Spondylitis TB - Ratna Oelan Sari
Spondylitis TB - Ratna Oelan Sari
I. PENDAHULUAN
II. ETIOLOGI
1
Tahan Asam (BTA). Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dorman, tertidur lama
selama beberapa tahun.(6,8)
IV. ANATOMI
2
articularis superior dan processus articularis inverior. Setiap processus articularis
mempunyai facies articularis untuk membentuk persendian dengan processus
articularis dari vertebra di cranial dan caudalnya.Di antara corpus vertebra dan
corpus vertebra lainnya terdapat discus intervertebralis. Antara vertebra lumbalis I
dan basis ossis sacri terdapat promontorium, yaitu discus intervertebralis yang
menonjol ke anterior. Pada vertebra cervicalis 1 dan 2, foramen intervertebralenya
terletak di sebelah dorsal processus artikularis, sedangkan pada vertebra
lainnyaterletak di bagian anterior processus artucularis.(7,11)
3
Columna vertebralis terdiri atas :
Lengkungan-lengkungan tersebut terbentuk oleh gaya berat badan yang harus dipikul
oleh columna vertebralis.(12)
4
Gambar 2 : Potongan melintang setinggi discus interverebralis
V. PATOFISIOLOGI
5
Infeksi berawal dari bagian sentral, bagian anterior atau bagian superior maupun
inferior corpus vertebra. Kemudian terjadi hiperemi dan eksudasi yang menyebabkan
osteoporosis dan perlunakan corpus. Corpus vertebra yang rusak menyebabkan diskus
intervertebralis mengalami sekuesterisasi. Infeksi menyebar melibatkan ruang diskus
intervertebralis melalui :
Gambar 3. Tahap proses infeksi yang melibatkan corpus vertebra dan diskus intervertebralis. Dikutip
dari kepustakaan 3
6
Menurut Gilroy dan Meyer (1979), abses tuberkulosis biasanya terdapat pada
daerah vertebra torakalis atas dan tengah, tetapi menurut Bedbrook (1981) paling sering
pada vertebra torakalis 12. Bila dipisahkan antara yang menderita paraplegia dan
nonparaplegia maka paraplegia biasanya pada vertebra torakalis 10 sedangkan yang non
paraplegia biasanya pada vertebra lumbalis.(13)
Abses pada vertebra torakalis biasanya tetap tinggal pada daerah toraks setempat
menempati daerah paravertebral, berbentuk massa yang menonjol dan fusiform. Abses
pada daerah ini dapat menekan medulla spinalis sehingga timbul paraplegia.(14)
Abses dingin (cold abscess) pada daerah lumbal dapat turun ke psoas sampai
daerah trigonum femur dan pada akhirnya mengiritasi dan menembus ke belakang dan
berada di bawah kulit di sebelah belakang. Abses tersebut dapat menembus kulit dan
menyebabkan timbulnya fistel yang bertahun-tahun. (18,19,20)`
1. Tipe marginal atau peridiscal (33%), lesi destruktif biasanya terdapat di bagian depan
korpus vertebra dan cepat merusak diskus. Proses dapat terjadi pada dua atau lebih
vertebra yang berdekatan dengan cara menyebar dibawah ligamentum longitudinal
anterior. Karena bagian depan korpus vertebra paling banyak mengalami destruksi
disertai adanya kolaps, maka korpus vertebra akan berbentuk baji dan pada tempat
tersebut timbul gibbus.
2. Tipe sentral (11,6%), lesi timbul pada bagian tengah korpus vertebra dan diskus
lambat terkena proses. Bila lesi meluas ke tepi tulang, maka proses selanjutnya
adalah seperti pada tipe marginal.
3. Tipe anterior atau subperiosteal (2,1%), proses berlangsung dibawah periost dan
meluas dibawah ligamentum longitudinal anterior dan melibatkan beberapa level.
Kerusakan pada diskus terjadi lambat. Pada x-ray terlihat scalloping pada corpus
vertebra bagian anterior.
7
Gambar 4. Lokasi permulaan infeksi tuberkulosis pada vertebra. Dikutip dari kepustakaan 2
1. Stadium implantasi
Setelah bakteri berada dalam tulang, maka bila daya tahan tubuh penderita menurun,
bakteri akan berduplikasi membentuk koloni yang berlangsung selama 6-8 minggu.
Keadaan ini umumnya terjadi pada daerah paradiskal dan pada anak-anak umumnya
pada daerah sentral vertebra.
8
terutama ditentukan oleh tekanan abses ke kanalis spinalis. Gangguan ini ditemukan
10% dari seluruh komplikasi spondilitis tuberkulosa. Vertebra torakalis mempunyai
kanalis spinalis yang lebih kecil sehingga gangguan neurologis lebih mudah terjadi
pada daerah ini. Bila terjadi gangguan neurologis, maka perlu dicatat derajat
kerusakan paraplegia, yaitu :
aktivitas atau setelah berjalan jauh. Pada tahap ini belum terjadi
Derajat II : Terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah tetapi penderita masih
Derajat III : Terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah yang membatasi gerak
Derajat IV : Terjadi gangguan saraf sensoris dan motoris disertai gangguan defekasi
dan miksi. Tuberkulosis paraplegia atau Pott paraplegia dapat terjadi secara
Pada penyakit yang masih aktif, paraplegia terjadi oleh karena tekanan ekstradural
dari abses paravertebral atau akibat kerusakan langsung sumsum tulang belakang
oleh adanya granulasi jaringan. Paraplegia pada penyakit yang sudah tidak
aktif/sembuh terjadi oleh karena tekanan pada jembatan tulang kanalis spinalis atau
oleh pembentukan jaringan fibrosis yang progresif dari jaringan granulasi
tuberkulosa. Tuberkulosis paraplegia terjadi secara perlahan dan dapat terjadi
destruksi tulang disertai angulasi dan gangguan vaskuler vertebra. Derajat I-III
disebut sebagai paraparesis dan derajat IV disebut sebagai paraplegia.
9
5. Stadium deformitas residual
Stadium ini terjadi kurang lebih 3-5 tahun setelah timbulnya stadium implantasi.
Kifosis atau gibus bersifat permanen. Oleh karena kerusakan vertebra yang massif di
sebelah depan.
VI. DIAGNOSIS
Standar pemeriksaan pada penderita tuberkulosis tulang dan sendi, yaitu :
c. Foto toraks
A. Gambaran Klinik
Onset penyakit dapat gradual atau mendadak ( akibat kolaps vertebra dan
kifosis). Pada awalnya terjadi nyeri radikuler yang mengelilingi dada atau perut,
kemudian diikuti paraparesis yang lambat laun makin memberat hingga dapat terjadi
paraplegia. Dapat ditemukan deformitas dan nyeri ketok tulang vertebra. Penekanan
mulai bagian anterior sehingga gejala klinis yang muncul terutama gangguan
motorik.(13,23)
10
B. Gambaran Radiologik
Gambar 5: Foto lumbosacral AP/lateral : tampak destruksi disertai fusi corpus vertebra L1 dan
L2 pada spondylitis TB . Dikutip dari kepustakaan 13
11
Gambar 6 : Foto lumbosacral AP : tampak abses paravertebral (cold abses) yang merupakan
gambaran klasik spondilitis tuberculosis. Dikutip dari kepustakaan 11
12
Gambar 7. Penyebaran subligamentous dari spondylitisTB. Foto lateral memperlihatkan erosi
padatepi anterior corpus vetebra(tanda panah) akibat adanya suatu abses jaringan lunak
disekitarnya. Dikutip dari kepustakaan 17
2. CT Scan
- CT Scan menunjukkan gambaran tulang dengan lebih detail dimana terlihat lesi litik
yang irregular, sklerotik, kolaps disc dan gangguan sirkumferensi tulang
- Resolusi kontras yang rendah dapat memberi gambaran yang lebih baik dari jaringan
lunak serta epidural dan daerah paraspinal dengan lebih teliti.
- Mendeteksi lesi lebih awal serta lebih efektif untuk menegaskan bentuk dan
kalsifikasi dari abses jaringan lunak
- NECT : kalsifikasi pada abses paravertebra kronik. CECT : difus atau enhancement
perifer pada jaringan lunak paraspinal dan epidural.
- CT tulang : destruksi difus pada tulang dan adanya sequestrasi tulang. (12)
13
Gambar 8 : CT Scan vertebra posisi axial : Tampak destruksi corpus vertebra dengan penyempitan
canalis spinalis dan abses pada m.psoas kiri dan kanan. Dikutip dari kepustakaan 17
Gambar 9: CT Scan vertebra posisi axial : Tampak abses pada m.psoas kiri (tanda panah) sebagai
gambaran dari spondilitis TB. Dikutip dari kepustakaan 17
3. MRI
MRI merupakan kriteria standar untuk mengevaluasi infeksi ruang diskus dan
osteomyelitis vertebra serta sangat efektif untuk melihat penyebaran penyakit ke
jaringan lunak dan penyebaran debris tuberkulosa di bawah ligamentum longitudinal
anterior dan posterior. MRI juga efektif untuk melihat adanya kompresi saraf
14
Gambaran Spondilitis TB pada MRI berupa:
o T1WI:
- Lesi hypointens pada vertebra yang terkena
- Lesi hypointens intraosseus, extradural, paraspinal absses
o T1W1 dengan kontras :
- Lesi hypointens pada tulang, subligamentous, discus dan dura yang menyangat post
kontras
- Difuse atau perifer menyangat post kontras pada lesi jaringan lunak
o T2WI:
- Lesi hiperintens pada tulang, diskus dan jaringan lunak yang infeksi
o Pergeseran atau penekanan pada saraf dari abses epidural(5,12,22)
Gambar 10. A. T1WI potongan sagital menunjukkan lesi pada corpus vertebra L3 bagian
posteroinferior dengan batas yang tegas. B. Pada potongan axial, slight sklerotik, batas superior
tampak jelas (panah). Tepi yang sklerotik merupakan tanda proses inflamasi yang kronik misalnya
pada tuberculosis. C. Penyangatan post pemberian kontras menunjukkan infeksi telah
menyeberang ke corpus vertebra L4. Penyebaran secara subligamentous sangat klasik untuk
spondilitis tuberkulosa. Dikutip dari kepustakaan 12.
15
Gambar 11. MRI potongan sagital pada pasien TS . Kiri : T1WI menunjukkan lesi intraosseus
yang berbatas tegas pada CV L5, slightly hipointens dibandingkan dengan bone marrow, dengan
edema yang mengelilinginya. Tampak penyebaran ventral subligamentous (panah). Kanan : T2WI
mnunjukkan lesi intraosseus yang hiperintens. Bagian anterior CV L5 mengalami erosi. Dikutip
dari kepustakaan 12.
a. b.
a
Gambar 12. Gibbus pada spondilitis tuberkulosa. MRIpotongan sagital T1WI (a) dan T2WI (b)
menunjukkan kolaps vertebra disertai lesi hiperintens pada corpus vertebra didekatnya. Kolaps
vertebra menyebabkan gibbus dan penekanan pada saraf spinal. Dikutip dari kepustakaan 17
16
Gambar 13. Coronal dan sagittal MRI memperlihatkan adanya destruksi dari discus
intervertebralis dan adanya abses paravertebralis.Dikutip dari kepustakaan 18
C. Pemeriksaan Laboratorium
Sekitar 90-95 pasien memiliki reaksi positif terhadap tes tuberkulin yang
menggunakan derivat protein murni, dan pada pemeriksaan mikrobiologi
menggunakan apusan dari aspirasi paraspinal didapatkan hasil positif terhadap basil
tahan asam sekitar 60%. (5,10)
D. Patologi Anatomi
17
sel. Kadang-kadang terdapat lesi satelit infiltrasi pervaskuler.(24,25)
Gambar 14. Langhans giant cells (ditunjukkan dengan panah).Dikutip dari kepustakaan 24
1. Spondylitis Pyogenic
Keterlibatan diskus + ++
intervertebralis
18
Gambar 14: Foto thoracal posisi lateral : tampak detsruksi discus dan endplate vertebral
2. Fraktur Kompressi
19
Gambar 15: tampak penipisan CV L1 terutama bagian anterior yang tidak melibatkan discus
intervertebralis
20
Gambar 16. Lesi-lesi metastasis pada tulang belakang. (a) Metastasis osteosklerotik dari carcinoma
payudara melibatkan corpus vertebra dan pedikel. (b) Matastasis osteolitik dari adenocarcinoma
ginjal dengan destruksi pedikel. (c) “ivory” vertebra pada metastasis carcinoma prostat, hanya
melibatkan corpus vertebra. Dikutip dari kepustakaan 20.
ambar 17. Spinal metastasis. T2WI potongan sagital (A) dan T1WI tanpa kontras (B) dan T2WI
dengan kontras (C). T1WI menunjukkan tumor pada CV T3 yang meluas ke ruang epidural.
Beberapa lesi kecil-kecil pada corpus vertebra lainnya. Dikutip dari kepustakaan 12
VIII. TERAPI
21
1.Pemberian obat-obatan antituberkulosis jangka panjang
1. Terapi konservatif
Berupa tirah baring ( bed rest) dilakukan untuk mencegah paraplegia, memperbaki
keadaan umum pasien disertai pemberian tuberkulostatik. Dilakukan pencegahan
untuk menghindari dekubitus, kesulitan untuk miksi dan defekasi
22
2.Terapi operatif
Tindakan operatif memegang peranan penting dalam beberapa hal, yaitu bila
terdapat cold abses, paraplegia dan kifosis. Pada paraplegia tindakan ini dilakukan
untuk
IX. PROGNOSIS
Pengobatan akan lebih efektif bila belum ada komplikasi berupa deformitas
yang berat atau adanya defisit neurologis (9)
- Paraplegia akibat dari penyakit yang aktif sehingga menyebabkan kompressi cord
umumnya berespon terhadap kemoterapy
- Jika terapi dengan obat-obatan tidak berhasil maka perluh dilakukan tindakan operasi
- Paraplegia kadang menetap akibat kerusakan pada spinal cord yang permannen
23
DAFTAR PUSTAKA
24
14.Babinchak TJ, Riley DK, Rotheram EB. Piogenik vertebral osteomylitis of posterior
elements. In : Spinal Infection. Philadelphi : W. B. Saunders company; 1997. P. 221-
4
15.Ombregt L, Bisschop P, Veer HJ, Van de Velde T. Non Mechanica disorders of the
lumbar spine. In : A system orthopaedic medicine. Philadelphia: W.B. Saunders;
1995. P. 615-32.
16.Graham JM, Kozak J. Spinal tuberculosis. In : Hochschuler SH, Cotler HB, Guyer
RD, editor. Rehabilitation of the spine. St. Louis: Mosby-Year Book, Inc; 1993. P.
387-90.
17.Harisinghani, Mukesh G. Tuberculosis from head to toe. Updated : June 21, 1999.
Cited on : November, 2010. Available from : www.RSNA.com.
18.Hidalgo, Jose A. Pott disease (Tuberculous spondylitis). Updated : August 29, 2008.
Cited on : November, 2010. Available from : http://emedicine.medscape.com/article
19.Haaga RJ, Degra SV. Infections of the spine. In: CT and MRI of the whole body.
Philadelphia: Mosby Elsevier; 2009.P. 827-31.
20.Burgener FA, Kormano Martti, Pudas Tomi. Bone. In : Differential diagnosis in
conventional radiology. 3rd ed. New York: Thime; 2008. P. 281
21.Eisenberg RL, Johnson NM. Skeletal System. In : Comprehensive radiographic
pathology. 4th ed. Philadelphia: Mosby Elsevier; 2007. P.114
22.Hadinoto S. Spondilitis tuberculosa. Dalam : Kapita selekta neurologi. Edisi kedua.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press; 2005. Hal.195-7
23.Sjamjuhidajat R., Jong de Wim. Sistem muskuloskeletal. Dalam : Buku ajar ilmu
bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC; 1996. Hal. 907- 9
24.Thamburaj VA. Spinal tuberculosis. Updated : January, 2007. Cited on : November,
2010. Available from : www.thamburaj.com.
25.Meschan I,Meschan Farrer. Radiografik Positioning, Projection, Pathologi and
nd
Defenition of Special Terms. In: Roentgen Sign and Diagnostic, 2 ed.
W.B.Saunders Company, Philadelphia; 1985. P.79-80
25
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PENDERITA :
Nama : Ny. S
Umur : 35 tahun
II. ANAMNESA
Keluhan Utama : Kelemahan kedua tungkai
Status Generalis :
Mata : gerakan pupil isokor, anemis -/-, ikterus -/-, Refleks +/+
26
Ekstremitas : Superior : tak
Status lokalis :
Inspeksi : dbn
Palpasi : dbn
Status Neurologis :
GCS : E4M6V5
Motorik :
P N N K 5 5 T N N RF N N RP - -
↓ ↓ 3 3 ↑ ↑ ↑ ↑ + +
a. Darah ; Hb : 10,1 gr/dl, Leukosit : 12,36 x 103/µL, HCT : 31,4%, PLT : 465 x
27
2. Pemeriksaan Radiologi
- Corakan bronchovasculer
dalam batas normal
- Tidak tampak proses
spesifik pada kedua paru
- Cor :membesar dengan
CTI :13,5/21 =0,6.
Pinggang jantung melurus,
apex terangkat, aorta
dilatasi.
- Kedua sinus dan
diafragma baik
- Tulang-tulang yang
tervisualisasi intak
Kesan : Cardiomegaly dengan
dilatatio aortae
28
Foto thoracolumbal AP/Lat :
- Alignmen columna vetebra thoracolumbal berubah
- Tampak pemipihan disertai destruksi pada CV Th 7-9 dengan penyempitan celah
sendi pada level tersebut
- Mineralisasi tulang baik
- Discus dan foramen intervetebralis lainnya baik
- Tampak paravetebral abses setinggi CV Th 5-10, jaringan lunak lainnya baik.
Kesan : Spondylitis TB
29
Potongan sagital T2WI dan Myelografi
30
Potongan axial T2WI
MRI thoracal T1WI tanpa dan dengan kontras Gd-DOTA, T2WI, potongan axial dan
sagital, dilanjutkan dengan MR Myelografi dengan hasil sebagai berikut :
- Alignment vetebra thoracal berubah. Tampak lesi destruktif pada CV T6-T10, slight hipointens
T1WI, menyangat ringan post kontras, iso-hiperintens pada T2WI dengan angulasi ke posterior
pada level CV T8-T9 yang menyebabkan stenosis partial.
- Tampak massa isointens T1WI, tidak menyangat post kontras, slight hiperintens T2WI pada
paravetebral setinggi CV T6-T11
- Tampak destruksi discus intervetebralis setinggi CV T8-T9
- Myelografi : Tampak stenosis partial canalis spinalis pada lewvel CV T8-T9
Kesan : Lesi destruktif pada CV T6-T10 disertai abses paravetebral sesuai Spondylitis TB
thoracalis pada level CV T6-T10 dengan angulasi ke posterior menyebabkan stenosis
partial canalis spinalis.
V. DIAGNOSIS
Diagnosa akhir : Paraparese UMN ec Spondylitis TB
VI. TERAPI
Medikamentosa
31
- INH 1x300mg
- Rifampisin 1x450mg
- Pyrazinamid 1x1500mg
- Ethambutol 1x1000mg
VII. PROGNOSIS
Prognosis pasien ini ada perbaikan tonus dan kekuatan otot mulai membaik, setelah 3 hari
pemberian terapi OAT.
VIII. DISKUSI
Seorang perempuan , usia 35 tahun MRS dengan keluhan kelemahan pada kedua tungkai
yang dialami sejak ± 1 bulan yang lalu secara perlahan-lahan sebelum MRS. Riwayat demam,
riwayat terapi OAT disangkal, penurunan berat badan (+). Pada foto thorax posisi PA didapatkan
bahwa paru-paru normal, tidak terdapat proses spesifik lama maupun aktif. Infeksi tuberkulosis
ekstrapulmoner paling sering melibatkan tulang, dan tuberkulosis pada vertebra terdapat pada
50% kasus tuberkulosis tulang dan paling sering terjadi pada daerah torakolumbal. Fokus primer
dari infeksi berbeda-beda pada beberapa kelompok umur. Dari laporan kasus Donald E. tow,
M.D. dan Amitabha banerjee, M.D. dikatakan bahwa pada pengamatan serial terhadap 499
pasien, 31% menunjukkan secara radiologik fokus primer pada paru dan 78% ditemukan pada
anak-anak. Sedangkan 69% menunjukkan foto toraks normal dan sebagian besar ditemukan pada
orang dewasa. Pada orang dewasa, silent fokus seperti pada ginjal, usus dan tonsil merupakan
fokus primer infeksi. Pada pasien ini foto toraksnya normal, jadi fokus primer infeksi bukan di
paru.
Pada pasien ini dilakukan foto polos vertebra, posisi PA dan lateral didapatkan adanya massa
pada paravetebra setinggi CV Th 5-10 sebagai suatu paravetebral abses. Pada foto toraks, abses
paravertebral di daerah torakal berbentuk bulbus dan pada daerah lumbal abses terlihat berbentuk
fusiform.
Dari hasil laboratorium didapatkan adanya tanda-tanda peradangan kronik berupa peningkatan
laju endap darah, penurunan jumlah hemoglobin serta leukosit yang meningkat. Pada pemeriksaan
anti TB Ig G menunjukan hasil positif.
32
Pada pemeriksaan fisik neurologik didapatkan kekuatan pada ekstremitas bawah berkurang
dan sensibilitas ditemukan hipostesi dari akral sampai dermatom setinggi thorakal X. Hasil
pemeriksaan MRI didapatkan spondilitis TB CV T6 – 10 dengan angulasi ke posterior
menyebabkan stenosis partial canalis spinalis disertai paravetebral abses. Perubahan-perubahan
karakteristik yang terjadi pada spondilitis tuberkulosis, yaitu destruksi litik pada bagian anterior
corpus vertebra, lesi tulang mungkin terjadi lebih dari satu level melalui penyebaran secara
subligamentous melalui ligamentum longitudinal anterior; peningkatan anterior wedging (baji)
dengan bentuk karakteristik berupa gibbus; kolaps vertebra; kerusakan diskus intervertebralis;
terbentuknya cold abses. Abses pada vertebra torakalis biasanya tetap tinggal pada daerah toraks
setempat menempati daerah paravertebral, berbentuk massa yang menonjol dan fusiform. Abses dingin
(cold abscess) pada daerah lumbal dapat turun ke psoas sampai daerah trigonum femur dan pada
akhirnya mengiritasi dan menembus ke belakang dan berada di bawah kulit di bagian posterior.
Paraplegia akibat penyakit Pott pada pasien ini disebabkan oleh penyempitan kanalis spinalis akibat
angulasi corpus vertebra yang rusak. MRI merupakan pemeriksaan standar untuk mengevaluasi
infeksi ruang diskus dan osteomielitis vertebra serta sangat efektif untuk melihat penyebaran
penyakit ke jaringan lunak dan penyebaran debris tuberkulosa di bawah ligamentum longitudinal
anterior dan posterior, juga efektif untuk melihat adanya kompresi saraf. Gambaran radiologik
pada pasien ini tipikal dengan karakteristik spondilitis tuberkulosa (penyakit Poot).
Penanganan pada penyakit Pott adalah dengan terapi konservatif dan operatif bila cold abses,
paraplegia dan kifosis. Pada pasien ini untuk sementara dalam perawatan hanya diberikan terapi
konservatif dengan pemberian OAT belum dilakukan tindakan operatif.
Prognosis dari penderita spondilitis TB bergantung pada cepatnya dilakukan terapi dan ada
tidaknya komplikasi neurologik. Untuk spondilitis dengan paraplegia awal, prognosis untuk
kesembuhan sarafnya lebih baik, sedangkan spondilitis dengan paraplegia akhir, prognosis
biasanya kurang baik.
33
34