Keterampilan Berpikir Kreatif dan


Hubungannya dengan Hasil Belajar Peserta Didik. Jurnal Kejaora, 2(1), 60–
67.

Budiono, H., & Abdurrohim, M. (2020). Peran Guru Dalam Mengembangkan

44
Keterampilan Komunikasi (Communication) Siswa Kelas V Sekolah Dasar
Negeri Teratai. Jurnal IIkatan Alumni PGSD UNARS, 8(1), 119.

Etistika Yuni Wijaya, Dwi Agus Sudjimat, & Amat Nyoto. (2016). Transformasi
Pendidikan Abad 21 Sebagai Tuntutan. Jurnal Pendidikan, 1(7), 263–278.

Fahmi, A. N., Pendidikan, P. T., Negeri, U., Maret, S., Videoscribe, S., Info, A.,
& Videoscribe, S. (2020). Profil Keterampilan Kolaborasi Mahasiswa Pada
Rumpun Pendidikan MIPA. Pedagogia Jurnal Ilmu Pendidikan, 17(03),
229–238.

Febrianti, Y., Djahir, Y., & Fatimah, S. (2016). Analisis Kemampuan Berpikir
Kreatif Peserta Didik dengan Memanfaatkan Lingkungan pada Mata
Pelajaran Ekonomi di SMA Negeri 6 Palembang. Jurnal Profit, 3(1), 121–
127.

Fitriah, P. I., Yulianto, B., & Asmarani, R. (2020). Meningkatkan Keterampilan


Komunikasi Siswa Melalui Penerapan Metode Everyone Is A Teacher Here.
Journal of Education Action Research, 4(4), 546.

Handoko, H. (2017). Pembelajaran Matematika Model Savi Berbasis Discovery


Strategy Materi Dimensi Tiga Kelas X. Jurnal EduMa, 6(1), 85–95.

Hanifa Mardhiyah, R., Aldriani, Sekar Nurul Fajriyah Chitta, F., & Rizal Zulfikar,
M. (2021). Pentingnya Keterampilan Belajar di Abad 21 sebagai Tuntutan
dalam Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jurnal Pendidikan, 12(1),
187–193.

Hewi, L., & Shaleh, M. (2020). Refleksi Hasil PISA (The Programme For
International Student Assesment): Upaya Perbaikan Bertumpu Pada
Pendidikan Anak Usia Dini). Jurnal Golden Age, 4(01), 30–41.

Husain, R. (2020). Penerapan Model Kolaboratif Dalam Pembelajaran Di Sekolah


Dasar. E-Prosiding Pascasarjana Universitas Negeri …, 1(2012), 12–21.

Indah Saputri, N. (2014). Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa

45
Kelas V Melalui Inkuiri Terbimbing pada Mata Pelajaran IPA di SDN
Punukan,Wates Kulon Progo Tahun Ajaran 2013/2014. Universitas Negri
Yogyakarta.

Intan Pratiwi, W. (2019). Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif


Siswa pada Pelajaran IPS Menggunakan Outdor Study di Kelas III SDN 2
Tanjung Gunung Badegan Tahun Pelajaran 2018/2019. \IAIN Ponorogo.

Irawan, M. D., & Simargolang, S. A. (2018). Implementasi E-Arsip Pada Program


Studi Teknik Informatika. Jurnal Teknologi Informasi, 2(1), 67.

Juliyantika, T., & Batubara, H. H. (2022). Tren Penelitian Keterampilan Berpikir


Kritis pada Jurnal Pendidikan Dasar di Indonesia. Jurnal Basicedu, 6(3),

Karli, H. (2016). Penerapan Pembelajaran Tematik SD di Indonesia. Jurnal


Pendidikan Dasar, 2(1), 1–29.

Kumalasani, P. M., & Kusumaningtyas, D. I. (2022). Keterampilan Abad 21


Dalam Model-Model Pembelajaran Berpendekatan. Jurnal Riset Pendidikan
Dasar, 05(April), 74–81.

Lubis, R. R., Tinggi, S., Islam, A., Syahputri, R., & Kritis, B. (2022). Berpikir
Kritis SMA. Jurnal Nizhmiyah, XII(1), 1–8.

Magdalena, I., Hasna Aj, A., Auliya, D., & Ariani, R. (2020). Analisis
Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas Vi Dalam Pembelajaran Ipa Di Sdn
Cipete 2. Jurnal Pendidikan Dan Ilmu Sosial, 2(1), 153–162.

Mahanal, S. (2017). Peran Guru Dalam Melahirkan Generasi Emas Dengan


Keterampilan Abad 21. Seminar Nasional Pendidikan HMPS Pendidikan
Biologi FKIP Universitas Halu Oleo, 1(September 2014), 1–16.

Marfuah, M. (2017). Improving Students’ Communications Skills Through


Cooperative Learning Models Type Jigsaw. Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial,
26(2)

46
Moh.Mukhlis. (2012). Pembelajaran Tematik. Jurnal Fenomena, IV(14), 66.

Moleong, L. J. (2009). Metodologi Penelitian Kualitatif. In Remaja Rosdakarya.

Mukhatar. (2010). Penerapan Manajemen Berbasis Aktivitas. Jurnal Riset


Akuntansi Going Concern, 12(2), 86.

Nadhiroh, P. S., & Trilisiana, N. (2020). Keterampilan Kolaborasi Mahasiswa


Teknologi Pendidikan dalam Mata Kuliah Kewirausahaan Berbasis Proyek.

Nahak, Noya, K. E., Degeng, Sudana, I. N., & Widiati, U. (2019). Pembelajaran
Tematik di Sekolah Dasar. Jurnal Pendidikan: Teori, Penelitian, Dan
Pengembangan, 4(6)

Naza, D. R. K. (2021). Peningkatan Keterampilan Berkomunikasi Menggunakan


Model Think Pair Share (Tps) Berbantuan Media Ular Tangga. Jurnal
Prasasti Ilmu, 1(3), 28–35.

Ningrum, A. R., & Putri, N. K. (2021). Hubungan Antara Keterampilan


Berkomunikasi dengan Hasil Belajar IPS pada Peserta Didik Kelas V SD.
TJurnal Pendidikan Dan Pembelajaran Dasar, 7(2), 177–186.

Nurwahidah, Taufik, S., Mirawati, B., & Indriati. (2021). Meningkatkan


Keterampilan Kolaborasi Siswa Menggunakan Lembar Kerja Siswa Berbasis
Saintifik. Reflection Journal, 1(2), 70–76.

Prasetyowati, E. N., & Suyatno, S. (2016). Peningkatan Penguasaan Konsep dan


Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Melalui Implementasi Model
Pembelajaran Inkuiri pada Materi Pokok Larutan Penyangga. Jurnal Kimia
Dan Pendidikan Kimia (JKPK), 1(1), 67–74.

Pratiwi, E. A., Witono, A. H., & Jaelani, A. K. (2022). Keterampilan Komunikasi


Siswa Kelas V SDN 32 Cakranegara Kecamatan Sandubaya Kota Mataram
Tahun Ajaran 2021/2022. Jurnal Ilmiah Profesi Pendidikan, 7(3b), 1639–

Prihadi, E. (2018). Pengembangan Keterampilan 4C melalui Metode Poster

47
Comment pada Mata Pelajarann PAI dan Budi Pekerti. Rabbani, 5, 464–479.

Putri, A. J., Arsil, A., & Kurniawan, A. R. (2020). Analisis Pencapaian


Keterampilan Komunikasi Pada Proses Pembelajaran. JRPD (Jurnal Riset
Pendidikan Dasar), 3(2), 154–161.

Putu Arnyana, I. B. (2007). Pembelajaran Untuk Meninngkatkan Kompetensi 4C (


Communication, Collaboration, Critical Thingking dan Creative Thingking)
Untuk Menyongsong Era Abad 21. International Journal of Science and
Mathematics Education, 5(3), 461–482

Rawung, W. H., Katuuk, D. A., Rotty, V. N. J., & Lengkong, J. S. J. (2021).


Kurikulum dan Tantangannya pada Abad 21. Jurnal Bahana Manajemen
Pendidikan, 10(1)

Risdianto, E. (2019). Analisis Pendidikan Indonesia di Era Revolusi Industri 4.0.


Research Gate, April(January), 1–16.

Rizal, F., Abdullah, R., Oktaviani, & Yuliansa. (2018). Tinjauan Keterampilan
Abad 21 di Kalangan Guru Kejuruan. Journal Cived Teknik Sipil, xx(x), 4.

Rohayu, Deni Adi Putra, & Kunti Dian Ayu Afiani. (2021). Analisis Penggunaan
Media Pembelajaran dalam Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif
Siswa. Inventa, 5(1), 30–46

Rosnaeni, R. (2021). Karakteristik dan Asesmen Pembelajaran Abad 21. Jurnal


Basicedu, 5(5), 4341–4350.

Saputra, R. (2019). Contextual Teaching and Learning (CTL) Untuk


Mengembangkan Ketrampilan Abad ke-21. Journal of Chemical Information
and Modeling, 53(9), 1689–1699.

Sari, K. P., S, N., & Irdamurni, I. (2020). Pengembangan Kreativitas Dan Konsep
Diri Anak Sd. Jurnal Ilmiah Pendidikan Dasar, 7(1), 44.

Septikasari, R., & Nugraha, R. (2018). Keterampilan 4C Abad 21 Dalam

48
Pembelajaran Pendidikan Dasar. Jurnal Tarbiyah Al-Awlad, VIII(02), 112–

Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kualitatif,Kuantitatif,R & D. Alfabeta. 3

Sugiyono. (2019). Metode Penelitian Evaluasi. Jurnal Penelitian Pendidikan,


7(1),

Sulistiyawati, D. Y. R. (2020). Peningkatan Keterampilan Kolaborasi Dan Hasil


Belajar Materi Debit Untuk Siswa Kelas V Sdn Kentungan Dengan Model
Stad. Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Suryani, N. (2016). Implementasi Model Pembelajaran Kolaboratif untuk


Meningkatkan Ketrampilan Sosial Siswa. Jurnal Harmoni IPS, 1(2), 1–23.

Syaifuddin, M. (2017). Implementasi Pembelajaran Tematik di Kelas 2 SD Negeri


Demangan Yogyakarta. Tadris: Jurnal Keguruan Dan Ilmu Tarbiyah, 2(2),

Syurbakti, M. M. (2020). Implementasi Keterampilan Kolaborasi Pada


Pembelajaran Sejarah Kelas Xi Ipa Di Sma Negeri 1 Simpang Empat Melalui
Model Pembelajaran Cooverative Learning. Jurnal Penddikan, X(234), 1–9.

Wasahua, S. (2022). Konsep Pengembangan Berpikir Kritis dan Berpikir Kreatif


Peserta Didik di Sekolah Dasar. Horizon Pendidikan, 16(2), 72–82.

Widyaningrum, R. (2012). Model Pembelajaran Tematik diMI/SD. Journal


Cendikia, 10(1), 111.

Wong Lieung, K. (2019). Pengaruh Model Discovery Learning terhadap


Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Sekolah Dasar Karlina. Journal of
Primary Education, 1(2), 73–82.

Yuliani, H. (2017). Keterampilan Berpikir Kreatif Pada Siswa Sekolah Menengah


Di Palangka Raya Menggunakan Pendekatan Saintifik. Jurnal Pendidikan
Fisika Dan Keilmuan (JPFK), 3(1), 48.

49

Anda mungkin juga menyukai