Anda di halaman 1dari 29

BAB 1

TINJAUAN TEORI

1.1 Neonatus

1. Pengertian Neonatus

Neonatus adalah bayi yang baru mengalami proses kelahiran, berusia 0–28

hari. Bayi baru lahir (BBL) memerlukan penyesuaian fisiologis berupa

maturasi, adaptasi (menyesuaikan diri dari kehidupan intrauterin ke

kehidupan ekstrauterin) dan toleransi bagi BBL untuk dapat dapat hidup

dengan baik (Marmi, 2012: 1). Menurut Donna L.Wong (2003) dalam Marmi

(2012: 5) bayi baru lahir adalah bayi dari lahir sampai usia 4 minggu.

Lahirnya biasanya dengan usia gestasi 38-42 minggu.

2. Fisiologi bayi baru lahir

Saat lahir, bayi mengalami perubahan fisiologis yang cepat dan hebat.

Fisiologi bayi baru lahir adalah sebagai berikut:

a. Permulaan pernafasan udara

Menurut Muslihatun, Wafi Nur (2010: 12), setelah bayi lahir, pertukaran

gas harus melalui paru-paru bayi. Rangsangan gerakan pernafasan pertama

terjadi karena tekanan mekanik dari toraks sewaktu melalui jalan lahir

(stimulasi mekanik), penurunan Pa O2 dan kenaikan Pa CO2 merangsang

kemoreseptor yang terletak di sinus karotikus (stimulasi kimiawi),

rangsangan dingin di daerah muka dan perubahan suhu di dalam uterus

(stimulasi sensorik) dan reflek deflasi hering breur. Pernafasan pertama


pada bayi normal terjadi dalam waktu 30 menit pertama sesudah bayi lahir.

Usaha bayi pertama kali untuk mempertahankan tekanan alveoli, selain

adanya surfaktan yang dengan menarik nafas dan mengeluarkan nafas

dengan merintih sehingga udara tertahan di dalam. Respirasi pada

neonatus biasanya pernafasan diafragmatik dan abdominal, sedangkan

frekuensi dan dalamnya belum teratur.

b. Perubahan sirkulasi

Menurut Marmi (2012: 18-19), aliran darah dari plasenta berhenti pada

saat tali pusat di klem. Tindakan ini menyebabkan suplai oksigen ke

plasenta menjadi tidak ada dan menyebabkan serangkaian reaksi

selanjutnya.

Sirkulasi janin memiliki karakteristik sirkulasi bertekanan rendah. Karena

paru-paru adalah organ tertutup yang berisi cairan, maka paru-paru

memerlukan aliran darah yang minimal. Sebagian besar darah janin yang

teroksigenasi melalui paru-paru mengalir melalui lubang antara atrium

kanan dan kiri, yang disebut foramen ovale. Darah yang kaya oksigen ini

kemudian secara istimewa mengalir ke otak melalui duktus arteriosus.

c. Termoregulasi

Menurut Varney (2008: 881-882) perubahan termoregulasi neonatus

adalah sebagai berikut: Bayi baru lahir memiliki kecenderungan menjadi

cepat stres karena perubahan suhu lingkungan. Karena suhu di dalam

uterus berfluktuasi sedikit, janin tidak perlu mengatur suhu. Suhu janin

biasanya lebih tinggi 0,6˚C daripada suhu ibu. Pada saat lahir, faktor yang
berperan dalam kehilangan panas pada bayi baru lahir meliputi area

permukaan tubuh bayi baru lahir yang luas, berbagai tingkat insulasi lemak

subkutan, dan derajat fleksi otot.

Bayi baru lahir dapat kehilangan panas melalui 4 mekanisme, yaitu

konveksi, konduksi, radiasi dan evaporasi. Tempat kelahiran harus

disiapkan dengan adekuat untuk meminimalkan kehilangan panas pada

neonatus.

d. Pengaturan glukosa

Pada setiap bayi baru lahir, kadar glukosa turun selama periode waktu

yang singkat (1–2 jam setelah kelahiran). Sistem pada bayi baru lahir yang

sehat belajar untuk mengoreksi secara mandiri penurunan kadar glukosa

fisiologis. Koreksi penurunan kadar glukosa darah dapat terjadi dalam 3

cara yaitu melalui penggunaan ASI atau susu formula, melalui penggunaan

cadangan glikogen, atau melalui pembuatan glukosa dari sumber-sumber

lain, khususnya lipid. Bayi baru lahir yang sehat menghasilkan glukosa

sebanyak 4–8 mg/kg/menit sebagai respon terhadap kebutuhan (Varney,

2008: 883).

e. Perubahan pada darah

Bayi baru lahir dilahirkan dengan hematokrit/hemoglobin yang tinggi.

Konsentrasi hemoglobin normal memiliki rentang dari 13,7–20,0 g/dL.

Selama beberapa hari pertama kehidupan, nilai hemoglobin sedikit

meningkat, sedangkan volume plasma menurun. Akibat perubahan dalam

volume plasma tersebut, hematokrit, yang normalnya dalam rentang 51


hingga 56% pada saat kelahiran, meningkat dari 3 menjadi 6%.

Hemoglobin kemudian turun perlahan, tapi terus-menerus pada 7–9

minggu pertama setelah bayi lahir. Nilai hemoglobin rata-rata untuk bayi

berusia 2 bulan ialah 12,0 g/dL (Varney, 2008: 884).

f. Perubahan pada sistem gastrointestinal

Kemampuan bayi baru lahir cukup bulan untuk menelan dan mencerna

sumber makanan dari luar terbatas. Sebagian besar keterbatasan tersebut

membutuhkan berbagai enzim dan hormon pencernaan yang terdapat di

semua bagian saluran cerna, dari mulut sampai ke usus. Bayi baru lahir

kurang mampu mencerna protein dan lemak dibandingkan orang dewasa.

Absorpsi karbohidrat relatif efisien, tapi tetap kurang efisien dibandingkan

dengan orang dewasa. Kemampuan bayi baru lahir, terutama efisien dalam

mengabsorpsi monosakarida, seperti glukosa, asalkan jumlah glukosa tidak

terlalu banyak.

g. Perubahan pada sistem imun

Menurut Varney (2008: 886-888), sistem imun neonatus tidak matur pada

sejumlah tingkat yang signifikan. Ketidakmampuan fungsional ini

membuat neonatus rentan terhadap banyak infeksi dan respon alergi.

Sistem imun yang matur memberikan baik imunitas alami maupun yang

didapat. Dua macam imunitas pada bayi baru lahir, yaitu:

1) Imunitas alami

Imunitas alami terdiri dari struktur tubuh yang mencegah atau

meminimalkan infeksi.
2) Imunitas yang didapat

Neonatus dilahirkan dengan imunitas pasif terhadap virus dan bakteri yang

pernah dihadapi ibu. Janin mendapatkan imunitas ini melalui perjalanan

transplasenta dari imunoglobulin varietas IgG.

h. Perubahan pada sistem ginjal

Bayi baru lahir cukup bulan memiliki beberapa defisit struktural dan

fungsional pada sistem ginjal. Banyak dari defisit tersebut memperbaiki

dirinya sendiri pada bulan pertama kehidupan. Ginjal bayi baru lahir

menunjukkan penurunan aliran darah ginjal dan penurunan kecepatan

filtrasi glomerulus. Kondisi itu mudah menyebabkan retensi cairan dan

intoksikasi air. Bayi baru lahir mengekskresikan sedikit urine pada 48 jam

pertama kehidupan, sering kali hanya 30–60 ml. Seharusnya tidak terdapat

protein atau darah dalam urine bayi baru lahir (Varney, 2008: 888).
BAB 2

KONSEP TEORI ASUHAN NEONATUS

2.1 Pengkajian

1. Data subyektif

a. Umur

Seorang ayah yang berumur lebh dari 40 tahun mempunyai risiko

membuahi anak dengan cacat lahir. Pria yang berusia di atas 55 tahun

mempunyai risiko menjadi ayah seorang bayi sindrom down dua kali

lebih besar daripada pria yang berusia lebih muda (Curtis, 2002).

b. Identitas bayi dan orang tua

Semua bayi baru lahir di fasilitas kesehatan harus segera mendapatkan

tanda pengenal berupa gelang yang dikenakan pada bayi dan ibunya

untuk menghindari tertukarnya bayi. Gelang pengenal berisi identitas

ibu dan ayah, tanggal, jam lahir dan jenis kelamin (Kemenkes RI, 2011:

11).

c. Keluhan utama

Keluhan utama pada neonatus adalah bayi menangis kuat, gerak aktif,

pernafasan teratur, warna kulit kemerahan (Varney, 2008: 890).

Keluhan utama pada neonatus adalah bayi gelisah, tidak ada keinginan

untuk menghisap ASI, bayi lapar, tidak sabar untuk menghisap puting

(Manuaba, 2012: 221).


d. Riwayat antenatal

Menurut Varney (2008: 893-917) pengkajian usia gestasi penting

karena ketika dimasukkan dalam sebuah bagan dengan berat dan

panjang badan lahir, bagan tersebut menunjukkan apakah bayi Sesuai

Masa Kehamilan (SMK), Kecil Masa Kehamilan (KMK) atau Besar

Masa Kehamilan (BMK). Selain itu komplikasi selama hamil perlu

dikaji seperti perdarahan selama kehamilan dapat menyebabkan defek

plasenta, hipertensi dalam kehamilan dapat menyebabkan retardasi

pertumbuhan dan prematuritas, diabetes gestasional dapat menyebabkan

makrosomia dan trauma lahir.

e. Riwayat natal

Bayi dilahirkan dengan jenis partus biasa (normal/spontan) yaitu bayi

lahir dengan presentasi belakang kepala tanpa memakai alat-alat atau

pertolongan istimewa serta tidak melukai ibu dan bayi, dan umumnya

berlangsung dalam waktu kurang dari 24 jam (Saifuddin, 2011: 180).

f. Riwayat post natal

Riwayat bayi sejak lahir harus ditinjau ulang, termasuk pola menyusui,

berkemih, defekasi, tidur, dan menangis (Walsh, 2007: 368). Meninjau

catatan kelahiran bayi tentang tanda-tanda vital dan perilaku bayi baru

lahir. Perilaku mengkhawatirkan bayi meliputi letargi, aktivitas

menghisap yang buruk atau tidak ada, dan tangisan yang abnormal

(Varney, 2008: 917).


g. Pola kebiasaan sehari-hari

1) Nutrisi

Keseimbangan kalori dan cairan pada bayi baru lahir menunjukkan

bahwa cairan tubuh bayi sebanyak 70–75% berat badan. Jumlah ini

lebih banyak dibanding dengan banyaknya cairan tubuh orang

dewasa yaitu 60–65%. Kebutuhan keseimbangan cairan pada bayi

dihitung berdasarkan intake–output, insensible loss dan kebutuhan

tumbuh kembang. Pada jam-jam pertama kelahiran energi

didapatkan dari perubahan karbohidrat. Pada hari kedua energi

berasal dari pembakaran lemak setelah mendapat susu kurang lebih

hari ke-6 (Marmi, 2012: 313).

2) Eliminasi

Tinja yang berbentuk mekonium berwarna hijau tua yang telah

berada di saluran pencernaan sejak janin berumur 16 minggu, akan

mulai keluar dalam waktu 24 jam; pengeluaran ini akan berlangsung

sampai hari ke-2 dan ke-3. Pada hari ke-4 sampai hari ke-5 warna

tinja menjadi coklat kehijauan. Selanjutnya warna tinja akan

tergantung dari jenis susu yang diminumnya. Defekasi mungkin 3–8

kali sehari. BAK bayi normalnya mengalami 8–10 kali

(Saifuddin,2014)

3) Istirahat dan tidur

Memasuki bulan pertama kehidupan, bayi baru lahir menghabiskan

waktunya untuk tidur. Macam tidur bayi adalah tidur aktif atau tidur
ringan dan tidur lelap. Pada siang hari hanya 15% waktu digunakan

bayi dalam keadaan terjaga, yaitu untuk menangis, gerakan motorik,

sadar dan mengantuk. Sisa waktu yang 85% lainnya digunakan bayi

untuk tidur (Muslihatun, Wafi Nur, 2010: 44).

4) Personal hygiene

Bayi dimandikan sedikitnya 6 jam setelah kelahiran, setelah suhu

bayi stabil. Mandi menggunakan sabun dapat menghilangkan

minyak dari kulit bayi, yang sangat rentan untuk mengering.

Perawatan tali pusat ialah menjaga agar tali pusat tetap kering dan

bersih. Cuci tangan dengan sabun sebelum kontak dengan bayi

termasuk sebelum merawat tali pusat (Saifuddin, 2014: 370).

5) Aktifitas

Bayi yang normal melakukan gerakan-gerakan tangan dan kaki yang

simetris pada waktu bangun. Bayi menangis sedikitnya 5 menit per

hari sampai sebanyak-banyaknya 2 jam per hari (Saifuddin,2014).

6) Psikososial

Kontak kulit dengan kulit juga membuat bayi lebih tenang sehingga

didapat pola tidur yang lebih baik (Saifuddin, 2014).

2. Data Obyektif

a. Keadaan umum

Bayi yang sehat tampak kemerah-merahan, aktif, tonus otot baik,

menangis keras, minum baik, suhu 36,5˚C–37˚C (Saifuddin, 2014).


b. Tanda-tanda vital

1) Suhu

Suhu tubuh paling kurang diukur satu kali sehari. Bila suhu rektal di

bawah 36°C, bayi ini harus diletakkan di tempat yang lebih panas

misalnya di dalam inkubator yang mempunyai suhu 36°C–37°C,

dalam pangkuan ibu atau bayi dibungkus. Suhu aksila 36,5–37°C

sedangkan suhu kulit 36–36,5 °C (Saifuddin,2014)

2) Pernafasan

Pada pernapasan normal, perut dan dada bergerak hampir bersamaan

tanpa adanya retraksi, tanpa terdengar suara pada waktu inspirasi dan

ekspirasi. Gerak pernapasan 30–50 kali per menit (Saifuddin, 2014).

3) Nadi

Bunyi jantung dalam menit-menit pertama kira-kira 180/menit yang

kemudian turun sampai 140/menit–120/menit pada waktu bayi

berumur 30 menit (Saifuddin,2014). Frekuensi jantung bayi cepat

sekitar 120–160 kali per menit serta berfluktuasi selaras dengan fungsi

pernafasan bayi, aktifitas atau dalam kondisi tidur (Fraser dan Cooper,

2009).

c. Antoprometri

1) Berat badan

Berat badan 3 hari pertama terjadi penurunan, hal ini normal karena

pengeluaran air kencing dan mekonium. Pada hari ke-4, berat badan

naik (Saifuddin,2014). Pada minggu pertama bayi mengalami


penurunan berat badan. Apabila penurunan lebih dari 10% maka

dinyatakan patologis. Sebenarnya pada minggu pertama bayi tidak

harus turun berat badannya.

2) Panjang badan

Panjang bayi baru lahir paling akurat dikaji jika kepala bayi baru lahir

terletak rata terhadap permukaan yang keras. Kedua tungkai

diluruskan dan kertas dimeja pemeriksaan diberi tanda. Setelah bayi

baru lahir dipindahkan, bidan kemudian dapat mengukur panjang bayi

dalam satuan sentimeter (Varney, 2008: 921).

3) Ukuran Antropometri

Ukuran kepala bayi menurut Wirakusumah (2011: 70) antara lain:

a) Sirkumferensia suboccipito bregmatika berukuran 32 cm

b) Sirkumferensia fronto oksipitalisberukuran 34 cm

c) Sirkumrefensia mento-oksipitalis berukuran 35 cm

d) Diameter biparietalis adalah 9 cm

e) Diameter bitemporalis adalah 11 cm.

Menurut Saifuddin (2014) ukuran lingkar dada pada neonatus

normal ialah 33-38 cm dan lingkar lengan pada neonatus normal 10-

11 cm.

Berat badan 2500–4000 gram, panjang badan 48–52 cm, lingkar

dada 30–38 cm (Marmi, 2012: 8).


d. Pemeriksaan Fisik

1) Kepala

Bentuk simetris, besar ukurannya 33–38 cm, sutura menutup, caput

succedanium tidak ada, sefalhematoma tidak ada, tidak ada

Craniotabe, tidak oedem, tidak ada benjolan, kepala bayi tidak

cekung maupun cembung karena hal ini menandakan kelainan

(Saifuddin,2014). Menurut Manuaba (2012) sefalhematoma dapat

terjadi pada persalinan normal dan terutama pada persalinan dengan

cunam, sefalhematoma tidak memerlukan pengobatan dan akan

menghilang selama 2 sampai 12 minggu.

2) Mata

Katarak kongenital akan mudah terlihat yaitu pupil berwarna putih.

Periksa adanya trauma seperti palpebra, perdarahan konjungtiva atau

retina. Periksa adanya sekret pada mata, konjungtivitis oleh kuman

gonokokus dapat menjadi panoftalmia dan menyebabkan kebutaan

(Marmi, 2012: 57).

3) Hidung

Kaji bentuk dan lebar hidung, pada bayi cukup bulan lebarnya harus

lebih dari 2,5 cm. Periksa adanya pernafasan cuping hidung, jika

cuping hidung mengembang menunjukkan adanya gangguan

pernafasan (Marmi, 2012: 57).


4) Mulut

Bentuk simetris/tidak, mukosa mulut kering/basah, lidah, palatum,

bercak putih pada gusi, refleks menghisap, adakah labio/palatoskisis,

trush, sianosis (Muslihatun, Wafi Nur, 2010).

5) Telinga

Jumlah, bentuk, posisi, kesimetrisan letak dihubungkan dengan mata

dan kepala serta adanya gangguan pendengaran (Muslihatun, Wafi

Nur, 2010: 33).

6) Leher

Bentuk simetris/tidak, adakah pembengkakkan dan benjolan,

kelenjar tiroid, hemangioma, tanda abnormalitas kromosom lain-lain

(Muslihatun, Wafi Nur, 2010: 33).

7) Dada

Periksa kesimetrisan gerakan dada saat bernafas. Apabila tidak

simetris kemungkinan bayi mengalami pneumotoraks, paresis

diafragma atau hernia diafragma. Pernafasan yang normal dinding

dada dan abdomen bergerak secara bersamaan. Tarikan sternum atau

interkostal pada saat bernafas perlu diperhatikan. Pada bayi cukup

bulan, puting susu sudah terbentuk baik dan tampak simetris (Marmi,

2012: 58).
8) Punggung

Bayi tengkurap, raba kurvatura kolumna vertebralis, skoliosis,

pembengkakkan, spina bifida, mielomeningokel, lesung/bercak

berambut dan lain-lain (Muslihatun, Wafi Nur, 2010: 34).

9) Abdomen

Bentuk, penonjolan sekitar tali pusat saat menangis, perdarahan tali

pusat, lembek saat tidak menangis (Saifuddin, 2014). Abdomen

harus tampak bulat dan bergerak secara bersamaan dengan gerakan

dada saat bernafas. Kaji adanya pembengkakan. Jika perut cekung

kemungkinan terdapat hernia diafragmatika (Marmi, 2012).

10) Genetalia

Pada bayi laki-laki aterm testis berada dalam skrotum, penis

berlubang pada ujung, sedangkan pada bayi perempuan aterm vagina

dan uretra berlubang (Saifuddin, 2014). Pada bayi perempuan aterm

labia mayora menutupi labia minora. Pada bayi perempuan kadang

ada pengeluaran sekret (Saifuddin, 2014).

11) Anus

Anus berlubang (Saifuddin, 2014). Periksa adanya kelainan atresia

ani (Marmi, 2012).

12) Ekstermitas

Ukuran setiap tulang harus proporsional untuk ukuran seluruh

tungkai dan tubuh secara umum. Tungkai harus simetris harus

terdapat 10 jari. Telapak harus terbuka secara penuh untuk


memeriksa jari ekstra dan lekukan telapak tangan. Sindaktili adalah

penyatuan atau penggabungan jari-jari, dan polidaktili menunjukkan

jari ekstra. (Walsh, 2007).

13) Kulit

Dalam keadaan normal, kulit berwarna kemerahan kadang-kadang

didapatkan kulit yang mengelupas ringan. Pengelupasan yang

berlebihan harus dipikirkan kemungkinan adanya kelainan. Waspada

timbulnya kulit dengan warna yang tidak rata (Cutis Marmorata),

telapak tangan, telapak kaki atau kuku yang menjadi biru, kulit

menjadi pucat atau kuning. Bercak-bercak besar biru yang sering

terdapat di sekitar bokong (Mongolian Spot) akan menghilang pada

umur 1–5 tahun (Saifuddin, 2014).

e. Pemeriksaan neurologis

Pemeriksaan neurologis merupakan indikator integritas sistem saraf. Baik

respons yang menurun (hipo) maupun yang meningkat (hiper)

merupakan penyebab masalah (Varney, 2008). Reflek yang dikaji antara

lain:

1) Refleks glabella (berkedip)

Ketuk daerah pangkal hidung secara pelan-pelan dengan

menggunakan jari telunjuk pada saat mata terbuka. Bayi akan

mengedipkan mata pada 4–5 ketukan pertama (Marmi, 2012).


2) Refleks menghisap (sucking)

Benda menyentuh bibir disertai reflek menelan. Tekanan pada mulut

bayi pada langit bagian dalam gusi atas timbul isapan yang kuat dan

cepat. Dilihat pada waktu bayi menyusu (Marmi, 2012).

3) Refleks mencari (rooting)

Bayi menoleh kearah benda yang menyentuh pipi. Misalnya

mengusap pipi bayi dengan lembut, bayi menolehkan kepalanya

kearah jari kita dan membuka mulutnya (Marmi, 2012).

4) Refleks menggenggam (grasping)

Dengan meletakkan jari telunjuk pada palmar, tekanan dengan gentle,

normalnya bayi akan menggenggam dengan kuat. Jika telapak tangan

bayi ditekan, bayi mengepalkan tinjunya (Marmi, 2012).

5) Refleks babinsky

Gores telapak kaki, dimulai dari tumit, gores sisi lateral telapak kaki

kearah atas kemudian gerakkan jari sepanjang telapak kaki. Bayi akan

menunjukkan respon berupa semua jari kaki hiperekstensi dengan ibu

jari dorsofleksi (Marmi, 2012: 71).

6) Refleks terkejut (morro)

Timbulnya pergerakan tangan yang simetris apabila kepala tiba-tiba

digerakkan atau dikejutkan dengan cara bertepuk tangan (Marmi,

2012: 71).
7) Refleks tonik leher

Ekstremitas pada satu sisi dimana kepala ditolehkan akan ekstensi,

dan ekstremitas yang berlawanan akan fleksi bila kepala bayi

ditolehkan ke satu sisi selagi istirahat. Respons ini dapat tidak ada atau

tidak lengkap segera setelah lahir (Marmi, 2012: 72).

8) Reflek menelan (swallowing)

Kumpulan ASI di dalam mulut bayi mendesak otot-otot di daerah

mulut dan faring untuk mengaktifkan refleks menelan dan mendorong

ASI ke dalam lambung bayi (Saifuddin, 2014).

3. Analisa Data

Hasil analisa data yang diperoleh pada pengkajian,

menginterpretasikannya secara akurat dan logis untuk menegakkan diagnosa

dan masaah kebidanan yang tepat. ( Kepmenkes, 2007 : 5)

Kriteria rumusan diagnosa :

a. diagnosa sesuai dengan nomenklatur kebidanan.

b. masalah dirumuskan sesuai dengan kondisi klien

c. dapat diselesaikam dengan asuhan kebidanan secara mandiri, kolaborasi

dan rujukan.

2.2 Diagnosa Kebidanan

Bidan menganalisa data yang diperoleh pada pengkajian

menginterpretasikannya secara akurat dan logis untuk menegakkan diagnose

dan masalah kebidanan yang tepat ( Kemenkes No. 938/2007 )


Diagnosa : Neonatus normal usia 0–28 hari, aterm, jenis kelamin

laki-laki/perempuan, keadaan umum baik. Kemungkinan

masalah hipoglikemi, hipotermi, dan ikterik , oral trush,

regurgitasi, seborrhea, miliariasis, dan ruam popok. Prognosa

baik/buruk. (Marmi, 2012)

2.3 Perencanaan

a. Diagnosa

Neonatus normal usia 0–28 hari, aterm, jenis kelamin

laki-laki/perempuan, keadaan umum baik. Kemungkinan masalah

hipoglikemi, hipotermi, dan ikterik (Ladewig, 2006), oral trush (Marmi,

2012: 211), regurgitasi, seborrhea, miliariasis, dan ruam popok. Prognosa

baik/buruk.

Tujuan: Bayi baru lahir dapat melewati masa neonatus tanpa komplikasi

Kriteria :

a. Menurut Saifuddin (2014) bayi tampak sehat, kemerah-merahan,

aktif, tonus otot baik, menangis kuat, minum ASI/menyusu kuat.

b. Menurut Doenges (2001) nadi 120-160 kali per menit, tali pusat

menunjukkan tanda pengeringan, mengkerut dan menghitam pada

hari ke-2 dan ke-3, BAK 6-10 kali per hari, urin tidak berwarna

kuning pucat, mekonium keluar 24-48 setelah kelahiran, reflek pada

bayi normal.
c. Menurut Varney, Kriebs dan Gegor (2008) frekuensi pernapasan

rata-rata 40 kali per menit. Rentang antara 30 sampai 60 kali per

menit.

d. Suhu normal bayi sekitar 36,50C-37,50C (Marmi, 2012).

e. BB bayi turun tidak lebih dari 10 % dalam 7 hari pertama setelah

lahir dan tidak harus turun (Wiknjosastro, 2008: N3)

f. Kulit bayi tidak ikterus atau berwarna kuning dan dibagian putih

mata.

Intervensi menurut Marmi (2012: 87-88) adalah:

a. Promotif

1) Jaga tali pusat dalam keadaan bersih dan kering

Rasional: Tali pusat yang basah atau lembab dapat menyebabkan infeksi

(Saifuddin, 2014: 130).

2) Jelaskan tanda-tanda bahaya yang mungkin terjadi pada bayi (hipotermi,

hipoglikemi).

Rasional: Trauma dingin (hipotermi) pada bayi baru lahir dalam

hubungannya dengan asidosis metabolik dapat bersifat mematikan, bahkan

pada bayi cukup bulan yang sehat (Sondakh, 2013: 152).

Rasional: Kadar gula darah tali pusat 65 mg/100 mL akan menurun menjadi

50 mg/100 mL dalam waktu 2 jam sesudah lahir, energi tambahan yang

diperlukan neontaus pada jam-jam pertama sesudah lahir diambil dari hasil

metabolisme asam lemak sehingga kadar gula akan mencapai 120 mg/100

mL. Bila perubahan glukosa menjadi glikogen meningkat atau adanya


gangguan metabolisme asam lemak yang tidak dapat memenuhi kebutuhan

neonatus, maka kemungkinan besar bayi mengalami hipoglikemi (Sondakh,

2013: 156).

3) Beri ASI setiap 2 sampai 3 jam atau on demand

Rasional: Kapasitas lambung pada bayi terbatas, kurang dari 30 cc untuk

bayi baru lahir cukup bulan. ASI diberikan 2-3 jam sebagai waktu untuk

mengosongkan lambung (Varney, Kriebs dan Gegor, 2008: 885).

b. Preventif

4) Jaga bayi dalam keadaan bersih, hangat dan kering.

Rasional: Suhu bayi lahir dapat turun beberapa derajat karena lingkungan

eksternal lebih dingin daripada lingkungan pada uterus. Kehilangan panas

yang cepat dalam lingkungan tang dingin terjadi melalui konduksi,

konveksi, radiasi dan evaporasi (Sondakh, 2013: 152).

5) Ukur suhu bayi jika tampak sakit atau menyusu kurang baik.

Rasional: Suhu normal bayi adalah 36,50C-37,50C. Sejalan dengan

menurunnya suhu tubuh maka bayi menjadi kurang aktif, letragi, tidak kuat

menghisap ASI (Marmi, 2012: 25).

6) Jelaskan cara menyusui yang benar.

Rasional: Bila diposisikan dengan benar bayi akan membentuk suatu

jaringan puting susu dan payudara serta sinus latiferus akan berada dalam

rongga mulut bayi. Puting susu akan masuk sampai menyentuh sejauh

langit-langit lunak sentuhan ini akan merangsang reflek penghisapan

(Sulistyowati, 2009: 27).


7) Jelaskan mengenai perawatan bayi sehari-hari.

a) Sampai tali pusat kering dan lepas, didaerah ini terjadi infeksi

sehingga dijaga agar bersih dan kering, ibu harus mencuci sekitar tali

pusat setiap hari dengan sabun dan air, beritahu ibu untuk lapor ke

bidan bila tali pusat berbau, ada kemerahan disekitarnya atau

mengeluarkan cairan (Saifuddin, 2009: 130).

b) Memandikan bayi untuk memberikan rasa nyaman, memperlancar

sirkulasi darah, mencegah infeksi, meningkatkan daya tahan tubuh dan

menjaga serta merawat integritas kulit (Bahiyatun: 2009: 79).

c) Setiap kali bayi buang air kecil dan besar, bersihkan bagian

perinealnya dengan air dan sabun, serta keringkan dengan baik,

kotoran bayi dapat menyebabkan infeksi sehingga harus dibersihkan

(Saifuddin, 2009: 130).

d) Menurut Saifuddin (2009: 130) dalam waktu seminggu pertama beri

bayi:

1) Vaksin polio secara oral

2) Vaksin Hepatitis B

Rasional: Untuk bayi yang lahir di fasilitas kesehatan dianjurkan

diberikan BCG dan OPV pada saat sebelum bayi pulang dari klinik

(Wiknjosastro, 2008: 139).

c. Kuratif

1) Lakukan kolaborasi atau rujuakan bila bayi mengalami

komplikasi
Rasional : memberikan asuhan kebidanan pada bayi dengan risiko

tinggi dan pertolongan pertama pada kegawatdaruratan (Sofyan,

2008: 117).

2)Lakukan Kunjungan Neonatal (KN) minimal selama 3 kali. KN

sedikitnya dilakukan 3 kali yaitu KN 1 pada 6 jam – 48 jam

setelah lahir, KN 2 pada hari ke 3 – hari ketujuh, KN 3 pada hari

ke 8- 28 hari (Kemenkes RI, 2010).

Rasional: kunjungan neonatus merupakan upaya pemantauan

kegawatdaruratan bayi baru lahir.

a. Masalah I : Hipoglikemi

Tujuan : Hipoglikemi tidak terjadi

Kriteria menurut Ladewig (2006: 180) adalah:

1) Kadar glukosa dalam darah > 45 mg/dL

2) Bayi tidak kejang, tidak letargi, pernapasan teratur, kulit kemerahan,

tidak pucat, minum ASI adekuat, tangis kuat dan normotermi

Intervensi menurut Ladewig (2006: 181–182) adalah:

a) Kaji bayi baru lahir dan catat setiap faktor risiko.

Rasional: bayi preterm, bayi dari ibu diabetes, bayi baru lahir

dengan asfiksia, stres karena kedinginan, sepsis, atau polisitemia,

bayi lewat bulan, bayi kurang bulan termasuk berisiko mengalami

hipoglikemi (Varney, 2007: 883).

b)Kaji kadar glukosa darah dengan menggunakan strip-kimia pada

seluruh bayi baru lahir dalam 1–2 jam setelah kelahiran.


Rasional: bayi baru lahir kadar glukosa rendah terjadi pada 1

sampai 1,5 jam setelah lahir dan kadar glukosa stabil dalam 3-4

jam (Varney, 2007: 883).

c) Kaji seluruh bayi untuk tanda-tanda hipoglikemi.

Rasional: tanda-tanda hipoglikemi yang diketahui sejak dini akan

mencegah terjadinya komplikasi lebih lanjut dan segera

mengambil keputusan untuk tindakan selanjutnya.

Tanda hipoglikemia : BAK kurang dari 6 kali, BAB berwarna

pucat , bayi rewel , malas menyusu


d)Berikan ASI lebih awal

Rasional: ASI mengandung karbohidrat yang tinggi yaitu laktosa

sebagai sumber energi untuk mencegah hipoglikemia (Bahiyatun,

2009: 13).

e) Berikan tindakan yang meningkatkan rasa nyaman saat istirahat,

dan mempertahankan suhu lingkungan yang optimal.

Rasional: tindakan tersebut dapat mengurangi aktivitas dan

konsumsi glukosa serta menghemat tingkat energi bayi.

f) Evaluasi hipoglikemia melalui sampel darah

Rasional: darah yang diambil dari tumit bayi baru lahir

mengandung darah kapiler dan kadar glukosa darah (Varney,

2007: 883).

g)Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian cairan infus glukosa 5–

10% bagi bayi yang berisiko hipoglikemia.

Rasional: glukosa 5-10% untuk memberikan glukosa secara cepat

dengan pemberian 6-8 mg/kg/menit (90-100mL/kg/hari)

b. Masalah II : Hipotermi

Tujuan : Suhu normotermi

Kriteria :

1) Suhu bayi 36,5–37,5 °C (Marmi, 2011:25)

2) Bayi menetek kuat, tidak lesu, akral hangat, denyut jantung bayi 120–

160 kali/menit, kulit tubuh bayi lembab, turgor baik (Saifuddin, 2009:

373)
Intervensi menurut Ladewig (2006:184–185) adalah:

a) Kaji suhu bayi baru lahir, baik menggunakan metode pemeriksaan

per aksila atau kulit.

Rasional: penurunan suhu kulit terjadi sebelum penurunan suhu

inti tubuh, yang dapat menjadi indikator awal stres dingin

(Doenges, 2001:570).

b) Kaji tanda-tanda hipotermi.

Rasional: selain sebagai suatu gejala, hipotermi dapat merupakan

awal penyakit yang berakhir dengan kematian (Saifuddin,

2009:373).

c) Cegah kehilangan panas tubuh bayi melalui konduksi, konveksi,

radiasi dan evaporasi.

Rasional : suhu bayi baru lahir dapat turun beberapa derajat

karena lingkungan eksternal lebih dingin daripada lingkungan

pada uterus. Kehilangan panas yang cepat dlam lingkungan yang

dingin terjadi melalui konduksi, konveksi, radiasi dan evaporasi

(Sondakh, 2013: 152).

d) Lakukan perawatan dengan metode kanguru

Rasional: metode kanguru menggunakan prinsip konduksi

sehingga dengan skin to skin terjadi perpindahan panas dari ibu

ke bayi
e) Lakukan rujukan bila sewaktu-waktu bayi mengalami komplikasi

Rasional: memberikan asuhan kebidanan pada bayi dengan risiko

tinggi dan pertolongan pertama pada kegawatdaruratan (Sofyan,

2008: 117).

c. Masalah III : Ikterik

Tujuan : Ikterik tidak terjadi

Kriteria menurut Ladewig (2006: 199) adalah:

1) Kadar bilirubin serum <12,9 mg/dL

2) Kulit bayi berwarna kemerahan, mukosa, sklera, dan urin tidak

berwarna kekuning-kuningan

3) Feses berwarna kuning keemasan tidak pucat

4) Bayi menyusu kuat, tanda bayi menyusu kuat bayi banyak tidur dan

tidak rewel, bayi defeksi 1-4 kali setiap hari, warna hijau emas, lunak,

bayi berkemih 8-10 kali atau lebih setiap hari

Intervensi menurut Ladewig (2006: 200–201) antara lain:

a) Kaji faktor-faktor risiko.

Rasional: riwayat prenatal tentang imunisasi Rh, inkompatibilitas

ABO, penggunaan aspirin pada ibu, sulfonamida, atau obat-

obatan antimikroba, dan cairan amnion berwarna kuning (indikasi

penyakit hemolitik tertentu) merupakan faktor predisposisi bagi

kadar bilirubin yang meningkat (Doenges, 2001:694).


b) Kaji tanda dan gejala klinis ikterik.

Rasional: pola penerimaan ASI yang buruk, letargi, gemetar,

muntah, hepatosplenomegali, penurunan berat badan yang

berlebihan, menangis kencang dan tidak adanya refleks morro

merupakan tanda-tanda awal enselopati bilirubin (Varney,

2007:943).

c) Berikan ASI sesegera mungkin, dan lanjutkan setiap 2–4 jam.

Rasional: kolostrum sebagai pembersih selaput usus BBL

sehingga saluran pencernaan siap untuk menerima makanan

(Ambarwati, 2010: 25) Mekonium memiliki kandungan bilirubin

yang tinggi dan penundaan keluarnya mekonium meningkatkan

reabsorpsi bilirubin sebagai bagian dari pirau enterohepatik. Jika

kebutuhan nutrisi bayi terpenuhi, akan memudahkan keluarnya

mekonium (Varney, 2007: 943).

d) Jemur bayi di matahari pagi jam 7–9 selama 10 menit.

Rasional: menjemur bayi di sinar ultaviolet pada jam 7–9 selama

10 menit akan mengubah senyawa bilirubin menjadi senyawa

yang mudah larut dalam air agar lebih mudah diekskresikan.

e) Pertahankan bayi tetap hangat dan kering

Rasional: stres dingin berpotensi melepaskan asam lemak yang

bersaing pada sisi ikatan pada albumin, sehingga meningkatkan

kadar bilirubin yang bersirkulasi dengan bebas (Doenges, 2001:

695).
f) Lakukan kolaborasi rujukan bila sewaktu-waktu bayi mengalami

komplikasi

Rasional: memberikan asuhan kebidanan pada bayi dengan risiko

tinggi dan pertolongan pertama pada kegawatdaruratan (Sofyan,

2008: 117).

d. Masalah IV : Regurgitasi / gumoh

Tujuan : Tidak terjadi gumoh

Kriteria : Muntah/ gumoh tidak terjadi

Intervensi menurut Marmi (2012: 208) :

1) Sendawakan bayi setiap kali selesai selesai menyusu

Rasional: Sendawa bisa membantu mengeluarkan udara yang ikut

masuk ke perut bayi saat menyusu.

2) Jangan memberi obat anti muntah

Rasional: Obat anti muntah tidak menyembuhkan penyebab

muntah dan dapat menimbulkan efek samping pada bayi

3) Jika bayi muntah, cepat miringkan bayi

Rasional: Agar muntah tidak masuk ke saluran nafas yang dapat

menyumbat dan berakibat fatal.

2.4 Pelaksanaan

Langkah-langkah pelaksanaan didalam proses manajemen kebidanan

dilakukan oleh bidan dan sesuai rencana yang telah ditetapkan. Pada langkah

pelaksanaan ini bidan melakukan rencana asuhan kebidanan secara


komprehensif, efektif,efisien,dan aman berdasarkan evidence based kepada

klien/pasien dalam bentuk upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.

Dilaksanakn secara mandiri, kolaborasi dan rujukan. (Kepmenkes,2007:6)

2.5 Evaluasi

Pada langkah ini, bidan melakukan evaluasi sesuai dengan kriteria yang telah

ditetapkan di dalam rencana. Semakin dekat hasil tindakan yang dilakukan

dengan sasaran yang telah ditetapkan di dalam kriteria, maka tindakan akan

mendekati keberhasilan yang diharapkan evaluasi dilakukan dengan

pendekatan SOAP, yaitu :

S : Data Subyektif, mencatat hasil anamnesa

O : Data Obyektif, mencatat hasil pemeriksaan

A : Assesment, mencatat diagnosa dan masalah kebidanan

P : Penatalaksanaan, mencatat seluruh perencanaan dan penatalaksanaan

yang sudah dilakukan seperti tindakan antisipatif, tindakan segera,

tindakan secara komprehensif : penyuluhan, dukungan, kolaborasi,

evaluasi/follow up dan rujukan.

Septi Dewi Jatiningtyas

Anda mungkin juga menyukai