Anda di halaman 1dari 34

1

BAB 1
TINJAUAN TEORI

1.1 Neonatus
1. Pengertian Neonatus
Neonatus adalah bayi yang baru mengalami proses kelahiran, berusia 0–28
hari. Bayi baru lahir (BBL) memerlukan penyesuaian fisiologis berupa maturasi,
adaptasi (menyesuaikan diri dari kehidupan intrauterin ke kehidupan ekstrauterin)
dan toleransi bagi BBL untuk dapat dapat hidup dengan baik (Marmi, 2012: 1).
Menurut Donna L.Wong (2003) dalam Marmi (2012: 5) bayi baru lahir
adalah bayi dari lahir sampai usia 4 minggu. Lahirnya biasanya dengan usia
gestasi 38-42 minggu. Menurut Saifuddin (2011: N-30) bayi baru lahir adalah
bayi yang baru lahir selama satu jam pertama kelahiran.

2. Fisiologi bayi baru lahir


Saat lahir, bayi mengalami perubahan fisiologis yang cepat dan hebat.
Fisiologi bayi baru lahir adalah sebagai berikut:
a. Permulaan pernafasan udara
Menurut Muslihatun, Wafi Nur (2010: 12), setelah bayi lahir, pertukaran
gas harus melalui paru-paru bayi. Rangsangan gerakan pernafasan pertama
terjadi karena tekanan mekanik dari toraks sewaktu melalui jalan lahir
(stimulasi mekanik), penurunan Pa O2 dan kenaikan Pa CO2 merangsang
kemoreseptor yang terletak di sinus karotikus (stimulasi kimiawi),
rangsangan dingin di daerah muka dan perubahan suhu di dalam uterus
(stimulasi sensorik) dan reflek deflasi hering breur. Pernafasan pertama pada
bayi normal terjadi dalam waktu 30 menit pertama sesudah bayi lahir. Usaha
bayi pertama kali untuk mempertahankan tekanan alveoli, selain adanya
surfaktan yang dengan menarik nafas dan mengeluarkan nafas dengan
merintih sehingga udara tertahan di dalam. Respirasi pada neonatus biasanya
pernafasan diafragmatik dan abdominal, sedangkan frekuensi dan dalamnya
belum teratur. Apabila surfaktan berkurang, maka alveoli akan kolaps dan
2

paru-paru kaku sehingga terjadi atelectasis. Dalam keadaan anoksia neonatus


masih dapat mempertahankan hidupnya karena sdanya kelanjutan
metabolisme anaeronik.
b. Perubahan sirkulasi
Menurut Marmi (2012: 18-19), aliran darah dari plasenta berhenti pada
saat tali pusat di klem. Tindakan ini menyebabkan suplai oksigen ke plasenta
menjadi tidak ada dan menyebabkan serangkaian reaksi selanjutnya.
Sirkulasi janin memiliki karakteristik sirkulasi bertekanan rendah. Karena
paru-paru adalah organ tertutup yang berisi cairan, maka paru-paru
memerlukan aliran darah yang minimal. Sebagian besar darah janin yang
teroksigenasi melalui paru-paru mengalir melalui lubang antara atrium kanan
dan kiri, yang disebut foramen ovale. Darah yang kaya oksigen ini kemudian
secara istimewa mengalir ke otak melalui duktus arteriosus.
Karena tali pusat di klem, sistem bertekanan rendah yang berada pada unit
janin-plasenta terputus sehingga berubah menjadi sistem sirkulasi tertutup,
bertekanan tinggi dan berdiri sendiri. Efek yang terjadi segera setelah tali
pusat diklem adalah peningkatan tahanan pembuluh darah sistemik. Hal yang
paling penting adalah peningkatan tahanan pembuluh darah dan tarikan nafas
pertama terjadi secara bersamaan. Oksigen dari nafas pertama tersebut
menyebabkan sistem pembuluh darah berelaksasi dan terbuka sehingga paru-
paru menjadi sistem bertekanan rendah.
Kombinasi tekanan yang meningkat dalam sirkulasi sistemik dan menurun
dalam sirkulasi paru menyebabkan perubahan tekanan aliran darah dalam
jantung. Tekanan akibat peningkatan aliran darah di sisi kiri jantung
menyebabkan foramen ovale menutup, duktus arteiosus yang mengalirkan
darah teroksigenasi ke otak janin kini tak lagi diperlukan. Dalam 48 jam
duktus ini akan mengecil dan secara fungsional menutup akibat penurunan
kadar prostaglandin E2, yang sebelumnya disuplai oleh plasenta. Darah
teroksigenasi yang secara rutin mengalir melalui duktus arteriosus serta
foramen ovale melengkapi perubahan radikal pada anatomi dan fisiologi
jantung. Darah yang tidak kaya akan oksigen masuk ke jantung bayi menjadi
3

teroksigenasi sepenuhnya di dalam paru, kemudian dipompakan ke seluruh


bagian tubuh.
Ketika janin dilahirkan segera bayi menghirup udara dan menangis kuat.
Dengan demikian paru-paru berkembang, tekanan paru-paru mengecil dan
darah mengalir ke paru-paru.
c. Termoregulasi
Menurut Varney (2008: 881-882) perubahan termoregulasi neonatus
adalah sebagai berikut: Bayi baru lahir memiliki kecenderungan menjadi
cepat stres karena perubahan suhu lingkungan. Karena suhu di dalam uterus
berfluktuasi sedikit, janin tidak perlu mengatur suhu. Suhu janin biasanya
lebih tinggi 0,6˚C daripada suhu ibu. Pada saat lahir, faktor yang berperan
dalam kehilangan panas pada bayi baru lahir meliputi area permukaan tubuh
bayi baru lahir yang luas, berbagai tingkat insulasi lemak subkutan, dan
derajat fleksi otot.
Bayi baru lahir dapat kehilangan panas melalui 4 mekanisme, yaitu
konveksi, konduksi, radiasi dan evaporasi. Tempat kelahiran harus disiapkan
dengan adekuat untuk meminimalkan kehilangan panas pada neonatus.
Neonatus dapat menghasilkan panas dengan 3 cara, yaitu menggigil, aktivitas
otot volunter, dan termogenesis (produksi panas tubuh) tanpa menggigil.
Termogenesis tanpa menggigil mengacu pada 1 dari 2 cara berikut ini:
peningkatan kecepatan metabolisme atau penggunaan lemak coklat (brown
fat) untuk memproduksi panas. Neonatus dapat menghasilkan panas dalam
jumlah besar dengan meningkatkan kecepatan metabolisme mereka. Pada
cara kedua, lemak coklat dimobilisasi untuk menghasilkan panas. Lapisan
lemak coklat berada pada dan di sekitar tulang belakang bagian atas,
klavikula dan sternum, dan ginjal serta pembuluh darah besar. Banyaknya
lemak coklat bergantung pada usia gestasi dan berkurang pada bayi baru lahir
yang mengalami retardasi pertumbuhan.
Lemak coklat adalah sumber yang tidak dapat diperbarui pada bayi baru
lahir. Penghasilan panas melalui penggunaan cadangan lemak coklat dimulai
4

pada saat bayi lahir akibat lonjakan katekolamin dan penghentian supresor
prostaglandin dan adenosin yang dihasilkan plasenta.
Kehilangan panas pada neonatus segera berdampak pada hipoglikemia,
hipoksia, dan asidosis. Dampak tersebut merupakan akibat peningkatan
kebutuhan metabolisme yang disebabkan oleh usaha bayi baru lahir untuk
membuat zona suhu yang netral. Dianjurkan pada suhu rektal dan aksila tetap
dalam rentang 36,5–37,5˚C dan suhu kulit abdomen dalam rentang 36–36,5˚C.
d. Pengaturan glukosa
Pada setiap bayi baru lahir, kadar glukosa turun selama periode waktu
yang singkat (1–2 jam setelah kelahiran). Sistem pada bayi baru lahir yang
sehat belajar untuk mengoreksi secara mandiri penurunan kadar glukosa
fisiologis. Koreksi penurunan kadar glukosa darah dapat terjadi dalam 3 cara
yaitu melalui penggunaan ASI atau susu formula, melalui penggunaan
cadangan glikogen, atau melalui pembuatan glukosa dari sumber-sumber lain,
khususnya lipid. Bayi baru lahir yang sehat menghasilkan glukosa sebanyak
4–8 mg/kg/menit sebagai respon terhadap kebutuhan (Varney, 2008: 883).
e. Perubahan pada darah
Bayi baru lahir dilahirkan dengan hematokrit/hemoglobin yang tinggi.
Konsentrasi hemoglobin normal memiliki rentang dari 13,7–20,0 g/dL.
Selama beberapa hari pertama kehidupan, nilai hemoglobin sedikit
meningkat, sedangkan volume plasma menurun. Akibat perubahan dalam
volume plasma tersebut, hematokrit, yang normalnya dalam rentang 51
hingga 56% pada saat kelahiran, meningkat dari 3 menjadi 6%. Hemoglobin
kemudian turun perlahan, tapi terus-menerus pada 7–9 minggu pertama
setelah bayi lahir. Nilai hemoglobin rata-rata untuk bayi berusia 2 bulan ialah
12,0 g/dL (Varney, 2008: 884).
f. Perubahan pada sistem gastrointestinal
Kemampuan bayi baru lahir cukup bulan untuk menelan dan mencerna
sumber makanan dari luar terbatas. Sebagian besar keterbatasan tersebut
membutuhkan berbagai enzim dan hormon pencernaan yang terdapat di
semua bagian saluran cerna, dari mulut sampai ke usus. Bayi baru lahir
5

kurang mampu mencerna protein dan lemak dibandingkan orang dewasa.


Absorpsi karbohidrat relatif efisien, tapi tetap kurang efisien dibandingkan
dengan orang dewasa. Kemampuan bayi baru lahir, terutama efisien dalam
mengabsorpsi monosakarida, seperti glukosa, asalkan jumlah glukosa tidak
terlalu banyak.
Sfingter jantung (sambungan esofagus bawah dan lambung) tidak
sempurna, yang membuat regurgitasi isi lambung dalam jumlah banyak pada
bayi baru lahir dan bayi muda. Kapasitas lambung pada bayi tersebut cukup
terbatas, kurang dari 30 cc untuk bayi baru lahir cukup bulan (Varney, 2008:
885).
g. Perubahan pada sistem imun
Menurut Varney (2008: 886-888), sistem imun neonatus tidak matur pada
sejumlah tingkat yang signifikan. Ketidakmampuan fungsional ini membuat
neonatus rentan terhadap banyak infeksi dan respon alergi. Sistem imun yang
matur memberikan baik imunitas alami maupun yang didapat. Dua macam
imunitas pada bayi baru lahir, yaitu:
1) Imunitas alami
Imunitas alami terdiri dari struktur tubuh yang mencegah atau
meminimalkan infeksi. Beberapa contoh imunitas alami meliputi: (a)
perlindungan barier yang diberikan oleh kulit dan membran mukosa; (b) kerja
seperti saringan oleh saluran napas; (c) kolonisasi pada kulit dan usus oleh
mikroba pelindung; dan (d) perlindungan kimia yang diberikan oleh
lingkungan asam pada lambung.
2) Imunitas yang didapat
Neonatus dilahirkan dengan imunitas pasif terhadap virus dan bakteri yang
pernah dihadapi ibu. Janin mendapatkan imunitas ini melalui perjalanan
transplasenta dari imunoglobulin varietas IgG. Imunoglobulin lain seperti
IgM dan IgA, tidak dapat melewati plasenta.
h. Perubahan pada sistem ginjal
Bayi baru lahir cukup bulan memiliki beberapa defisit struktural dan
fungsional pada sistem ginjal. Banyak dari defisit tersebut memperbaiki
6

dirinya sendiri pada bulan pertama kehidupan. Ginjal bayi baru lahir
menunjukkan penurunan aliran darah ginjal dan penurunan kecepatan filtrasi
glomerulus. Kondisi itu mudah menyebabkan retensi cairan dan intoksikasi
air. Bayi baru lahir mengekskresikan sedikit urine pada 48 jam pertama
kehidupan, sering kali hanya 30–60 ml. Seharusnya tidak terdapat protein
atau darah dalam urine bayi baru lahir (Varney, 2008: 888).
7

BAB 2
Konsep Teori Asuhan Neonatus
2.1 Pengkajian
1. Data subyektif
a. Umur
Seorang ayah yang berumur lebh dari 40 tahun mempunyai risiko
membuahi anak dengan cacat lahir. Pria yang berusia di atas 55 tahun
mempunyai risiko menjadi ayah seorang bayi sindrom down dua kali
lebih besar daripada pria yang berusia lebih muda (Curtis, 2002: xxi-
xxii).
b. Identitas bayi dan orang tua
Semua bayi baru lahir di fasilitas kesehatan harus segera
mendapatkan tanda pengenal berupa gelang yang dikenakan pada bayi
dan ibunya untuk menghindari tertukarnya bayi. Gelang pengenal berisi
identitas ibu dan ayah, tanggal, jam lahir dan jenis kelamin (Kemenkes
RI, 2011: 11).
c. Keluhan utama
Keluhan utama pada neonatus adalah bayi menangis kuat, gerak
aktif, pernafasan teratur, warna kulit kemerahan (Varney, 2008: 890).
Keluhan utama pada neonatus adalah bayi gelisah, tidak ada keinginan
untuk menghisap ASI, bayi lapar, tidak sabar untuk menghisap puting
(Manuaba, 2012: 221).
d. Riwayat antenatal
Menurut Varney (2008: 893-917) pengkajian usia gestasi penting
karena ketika dimasukkan dalam sebuah bagan dengan berat dan
panjang badan lahir, bagan tersebut menunjukkan apakah bayi Sesuai
Masa Kehamilan (SMK), Kecil Masa Kehamilan (KMK) atau Besar
Masa Kehamilan (BMK). Selain itu komplikasi selama hamil perlu
dikaji seperti perdarahan selama kehamilan dapat menyebabkan defek
plasenta, hipertensi dalam kehamilan dapat menyebabkan retardasi
pertumbuhan dan prematuritas, diabetes gestasional dapat menyebabkan
8

makrosomia dan trauma lahir, polihidramnion dapat menyebabkan


masalah ginjal pada neonatus dan ketidakmampuan untuk menelan,
oligohidramnion dapat menyebabkan defek pada amniotic band,
sindrom dehidrasi dan kelainan ginjal/kandung kemih pada neonatus,
ketidaksesuaian ukuran dan usia kehamilan dapat menyebabkan retriksi
pertumbuhan, bayi lahir besar dan trauma, infeksi selama kehamilan
dapat menyebabkan transmisi perinatal.
e. Riwayat natal
Usia gestasi pada waktu kelahiran, lama persalinan, lama Kala I,
lama Kala II. Pecah ketuban lama, demam pada ibu dan cairan amnion
yang berbau adalah faktor risiko signifikan untuk atau prediktor infeksi
neonatal. Cairan amnion berwarna mekonium meningkatkan risiko
penyakit pernafasan. Medikasi selama persalinan seperti analgesik,
anestetik, magnesium sulfat dan glukosa dapat mempengaruhi perilaku
dan metabolisme bayi baru lahir (Walsh, 2007: 368).
Bayi dilahirkan dengan jenis partus biasa (normal/spontan) yaitu
bayi lahir dengan presentasi belakang kepala tanpa memakai alat-alat
atau pertolongan istimewa serta tidak melukai ibu dan bayi, dan
umumnya berlangsung dalam waktu kurang dari 24 jam (Saifuddin,
2011: 180). Pada bayi yang lahir dari partus lama atau partus dengan
menggunakan forseps atau vakum beresiko terjadi sefalhematoma,
nekrosis jaringan lemak subkutan, eritema, petekiae, ekimosis, 90%
kasus hematoma subgaleal terjadi pada partus dengan vakum. Trauma
tulang, fraktur klavikula, fraktur tulang panjang juga merupakan resiko
dari persalinan sungsang dan distosia bahu (Saifuddin, 2010: 721-729).
Inisiasi Menyusu Dini (IMD) segera dilakukan setelah bayi lahir
(Saifuddin, 2011: N-31).
f. Riwayat post natal
Riwayat bayi sejak lahir harus ditinjau ulang, termasuk pola
menyusui, berkemih, defekasi, tidur, dan menangis (Walsh, 2007: 368).
Meninjau catatan kelahiran bayi tentang tanda-tanda vital dan perilaku
9

bayi baru lahir. Perilaku mengkhawatirkan bayi meliputi letargi,


aktivitas menghisap yang buruk atau tidak ada, dan tangisan yang
abnormal (Varney, 2008: 917).
g. Pola kebiasaan sehari-hari
1) Nutrisi
Keseimbangan kalori dan cairan pada bayi baru lahir
menunjukkan bahwa cairan tubuh bayi sebanyak 70–75% berat
badan. Jumlah ini lebih banyak dibanding dengan banyaknya cairan
tubuh orang dewasa yaitu 60–65%. Kebutuhan keseimbangan cairan
pada bayi dihitung berdasarkan intake–output, insensible loss dan
kebutuhan tumbuh kembang.
Bayi sampai usia 1 tahun kebutuhan basal 66 kkal/kgBB/hari.
Untuk aktifitas fisik, bayi membutuhkan 15–25 kkal/kgBB/hari.
Untuk memenuhi kebutuhan specific dynamic action bayi
memerlukan 7-8% dari total kebutuhan kalori (Muslihatun, Wafi Nur
2010: 39). Pada jam-jam pertama kelahiran energi didapatkan dari
perubahan karbohidrat. Pada hari kedua energi berasal dari
pembakaran lemak setelah mendapat susu kurang lebih hari ke-6
(Marmi, 2012: 313).
Bayi menyusu setiap 2 jam setelah bayi lahir. Menyusu biasanya
jarang pada hari paska salin. Frekuensi meningkat dengan cepat
antara hari ke-3 sampai hari ke-7 setelah kelahiran (Walsh, 2007:
375). Berikut tabel kebutuhan dasar cairan dan kalori pada neonatus.
10

Tabel 2.14
Kebutuhan dasar cairan dan kalori pada neonatus
Hari kelahiran Cairan/Kg/hari Kalori/kg/hari

Hari ke-1 60 ml 40 kal


Hari ke-2 70 ml 50 kal
Hari ke-3 80 ml 60 kal
Hari ke-4 90 ml 70 kal
Hari ke-5 100 ml 80 kal
Hari ke-6 110 ml 90 kal
Hari ke-7 120 ml 100 kal
Hari ke- >10 150-200 ml >120 kal
Sumber: Saifuddin, Abdul Bari, 2006. Buku Acuan
NasionalPelayanan Maternal Neonatal, Jakarta, halaman 380.

2) Eliminasi
Tinja yang berbentuk mekonium berwarna hijau tua yang telah
berada di saluran pencernaan sejak janin berumur 16 minggu, akan
mulai keluar dalam waktu 24 jam; pengeluaran ini akan berlangsung
sampai hari ke-2 dan ke-3. Pada hari ke-4 sampai hari ke-5 warna
tinja menjadi coklat kehijauan. Selanjutnya warna tinja akan
tergantung dari jenis susu yang diminumnya. Misalnya bayi yang
mendapat air susu ibu, tinjanya akan berwarna kuning dan lembek.
Defekasi mungkin 3–8 kali sehari. Bayi yang mendapat susu buatan
tinjanya berwarna keabu-abuan dengan bau yang sedikit menusuk
(Wiknjosastro, 2005: 256). BAK bayi normalnya mengalami 8–10
kali atau jumlah popok kotor per hari (Walsh, 2007: 378).
3) Istirahat dan tidur
Memasuki bulan pertama kehidupan, bayi baru lahir
menghabiskan waktunya untuk tidur. Macam tidur bayi adalah tidur
aktif atau tidur ringan dan tidur lelap. Pada siang hari hanya 15%
waktu digunakan bayi dalam keadaan terjaga, yaitu untuk menangis,
11

gerakan motorik, sadar dan mengantuk. Sisa waktu yang 85%


lainnya digunakan bayi untuk tidur (Muslihatun, Wafi Nur, 2010:
44). Bayi baru lahir tidur 16–18 jam sehari, paling sering waktu
tidurnya 45 menit sampai 2 jam (Walsh, 2007: 378).
4) Personal hygiene
Bayi dimandikan sedikitnya 6 jam setelah kelahiran, setelah
suhu bayi stabil. Mandi menggunakan sabun dapat menghilangkan
minyak dari kulit bayi, yang sangat rentan untuk mengering.
Pencucian rambut hanya perlu dilakukan sekali atau 2 kali dalam
seminggu. Pemakaian popok harus dilipat ke bawah sehingga
puntung tali pusat terbuka ke udara, yang mencegah urin dan feses
membasahi tali pusat. Popok harus diganti beberapa kali sehari
ketika basah (Walsh, 2007: 377–378). Perawatan tali pusat ialah
menjaga agar tali pusat tetap kering dan bersih. Cuci tangan dengan
sabun sebelum kontak dengan bayi termasuk sebelum merawat tali
pusat (Saifuddin, 2010: 370).
5) Aktifitas
Bayi yang normal melakukan gerakan-gerakan tangan dan kaki
yang simetris pada waktu bangun. Adanya tremor pada bibir, kaki
dan tangan pada waktu menangis adalah normal, tetapi bila hal ini
terjadi pada waktu tidur, kemungkinan gejala kelainan yang perlu
dilakukan pemeriksaan lebih lanjut (Saifuddin, 2006: 137). Bayi
menangis sedikitnya 5 menit per hari sampai sebanyak-banyaknya 2
jam per hari (Walsh, 2007: 378).
6) Psikososial
Kontak kulit dengan kulit juga membuat bayi lebih tenang
sehingga didapat pola tidur yang lebih baik (Saifuddin, 2009: 369).
Bayi baru lahir waspada dan sadar terhadap lingkungannya saat ia
terbangun. Bayi bereaksi terhadap rangsang dimulai pada usia yang
sangat dini untuk mengumpulkan informasi tentang lingkungannya
(Fraser, 2009: 712).
12

2. Data Obyektif
a. Keadaan umum
Bayi yang sehat tampak kemerah-merahan, aktif, tonus otot baik,
menangis keras, minum baik, suhu 36,5˚C–37˚C (Wiknjosastro,
2005:256). Kesadaran perlu dikenali reaksi terhadap rayuan, rangsangan
sakit atau suara keras yang mengejutkan (Saifuddin, 2011: 137).
b. Tanda-tanda vital
1) Suhu
Suhu tubuh paling kurang diukur satu kali sehari. Bila suhu rektal
di bawah 36°C, bayi ini harus diletakkan di tempat yang lebih panas
misalnya di dalam inkubator yang mempunyai suhu 36°C–37°C,
dalam pangkuan ibu atau bayi dibungkus. Dapat pula dipakai lampu
yang disorotkan ke arah bayi. Disamping pemanasan harus pula
dipikirkan kemungkinan bayi menderita infeksi. Suhu rektal diukur
setiap ½ jam sampai suhu tubuh bayi di atas 36°C. Jika suhu < 36 0C
berarti tidak normal atau hipotermi. Bayi yang hipotermi menandakan
bayi infeksi (Wiknjosastro, 2007: 256).
Suhu aksila 36,5–37°C sedangkan suhu kulit 36–36,5 °C (Fraser,
2009: 710). Suhu rektal lebih tinggi 1 0C daripada suhu aksila (Walsh,
2008: 369).
2) Pernafasan
Pada pernapasan normal, perut dan dada bergerak hampir
bersamaan tanpa adanya retraksi, tanpa terdengar suara pada waktu
inspirasi dan ekspirasi. Gerak pernapasan 30–50 kali per menit
(Saifuddin, 2011: 138). Pada keadaan patologis, pernafasan cepat pada
menit-menit pertama kelahiran ± 80 kali/menit disertai pernafasan
cuping hidung, retraksi suprasternal dan interkostal serta rintihan
hanya berlangsung 10–15 menit (Wiknjosastro, 2005: 255).
13

3) Nadi
Bunyi jantung dalam menit-menit pertama kira-kira 180/menit
yang kemudian turun sampai 140/menit–120/menit pada waktu bayi
berumur 30 menit (Wiknjosastro, 2007: 255).
Frekuensi jantung 120-160x/menit ketika istirahat (Walsh, 2007:
369). Frekuensi jantung bayi cepat sekitar 120–160 kali per menit
serta berfluktuasi selaras dengan fungsi pernafasan bayi, aktifitas atau
dalam kondisi tidur (Fraser dan Cooper, 2009: 710).
c. Antoprometri
1) Berat badan
Berat badan 3 hari pertama terjadi penurunan, hal ini normal karena
pengeluaran air kencing dan mekonium. Pada hari ke-4, berat badan
naik (Wiknjosastro, 2007: 256). Berikut disajikan tabel 2.15 mengenai
penurunan berat badan sesuai umur :
Tabel 2.15
Penurunan berat badan sesuai umur
Penurunan atau kenaikan BB yang dapat diterima
Umur
dalam bulan pertama
1 minggu Turun sampai 10%
2-4 minggu Naik setidak-tidaknya 160 gram perminggu
(setidaknya 15 gram perhari).
1 bulan Naik setidak-tidaknya 300 gram dalam bulan
pertama
Bila penimbangan dilakukan setiap hari dengan alat
Minggu Tidak ada penurunan berat badan atau kurang dari
pertama 10%
Setelah Setiap hari terjadi kenaikan pada bayi kecil
minggu setidak-tidaknya 20 gram.
pertama
Sumber : Wiknjosastro, Gulardi H, 2008. Asuhan Persalinan Normal,
Jakarta, halaman 143.
14

Dari tabel di atas kita dapat mengetahui bahwa pada minggu


pertama bayi mengalami penurunan berat badan. Apabila penurunan
lebih dari 10% maka dinyatakan patologis. Sebenarnya pada minggu
pertama bayi tidak harus turun berat badannya.
2) Panjang badan
Panjang bayi baru lahir paling akurat dikaji jika kepala bayi baru
lahir terletak rata terhadap permukaan yang keras. Kedua tungkai
diluruskan dan kertas dimeja pemeriksaan diberi tanda. Setelah bayi
baru lahir dipindahkan, bidan kemudian dapat mengukur panjang bayi
dalam satuan sentimeter (Varney, 2008: 921).
Panjang bayi rata-rata 50 cm, dengan kisaran normal 48–52 cm.
Pertambahan panjang yaitu 2 cm per bulan pada 6 bulan pertama
(Ladewig, 2006: 157).
3) Ukuran Antropometri
Ukuran kepala bayi menurut Wirakusumah (2011: 70) antara lain:
a) Sirkumferensia suboccipito bregmatika berukuran 32 cm
b) Sirkumferensia fronto oksipitalisberukuran 34 cm
c) Sirkumrefensia mento-oksipitalis berukuran 35 cm
d) Diameter biparietalis adalah 9 cm
e) Diameter bitemporalis adalah 11 cm.
Menurut Wiknjosastro (2007: 119) ukuran lingkar dada pada
neonatus normal ialah 33-38 cm dan lingkar lengan pada neonatus
normal 10-11 cm.
Berat badan 2500–4000 gram, panjang badan 48–52 cm, lingkar
dada 30–38 cm (Marmi, 2012: 8). Untuk nilai normal berat badan,
panjang dan lingkar kepala bayi dapat dilihat pada tabel 2.16
15

Tabel 2.16
Mean Berat Badan, Panjang, dan Lingkar Kepala Bayi Cukup Bulan
Usia gestasi Berat Panjang Lingkat kepala
(minggu) (gram) (cm) (cm)
38 3050 48,3 33,6
39 3225 49,0 34,0
40 3364 49,5 34,3
41 3501 50,2 34,7
42 3598 50,5 34,9
Sumber : Varney, Helen. 2008. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Volume
2 Edisi 4. Jakarta, halaman 923.
d. Pemeriksaan Fisik
1) Kepala
Bentuk simetris, besar ukurannya 33–38 cm, sutura menutup,
caput succedanium tidak ada, sefalhematoma tidak ada, tidak ada
Craniotabe, tidak oedem, tidak ada benjolan, kepala bayi tidak
cekung maupun cembung karena hal ini menandakan kelainan
(Wiknjosastro, 2007:251). Ubun-ubun besar, ubun-ubun kecil:
sutura, moulase, caput succedaneum hidrosefalus, rambut meliputi:
jumlah, warna dan adanya lanugo pada bahu dan punggung
(Muslihatun, Wafi Nur, 2010: 33). Caput suksedaneum adalah suatu
pembengkakan kulit kepala karena tekanan pada saat kelahiran dan
dapat melintasi garis sutura. Sefalhematoma adalah ekstravasasi
darah di antara periosteum dan tengkorak. Sefalhematoma dapat
meningkat selama hari pertama setelah kelahiran dan kemudian
terabsorpsi secara bertahap selama beberapa minggu. Sefalhematoma
tidak menyebabkan tekanan intrakranial, tetapi bila besar dapat
menimbulkan ikterus. Menurut Wiknjosastro (2010: 20) tanda dan
gejala sefalhematoma adanya fluktuasi, adanya benjolan, biasanya
baru tampak jelas 2 jam setelah bayi lahir, adanya sefalhematoma
timbul di daerah tulang parietal berupa benjolan timbunan kalsium,
16

sisa jaringan fibrosa yang masih teraba. Menurut Manuaba (2012:


424) sefalhematoma dapat terjadi pada persalinan normal dan
terutama pada persalinan dengan cunam, sefalhematoma tidak
memerlukan pengobatan dan akan menghilang selama 2 sampai 12
minggu. Craniotabe adalah area lunak dan kecil di tengkorak. Ketika
ditekan, ia menyebabkan sensasi cekungan serupa seperti menekan
bola ping-pong. Craniotabe biasanya menghilang dalam beberapa
hari dan jarang dikaitkan dengan abnormalitas. Lesi karena elektroda
kulit kepala dan abrasi, laserasi atau lebam yang terjadi selama
kelahiran mungkin ada (Walsh, 2007: 369). Ubun-ubun kecil
menutup pada minggu ke-6 sampai ke-8. Ubun-ubun besar tetap
terbuka hingga bulan ke-18 (Fraser dan Cooper, 2009: 712).
2) Mata
Katarak kongenital akan mudah terlihat yaitu pupil berwarna
putih. Periksa adanya trauma seperti palpebra, perdarahan
konjungtiva atau retina. Periksa adanya sekret pada mata,
konjungtivitis oleh kuman gonokokus dapat menjadi panoftalmia dan
menyebabkan kebutaan (Marmi, 2012: 57). Diperhatikan adanya
tanda-tanda perdarahan berupa bercak merah yang akan menghilang
dalam waktu 6 minggu (Saifuddin, 2011: 137).Tanda-tanda paralisis
(Muslihatun, Wafi Nur, 2010: 33).
3) Hidung
Bentuk dan lebar hidung, pola pernafasan, kebersihan
(Muslihatun, Wafi Nur, 2010: 33). Kaji bentuk dan lebar hidung,
pada bayi cukup bulan lebarnya harus lebih dari 2,5 cm. Periksa
adanya pernafasan cuping hidung, jika cuping hidung mengembang
menunjukkan adanya gangguan pernafasan (Marmi, 2012: 57).
4) Mulut
Bentuk simetris/tidak, mukosa mulut kering/basah, lidah,
palatum, bercak putih pada gusi, refleks menghisap, adakah
labio/palatoskisis, trush, sianosis (Muslihatun, Wafi Nur, 2010: 33).
17

Salivasi tidak terdapat pada bayi normal. Bila terdapat sekret yang
berlebihan, kemungkinan ada kelainan bawaan saluran cerna.
Kelainan yang dapat dijumpai yaitu labio skisis, labio palato skisis,
labio palato genato skisis (Saifuddin, 2011: 137).
5) Telinga
Jumlah, bentuk, posisi, kesimetrisan letak dihubungkan dengan
mata dan kepala serta adanya gangguan pendengaran (Muslihatun,
Wafi Nur, 2010: 33). Periksa dalam hubungan letak dengan mata dan
daun telinga (Saifuddin, 2006: N-33). Tulang kartilago telinga telah
sempurna dibentuk (Fraser dan Cooper, 2009: 709).
6) Leher
Bentuk simetris/tidak, adakah pembengkakkan dan benjolan,
kelenjar tiroid, hemangioma, tanda abnormalitas kromosom lain-lain
(Muslihatun, Wafi Nur, 2010: 33). Periksa adanya trauma leher yang
dapat menyebabkan kerusakan pada fleksus brakhialis. Adanya
lipatan kulit yang berlebihan di bagian belakang leher menunjukkan
adanya kemungkinan trisomi 21 (Marmi, 2012: 57-58).
7) Dada
Periksa kesimetrisan gerakan dada saat bernafas. Apabila tidak
simetris kemungkinan bayi mengalami pneumotoraks, paresis
diafragma atau hernia diafragma. Pernafasan yang normal dinding
dada dan abdomen bergerak secara bersamaan. Tarikan sternum atau
interkostal pada saat bernafas perlu diperhatikan. Pada bayi cukup
bulan, puting susu sudah terbentuk baik dan tampak simetris (Marmi,
2012: 58).
8) Punggung
Bayi tengkurap, raba kurvatura kolumna vertebralis, skoliosis,
pembengkakkan, spina bifida, mielomeningokel, lesung/bercak
berambut dan lain-lain (Muslihatun, Wafi Nur, 2010: 34). Melihat
adanya benjolan/tumor dan tulang punggung dengan lekukan yang
18

kurang sempurna seperti skoliosis, kifosis dan lordosis (Saifuddin,


2011: 137).
9) Abdomen
Bentuk, penonjolan sekitar tali pusat saat menangis, perdarahan
tali pusat, lembek saat tidak menangis (Saifuddin, 2011: N-33–34).
Abdomen harus tampak bulat dan bergerak secara bersamaan dengan
gerakan dada saat bernafas. Kaji adanya pembengkakan. Jika perut
cekung kemungkinan terdapat hernia diafragmatika (Marmi, 2012:
58-59).
10) Genetalia
Pada bayi laki-laki aterm testis berada dalam skrotum, penis
berlubang pada ujung, sedangkan pada bayi perempuan aterm vagina
dan uretra berlubang (Saifuddin, 2011: N-34). Pada bayi perempuan
aterm labia mayora menutupi labia minora. Pada bayi perempuan
kadang ada pengeluaran sekret (Saifuddin, 2011 N-34).
11) Anus
Anus berlubang (Saifuddin, 2011: N-34). Periksa adanya kelainan
atresia ani (Marmi, 2012: 59).
12) Ekstermitas
Ukuran setiap tulang harus proporsional untuk ukuran seluruh
tungkai dan tubuh secara umum. Tungkai harus simetris harus
terdapat 10 jari. Telapak harus terbuka secara penuh untuk
memeriksa jari ekstra dan lekukan telapak tangan. Sindaktili adalah
penyatuan atau penggabungan jari-jari, dan polidaktili menunjukkan
jari ekstra. Kuku jari harus ada pada setiap jari. Panjang tulang pada
ekstremitas bawah harus dievaluasi untuk ketepatannya. Lekukan
harus dikaji untuk menjamin simetrisitas. Bayi yang lahir dengan
presentasi bokong berisiko tinggi untuk mengalami kelainan panggul
kongenital (Walsh, 2007: 371-372).
19

13) Kulit
Dalam keadaan normal, kulit berwarna kemerahan kadang-kadang
didapatkan kulit yang mengelupas ringan. Pengelupasan yang
berlebihan harus dipikirkan kemungkinan adanya kelainan. Waspada
timbulnya kulit dengan warna yang tidak rata (Cutis Marmorata),
telapak tangan, telapak kaki atau kuku yang menjadi biru, kulit
menjadi pucat atau kuning. Bercak-bercak besar biru yang sering
terdapat di sekitar bokong (Mongolian Spot) akan menghilang pada
umur 1–5 tahun (Saifuddin, 2011: 137).
e. Pemeriksaan neurologis
Pemeriksaan neurologis merupakan indikator integritas sistem saraf. Baik
respons yang menurun (hipo) maupun yang meningkat (hiper)
merupakan penyebab masalah (Varney, 2008: 923). Reflek yang dikaji
antara lain:
1) Refleks glabella (berkedip)
Ketuk daerah pangkal hidung secara pelan-pelan dengan
menggunakan jari telunjuk pada saat mata terbuka. Bayi akan
mengedipkan mata pada 4–5 ketukan pertama (Marmi, 2012: 70).
2) Refleks menghisap (sucking)
Benda menyentuh bibir disertai reflek menelan. Tekanan pada
mulut bayi pada langit bagian dalam gusi atas timbul isapan yang kuat
dan cepat. Dilihat pada waktu bayi menyusu (Marmi, 2012: 71).
Didapat saat sisi mulut bayi baru lahir atau dagunya disentuh. Sebagai
respons, bayi akan menoleh ke samping untuk mencari sumber objek,
dam membuka mulutnya untuk mengisap
3) Refleks mencari (rooting)
Bayi menoleh kearah benda yang menyentuh pipi. Misalnya
mengusap pipi bayi dengan lembut, bayi menolehkan kepalanya
kearah jari kita dan membuka mulutnya (Marmi, 2012: 71).
20

4) Refleks menggenggam (grasping)


Dengan meletakkan jari telunjuk pada palmar, tekanan dengan
gentle, normalnya bayi akan menggenggam dengan kuat. Jika telapak
tangan bayi ditekan, bayi mengepalkan tinjunya (Marmi, 2012: 71).
Didapat dengan cara menstimulasi telapak tangan bayi dengan sebuah
objek, atau dengan jari pemeriksa. Respons bayi berupa
menggenggam dan memegang dengan erat, sehingga dapat diangkat
sebentar dari tempat tidur (Ladewig, 2006: 174).
5) Refleks babinsky
Gores telapak kaki, dimulai dari tumit, gores sisi lateral telapak
kaki kearah atas kemudian gerakkan jari sepanjang telapak kaki. Bayi
akan menunjukkan respon berupa semua jari kaki hiperekstensi
dengan ibu jari dorsofleksi (Marmi, 2012: 71).
6) Refleks terkejut (morro)
Timbulnya pergerakan tangan yang simetris apabila kepala tiba-
tiba digerakkan atau dikejutkan dengan cara bertepuk tangan (Marmi,
2012: 71). Didapat dengan cara memberikan isyarat kepada bayi,
dengan satu teriakan kencang atau gerakan yang mendadak. Respons
bayi baru lahir berupa mengehentakkan tangan dan kaki lurus ke arah
keluar, sedangkan lutut fleksi. Tangan kemudian akan kembali lagi ke
arah dada seperti posisi bayi dalam pelukan. Jari-jari nampak terpisah,
membentuk huruf C, dan bayi mungkin menangis
7) Refleks tonik leher
Ekstremitas pada satu sisi dimana kepala ditolehkan akan ekstensi,
dan ekstremitas yang berlawanan akan fleksi bila kepala bayi
ditolehkan ke satu sisi selagi istirahat. Respons ini dapat tidak ada atau
tidak lengkap segera setelah lahir (Marmi, 2012: 72).
8) Reflek menelan (swallowing)
Kumpulan ASI di dalam mulut bayi mendesak otot-otot di daerah
mulut dan faring untuk mengaktifkan refleks menelan dan mendorong
ASI ke dalam lambung bayi (Wiknjosastro, 2008: 134).
21

f. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium pada neonatus ini dilakukan apabila terdapat
indikasi tertentu.
1) Nilai laboratorium darah neonatus normal
Menurut Muslihatun, Wafi Nur, (2010: 36), antara lain hemoglobin
14-22 g/dl (kadar Hb-F tinggi, menurun dengan pertambahan usia),
hematrokit 43-63%, eritrosit 4,2-6 juta/mm3, retikulosit 3-7%, leukosit
5.000-30.000/mm3, jika ada infeksi <5000/mm3, trombosit:150.000-
350.000/mm3, volume darah 85 cc/kgBB.
2) Nilai laboratorium cairan otak neonatus normal
Menurut Muslihatun, Wafi Nur, (2010: 36), meliputi warna 90-
94% xantochrome (kekuning-kuningan jernih), Nonne/Pandy (+).
Protein 200-220 mg/dl, glukosa 70-80 mg/dl, eritrosit
1000-2000/LPB, leukosit: 10-20/LPB menunjukkan fungsi BBB
(blood-brain-barrier) masih belum sempurna.
3. Analisa Data
Hasil analisa data yang diperoleh pada pengkajian, menginterpretasikannya
secara akurat dan logis untuk menegakkan diagnosa dan masaah kebidanan
yang tepat. ( Kepmenkes, 2007 : 5)

2.2 Perumusan Diagnosa Kebidanan dan atau Masalah Kebidanan


Neonatus normal usia 0–28 hari, aterm, jenis kelamin laki-laki/perempuan,
keadaan umum baik. Kemungkinan masalah hipoglikemi, hipotermi, dan ikterik ,
oral trush, regurgitasi, seborrhea, miliariasis, dan ruam popok. Prognosa
baik/buruk. (Marmi, 2012: 211)

2.3 Perencanaan
a. Diagnosa
Neonatus normal usia 0–28 hari, aterm, jenis kelamin
laki-laki/perempuan, keadaan umum baik. Kemungkinan masalah
hipoglikemi, hipotermi, dan ikterik (Ladewig, 2006: 180-199), oral trush
22

(Marmi, 2012: 211), regurgitasi, seborrhea, miliariasis, dan ruam popok.


Prognosa baik/buruk.
Tujuan: Bayi baru lahir dapat melewati masa neonatus tanpa komplikasi
Kriteria :
a. Menurut Wiknjosastro (2007: 256) bayi tampak sehat, kemerah-merahan,
aktif, tonus otot baik, menangis kuat, minum ASI/menyusu kuat.
b. Menurut Doenges (2001: 567) nadi 120-160 kali per menit, tali pusat
menunjukkan tanda pengeringan, mengkerut dan menghitam pada hari ke-2
dan ke-3, BAK 6-10 kali per hari, urin tidak berwarna kuning pucat,
mekonium keluar 24-48 setelah kelahiran, reflek pada bayi normal.
c. Menurut Varney, Kriebs dan Gegor (2008: 880) frekuensi pernapasan rata-
rata 40 kali per menit. Rentang antara 30 sampai 60 kali per menit. Menurut
Wiknjosastro (2007: 255) bunyi jantung dalam menit-menit pertama kira-
kira 180 kali per menit yang kemudian turun sampai 140-120 kali per menit
pada waktu bayi berumur 30 menit.
d. Suhu normal bayi sekitar 36,50C-37,50C (Marmi, 2012: 25).
e. BB bayi turun tidak lebih dari 10 % dalam 7 hari pertama setelah lahir dan
tidak harus turun (Wiknjosastro, 2008: N3)
f. Kulit bayi tidak ikterus atau berwarna kuning dan dibagian putih mata.
Intervensi menurut Marmi (2012: 87-88) adalah:
a. Promotif
1) Jaga tali pusat dalam keadaan bersih dan kering
Rasional: Tali pusat yang basah atau lembab dapat menyebabkan infeksi
(Saifuddin, 2009: 130).
2) Jelaskan tanda-tanda bahaya yang mungkin terjadi pada bayi (hipotermi,
hipoglikemi).
Rasional: Menurut pengetahuan menentukan perilaku seseorang tentang
kesehatan, sehingga setelah diberikan penjelasan ibu dapat mempratikkan
perilaku cara mengetahui secara dini tanda bahaya yang terjadi pada
bayinya.
23

Rasional: Trauma dingin (hipotermi) pada bayi baru lahir dalam


hubungannya dengan asidosis metabolik dapat bersifat mematikan, bahkan
pada bayi cukup bulan yang sehat (Sondakh, 2013: 152).
Rasional: Kadar gula darah tali pusat 65 mg/100 mL akan menurun menjadi
50 mg/100 mL dalam waktu 2 jam sesudah lahir, energi tambahan yang
diperlukan neontaus pada jam-jam pertama sesudah lahir diambil dari hasil
metabolisme asam lemak sehingga kadar gula akan mencapai 120 mg/100
mL. Bila perubahan glukosa menjadi glikogen meningkat atau adanya
gangguan metabolisme asam lemak yang tidak dapat memenuhi kebutuhan
neonatus, maka kemungkinan besar bayi mengalami hipoglikemi (Sondakh,
2013: 156).
3) Beri ASI setiap 2 sampai 3 jam atau on demand
Rasional: Kapasitas lambung pada bayi terbatas, kurang dari 30 cc untuk
bayi baru lahir cukup bulan. ASI diberikan 2-3 jam sebagai waktu untuk
mengosongkan lambung (Varney, Kriebs dan Gegor, 2008: 885).
b. Preventif
4) Jaga bayi dalam keadaan bersih, hangat dan kering.
Rasional: Suhu bayi lahir dapat turun beberapa derajat karena lingkunga
eksternal lebih dingin daripada lingkungan pada uterus. Kehilangan panas
yang cepat dalam lingkungan tang dingin terjadi melalui konduksi,
konveksi, radiasi dan evaporasi (Sondakh, 2013: 152).
5) Ukur suhu bayi jika tampak sakit atau menyusu kurang baik.
Rasional: Suhu normal bayi adalah 36,50C-37,50C. Sejalan dengan
menurunnya suhu tubuh maka bayi menjadi kurang aktif, letragi, tidak kuat
menghisap ASI (Marmi, 2012: 25).
6) Jelaskan cara menyusui yang benar.
Cara menyusui yang benar menurut Saifuddin (2009: 377-378) adalah
sebagai berikut:
a) Cuci tangan dengan air bersih yang mengalir
24

b) Ibu duduk dengan santai dan oleskan ke puting dan areola sekitarnya.
Manfaatnya adalah sebagai desinfektan dan menjaga kelembaban puting
susu.
c) Posisikan bayi dengan benar.
1) Bayi dipegang dengan satu lengan. Kepala bayi diletakkan dekat
lengkungan siku iu, bokong bayi ditahan dengan telapak tangan ibu.
2) Perut bayi menempel ke perut ibu.
3) Mulut bayi berada di depan puting ibu.
4) Lengan yang di bawah merangkul tubuh ibu, jangan berada diantara
tubuh ibu dan bayi. Tangan yang di atas boleh dipegang ibu atau
diletakkan di atas dada ibu.
5) Telinga dan lengan yang di atas berada dalam satu garis lurus.
d) Bibir bayi dirangsang dengan puting ibu dan akan membuka lebar,
kemudian dengan cepat kepala bayi didekatkan ke payudara ibu dan
puting susu serta areola dimasukkan ke dalam mulut bayi.
e) Cek perlekatan apakah sudah benar.
1) Dagu menempel ke payudara ibu
2) Mulut terbuka lebar
3) Sebagian besar areola terutama yang berada di bawah, masuk ke
dalam mulut bayi.
4) Bibir bayi terlipat ke luar
5) Pipi bayi tidak bolek kempot (karena bayi tidak menghisap, tapi
memerah ASI)
6) Tidak boleh terdengar bunyi decak, hanya boleh terdengar bunyi
menelan.
7) Ibu tidak kesakitan.
8) Bayi tenang.
Rasional: Bila diposisikan dengan benar bayi akan membentuk suatu
jaringan puting susu dan payudara serta sinus latiferus akan berada dalam
rongga mulut bayi. Puting susu akan masuk sampai menyentuh sejauh
25

langit-langit lunak sentuhan ini akan merangsang reflek penghisapan


(Sulistyowati, 2009: 27).
7) Jelaskan mengenai perawatan bayi sehari-hari.
a) Sampai tali pusat kering dan lepas, didaerah ini terjadi infeksi
sehingga dijaga agar bersih dan kering, ibu harus mencuci sekitar tali
pusat setiap hari dengan sabun dan air, beritahu ibu untuk lapor ke
bidan bila tali pusat berbau, ada kemerahan disekitarnya atau
mengeluarkan cairan (Saifuddin, 2009: 130).
b) Memandikan bayi untuk memberikan rasa nyaman, memperlancar
sirkulasi darah, mencegah infeksi, meningkatkan daya tahan tubuh dan
menjaga serta merawat integritas kulit (Bahiyatun: 2009: 79).
c) Setiap kali bayi buang air kecil dan besar, bersihkan bagian
perinealnya dengan air dan sabun, serta keringkan dengan baik,
kotoran bayi dapat menyebabkan infeksi sehingga harus dibersihkan
(Saifuddin, 2009: 130).
d) Menurut Saifuddin (2009: 130) dalam waktu seminggu pertama beri
bayi:
1) Vaksin polio secara oral
2) Vaksin Hepatitis B
Rasional: Untuk bayi yang lahir di fasilitas kesehatan dianjurkan
diberikan BCG dan OPV pada saat sebelum bayi pulang dari klinik
(Wiknjosastro, 2008: 139).
c. Kuratif
1) Lakukan kolaborasi atau rujuakan bila bayi mengalami
komplikasi
Rasional : memberikan asuhan kebidanan pada bayi dengan risiko
tinggi dan pertolongan pertama pada kegawatdaruratan (Sofyan,
2008: 117).
2) Lakukan Kunjungan Neonatal (KN) minimal selama 3 kali. KN
sedikitnya dilakukan 3 kali yaitu KN 1 pada 6 jam – 48 jam
26

setelah lahir, KN 2 pada hari ke 3 – hari ketujuh, KN 3 pada hari


ke 8- 28 hari (Kemenkes RI, 2010).
Rasional: kunjungan neonatus merupakan upaya pemantauan
kegawatdaruratan bayi baru lahir.
a. Masalah I : Hipoglikemi
Tujuan : Hipoglikemi tidak terjadi
Kriteria menurut Ladewig (2006: 180) adalah:
1) Kadar glukosa dalam darah > 45 mg/dL
2) Bayi tidak kejang, tidak letargi, pernapasan teratur, kulit kemerahan,
tidak pucat, minum ASI adekuat, tangis kuat dan normotermi
Intervensi menurut Ladewig (2006: 181–182) adalah:
1) Promotif
a) Kaji bayi baru lahir dan catat setiap faktor risiko.
Rasional: bayi preterm, bayi dari ibu diabetes, bayi baru lahir
dengan asfiksia, stres karena kedinginan, sepsis, atau polisitemia,
bayi lewat bulan, bayi kurang bulan termasuk berisiko mengalami
hipoglikemi (Varney, 2007: 883).
b)Kaji kadar glukosa darah dengan menggunakan strip-kimia pada
seluruh bayi baru lahir dalam 1–2 jam setelah kelahiran.
Rasional: bayi baru lahir kadar glukosa rendah terjadi pada 1
sampai 1,5 jam setelah lahir dan kadar glukosa stabil dalam 3-4
jam (Varney, 2007: 883).
c) Kaji seluruh bayi untuk tanda-tanda hipoglikemi.
Rasional: tanda-tanda hipoglikemi yang diketahui sejak dini akan
mencegah terjadinya komplikasi lebih lanjut dan segera
mengambil keputusan untuk tindakan selanjutnya.
Tanda hipoglikemia : BAK kurang dari 6 kali, BAB berwarna
pucat , bayi rewel , malas menyusu
27

d)Berikan ASI lebih awal


Rasional: ASI mengandung karbohidrat yang tinggi yaitu laktosa
sebagai sumber energi untuk mencegah hipoglikemia (Bahiyatun,
2009: 13).
e) Berikan tindakan yang meningkatkan rasa nyaman saat istirahat,
dan mempertahankan suhu lingkungan yang optimal.
Rasional: tindakan tersebut dapat mengurangi aktivitas dan
konsumsi glukosa serta menghemat tingkat energi bayi.
f) Evaluasi hipoglikemia melalui sampel darah
Rasional: darah yang diambil dari tumit bayi baru lahir
mengandung darah kapiler dan kadar glukosa darah (Varney,
2007: 883).
2) Kuratif
a) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian cairan infus glukosa 5–
10% bagi bayi yang berisiko hipoglikemia.
Rasional: glukosa 5-10% untuk memberikan glukosa secara cepat
dengan pemberian 6-8 mg/kg/menit (90-100mL/kg/hari)
b. Masalah II : Hipotermi
Tujuan : Suhu normotermi
Kriteria :
1) Suhu bayi 36,5–37,5 °C (Marmi, 2011:25)
2) Bayi menetek kuat, tidak lesu, akral hangat, denyut jantung bayi 120–
160 kali/menit, kulit tubuh bayi lembab, turgor baik (Saifuddin, 2009:
373)
Intervensi menurut Ladewig (2006:184–185) adalah:
1) Promotif
a) Kaji suhu bayi baru lahir, baik menggunakan metode pemeriksaan
per aksila atau kulit.
Rasional: penurunan suhu kulit terjadi sebelum penurunan suhu
inti tubuh, yang dapat menjadi indikator awal stres dingin
(Doenges, 2001:570).
28

b) Kaji tanda-tanda hipotermi.


Rasional: selain sebagai suatu gejala, hipotermi dapat merupakan
awal penyakit yang berakhir dengan kematian (Saifuddin,
2009:373).
c) Cegah kehilangan panas tubuh bayi melalui konduksi, konveksi,
radiasi dan evaporasi.
Rasional : suhu bayi baru lahir dapat turun beberapa derajat
karena lingkungan eksternal lebih dingin daripada lingkungan
pada uterus. Kehilangan panas yang cepat dlam lingkungan yang
dingin terjadi melalui konduksi, konveksi, radiasi dan evaporasi
(Sondakh, 2013: 152).
Rasional: konduksi adalah kehilangan panas tubuh melalui kontak
langsung antara tubuh bayi dengan permukaan yang dingin.
Konveksi adalah kehilangan panas yang terjadi saat bayi terpapar
udara sekitar yang lebih dingin. Radiasi adalah kehilangan panas
yang terjadi karena bayi ditempatkan di dekat benda-benda yang
mempunyai suhu tubuh lebih rendah dari suhu tubuh bayi.
Evaporasi adalah kehilangan panas yang terjadi karena penguapan
cairan ketuban pada permukaan tubuh oleh panas tubuh bayi
sendiri karena setelah lahir, tubuh bayi tidak segera dikeringkan
dan diselimuti (Varney, 2007: 881-882).
Kontak kulit dengan kulit (metode kanguru) dapat mencegah
kehilangan panas dari tubuh bayi
2) Kuratif
a) Lakukan perawatan dengan metode kanguru
Rasional: metode kanguru menggunakan prinsip konduksi
sehingga dengan skin to skin terjadi perpindahan panas dari ibu
ke bayi
b) Lakukan rujukan bila sewaktu-waktu bayi mengalami komplikasi
29

Rasional: memberikan asuhan kebidanan pada bayi dengan risiko


tinggi dan pertolongan pertama pada kegawatdaruratan (Sofyan,
2008: 117).
c. Masalah III : Ikterik
Tujuan : Ikterik tidak terjadi
Kriteria menurut Ladewig (2006: 199) adalah:
1) Kadar bilirubin serum <12,9 mg/dL
2) Kulit bayi berwarna kemerahan, mukosa, sklera, dan urin tidak
berwarna kekuning-kuningan
3) Feses berwarna kuning keemasan tidak pucat
4) Bayi menyusu kuat, tanda bayi menyusu kuat bayi banyak tidur dan
tidak rewel, bayi defeksi 1-4 kali setiap hari, warna hijau emas, lunak,
bayi berkemih 8-10 kali atau lebih setiap hari
Intervensi menurut Ladewig (2006: 200–201) antara lain:
1) Promotif
a) Kaji faktor-faktor risiko.
Rasional: riwayat prenatal tentang imunisasi Rh, inkompatibilitas
ABO, penggunaan aspirin pada ibu, sulfonamida, atau obat-
obatan antimikroba, dan cairan amnion berwarna kuning (indikasi
penyakit hemolitik tertentu) merupakan faktor predisposisi bagi
kadar bilirubin yang meningkat (Doenges, 2001:694).
b) Kaji tanda dan gejala klinis ikterik.
Rasional: pola penerimaan ASI yang buruk, letargi, gemetar,
muntah, hepatosplenomegali, penurunan berat badan yang
berlebihan, menangis kencang dan tidak adanya refleks morro
merupakan tanda-tanda awal enselopati bilirubin (Varney,
2007:943).
c) Berikan ASI sesegera mungkin, dan lanjutkan setiap 2–4 jam.
Rasional: kolostrum sebagai pembersih selaput usus BBL
sehingga saluran pencernaan siap untuk menerima makanan
(Ambarwati, 2010: 25) Mekonium memiliki kandungan bilirubin
30

yang tinggi dan penundaan keluarnya mekonium meningkatkan


reabsorpsi bilirubin sebagai bagian dari pirau enterohepatik. Jika
kebutuhan nutrisi bayi terpenuhi, akan memudahkan keluarnya
mekonium (Varney, 2007: 943).
d) Jemur bayi di matahari pagi jam 7–9 selama 10 menit.
Rasional: menjemur bayi di sinar ultaviolet pada jam 7–9 selama
10 menit akan mengubah senyawa bilirubin menjadi senyawa
yang mudah larut dalam air agar lebih mudah diekskresikan.
e) Pertahankan bayi tetap hangat dan kering
Rasional: stres dingin berpotensi melepaskan asam lemak yang
bersaing pada sisi ikatan pada albumin, sehingga meningkatkan
kadar bilirubin yang bersirkulasi dengan bebas (Doenges, 2001:
695).
2) Kolaboratif
a) Kolaborasi untuk pemeriksaan laboratorium
Rasional: bilirubin tampak dalam 2 bentuk: bilirubin direk yang
dikonjugasi oleh enzim hepar glukoronil transferase dan bilirubin
indirek yang dikonjugasi dan tampak dalam bentuk bebas dalam
darah atau terikat pada albumin (Doenges, 2001: 696).
b) Lakukan kolaborasi rujukan bila sewaktu-waktu bayi mengalami
komplikasi
Rasional: memberikan asuhan kebidanan pada bayi dengan risiko
tinggi dan pertolongan pertama pada kegawatdaruratan (Sofyan,
2008: 117).
b. Masalah 4 : Oral trush
Tujuan : Oral trush tidak terjadi
Kriteria : Mulut bayi tampak bersih
Intervensi menurut Marmi (2012: 211) :
1) Bersihkan mulut bayi setelah selesai menyusu menggunakan air
matang.
31

Rasional: Mulut yang bersih dapat meminimalkan tumbuh


kembang jamur candidiasis
2) Bila bayi minum menggunakan susu formula, cuci bersih botol
dan dot susu, setelah itu diseduh dengan air mendidih atau direbus
hingga mendidih sebelum digunakan.
Rasional: Mematikan kuman dengan suhu tertentu.
3) Bila bayi menyusu ibunya, bersihkan puting susu sebelum
menyusui.
Rasional: Mencegah timbulnya oral trush.
c. Masalah 5 : Regurgitasi / gumoh
Tujuan : Tidak terjadi gumoh
Kriteria : Muntah/ gumoh tidak terjadi
Intervensi menurut Marmi (2012: 208) :
1) Sendawakan bayi setiap kali selesai selesai menyusu
Rasional: Sendawa bisa membantu mengeluarkan udara yang ikut
masuk ke perut bayi saat menyusu.
2) Jangan memberi obat anti muntah
Rasional: Obat anti muntah tidak menyembuhkan penyebab
muntah dan dapat menimbulkan efek samping pada bayi
3) Jika bayi muntah, cepat miringkan bayi
Rasional: Agar muntah tidak masuk ke saluran nafas yang dapat
menyumbat dan berakibat fatal.
d. Masalah 6 : Seborrhea
Menurut Marmi (2012: 212), tujuan, kriteria dan intervensinya adalah :
Tujuan : Seborrhea pada kepala berkurang atau hilang
Kriteria : Kulit kepala bersih, sisik pada kepala hilang
Intervensi :
1) Jelaskan pada ibu penyebab Seborrhea
Rasional: Seborrhea adalah peradangan yang terjadi pada kulit
kepala
32

2) Anjurkan ibu menjaga kebersihan kulit kepala dengan shampoo


bayi yang lembut
Rasional: Menjaga kebersihan kulit kepala dan mencegah
persebaran Seborrhea
3) Berikan krim hidrokortison
Rasional: Memberikan penanganan yang tepat.
e. Masalah 7 : Miliariasis
Menurut Marmi (2012: 229), tujuan, kriteria dan intervensinya adalah :
Tujuan : Tidak terjadi Miliariasis
Kriteria : Tidak ada tanda-tanda infeksi pada kulit, kulit tidak
kemerahan, tidak ada gelembung cair pada tubuh, tidak ada bintik-
bintik
intervensi :
1) Mandikan bayi secara teratur 2 kali sehari.
Rasional : Mandi dapat membersihkan tubuh bayi dari kotoran serta
keringat yang berlebihan.
2) Bila berkeringat, seka tubuhnya sesering mungkin dengan handuk,
lap kering, atau washlap basah.
Rasional : Meminimalkan terjadinya sumbatan pada saluran
kelenjar keringat.
3) Kenakan pakaian katun untuk bayi
Rasional : Bahan katun dapat menyerap keringat
4) Periksakan ke dokter bila timbul keluhan seperti gatal, luka/lecet,
rewel dan sulit tidur.
Rasional : Penatalaksanaan lebih lanjut
5) Jaga kebersihan mulut setelah menyusui diberi bedak, salep
f. Masalah 8 : Ruam popok
Menurut Varney (2008: 939-940), tujuan, kriteria dan intervensinya
adalah :
Tujuan : Tidak terjadi ruam popok
33

Kriteria : Tidak ada tanda-tanda infeksi pada kulit, kulit tidak


kemerahan, tidak ada gelembung cair pada tubuh.
Intervensi :
1) Preventif
a) Berikan ASI minimal 2 jam sekali
Rasional: ASI mengandung zat kekebalan untuk meningkatkan
kekebalan tubuh bayi
b) Anjurkan ibu untuk mengganti popok minimal 4 jam sekali
Rasional: Mengurangi kelembaban yang menyebabkan iritasi
c) Bersihkan bayi setelah BAB dan BAK
d) Biarkan daerah kulit yang bermasalah tetap terbuka terkena oksigen
Rasional: Membuka daerah kulit yang bermasalah dan menyediakan
ruang untuk udara bersirkulasi. Daerah kering mencegah timbulnya
bakteri
e) Berikan krim hidrokortison 1% pada daerah kulit yang bermasalah
Rasional: Ruam popok akibat jamur Candida Albican yang paling
baik diobati dengan preparat anti jamur topical. Krim hidrokortison
1% dapat membantu mengurangi inflamasi.

2.4 Pelaksanaan
Langkah-langkah pelaksanaan didalam proses manajemen kebidanan
dilakukan oleh bidan dan sesuai rencana yang telah ditetapkan. Pada langkah
pelaksanaan ini bidan melakukan rencana asuhan kebidanan secara
komprehensif, efektif,efisien,dan aman berdasarkan evidence based kepada
klien/pasien dalam bentuk upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
Dilaksanakn secara mandiri, kolaborasi dan rujukan. (Kepmenkes,2007:6)

2.5 Evaluasi
Pada langkah ini, bidan melakukan evaluasi sesuai dengan kriteria yang telah
ditetapkan di dalam rencana. Semakin dekat hasil tindakan yang dilakukan
dengan sasaran yang telah ditetapkan di dalam kriteria, maka tindakan akan
34

mendekati keberhasilan yang diharapkan evaluasi dilakukan dengan


pendekatan SOAP, yaitu :

S : Data Subyektif, mencatat hasil anamnesa


O : Data Obyektif, mencatat hasil pemeriksaan
A : Assesment, mencatat diagnosa dan masalah kebidanan
P : Penatalaksanaan, mencatat seluruh perencanaan dan penatalaksanaan
yang sudah dilakukan seperti tindakan antisipatif, tindakan segera,
tindakan secara komprehensif : penyuluhan, dukungan, kolaborasi,
evaluasi/follow up dan rujukan.

Ayunda Meysanti

Anda mungkin juga menyukai