Anda di halaman 1dari 2

Perjanjian merupakan suatu perbuatan dimana dua orang atau lebih telah sepakat untuk saling

mengingatkan diri mereka dalam perjanjian tersebut (Pasal 1313 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata (KUHPerdata)). Dalam membuat perjanjian, pada dasarnya para pihak yang
terlibat telah menyatakan sepakat untuk memenuhi hak dan kewajibannya masing-masing
sesuai dengan yang tertulis dalam perjanjian yang dibuat mereka. Adapun perlunya
pembuatan perjanjian secara tertulis, bertujuan untuk menegaskan kembali hak dan
kewajiban para pihak yang membuat perjanjian tersebut secara individual. Hal tersebut
dilakukan guna mencegah terjadinya pelanggaran terhadap kesepakatan yang telah dibuat
dalam perjanjian serta menjamin adanya kepastian hukum. Tak terkecuali dalam perjanjian
kerja, maka dari itu para pihak dalam hubungan kerja, yakni pemberi kerja dan pekerja harus
membuat perjanjian kerja secara tertulis untuk memastikan terlaksananya kewajiban serta
terpenuhinya hak masing-masing pihak. Adapun beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
pembuatan perjanjian kerja antara lain seperti syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak.
Baca juga: Pengusaha Wajib Tahu Ketentuan Mengenai Perjanjian Kerja Harian Terbaru!
Mengacu pada Pasal 54 ayat (1) Undang-Undang tentang Ketenagakerjaan (UU
Ketenagakerjaan), ditetapkan bahwa dalam membuat perjanjian kerja setidaknya harus
memuat beberapa hal yang meliputi: Nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha; Nama, jenis
kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh; Jabatan atau jenis pekerjaan; Tempat pekerjaan;
Besarnya upah dan cara pembayarannya; Syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban
pengusaha dan pekerja/buruh; Mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja; Tempat
dan tanggal perjanjian kerja dibuat; dan Tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.
Sementara itu, untuk ketentuan mengenai upah, cara pembayarannya, dan syarat-syarat kerja
yang meliputi hak dan kewajiban para pihak, tidak boleh bertentangan dengan ketentuan
peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Hal tersebut untuk memberi kepastian berapa jumlah upah yang diterima serta kapan
upah tersebut dibayar serta hak dan kewajiban apa saja yang dimiliki masing-masing
pengusaha dan pekerja (Pasal 54 ayat (2) UU Ketenagakerjaan). Selain itu, perjanjian kerja
yang telah disepakati juga harus dibuat setidaknya sebanyak 2 rangkap (keduanya punya
kekuatan hukum yang sama) untuk masing-masing diberikan pada pekerja dan pengusaha.
Perlu dicatat bahwa perjanjian kerja yang telah disepakati tidak dapat ditarik lagi serta
diubah, kecuali atas persetujuan para pihak. (Pasal 54 ayat (3) dan Pasal 55 UU
Ketenagakerjaan). Adapun jenis perjanjian kerja yang ada dibagi berdasarkan ditetapkan atau
tidaknya jangka waktu berlakunya perjanjian tersebut. Jenis perjanjian kerja yang dimaksud
meliputi Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu
(PKWTT) (Pasal 81 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta
Kerja)). Baca juga: Serba-Serbi Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Di Peraturan Turunan UU
Cipta Kerja Untuk pembuatan PKWT, harus didasarkan atas jangka waktu berlakunya
perjanjian atau saat selesainya pekerjaan yang diberikan kepada pekerja dalam perjanjian.
Jangka waktu atau saat selesainya pekerjaan yang dimaksud ditentukan berdasarkan
perjanjian kerja yang dibuat (Pasal 81 UU Cipta Kerja). Selain itu, untuk PKWT harus dibuat
secara tertulis serta dalam bahasa Indonesia dan huruf latin serta tidak dapat menetapkan
adanya masa percobaan kerja sebagai syarat kerja. Perjanjian kerja yang dimaksud juga
hanya dapat dibuat untuk pekerjaan yang akan selesai pada waktu tertentu (menurut jenis dan
sifatnya) dan tidak dapat dibuat untuk pekerjaan yang bersifat tetap (Pasal 81 UU Cipta
Kerja). Sementara itu, terdapat beberapa hal yang dapat menyebabkan berakhirnya suatu
perjanjian kerja yang diantaranya seperti: Pekerja meninggal dunia; Berakhirnya jangka
waktu perjanjian kerja; Selesainya suatu pekerjaan tertentu; Adanya putusan pengadilan
dan/atau putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap; atau Adanya keadaan atau kejadian tertentu yang
dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama
yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja (Pasal 81 UU Cipta Kerja). Perlu
dicatat jika pengusaha meninggal dunia atau beralih haknya atas perusahaan (karena
penjualan, pewarisan, atau hibah) tidak akan menyebabkan perjanjian kerja yang dibuat
berakhir. Namun, apabila pekerja yang meninggal dunia, maka ahli warisnya berhak
mendapatkan hak-haknya sebagaimana yang ditetapkan dalam peraturan perundang-
undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama (Pasal 81 UU
Cipta Kerja).

Sumber: Ini Hal-Hal yang Harus Diperhatikan dalam Membuat Perjanjian Kerja

Anda mungkin juga menyukai