Anda di halaman 1dari 70

A.

Definisi Bayi Baru Lahir


Bayi baru lahir adalah bayi yang dari lahir sampai dengan usia 4 minggu,
biasanya lahir pada usia kehamilan 38-42 minggu (Wong, 2003).
Menurut Syaifuddin (2002, dalam Dwienda dkk, 2014) bayi baru lahir
adalah bayi yang baru lahir selama satu jam pertama kelahiran.
Menurut Depkes RI (2005, dalam Dwienda dkk, 2014) bayi baru lahir
normal adalah bayi yang lahir dengan umur kehamilan 37-42 minggu dan
berat lahir 2500-4000 gram.
Menurut M. Sholeh Kosim (2007, dalam Dwienda dkk, 2014) bayi baru
lahir normal adalah berat lahir antara 2500-4000 gram, cukup bulan, lahir
langsung menangis dan tidak ada kelainan congenital (cacat bawaan)
yang berat.
Bayi baru lahir harus memenuhi sejumlah tugas perkembangan untuk
memperoleh dan mempertahankan eksistensi fisik secara terpish dari
ibunya. Perubahan fisiologis dan psikososial yang besar yang terjadi pada
saat bayi lahir memungkinkan transisi dari lingkungan intrauterine ke
ekstrauterin. Perubahan ini menjadi dasar pertumbuhan dan
perkembangan kemudian hari (Bobak, 2005).
B. Klasifikasi Bayi Baru Lahir
Menurut Budhi (2007), klasifikasi bayi baru lahir dapat dibagi menjadi 3
kategori, yaitu:
a. Berdasarkan masa kehamilan
1. Bayi cukup bulan (bayi aterm) adalah bayi yang lahir pada masa
kehamilan 37-42 minggu (259-293 hari).
2. Bayi kurang bulan (bayi preterm) adalah bayi yang lahir pada
masa kehamilan <37 minggu (<259 hari).
3. Bayi lebih bulan (bayi post term) adalah bayi yang lahir pada masa
kehamilan >42 minggu (>293 hari).
b. Berdasarkan berat badan
1. Bayi normal adalah bayi yang lahir dengan berat lahir 2500-4000
gram.
2. Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan
berat lahir <2500 gram.
3. Bayi besar (makrosomi) adalah bayi yang lahir dengan berat lahir
>4000 gram.
c. Berdasarkan pertumbuhan intrauterine
Kategori ini berdasarkan dari kurva Lubhenco dimana kurva ini
melihat dari hubungan antara berat lahir dan masa gestasi (IUGC:
Intra Uterine Growth Curve):
1. Sesuai masa kehamilan (SMK)
Bayi dengan berat lahir sesuai dengan berat lahir untuk masa
gestasi tersebut. Pada IUGC terletak antara persentil ke-10 dan
ke-90 (bayi normal).
2. Kecil masa kehamilan (KMK)
Bayi dengan berat lahir lebih kecil dari berat lahir untuk masa
gestasi tersebut. Bayi mengalami gangguan pertumbuhan
intrauterine. Pada IUGC terdapat di bawah persentil ke-10.
3. Besar masa kehamilan (BMK)
Bayi dengan berat lahir lebih dari berat lahir untuk masa gestasi
tersebut. Pada IUGC terdapat di atas persentil ke-90.

Gambar 1. IUGC
C. Adaptasi Fisik Bayi Baru Lahir
Periode baru lahir atau neonatal adalah bulan pertama kehidupan
(Maryunani & Nurhayati, 2008). Berat rata-rata bayi yang lahir cukup
bulan adalah 3,5 – 3,75 kg dan panjang 50 cm (Simkin, Penny., et al)
Bayi baru lahir memiliki kompetensi perilaku dan kesiapan interaksi sosial.
Periode neonatal yang berlangsung sejak bayi lahir sampai usianya 28
hari, merupakan waktu berlangsungnya perubahan fisik yang dramatis
pada bayi baru lahir (Bobak dkk, 2005). Pada masa ini, organ bayi
mengalami penyesuaian dengan keadaan di luar kandungan, ini
diperlukan untuk kehidupan selanjutnya (Maryunani & Nurhayati, 2008)
.Segera setelah lahir, BBL harus beradaptasi dari keadaan yang sangat
tergantung menjadi mandiri secara fisiologis. Banyak perubahan yang
akan dialami oleh bayi yang semula berada dalam lingkungan interna
(dalam kandungan Ibu) yang hangat dan segala kebutuhannya terpenuhi
(O2 dan nutrisi) ke lingkungan eksterna (diluar kandungan ibu) yang
dingin dan segala kebutuhannya memerlukan bantuan orang lain untuk
memenuhinya. Saat dilahirkan, bayi baru lahir memiliki prilaku dan
kesiapan interaksi social(Bobak, 2005). Perubahan- perubahan yang
akan terjadi pada bayi di bagi menurut karakteristik, antara lain (Bobak,
2005):
a. Karakteristik Biologis
1. Sistem Kardiovaskuler
Sistem kardio vaskuler mengalami perubahan yang mencolok
setelah bayi lahir. Foramen ovale, diuktus arterosus, dan duktus
venosus menutup . arteri umbilikalis, dan arterihepatika menjadi
ligamen. Napas pertama yang dilakukan bayi baru lahir membuat
paru-paru mengalir. Tekanan arteri pulmonari menurun. Rangkain
pristiwa besar ini merupakan mekanisme besar yang
menyebabkan tekanan arteri kanan menurun. Aliran darah
pulmoner kembali meningkat ke jantung dan masuk ke jantunmg
bagian kiri, sehingga tekanan atrium kiri meningkat. Perubahan
tekanan ini menyebabkan foramen ovale menutup. Selama
beberapa hari pertama kehidupan, 6 tangisan dapat
mengembalikan aliran darah melalui foramen ovale untuk
sementara dan mengakibatkan sianosis ringan. Frekuensi denyut
jantung bayi rata-rata 140 kali/menit saat lahir, dengan variasi
berkisar antara 120 sampai 160 kali/menit. Frekuensi saat bayi
tidur berbeda dari frekuensi saat bayi bangun. Pada usia satu
minggu, frekuensi denyut jantung bayi rata-rata ialah 128
kali/menit saat tidur dan saat bangun 163 kali/menit. Pada usia
satu bulan frekuensi138 kali/menit saat tidur dan 167 kali/menit
saat bangun. Aritmia sinus (denyut jantung yang tidak teratur )
pada usia ini dapat dipersepsikan sebagai suatu fenomena
fisiologis dan sebagai indikasi fungsi jantung yang baik. Tekanan
darah sistolik bayi baru lahir ialah 78 dan tekanan diastolik rata-
rata ialah 42. tekanan darah berbeda dari hari ke hari selama
bulan pertama kehamilan. Tekanan darah sistolik bayi sering
menurun (sekitar 15 mmHg ) selama satu jam pertama setelah
lahir. Menangis dan bergerak biasanya menyebabkan peningkatan
tekanan darah sistolik. Volume darah bayi baru lahir bervariasi
dari 80 sampai 110 ml/kg selama beberapa hari pertama dan
meningkat dua kali lipat pada akhir tahun pertama. Secara
proporsional, bayi baru lahir memilki volume darah sekitar 10 %
lebih besar dan memilki jumlah sel darah mertah hamper 20 %
lebih banyak daripada orang dewasa. Akan tetapi, darah bayi baru
lahir mengandung volume plasma sekitar 20 % lebih kecil bila
dibandingkan dengan kilogram berat badan orang dewasa. Bayi
premature memilki volume darah yang relative lebih besar
daripada bayi baru lahir cukup bulan. Hal ini disebabkan bayi
prematur memilki proporsi volume plasma yang lebih besar, bukan
jumlah sel darah merah yang lebih banyak (Bobak, 2005).
2. Sistem Hematopoesis
Saat bayi lahir, nilai rata-rata hemoglobin (Hb), hematokrit dan
Sel darah merah (SDM) lebih tinggi dari nilai normal orang
dewasa. Hemaglobin bayi baru lahir berkisar antara 14,5 sampai
22,5 g/dl. Hematokrit bervariasi dari 44% sampai 72% dan hitung
SDM berkisar antara 5 sampai 7,5 juta/mm3 . Secara berturut-
turut, hemoglobin dan sel darah merah menurun sampai mencapai
kadar rata-rata 11 sampai 17 g/dl dan 4,2 sampai 5,2 /mm3 pada
akhir bulan pertama. Darah bayi baru lahir mengandung sekitar
80% hemoglobin janin. Persentasi hemoglobin janin menurun
sampai 55% pada minggu kelima dan sampai 5 % umur sel yang
mengandung hemodlobin janin lebih pendek. Leukosit janin
dengan nilai hitung sel darah putih sekitar 18.00/mm3 merupakan
nilai normal saat bayi lahir.Jumlah leukosit janin, yang sebagian
besar terdiri dari polimorf ini meningkat menjadi 23.000 sampai
24.000 mm3 pada hari pertama setelah bayi lahir. Golongan darah
bayi lahir ditentukan pada awal kehidupan janin. Akan tetap,
selama periode neonatal terjadi peningkatan kemampuan
aglutinogen membrane sel darah merah secara bertahap. Hitung
thrombosis dan agregasi thrombosis sama penting, baik bayi baru
lahir maupun bagi orang dewasa. Kecendrungan pendarahan
pada bayi baru lahir jarang terjadi pembekuan darah cukup untuk
mencegah pendarahan hanya terjadi difisiensi vitamin K (Bobak,
2005).
3. Sistem Pernapasan
Penyesuaian paling kritis yang harus di alami bayi baru lahir ialah
penyesuaian sistem pernafasan. Paru–paru bayi cukup bulan
mengandung sekitar 20 ml cairan/kg. Pola pernafasan tertentu
menjadi karakteristik bayi baru lahir normal yang cukup bulan.
Setalah pernafasan mulai berfungsi, nafas bayi menjadi dangkal
dan tak teratur, berfariasi dari 30 sampai 60 x/menit. Disertai
apnea singkat (kurang dari 15 detik). Periode apnea singkat ini
paling sering terjadi selama siklus tidur aktif (Rapid Eye
Movement/REM). Durasi dan frekuensi apnea menurun seiring
peningkatan usia. Periode apnea lebih dari 15 detik harus
dievaluasi (Bobak, 2005).
4. Sistem Ginjal
Bayi baru lahir memiliki rentang keseimbangan kimia dan rentang
keamanan yang kecil. Infeksi, diare, dan pola makan yang tidak
teratur secara cepat dapat menimbulkan asidosis dan ketidak
seimbangan cairan seperti dehidrasi atau edema. Ketidak maturan
ginjal juga membatasi kemampuan bayi baru lahir untuk
mengekskresi obat. Biasanya sejumlah kecil urine terdapat pada
kandung kemih bayi saat lahir, tetapi bayi baru lahir
memungkinkan tidak mengeluarkan urine selama 12 sampai 24
jam. Berkemih sering terjadi selama periode ini. Berkemih 6
sampai 10x dengan warna urine pucat menunjukan masukan
cairan yang cukup. Umumnya, bayi cukup bulan mengeluarkan
urine 15 sampai 60 ml per kilogram per hari (Bobak, 2005).
5. Sistem Gastrointestinal
Bayi baru lahir cukup bulan mampu menelan, mencerna,
memetabolisme dan mengabsorbsi protein dan karbihidrat
sederhana, serta mengemulsi lemak. Kecuali amylase pancreas,
karakteristik enzim dan cairan pencernaan bahkan sudah
ditemukan pada bayi yang berat badan lahirnya rendah. Adapun
beberapa perubahan fisiologis pada system cerna antara lain:
1) Pada Pencernaan
Keasaman lambung bayi pada saat lahir pada umumnya sama
dengan keasaman lambung orang dewasa, tetapi akan
menurun dalam satu minggu dan tetap rendah selama dua
sampai tiga bulan. Penurunan keasaman lambung ini dapat
menimbulkan “kolik”. Bayi yang mengalami kolik tidak dapt
tidur, menangis dan tampak distress di antara waktu
makan.gejala ini akan hilang setelah bayi berusia 3 bulan.
Bising usus bayi dapat didengar 1 jam setalah lahir. Kapasitas
lambung berfariasi dari 30 sampai 90ml tergantung pada
ukuran bayi. Waktu pengosongan lambung sangat bervariasai.
Beberapa factor seperti waktu pemberian makanan dan
volume makanan, jenis dan suhu makanan serta strees psikis
dapat mempengaruhi waktu pengosongan lambung(Bobak,
2005).
2) Tinja
Bayi lahir dengan bagian bawah yang penuh mekonium.
Mekonium dibentuk selama janin dalam kandungan berasal
dari cairan amnion dan unsure-unsurnya, dari sekresi usus
dan dari sel-sel mukosa. Mekonium berwarna hijau kehitaman,
konsistensinya kental, dan mengandung darah samar.
Mekonium pertama keluar steril, tetapi mekonium setelah
beberapa jam mengandung bakteri. Sekitar 69% bayi normal
yang cukup bulan mengeluarkan mekonium dalam 12 jam
pertama kehidupannya, 94% dalam 24 jam dan 99,8% dalam
48 jam (Bobak,2005).
6. Sistem Hepatika
Hati dan kandung empedu dibentuk pada minggu keempat
kehamilan. Pada bayi baru lahir, hati dapat dipalpasi sekitar 1 cm
dibawah batas kanan iga karena hati besar dan menempati sekitar
40% rongga abdomen.
1) Penyimpanan Besi
Hati janin (berfungsi memproduksi Hb setelah lahir) mulai
menyimpan besi sejak dalam kandungan. Apabila ibu
mendapat cukup asupan besi selama hamil, bayi akan
memiliki simpanan besi yang dapat bertahan sampai bulan
kelima di luar rahim.
2) Konyugasi Bilirubin
Hati mengatur jumlah bilirubin tidak terikat dalam peredaran
darah. Bilirubin ialah pigmen yang berasal dari hemoglobin
yang terlepas saat pemecahan sel darah merah dan mioglobin
di dalam sel otot.
3) Hiperbilirubinuminemia Fisiologis
Hiperbilirubinemia fisiologis / ikterik neonatal merupakan
kondisi yang normal pada 50% bayi cukup bulan dan pada 805
bayi premature.

7. Sistem Imun
Sel-sel yang menyupali imunitas bayi berkembang pada awal
kehidupan janin. Namun sel ini tidak aktif beberapa bulan. Selama
tiga bulan pertama kehidupannya, bayi dilindungi oleh kekebalan
pasif yang diterima dari ibu. Barier alami seperti keasaman
lambung atau produksi pepsin dan tripsin yang mempertahankan
kesterilan usus halus. IgA sebagai pelindung membran lenyap dari
traktus naps dan traktus urinarius dan traktus gastrointestinal
kecuali jika bayi diberi ASI. Bayi mulai menyintesa IgG dan
mencapai sekitar 40% kadar IgG orang dewasa pada usia 1
tahun, sedangkan kadar orang dewasa dicapai pada usia 9 bulan.
IgA, IgD dan IgE diproduksi secara lebih bertahap dan kadar
maksimum tidak dicapai sampai pada masa kanak-kanak dini
(Bobak, 2005).
8. Sistem Integumen
Semua struktur kulit bayi sudah terbentuk saat lahir tetapi masih
belum matang. Epidermis dan dermis tidak terikat dengan baik
dan sangat tipis. Verniks kaseosa juga berfusi dengan epidermis
dan berfungsi sebagai lapisan pelindung. Kulit bayi sangat
sensitive dan dapat rusak dengan mudah. Bayi baru lahir yang
sehat dan cukup bulan tampak gemuk. Lanugo halus terlihat di
wajah, bahu dan punggung. Edema dan ekimosis (memar) dapat
timbul akibat presentasi muka atau kelahiran dengan forsep.
Ptekie juga dapat timbul jika daerah tersebut ditekan. Beberapa
permasalahan yang dialami oleh bayi baru lahir terkait sistem
integument antara lain:
1. Kaput Suksedaneum
Kaput Suksedaneum ialah edema pada kulit kepala yang
ditemukan dini akibat tekanan verteks yang lama pada serviks
sehingga pembuluh darah tertekan dan memperlambat aliran
balik vena yang memperlambat membuat cairan di kulit daerah
kepala meningkat sehingga akibatnya menyebabkan edema/
bengkak.
2. Sefalhematoma
Sefalhematoma yaitu pendarahan diantara periosteum dan
tulang tengkorak dan periosteumnya. Dengan demikian,
sefalotoma tidak pernah melewati garis sutura kepal.
Perdarahan dapat terjadi pada kelahiran spontan akibat
penekanan pada panggul ibu.
3. Deskuamasi
Deskuamasi ialah pengelupasan kulit, pada kulit bayi tidak
terjadi sampai beberapa hari setelah lahir. Ini merupakan
indikasi pascamaturitas.
4. Kelenjar Lemak dan Kelenjar Keringat.
Kelenjar keringat sudah ada saat bayi baru lahir tidak, tetapi
kelenjar ini tidak berespon terhadap peningkatan suhu tubuh.
Terjadi sedikit hiperplasia klenjar sebasea dan sekresi sebum
akibat pengaruh hormon saat hamil.
5. Bintik Mogolia
Bintik Mongolia yaitu merupaka dareah pigmentasi biru
kehitaman pada semua permukaan tubuh termasuk
ekstremitas.
6. Nevi
Nevi atau dikenal dengan gigitan burung bangau yaitu nevi
telangiektasis berwarna merah muda dan mudah memutih,
terlihat pada kelopak mata bagian atas, daerah hidung, bagian
atas bibir, tulang oksipital bawah dan tengkuk.
7. Eritema Toksikum
Suatu ruam sementara, eritema toksikum, juga disebut eritema
neonatorum atau dermalis gigitan kutu. eritema toksikum
memiliki lesi dalam berbagai tahap, yakni makula eritematosa,
papula, dan vesikel kecil.
8. Sistem Reproduksi
1) Wanita
Saat lahir ovarium bayi berisi beribu-ribu sel germinal primitif.
Jumlah ovum berkurang sekitar 90% sejak bayi lahir sampai
dewasa. Peningkatan kadar estrogen selama masa hamil,
yang diikuti dengan penurunan setelah bayi lahir,
mengakibatkan pengeluran suatu cairan mukoid atau, kadang-
kadang pengeluaran bercak darah melalui vagina
(pseudomenstruasi). Genitalia eksterna biasanya edematosa
disertai pigmentasi yang lebih banyak. Pada bayi lahir cukup
bulan, labia mayora dan minora menutupi vestibulum.
2) Pria
Testis turun ke dalam skrotum pada 90% bayi baru lahir laki-
laki. Walupun menurun pada kelahiran bayi prematur.
Prepusium yang ketat seringkali dijumpai pada bayi baru lahir,
Muara uretra dapat tertutup prepusium dan tidak dapt ditarik
ke belakang selama tiga sampai empat tahun. Terdapat rugae
yang melapisi kantong skrotum, dan hidrokel (penimbunan
cairan di sekitar testis) sering terjadi dan biasanya akan
mengecil tanpa pengobatan.
9. Sistem Skelet
Kepala bayi cukup bulan berukuran seperempat panjang tubuh.
Lengan sedikit lebih panjang daripada tungkai. Wajah relatif kecil
terhadap ukuran tengkorak yang jika dibandingkan, lebih besar
dan berat. Ukuran dan bentuk kranium dapat mengalami distorsi
akibat molase (pembukaan kepala janin akibat tumpang tindih
tulang-tulang kepala).
Ada dua kurvatura pada kolumna vertebralis: toraks dan sakrum.
Ketika bayi mulai dapat mengendalikan kepalanya, kurvatura lain
terbentuk di daerah servikal. Pada bayi baru lahir, lutut saling
berjauhan saat kaki diluruskan dan tumit disatukan, sehingga
tungkai bawah terlihat agak melengkung. Saat baru lahir, tidak
terlihat lengkungan pada telapak kaki.
10. Sistem Neuromuskuler
Pengkajian prilaku saraf (neurobehavioral) neonatus terutama
merupakan evaluasi refleks primitif dan tonus otot. Saat ini, bayi
baru lahir cukup bulan dikenal sebagai mahluk yang reaktif,
responsif dan hidup. Perkembangan sensori bayi baru lahir dan
kapasitas untuk melakukan interaksi sosial dan organisasi diri
sangat jelas terlihat.
1) Sistem Refleks
a) Sucking (menghisap)
Sucking adalah refleks yang secara umum ada pada bayi,
dan dimulai sejak lahir. Refleks menghisap terjadi ketika
bayi yang baru lahir secara otomatis menghisap benda
yang ditempatkan di mulut mereka. Refleks menghisap
memudahkan bayi yang baru lahir untuk memperoleh
makanan sebelum mereka mengasosiasikan puting susu
dengan makanan. Kemampuan menghisap bayi yang baru
lahir berbeda beda. Sebagian bayi yang baru lahir
menghisap dengan efisien dan bertenaga untuk
memperoleh susu, sementara bayi bayi lain tidak begitu
terampil dan kelelahan bahkan sebelum mereka kenyang.
Kebanyakan bayi yang baru lahir memerlukan waktu
beberapa minggu untuk mengembangkan suatu gaya
menghisap yang dikoordinasikan dengan cara ibu
memegang bayi, cara susu keluar dari botol atau
payudara, serta dengan kecepatan dan temperamen bayi
waktu menghisap. Refleks sucking berhubungan dengan
refleks rooting dan menyusui sehingga menyebabkan bayi
akan menghisap apapun yang disentuhkan ke mulutnya.
Terdapat 2 tahap pada refleks sucking, yaitu:
- Tahap expression: dilakukan pada saat putting susu
diletakkan diantara bibir bayi dan disentuhkan ke
permukaan langit-langitnya. Bayi akan secara langsung
menekan (mengenyot) putting dengan menggunakan
lidah dan langit-langitnya untuk mengeluarkan ASI.
- Tahap milking: saat lidah bergerak dari aerola menuju
puting, mendorong air susu ibu.
Rangsangan ini sebenarnya menimbulkan dua respons
yang berkaitan dengan menghisap:
- Terbentuk tekanan negatif di dalam oral sehingga
timbul aksi menghisap.
- Lidah akan menimbulkan tekanan positif, lidah akan
menekan ke arah atas dan sedikit ke arah depan
dengan setiap aksi menghisap.
Cara pemeriksaan refleks: letakkan jari pemeriksa atau
putting di sekitar mulut bayi.
Respon bayi: bayi akan menghisap benda yang diletakkan
di mulutnya.
Waktu muncul dan hilang: refleks ini muncul sejak lahir,
paling kuat pada usia 4 bulan dan memudar pada usia 6
bulan dan secara bertahap melebur dengan kegiatan yang
disadari.
Kondisi patologis: Refleks yang lemah atau tidak ada
refleks, menunjukkan kelambatan perkembangan atau
keadaan neurologi yang abnormal.
Gambar 2.
Refleks Sucking
b) Rooting (mencari/memutar)
Jika seseorang mengusapkan sesuatu di pipi bayi, ia akan
memutar kepala ke arah benda itu dan membuka
mulutnya. Gerakan ini disebut refleks mencari/memutar
(rooting refleks), dan membantu bayi menemukan puting
susu/makanan. Refleks ini terus berlangsung selama bayi
menyusu. Refleks ini mendorong bayi menemukan
payudara ibu untuk menyusu. Refleks rooting akan mulai
terhambat pada usia sekitar 4 bulan dan berangsur-angsur
akan terbawa di bawah sadar.
Cara pemeriksaan refleks: gores sudut mulut bayi hingga
garis tengah pipi.
Respon bayi: bayi akan memutar ke arah pipi yang
digores. Pada bayi baru lahir akan menolehkan kepala kea
rah stimulus, membuka mulut dan mulai menghisap bila
pipi, bibir atau sudut mulut di sentuh dengan jari atau
putting.
Waktu muncul dan hilang: refleks ini muncul sejak lahir dan
menghilang setelah usia 3-4 bulan, tetapi bisa menetap
sampai usia 12 bulan khususnya selama tidur.
Kondisi patologis: Tidak adanya refleks ini menunjukkan
adanya gangguan neurologi berat. Respon yang lemah
atau tidak ada respon terjadi pada prematuritas,
penurunan atau cedera neurologis, atau depresi sisterm
saraf pusat.
Gambar 3. Refleks Rooting
c) Grasping (menggenggam)
Refleks menggenggam ada yang terdapat pada palmar
dan plantar bayi
- Refleks menggenggam telapak tangan (palmar grasp)
Refleks menggenggam telapak tangan (palmar grasp)
adalah refleks gerakan jari-jari tangan mencengkram
benda-benda yang disentuhkan ke bayi. Gerak refleks
ini adalah respon yang ditampilkan terhadap
rangsangan yang halus pada telapak tangannya.
Apabila telapak tangan dirangsang dengan apa saja,
maka keempat jari tangan secara spontan akan
menutup, meskipun ibu jari tidak memberikan respons
terhadap rangsangan ini. Namun gerak refleks tangan
ini menjadi ciri khas dari perkembangan motorik yang
diperlihatkan anak balita. Jadi pada tahapan ini anak
balita sudah memiliki kemampuan menggunakan
telapak tangannya sebagai alat komunikasi dengan
ibunya.
Cara pemeriksaan refleks: bayi ditidurkan dalam posisi
terlentang, kepala menghadap ke depan dan tangan
dalam keadaan setengah fleksi. Dengan memakai jari
telunjuk pemeriksa menyentuh sisi luar tangan (bagian
ulna) menuju bagian tengah telapak secara cepat dan
hati-hati, sambil menekan permukaan telapak tangan.
Respon bayi: refleks palmar grasp dikatakan + jika
didapatkan fleksi seluruh jari (memegang jari
pemeriksa).
Waktu muncul dan hilang: refleks ini muncul sejak lahir
dan menghilang setelah usia 3-4 bulan.

Gambar 4. Refleks Palmar Grasping


- Refleks menggenggam telapak kaki (plantar grasp)
Refleks menggenggam telapak kaki (plantar grasp)
dapat ditimbulkan dengan jalan menerapkan sedikit
tekanan, biasanya dengan ujung jari, pada tumit kaki,
yang membuat seluruh jari kaki menutup. Gerakan
menutup ini sebagai upaya untuk menangkap
rangsangan. Refleks ini harus lebih dahulu dilampaui
sebelum anak dapat berdiri dengan tegak, berdiri
sendiri dan berjalan.
Cara pemeriksaan refleks: bayi diposisikan terlentang
kemudian ibu jari tangan pemeriksa menekan pangkal
ibu jari bayi atau anak di daerah plantar.
Respon bayi: refleks plantar grasp + jika didapatkan
fleksi plantar seluruh jari kaki.
Waktu muncul dan hilang: refleks ini muncul sejak lahir
dan menghilang setelah usia 9 atau 10 bulan.
Kondisi patologis: Fleksi yang tidak simetris menunjukkan
adanya paralisis, refleks menggenggam yang menetap
menunjukkan gangguan serebral. Respon ini berkurang
pada bayi prematur.
d) Extrusion
Refleks ini merupakan refleks pada bayi jika lidahnya
disentuh, dia akan menjulurkan lidahnya keluar.
Cara pemeriksaan refleks: sentuh lidah bayi dengan ujung
spatel lidah atau sendok.
Respon bayi: lidah akan ekstensi (menjulur) kea rah luar
bila disentuh (dengan jari, putting, atau benda lain).
Waktu muncul dan hilang: refleks ini muncul sejak lahir dan
menghilang setelah usia 4 bulan.
Kondisi patologis: Ekstensi lidah yang persisten
menunjukkan adanya sindrom down
Ekstrusi lidah secara kontinu atau menjulurkan lidah yang
berulang-ulang terjadi pada kelainan sistem saraf pusat
dan kejang.

Gambar 5. Refleks Extrusion


e) Tonic neck
Refleks tonic neck adalah refleks mempertahankan posisi
leher atau kepala yang timbul bila bayi diterlentangkan.
Saat kepala bayi digerakkan ke samping, lengan pada sisi
tersebut akan lurus dan lengan yang berlawanan akan
menekuk (kadang-kadang pergerakan akan sangat halus
atau lemah). Jika bayi baru lahir tidak mampu untuk
melakukan posisi ini atau jika reflek ini terus menetap
hingga lewat usia 6 bulan, bayi dimungkinkan mengalami
gangguan pada neuron motorik atas. Berdasarkan
penelitian, reflek tonic neck merupakan suatu tanda awal
koordinasi mata dan kepala bayi yang akan menyiapkan
bayi untuk mencapai gerak sadar.
Cara pemeriksaan refleks: bayi ditidurkan dalam posisi
terlentang, kemudian kepalanya diarahkan menoleh ke
salah satu sisi.
Respon bayi: refleks ini dikatakan + jika lengan dan
tungkai yang dihadapi menjadi hipertoni dan ekstensi
sedangkan lengan dan tungkai lainnya menjadi hipertoni
dan fleksi.
Waktu muncul dan hilang: refleks ini muncul pada usia 1
bulan dan menghilang setelah usia 5-6 bulan.
Kondisi patologis: Tidak normal bila respon terjadi setiap
kepada diputar, jika keadaan ini menetap dapat
menandakan adanya kerusakan serebral mayor.

Gambar 6. Refleks Tonic Neck


f) Moro
Refleks moro atau refleks kaget pada bayi adalah refleks
yang timbul akibat dari rangsangan yang mendadak.
Ketika dikagetkan, Bayi melakukan gerakan refleks dengan
melengkungkan punggungnya dan mendongakkan
kepalanya ke arah belakang. Bersamaan dengan gerakan
tersebut, kaki dan tangan bayi digerakkan ke depan.
Reaksi yang berlangsung sesaat ini pada umumnya diiringi
dengan tangisan yang keras. Refleks ini berbeda dengan
refleks lainnya yang termasuk dalam ketegori gerakan
motor. Refleks ini merupakan upaya untuk
mempertahankan hidup. Refleks ini merupakan keadaan
yang normal bagi semua bayi yang baru lahir, juga
cenderung menghilang pada usia 3 hingga 4 bulan.
Sentuhan yang lembut pada setiap bagian tubuh bayi akan
menenangkan bayi yang sempat terkejut. Memegang
lengan bayi yang dilenturkan pada bahu akan
menenangkan bayi. Menurut para ahli, refleks moro ini
termasuk reaksi emosional yang timbul dari kemauan atau
kesadaran bayi dan akan hilang dengan sendirinya dalam
waktu yg singkat.
Cara pemeriksaan refleks: bayi dibaringkan telentang
kemudian diposisikan setengah duduk dan disanggah oleh
kedua telapak tangan pemeriksa, secara tiba-tiba tapi hati-
hati kepala bayi dijatuhkan 30-45° (merubah posisi badan
anak secara mendadak). Refleks ini juga dapat timbul
dengan menggunakan suara keras secara mendadak
ataupun menepuk tempat tidur secara bayi secara
mendadak.
Respon bayi: refleks moro dikatakan + bila terjadi abduksi-
ekstensi keempat ekstremitas dan pengembangan jari-jari,
kecuali falangs distal jari telunjuk dan ibu jari yang dalam
keadaan fleksi. Gerakan itu segera diikuti oleh adduksi-
fleksi keempat ekstremitas.
Waktu muncul dan hilang: refleks ini muncul sejak lahir dan
mulai menghilang pada usia 4-6 bulan.
Kondisi patologis: Refleks yang menetap pada usia 4
bulan/lebih menunjukkan adanya kerusakan otak, respon
yang tidak simetris adanya menunjukkan adanya
hemiparesis, fraktur clavikula atau vedera pleksus
brachialis. Tidak ada respon pada ekstrimitas bawah
menunjukkan adanya dislokasi pinggul atau cedera medula
spinalis.
Gambar 7. Refleks Moro
g) Stepping
Refleks stepping akan terlihat saat memegang bayi pada
posisi berdiri dan seolah-olah menjejakkan kakinya di atas
sebuah bidang. Tahapan gerak refleks ini merupakan
gerakan yang sangat penting yang dilakukan secara sadar,
yaitu berjalan kaki. Gerak ini dapat ditimbulkan dengan
mengangkat bayi pada posisi tegak dengan kaki
menyentuh lantai. Tekanan pada telapak kaki akan
membuat kaki mengangkat dan selanjutnya diturunkan.
Aksi kaki ini sering muncul secara bergantian, dan oleh
karena mirip dengan gerakan berjalan yang masih pemula.
Refleks ini sering disebut juga dengan refleks berjalan,
namun tidak disertai oleh stabilitas atau gerakan lengan
yang terjadi jika berjalan secara sadar. Refleks berjalan ini
akan hilang dan berbeda dengan gerakan berjalan normal,
yang ia kuasai beberapa bulan berikutnya.
Cara pemeriksaan refleks: bayi dipegang pada daerah
thoraks dengan kedua tangan pemeriksa. Kemudian
pemeriksa mendaratkan bayi dalam posisi berdiri di atas
tempat periksa.
Respon bayi: pada bayi berusia <3 bulan, salah satu kaki
yang menyentuh alas tempat periksa akan berjingkat
sedangkan pada bayi berusia >3 bulan akan menapakkan
kakinya. Kemudian diikuti oleh kaki lainnya dan kaki yang
sudah menyentuh alas periksa akan berekstensi seolah-
olah melangkah untuk melakukan gerakan berjalan secara
otomatis.
Waktu muncul dan hilang: refleks ini muncul sejak lahir dan
menghilang pada usia setelah 8-12 bulan.
Kondisi patologis: Keadaan abnormal bila Refleks menetap
melebihi 4-8 minggu
Respon asimetris terlihat pada cedera sistem saraf pusat
atau perifer atau juga dapat karena fraktur tulang panjang
kaki.

Gambar 8. Refleks Stepping


h) Crawling
Refleks ini dapat dilihat saat bayi ditelungkupkan, dia akan
merangkak dengan menggunakan kaki dan tangannya.
Cara pemeriksaan refleks: letakkan bayi tengkurap di atas
permukaan yang rata.
Respon bayi: bayi akan berusaha untuk merangkak ke
depan dengan kedua tangan dan kaki bila diletakkan
telungkup di permukaan datar.
Waktu muncul dan hilang: refleks ini muncul sejak lahir dan
menghilang pada usia 6 minggu.
Kondisi patologis: Apabila gerakan tidak simetris ini
menunjukkan adanya kelainan neurologi atau fraktur tulang
panjang.

Gambar 9. Refleks Crawling


i) Babinski
Refleks ini ditunjukkan pada saat bagian samping telapak
kaki digosok, dan menyebabkan jari-jari kaki menyebar
dan jempol kaki ekstensi. Refleks ini disebabkan oleh
kurangnya myelinasi traktus corticospinal pada bayi. Tanda
babinski dianggap merupakan refleks menarik pada
fleksor yang secara normal ditahan oleh sistem
kortikospinalis lateral. Tanda ini berguna dalam mencari
tempat proses penyakit, tetapi makna fisiologisnya tidak
diketahui
Cara pemeriksaan refleks: gores telapak kaki sepanjang
tepi luar, dari tumit.
Respon: jari bayi akan mengembang (seperti kipas) dan
ibu jari kaki ekstensi.
Waktu muncul dan hilang: refleks ini muncul sejak lahir dan
menghilang pada usia 1-2 tahun.
Kondisi patologis: Bila masih terdapat pengembangan jari
kaki dorsofleksi setelah usia 2 tahun, hal ini menunjukkan
adanya lesi ekstrapiramidal.

Gambar 10. Refleks Babinski


j) Blinking
Jika bayi terkena sinar atau hembusan angin, matanya
akan menutup atau dia akan mengerjapkan matanya.
Refleks blinking berfungsi untuk melindungi mata dari
cahaya dan benda-benda asing.
Cara pemeriksaan refleks: sorotkan cahaya ke mata bayi
atau ketuk batang hidung saat mata bayi terbuka.
Respon bayi: bayi akan berkedip bila dilakukan 4-5 kali
ketukan pertama batang hidung.
Waktu muncul dan hilang: refleks ini muncul sejak lahir dan
bersifat permanen. Gerakan eyeblink normalnya sampai 6
bulan memang belum stabil.
Kondisi patologis: Terus berkedip dan gagal untuk
berkedip menandakan kemungkinan gangguan neurologis.

Gambar 11. Refleks Blinking


2) Sistem Termogenik
Termogenesis berarti produksi panas (termo = panas, genesis
= asal-usul). Suhu tubuh dipertahankan supaya berada pada
batas sempit suhu tubuh normal dengan memproduksi panas
sebagai respon terhadap pengeluaran panas. Beberapa hal
yang menyangkut system termogenik bayi baru lahir meliputi ;
a) Produksi Panas
Mekanisme produksi panas bayi baru lahir dengan cara
menggigil sangat jarang terjadi. Termogenesis tanpa
menggigil dapat dicapai akibat adanya lemak coklat
pada bayi baru lahir, yang kemudian dibentuk akibat
peningkatan aktivitas metabolisme di otak, jantung dan
hati. Lemak coklat terdapat dalam cadangan
permukaan (interskapula, aksila, sekitar kolumna
vertebralis dan sekitar ginjal).
b) Pengaturan Suhu
- Insulasi suhu bayi baru lahir kurang akibat
pembuluh darah yang lebih dekat ke permukaan
kulit akibatnya perubahan temperature lingkungan
akan mengubah temperature darah sehingga
mempengaruhi pusat pengaturan suhu di
hypothalamus.
- Rasio permukaan tubuh bayi lebih besar terhadap
berat badan. Posisi fleksi bayi diduga berfungsi
sebagai system pengamanan untuk mencegah
pelepasan panas karena mengurangi pemajanan
permukaan tubuh pada suhu lingkungan.
- Kontrol vasomotor bayi baru lahir belum
berkembang dengan baik, kemampuan untuk
mengonstriksi pembuluh darah subkutan dan kulit
sama baik pada bayi prematur dan orang dewasa.
- Bayi baru lahir memproduksi panas terutama
dengan upaya termogenesis tanpa menggigil.
- Kelenjar keringat bayi baru lahir hampir tidak
berfungsi sampai minggu keempat setelah bayi
lahir.
c) Stres Dingin
Stres dingin menimbulkan masalah fisiologis dan
metabolisme.upaya yang dilakukan bayi adalah
dengan mengkonsumsi oksigen dan energi pada bayi
baru lahir yang mengalami stres dingin dialihkan dari
fungsi untuk mempertahankan pertumbuhan, fungsi sel
otak dan fungsi jantung normal menjadi fungsi
termogenesis agar bayi atetap hidup. Mekanisme
kehilangan panas pada bayi baru lahir antara lain:
- Konveksi adalah aliran panas dari permukaan
tubuh ke udara yang lebih dingin.
- Radiasi adalah kehilanag panas daripermukaan
tubuh ke permukaan padat lain yang lebih dingin
tanpa kontak langung.
- Evaporasi adalah kehilangan panas yang terjadi
ketika cairan berubah menjadi gas (menguap).
- Konduksi adalah kehilangan panas dari permukaan
tubuh ke permukaan yang lebih dingin melalui
kontak langsung satu sama lain

b. Karakteristik prilaku
Bayi baru lahir yang sehat harus mampu menjalani fungsi biologis dan
fungsi prilaku/ psikologis supaya dapt bertumbuh kembang dengan
baik. Respon perilaku bayi baru lahir mengindikasikan adanya kontrol
pada korteks, kemampuan memberi respon, dan akhirnya
penatalaksanaan lingkungan bayi tersebut. Melalui responnya, bayi
bertindak untuk mengonsolidasi hubungan datau menjauhkan diri dari
orang-orang dalam lingkungan dekatnya. Melaui tindakannya, ia
memperkuat atau melemahkan ikatan dan aktivitas pemberian
perawatan. Skala Perilaku Neonatus dari Brazelton (The Brazelton
Neonatal Behavioral assement Scale/ NBASI) digunakan untuk
menilai karakteristik unik bayi baru lahir, yakni sebagian tergantung
pada keadaan tidur-terjag, ia juga menyatakan reaksi orang tua
terhadap bayi baru lahir sebagian ditentukan oleh perbedaan ini.
Berikut periode transisi dari bayi baru lahir antara lain:
- Periode pertama reaktivasi dimana mata terbuka,awas, bayi
memfokuskan perhatian pada wajah dan suara orang tuanya
terutama ibunya (Fase ini berlangsung 15 menit).
- Periode kesadaran aktif, dimana bayi sering melakukan
gerakan mendadak aktif dan juga menangis, refleks menghisap
kuat yang menandakan bayi lapar.
- Periode tidak aktif/istirahat, merupakan periode dimana bayi
terlihat rileks dan tidak berespon/sulit dibangunkan. Periode ini
selama 2 sampai 4 jam.
- Periode reaktivitas kedua, dimana bayi waspada dan
terjagadan menunjukkan keadaan sadar dan tenang, aktif dan
menangis.periode ini selama 4 sampai 6 jam.
Sejak lahir, bayi meiliki respon sensorik yang mengindikasikan suatu
tahap kesiapan untuk melakukan interaksi social antara lain
mencakup:
1) Penglihatan
Saat lahir pupil bayi bereaksi terhadap rangsangan cagaya dan
penglihatan reflek mengedip dengan mudah. Sejak lahir, bayi
telah mampu memusatkan pandangan dan memperhatikan secara
intensif suatu objek. Mereka memandang wajah orang tuanya dan
berespon terhadap perubahan yang dilakukan. Kemampuan ini
membuat orang tua dan anak dapat saling kontak mata dan
akibatnya terbentuk komunikasi yang tidak kentara. Kontak mata
sangat penting dalam interaksi orang tua bayi.
2) Pendengaran
Bayi akan berespon terhadap suara ibunya, hal ini merupakan
respon akibat mendengar dan merasakan gelombang bunyi suara
ibunya selagi ia berada di dalam rahim Hal ini menunjukkan suatu
pendengaran selektif terhadap bunyi dan irama suara ibu selama
bayi hidup di dalam rahim, dimana bayi baru lahir mempersiapkan
diri untuk mengenali dan berinteraksi dengan pemberi perawatan
primer-ibu mereka. Janin di rahim telah terbiasa mendengar
denyut jantung ibu, akibatnya bayi baru lahir akan berespon
dengan melakukan relaksasi dan berhenti menangis bila simulator
denyut jantung diletakkan di tempat tidurnya.
3) Sentuhan
Semua bagian tubuh bayi berespon terhadap sentuhan. Wajah
terutama mulut, tangan, dan telapak kaki merupakan daerah yang
paling sensitive. Hal penting dalam pertumbuhan dan
perkembangan normal,dan setiap bayi menunjukkan
keanekaragaman respon terhadap sentuhan. Ibu yang baru
memiliki bayi menggunakan sentuhan sebagai perilaku pertama
dalamberinteraksi seperti sentuhan ujung jari, mengusap-usap
wajah dengan lembut san memijat bagian punggung.
4) Pengecap
Bayi baru lahir memiliki system kecap yang berkembang baik dan
larutan yang berbeda menyebabkan bayi memperlihatkan ekspresi
wajah yang berbeda.secra umum bayi berorientasi pada
pengguanaan mulutnya, baik untuk memenuhi kebuthuhan nutrisi,
maupun untuk tumbuh dengan cepat dan untuk melepaskan
ketegangannya melaui kegiatan menghisap. Perkembangan dini
yang mencakup sensasi di sekitar mulutnya, aktivitas otot dan
pengecapan tampaknya merupakan persiapan bayi agar tetap
hidup di luar rahim.
5) Penciuman
Indera penciuman bayi baru lahir sudah berkembang baik saat
bayi lahir. Bayi baru lahir tampaknya memberi reaksi yang sama
denga reaksi orang dewasa, bila diberi bau yang menyenangkan.
Bayi yang disusui mampu membaui ASI dan dapat membedakan
ibunya dari ibu lain yang menyusui. Bayi wanita yang diberi susu
botol lebih menyukai bau wanita yang menyusui daripada wanita
lain yang tidak menyusui. Bau ibu ini dipercaya mempengaruhi
pemberian makan (Bobak, 2005)
D. Pengkajian Normal Bayi Baru Lahir
Pengkajian pada bayi baru lahir dapat dilakukan segera setelah lahir yaitu
untuk mengkaji penyesuaian bayi dari kehidupan intrauterine ke
ekstrauterine. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan fisik secara lengkap
untuk mengetahui normalitas & mendeteksi adanya penyimpangan
1. Pengkajian segera BBL
a. Penilaian awal
Nilai kondisi bayi :
 Apakah bayi menangis kuat/bernafas tanpa kesulitan?
 Apakah bayi bergerak dengan aktif/lemas?
 Apakah warna kulit bayi merah muda,pucat/biru?
APGAR Score
 Merupakan alat untuk mengkaji kondisi bayi sesaat setelah lahir
meliputi 5 variabel (pernafasan, frek. Jantung, warna, tonus otot &
iritabilitas reflek)
 Ditemukan oleh Dr. Virginia Apgar (1950)
Dilakukan pada :
• 1 menit kelahiran ,yaitu untuk memberi kesempatan pd bayi untuk
memulai perubahan
• Menit ke-5
• Menit ke-10
Penilaian dapat dilakukan lebih sering jika ada nilai yg rendah & perlu
tindakan resusitasi. Penilaian menit ke-10 memberikan indikasi
morbiditas pada masa mendatang, nilai yg rendah berhubungan dg
kondisi neurologis.
TABEL 1. Score APGAR
TANDA 0 1 2

Appearance Biru,pucat Badan Semuanya merah


pucat,tungk muda
ai biru
Pulse Tidak teraba < 100 > 100

Grimace Tidak ada Lambat Menangis kuat

Activity Lemas/lump Gerakan Aktif/fleksi tungkai


uh sedikit/fleksi baik/reaksi
tungkai melawan

Respiratory Tidak ada Lambat, Baik, menangis


tidak teratur kuat

Prosedur penilaian APGAR


- Pastikan pencahayaan baik
- Catat waktu kelahiran, nilai APGAR pada 1 menit pertama dg cepat &
simultan. Jumlahkan hasilnya
- Lakukan tindakan dg cepat & tepat sesuai dg hasilnya
- Ulangi pada menit kelima
- Ulangi pada menit kesepuluh
- Dokumentasikan hasil & lakukan tindakan yg sesuai
Penilaian
- Setiap variabel dinilai : 0, 1 dan 2
- Nilai tertinggi adalah 10
- Nilai 7-10 menunjukkan bahwa bayi dlm keadaan baik
- Nilai 4 - 6 menunjukkan bayi mengalami depresi sedang &
membutuhkan tindakan resusitasi
- Nilai 0 – 3 menunjukkan bayi mengalami depresi serius &
membutuhkan resusitasi segera sampai ventilasi
Evaluasi
Evaluasi dilakukan pada menit pertama dan menit kelima setelah bayi
lahir. Sedangkan pengkajian usia gestasi dilakukan dua jam pertama
setelah lahir (Bobak dkk, 2005). Pengukuran antropometri dengan
menimbang berat badan menggunakan timbangan, penilaian hasil
timbangan dengan kategori sebagai berikut, bayi normal BB 2500-3500
gram, bayi prematur <2500 gram dan bayi marosomia >3500 gram
(Maryunani & Nurhayati, 2009).
2. Asuhan bayi baru lahir 1-24 jam pertama kelahiran
Tujuan : Untuk mengetahui aktivitas bayi normal atau tidak,dan
mengidentifikasi masalah kesehatan BBL yang memerlukan perhatian
keluarga dan penolong persalinan serta tindak lanjut petugas kesehatan
Pemantauan 2 jam pertama meliputi :
- Kemampuan menghisap (kuat/lemah)
- Bayi tampak aktif/lunglai
- Bayi kemerahan /biru
Jika tidak ada masalah,
a. Lanjutkan pengamatan pernafasan, warna & aktivitasnya
b. Pertahankan suhu tubuh bayi dg cara :
- Hindari memandikan min. 6 jam/min suhu 36,5 C
- Bungkus bayi dengan kain yg kering & hangat, kepala bayi harus
tertutup
c. Lakukan pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan Fisik Bayi Baru Lahir
A. PENGUKURAN ANTHOPOMETRI
1. Penimbangan berat badan, N: 2500-4000 g
2. Pengukuran panjang badan, N: 48-53 cm
3. Ukur lingkar kepala, N: 33-35 cm
4. Ukur lingkar dada, N: 30,5-33 cm
B. PEMERIKSAAN FISIK
1. Kepala
- Raba sepanjang garis sutura dan fontanel ,apakah ukuran dan
tampilannya normal.
- Sutura yang berjarak lebar mengindikasikan bayi
preterm,moulding yang buruk atau hidrosefalus.
- Pada kelahiran spontan letak kepala, sering terlihat tulang
kepala tumpang tindih yang disebut moulding/moulase.
- Keadaan ini normal kembali setelah beberapa hari sehingga
ubun-ubun mudah diraba.
- Fontanel anterior harus diraba, fontanel yang besar dapat
terjadi akibat prematuritas atau hidrosefalus, sedangkan yang
terlalu kecil terjadi pada mikrosefali.
- Jika fontanel menonjol, hal ini diakibatkan peningkatan
tekanan intakranial, sedangkan yang cekung dapat tejadi
akibat deidrasi.
- Periksa adanya trauma kelahiran misalnya; caput
suksedaneum (edema pd kulit kepala), sefal hematoma
(perdarahan dibawah periostium tulang kepala)
2. Wajah
- Wajah harus tampak simetris.
- Terkadang wajah bayi tampak asimetris hal ini dikarenakan
posisi bayi di intrauteri.
- Perhatikan kelainan wajah yang khas seperti sindrom down
atau sindrom piere robin.
- Perhatikan juga kelainan wajah akibat trauma lahir seperti
laserasi, paresi N.fasialis.
3. Mata
- Kelopak mata biasanya edema
- Pupil berekasi terhadap cahaya
- Belum ada air mata
- Reflek mengedip pada cahaya atau sentuhan
- Warna mata: abu, biru tua, coklat. Warna mata tidak bisa
ditentukan sampai dgn usia 3-6 bulan
- Periksa adanya trauma seperti palpebra, perdarahan
konjungtiva atau retina
- Periksa adanya sekret pada mata, konjungtivitis oleh kuman
gonokokus dapat menjadi panoftalmia dan menyebabkan
kebutaan.
- Apabila ditemukan epichantus melebar kemungkinan bayi
mengalami sindrom down

4. Hidung
- Kaji bentuk dan lebar hidung, pada bayi cukup bulan lebarnya
harus lebih dari 2,5 cm.
- Bayi harus bernapas dengan hidung, jika melalui mulut harus
diperhatikan kemungkinan ada obstruksi jalan napas akarena
atresia koana bilateral, fraktur tulang hidung atau ensefalokel
yang menonjol ke nasofaring
- Periksa adanya sekret yang mukopurulen yang terkadang
berdarah , hal ini kemungkinan adanya sifilis kongenital
- Periksa adanya pernapasan cuping hidung, jika cuping hidung
mengembang menunjukkan adanya gangguan pernapasan
5. Mulut
- Perhatikan mulut bayi, bibir harus berbentuk dan simetris.
- Ketidaksimetrisan bibir menunjukkan adanya palsi wajah.
- Mulut yang kecil menunjukkan mikrognatia
- Periksa adanya bibir sumbing, adanya gigi atau ranula (kista
lunak yang berasal dari dasar mulut)
- Periksa keutuhan langit-langit, terutama pada persambungan
antara palatum keras dan lunak
- Periksa lidah apakah membesar atau sering bergerak. Bayi
dengan edema otak atau tekanan intrakranial meninggi
seringkali lidahnya keluar masuk (tanda foote)
- Refleks sucking kuat dan terkoordinasi
- Terdapat reflek rooting
- Saliva minimal
6. Telinga
- Periksa dan pastikan jumlah, bentuk dan posisinya
- Pada bayi cukup bulan, tulang rawan sudah matang
- Daun telinga harus berbentuk sempurna dengan lengkungan
yang jelas dibagian atas.
- Perhatikan letak daun telinga. Daun telinga yang letaknya
rendah (low set ears) terdapat pada bayi yangmengalami
sindrom tertentu (Pierre-robin)
- Perhatikan adanya kulit tambahan atau aurikel hal ini dapat
berhubungan dengan abnormalitas ginjal
7. Leher
- Leher bayi biasanya pendek dan harus diperiksa
kesimetrisannya. Pergerakannya harus baik. Jika terdapat
keterbatasan pergerakan kemungkinan ada kelainan tulang
leher
- Periksa adanya trauma leher yang dapat menyebabkan
kerusakan pad fleksus brakhialis
- Lakukan perabaan untuk mengidentifikasi adanya
pembengkakan.periksa adanya pembesaran kelenjar tyroid
dan vena jugularis
- Adanya lipatan kulit yang berlebihan di bagian belakang leher
menunjukkan adanya kemungkinan trisomi 21
8. Klavikula
- Raba seluruh klavikula untuk memastikan keutuhannya
terutama pada bayi yang lahir dengan presentasi bokong atau
distosia bahu. Periksa kemungkinan adanya fraktur
9. Tangan
- Kedua lengan harus sama panjang, periksa dengan cara
meluruskan kedua lengan ke bawah
- Kedua lengan harus bebas bergerak, jika gerakan kurang
kemungkinan adanya kerusakan neurologis atau fraktur
- Periksa jumlah jari. Perhatikan adanya polidaktili atau sidaktili
- Telapak tangan harus dapat terbuka, garis tangan yang hanya
satu buah berkaitan dengan abnormalitas kromosom
10. Dada
- Periksa kesimetrisan gerakan dada saat bernapas.
- Apabila tidak simetris kemungkinan bayi mengalami
pneumotoraks, paresis diafragma
- Pada bayi cukup bulan, puting susu sudah terbentuk dengan
baik dan tampak simetris
- Payudara dapat tampak membesar tetapi ini normal

11. Abdomen
- Abdomen harus tampak bulat dan bergerak secara bersamaan
dengan gerakan dada saat bernapas. Kaji adanya
pembengkakan
- Jika perut sangat cekung kemungkinan terdapat hernia
diafragmatika
- Abdomen yang membuncit kemungkinan karena hepato-
splenomegali atau tumor lainnya
- Jika perut kembung kemungkinan adanya enterokolitis
vesikalis, omfalokel atau ductus omfaloentriskus persisten
12. Genetalia
- Pada bayi laki-laki panjang penis 3-4 cm dan lebar 1-1,3
cm.Periksa posisi lubang uretra. Prepusium tidak boleh ditarik
karena akan menyebabkan fimosis
- Periksa adanya hipospadia dan epispadia
- Skrortum harus dipalpasi untuk memastikan jumlah testis ada
dua
- Pada bayi perempuan cukup bulan labia mayora menutupi
labia minora
- Lubang uretra terpisah dengan lubang vagina
- Terkadang tampak adanya sekret yang berdarah dari vagina,
hal ini disebabkan oleh pengaruh hormon ibu (withdrawl
bedding)
13. Anus dan rectum
- Periksa adanya kelainan atresia ani , kaji posisinya
- Mekonium secara umum keluar pada 24 jam pertama, jika
sampai 48 jam belum keluar kemungkinan adanyamekonium
plug syndrom, megakolon atau obstruksi saluran pencernaan

14. Tungkai
- Periksa kesimetrisan tungkai dan kaki. Periksa panjang kedua
kaki dengan meluruskan keduanya dan bandingkan
- Kedua tungkai harus dapat bergerak bebas. Kuraknya gerakan
berkaitan dengan adanya trauma, misalnya fraktur, kerusakan
neurologis.
- Periksa adanya polidaktili atau sidaktili pada jari kaki
15. Spinal
- Periksa spina dengan cara menelungkupkan bayi, cari adanya
tanda-tanda abnormalitas seperti spina bifida, pembengkakan,
lesung atau bercak kecil berambut yang dapat menunjukkan
adanya abdormalitas medula spinalis atau kolumna vertebra
16. Kulit
- Perhatikan kondisi kulit bayi.
- Periksa adanya ruam dan bercak atau tanda lahir
- Periksa adanya pembengkakan
- Perhatikan adanya vernik kaseosa
- Perhatikan adanya lanugo, jumlah yang banyak terdapat pada
bayi kurang bulan
17. Pemberian vitamin K
- Untuk mencegah terjadinya perdarahan krn defisiensi vit. K
- Bayi cukup bulan/normal 1 mg/hari peroral selama 3 hari
- Bayi berisiko 0,5mg –1mg perperenteral/ IM
18. Identifikasi BBL
- Peralatan identifikasi BBL harus selalu tersedia
- Alat yg digunakan; kebal air, tepi halus dan tidak melukai, tdk
mudah sobek dan tdk mudah lepas
- Harus tercantum ; nama bayi (Ny) tgl lahir, nomor bayi, jenis
kelamin, unit, nama lengkap ibu
- Di tiap tempat tidur harus diberi tanda dg mencantumkan
nama, Tgl lahir, nomor identifikasi
- Ajarkan pada orang tua cara merawat bayi, meliputi :

a) Pemberian nutrisi
- Berikan asi seserig keinginan bayi atau kebutuhan ibu (jika
payudara ibu penuh)
- Frekuensi menyusui setiap 2-3 jam
- Pastikan bayi mendapat cukup colostrum selama 24 jam.
Colostrum memberikan zat perlindungan terhadap infeksi dan
membantu pengeluaran mekonium.
- Berikan ASI saja sampai umur 6 bulan
b) Mempertahankan kehangatan tubuh bayi
- Suhu ruangan setidaknya 18 -21ºC
- Jika bayi kedinginan, harus didekap erat ke tubuh ibu
- Jangan menggunakan alat penghangat buatan di tempat tidur
(misalnya botol berisi air panas)
c) Mencegah infeksi
- Cuci tangan sebelum memegang bayi dan setelah
menggunakan toilet untuk BAK/BAB
- Jaga tali pusat bayi dalam keadaan bersih, selalu dan letakkan
popok di bawah tali pusat.
- Jika tali pusat kotor cuci dengan air bersih dan sabun.
- Laporkan segera ke bidan jika timbul perdarahan,
pembengkakan, keluar cairan, tampak merah atau bau busuk.
- Ibu menjaga kebersihan bayi dan dirinya terutama payudara
dengan mandi setiap hari
- Muka, pantat, dan tali pusat dibersihkan dengan air bersih ,
hangat, dan sabun setiap hari.
- Jaga bayi dari orang-orang yang menderita infeksi dan
pastikan setiap orang yang memegang bayi selalu cuci tangan
terlebih dahulu
- Ajarkan tanda-tanda bahaya bayi pada orang tua
- Pernafasan sulit/ > 60x/menit
- Suhu > 38 °C atau < 36,5 °C
- Warna kulit biru/pucat
- Hisapan lemah, mengantuk berlebihan, rewel, banyak muntah,
tinja lembek, sering warna hijau tua, ada lendir darah
- Tali pusat merah, bengkak, keluar cairan, bau busuk
- Tidak berkemih dalam 3 hari, 24 jam
- Mengigil, tangis yg tidak biasa, rewel, lemas, terlalu
mengantuk, lunglai, kejang
d) Berikan immunisasi BCG,
- Polio dan Hepatis B
E. Transisi dari Ekstrauterin
Periode neonatal adalah periode 28 hari pertama setelah bayi dilahirkan,
selama periode ini bayi harus menyesuaikan diri dengan lingkungan
ekstra uteri. Bayi harus berupaya agar fungsi-fungsi tubuhnya menjadi
efektif sebagai individu yang unik. Respirasi, pencernaan dan kebutuhan
untuk regulasi harus bisa dilakukan sendiri (Gorrie et al, 1998). Masa
transisi dari periode fetus ke kehidupan baru lahir merupakan periode
kritis karena harus beradaptasi terhadap lingkungan baru. Mekanisme
hemodinamik dan thermoregulasi mendukung keberhasilan beradaptasi
dengan lingkungan ekstra uteri (Simpson & Creehan, 2001). Dalam
uterus semua kebutuhan janin secara sempurna dilayani pada kondisi
normal yaitu nutrisi dan oksigen disuplai oleh sirkulasi ibu melalui
plasenta, produk buangan tubuh dikeluarkan dari janin melalui plasenta,
lingkungan yang aman disekat oleh plasenta, membran dan cairan
amnion untuk menghindari syok dan trauma, infeksi dan perubahan
dalam temperatur (Maryunani & Nurhayati, 2008).
Di dalam uterus bayi juga hidup di lingkungan yang terlindung dengan
suhu terkontrol, kedap suara, terapung dalam suatu genangan cairan
hangat, dan memperoleh pasokan untuk semua kebutuhan fisiknya
(Miriam, 1999). Elemen-elemen kunci dalam transisi kelahiran adalah
pergeseran dari oksigenasi maternal bergantung pada respirasi terus-
menerus, perubahan dari peredaran janin untuk dewasa sirkulasi dengan
meningkatnya aliran darah paru dan hilangnya kiri ke kanan melangsir,
dimulainya homeostatis glukosa independen, termoregulasi independen,
dan oral menyusui (Glutckman & Basset dalam Matson & Smith, 2004).
Adaptasi fisiologis dianggap lengkap bila tandatanda vital, pemberian
makan, dan pencernaan dan fungsi ginjal normal (Kelly dalam Matson &
Smith, 2004). Pengamatan adaptasi bayi ke kehidupan extra uterin
sangat penting untuk mengidentifikasi masalah dalam transisi dan
melakukan intervensi
Oleh karena itu, pada masa yang sangat rawan ini memerlukan
penyesuaian fisiologik agar bayi di luar kandungan dapat hidup sebaik-
baiknya (Awaludin, 2008). Peralihan kehidupan dari intrauterin kedalam
kehidupan ekstrauterin memerlukan berbagai perubahan fisiologi dan
biokimia. Terpisahnya bayi dari ibu pada proses persalinan akan
membuat terjadinya awal proses perubahan fisiologik pada neonatus
yang terdiri dari (Markum, 1999):
1. Peredaran darah melalui plasenta digantikan oleh aktifnya fungsi paru
untuk bernafas (pertukaran oksigen dengan karbondioksida).
2. Saluran cerna berfungsi untuk menyerap makanan.
3. Ginjal berfungsi untuk mengeluarkan bahan yang tidak terpakai lagi
oleh tubuh untuk mempertahankan homeostasis kimia darah.
4. Hati berfungsi untuk menetralisasi dan mengekskresi bahan racun
yang tidak diperlukan badan.
5. Sistem imunologik berfungsi untuk mencegah infeksi.
6. Sistem kardiovaskular serta endokrin bayi menyesuaikan diri dengan
perubahan fungsi organ tersebut diatas.
Perubahan fisiologi yang paling diperlukan oleh bayi baru lahir adalah
transisi dari sirkulasi plasental menjadi pernafasan bebas. Hilangnya
sirkulasi plasental berarti hilangnya pendukung metabolisme neonatus
secara keseluruhan dan yang paling utama adalah hilangnya penyediaan
oksigen dan pengeluaran karbondioksida. Penekanan-penekanan pada
proses persalinan akan menyebabkan perubahan pola pertukaran gas,
keseimbangan asam basa dalam darah, dan aktivitas kardiovaskuler
pada neonatus. Adanya faktor-faktor yang yang mengganggu pada saat
transisi normal neonatus dan adanya asfiksia janin, hiperkapnia, dan
asidosis akan mempengaruhi penyesuaian janin ke kehidupan
ekstrauterin (Hockenberry & Wilson, 2007).
Onset pernafasan merupakan perubahan yang harus segera dilakukan
pada neonatus saat lahir dan merupakan perubahan fisiologis yang paling
kritis. Stimulus yang membantu neonatus untuk memulai pernafasan
terutama secara kimia dan pemanasan (thermal). Faktor kimia dalam
darah (rendahnya oksigen, tingginya karbondioksida, dan rendahnya pH)
merupakan impuls yang memulai dan mendorong pusat pernafasan di
medula untuk melakukan aktivitas pernafasan. Sedangkan stimulus
panas primer adalah dengan adanya perubahan suhu yang mendadak
pada bayi baru lahir dimana sebelumnya bayi berada di lingkungan yang
hangat kemudian berada di lingkungan atmosfer yang dingin secara
cepat. Perubahan temperatur ini akan memberikan impuls sensori pada
kulit yang akan diteruskan pada pusat pernafasan. Stimulus taktil juga
dapat membantu neonatus memulai pernafasan (Hockenberry & Wilson,
2007).
Bayi tidak lagi berhubungan dengan plasenta dan akan segera
bergantung pada paru-paru sebagai sumber utama oksigen setelah lahir,
oleh karena itu setelah beberapa saat maka paru-paru harus terisi
oksigen dan pembuluh darah di paruparu harus berelaksasi untuk
memberikan perfusi pada alveoli dan menyerap oksigen untuk diedarkan
ke seluruh tubuh. Secara garis besar ada tiga perubahan besar sesaat
setelah lahir sehingga bayi mendapatkan oksigen dari paru-paru
(Kattwinkel, 2004, dalam Chair, 2004):
1. Cairan ke dalam alveoli akan diserap ke dalam jaringan paru-paru di
gantikan oleh udara. Oksigen yang terkandung dalam udara akan
terdifusi ke dalam pembuluh darah di sekeliling alveoli.
2. Arteri umbilikalis terjepit sehingga keadaan ini akan menurunkan
tahanan pada sirkulasi plasenta dan meningkatkan tekanan darah
sistemik.
3. Akibat tekanan udara dan peningkatan kadar oksigen di alveoli maka
pembuluh darah di alveoli akan mengalami relaksasi. Keadaan
relaksasi ini bersama dengan peningkatan tekanan darah sistemik
dan akan meningkatkan aliran darah pulmonal dan akan menurunkan
aliran darah melalui duktus arteriosus.
Oksigen dari alveoli akan diserap oleh meningkatnya aliran darah paru
dan darah yang kaya akan oksigen akan kembali ke jantung kiri untuk
kemudian dipompakan ke seluruh tubuh bayi baru lahir. Hal yang penting
dalam memulai pernafasan pada neonatus adalah perubahan sirkulasi
yang akan mengalirkan darah ke paru-paru. Perubahan akan terjadi
secara berangsur-angsur dan menghasilkan perubahan tekanan pada
paru-paru, jantung dan pembuluh darah mayor. Transisi dari sirkulasi fetal
menjadi sirkulasi postnatal meliputi penutupan shunt pada janin yaitu
foramen ovale, ductus arteriosus dan ductus venosus (Hockenberry &
Wilson, 2007). Oksigen dalam darah akan meningkat dan pembuluh
darah pada paru relaksasi maka duktus arteriosus dengan cepat
menutup. Aliran darah dengan segera dipindahkan dari duktus arteriosus
ke paru-paru dimana terjadi pengambilan oksigen lagi untuk dialirkan ke
seluruh tubuh (Kattwinkel, 2004, dalam Chair, 2004).
Penutupan shunt terjadi karena paru bayi mulai berfungsi, sehingga
menimbulkan tekanan udara yang kuat di sekitarnya. Tekanan tersebut
mengakibatkan saluran yang menghubungkan ventrikel kiri dan kanan
jantung menutup (Rusana, 2008). Faktor primer yang mempengaruhi
penutupan duktus adalah meningkatnya konsentrasi O2 dalam darah dan
faktor sekundernya adalah menurunnya prostaglandin dan adanya
asidosis. Setelah proses transisi ini bayi bernafas dengan udara dan
menggunakan paruparunya untuk mendapatkan oksigen. Tangisan
pertama dan tarikan nafas dalam merupakan suatu mekanisme yang kuat
untuk menyingkirkan cairan dari jalan nafas. Oksigen dan tekanan udara
dalam paru-paru merupakan rangsangan utama untuk relaksasi
pembuluh darah pulmonal. Saat oksigen sudah cukup masuk dalam
darah, kulit bayi akan berubah dari abu-abu/biru menjadi kemerahan
dikemukakan oleh Kattwinkel (2004, dalam Chair, 2004).
Status fisiologi yang paling kritis terhadap kelangsungan hidup neonatus
selanjutnya adalah sistem pengaturan panas atau termoregulasi.
Neonatus mempunyai kapasitas untuk memproduksi panas secara
adekuat tetapi beberapa fakor predisposisi dapat mengakibatkan bayi
baru lahir mengalami kehilangan panas yang berlebihan yaitu luas area
permukaan badannya mengakibatkan bayi mudah mengalami kehilangan
panas tubuhnya. Bayi baru lahir akan mengkompensasikan luas
permukaan tubuhnya yang terpapar lingkungan dengan melakukan posisi
fleksi dengan tujuan mengurangi area yang terpapar lingkungan. Faktor
kedua yang berhubungan dengan kehilangan panas tubuh pada neonatus
adalah lapisan lemak subkutan yang tipis. Faktor ketiga adalah
mekanisme bayi untuk memproduksi panas (Hockenberry & Wilson,
2007).
Metode kehilangan panas pada neonatus yang berhubungan dengan
termoregulasi pada bayi yaitu dengan cara evaporasi, konduksi, konveksi,
dan radiasi. Kehilangan panas secara evaporasi seperti pada bayi yang
basah akan kehilangan panas tubuh ke udara kering di sekitarnya.
Konduksi merupakan kehilangan panas tubuh ke permukaan dingin ketika
terjadi kontak, seperti kontak pada kasur dan selimut dingin. Konveksi
merupakan kehilangan panas ketika udara dingin mengalir diatas kulit
yang basah. Radiasi adalah kehilangan panas tubuh ke benda yang lebih
dingin dari dalam ruangan (Haws, 2007). Kondisi perkembangan sistem
pernafasan pada saat kelahiran, paru mengandung cairan dan akan
digantikan oleh udara ketika bayi mulai bernafas. Saluran pernafasan bayi
berukuran kecil dan relatif rapuh, dan memberikan perlindungan yang
tidak adekuat terhadap infeksi. Terlalu dekatnya struktur satu dengan
struktur lainnya secara anatomi pada bayi akan memudahkan
penyebaran infeksi. Permukaan alveolus pada bayi juga terbatas
sehingga sangat tinggi resiko terjadinya ganguan dalam pertukaran gas.
Frekwensi pernafasan pada bayi (0 – 1 tahun) adalah 30 – 35 kali/menit
(Muscari, 2005), sedangkan frekwensi nafas normal pada neonatus
adalah 30 – 60 kali/per menit (Depkes, 2008).
F. Pengkajian Skor Ballard
Sistem penilaian ini dikembangkan oleh Dr. Jeanne L Ballard, MD untuk
menentukan usia gestasi bayi baru lahir melalui penilaian neuromuskular
dan fisik. Penilaian neuromuskular meliputi postur, square window, arm
recoil, sudut popliteal, scarf sign dan heel to ear maneuver. Penilaian fisik
yang diamati adalah kulit, lanugo, permukaan plantar, payudara,
mata/telinga, dan genitalia.
1) Penilaian Maturitas Neuromuskular
a) Postur
Tonus otot tubuh tercermin dalam postur tubuh bayi saat istirahat
dan adanya tahanan saat otot diregangkan. Ketika pematangan
berlangsung, berangsur-angsur janin mengalami peningkatan
tonus fleksor pasif dengan arah sentripetal, dimana ekstremitas
bawah sedikit lebih awal dari ekstremitas atas. Pada awal
kehamilan hanya pergelangan kaki yang fleksi. Lutut mulai fleksi
bersamaan dengan pergelangan tangan. Pinggul mulai fleksi,
kemudian diikuti dengan abduksi siku, lalu fleksi bahu. Pada bayi
prematur tonus pasif ekstensor tidak mendapat perlawanan,
sedangkan pada bayi yang mendekati matur menunjukkan
perlawanan tonus fleksi pasif yang progresif. Untuk mengamati
postur, bayi ditempatkan terlentang dan pemeriksa menunggu
sampai bayi menjadi tenang pada posisi nyamannya. Jika bayi
ditemukan terlentang, dapat dilakukan manipulasi ringan dari
ekstremitas dengan memfleksikan jika ekstensi atau sebaliknya.
Hal ini akan memungkinkan bayi menemukan posisi dasar
kenyamanannya. Fleksi panggul tanpa abduksi memberikan
gambaran seperti posisi kaki kodok.
b) Square Window
Fleksibilitas pergelangan tangan dan atau tahanan terhadap
peregangan ekstensor memberikan hasil sudut fleksi pada
pergelangan tangan. Pemeriksa meluruskan jari-jari bayi dan
menekan punggung tangan dekat dengan jari-jari dengan lembut.
Hasil sudut antara telapak tangan dan lengan bawah bayi dari
preterm hingga posterm diperkirakan berturut-turut > 90°, 90°, 60°,
45°, 30°, dan 0°.
c) Arm Recoil
Manuver ini berfokus pada fleksor pasif dari tonus otot biseps
dengan mengukur sudut mundur singkat setelah sendi siku difleksi
dan ekstensikan. Arm recoil dilakukan dengan cara evaluasi saat
bayi terlentang. Pegang kedua tangan bayi, fleksikan lengan
bagian bawah sejauh mungkin dalam 5 detik, lalu rentangkan
kedua lengan dan lepaskan.Amati reaksi bayi saat lengan
dilepaskan. Skor 0: tangan tetap terentang/ gerakan acak, Skor 1:
fleksi parsial 140-180°, Skor 2: fleksi parsial 110- 140°, Skor 3:
fleksi parsial 90-100°, dan Skor 4: kembali ke fleksi penuh.
d) Popliteal Angle
Manuver ini menilai pematangan tonus fleksor pasif sendi lutut
dengan menguji resistensi ekstremitas bawah terhadap ekstensi.
Dengan bayi berbaring telentang, dan tanpa popok, paha
ditempatkan lembut di perut bayi dengan lutut tertekuk penuh.
Setelah bayi rileks dalam posisi ini, pemeriksa memegang kaki
satu sisi dengan lembut dengan satu tangan sementara
mendukung sisi paha dengan tangan yang lain. Jangan
memberikan tekanan pada paha belakang, karena hal ini dapat
mengganggu interpretasi. Kaki diekstensikan sampai terdapat
resistensi pasti terhadap ekstensi. Ukur sudut yang terbentuk
antara paha dan betis di daerah popliteal. Perlu diingat bahwa
pemeriksa harus menunggu sampai bayi berhenti menendang
secara aktif sebelum melakukan ekstensi kaki. Posisi Frank
Breech pralahir akan mengganggu maneuver ini untuk 24 hingga
48 jam pertama usia karena bayi mengalami kelelahan fleksor
berkepanjangan intrauterine. Tes harus diulang setelah pemulihan
telah terjadi.
e) Scarf Sign
Manuver ini menguji tonus pasif fleksor gelang bahu. Dengan bayi
berbaring telentang, pemeriksa mengarahkan kepala bayi ke garis
tengah tubuh dan mendorong tangan bayi melalui dada bagian
atas dengan satu tangan dan ibu jari dari tangan sisi lain
pemeriksa diletakkan pada siku bayi. Siku mungkin perlu diangkat
melewati badan, namun kedua bahu harus tetap menempel di
permukaan meja dan kepala tetap lurus dan amati posisi siku
pada dada bayi dan bandingkan dengan angka pada lembar kerja,
yakni, penuh pada tingkat leher (-1); garis aksila kontralateral (0);
kontralateral baris puting (1); prosesus xyphoid (2); garis puting
ipsilateral (3); dan garis aksila ipsilateral (4).
f) Heel to Ear
Manuver ini menilai tonus pasif otot fleksor pada gelang panggul
dengan memberikan fleksi pasif atau tahanan terhadap otot-otot
posterior fleksor pinggul. Dengan posisi bayi terlentang lalu
pegang kaki bayi dengan ibu jari dan telunjuk, tarik sedekat
mungkin dengan kepala tanpa memaksa, pertahankan panggul
pada permukaan meja periksa dan amati jarak antara kaki dan
kepala serta tingkat ekstensi lutut ( bandingkan dengan angka
pada lembar kerja). Penguji mencatat lokasi dimana resistensi
signifikan dirasakan. Hasil dicatat sebagai resistensi tumit ketika
berada pada atau dekat: telinga (-1); hidung (0); dagu (1); puting
baris (2); daerah pusar (3); dan lipatan femoralis (4).
Gambar 12. Ballard Score untuk Maturitas Neuromuskular
2) Penilaian Maturitas Fisik
a) Kulit
Pematangan kulit janin melibatkan pengembangan struktur
intrinsiknya bersamaan dengan hilangnya secara bertahap dari
lapisan pelindung, yaitu vernix caseosa. Oleh karena itu kulit
menebal, mengering dan menjadi keriput dan / atau mengelupas
dan dapat timbul ruam selama pematangan janin. Fenomena ini
bisa terjadi dengan kecepatan berbeda-beda pada masing-masing
janin tergantung pada pada kondisi ibu dan lingkungan intrauterin.
Sebelum perkembangan lapisan epidermis dengan stratum
corneumnya, kulit agak transparan dan lengket ke jari pemeriksa.
Pada usia perkembangan selanjutnya kulit menjadi lebih halus,
menebal dan menghasilkan pelumas, yaitu vernix, yang
menghilang menjelang akhir kehamilan. pada keadaan matur dan
pos matur, janin dapat mengeluarkan mekonium dalam cairan
ketuban. Hal ini dapat mempercepat proses pengeringan kulit,
menyebabkan mengelupas, pecah-pecah, dehidrasi, sepeti
sebuah perkamen.
b) Lanugo
Lanigo adalah rambut halus yang menutupi tubuh fetus. Pada
extreme prematurity kulit janin sedikit sekali terdapat lanugo.
Lanugo mulai tumbuh pada usia gestasi 24 hingga 25 minggu dan
biasanya sangat banyak, terutama di bahu dan punggung atas
ketika memasuki minggu ke 28. Lanugo mulai menipis dimulai dari
punggung bagian bawah. Daerah yang tidak ditutupi lanugo
meluas sejalan dengan maturitasnya dan biasanya yang paling
luas terdapat di daerah lumbosakral. Pada punggung bayi matur
biasanya sudah tidak ditutupi lanugo. Variasi jumlah dan lokasi
lanugo pada masing-masing usia gestasi tergantung pada genetik,
kebangsaan, keadaan hormonal, metabolik, serta pengaruh gizi.
Sebagai contoh bayi dari ibu dengan diabetes mempunyai lanugo
yang sangat banyak. Pada melakukan skoring pemeriksa
hendaknya menilai pada daerah yang mewakili jumlah relatif
lanugo bayi yakni pada daerah atas dan bawah dari punggung
bayi.
c) Permukaan Plantar
Garis telapak kaki pertama kali muncul pada bagian anterior ini
kemungkinan berkaitan dengan posisi bayi ketika di dalam
kandungan. Bayi dari ras selain kulit putih mempunyai sedikit garis
telapak kaki lebih sedikit saat lahir. Di sisi lain pada bayi kulit
hitam dilaporkan terdapat percepatan maturitas neuromuskular
sehingga timbulnya garis pada telapak kaki tidak mengalami
penurunan. Namun demikian penialaian dengan menggunakan
skor Ballard tidak didasarkan atas ras atau etnis tertentu. Bayi
very premature dan extremely immature tidak mempunyai garis
pada telapak kaki. Untuk membantu menilai maturitas fisik bayi
tersebut berdasarkan permukaan plantar maka dipakai ukuran
panjang dari ujung jari hingga tumit. Untuk jarak kurang dari 40
mm diberikan skor -2, untuk jarak antara 40 hingga 50 mm
diberikan skor -1. Hasil pemeriksaan disesuaikan dengan skor di
tabel.
d) Payudara
Areola mammae terdiri atas jaringan mammae yang tumbuh
akibat stimulasi esterogen ibu dan jaringan lemak yang tergantung
dari nutrisi yang diterima janin. Pemeriksa menilai ukuran areola
dan menilai ada atau tidaknya bintik-bintik akibat pertumbuhan
papila Montgomery. Kemudian dilakukan palpasi jaringan
mammae di bawah areola dengan ibu jari dan telunjuk untuk
mengukur diameternya dalam millimeter.
e) Mata/Telinga
Daun telinga pada fetus mengalami penambahan kartilago seiring
perkembangannya menuju matur. Pemeriksaan yang dilakukan
terdiri atas palpasi ketebalan kartilago kemudian pemeriksa
melipat daun telinga ke arah wajah kemudian lepaskan dan
pemeriksa mengamati kecepatan kembalinya daun telinga ketika
dilepaskan ke posisi semulanya.
Pada bayi prematur daun telinga biasanya akan tetap terlipat
ketika dilepaskan Pemeriksaan mata pada intinya menilai
kematangan berdasarkan perkembangan palpebra. Pemeriksa
berusaha membuka dan memisahkan palpebra superior dan
inferior dengan menggunakan jari telunjuk dan ibu jari. Pada bayi
extremely premature palpebara akan menempel erat satu sama
lain. Dengan bertambahnya maturitas palpebra kemudian bisa
dipisahkan walaupun hanya satu sisi dan meningggalkan sisi
lainnya tetap pada posisinya. Hasil pemeriksaan pemeriksa
kemudian disesuaikan dengan skor dalam tabel.
Perlu diingat bahwa banyak terdapat variasi kematangan palpebra
pada individu dengan usia gestasi yang sama. Hal ini dikarenakan
terdapat faktor seperti stress intrauterin dan faktor humoral yang
mempengaruhi perkembangan kematangan palpebra.
f) Genital (Pria)
Testis pada fetus mulai turun dari cavum peritoneum ke dalam
scrotum kurang lebih pada minggu ke 30 gestasi. Testis kiri turun
mendahului testis kanan yakni pada sekitar minggu ke 32. Kedua
testis biasanya sudah dapat diraba di canalis inguinalis bagian
atas atau bawah pada minggu ke 33 hingga 34 kehamilan.
Bersamaan dengan itu, kulit skrotum menjadi lebih tebal dan
membentuk rugae. Testis dikatakan telah turun secara penuh
apabila terdapat di dalam zona berugae. Pada nenonatus
extremely premature scrotum datar, lembut, dan kadang belum
bisa dibedakan jenis kelaminnya. Berbeda halnya pada neonatus
matur hingga posmatur, scrotum biasanya seperti pendulum dan
dapat menyentuh kasur ketika berbaring.
Pada cryptorchidismus scrotum pada sisi yang terkena kosong,
hipoplastik, dengan rugae yang lebih sedikit jika dibandingkan sisi
yang sehat atau sesuai dengan usia kehamilan yang sama.
g) Genital (wanita)
Untuk memeriksa genitalia neonatus perempuan maka neonatus
harus diposisikan telentang dengan pinggul abduksi kurang lebih
45 derajat dari garis horisontal. Abduksi yang berlebihan dapat
menyebabkan labia minora dan klitoris tampak lebih menonjol
sedangkan aduksi menyebabkankeduanya tertutupi oleh labia
majora.
Pada neonatus extremely premature labia datar dan klitoris sangat
menonjol dan menyerupai penis. Sejalan dengan berkembangnya
maturitas fisik, klitoris menjadi tidak begitu menonjol dan labia
minora menjadi lebih menonjol. Mendekati usia kehamilan matur
labia minora dan klitoris menyusut dan cenderung tertutupi oleh
labia majora yang membesar. Labia majora tersusun atas lemak
dan ketebalannya bergantung pada nutrisi intrauterin. Nutrisi yang
berlebihan dapat menyebabkan labia majora menjadi besar pada
awal gestasi. Sebaliknya nutrisi yang kurang menyebabkan labia
majora cenderung kecil meskipun pada usia kehamilan matur atau
posmatur dan labia minora serta klitoris cenderung lebih menonjol.
Gambar 13. Ballard Score untuk Maturitas Fisik
G. Laktasi
a. Pengertian Laktasi
Proses ini dikenal juga dengan istilah inisiasi menyusu dini, dimana
ASI baru akan keluar setelah ari-ari atau plasenta lepas. Plasenta
mengandung hormon penghambat prolaktin (hormon plasenta) yang
menghambat pembentukan ASI. Setelah plasenta lepas, hormon
plasenta tersebut tidak diproduksi lagi, sehingga susu pun keluar.
Umumnya ASI keluar 2-3 hari setelah melahirkan. Namun,
sebelumnya di payudara sudah terbentuk kolostrum yang baik sekali
untuk bayi, karena mengandung zat kaya gizi dan antibodi pembunuh
kuman.
Menurut Weni Kristiyansari (2009: 1) mengemukakan, Air susu ibu
(ASI) merupakan nutrisi alamiah terbaik bagi bayi karena
mengandung kebutuhan energi dan zat yang dibutuhkan selama
enam bulan pertama kehidupan bayi. Namun, ada kalanya seorang
ibu mengalami masalah dalam pemberian ASI. Kendala yang utama
adalah karena produksi ASI tidak lancar.
b. Pengertian ASI dan ASI Ekslusif
Weni Kristiyansari (2009: 1) mengemukakan, ASI dalam istilah
kesehatan adalah dimulai dari proses laktasi. Laktasi adalah
keseluruhan proses menyusui mulai dari ASI diproduksi sampai
proses bayi menghisap dan menelan ASI. Laktasi merupakan bagian
integral dari siklus reproduksi mamalia termasuk manusia. Masa
laktasi mempunyai tujuan meningkatkan pemberian ASI ekslusif dan
meneruskan pemberian ASI sampai anak umur 2 tahun secara baik
dan benar serta anak mendapatkan kekebalan tubuh secara alami.
ASI diproduksi oleh organ tubuh wanita yang bernama payudara.
Weni Kristiyansari (2009: 23) mengemukakan, ASI ekslusif adalah
bayi hanya diberi ASI saja selama 6 bulan, tanpa tambahan cairan
lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, dan air putih, serta
tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, bubur susu, biskuit,
bubur nasi, dan nasi tim. Setelah 6 bulan baru mulai diberikan
makanan pendamping ASI (MPASI). ASI dapaat diberikan sampai
anak berusia 2 tahun atau lebih.
c. Anatomi dan Fisiologi Payudara
1. Anatomi Payudara

Gambar 14. Anatomi Payudara (Perempuan)


Menurut Kristiyansari (2009: 1) Secara vertical payudara terletak
diantara kosta II dan IV, secara horizontal mulai dari pinggir sternum
sampai linea aksilaris medialis, kelenjar susu berada di jaringan
subkutan, tepatnnya diantara jaringan subkutan superficial dan
profundus, yang menutupi muskulus pectoralis mayor. Ukuran normal
10-12 cm dengan beratnya pada wanita hamil 200gram, pada wanita
hamil aterm 400-600 gram dan pada masa laktasi sekitar 600-800
gram. Bentuk dan ukuran payudara akan bervariasi menurut aktivitas
fungsionalnya. Ada tiga bagian utam payudara yaitu Korpus (badan),
Areola, Papilla atau putting. Areola mamae (kalang payudara)
letaknya mengelilingi putting susu dan berwarna kegelapan yang
disebabkan oleh penipisan dan penimbunan pigmen pada kulitnya.
Perubahan ini tergantung dari corak kulit dan adanya kehamilan.
Pada wanita yang corak kulitnya kuning langsat akan berwarna jingga
kemerahan, bila kulitnya kehitaman maka warnanya akan lebih gelap
dan kemudian menetap.
2. Anatomi Puting Susu
Menurut Kristiyansari, (2009: 3) Putting susu terletak setinggi
interkosta IV. Adanya variasi bentuk dan ukuran payudara maka
letaknya akan bervariasi. Pada tempat ini terdapat lubang-lubang
kecil yang merupakan muara dari duktus laktiferus, ujung-ujung
serat otot polos yang tersusun secara sirkuler sehingga bila ad
kontraksi maka duktus laktiferus akan memadat dan
menyebabkan putting susu ereksi, sedangkan serat-serat otot
yang longitudinal akan menarik kembali putting susu tersebut.
Ada empat macam bentuk putting susu yaitu bentuk yang
normal/umum, pendek/datar, panjang dan terbenam (inverted).
Bentuk-bentuk putting ini tidak berpengaruh pada proses laktasi,
yang penting dalah bahwa putting susu dan areola dapat ditarik
sehingga membentuk tonjolan atau “dot” ke dalam mulut bayi.
Struktur payudara terdiri dari tiga bagian, yaitu kulit, jaringan
subkutan, dan corpus mammae. Corpus mammae terdiri dari
parenkrim dan stroma. Parenkrim merupakan suatu struktur yang
terdiri dari Duktus Laktiferus (duktus), Duktulus (duktulli), Lobus
dan Alveolus. Ada 15-20 duktus laktiferus. Tiap-tiap duktus
bercabang menjadi 20-40 duktulus. Duktulus bercabang menjadi
10-100 alveolus dan masing-masing dihubungkan dengan saluran
air susu (system duktus) sehingga merupakan suatu pohon.
Didaerah kalang payudara duktus laktiferus ini melebar
membrntuk sinus laktiferus tempat penampungan air susu.
Selanjutnya duktus laktiferus terus bercabang-cabang menjadi
duktus dan duktulus, tap duktulus yang pada perjalanan
selanjutnya disusun pada sekelompok alveoli. Didalam duktulus
terdiri dari duktulus yang terbuka, sel-sel kelenjar yang
menghasilkan air susu dan miopetilelium yang berfungsi memeras
air susu keluar dari alveoli.
3. Fisiologi Payudara
Linda J. Heffner & Danny J. Schust (2006:54) Menyebutkan
bahwa mamae manusian merupakan struktur tuboalveolar yang
terdiri atas 15-25 lobus yang irregular yang letaknya rader
menjauhi puting. Sebab lobus terbenm dalam jaringan adiposa
dan dipisahkan oleh jaringan ikat padat. Setiap lobus lebih jauh
lagi dibagi menjadi lobulus, dihubungkan ke putong oleh duktus
laktiferus. Duktus laktiferus dibatasi oleh epitel skuamoa berlapis.
Jaringan ikat longgar (stroma) mengelilingi duktus laktiferus dan
dapat mengalami pelebaran selama menyusui.
Saat Lahir, payudara menjadi rudimeter dan hampir seluruhnya
terdiri atas duktus laktiferus. Ealaupun payudara tersebut dapat
mensekresi beberapa tetes susu, yang disebut “susu palsu”,
fungsi sekretorik ini hanya sebentar saja dan payudara dengan
cepat menjadi tenang sampai dnegan pubertas. Setelah
manarkhe, pajanan terhadap progesteron siklis menginduksi
pertumbuhan duktus selanjutnya dan perkembangan lobulus yang
rudimeter pada ujung duktus. Epitel duktus tetap sensitif terhadap
stimulasi estrogen selama tahun-tahun reproduksi wanita, jaringan
stroma tetap sensitif terhadap stimulasi progesteron. Payudara
Terus melebar selama beberapa tahub setelah menarke
bersamaan dengan duktus laktiferus yang secara progresif
bercabang-cabang memanjang, dan berlumen, serta jaringan
adiposa yang berakumulasi. Akan tetapi, perkembangan lobulus
tidak akan melewati tahap rudimeter pada keadaan tidak adanya
kehamilan.
Pada awal kehamilan terdapat pertumbuhan dan percabangan
yang meningkat dengan cepat. Wanita yang hamil sering
merasakan kedua perubahan ini sebagai perasaan “kesemutan”
atau “ketegangan” pada payudara. Perubahan ini dapat mulai
dirasakan seaat setelah konsepsi dan berlangsung selama
trimester pertama. Sekitar kehamilan minggu ke-8, mulai terjadi
differensiasi alveolar yang sesungguhnya. Sekresi alveolar dimulai
pada kehamilan trimester kedua. Pada trimester ketiga, sekresi
immunoglobulin tampak memenuhi alveolus.

4. Fisiologi Laktasi
Proses Laktasi dan Proses Pembentukan Laktogen
1) Proses Laktasi
Sitti Saleha (2009: 11) mengemukakan Proses ini timbul
setelah ari-ari atau plasenta lepas. Plasenta mengandung
hormon penghambat prolaktin (hormon plasenta) yang
menghambat pembentukan ASI. Setelah plasenta lepas,
hormon plasenta tersebut tak ada lagi, sehingga susu pun
keluar. Mulai dari bulan ketiga kehamilan, tubuh wanita
memproduksi hormon yang menstimulasi munculnya ASI
dalam sistem payudara.
Menurut Sitti Saleha (2009: 12), Proses bekerjanya hormon
dalam menghasilkan ASI adalah sebagai berikut.
- Saat bayi menghisap, sejumlah sel saraf di payudara ibu
mengirimkan pesan ke hipotalamus.
- Ketika menerima pesan itu, hipotalamus melepas ‘remi’
penahan prolaktin.
- Untuk mulai menghasilkan ASI, prolaktin yang dihasilkan
kelenjar pituitari merangsang kelenjar-kelenjar susu di
payudara ibu.

Sitti Saleha (2009: 13), mengemukakan, Hormon-hormon yang


terlibat dalam proses pembentukan ASI adalah sebagai
berikut:
- Progesteron: mempengaruhi pertumbuhan dan ukuran
alveoli. Kadar progesteron dan estrogen menurun sesaat
setelah melahirkan. Hal ini menstimulasi produk ASI
secara besar-besaran.
- Estrogen: menstimulasi sistem saluran ASI untuk
membesar.
- Kadar estrogen dalam tubuh menurun saat melahirkan dan
tetap rendah alam beberapa bulan selama tetap menyusui.
- Prolaktin: berperan dalam membesarnya alveoli pada
masa kehamilan.
- Oksitosin: mengencangkan otot halus dalam rahim pada
saat melahirkan dan setelahnya, seperti juga halnya dalam
orgasme. Setelah melahirkan oksitosin juga
mengencangkan otot halus di sekitar alveoli untuk
memeras ASI menuju nsaluran susu. Oksitosin berperan
dalam proses turunnya susu (let-down/milk ejection reflex).
- Human placental lactogen (HPL): sejak bulan kedua
kehamilan, plasenta mengeluarkan banyak HPL yang
berperan dalam pertumbuhan payudara, payudara siap
memproduksi ASI. Namun, ASI juga bisa diproduksi tanpa
kehamilan (induced lactation).
2) Proses Pembentukan Laktogen
Menurut Sitti Saleha (2009: 13-14) Proses pembentukan
laktogen melalui tahapan-tahapan berikut ini.
- Laktogenesis I
Pada fase terakhir kehamilan, payudara wanita
memasuki fase laktogenesis I. Saat itu payudara
memproduksi kolostrum, yaitu berupa cairan kental
kekuningan. Pada saat itu, tingkat progesteron yang
tinggi mencegah produksi ASI yang sebenarnya. Namun,
hal ini bukan merupakan masalah medis. Apabila ibu
hamil mengeluarkan (bocor) kolostrum sebelum bayi
lahir, hal ini bukan merupakan indikasi sedikit atau
banyaknya produksi ASI sebenarnya nanti.
- Laktogenesis II
Saat melahirkan, keluarnya plasenta menyebabkan
turunnya tingkat hormon progesteron, estrogen, dan HPL
secara tiba-tiba, namun hormon prolaktin tetap tinggi. Hal
ini menyebabkan produksi ASI besar-besaran yang
dikenal dengan fase laktogenesis II. Apabila payudara
dirangsang, jumlah prolaktin dalam darah akan
meningkat dan mencapai puncaknya dalam periode 45
menit, kemudian kembali ke level sebelum rangsangan
tiga jam kemudian.
Keluarnya hormon prolaktin menstimulasi sel didalam
alveoli untuk memproduksi ASI, dan hormon ini juga
keluar dalam ASI itu sendiri. Penelitian mengindikasikan
bahwa jumlah prolaktin dalam susu lebih tinggi apabila
produksi ASI lebih banyak, yaitu sekitar pukul 02.00 dini
hari hingga 06.00 pagi, sedangkan jumlah prolaktin
rendah saat payudara terasa penuh.
- Laktogenesis III
Sistem hormon endokrin mengatur produksi ASI selama
kehamilan dan beberapa hari pertama setelah
melahirkan. Ketika produksi ASI mulai stabil, sistem
kontrol otokrin dimulai. Fase ini dinamakan laktogenesis
III. Pada tahap ini, apabila ASI banyakdikeluarkan,
payudara akan memproduksi ASI dengan banyak pula.
Dengan demikian, produksi ASI sangat dipengaruhi oleh
seberapa sering dan seberapa baik bayi menghisap, juga
seberapa sering payudara dikosongkan.
d. Proses Terbentuknya ASI
1) Proses Produksi ASI
Menurut Sitti Saleha (2009: 15), pengeluaran ASI merupakan
suatu interaksi yang sangat kompleks antara rangsangan
mekanik, saraf dan bermacam-macam hormon. Pengaturan
hormon terhadap pengeluaran ASI dapat dibedakan menjadi 3
bagian, yaitu:
- Produksi air susu ibu (prolaktin)
- Pengeluaran air susu ibu (oksitosin)
- Pemeliharaan air susu ibu
Produksi air susu ibu/prolaktin. Dalam fisiologi laktasi, prolaktin
merupakan suatu hormon yang disekresi oleh glandula pituitari.
Hormon ini memiliki peranan penting untuk memproduksi ASI,
kadar hormon ini dihambat oleh hormon plasenta. Dengan lepas
atau keluarnya plasenta pada akhir proses persalinan, maka kadar
estrogen dan progesteron berangsur-angsur menurun sampai
tingkat dapat dilepaskan dan diaktifkannya prolaktin. Peningkatan
kadar prolaktin akan menghambat ovulasi, dan dengan demikian
juga mempunyai fungsi kontrasepsi. Namun, ibu perlu
memberikan air susu 2 sampai 3 kali setiap jam agar pengaruhnya
benar-benar efektif. Kadar prolaktin paling tinggi adalah pada
malam hari. Hal ini cukup efektif digunakan sebagai metode
kontrasepsi yang lebih reliable untuk diterapkan apabila ingin
menghindari kehamilan.

Sitti Saleha (2009: 15-16) mengemukakan, Pada seorang ibu


yang hamil dikenal dua refleks yang masing-masing berperan
dalam pembentukan dan pengeluaran air susu, yaitu: refleks
prolaktin dan refleks let down.

2) Refleks Prolaktin
Seperti telah dijelaskan bahwa menjelang akhir kehamilan hormon
prolaktin memegang peran penting dalam proses pembuatan
kolostrumnya masih terbatas, karena aktivitas prolaktin dihambat
oleh estrogen dan progesteron yang kadarnya memang tinggi.
Hormon ini merangsang sel-sel alveoli yang fungsinya untuk
membuat air susu. Kadar prolaktin pada ibu yang menyusui akan
normal kembali tiga bulan setelah melahirkan sampai penyapihan
anak. Setelah anak selesai disapih, maka tidak akan ada
peningkatan prolaktin. Walaupun ada isapan bayi, namun
pengeluaran air susu tetap berlangsung. Pada ibu yang menyusui,
prolaktin akan meningkat dalam keadaan-keadaan seperti:
- Strees atau pengaruh psikis
- Anastesi
- Operasi
- Rangsangan puting susu
- Obat-obatan trangulizer hipotalamus seperti resrpin,
klorampromazim, dan fenotiazid
3) Refleks Let-Down
Bersamaan dengan pembentukan prolaktin oleh aden hipofisis,
rangsangan yang berasal dari isapan bayi ada yang dilanjutkan
neurohipofisis yang kemudian dikeluarkan oksitosin. Oksitosin
yang sampai pada alveoli akan mempengaruhi sel mioepitelim.
Kontraksi dari sel akan memeras air susu yang telah terbuat
keluar dari alveolib dan masuk kesistem duktus yang untuk
selanjutnya mengalir melalui duktus laktiferus masuk kemulut bayi.
Menurut Sitti Saleha (2009: 16-17), Faktor-faktor yang
meningkatkan refleks let down adalah: 1) Melihat bayi, 2)
mendengarkan suara bayi, 3) mencium bayi, 4) Memikirkan untuk
menyusui bayi.
Menurut Sitti Saleha (2009: 17) untuk mengetahui banyaknya
produksi ASI, beberapa kriteria yang dapat digunakan sebagai
patokan untuk mengetahui jumlah ASI cukup atau tidak adalah
sebagai berikut:
- ASI yang banyak dapat merembes keluar melalui puting.
- Sebelum disusukan, payudara terasa tegang.
- Berat badan naik sesuai dengan usia.
- Jika ASI cukup, setelah menyusui bayi akan tertidur/tenang
selama 3-4 jam.
- Bayi lebih sering berkemih, sekitar 8 kali sehari.

Pengeluaran air susu/oksitosin. Apabila bayi disusui, maka


gerakan menghisap yang berirama akan menghasilkan
rangsangan saraf yang terdapat diglandula pituitaria posterior.
Akibat langsung refleks ini ialah dikeluarkannya oksitosin dari
pituitaria posterior. Hal ini akan menyababkan sel-sel miopitel (sel
‘keranjang’ atau sel ‘laba-laba’) disekitar alveoli akan berkontraksi
dan mendorong air susu masuk kedalam pembuluh ampulae.
Refleks ini dapat dihambat oleh adanya rasa sakit, terutama pada
jam-jam menyusukan anak.. Pengeluaran prolaktin dihambat oleh
faktor-faktor yang belum jelas bahannya, namun beberapa bahan
terdapat kandungan seperti dopamin, serotin, ketokelamin, dan
TSH yang ada sangkut pautnya dengan pengeluaran prolaktin.

Pengeluaran oksitosin ternyata disamping dipengaruhi oleh isapan


bayi juga oleh suatu reseptor yang terletak pada sistem duktus.
Bila duktus melebar atau menjadi lunak, maka secara reflekstoris
dikeluarkan oksitosin oleh hipofisis yang berperan untuk memeras
keluar air susu dari alveoli. Jadi, peranan prolaktin dan oksitosin
mutlak diperlukan disamping faktor-faktor lain selama proses
menyusui.

e. Komposisi Gizi Dalam ASI


Menurut Linda J. Heffner & Danny J. Schust (2006: 55), Air susu ibu
mengandung lebih dari 100 zat. Pada dasarnya air susu merupakan
emulsi lemak dalam fase cairan isotonik dengan plasma. ASI mature
mengandung 3-5% lemak, 1% protein, 7% laktosa, dan 0,2% mineral.
Serta emmberikan kalori sebesar 60-75 kkal/dL.
Kelompok lemak utama pada ASI adalah trigliserida, yang memiliki
kadar asam palminat dan asam oleat yang paling banyak. Protein-
protein yang utama pada ASI adalah kasein, α-laktoalbumin,
laktoferin, Imunoglobulin A, lisozim dan albumin. Kasein dan α-
albumin merupakan protein susu yang spesifik, α-albumin merupakan
bagian dari kompleks enzim laktosa sintetase. Laktosa merupakan
jenis gula utama pada ASI. Asam amino bebas, urea, kreatinin, dan
kreatin juga trdapat dalam ASI. Mineraal yang dikandung meliputi
natrium, Kalium, kalsium, magnesium, fosfor, dan klorida.
Menurut Weni Kritiyanari (2009: 9-10) mengemukakan bahwa
Komposisi ASI tidak sama dari waktu ke waktu, hal ini berdasarkan
stadium laktasi. Komposisi ASI dibedakan menjadi 3 macam :
1) Kolostrum
Kolostrum merupakan ASI yang dihasilkan pada hari pertama
sampai hari ketiga setelah bayi lahir. Kolostrum merupakan cairan
yang agak kental berwarna kekuning-kuningan, lebih kuning
dibanding dengan ASI mature, bentuknya agak kasar karena
mengandung butiran lemak dan sel-sel epitel, dengan khasiat
kolostrum sebagai berikut :
- Sebagai pembersih selaput usus BBL sehingga saluran
pencernaan siap untuk menerima makanan.
- Mengandung kadar protein yang tinggi terutama gama globulin
sehingga dapat memberikan perlindungan tubuh terhadap
infeksi.
- Mengandung zat antibody sehingga mampu melindungi tubuh
bayi dari berbagai penyakit infeksi untuk jangka waktu s/d 6
bulan.
2) ASI transisi
ASI yang dihasilkan mulai hari keempat sampai hari kesepuluh.
3) ASI Mature
ASI yang dihasilkan mulai hari kesepuluh sampai seterusnya.

TABEL 2. Komposisi Kandungan ASI

KANDUNGAN KOLOSTRUM TRANSISI MATURE


HARI 1-3 HARI 4-10 HARI 10-dst
Energi (kg kla) 57,0 63,0 65,0
Laktosa (gr/100 6,5 6,7 7,0
ml)
Lemak (gr/100 ml) 2,9 3,6 3,8
Protein (gr/100 ml) 1,195 0,965 1,324
Mineral (gr/100 ml) 0,3 0,3 0,2
Imunoglobulin :
IgA (mg/100 ml) 335,9 - 119,6
IgG (mg/100 ml) 5,9 - 2,9
IgM (mg/100 ml) 17,1 - 2,9
Lisosin (gr/100 ml) 14,2-16,4 - 24,3-27,5
Laktoferin 420-520 - 250-270
(Anik Maryunani, 2010: hal 278)

Menurut Anik Maryunani ( 2010: hal 279) Dari perbedaan kandungan


komposisi diatas,kolostrum merupakan komposisi ASI yang paling
penting, karena alasan-alasan sebagai berikut:
- Kolostrum ASI pada hari 1-3:istimewa kaya nutrient(zat
gizi),dan antibodi.
- Volume sekitar 30-90 cc/24 jam sesuai kapasitas lambung
pada bayi usia tersebut.
- Memberi nutrisi dan melindungi infeksi saat bayi.
- Memberikan imunisasi pertama(kekebalan tubuh):ASI cairan
hidup.
- Dianggap sebagai”cairan emas”,karena mengandung antibodi
10-17 kali lebih banyak dari ASI Mature:
 Hari ke-1:800mgr SlgA/100cc kolostrum.
 Hari ke-2:600mgrSlgA/100cc kolostrum
 Hari ke-3:400mgr SlgA/100cc kolostrum
Mengandung juga:

 Laxansia:membersihkan mekonium.
 Growth factor:membantu mematangkau usus.
 Kaya Vitamin A: mencegah kebutaan.
f. Manfaat ASI
Menurut Weni Kritiyanari (2009: 15-20 ) mengemukakan bahwa
manfaat ASI adalah sebagai berikut :
1) Bagi Bayi
- Dapat membantu memulai kehidupannya dengan baik
Bayi yang mendapatkan ASI mempunyai kenaikan berat
badan yang baik setelah lahir, pertumbuhan setelah periode
perinatal baik, dan mengurangi kemungkinn obesitas.
Frekuensi menyusui yang sering (tidak dibatasi) dibuktikan
bermanfaat karena volume ASI yang dihasilkan lebih banyak
sehingga penurunan berat badan bayi hanya sedikit.
- Mengandung antibody
Mekanisme pembentukan antibody pada bayi adalah sebagai
berikut : apabila ibu mendapat infeksi maka tubuh ibu akan
membentuk antibody dan akan disalurkan dengan bantuan
jaringan limfosit. Antibody di payudara disebut mammae
associated immunocompetent lymphoid tissue (MALT).
Kekebalan terhadap penyakit saluran pernapasan yang
ditransfer disebut Bronchus associated immunocompetent
lymphoid tissue (BALT) dan untuk penyakit saluran
pencernaan ditransfer melalui Gut associated
immunocompetent lymphoid tissue (GALT).
- ASI mengandung komposisi yang tepat
Yaitu dari berbagai bahan makanan yang baik untukbayi yaitu
terdiri dari proporsi yang seimbang dan cukup kuantitas semua
zat gizi yang diperlukan untuk kehidupan 6 bulan pertama.
- Mengurangi kejadian karies dentis
Insiden karies dentis pada bayi yang mendapat susu formula
jauh lebih tinggi dibanding yang mendapat ASI, karena
kebiasaan menyusui dengan botol dan dot terutama pada
waktu akan tidur menyebabkan gigilebih lama kontak dengan
susu formula dan menyebabkan asam yang terbentuk akan
merusak gigi.
- Memberi rasa nyaman dan aman pada bayi dan adanya
ikatan antara ibu dan bayi
Hubungan fisik ibu dan bayi baik untuk perkembangan bayi,
kontak kulit ibu ke kulit bayi yang mengakibatkan
perkembangan psikomotor maupun social yang lebih baik.
- Terhindar dari alergi
Pada bayi baru lahir system IgE belum sempurna. Pemberian
susu formula akan merangsang aktivasi system ini dan dapat
menimbulkan alergi. ASI tidak menimbulan efek ini. Pemberian
protein asing yang ditunda sampai umur 6 bulan akan
mengurangi kemungkinan alergi.
- ASI meningkatkan kecerdasan bagi bayi
Lemak pada ASI adalah lemak tak jenuh yang mengandung
omega 3 untuk pematangan sel-sel otak sehingga jaringan
otak bayi yang mendapat ASI eksklusif akan tumbuh optimal
dan terbebas dari rangsangan kejang sehingga menjadikan
anak lebih cerdas dan terhindar dari kerusakan sel-sel saraf
otak.
- Membantu perkembangan rahang dan merangsang
pertumbuhan gigi karena menghisap mulut bayi pada
payudara.
2) Bagi Ibu
- Aspek kontrasepsi
Hisapan mulut bayi pada putting susu merangsang ujung
syaraf sensorik sehinnga post anterior hipofise mengeluarkan
prolaktin. Proklatin masuk ke indung telur, menekan produksi
estrogen akibatnya tidak ada ovulasi.
Menjarangkan kehamilan, pemberian ASI memberikan 98%
metode kontrasepsi yang efesien selama 6 bulan pertama
sesudah kelahiran bila diberikan hanya ASI saja (eksklusif)
dan belum terjadi menstruasi kembali.

- Aspek kesehatan ibu


Isapan bayi pada payudara akan merangsang terbentunya
oksitosin oleh kelenjar hipofisis. Oksitosin membantu involusi
uterus dan mencegah terjadinya perdarahan pasca persalinan.
Penundaan haid dan berkurangnya perdarahan pasca
persalinan mengurangi prevalensi anemia defisiensi besi.
Kejadian karsinoma mammae pada ibu yang menyusui lebih
rendah disbanding yang tidak menyusui. Mencegah kanker
hanya dapat diperoleh ibu yang menyusui anaknya secara
eksklusif.
- Aspek penurunan berat badan
Ibu yang menyusui eksklusif ternyata lebih mudah dan lebih
cepat kembali ke berat badan semula seperti sebelum hamil.
Pada saat hamil, badan bertambah berat, selain karena ada
janin, juga karena ada penimbunan lemak pada tubuh.
Cadangan lemak ini disiapkan sebagai sumber tenaga dalam
proses produksi ASI. Dengan menyusui, tubuh akan
menghasilkan ASI lebih banyak sehinnga timbunan lemak
yang berfungsi sebagai cadanagan tenaga akan terpakai. Jadi,
jika timbunan lemak menyusut, berat badan ibu akan cepat
kembali ke keadaan seperti sebelum hamil.
- Aspek psikologis
Ibu akan merasa bangga dan diperlukan, rasa yang
dibutuhkan oleh semua manusia.
3) Bagi Keluarga
- Aspek ekonomi
ASI tidak perlu dibeli, dan bayi yang mendapat ASI lebih
jarang sakit sehinnga mengurangi biaya berobat.
- Aspek psikologis
Kebahagiaan keluarga bertambah, karena kelahiran lebih
jarang, sehingga suasana kejiwaan ibu baik dan dapat
mendekatkan hubungan bayi dengan keluarga.
- Aspek kemudahan
Menyusui sangat praktis, karena dapat diberikan dimana saja
dan kapan saja.

4) Bagi Negara
- Menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi
Adanya factor protektif dan nutrien yang sesuai dalam ASI
menjamin status gizi bayi baik serta kesakitan dan kematian
anak menurun. Beberapa penelitian epidemiologi menyatakan
ASI melindungi bayi dan anak dari penyakit infeksi, misalnya
diare, otitis media, dan infeksi saluran pernapasanakut bagian
bawah.
- Menghemat devisa Negara
ASI dianggap sebagai kekayaan nasional. Jika semua ibu
menyusui diperkirakan dapat menghemat devisa sebesar Rp.
8,6 milyar yang seharusnya dipakai untuk membeli susu
formula.
- Mengurangi subsidi untuk rumah sakit.
Subsidi untuk rumah sakit berkurang, karena rawat gabung
akan memperpendek lama rawat ibu dan bayi, mengurangi
komplikasi persalinan dan infeksinosokomial serta mengurangi
biaya yang diperlukan untuk perawatan anak sakit. Anak yang
mendapat ASI lebih jarang dirawat di rumah sakit
dibandingkan anak yang mendapatkan susu formula.
- Peningkatan kualitas generasi penerus
Anak yang mendapat ASI dapat tumbuh kembang secara
optimal sehinnga kualitas generasi penerus bangsa akan
terjamin.
g. Manajemen Laktasi
Menurut Sarwono Prawirohardjo (2007: 265) mengemukakan bahwa
manajemen laktasi adalah suatu tata laksana menyeluruh yang
menyangkut laktasi dan penggunaan ASI, yang menuju suatu
keberhasilan menyusui untuk pemeliharaan kesehatan ibu dan
bayinya. Manajemen laktasi ini harus dipahami oleh tenaga kesehatan
agar dapat melaksanakan tugas sebagai promotor penggunaan ASI.

Menurut JNPK-KR/POGI (2007: 104) juga mengemukakan setiap


fasilitas kesehatan yang bersentuhan dengan kesehatan ibu dan anak
harus melakukan Sepuluh Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui
(LKKM) yang terdiri dari :
- Adanya kebijakan tertulis tentang menyusui.
- Setiap petugas memiliki keterampilan yang terkait dengan
manajemen laktasi.
- Menjelaskan manfaat menyusui kepada ibu hamil.
- Membantu ibu untuk mulai menyusukan bayinya dalam waktu
30 menit setelah melahirkan.
- Memperagakan cara menyusui serta menerapkan ASI dini dan
ekslusif.
- Tidak memberi makanan atau asupan apapun selain ASI pada
bayi baru lahir.
- Melakukan rawat gabung
- Memberikan ASI sesuai kebutuhan bayi (on demand).
- Tidak memberikan dot atau kempeng pada bayi.
- Membentuk dan membentu pengembangan kelompok
pendukung ASI.

Menurut JNPK-KR/POGI (2007: 105) manajemen laktasi


dijabarkan sebagai berikut:
1) Periode antenatal
- KIE manfaat dan keunggulan ASI
- Meyakinkan ibu untuk menyusukan anaknya.
- Melakukan pemeriksaan kesehatan, kehamilan, dan
payudara.
- Memantau kecukupan gizi ibu hamil.
- Menciptakan suasana bahagia bagi keluarga terkait
dengankehamilan ibu.
2) Segera setelah lahir
- Memberikan ASI dini (dalam 1 jam pertama setelah bayi
lahir) dan persentuhan ibu dan bayi.
- Membina ikatan emosional dan kehangatan ibu dan bayi.
3) Periode neonatal
- Menjamin pelaksanaan ASI eksklusif.
- Rawat gabung ibu dan bayi.
- Jaminan asupan ASI setiap bayi membutuhkan (on
demand).
- Melaksanakan cara menyusui yang benar.
- Upaya tetap mendapat ASI jika ibu dan bayi tidak selalu
bersama.
- Vitamin A dosis tinggi (20.000 SI) bagi ibu nifas.
4) Masa menyusui selanjutnya
- Pemenuhan ASI eksklusif dalam 6 bulan pertama dan MP-
ASI (makanan pendamping ASI) untuk 6 bulan kedua.
- Memantau kecukupan gizi dan memberi cukup waktu
istirahat bagi ibu menyusui.
- Memperoleh dukungan suami untuk menunjang
keberhasilan ASI eksklusif.
- Mengatasi masalah menyusui.

Masalah yang Sering Timbul


Menurut Sarwono Prawirohardjo (2002: 269-271) mengemukakan
masalah yang sering timbul dalam masa laktasi adalah, sebagai
berikut :
a) Puting Rata (Inverted or retracted nipples)
Untuk mengatasinya dapat dilakukan dengan jalan menarik-narik
puting sejak hamil (nipple conditioning exercise). Pada masa
menyusui, harus selalu menyusui agar puting selalu tertarik.
b) Puting Lecet (Sore or cracked nipples)
Dapat disebabkan oleh tknik menyusui yang salah atau perawatan
yang tidak betul pada payudara. Infeksi monilia bapat
mengakibatkan lecet.
Pengobatan :
- Lakukan teknik menyusui yang benar.
- Puting harus kering.
- Pemberian lanolin dan vitamin E
- Pengobatan terhadap monilia
- Menyusui pada pada payudara tidak lecetnya hebat maka
menyusui dapat 24-48 jam. ASI dikeluarkan dengan ekspresi
dengan tangan atau dipompa.

Pencengahan :
- Jangan membersihkan puting dengan sabun dan zat
pembersih lain, hanya dengan air bersih.
- Teknik menyusui harus benar.
- Puting susu dan areola harus kering setelah menyusui.
- Jangan memakai lapisan plastik pada bra.
c) Payudara bengkak (Breast engorgement)
Disebabkab karena pengeluaran ASI tidak lancar karena bayi
tidak cukup sering menyusui atau terlalu cepat disapih. Dapat juga
disebabkan adanya gangguan let-down refleks.
Pengobatan :
- Menyusui lebih sering.
- Kompres hangat.
- ASI dikeluarkan dengan pompa, pemijatan dapat dilakukan
tetapi sering dapat dirasakan sakit.
- Analgetik
d) Saluran tersumbat (Obstuct Duct / Caked Breast).
Terjadi stasis pada saluran ASI (dukus laktiferus) secara lokal
sehingga timbul benjolan lokal.
Pengobatan :
- Terus menyusu, sebaiknya menyusui dengan payudara yang
sakit dahulu.
- Pemijataan/masase pada bagian yang sakit.
- Kompres hangat.

Pencegahan :
- Sering menyusui.
- Memakai Bra yang memadai.
- Hindari tekanan lokal pada payudara.
e) Infeksi payudara (Mastitis)
Suatu proses infeksi pada payudara yang dapat menimbulkan
reaksi sistemik ibu, misalkan demam, payudara tampak bengkak,
kemerahan, dan dirasakan nyeri. Biasanya terjadi beberapa
minggu setelah melahirkan.
Pengobatan :
- Jangan menghentikan pemberian ASI, teruskan denga mulai
menyusui atau dipompa, jangan masase/ pijat
- Istirahat
- Kompres hangat / dingin
- Antibiotika dan analgetika
- Banyak minum air putih.
f) Abses payudara
Dapat terjadi pada mastitis atau obstucted breast atau luka pada
payudara yang terinfeksi.
Pengobatan :
- Stop menyusui pada payudara yang ada absesnya, ASI harus
tetap dipompa
- Insisi abses
- Antibiotika dan analgetika
- Istirahat
g) Reluctan Nurser (bayi yang tidak suka menyusu)
Suatu keadaan dimana bayi tidak suka menyusu. Hal ini
disebabkan oleh:
- Pancaran ASI tidak terlalu kuat sehingga mulut bayi terlalu
penuh. Akibatnya sebentar-sebentar bayi akan berhenti
mengisap. Pengobatan dengan jalan menyusui yang sering,
sehingga payudara tidak terlalu penuh yang menyebabkan
pancaran ASI keras. Dapat pula payudara dipijat sebelum
memulai menyusui agar pancaran keras yang terjadi pada
permulaan menyusui sudah berkurang dahulu sebelum bayi
mengisap. Dapat diusahakan menyusui dengan berbaring
terlentang dan bayi ditaruh diatas payudara.
- Nipple confussion (bingung puting)
Pada bayi yang menyusu dengan diselang seling dengan susu
botol sering mengalami kebingungan, hal ini dikarenakan
anatomi puting susu dan dot berbeda. Pada menyusui si bayi
harus mengisap dengan cukup kuat , sedangkan pada dot
susu akan mengalir dengan isapan yang ringan. Hal ini
menyebabkan bayi malas menyusu pada ibuya. Dapat pula
terjadi pada puting susu yang lecil atau tidak rata. Pada
keadaan ini bayi tidak berhasil menangkap puting susu untuk
dihisap. Sehingga menyebabkan bayi tidak suka menyusu.
Pengobatan dapat dilakukan dengan menghindari pemakaian
dot botol.bila diperlukan pengganti ASI pakailah sendok atau
pipet.
- Pada bayi yang mengantuk kadang-kadang malas menyusu.
Untuk mengatasi agar bayi jangan mengantuk ata tertidur,
buka selimut atau baju bayi, agar bayi merasa dingin dan
terbangun. Kalau bayimengantuk, juga harus dibangunkan.

Menurut Sarwono Prawirohardjo (2002: 271) mengemukakan


beberapa masalah yang seyogyanya dipahami oleh dokter dan
paramedik yang menyangkut masalah laktasi dan menyusui: a. Bayi
Khusus, b. Ibu istimewa, c. Bayi dengan berat badan yang lambat
naiknya, d. Obat-obatan yang tidak dibenarkan pada bayi menyusui,
e. Menyimpan ASI, f. Klinik keputihan.

Penguasaan atau masalah tersebut akan membarikan kepercayaan


diri (confidence) bagi tenaga profesional untuk melayani ibu yang
menyusui dengan segala kesulitan. Dituntut pula suatu dedikasi,
kesabaran, rasa ingin membantu dan mendidik si Ibu serta
keluarganya untuk menggunakan ASI. Pada dasarnya menyusui
adalah suatu proses belajar ibu dan bayinya.

JNPK-KR/ POGI (2007: 104 ) mengemukakan untuk mencegah


masalah masalah yang terjadi pada laktasi diatas, maka perlu
dijelaskan pada ibu bagaimana merawat payudaranya :
a) Atur ulang posisi menyusui jika bayi mengalami kesulitan untuk
mendapat cukup ASI. Jika posisi bayi terhadap payudara tidak
sesuai maka kecukupan nutrisi bayi tidak terjamin dan puting susu
ibu mungkin mengalami trauma.
b) Minta ibu untuk memastikan bahwa puting susunya tetap bersih
dan kering. Anjurkan ibu untuk mengeringkan payudaranya
(dengan kain bersih dan kering) setelah menyusui. Untuk
mencegah retak dan lecet, ajarkan ibu untuk mengeluarkan sedikit
ASInya kemudian dioleskan ke puting susunya. Keringkan dulu
(diangin-anginkan) puting susu ibu sebelum mengenakan pakaian.
c) Yakinkan bahwa puting susu lecet dan retak, bukan merupakan
hal yang berbahaya dan tidak menghalangi ibu terus menyusukan
bayinya. Jika puting susu ibu ibu lecet dan retak, amati cara ibu
menyusukan bayinya karena cara yang salah dapat menimbulkan
hal tersebut. Minta ibu melakukan perawatan payudara seperti
cara b.
d) Bersama ibu dan keluarganya, jelaskan cara mengkaji gejala dan
tanda tersumbatnya saluran ASI atau mastitis. Bila hal tersebut
terjadi maka anjurkan ibu untuk mencari pertolongan segera,
tetapi tetap meneruskan pemberian ASI. Jelaskan mungkin ia
mengalami masalah dengan payudaranya apabila tampak gejala
atau tanda berikut ini :
- Bintik atau garis merah atau panas pada salah satu atau
kedua payudara.
- Gumpalan atau pembengkakan yang terasa nyeri.
- Demam (suhu lebih dari 38 derajat)

Langkah-Langkah Menyusui Yang Benar


Menurut JNPK-KR/POGI (2007: 102) mengemukakan posisi bayi saat
menyusui sangat menetukan keberhasilan pemberian ASIdan
mencegah lecet pada puting susu (Enkin, Et al,2000). Pastika
memeluk bayinya dengan benar. Berikan bantuan dan dukungan jika
ibu memerlukannya, terutama jika ibu pertama kali menyusui atau ibu
berusia sangat muda.

Langkah-langkah menyusui yang benar antara lain :

1. Sebelum menyusui, ASI di keluarkan sedikit, kemudian dioleskan


pada puting dan sekitar kelang payudara. Cara ini mempunyai
manfaat sebagai desinfektan dan menjaga kelembaban puting
susu.
2. Bayi diletakkan menghadap perut ibu/payudara.
a. Ibu duduk atau berbaring dengan santai. Bila duduk,
lebih baik menggunakan kursi yang rendah agar kaki
ibu menggantung dan punggung ibu bersandar pada
sandaran kursi.
b. Bayi dipegang pada belakang, bahunya dengan satu
lengan, kepala bayi terletak pada lengkung siku ibu
(kepala tidak boleh menengadah dan bokong bayi
ditahan dengan telapak tangan).
c. Satu tangan bayi diletakkan dibelakang badan ibu,
yang satunya kedepan.
d. Perut bayi menempel pada badan ibu, kepala bayi
menghadap payudara (tidak hanya membelokkan
kepala bayi).
e. Telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus.
f. Ibu menatap bayi dengan kasih sayang.
3. Payudara dipegang dengan ibu jari diatas dan jari lain
menimpang di bawah, jangan menekan puting susu.
4. Bayi diberi rangsangan agar membuka mulut (rooting reflex)
dengan cara:
- Menyentuh pipi dengan puting susu, atau
- Menyentuh sisi mulut bayi.
5. Setelah bayi membuka mulut, dengan cepat kepala bayi
didekatkan ke payudara serta areola payudara dimasukkan
kemulut bayi.
Usahakan sebagian besar kalang payudara dapat masuk
kemulut bayi, sehingga puting susu berada di bawah langit-
langit dan lidah bayi akan menekan ASI keluar dari tempat
penampungan ASI yang terletak dibawah kalang payudara.
Posisi salah, yaitu : apabila bayi menghisappada puting susu
saja, akan mengakibatkan masukan ASI yang tidak adekuat
dan puting lecet.Setelah bayi mulai menghisap payudara tak
perlu dipegang atau disangga.
Jan Bowden & Vicky Manning (2011: 170-171)
mengemukakan ada berbagai macam posisi maternal yang
digunakan ibu dalam menyusui bayi, antara lain :
1) Mendekap
Sebagian besar ibu menemukan posisi ini paling alamiah
untuk menggendong bayi mereka. Kemungkinan kesulitan
yang disebabkannya saat memulai menyusui ada tiga
kemungkinan :
- Bayi dipegang terlalu tinggi untuk mecapai puting
ibu agar pelekatannya optimal.
- Ibu harus membantu bayi menempel dengan
lekukan kengannya dan bukan lengannya.
- Posisi ini dapat mendorong ibu miring kedepan dan
bukan membawa bayi mendekat tubuh ibu.
2) Mendekap silang
Posisi ini ideal untuk permulaan menyusui. Posisi ini dapat
mengatasi masalah menempatkan bayi terlalu tinggi atau
terlalu rendah dan ibu dapat mudah mengendalikan
kepala, bahu, dan leher bayi.
3) Posisi seperti menggendong bola
Posisi ini seringkali digunakan pada bayi baru lahir dan
merupakan alternatif yang baik selain mendekap silang.
Posisi ini juga dapat bermanfaat bagi ibu yang memiliki
payudara besar.
4) Berbaring mendatar
Posisi ini merupakan posisi untuk menyusui dimalam hari
atau setelah seksio sesaria. Terdapat banyak variasi pada
posisi ini sesuai dimana ibu menempatkan lengannya.

JNPK-KR/POGI (2007: 102) mengemukakan bahwa tanda-tanda


posisi bayi menyusu dengan baik adalah:
- Dagu menyentuh payudara ibu.
- Mulut terbuka lebar.
- Hidung bayi mendekati, dan kadang-kadang menyentuh payudara
ibu.
- Mulut bayi mencakup sebanyak mungkin areola (tidak hanya
puting saja), lingkar areola atas terlihat lebih banyak dibandingkan
lingkar bagian bawah.
- Lidah bayi menopang puting dan areola bagian bawah.
- Bibir bawah bayi melengkung keluar.
- Bayi menghisap kuat dan dalam secara perlahan dan kadang-
kadang disertai dengan berhenti sesaat.
h. Klinik Laktasi
Menurut Sarwono Prawirohardjo (2002 : 271 ) mengemukakan suatu
tempat pelayanan pasca persalinan atau nifas untuk ibu dan bayinya
guna mangatasi masalah yang timbul pada laktasi dan menyusui.
Dalam bidang pelayanan, malakukan evaluasi, meberikan pelayanan
medik dan konsultasi pada ibu-ibu yang menyusui. Dalam bidang
pendidikan, klinik laktasi sebagai sarana pendidikan bagi paramedik
dibidang laktasi dan menyusui. Akhirnya berbagai riset yang
berhubungan dengan masalah laktasi dan menyusui dapat dilakukan
di klinik laktasi.

Menurut Sarwono Prawirohardjo (2002 : 271-272) juga


mengemukakan yang harus diperhatikan di klinik laktasi adalah:
- Ibu yang menyusui ( dengan suaminya) dan bayinya dipesan
datang ke klinik laktasi dalam waktu 7 hari setelah pulang dari
rumah sakit, setelah bersalin, atau kapan saja bila dirasakan ada
masalah yang timbul.
- Perkembangan laktasi dan menyusui dievaluasi dengan
mempergunakan formulir anamnesis yang khusus dirancang.
- Pemeriksaan bayi
- Pemeriksaan payudara
- Ibu disuruh menyusui bayinya dan diobservasi, apabila ada
kesalahan teknik atau kesulitan, maka diberi penjelasan
bagaimana yang seharusnya dilakukan.

Diklinik Laktasi dapat diperoleh :


- Suatu pengalaman dan pemahaman proses laktasi yang
kompleks. Secara biologik ibu dan bayinya saling membutuhkan
dan merupakan suatu unit yang tidak terpisahkan.
- Biologik interdependent partnership of mother-impfact couple.
- Pengaruh keluarga pada proses menyusui
- Kemampuan pemeriksaan payudara waktu laktasi
- Penguasaan teknik menyusui
- Kemampuan mengatasi masakah laktasi.

Semua ini akan memberikan penguasaan pengatasan masalah


laktasi, sehingga pengembangan penggunaan ASI akan berlangsung
terus dan tidak terlalu cepat menganjurkan menghentikan
penggunaan ASI.
Daftar Pustaka

______. Ballard Score. http://blogs.unpad.ac.id/maryati/files/2011/01/Ballard-


Score.pdf, diakses pada tanggal 6 Agustus 2015.

______. Ilmu Kesehatan Anak Jilid 3. 1995. Jakarta: Fakultas Kedokteran UI.

Behrman .1996. Ilmu kesehatan anak vol 1 edisi 5. Jakarta:EGC.

Bennet dan Brown. 1999. Myles Textbook for Midwives, 13th ed. Livingstone:
Edinburgh JHPIEGO.

Bobak, M. Irene, et al. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta:


EGC.

Budhi R., Kamilah. 2007. Klasifikasi Bayi Baru Lahir. Workshop Perawatan
Bayi Baru Lahir. Jawa Barat. Semarang.

Dwienda R, Octa, dkk. 2014. Bahan Ajar Asuhan Kebidanan Neonatus,


Bayi/Balita dan Anak Prasekolah untuk Para Bidan. Yogyakarta: Deepublish.

Suriadi. 2010. Asuhan keperawatan pada anak edisi 2. Jakarta: EGC.

Bobak.2002. Buku ajar keperawatan maternitas, edisi 4. Jakarta:EGC

Johnson dan Taylor. 2005. Buku Ajar Praktik Kebidanan, cetakan I. Jakarta:
EGC.

Kelly,Paula. 2008. You And Your Baby. Yogyakarta: Golden Book.

Saharso, Darto, dkk. 2005. Pemeriksaan Neurologis pada Bayi dan Anak.
Jakarta: EGC.

Saifudin, Abdul Bahri. 2002. Buku Panduan Priktis Pelayanan Kesehatan


Maternal Neonatal. Jakarta: YBP_SP.

Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai