Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I


Dosen Pembimbing: Abdul Majid, S.Kep, Ns, M.Kep

Disusun oleh: Kelompok 1


1. FUJI AYU LESTARI (P07120122001)
2. NANDA ADI NUGRAHA (P07120122002)
3. AURELIA LINTANG NURULAIL (P07120122004)
4. ALFIN KHOIRUL MUNA (P07120122005)
5. ALFIAN WIDHI ARIEFIANTO (P07120122006)
6. FADILLA AGUSTINA ARTAMEVIA (P07120122007)
7. EKA NUR SETYANING RAMA (P07120122008)
8. NADHIRA AULIA RAHMAN (P07120122009)
9. NIRMALA NUR HERTANTI YAELANI (P07120122010)
10. FAIZATUL AWALIYAH (P07120122011)
11. ALFIANA NABILAH (P07120122012)
12. ADORA HERUISNANDA (P07120122013)
13. HANIFAH ‘AINUN NISAA (P07120122014)
14. BINTANG PRATAMA (P07120122015)
15. ARFANDI SUMBODO (P07120122016)

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


JURUSAN KEPERAWATAN
POLTEKKES KEMENKES YOGYAKARTA
2023
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb.
Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah tentang “Gangguan Kebutuhan
Oksigenasi
Tujuan dari penulisan makalah ini yakni untuk memenuhi tugas mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah I. Makalah ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi dan
menjadi penambah wawasan bagi pembaca maupun penulis. Kami ucapkan terima kasih
kepada bapak Abdul Majid, S.Kep, Ns, M.Kep selaku dosen pembimbing mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah I. Keberhasilan dalam pembuatan makalah ini tentunya tidak
lepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, untuk itu kami ucapkan terimakasih.
Kami berharap semoga dengan adanya makalah ini dapat berguna bagi orang
yang membacanya. Sebagai penyusun, kami sadar bahwa dalam pembuatan makalah ini
belum sempurna, untuk itu kami mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun.
Serta semoga makalah ini tercatat menjadi motivator bagi kami untuk penulisan makalah
yang lebih baik dan bermanfaat.

Yogyakarta, 17 Juli 2023

Kelompok 1

ii
DAFTAR ISI

Judul
Kata Pengantari
Daftar Isi
BAB I...............................................................................................................................................
PENDAHULUAN...........................................................................................................................
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................................

1.2 Tujuan....................................................................................................................................

BAB II.............................................................................................................................................
TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................................................
2.1 Konsep Dasar Kebutuhan Eliminasi......................................................................................

2.2 Pengertian Kebutuhan Eliminasi...........................................................................................

2.3 Anatomi dan Fisiologi Sistem Ekskresi.................................................................................

2.4 Faktor-faktor yang Memengaruhi Kebutuhan Eliminasi.......................................................

2.5 Bentuk Gangguan Pemenuhan kebutuhan Eliminasi...........................................................

2.6 Tinjauan Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Kebutuhan Eliminasi.......

BAB III PENUTUP.......................................................................................................................


3.1 Kesimpulan..........................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Rasa nyaman berupa terbebas dari rasa yang tidak menyenangkan adalah suatu
kebutuhan individu. Nyeri merupakan perasaan yang tidak menyenangkan yang terkadang
dialami individu. Menurut Long (1996) dalam Mubarak(2007) secara umum, nyeri dapat
didefinisikan sebagai perasaan tidaknyaman, baik ringan maupun berat. Sedangkan menurut
Arthur(1983) dalam Hidayat (2008), mengatakan nyeri merupakan suatu mekanisme bagi
tubuh, timbul ketika jaringan dirusak sehinggaindividu tersebut bereaksi untuk
menghilangkan rangsangan nyeri,Kebutuhan terbebas dari nyeri itumerupakan salah satu
kebutuhan dasar yang merupakan tujuan diberikannya asuhan keperawatan pada seorang
pasien rumah sakit (Prasetyo, 2010)
Kenyamanan memiliki subjetivitas yang sama dengan nyeri. Setiap individu
memeliki karakteristikfisiologis, social, spiritual, psikologis, dan kebudayaan yang
mempengaruhi cara merekamenginteprestasikan dan merasakan nyeri. Kolcaba (1992)
mendefinisikan nyeri kenyamanansebagai suatu keadaan telah terpenuhinya kebutuhan dasar
manusia. Kebutuhan itu meliputikebutuhan akan ketentraman (suatu kepuasan yang akan
meningkatkan penampilan sehari-hari),kelegaan (kebutuha telah terpenuhi), dan transenden
(keadaan tentang sesuatu yang melabihi masalahatau nyeri) (Potter & Perry,2005)
Setiap individu pernah mengalami nyeri dalam tingkatan tertentu. Nyeri
merupakan alasan yang paling umum orang mencari perawatan kesehatan. Walau tidak ada
nyeripun merupakan salah satu dari gejala yang paling sering terjadi di bidang medis, nyeri
merupakan salah satu yang paling sedikit dipahami. Individu yang merasakan nyeri merasa
tertekan atau menderita dan mencari upaya menghilangkan nyeri. Perawatan menggunakan
berbagai intervensi untuk menghilangkan nyeri atau mengembalikan kenyamanan. Perawat
tidak dapat melihat atau merasakan nyeri yang klien rasakan. Nyeri bersifat subjekti, tidak
ada dua individu yang mengalami nyeri yang yang sama. Nyeri merupakan sumber penyebab
frustasi, baik klien maupun tenaga kesehatan.
Manusia dapat mengerjakan aktivitas sehari-hari nya dengan mengandalkan
energi yang di hasilkan dari metabolisme tubuh manusia itu sendiri. Metabolisme mengolah
berbagai nutrisi yang kita konsumsi dari rezeki dari Allah berupa makanan setiap harinya.
Namun dari hasil pengolahan makanan tersebut terdapat sampah atau zat sisa yang harus di
keluarkan oleh tubuh. Cara tubuh mengeluarkan zat sisa metabolisme tersebut biasa di kenal

4
dengan eliminasi. Eliminasi terjadi di beberapa organ tubuh manusia diantaranya paru-paru
yang mengeluarkan zat sisa berupa CO2, adapula kulit yang mengeluarkan zat sisa berupa air
dan natrium(keringat), usus besar yang mengeluarkan zat sisa berupa feses yang terdiri dari
sisa bakteri yang telah mati dan zat sisa dari hasil metabolisme lainnya,serta ginjal yang
mengeluarkan zat sisa berupa urine yang tersusun atas cairan tubuh yang berlebih, ion-
ionhidrogen, elektrolit, dan asam.
1.2 Tujuan
1. Mengetahui konsep dasar kebutuhan rasa nyaman dan aman
2. Mengetahui pengertian kebutuhan eliminasi
3. Mengetahui anatomi dan fisiologi system ekskresi
4. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan eliminasi
5. Mengetahui bentuk gangguan pemenuhan kebutuhan eliminasi
6. Mengetahui tinjauan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan kebutuhan
eliminasi

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Kebutuhan Eliminasi


Kenyamanan atau rasa nyaman adalah suatu keadaan telah
terpenuhinyakebutuhan dasar manusia yaitu kebutuhan akan ketentraman (suatu
kepuasanyang meningkatkan penampilan sehari-hari), kelegaan (kebutuhan telahterpenuhi),
dan transenden (keadaan tentang sesuatu yang melebihi masalahdan nyeri). Kenyamanan
harus dipandang secara holistik yang mencakup empat aspek yaitu:
1. Fisik, berhubungan dengan sensasi tubuh.
2. Sosial, berhubungan dengan hubungan interpersonal, keluarga, dansosial.
3. Psikososial, berhubungan dengan kewaspadaan internal dalam dirisendiri yang
meliputi harga diri, seksualitas, dan makna kehidupan.
4. Lingkungan, berhubungan dengan latar belakang pengalaman
eksternalmanusia seperti cahaya, bunyi, temperatur, warna, dan unsur
alamiahlainnya (Wahyudi & Abd.Wahid, 2016)
Dalam meningkatkan kebutuhan rasa nyaman diartikan perawat lebihmemberikan
kekuatan, harapan, dorongan, hiburan, dukungan dan bantuan.Secara umum dalam
aplikasinya pemenuhan kebutuhan rasa nyaman adalahkebutuhan rasa nyaman bebas dari rasa
nyeri, dan hipo/hipertermia. Hal inidisebabkan karena kondisi nyeri dan hipo/hipertermia
merupakan kondisiyang mempengaruhi perasaan tidak nyaman pasien yang ditunjukkan
dengantimbulnya gejala dan tanda pada pasien (Wahyudi & Abd.Wahid, 2016). Aman adalah
keadaan bebas dari cidera fisik dan psikologis. Pemenuhankebutuhan keamanan dilakukakan
untuk menjaga tubuh bebas dari kecelakaan baik pasien perawat atau petugas lainnya yang
bekerja untuk pemenuhankebutuhan tersebut (Asmadi,2008)

2.2 Pengertian Kebutuhan Eliminasi


Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa urin
atau bowel (feses). Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih bila kandung kemih
terisi. Sistem tubuh yang berperan dalam terjadinya proses eliminasi urine adalah ginjal,
ureter, kandung kemih, dan uretra (Hidayat, 2010)
Eliminasi merupakan salah satu kebutuhan dasar yang harus di penuhi oleh setiap
manusia. Kebutuhan dasar manusia terbagi menjadi 14 kebutuhan dasar, menyatakan bahwa
kebutuhan eliminasi terdapat pada urutan ketiga. Apabila sistem perkemihan tidak dapat
6
berfungsi dengan baik, sebenarnya semua organ akhirnya akan terpengaruh. Secara umum
gangguan pada ginjal mempengaruhi eliminasi. Sehingga mengakibatkan masalah kebutuhan
eliminasi urine, antara lain : retensi urine, inkontinensia urine, enuresis, dan ureterotomi.
Masalah kebutuhan eliminasi urine sering terjadi pada pasien pasien rumah sakit yang
terpasang kateter tetap (Hidayat, 2010)
2.3 Anatomi dan Fisiologi Sistem Ekskresi
a) Organ ekskresi manusia terdiri dari:
1. Ginjal
2. Ureter
3. Kandung kemih/Vesica urinaria
4. Uretra
b) Miksi/berkemih bisa terjadi secara reflex dan bukan reflex
1. Refleks miksi terjadi pada orang-orang yg belum matang sistem neurologinya
(misalnya pada bayi) dan pada orang dengan gangguan kesadaran (otak),
misalnya pada orang yg sedang koma, stroke atau pada orang yang lanjut usia.
Refleks miksi ketika kandung kemih sudah penuh terisi atau kandung kemih
sudah tidak dapat menampung urine lagi Refleks miksi merupakan sebuah
refleks lokal spinal dimana pengosongan kandung kemih dengan pencapaian
tekanan kritis. Sedangkan pada dewasa, refleks ini dibawah kontrol volunter
sehingga dapat diinhibisi oleh otak.
2. Miksi Bukan Refleks terjadi jika ada rangsangan untuk menahan berkemih
akibat Kontraksi otot-otot perinium dan sfingter eksterna dapat dilakukan
secara volunter, sehingga mencegah urin mengalir melewati uretra atau
menghentikan aliran urin saat sedang berkemih Bukan refleks detrusor
meregang, mencetuskan refleks kontraksi dari efek efek tersebut sehingga
timbul keinginan untuk miksi.
c) Gambaran Anatomi Vesica urinaraia, Sfingter uretra internal adalah otot sfingter
uretra yang menyempitkan lubang uretra internal. Itu terletak di persimpangan uretra
dengan kandung kemih dan behubungan dengan otot detrusor. Terbuat dari otot polos.
Otot sfingter eksterna pria dan wanita (uretra sphincter urethrae) pria: terletak di
kantong perineum yang dalam, di ujung inferior kandung kemih pada wanita, dan
lebih rendah dari prostat (pada level uretra membranus) pada pria. Ini adalah sfingter
sekunder untuk mengontrol aliran urin melalui uretra. Tidak seperti otot sfingter

7
internal, sfingter eksternal terbuat dari otot rangka, oleh karena itu otot ini
dikendalikan secara sukarela oleh sistem saraf somatik.
d) Proses pembentukan dan ekskresi urine, Sekresi adalah proses keluarnya zat. zat yang
dikeluarkan ini berupa kelebihan ion, hasil metabolisme, dan zat-zat yang tidak
dibutuhkan lagi oleh tubuh sedangkan augmentasi adalah proses penambahan zat yang
tidak dibutuhkan lagi oleh tubuh melalui urin. Menurut pemahaman saya untuk istilah
ini tidak ada perbedaanya. hal ini sama-sama terkait dengan pengeluaran zat yang
tidak dibutuhkan oleh tubuh sehingga terjadi penambahan pada kandungan urin yang
menyebabkan warna urin menjadi pekat. Untuk duktus kolektivus sendiri berfungsi
sebagai pengumpul urin dari berbagai nefron. jadi setelah melalui serangkaian proses
dari filtrasi hingga sekresi / augmentasi maka urin akan dikumpulkan ke duktus
kolektivus yang mana urin ini akan dieksresikan melalui ureter --> vesika urinalis --
>urethra
e) Hubungan asam urat dengan penyakit GGK (Gagal Ginjal Kronis), Hiperurisemia
adalah ketidakseimbangan antara produksi dan sekresi dari asam urat.
Ketidakseimbangan antara produksi dan sekresi akan menimbulkan hipersaturasi
asam urat yaitu kelarutan asam urat dalam darah melebihi ambang batasnya, sehingga
merangsang timbunan urat dalam bentuk garamnya terutama monosodium urat di
berbagai tempat/jaringan. Kondisi hiperurisimia merupakan suatu faktor resiko
timbulnya penyakit ginjal. Berdasarkan penelitian, pasien dengan kadar asam urat
sekitar 7,0 – 8,9 mg/dl akan memiliki resiko dua kali lebih besar mengalami penyakit
ginjal, sedangkan peningkatan kadar asam urat ≥ 9,0 mg/dl pasien mempunyai resiko
menderita penyakit ginjal meningkat menjadi tiga kali lipat.
2.4 Faktor-faktor yang Memengaruhi Kebutuhan Eliminasi
Menurut Tarwoto & Wartonah (2006), faktor-faktor yang mempengaruhi defekasi
diantaranya adalah:
a) Umur
Perubahan dalam tahapan perkembangan yang mempengaruhi status eliminasi
terjadi di sepanjang kehidupan Seorang bayi memiliki lambung yang kecil dan lebih
sedikit menyekresi enzim pencernaan. Beberapa makanan, seperti zat pati yang
kompleks, ditoleransi dengan buruk. Makanan melewati saluran pencernaan dengan
cepat karena gerakan peristaltik berlangsung dengan cepat. Bayi tidak mampu
mengontrol defekasi karena kurangnya perkembangan neuromuskular. Perkembangan

8
ini biasa- nya tidak terjadi sampai usia 2 sampai 3 tahun. Pertum- buhan usus besar
terjadi sangat pesat selama masa remaja. Sekresi HCI meningkat, khususnya pada
anak laki-laki. Anak remaja biasanya mengonsumsi makanan dalam jumlah lebih
besar.
Sistem GI pada lansia sering mengalami perubahan sehingga merusak proses
pencernaan dan eliminasi (Lueckenotte, 1994). Beberapa perubahan pada saluran GI.
yang berlangsung seiring dengan proses penuaan, tertera pada Tabel 47-3. Beberapa
lansia mungkin tidak lagi memiliki gigi sehingga mereka tidak mampu mengunyah
makanan dengan baik. Makanan, yang memasuki saluran GI, hanya dikunyah
sebagian dan tidak dapat dicerna karena jumlah enzim pencernaan di dalam saliva dan
volume asam lambung menurun seiring dengan proses penuaan. Ketidakmampuan
untuk mencerna makanan yang mengandung lemak mencerminkan terjadi- nya
kehilangan enzim lipase.
Lansia yang dirawat di rumah sakit terutama berisiko mengalami perubahan
fungsi usus. Dalam suatu penelitian ditemukan bahwa terdapat 91% insiden diare atau
konsti- pasi dalam populasi lansia yang berjumlah 33 orang, yang di rawat di rumah
sakit, dengan usia rata-rata 76 tahun (Ross, 1990) Selain itu, gerakan peristaltik
menurun seiring dengan peningkatan usia dan melambatnya pengosongan eso- fagus.
Pengosongan esofagus yang melambat dapat menimbulkan rasa tidak nyaman di
bagian epigaster abdomen. Materi pengabsorpsi pada mukosa usus berubah,
menyebabkan protein, vitamin, dan mineral berkurang. Lansia juga kehilangan tonus
otot pada otot dasar perineum dan sfingter anus. Walaupun integritas sfingter eksterna
tetap utuh, lansia mungkin mengalami kesulitan dalam mengontrol pengeluaran feses.
Beberapa lansia kurang menyadari kebutuhannya untuk berdefekasi akibat
melambatnya impuls saraf sehingga mereka cenderung mengalami konstipasi
b) Diet
Asupan makanan setiap hari secara teratur membantu mempertahankan pola
peristaltik yang teratur di dalam kolon. Makanan yang dikonsumsi individu
mempengaruhi eliminasi. Serat, residu makanan yang tidak dapat dicerna,
memungkinkan terbentuknya masa dalam materi feses. Makanan pembentuk masa
mengabsorbsi cairan sehingga meningkatkan masa feses. Dinding usus teregang,
menciptakan gerakan peristaltik dan menimbulkan refleks defekasi. Usus bayi yang
belum matang biasanya tidak dapat mentoleransi makanan berserat sampai usianya
mencapai beberapa bulan. Dengan menstimulasi peris- taltik, masa makanan berjalan
9
dengan cepat melalui usus, mempertahankan feses tetap lunak. Makanan-makanan
berikut mengandung serat dalam jumlah tinggi (masa):
1. Buah-buahan mentah (apel, jeruk)
2. Buah-buahan yang diolah (prum, aprikot)
3. Sayur-sayuran (bayam, kangkung, kubis)
4. Sayur-sayuran mentah (seledri, mentimun)
5. Gandum utuh (sereal, roti)
Mengonsumsi makanan tinggi serat meningkatkan kemungkinan normalnya pola
eliminasi jika faktor lain juga normal. Makanan yang menghasilkan gas, seperti
bawang, kembang kol, dan buncis juga menstimulasi peristaltik. Gas yang dihasilkan
membuat dinding usus berdistensi, meningkatkan motilitas kolon. Beberapa makanan
pedas dapat meningkatkan peristaltik, tetapi juga dapat menyebabkan pencernaan
tidak berlangsung dan feses menjadi encer. Beberapa jenis makanan, seperti susu dan
produk- produk susu, sulit atau tidak mungkin dicerna oleh bebe- rapa individu. Hal
ini disebabkan oleh intoleransi laktosa. Laktosa, suatu bentuk karbohidrat sederhana
yang ditemukan di dalam susu, secara normal dipecah oleh enzim laktase. Intoleransi
terhadap makanan tertentu dapat mengakibatkan diare, distensi gas, dan kram
c) Asupan Cairan
Asupan cairan yang tidak adekuat atau gangguan yang menyebabkan kehilangan
cairan (seperti muntah) mem- pengaruhi karakter feses. Cairan mengencerkan isi usus,
memudahkannya bergerak melalui kolon. Asupan cairan yang menurun
memperlambat pergerakan makanan yang melalui usus. Orang dewasa harus minum 6
sampai 8 gelas (1400 sampai 2000 ml) cairan setiap hari. Minuman ringan yang
hangat dan jus buah memperlunak feses dan meningkatkan peristaltik. Konsumsi susu
dalam jumlah besar dapat memperlambat peristaltik pada beberapa individu dan
menyebabkan konstipasi.
d) Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik meningkatkan peristaltik, sementara imo- bilisasi menekan
motilitas kolon. Ambulasi dini setelah klien menderita suatu penyakit dianjurkan
untuk meningkatkan dipertahankannya eliminasi normal.Upaya mempertahankan
tonus otot rangka, yang digunakan selama proses defekasi, merupakan hal yang
penting. Melemahnya otot-otot dasar panggul dan abdo- men merusak kemampuan
individu untuk meningkatkan tekanan intraabdomen dan untuk mengontrol sfingter

10
eksterna. Tonus, otot dapat melemah atau hilang akibat penyakit yang berlangsung
dalam jangka waktu lama atau penyakit neurologis yang merusak transmisi saraf.

e) Faktor Psikologi
Fungsi dari hampir semua sistem tubuh dapat mengalami gangguan akibat stres
emosional yang lama (lihat Bab 22). Apabila individu mengalami kecemasan,
ketakutan, atau marah, muncul respons stres, yang memungkinkan tubuh membuat
pertahanan. Untuk menyediakan nutrisi yang dibutuhkan dalam upaya pertahanan
tersebut, proses pencernaan dipercepat dan peristaltik meningkat. Efek samping
peristaltik yang meningkat antara lain diare dan distensi gas. Apabila individu
mengalami depresi, sistem saraf otonom memperlambat impuls saraf dan peristaltik
dapat menurun. Sejumlah penyakit pada saluran GI dapat dikaitkan dengan stres.
Penyakit ini meliputi kolitis ulseratif, ulkus lambung, dan penyakit Crohn. Upaya
penelitian berulang yang dilakukan sejak lama telah gagal membuktikan mitos bahwa
penyebab klien mengalami penyakit tersebut adalah karena memiliki kondisi
psikopatologis. Namun, ansietas dan depresi mungkin merupakan akibat dari masalah
kronik tersebut (Cooke, 1991).
f) Kebiasaan Pribadi
Kebiasaan eliminasi pribadi mempengaruhi fungsi usus. Kebanyakan individu
merasa lebih mudah melakukan defekasi di kamar mandi mereka sendiri pada waktu
yang paling efektif dan paling nyaman bagi mereka. Jadwal kerja yang sibuk dapat
mengganggu kebiasaan dan mengakibatkan perubahan, seperti konstipasi. Individu
harus mencari waktu terbaik untuk melaksanakan elimi- nasinya. Refleks gastrokolik
adalah refleks yang paling mudah distimulasi untuk menimbulkan defekasi setelah
sarapan.
Klien yang dirawat di rumah sakit jarang dapat mempertahankan privasi saat
melakukan defekasi. Fasilitas kamar mandi seringkali digunakan bersama-sama
dengan teman sekamarnya, yang kebiasaan higienenya mungkin cukup berbeda.
Penyakit yang diderita klien sering membatasi aktivitas fisiknya dan ia membutuhkan
pispo atau commode yang ditempatkan di samping tempa tidurnya. Pemandangan,
suara, dan bau yang dihubungkan dengan kondisi tempat fasilitas toilet digunakan
bersama sama atau saat menggunakan pispot sering menimbulkan rasa malu. Rasa
malu membuat klien mengabaikan kebu- tuhannya untuk berdefekasi, yang dapat
memulai siklus rasa tidak nyaman yang hebat.
11
g) Posisi Selama Defekasi
Posisi jongkok merupakan posisi yang normal saat melakukan defekasi. Toilet
modern dirancang untuk memfasilitasi posisi ini, sehingga memungkinkan individu
untuk duduk tegak ke arah depan, mengeluarkan tekanan intraabdomen dan
mengontraksi otot-otot pahanya. Namun, klien lansia atau individu yang menderita
penyakit sendi, seperti artritis, mungkin tidak mampu bangkit dari tempat duduk toilet
yang rendah. Alat untuk meninggikan tempat duduk toilet memampukan klien untuk
bangun dari posisi duduk di toilet tanpa bantuan. Klien yang meng- gunakan alat
tersebut dan individu yang berpostur pendek. mungkin membutuhkan pijakan kaki
yang memungkinkan ia menekuk pinggulnya dengan benar. Untuk klien imobilisasi di
tempat tidur, defekasi seringkali dirasakan sulit. Posisi telentang tidak memungkinkan
klien mengontraksi otot-otot yang diguna- kan selama defekasi. Membantu klien ke
posisi duduk yang lebih normal pada pispot akan meningkatkan kemampuan defekasi.
h) Nyeri
Dalam kondisi normal, kegiatan defekasi tidak menim- bulkan nyeri. Namun, pada
sejumlah kondisi, termasuk hemoroid, bedah rektum, fistula rektumn, bedah
abdomen, dan melahirkan anak dapat menimbulkan rasa tidak nyaman ketika
defekasi. Pada kondisi-kondisi seperti ini. klien seringkali mensupresi keinginannya
untuk ber defekasi guna menghindari rasa nyeri yang mungkin akan timbul.
Konstipasi merupakan masalah umum pada klien yang merasa nyeri selama defekasi.
i) Kehamilan
Seiring dengan meningkatnya usia kehamilan dan ukuran fetus, tekanan diberikan
pada rektum. Obstruksi sementara akibat keberadaan fetus mengganggu pengeluaran
feses Konstipasi adalah masalah umum yang muncul pada trimester terakhir. Wanita
hamil yang sering mengedan
j) Pembedahan dan Anestesi
Agens anestesi, yang digunakan selama proses pembe- dahan, membuat gerakan
peristaltik berhenti untuk sementara waktu (lihat Bab 48). Agens anestesi yang
dihirup menghambat impuls saraf parasimpatis ke otot usus. Kerja anestesi tersebut
memperlambat atau meng- hentikan gelombang peristaltik. Klien yang menerima
anestesia lokal atau regional berisiko lebih kecil untuk mengalami perubahan
eliminasi karena aktivitas usus hanya dipengaruhi sedikit atau bahkan tidak
dipengaruhi sama sekali.Pembedahan yang melibatkan manipulasi usus secara
langsung, sementara akan menghentikan gerakan peris- taltik. Kondisi ini disebut
12
ileus paralitik yang biasanya berlangsung sekitar 24 sampai 48 jam. Apabila klien
tetap tidak aktif atau tidak dapat makan setelah pembedahan, kembalinya fungsi
normal usus dapat terhambat lebih lanjut.
k) Obat-obatan
Obat-obatan untuk meningkatkan defekasi telah tersedia. Laksatif dan katartik
melunakkan feses dan meningkat- kan peristaltik. Walaupun sama, kerja laksatif lebih
ringan daripada katartik. Apabila digunakan dengan benar, laksatif dan katartik
mempertahankan pola eliminasi normal dengan aman. Namun, penggunaan katartik
dalam jangka waktu lama menyebabkan usus besar kehilangan tonus ototnya dan
menjadi kurang responsif terhadap stimulasi yang diberikan oleh laksatif. Penggunaan
laksatif yang berlebihan juga dapat menyebabkan diare berat yang dapat
menyebabkan dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Minyak mineral, sebuah laksatif
umum, menu- runkan absorpsi vitamin yang larut dalam lemak. Laksatif dapat
mempengaruhi kemanjuran kerja obat lain dengan mengubah waktu transit (mis.,
waktu obat berada di dalam saluran GI). Obat-obatan, seperti disiklomin HCI (Bentyl)
menekan gerakan peristaltik dan mengobati diare. Beberapa obat memiliki efek
samping yang dapat mengganggu eliminasi. Obat analgesik narkotik menekan
gerakan peristaltik. Opiat umumnya menyebabkan konstipasi. Obat-obatan
antikolinergik, seperti atropin, atau glikopirolat (Robinul), menghambat sekresi asam
lambung dan menekan moti- litas saluran GI. Walaupun bermanfaat dalam mengobati
gangguan usus, yakni hiperaktivitas usus, agens anti- kolinegik dapat menyebabkan
konstipasi. Banyak anti- biotik menyebabkan diare dengan mengganggu flora bakteri
normal di dalam saluran GI. Apabila diare dan kram abdomen yang terkait dengan
diare semakin parah, obat-obatan yang diberikan kepada klien mungkin perlu diubah.
Intervensi keperawatan yang dapat digunakan untuk mencegah diare osmotik, yang
disebabkan oleh obat-obatan hiperosmolar telah diuraikan oleh Fruto (1994) (lihat
kotak di atas),
l) Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik. yang melibatkan visualisasi struktur saluran GI, sering
memerlukan dikosongkannya isi di bagian usus. Klien tidak diizinkan untuk makan
atau minum setelah tengah malam jika esoknya akan dilakukan pemeriksaan, seperti
pemeriksaan yang menggunakan barium enema, endoskopi saluran GI bagian bawah,
atau serangkaian pemeriksaan saluran GI bagian atas. Pada kasus penggunaan barium
enema atau endoskopi, klien biasanya menerima katartik dan enema. Pengosongan
13
usus dapat mengganggu eliminasi sampai klien dapat makan dengan normal. Prosedur
pemeriksaan menggunakan barium menim- bulkan masalah tambahan. Barium
mengeras jika dibiarkan di dalam saluran GI. Hal ini dapat menyebabkan konstipasi
atau impaksi usus. Seorang klien harus mene- rima katartik untuk meningkatkan
eliminasi barium setelah prosedur dilakukan. Klien yang mengalami ke- gagalan
dalam mengevakuasi semua barium, mungkin usus klien perlu dibersihkan dengan
menggunakan enema.
Faktor yang mempengaruhi miksi antara lain:
a) Jumlah air yang diminum Semakin banyak air yang diminum jumlah urin semakin
banyak. Apabila banyak air yang diminum, akibatnya penyerapan air ke dalam darah
sedikit, sehingga pembuangan air jumlahnya lebih banyak dan air kencing akan terlihat
bening dan encer. Sebaliknya apabila sedikit air yang diminum, akibatnya penyerapan air
ke dalam darah akan banyak sehingga pembuangan air sedikit dan air kencing berwarna
lebih kuning
b) Jumlah garam yang dikeluarkan dari darah Supaya tekanan osmotik tetap, semakin
banyak konsumsi garam maka pengeluaran urin semakin banyak
c) Konsentrasi hormon insulin Jika konsentrasi insulin rendah, orang akan sering
mengeluarkan urin. Kasus ini terjadi pada orang yang menderita kencing manis.
d) Hormon antidiuretik (ADH) Hormon ini dihasilkan oleh kelenjar hipofisis bagian
belakang. Jika darah sedikit mengandung air, maka ADH akan banyak disekresikan ke
dalam ginjal, akibatnya penyerapan air meningkat sehingga urin yang terjadi pekat dan
jumlahnya sedikit. Sebaliknya, apabila darah banyak mengandung air, maka ADH yang
disekresikan ke dalam ginjal berkurang, akibatnya penyerapan air berkurang pula,
sehingga urin yang terjadi akan encer dan jumlahnya banyak
e) Suhu lingkungan Ketika suhu sekitar dingin, maka tubuh akan berusaha untuk menjaga
suhunya dengan mengurangi jumlah darah yang mengalir ke kulit sehingga darah akan
lebih banyak yang menuju organ tubuh, di antaranya ginjal. Apabila darah yang menuju
ginjal jumlahnya samakin banyak, maka pengeluaran air kencing pun banyak.
f) Gejolak emosi dan stress Jika seseorang mengalami stress, biasanya tekanan darahnya
akan meningkat sehingga banyak darah yang menuju ginjal. Selain itu, pada saat orang
berada dalam kondisi emosi, maka kandung kemih akan berkontraksi. Dengan demikian,
maka timbullah hasrat ingin buang air kecil.

14
g) Minuman alkohol dan kafein Alkohol dapat menghambat pembentukan hormon
antidiuretika. Seseorang yang banyak minum alkohol dan kafein, maka jumlah air
kencingnya akan meningkat.

2.5 Bentuk Gangguan Pemenuhan kebutuhan Eliminasi


Masalah-masalah pada Gangguan Eliminasi Alvi yaitu
a) Konstipasi merupakan keadaan individu yang mengalami atau berisiko tinggi
mengalami stasis usus besar sehingga menimbulkan caiminasi yang jarang atau keras,
atau keluarnya tinja terlalu kering dan keras.
b) Diare merupakan keadaan individu yang mengalami atau beresiko sering mengalami
pengeluaran feses dalam bentuk cair. Diare sering disertai kejang usus, mungkin ada
rasa mual dan muntah
c) Inkontinensia usus merupakan keadaan individu yang mengalami perubahan
kebiasaan dari proses de:fekasi normal mengalami proses pengeluaran fesca tak
disadari. Hal ini juga disebut sebagai inkontinensia alvi yang merupakan hilangnya
kemampuan otot untuk mengontrol pengeluaran feses dan gas melalui sfingter akibat
kerusakan sfingter.
d) Kembung merupakan keadaan penuh udara dalam perut karena pengumpulan gas
secara berlebihan dalam lambung atau usus.
e) Hemorroid merupakan keadaan terjadinya pelebaran vena di daerah anus sebagai
akibat peningkatan tekanan di daerah anus yang dapat disebabkan karena konstipasi,
perenggangan saat defekasi, dan lain-lain.
f) Fecal impacaion merupakan masa feses keras dilipatan rektum yang diakibatkan oleh
retensi dan akumulasi materi feses yang berkepanjangan.
Masalah-masalah pada Gangguan Eliminasi Urine yaitu:
a) Retensi adanya penumpukan urine didalam kandung kemih dan ketidaksanggupan
kandung kemih untuk mengosongkan diri.
b) Inkontinensia urine yaitu ketidaksanggupan sementara atau permanen otot
sfingtereksternal untuk mengontrol keluarnya urine dari kandung kemih
c) Enuresis Sering terjadi pada anak-anak, umumnya terjadi pada malamhari (nocturnal
enuresis), dapat terjadi satu kali atau lebih dalam semalam d. Urgency adalah
perasaan seseorang untuk berkemih.

15
d) Dysuria adanya rasa sakit atau kesulitan dalam berkemih
e) Polyuria Produksi urine abnormal dalam jumlah besar oleh ginjal.seperti
2.500ml/hari, tanpa adanya peningkatan intake cairan

2.6 Tinjauan Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Kebutuhan


Eliminasi
a) Pengkajian
Pengkajian skenario
1. Identitas Pasien
Nama : Ny.A
Umur : 25 thn
JK : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Alamat : Sleman
Pekerjaan : IRT
Tanggal masuk : 21 Juli 2023
Tanggal pengkajian : 22 Juli 2023
DM :
2. Identitas PJ
Nama : Nn. R
JK : Perempuan
Hubungan :Anak
a) Riwayat Penyakit
1. Keluhan utama
Pasien mengatakan chestpain, seperti tertusuk-tusuk benda tajam pada perut
kanan bawah, Skala nyeri 7
2. Penyakit sekarang
Seorang klien perempuan usia 25 tahun, dirawat di rumah sakit dengan
keluhan utama chestpain, seperti tertusuk-tusuk benda tajam pada perut kanan
bawah, Skala nyeri 7. Biasanya nyeri muncul tiba-tiba dengan sendirinya,
ataupun saat dia batuk, tidur miring kanan, menggerakan badan untuk bangun,
berdiri dan berjalan. Nyeri ini biasanya timbul semakin lama semakin

16
bertambah nyeri namun akan menghilang dengan sendirinya dalam beberapa
menit ± 2- 5 menit.
3. Penyakit dahulu
Tidak ada penyakit menurun
Tidak ada penyakit dahulu
b) Pola Aktivitas Sehari-hari
1. Nutrisi dan Cairan
 Sebelum sakit
Frekuensi makan : 3x sehari
Jenis makanan : nasi, lauk, sayur
Porsi yang dihabiskan : 1 porsi
Nafsu makan : baik
Jenis minuman : air putih dan teh manis
Banyaknya minum : ± 2 liter/hari
 Selama sakit
Frekuensi makan : menurun 2x sehari
Jenis makanan : bubur
Porsi yang dihabiskan : ½ porsi
Nafsu makan : menurun
Banyaknya minum : ±1,5 L/hari
Keluhan saat makan : tidak nafsu makan
2. Pola Eliminasi
 Sebelum sakit
Pasien mengatakan bahwa tidak terjadi penurunan frekuensi urine maupun
BAB.
 Sesudah sakit
Frekuensi urine pasien menurun, warna urine cendurung gelap.
3. Pola Aktivitas
 Sebelum sakit
Pasien dapat beraktifitas seperti biasa
 Sesudah sakit
Pasien mengalami kesulitan untuk beraktifitas karena merasakan nyeri
pada perut kanan bawah skala 7

17
a) Pola Istirahat Tidur
 Sebelum sakit
Pasien dapat istirahat dan tidur dengan cukup selama ± 6 – 8 jam/hari
 Sesudah sakit
Pasien kesulitan untuk tidur karena merasakan nyeri perut kanan bawah.
Dan sering terbangun

c) Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum : Pasien lemas, gelisah, dan meringis kesakitan
2. Kesadaran : Compos Mentis
3. Status Gizi :
Tinggi Badan : 155 cm
Berat Badan : 55 kg
IMT = BB = 55 = 22,9 (normal)
TB(m) 2 155
4. TTV
 Tekanan Darah : 140/90 mmHg
 Nadi : 103X/menit
 RR : 16x/menit
 Suhu : 36,5 C
 Skala nyeri
P : chestpain (post Op.apendic)
Q : seperti tertusuk-tusuk benda tajam
R : perut kanan bawah
S :7
T : nyeri muncul tiba-tiba dengan sendiriny
d) Program Pengobatan
1. Pasien terpasang IVFD Ringer Laktat 500cc 20 tetes / menit,
2. cetorolax 2 x 30 mg IV.
3. ceftriaxon 2x1 gram IV.
A. ANALISA DATA

DO DS

18
 Keadaan Umum : Pasien lemas,  Pasien mengatakan chestpain,
gelisah, dan meringis kesakitan seperti tertusuk-tusuk benda tajam
 Kesadaran : Compos Mentis pada perut kanan bawah, Skala
 Status Gizi : nyeri 7
Tinggi Badan : 155 cm  Pasien mengatakan biasanya nyeri
Berat Badan : 55 kg muncul tiba-tiba dengan sendirinya,
IMT = BB = 55 = ataupun saat dia batuk, tidur miring
22,9 (normal) kanan, menggerakan badan untuk
TB(m) 2 155 bangun, berdiri dan berjalan
TTV  Pasien mengatakan nyeri ini
 Tekanan Darah : 140/90 mmHg biasanya timbul semakin lama

 Nadi : 103X/menit semakin bertambah nyeri namun

 RR : 16x/menit akan menghilang dengan sendirinya


dalam beberapa menit ± 2- 5 menit.
 Suhu : 36,5 C
 Pasien mengatakan pengeluaran
 Klien terpasang IVFD Ringer Laktat
feses lama dan sulit hingga nyeri
500cc 20 tetes / menit
 Skala nyeri
P : chestpain (post Op.apendic)
Q : seperti tertusuk-tusuk benda tajam
R : perut kanan bawah
S :7 (dari angka 1- 10)
T : nyeri muncul tiba-tiba dengan
sendirinya dan hilang dalam beberapa
menit ± 2- 5 menit.
 Peristaltic usus menurun

B. DIAGNOSA

DATA ETIOLOGI Problem


DS : Nyeri Akut Agen cidera
Pasien mengatakan chestpain, seperti D.0077 halaman fisiologi
tertusuk-tusuk benda tajam pada perut 172 (Post Op.)
kanan bawah, Skala nyeri 7

19
DO :
 Tekanan Darah : 140/90
mmHg
 RR : 16x/menit
 Skala nyeri
P : chestpain (post Op.apendic)
Q : seperti tertusuk-tusuk
benda tajam
R: perut kanan bawah
S:7 (dari angka 1- 10)
T : nyeri muncul tiba-tiba
dengan sendirinya dan hilang
dalam beberapa menit ± 2- 5
menit

DS : Gangguan rasa Gejala penyakit


 Pola Istirahat Tidur nyaman
Sebelum sakit Pasien dapat D.0074 halaman
istirahat dan tidur dengan cukup 166
selama ± 6 – 8 jam/hari. Sesudah
sakit Pasien kesulitan untuk tidur
karena merasakan nyeri perut
kanan bawah. Dan sering
terbangun
 Pola Eliminasi Sebelum sakit
Pasien mengatakan bahwa tidak
terjadi penurunan frekuensi urine
maupun BAB. Sesudah sakit
Frekuensi urine pasien menurun,
warna urine cendurung gelap.
 Pasien mengatakan nyeri ini
biasanya timbul semakin lama
semakin bertambah nyeri namun

20
akan menghilang dengan
sendirinya dalam beberapa menit ±
2- 5 menit.
DO :
Keadaan Umum : Pasien lemas,
gelisah, dan meringis kesakitan

DS : Konstipasi Kelemahan otot


Pasien mengatakan chestpain, seperti D.0049 abdomen
tertusuk-tusuk benda tajam pada perut
kanan bawah. Pasien mengatakan
pengeluaran feses lama dan sulit
hingga nyeri
DO :
 Keadaan Umum : Pasien lemas,
gelisah, dan meringis kesakitan
 Peristaltik usus menurun
 Teraba massa pada rektal

C. SKALA PRIORITAS
1. Nyeri akut b/d agen cidera fisiologis (Pos.Op) d.d skala nyeri7, seperti tertusuk-
tusuk, bagian perut kanan bawah, nyeri muncul tiba-tiba dengan sendirinya,
tekanan darah meningkat, nafas menurun
2. Gangguan rasa nyaman b/d gejala penyakit d.d istirahat menjadi terganggu,
frekuensi urin menurun dan gelap, nyeri mengganggu dirinya.
3. Konstipasi b/d Kelemahan otot abdomen d.d Pasien mengatakan chestpain, seperti
tertusuk-tusuk benda tajam pada perut kanan bawah. Pasien mengatakan
pengeluaran feses lama dan sulit hingga nyeri, pasien terlihat lemas, gelisah,
Teraba massa pada rektal, dan meringis kesakitan serta peristaltic usus menurun

D. INTERVENSI

SDKI (Diagnosis) SLKI (Luaran) SIKI (Intervensi) Rasional

21
Nyeri akut b/d agen Tingkat Nyeri (I.08066) Manajemen Nyeri
cidera fisiologis Setelah dilakukan (I.07238)
ditandai dengan : intervensi keperawatan Intervensi utama :
DS : selama 3 x 24 jam, maka - manajemen nyeri
status tingkatan nyeri - Pemberian analgesic
Pasien
dengan kriteria hasil : Observasi
mengatakan
4. Kemampuan - identifikasi lokasi,
chestpain,
menuntaskan karakteristik, durasi,
seperti
aktivitas frekuensi, kualitas, Obsevasi :
tertusuk-
meningkat intensitas nyeri - untuk
tusuk benda
5. Keluhan - Identifikasi skala mengidentifikasi
tajam pada
nyeri nyeri lokasi,
perut kanan
menurun - Identifikasi respons karakteristik,
bawah,
6. Meringis nyeri non verbal durasi, frekuensi,
Skala nyeri
menurun - Identifikasi faktor kualitas, intensitas
7
7. Gelisah yang memperberat dan nyeri
DO :
menurun memperingan nyeri - untuk
Skala nyeri 8. Kesulitasn - Identifikasi mengidentifikasi
P : tidur pengetahuan dan skala nyeri
chestpain menurun keyakinan terhadap - untuk
(post 9. Frekuensi nyeri mengidentifikasi
Op.apendic) nadi - Identifikasi pengaruh respons nyeri non
Q : seperti membaik budaya terhadap verbal
tertusuk- 10. Pola nalas respon nyeri - untuk
tusuk benda membaik - Identifikasi pengaruh mengidentifikasi
tajam 11. Tekanan nyeri pada kualitas faktor yang
R: perut darah hidup memperberat dan
kanan membaik - Monitor keberhasilan memperingan
bawah 12. Nafsu makan terapi komplementer nyeri
S:7 (dari membaik yang sudah diberikan - untuk
angka 1- - Monitor efek mengidentifikasi
10) samping penggunaan pengetahuan dan

22
T : nyeri analgetic keyakinan
muncul terhadap nyeri
tiba-tiba Terapeutik - untuk
dengan - diskusikan jenis mengidentifikasi
sendirinya analgesik yang disukai pengaruh budaya
dan hilang untuk mencapai terhadap respon
dalam analgesia optimal, jika nyeri
beberapa perlu - untuk
menit ± 2- 5 - Pertimbangkan mengidentifikasi
menit penggunaan infus pengaruh nyeri
kontinu, atau bolus pada kualitas hidup
oploid untuk - untuk mengetahui
mempertahankan kadar keberhasilan terapi
dalam serum komplementer
- Tetapkan target yang sudah
efektifitas analgetik diberikan
untuk mengoptimalkan - untuk mengetahui
respons pasien efek samping
- Dokumentasikan penggunaan
respons terhadap efek analgetic
analgesik dan efek
yang tidak diingunkan Terapeutik
- untuk diskusikan
Edukasi jenis analgesik
- jelaskan efek terapi yang disukai untuk
dan efek samping obat mencapai
analgesia optimal,
Kolaborasi jika perlu
- kolaborasi pemberian - untuk
dosis dan jenis mertimbangkan
anakgesik, sesuau penggunaan infus
indikasi kontinu, atau bolus
oploid untuk
mempertahankan
23
kadar dalam serum
- untuk mengetahui
target efektifitas
analgetik untuk
mengoptimalkan
respons pasien
- untuk mengetahui
respons terhadap
efek analgesik dan
efek yang tidak
diingunkan

Edukasi

Untuk
menjelaskan efek
terapi dan efek
samping obat

Kolaborasi
- untuk
mengkolaborasi
pemberian dosis
dan jenis

Gangguan rasa Status Kenyamanan Terapi Relaksasi


nyaman b/d gejala (L.08064) (I.09326)
penyakit ditandai Setelah dilakukan Observasi
dengan : intervensi keperawatan Observasi - untuk mengetahui
DS selama 3 x 24 jam, maka - identifikasi penurunan tingkat
Pasien mengatakan status kenyamanan penurunan tingkat energi,
nyeri ini biasanya maningkat dengan energu, ketidakmampuan
timbul semakin kriteria hasil : ketidakmampuan berkonsentrasi,
lama semakin - kesejahteraan berkonsentrasi, atau atau gejala lain

24
bertambah nyeri fisik gejala lain yang yang mengganggu
namun akan meningkat mengganggu kemampuan
menghilang dengan - Keluhan kemampuan kognitif kognitif
sendirinya dalam tidak nyaman - Identifikasi teknik - untuk mengetahui
beberapa menit ± 2- menurun relaksasi yang pernah teknik relaksasi
5 menit - Gelisah efektif digunakan yang pernah efektif
DO menurun - Identifikasi digunakan
- Merintih kesediaan, - untuk mengetahui
Pasien lemas,
menurun kemampuan, dan kesediaan,
gelisah, dan
penggunaan teknik kemampuan, dan
meringis kesakitan
sebelumnya penggunaan teknik
- Periksa ketegangan sebelumnya
otot, frekuensi nadi, - untuk mengetahui
tekanan darah, dan ketegangan otot,
suhu sebelum dan frekuensi nadi,
sesudah latihan tekanan darah, dan
- Monitor respons suhu sebelum dan
terhadap terapi sesudah latihan
relaksasi - agar kita dapat
mengetahui
Terapeutik respons terhadap
- ciptakan lingkungan terapi relaksasi
renang dan tanpa
gangguan dengan
pencahayaan dan suhu
ruang nyaman, jika
memungkinkan
- Berikan informasi
tertulis tentang
persiapan dan prosedur
teknik relaksasi
- Gunakan pakaian
longgar
- Gunakan nada suara
25
lembut dengan irama Terapeutik
lambat dan berirama - agar kita dapat
Edukasi menciptakan
- jelaskan tujuan, lingkungan tenang
manfaat, barasan, dan dan tanpa
jenis relaksasi yang gangguan dengan
tersedia (mis. musik, pencahayaan dan
meditasi, napas dalam, suhu ruang
relaksasi otot nyaman, jika
progresif) memungkinkan
- Jelaskan secara rincu - supaya pasien
intervensi rekaksasi dapat menerapkan
yang dipilih dan memahami
- Anjurkan mengambil prosedur teknik
posisi nyaman relaksasi
- Anjurkan rileks dan - agar pasien
merasakan sensasi lebihbnyaman
relaksasi dengan pakaian
-Demonstrasikan dan yang longgar
latih teknik relaksasi sehingga
(mis. napas dalam, mengurangi rasa
peregangan, atay nyeri
imajinasi terbimbing) - agar pasien tidak
merasa terganggu
dengan suara
sekitar

Edukasi
- agar pasien
mengetahui tujuan,
manfaat, barasan,
dan jenis relaksasi
26
yang tersedia (mis.
musik, meditasi,
napas dalam,
relaksasi otot
progresif)
- agar pasien
memahami secara
rinci intervensi
rekaksasi yang
dipilih
- agar pasien lebih
nyaman dalam
memposisikan diri
- agar pasien dapat
lebih rileks dan
bisa tenang
- supaya pasien
memahami tehnik
relaksasi (mis.
napas dalam,
peregangan, atay
imajinasi
terbimbing)

Konstipasi b/d Eliminasi fekal L.04033 Konstipasi I.04155


Kelemahan otot Setelah dilakukan halaman 193
abdomen ditandai intervensi keperawatan observasi : observasi :
dengan : selama 3 x 24 jam, maka • Periksa tanda dan • agar perawat
Pasien mengatakan kriteria hasil : gejala konstipasi mengetahui tanda
pengeluaran feses - Nyeri • Periksa pergerakan dan gejala
lama dan sulit abdomen usus, karakteristik konstipasi
hingga nyeri Pasien menurun feses (konsistensi, • agar perawat
lemas, gelisah, dan - Kram bentuk, volume, dan mengetahui

27
meringis kesakitan abdomen warna) pergerakan usus,
menurun • Identifikasi faktor karakteristik feses
Peristaltik usus
- Konstripasi risiko konstipasi (mis. (konsistensi,
menurun, Teraba
feses cukup obat-obatan, tirah bentuk, volume,
massa pada rektal
membaik baring, dan diet rendah dan warna)
- Peristaltic serat) • agar perawat
usus • Monitor tanda dan mengetahui faktor
membaik gejala ruptur usus risiko konstipasi
dan/atau peritonitis (mis. obat-obatan,
tirah baring, dan
Terapeutik diet rendah serat)
• Anjurkan diet tinggi • agar perawat
serat mengetahui tanda
• Lakukan masase dan gejala ruptur
abdomen, jika perlu usus dan/atau
• Lakukan evakuasi peritonitis
feses secara manual,
jika perlu Terapeutik
• agar pasien
Edukasi mnegetahui dan
• Jelaskan etiologi menerapkan diet
masalah dan alasan tinggi serat
tindakan • Anjurkan • agar pasien lebih
peningkatan asupan nyaman dengan
cairan, jika tidak ada melakukan masase
kontraindikasi abdomen, jika
• Latih buang air besar perlu
secara teratur • agar perawat
• Ajarkan cara dapat
mengatasi mengobservas
konstipasi/impaksi sekaligus evakuasi
feses secara
Kolaborasi manual, jika perlu
• Konsultasi dengan
28
tim medis tentang Edukasi
penurunan/peningkatan • agar pasien
frekuensi suara usus mngetahui etiologi
• Kolaborasi masalah dan alasan
penggunaan obat tindakan
pencahar, jika perlu • agar pasien dapat
peningkatan
asupan cairan, jika
tidak ada
kontraindikasi
• Agar pasien
dapat mengetahui
cara mengatasi
konstipasi

Kolaborasi
• agar pasien
frekuensi bising
usus dapat cukup
membaik
• agar pasien dapat
menggunakan obat
pencahar. Jika
perlu

BAB III

29
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA

30
PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik
(1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
keperawatan (1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan (1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.

31

Anda mungkin juga menyukai