Anda di halaman 1dari 118

PENERAPAN TEORI WATER BOUNDARIES UNTUK

PENENTUAN IZIN LOKASI PERAIRAN DI


WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DI
INDONESIA
(WILAYAH STUDI: SELAT MADURA, JAWA TIMUR)

TUGAS AKHIR

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan


Program Pendidikan Sarjana Teknik Strata Satu

Oleh:
Fernando Yehuda Ariyanto
23.2014.127

PROGRAM STUDI TEKNIK GEODESI


JURUSAN TEKNIK GEODESI
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL
BANDUNG
2018
PENERAPAN TEORI WATER BOUNDARIES UNTUK PENENTUAN IZIN
LOKASI PERAIRAN DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU
KECIL DI INDONESIA
(STUDI WILAYAH: SELAT MADURA, PROVINSI JAWA TIMUR)

TUGAS AKHIR

Oleh:
FERNANDO YEHUDA ARIYANTO
232014127

Bandung, 04 September 2018


Diperiksa dan Disetujui Oleh:

Pembimbing 1 Pembimbing II

Dr. Yackob Astor,S.T., M.T Muhandis Sidqi, S.Pi, M.Si


NIDN.0411048002 NIK.19740827121001

Disahkan Oleh:
Ketua Program Studi Teknik Geodesi
FTSP, Institut Teknologi Nasional Bandung

Rinaldy, S.T., M.T.


NPP.119970302
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Fernando Yehuda Ariyanto


NRP : 232014127
Jurusan : Teknik Geodesi
Fakultas : Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Nasional
Bandung

Menyatakan bahwa karya ilmiah berikut ini:

Judul Tugas Akhir : Penerapan Teori Water Boundaries Untuk Penentuan


Izin Lokasi Perairan di Wilayah Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil di Indonesia (Studi Wilayah: Selat
Madura, Provinsi Jawa Timur)
Dimuat/disajikan : Buku Laporan Tugas Akhir

TIDAK MENGANDUNG UNSUR-UNSUR PLAGIAT sebagaimana yang


tercantum dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia
Nomor 17 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Plagiat di
Perguruan Tinggi. Apabila dikemudian hari terbukti terdapat unsur plagiat dalam
karya ilmiah tersebut, maka saya selaku penyusunnya menerima sanksi sesuai
ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Demikian surat keterangan ini saya buat untuk digunakan sebagaimana mestinya.

Dibuat di Bandung, 04 September 2018

Fernando Yehuda Ariyanto


NRP.232014127
ABSTRAK

ABSTRAK
Indonesia merupakan negara kepulauan yang dua pertiga wilayahnya berupa
perairan dengan luas perairan 6.315.222 km2 dengan panjang garis pantai 99.093
km2 serta jumlah pulau 16.065 pulau (Badan Informasi Geospasial, 2017)
menjadikan Indonesia memiliki berbagai macam kekayaan hayati dan non hayati.
Berdasarkan studi literatur, pengelolaan sumber daya alam di laut diselenggarakan
oleh 13 kementerian, pemerintah daerah (provinsi, kabupaten/kota), dan
masyarakat adat yang tinggal di wilayah pesisir. Implikasi pengelolaan sumber daya
laut yang parsial dan tidak terintegrasi menyebabkan terjadi konflik sumber daya
laut. Oleh karena itu diperlukan penetapan batas-batas kegiatan pengelolaan di laut.
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan batas-batas kegiatan yang ada di Selat
Madura secara horizontal dan vertikal sesuai dengan jenis dan letak kegiatan
pengelolaan yang kemudian digunakan untuk pemberian Izin Lokasi Perairan di
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Penentuan batas kegiatan secara horizontal
dan vertikal dilakukan berdasarkan peraturan sektoral yang berlaku. Dari penelitian
ini diperoleh hasil Peta Penguasaan Ruang Permukaan Laut (0-2 m), Kolom Laut
(2-90 m), dan Dasar Laut (lebih dari 90) yang menggambarkan batas-batas
pemanfaatan laut secara horizontal dan vertikal. Peta Penguasaan Ruang
Permukaan Laut, Kolom Laut, dan Dasar Laut sebagai produk akhir penelitian
dapat dijadikan sebagai Dokumen Pertimbangan Teknis Izin Lokasi Perairan di
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Kata kunci: Water Boundaries horizontal dan vertikal, Izin Lokasi

Fernando Yehuda Ariyanto-232014127 i


ABSTRACT

ABSTRACT
Indonesia is an archipelago state that 2/3 of its region is water with an area of
6.315.222 km2 and the coastline length of 99.093 km2, the number of islands of
16.065 islands (Badan Informasi Geospasial, 2017) make Indonesia has a variety
of biological and non-biological wealth. Based on literature studies, management
of natural resources at sea is organized by 13 ministries, regional governments
(provinces, districts/cities), and indigenous people living in coastal areas. The
implication of partial and non-integrated management resources cause a conflict
of marine resources. Therefore, it is necessary to determine the limits of
management activities at sea. This study aims to determine the boundaries of
activities in the Madura Strait horizontally and vertically in accordance with the
type and location of management activity which is used to giving water location
permit in the coastal areas and small islands. Determination of activity limits
horizontally and vertically is carried out based on applicable sectoral regulations.
From this research, the results of Maps of Control of Sea Level Space (0-2 m), Sea
Column (2-90 m), and Seabed (more than 90) that portraying the boundaries of sea
utilization horizontally and vertically. The Maps of Control of Sea Level Space, Sea
Column, And Seabed as the last product of this research which can use as the
Document of Technical Consideration of Water Location Permit in the Coastal
Area and Small Islands.
Key word: Horizontal and Vertical Water Boundaries, Location Permit

Fernando Yehuda Ariyanto-232014127 ii


KATA PENGANTAR

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan kemudahannya sehingga Penulis dapat menyelesaikan
laporan Tugas Akhir ini. Laporan ini disusun sebagai salah satu syarat guna
menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana (S1) Jurusan Teknik Geodesi, Fakultas
Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Nasional Bandung. Laporan
Tugas Akhir ini dapat diselesaikan berkat saran, motivasi, bimbingan, dan bantuan
dari berbagai pihak. Untuk itu penulis berterima kasih kepada:
1. Dr. Yackob Astor,S.T., M.T selaku Pembimbing I Tugas Akhir.
2. Muhandis Sidqi, S.Pi, M.Si selaku Pembimbing II Tugas Akhir.
3. Dr. Soni Darmawan, S.T., M.T. selaku Ketua Jurusan Teknik Geodesi.
4. Rinaldy M.T. selaku Ketua Program Studi Teknik Geodesi.
5. Thonas Indra Maryanto, S.Kel.,M.T selaku Dosen Wali.
6. Bunda Ni Made Rai Ratih C.P., Ir., M.Si. dan Thonas Indra Maryanto,
S.Kel.,M.T selaku dosen penguji yang telah memberikan banyak masukan agar
tugas akhir ini bisa menjadi lebih baik.
7. Segenap staff dan karyawan Kementerian Kelautan dan Perikanan Sub Bagian
Pengelolaan Ruang Laut yang telah memberikan bimbingan baik dalam
pelaksanaan dan penulisan Laporan Tugas Akhir ini.
8. Orang tua penulis yang telah memberi segala bentuk dukungan baik dalam doa,
dana, dan daya sehingga penulis bisa menyelesaikan Tugas Akhir.
9. Keluarga di Gereja Baptis Indonesia Bakti terlebih untuk teman teman pemuda
di PKMB Bakti yang sudah mendokan dan memberi semangat.
10. Keluarga dan teman-teman angkatan 2014 Jurusan Teknik Geodesi Institut
Teknologi Nasional yang telah banyak membantu dan memberikan dorongan
kepada penulis.
11. Teman-teman di IMGI untuk Mbak Luluk, Bram, Astrid, Nana, dan semua
pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah memberi dorongan
kepada penulis untuk segera menyelesaikan Tugas Akhir.

Fernando Yehuda Ariyanto-232014127 iii


KATA PENGANTAR

12. Para Sahabat di Semarang Febrina, Tika, Aan, Andre yang susah lagi untuk
bertemu tetapi selalu mendukung sehingga membuat saya semangat
mengerjakan Tugas Akhir.
13. Maria Mikhaela Talenta Damian yang membuat penulis menjadi semangat
mengerjakan Tugas Akhir.
14. Semua pihak terkait yang tidak dapat kami tuliskan satu per satu.
Akhirnya, penulis berharap semoga Laporan Tugas Akhir ini bermanfaat bagi
mahasiswa Teknik Geodesi pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.

Bandung, Agustus 2018

Fernando Yehuda Ariyanto


232014127

Fernando Yehuda Ariyanto-232014127 iv


DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

ABSTRAK ............................................................................................................... i

ABSTRACT ............................................................................................................ ii

KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii

DAFTAR ISI ........................................................................................................... v

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... viii

DAFTAR TABEL .................................................................................................. xi

DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xii

PENDAHULUAN .................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 7
1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 7
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................... 7
1.5 Batasan Masalah ....................................................................................... 7
1.6 Alur Pikir Penelitian ................................................................................. 8
1.7 Sistematika Penulisan ............................................................................... 8
DASAR TEORI ...................................................................................... 10

2.1 Penelitian Sejenis Sebelumnya ............................................................... 10


2.2 Teori Water Boundaries .......................................................................... 14
2.3 Penerapan Teori Water Boundaries di Negara Australia, Kanada,
Amerika Serikat, dan Indonesia .............................................................. 16
2.3.1 Australia ........................................................................................ 16
2.3.2 Kanada ........................................................................................... 18
2.3.3 Amerika Serikat ............................................................................. 20
2.3.4 Indonesia........................................................................................ 22
2.4 Penentuan Izin Lokasi Perairan di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
di Indonesia ............................................................................................. 25
METODOLOGI PENELITIAN.............................................................. 29

3.1 Deskripsi Lokasi Tugas Akhir ................................................................ 32

Fernando Yehuda Ariyanto-232014127 v


DAFTAR ISI

3.2 Pengumpulan Data Geospasial ............................................................... 33


3.2.1 Peta Ekosistem Mangrove, Terumbu Karang, dan Padang Lamun 33
3.2.2 Peta Potensi Sumber Daya Mineral ............................................... 35
3.2.3 Peta Pemanfaatan Wilayah Laut Eksisting .................................... 36
3.2.4 Peta Rencana Pemanfaatan Ruang Laut ........................................ 37
3.2.5 Peta Analisis Kesesuaian Budidaya Ikan Kerapu, Kerang Mutiara,
dan Rumput Laut ........................................................................... 38
3.2.6 Peta Analisis Kesesuaian Perikanan Tangkap ............................... 40
3.2.7 Peta Analisis Kesesuaian Keramba Jaring Apung (KJA) Offshore41
3.2.8 Peta Kesesuaian Wisata Jet Ski dan Ski Air, Pancing, dan
Snorkling ....................................................................................... 42
3.3 Pengolahan Data ..................................................................................... 44
3.3.1 Pembuatan Peta Permukaan, Kolom, dan Dasar Laut ................... 44
3.3.2 Penerapan Teori Water Boundaries Horizontal dan Vertikal Pipa
Migas, Jalur Pelayaran, dan Rig .................................................... 47
HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................... 52

4.1 Hasil ........................................................................................................ 52


4.1.1 Peta Penguasaan Ruang Perairan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil .............................................................................................. 52
4.1.2 Water Boundaries Horizontal dan Vertikal Pada Peta Izin Lokasi
Perairan Pesisir dan Laut ............................................................... 56
4.2 Pembahasan............................................................................................. 60
4.2.1 Kartografi Peta Izin Penguasaan Ruang Laut ................................ 60
4.2.2 Penggunaan Water Boundaries sebagai Pertimbangan Teknis untuk
Pemberian Izin Lokasi Perairan Pesisir Kegiatan di Permukaan
Laut Selat Madura ......................................................................... 64
4.2.3 Penggunaan Water Boundaries sebagai Pertimbangan Teknis untuk
Pemberian Izin Lokasi Perairan Pesisir Kegiatan di Kolom Laut
Selat Madura .................................................................................. 65
4.2.4 Penggunaan Water Boundaries sebagai Pertimbangan Teknis untuk
Pemberian Izin Lokasi Perairan Pesisir Kegiatan di Dasar Laut
Selat Madura .................................................................................. 65
KESIMPULAN DAN SARAN............................................................... 68

5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 68


5.2 Saran ....................................................................................................... 68

Fernando Yehuda Ariyanto-232014127 vi


DAFTAR ISI

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 69

LAMPIRAN .......................................................................................................... 72

Fernando Yehuda Ariyanto-232014127 vii


DAFTAR GAMBAR

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Foto nelayan menyandera kapal keruk pasir di Selat Madura ............ 3
Gambar 1.2 Peta lokasi terputusnya saluran kabel bawah laut PLN Jawa–Madura
akibat tersangkut jangkar kapal. ........................................................... 4
Gambar 1.3 Peta lokasi konflik pemanfaatan ruang laut antara nelayan Kabupaten
Sampang dan PT Santos di sekitar lokasi Blok Wortel Selat Madura. 5
Gambar 1.4 Alur Pikir Penelitian ............................................................................ 8
Gambar 2.1 Penentuan Water Boundaries menggunakan Bangun Simetris ......... 15
Gambar 2.2 Penentuan Water Boundaries Berdasarkan Jarak.............................. 15
Gambar 2.3 Visualisasi Penerapan Teori Water Boundaries ................................ 16
Gambar 2.4 Ilustrasi visual konsep Marine Cadastre Australia. .......................... 17
Gambar 2.5 Peta zona pemanfaatan laut di Great Barrier Reef Marine Park
Australia ........................................................................................... 18
Gambar 2.6 Ilustrasi visual konsep Kadaster Kelautan di Kanada ....................... 19
Gambar 2.7 Tampilan aplikasi COINAtlantic Marine Cadastre di Kanada ......... 19
Gambar 2.8 Tampilan sistem aplikasi Multipurpose Marine Cadastre di Amerika.
............................................................................................................................... 21
Gambar 2.9 Peta batas pengelolaan laut antara negara bagian Rhode Island dan
Pemerintah Federal Amerika. .......................................................... 22
Gambar 2.10 Peta Pemanfaatan Ruang Selat Madura .......................................... 23
Gambar 2.11 Peta Persebaran Kerja Minyak dan Gas Bumi di Provinsi Jawa
Timur ............................................................................................... 23
Gambar 2.12 Konflik Migas di Blok Ambalat Antara Indonesia dengan Malaysia
............................................................................................................................... 24
Gambar 3.1 Metodologi Penelitian ....................................................................... 31
Gambar 3.2 Peta Administrasi Provinsi Jawa Timur ............................................ 32
Gambar 3.3 Peta Ekosistem Mangrove ................................................................. 34
Gambar 3.4 Peta Ekosistem Terumbu Karang ...................................................... 34
Gambar 3.5 Peta Ekosistem Lamun ...................................................................... 35
Gambar 3.6 Peta Potensi Sumber Daya Mineral ................................................... 36

Fernando Yehuda Ariyanto-232014127 viii


DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.7 Peta Pemanfaatan Ruang Laut Eksisting ........................................... 37


Gambar 3.8 Peta Rencana Pemanfaatan Ruang Laut ............................................ 38
Gambar 3.9 Peta Analisis Kesesuaian Budidaya Ikan Kerapu ............................. 39
Gambar 3.10 Peta Analisis Kesesuaian Budidaya Kerang Mutiara ...................... 39
Gambar 3.11 Peta Analisis Kesesuaian Budidaya Rumput Laut .......................... 40
Gambar 3.12 Peta Analisis Kesesuaian Perikanan Tangkap ................................. 41
Gambar 3.13 Peta Analisis Kesesuaian KJA Offshore ......................................... 42
Gambar 3.14 Peta Kesesuaian Wisata Jet Ski dan Ski Air ................................... 43
Gambar 3.15 Peta Kesesuaian Wisata Pancing ..................................................... 43
Gambar 3.16 Peta Wisata Selam ........................................................................... 44
Gambar 3.17 Klasifikasi Ruang Laut Berdasarkan Kontur .................................. 45
Gambar 3.18 Klasifikasi Ruang Laut Berdasarkan Ruang Yang Sama ................ 45
Gambar 3.19 Diagram Alir Pembagian Kegiatan Eksisting Berdasarkan Kontur 46
Gambar 3.20 Proses Pembuatan Buffer Platform Migas ....................................... 48
Gambar 3.21 Proses Pembuatan Buffer Pipa Gas Bawah Laut ............................. 49
Gambar 3.22 Proses Pembuatan Buffer Lintas Antar Provinsi ............................. 50
Gambar 3.23 Visualisasi Water Boundaries ......................................................... 51
Gambar 4.1 Peta Penguasaan Ruang Permukaan Laut di Selat Madura Skala
1:50.000 ........................................................................................... 53
Gambar 4.2 Peta Penguasaan Ruang Kolom Laut di Selat Madura Skala 1:50.000
............................................................................................................................... 54
Gambar 4.3 Peta Penguasaan Ruang Dasar Laut di Selat Madura Skala 1:50.000
............................................................................................................................... 55
Gambar 4.4 Peta Penguasaan Ruang Permukaan Laut di Selat Madura Skala
1:50.000 ........................................................................................... 57
Gambar 4.5 Peta Penguasaan Ruang Kolom Laut di Selat Madura Skala 1:50.000
............................................................................................................................... 58
Gambar 4.6 Peta Penguasaan Ruang Dasar Laut di Selat Madura Skala 1:50.000
............................................................................................................................... 59
Gambar 4.7 Indeks dan Penomoran Lembar Peta Izin Penguasaan Ruang Kolom
Laut .................................................................................................. 61

Fernando Yehuda Ariyanto-232014127 ix


DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.8 Water Boundaries Alur Pelayaran terhadap Lokasi Budidaya Rumput
Laut .................................................................................................. 64
Gambar 4.9 Water Boundaries Alur Pelayaran terhadap Lokasi Rig Migas ........ 65
Gambar 4.10 Water Boundaries Alur Pelayaran terhadap Lokasi Rig Migas ...... 66

Fernando Yehuda Ariyanto-232014127 x


DAFTAR TABEL

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Penelitian Mengenai Penerapan Batas-Batas Kegiatan di Laut ............ 10


Tabel 2.2 Perbandingan Penelitian Batas-Batas Kegiatan di Laut di Selat Madura
............................................................................................................................... 12
Tabel 2.3 Peraturan Perundangan yang Mengatur Mengenai Izin Lokasi Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil .............................................................. 25
Tabel 4.1 Contoh Indeks dan Penomoran Lembar Peta Izin Penguasaan Ruang Laut
di Kabupaten Sampang, Provinsi Jawa Timur...................................... 61
Tabel 4.2 Sistem Referensi Geospasial yang digunakan pada Peta LPI, Peta LLN
dan Peta Laut Dishidros TNI-AL ..........................................................63

Fernando Yehuda Ariyanto-232014127 xi


LAMPIRAN

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Daftar Publikasi…………………….……………………..……. 73

Lampiran II Daftar Kegiatan Migas………………...…………..…..……..…. 74

Lampiran III Daftar Alur Pelayaran….……….………………………………. 75

Fernando Yehuda Ariyanto-232014127 xii


BAB I PENDAHULUAN

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara maritim yang sebagian besar wilayahnya berupa


perairan yang luasnya 6.315.222 km2 dengan panjang garis pantai 99.093 km2 serta
jumlah pulau 16.065 (Badan Informasi Geospasial, 2017) menjadikan Indonesia
memiliki berbagai macam kekayaan hayati dan non hayati. Wilayah perairan
Indonesia yang begitu luas dari pada daratan yang kemudian berdampak kepada
banyaknya pihak dalam hal ini kementerian yang mempunyai kebijakan masing-
masing di sektor laut. Dengan banyaknya kebijakan dan kepentingan di masing-
masing kementerian menyebabkan rawan akan konflik mengenai tumpang tindih
data dan kegiatan di perairan.

Menurut informasi yang diperoleh dari hasil identifikasi dalam penelitian ini
menyatakan bahwa terdapat sekitar 13 kementerian yang terlibat dalam pengelolaan
sumber daya kelautan di Indonesia, yakni: Kementerian Kelautan dan Perikanan,
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan, Kementerian Perhubungan, Kementerian Pendidikan dan Budaya,
Kementerian Pariwisata, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian,
Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Perencanaan Pembangunan
Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Kementerian Pertanian,
Kementerian Pertahanan dan Keamanan, dan Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat. Jika masing-masing kementerian/sektor tersebut memiliki
sistem dan kebijakan yang berdiri sendiri (tidak terintegrasi), cara pandang dan
tujuan pengelolaan yang berbeda serta tidak terarah (dikelola tanpa perencanaan
bersama yang jelas) maka akan menyebabkan batas-batas kegiatan pengelolaan dan
pemanfaatan ruang laut yang saling tumpang tindih, misalnya ruang laut untuk
budidaya ikan tumpang tindih dengan alur pelayaran sehingga menyebabkan
terganggunya hasil pendapatan budidaya ikan, atau ruang laut untuk penangkapan

Fernando Yehuda Ariyanto-232014127 1


BAB I PENDAHULUAN

ikan tumpang tindih dengan ruang laut untuk latihan perang Tentara Nasional
Indonesia Angkatan Laut sehingga terganggu pendapatan nelayan dalam
memperoleh ikan.

Belum adanya kepastian batas-batas kegiatan di wilayah laut akan menyebabkan


kegiatan perekonomian kelautan seperti perikanan tangkap, perikanan budidaya,
industri bioteknologi, pariwisata bahari, transportasi laut, konservasi, eksplorasi,
dan eksploitasi akan terganggu.

Ada banyak permasalahan yang terjadi di Selat Madura berkaitan dengan batas
kegiatan pengelolaan antara lain:

1. Konflik Kepemilikan Pulau Galang

Konflik kepemillikan Pulau Galang terjadi pada tahun 2003 antara pihak
Pemerintah Kota Surabaya dengan Pemerintah Kabupaten Gresik. Pemerintah
Gresik mengaku memiliki Pulau Galang tersebut dengan bukti tiga sertifikat tanah.
Karena masih dalam konflik, maka pulau tersebut hingga saat ini distatus-quokan,
yakni status pulau tersebut milik Pemerintah Provinsi Jawa Timur.

2. Konflik Migas Blok Maleo antara Pemerintah Kabupaten Sumenep, Pemerintah


Provinsi Jawa Timur dan PT Santos (Madura Offshore) PtyLtd

Permasalahan Migas Blok Maleo terjadi antara Pemerintah Kabupaten Sumenep,


Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan PT Santos (Madura Offshore). Selama ini PT
Santos Madura offshore tidak pernah masuk ke kas Sumenep dan hanya masuk ke
Pemerintah Provinsi Jawa Timur dikarenakan perairan lepas pantai Blok Maleo
tidak masuk ke Kabupaten Sumenep.
3. Ratusan Nelayan Pamekasan Kepung Pengeboran Minyak di Laut

Pengepungan eksplorasi minyak dan gas PT Santos di perairan Kecamatan


Camplong, Kabupaten Sampang yang dilakukan oleh ratusan nelayan dari Desa
Ambat, Desa Kramat, dan Desa Bandaran di Kecamatan Tlanakan, Kabupaten
Pamekasan, Jawa Timur pada bulan Oktober tahun 2012. Aksi nelayan tersebut
sebagai bentuk protes kepada PT Santos karena perusahaan ini tidak pernah

Fernando Yehuda Ariyanto-232014127 2


BAB I PENDAHULUAN

memberikan kompensasi ganti rugi atas dilarangnya mencari ikan di area


eksplorasi.

4. Konflik Penambangan Pasir di Selat Madura untuk Reklamasi Pelabuhan


Teluk Lamong.

Konflik ini muncul karena telah terjadi penambangan pasir laut di kawasan Selat
Madura pada tahun 2012 dengan kedalaman dua belas meter di sekitar Jembatan
Suramadu yang dilakukan PT Gora Gohana, kontraktor PT Pelindo III dalam
rangka reklamasi Teluk Lamong dekat Surabaya (Gambar 1.1).

Gambar 1.1 Foto nelayan menyandera kapal keruk pasir di Selat Madura
Sumber: Munir (2012)

Tuntutan yang dilakukan oleh Tim Advokasi Nelayan Tradisional Selat Madura
yang berasal dari Lembaga Survey Masyarakat IHCS, KIARA, Walhi, dan JATAM
melakukan somasi dan menuntut PT Gora Gahana, PT Pelindo III, dan Gubernur
Provinsi Jawa Timur untuk mencabutan izin reklamasi tersebut. Surat tuntutan
direspon dengan tuntutan balik oleh PT Gora Gahana pada bulan Februari 2013
ditujukan kepada perwakilan warga yang berisi bahwa termasuk melakukan tindak
pidana setiap orang yang merintangi atau mengganggu kegiatan usaha
pertambangan dan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang telah memenuhi

Fernando Yehuda Ariyanto-232014127 3


BAB I PENDAHULUAN

syarat-syarat dalam Pasal 142 UU RI No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan


Mineral dan Batubara.

Dampak dari kondisi tumpang tindih merupakan konflik sosial dari pengelolaan
wilayah pesisir dan laut di Provinsi Jawa Timur antara sektor perikanan yang dalam
hal ini mengacu pada UU RI No.27 Tahun 2007 dan sektor pertambangan yang
mengacu pada UU RI No.4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan
Batubara.

5. Konflik kabel listrik bawah laut Perusahaan Listrik Nasional (PLN) di Alur
Pelayaran Barat Surabaya (APBS)

Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Timur (Dishub Jatim) mendesak PLN terkait
keberadaan kabel listrik bawah laut milik PLN yang melintang di Alur Pelayaran
Barat Surabaya (APBS) untuk dipendam lebih dalam sesuai aturan seperti halnya
pipa gas milik Kodeco Energy Co Ltd pada tahun 2011. Kabel listrik bawah laut
milik PLN dinilai sangat mengganggu dan membahayakan arus lalu lintas kapal
dari dan ke Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya.

Gambar 1.2 Peta lokasi terputusnya saluran kabel bawah laut PLN Jawa–Madura akibat
tersangkut jangkar kapal.

Padamnya aliran listrik di Pulau Madura merupakan akibat dari tersangkutnya


jangkar kapal dengan kabel PLN. Peristiwa tersebut menyebabkan gelap gulitanya
Pulau Madura. Permasalahan yang terjadi disebabkan karena minimnya koordinasi

Fernando Yehuda Ariyanto-232014127 4


BAB I PENDAHULUAN

antar sektor di dalam menyelenggarakan kegiatan pengelolaan wilayah pesisir dan


laut sehingga menimbulkan konflik kegiatan pemanfaatan di ruang permukaan laut,
kolom laut, dan dasar laut.

6. Konflik nelayan Sampang vs PT Santos (Sampang) Pty.Lyd

Gambar 1.3 Peta lokasi konflik pemanfaatan ruang laut antara nelayan Kabupaten Sampang dan
PT Santos di sekitar lokasi Blok Wortel Selat Madura.

Aksi ujuk rasa di depan Kantor Bupati pada Rabu, 2 November 2011 oleh ratusan
nelayan dari Desa Camplong dan Tanjung, Kabupaten Sampang, Jawa Timur untuk
menuntut PT Santos yang selalu mengusir nelayan yang melaut dekat lokasi
pengeboran Blok Wortel (Gambar 1.3). Para nelayan meminta pemerintah daerah
Sampang untuk menghentikan pengeboran minyak dan gas bumi di Blok Wortel
oleh PT Santos dan menuntut ganti rugi atas rumpon atau sarang ikan milik nelayan
yang rusak akibat aktivitas pengeboran di Blok Wortel. PT Santos membantah
melakukan pengusiran, yang dilakukan hanya mengatur lalu lintas kapal dan perahu
nelayan agar tidak bertabrakan. Soal ganti rugi rumpon yang hilang terseret kapal,
PT Santos belum dapat memberikan kepastian sehingga memancing emosi nelayan
(tempointeraktif, 2011).

Berbeda dengan Indonesia bagian Timur yang mempunyai permasalahan antara


pemerintah pusat dengan masyarakat adat. Sebagai contoh permasalahan yang ada
adalah di Desa Haruku Maluku yang mempunyai kebiasaan atau adat dalam
masalah pengelolaan perairan. Masyarakat Maluku memberlakukan peraturan atau
hukum adat yang melarang untuk mengambil hasil sumber daya alam tertentu

Fernando Yehuda Ariyanto-232014127 5


BAB I PENDAHULUAN

sebagai upaya pelestarian demi menjaga mutu dan populasi sumber daya hayati
(hewani maupun nabati) alam tersebut. Permasalahan yang muncul, yaitu tidak
ditemukan adanya suatu batas pasti antara penguasaan laut adat dengan penguasaan
laut nasional. Jika tidak dipetakan mengenai batas-batas penguasaan laut adat maka
akan dapat menimbulkan konflik di kemudian hari. Persoalan ini tentunya tidak bisa
dihindari mengingat latar belakang Bangsa Indonesia yang memiliki beragam
kebudayaan.

Penentuan batas-batas kegiatan pengelolaan di laut di beberapa negara pantai


maupun di Indonesia sebagai negara kepulauan dibahas lebih detail di dalam
penelitian bertema kadaster kelautan (marine cadastre). Definisi kadaster kelautan
untuk Indonesia sebagai negara kepulauan adalah operasional sistem kompleks dan
dinamik dalam pengelolaan sumber daya wilayah pesisir dan laut dalam lingkup
penetapan batas laut wilayah (restriction), batas kewenangan (right/izin dan
responsibility), yang membentuk keterpaduan antara wilayah administrasi skala
nasional, skala provinsi, dan skala kabupaten/kota dengan memperhatikan
keberadaan masyarakat adat, serta keharmonisan dan sinergi antara pemerintah
pusat dan pemerintah daerah (Astor, 2016). Hakekat dari kadaster kelautan adalah
penentuan batas-batas di laut, antara lain terdiri dari batas laut negara, batas laut
pemerintah daerah (provinsi dan kota/ kabupaten), batas kegiatan pengelolaan di
laut, dan batas pengelolaan laut secara adat. Penentuan batas–batas di laut
merupakan unsur paling penting dari pelaksanaan kadaster kelautan.

Penelitian ini menerapkan teori Water Boundaries untuk menentukan batas-batas


di laut untuk kegiatan pengelolaan sumber daya laut yang dilakukan oleh
pemerintah daerah maupun sektoral yang ada di wilayah studi, yakni Selat Madura,
Provinsi Jawa Timur. Penerapan teori Water Boundaries digunakan untuk
menentukan batas-batas kegiatan pengelolaan di laut secara horizontal maupun
vertikal sesuai jenis kegiatan, pola kegiatan (berpindah tempat atau menetap),
lokasi kegiatan (permukaan laut, kolom laut, dasar laut), dan waktu kegiatan
(kontinu atau periodik). Selanjutnya, batas-batas laut tersebut digunakan untuk
pengajuan Izin Lokasi Perairan di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil pada UU

Fernando Yehuda Ariyanto-232014127 6


BAB I PENDAHULUAN

RI No.1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil,
dan UU RI No.32 Tahun 2014 tentang Kelautan.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari penelitian ini adalah bagaimana menerapkan teori Water
Boundaries untuk menentukan batas-batas kegiatan pengelolaan di laut untuk
keperluan penerbitan Izin Lokasi Perairan di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
di Indonesia?

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini yaitu menggambarkan Water Boundaries secara
horizontal dan vertikal untuk kegiatan pengelolaan di wilayah pesisir dan pulau-
pulau kecil di Selat Madura Provinsi Jawa Timur.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian dapat ditinjau dari dua (aspek), yaitu :


1. Aspek keilmuan, yakni sebagai pengembangan bidang keilmuan geodesi dalam
menentukan batas-batas kegiatan pengelolaan di laut secara horizontal dan
vertikal.
2. Aspek kerekayasaan, yakni memberikan kontribusi kepada Kementerian
Kelautan dan Perikanan dalam menetapkan batas-batas pengelolaan di laut yang
digunakan untuk menerbitkan Izin Lokasi Pesisir di Wilayah Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil di Indonesia.

1.5 Batasan Masalah

Batasan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut:


1. Jenis kegiatan pengelolaan ditentukan berdasarkan kondisi eksisting di Selat
Madura meliputi sektor migas yaitu rig migas dan penanaman pipa gas bawah
laut.
2. Penentuan teori Water Boundaries dilakukan berdasarkan jenis kegiatan dengan
mengacu kepada peraturan perundangan sektoral. Peraturan yang digunakan
oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan yaitu Peraturan Menteri
Perhubungan nomor PM 68 tahun 2011 tentang Alur Pelayaran di Laut.

Fernando Yehuda Ariyanto-232014127 7


BAB I PENDAHULUAN

1.6 Alur Pikir Penelitian


Pada penelitian ini dibuat alur pemikiran untuk memperjelas fenomena yang terjadi,
permasalahan serta solusi yang dapat diberikan untuk mengatasi permasalahan.

Fenomena
1. Laut di Indonesia dikelola oleh 13 kementerian, pemerintah daerah (provinsi dan
kabupaten/kota), dan masyarakat adat.
2. Hak Pengusahaan Perairan Pesisir (HP3) di UU RI No.27 Tahun 2007 tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dicabut oleh Mahkamah
Konstitusi.
3. Belum ada pengganti HP3 selama 7 tahun, sampai dengan diterbitkannya UU RI
No. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
memperkenalkan Izin Lokasi dan Izin Pengelolaan pada pasal 16 menggantikan
Hak Pengusahaan Perairan Pesisir (HP3).
4. Regulasi UU No. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan pada pasal 47.

Implikasi dari Fenomena


1. Laut dikelola secara parsial berdasarkan peraturan perundangan masing-masing
sektoral, pemerintah daerah, dan masyarakat adat. Termasuk penentuan lokasi dan
batas pengelolaan laut.
2. Banyaknya kegiatan pengelolaan laut yang tidak memiliki izin.
3. Terjadinya konflik pengelolaan sumber daya laut antar pemerintah, sektoral,
swasta dan masyarakat.

Solusi
1. Diperlukan penentuan batas-batas kegiatan pengelolaan di laut yang bersistem dan
terintegrasi.
2. Perlu segera ditetapkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia tentang Izin
Lokasi Perairan di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Tugas Akhir ini akan menentukan batas-batas kegiatan pengelolaan di laut


menggunakan teori Water Boundaries, sehingga batas-batas kegiatan pengelolaan
dapat dipetakan secara horizontal dan vertikal. Digunakan sebagai Lampiran Izin
Lokasi dan Izin Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sesuai UU RI No.
1 Tahun 2014.

Gambar 1.4 Alur Pikir Penelitian

1.7 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan yang akan digunakan dalam laporan tugas akhir ini dibagi
menjadi lima bab, yaitu:

Fernando Yehuda Ariyanto-232014127 8


BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini menjelaskan mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian, alur pikir penelitian dan
sistematika penulisan.

BAB II STUDI LITERATUR

Pada bab ini menjelaskan mengenai gambaran umum mengenai penelitian sejenis
yang sudah dilakukan sebelumnya, teori-teori yang mendukung dalam tugas akhir
ini, penerapan Teori Water Boundaries di negara Australia, Kanada, Amerika
Serikat, dan Indonesia serta peraturan perundangan yang mengatur atau membahas
mengenai penentuan Izin Lokasi dan Izin Pengelolaan di wilayah pesisir dan pulau-
pulau kecil di Indonesia.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab ini menjelaskan mengenai prosedur, metode, dan bahan yang digunakan,
bahan yang dibutuhkan, proses yang dilakukan hingga gambaran produk akhir.
Metodologi penelitian ditampilkan dalam bentuk diagram dan akan dijelas pada
masing-masing subbab nya sehingga akan terlihat jelas input-proces-output.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini membahas hasil dari penelitian yang dilakukan dan pembahasan dari
penelitian yang dilakukan.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini membahas tentang kesimpulan yang diperoleh dari kegiatan penelitian
yang telah dilakukan dan saran yang dapat disampaikan dari hasil penelitian.

Fernando Yehuda Ariyanto-232014127 9


BAB II DASAR TEORI

DASAR TEORI

Pada bab ini berisi mengenai penelitian-penelitian terkait dengan Water Boundaries
di Indonesia dan penerapannya terhadap berbagai kegiatan yang berlangsung di
wilayah perairan pada beberapa negara seperti Australia, Kanada, Amerika Serikat,
dan Indonesia serta perundangan yang mengatur mengenai Izin Lokasi Perairan di
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

2.1 Penelitian Sejenis Sebelumnya

Ketika membahas mengenai teori Water Boundaries tentunya tidak bisa dipisahkan
oleh kadaster kelautan karena keduanya saling berkaitan. Penelitian terkait
mengenai penerapan batas-batas kegiatan laut di dalam Indonesia adalah sebagai
berikut:

Tabel 2.1 Penelitian Mengenai Penerapan Batas-Batas Kegiatan di Laut

No Tahun Judul Penelitian dan Obyek yang Metode Variabel


Peneliti diteliti
1 2005 Riset Kadaster Laut Penentuan Analytic Sumber daya
Selat Madura (Pusat zonasi Hierarchy laut, Kegiatan-
Riset Wilayah Laut pemanfaatan Process kegiatan
dan Sumber Daya di laut (AHP) dan pemanfaatan di
Non Hayati, Badan Studi laut, Kadaster
Riset Kelautan dan Kasus Laut, Peraturan
Perikanan) Perundangan,
Kelembagaan
2 2009 Optimisasi Spasial Strategi Kualitatif, Kegiatan
Rasio Lahan dalam pengelolaan Kuantitatif pemanfaatan
Pengelolaan Sumber sumber daya Optimisasi sumber daya
Daya Wilayah Pesisir wilayah Spasial, laut, Rasio lahan,
secara Berkelanjutan pesisir dan Studi Geodemografik,
(Wilayah Studi: Kasus Asosiasi
Pesisir Selat Madura- geografikal,
Jawa Timur) Pembangunan
(Wisayantono, D.) berkelanjutan

Fernando Yehuda Ariyanto-232014127 10


BAB II DASAR TEORI

Tabel 2.1 Penelitian Mengenai Penerapan Batas-Batas Kegiatan di Laut (lanjutan)

No Tahun Judul Penelitian Obyek yang Metode Variabel


dan Peneliti diteliti
3 2016 Pola Mendefinisikan Studi Kasus Karakteristik
Penyelenggaraan Kadaster dan NKRI, negara
Kadaster Kelautan Kelautan penarikan kepulauan,
Di Indonesia dalam garis batas definisi
Dalam Perspektif perspektif pada pulau kadaster
Indonesia Sebagai sebagai negara kecil kelautan
Negara Kepulauan kepulauan
(Wilayah Studi:
Selat Madura
Provinsi Jawa
Timur)
(Yackob Astor)
4 2016 Membangun Analisis Kartometris Kadaster
Peta Kadaster pembagian Kelautan,
Kelautan Dalam ruang laut Permukaan
Perspektif UU berdasarkan Laut, Kolom
RI. No 4 Tahun kedalaman Laut, Dasar
2011 Tentang laut Laut
Informasi
Geospasial
(Wilayah Studi:
Kota Cirebon
Provinsi Jawa
Barat)
(Suhadi
Maulana)

Pada Tabel 2.1 referensi kajian yang digunakan bertujuan sebagai referensi atau
dasar dalam penyusunan penelitian yang akan dilakukan. Penelitian dalam Tabel
2.1 masih sebatas konsep, analisis, dan kajian terhadap pentingnya kadaster
kelautan terutama di negara kepulauan seperti Indonesia.

Beberapa penelitian mengenai batas-batas kegiatan di laut yang lebih bersifat


implementasi (case study) adalah penelitian yang dilakukan oleh Pusat Riset
Wilayah Laut dan Sumberdaya Non Hayati, Badan Riset Kelautan dan Perikanan
(BRKP) pada tahun 2005 melakukan Riset Kadaster Laut di Selat Madura Provinsi
Jawa Timur. Perbandingan penelitian yang telah dilakukan oleh BRKP dengan
penelitian tugas akhir ini ditunjukkan pada Tabel 2.2.

Fernando Yehuda Ariyanto-232014127 11


BAB II DASAR TEORI

Tabel 2.2 Perbandingan Penelitian Batas-Batas Kegiatan di Laut di Selat Madura

Unsur-unsur di Batas-Batas Kegiatan di Selat Madura Provinsi Jawa Timur


dalam penelitian Badan Riset
Kelautan dan Disertasi Yackob Astor
Tugas Akhir
Perikanan (BRKP) 2016
tahun 2005
Apa yang diteliti Menyusun suatu Membangun pola Membuat batas-
zonasi pengelolaan penyelenggaraan batas kegiatan
wilayah pesisir dan kadaster kelautan di pemanfaatan dan
laut serta analisis Indonesia dalam pengelolaan di
spasial perspektif Indonesia laut secara
pemanfaatan laut. sebagai negara vertikal dan
kepulauan. horizontal.
Bagaimana cara 1. Menganalisis 1. Mengevaluasi definisi- Mengamati
meneliti prioritas definisi Kadaster kegiatan-
pemanfaatan Kelautan yang ada di kegiatan apa saja
laut secara dunia internasional, yang
kuantitatif yakni definisi kadaster berlangsung di
dengan metode kelautan dari Selat Madura dan
AHP (Analytical Australia, Kanada, dan mengacu pada
Hierarchy Amerika. peraturan
Process), 2. Merumuskan definisi perundangan dan
sebagai Kadaster Kelautan kebijakan yang
masukkan bagi untuk Indonesia berlaku di
peta rencana menggunakan sintesis wilayah studi
pemanfaatan definisi-definisi dalam hal ini
wilayah laut. Kadaster Kelautan Selat Madura.
2. Mengkaji status yang ada ditempatkan
regulasi yang di dalam karakteristik
berhubungan NKRI sebagai negara
dengan kegiatan kepulauan.
pemanfaatan 3. Mengimplementasikan
laut Selat definisi Kadaster
Madura secara Kelautan ke dalam
deskriptif- wilayah studi untuk
kualitatif. menyelesaikan
3. Menggabungkan permasalahan
faktor-faktor pengelolaan sumber
biotik, abiotik, daya kelautan antar
sosial- sektor maupun antar
kelembagaan, daerah.
serta regulatif 4. Mengoperasionalkan
sebagai Kadaster Kelautan di
masukkan Indonesia sebagai
terhadap peta negara kepulauan
prioritas menggunakan konsep
pemanfaatan, networked
secara government.
deskriptif.

Fernando Yehuda Ariyanto-232014127 12


BAB II DASAR TEORI

Tabel 2.2 Perbandingan Penelitian Batas-Batas Kegiatan di Laut di Selat Madura (lanjutan)

Unsur-unsur di Batas-Batas Kegiatan di Selat Madura Provinsi Jawa Timur


dalam Badan Riset
penelitian Kelautan dan Disertasi Yackob Astor
Tugas Akhir
Perikanan (BRKP) 2016
tahun 2005
Hasil penelitian Zonasi beberapa Definisi Kadaster Kelautan Pemetaan
kegiatan untuk Indonesia dan pola mengenai batas-
pemanfaatan laut di penyelenggaraan Kadaster batas kegiatan
Selat Madura. Kelautan untuk Indonesia yang
Penelitian ini tidak sebagai negara kepulauan berlangsung di
membahas unsur mulai tahap perencanaan, Selat Madura.
batas pengelolaan pemanfaatan, dan
laut daerah pengawasan/pengendalian.
(provinsi dan
kota/kabupaten)
yang mengelilingi
Selat Madura.
Kemanfaatan Membantu Kadaster Kelautan sebagai Membantu
penelitian masyarakat dalam operasional sistem untuk Kementrian
mengelola tatanan membangun pengelolaan Kelautan dan
wilayah secara sumber daya kelautan Perikanan dalam
lebih terkendali dan terpadu antar sektor, menentukan
dapat menjadi pemerintah daerah dan batas-batas
bahan masyarakat adat di dalam kegiatan yang
pertimbangan bagi mewujudkan ada di Selat
pemerintah daerah Pembangunan Kelautan Madura untuk
dalam Indonesia. Izin Lokasi
merencanakan Perairan di
pembangunan di Wilayah Pesisir
wilayah laut yang dan Pulau-Pulau
bersangkutan. Kecil.

Penelitian kadaster kelautan yang dilakukan oleh Badan Riset Kelautan dan
Perikanan (BRKP) di lokasi Selat Madura Provinsi Jawa Timur pada tahun 2005
dan di Teluk Bungus Provinsi Sumatera Barat pada tahun 2007 lebih berorientasi
pada kegiatan Pengelolaan Ruang Laut (Tata Ruang Laut). Kedua penelitian pada
Tabel 2.2 menggunakan pendekatan konsep dan definisi kadaster kelautan dari
Australia dalam upaya menyusun Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil (RZWP3K) yang kemudian dalam tugas akhir memperlengkapi dari
penelitian-penelitian sebelumnya yaitu menerapkan teori Water Boundaries.

Wisayantono (2009) melakukan penelitian disertasi mengenai pengembangan


metode optimisasi spasial. Lokasi penelitian dilakukan di wilayah pesisir Selat

Fernando Yehuda Ariyanto-232014127 13


BAB II DASAR TEORI

Madura Provinsi Jawa Timur. Walaupun tidak membahas mengenai batas-batas


kegiatan, penelitian ini banyak memberikan gambaran mengenai kondisi dan
permasalahan di wilayah pesisir dan laut di Indonesia bagian barat yang banyak
melibatkan sektor perikanan, perhubungan, pertambangan, pertahanan, dan
pemerintahan daerah kabupaten/kota. Penelitian tersebut memberikan informasi
yang digunakan sebagai pendekatan dalam menentukan wilayah studi penelitian ini.

Astor (2016) mulai diperkenalkan dan diterapkan pola penyelenggaraan kadaster


kelautan dalam perspektif Indonesia sebagai negara kepulauan. Diharapkan dengan
adanya referensi mampu memberikan informasi tentang pentingnya peran kadaster
kelautan di Indonesia. Tentunya teori Water Boundaries tidak bisa di pisahkan oleh
kadaster kelautan.

Maulana (2016) membangun Peta Kadaster Kelautan dalam perspektif Undang-


Undang Republik Indonesia No. 4 Tahun 2011. Lokasi penelitian dilakukan di
wilayah pesisir Kota Cirebon Provinsi Jawa Barat. Pada penelitian ini mulai
menggambarkan Peta Kadaster Kelautan Kota Cirebon berdasarkan ruang laut yaitu
permukaan laut, kolom laut, dan dasar laut.

2.2 Teori Water Boundaries


Penentuan batas-batas di laut dimulai saat beberapa negara pantai menentukan batas
kedaulatan negaranya. Penentuan batas negara di laut dikenal dengan istilah
maritime boundaries, yakni pembagian konseptual dari permukaan air bumi (laut)
menggunakan kriteria fisiografi atau geopolitik. Selanjutnya, penentuan dan
penetapan maritime boundaries untuk negara pantai dan negara kepulauan
termasuk Indonesia diatur di dalam Hukum Laut Internasional (UNCLOS 1982).
Kedaulatan suatu negara atas perairannya sangat penting untuk mengetahui sejauh
mana hak dan kewajiban yang dimilikinya, serta mekanisme yang dapat diterapkan
untuk penegakan hukum (berkaitan dengan kewenangan). Suatu negara pantai
(coastal state) memiliki kedaulatan atas wilayah laut yang berbeda dengan negara
kepulauan (archipelagic state).

Pada perkembangannya, penentuan batas laut tidak hanya membahas mengenai


batas negara, tapi membahas juga mengenai batas-batas pengelolaan sumber daya
laut (Water Boundaries) terutama sumber daya mineral. Batas-batas pengelolaan di

Fernando Yehuda Ariyanto-232014127 14


BAB II DASAR TEORI

laut ditentukan menggunakan pendekatan penentuan batas pengelolaan sumber


daya alam di darat yakni digambarkan menggunakan bangun simetris dua dimensi
untuk area (Gambar 2.1). Sedangkan untuk jenis pengelolaan laut yang lebih kecil
dapat digambarkan menggunakan jarak yang sama (Gambar 2.2)

Gambar 2.1 Penentuan Water Boundaries menggunakan Bangun Simetris (NOAA, 2000)

Gambar 2.2 Penentuan Water Boundaries Berdasarkan Jarak (NOAA, 2000)

Perkembangan selanjutnya adalah ketika konsep marine cadastre (kadaster


kelautan) muncul di negara-negara besar non-kepulauan, yakni Australia (1999),
Kanada (2001), dan Amerika (2002) yang memandang laut sebagai objek tiga
dimensi yang terdiri dari permukaan laut, kolom laut, dan dasar laut. Cara pandang
ini menuntut bahwa batas-batas di laut harus digambarkan juga secara tiga dimensi
(horizontal dan vertikal) berdasarkan kedalaman laut. Konsep marine cadastre

Fernando Yehuda Ariyanto-232014127 15


BAB II DASAR TEORI

membawa perubahan dan kemajuan di dalam aspek keilmuan dan kerekayasaan


terkait penentuan batas-batas pengelolaan di laut. (Gambar 2.3)

Gambar 2.3 Visualisasi Penerapan Teori Water Boundaries

2.3 Penerapan Teori Water Boundaries di Negara Australia, Kanada,


Amerika Serikat, dan Indonesia

2.3.1 Australia

Melbourne University Australia membuat konsep diagram marine cadastre


(Gambar 2.4) pada tahun 2002. Konsep tersebut banyak digunakan oleh berbagai
pihak dan peneliti dari berbagai negara sebagai referensi.

Fernando Yehuda Ariyanto-232014127 16


BAB II DASAR TEORI

Gambar 2.4 Ilustrasi visual konsep Marine Cadastre Australia (Binns, 2004).

Kegiatan-kegiatan seperti: Tourism & Recreation, Marine Protected Areas,


Shipping, Heritage, Cables and Pipelines, Aquaculture Leases, Mineral and
Energy, Native Title, and Ocean Waste Disposal harus disiapkan batas-batas
administrasi dan hukum yang mengatur di mana dan kapan kegiatan tersebut dapat
terjadi. Hak (right), batasan (restriction) dan kewajiban (responsibility) yang
mengatur batas-batas tersebut juga harus dicatat sehingga tidak terjadi overlap
kegiatan.

Great Barrier Reef Marine Park (GBRMP) merupakan salah satu taman laut
terbesar di dunia yang melidungi karang dan keanekaragaman hayati laut lainnya
(Gambar 2.5). GBRMP terletak di dalam wilayah laut negara bagian Queensland
sampai dengan wilayah laut federal. Untuk menghindari konflik kewenangan
pengelolaan, maka dibangun kesepakatan untuk menggabungkan tanggung jawab
Pemerintah Negara Bagian Queensland dan pemerintah federal untuk pengelolaan.
Perizinan dan regulasi kegiatan penangkapan ikan oleh nelayan dikendalikan
Pemerintah Negara bagian Queensland, sedangkan kegiatan industri wisata bahari
dan hubungan dengan negara lain diawasi oleh pemerintah federal.

Fernando Yehuda Ariyanto-232014127 17


BAB II DASAR TEORI

Gambar 2.5 Peta zona pemanfaatan laut di Great Barrier Reef Marine Park Australia
(Great Barrier Reef Marine Park Authority, 2016)
Dalam upaya melestarikan GBRMP terkait dengan kegiatan-kegiatan sektoral di
dalamnya maka diberlakukan kombinasi zonasi, perencanaan pengelolaan, dan izin
kegiatan terpadu. Memancing ikan atau makhluk laut lainnya diatur secara ketat,
lalu lintas pelayaran komersil harus tetap berpegang pada rute tertentu untuk
menghindari daerah taman. GBRMP memiliki empat sifat pemanfaatan yang
berbeda, yakni: 1) As of right, digunakan untuk perikanan yang dapat terjadi dalam
zona tertentu, 2) Permitted uses untuk penelitian dan pariwisata yang dapat
dilakukan di sebagian zona, 3) Controlled access use, dan 4) No access zones, untuk
pelestarian dan penelitian yang tidak bisa dilakukan tempat lain. (Astor, 2016)

2.3.2 Kanada

Konsep kadaster kelautan tiga dimensi pada Gambar 2.6 digunakan untuk
merepresentasikan semua hak dan kepentingan yang terjadi di laut, sehingga
memudahkan untuk menentukan hak dan kepentingan yang ada di permukaan air
(water surface), kolom air (water column), lapisan tanah (subsoil of the bed).
Termasuk informasi yang berhubungan dengan hukum, pajak, lingkungan dan

Fernando Yehuda Ariyanto-232014127 18


BAB II DASAR TEORI

lainnya. Informasi tersebut selanjutnya digunakan untuk menentukan hukum-


hukum, peraturan-peraturan, dan kewajiban dari para stakeholder.

Gambar 2.6 Ilustrasi visual konsep Kadaster Kelautan di Kanada (Ng'ang'a, Nichols, Sutherland,
dan Cockburn, 2001)

Batas-batas laut yang berhasil diidentifikasi selanjutnya dilakukan evaluasi dan


visualisasi dari masing-masing batas, kemudian batas-batas tersebut dijadikan
sebagai kerangka konseptual untuk pengelolaan laut di Kanada (Astor, 2018).

Gambar 2.7 Tampilan aplikasi COINAtlantic Marine Cadastre di Kanada (Andrew Sherin, 2015)

Fernando Yehuda Ariyanto-232014127 19


BAB II DASAR TEORI

Gambar 2.7 menunjukkan bahwa di dalam laut terirorial Kanada (0-12 mil laut)
terdapat kewenangan laut provinsi dan federal yang batas-batasnya tidak ditentukan
berdasarkan jarak (mil laut) seperti halnya di Australia (laut state 0-3 mil laut) atau
di Indonesia (laut provinsi 12 mil laut, kota/kabupaten 1/3 dari 12 mil laut). Bahkan
beberapa provinsi, seperti Provinsi British Columbia memiliki kewenangan
pengelolaan laut yang berbeda dibandingkan dengan provinsi lainnya, yakni dengan
memunculkan batas kewenangan laut untuk local government (yang terdiri dari
municipal dan regional) yang tidak ditentukan berdasarkan jarak (mil laut).

2.3.3 Amerika Serikat

Pada tahun 2010, Federal Geographic Data Committee’s (FGDC) Marine


Boundary Working Group (MBWG) mengembangkan kadaster kelautan berbasis
web. Informasi yang ditampilkan antara lain: Jurisdictional Boundaries and Limits,
Federal Georegulations, Navigation and Marine Infrastructure, Proposed Energy
Projects, Geology and Seafloor Data, Marine Habitat and Biodiversity, and Base
Maps. Sistem ini menerapkan prinsip-prinsip kadaster untuk perencanaan laut
terpadu dengan menyediakan akses yang mudah dan menyeluruh terkait data dan
informasi kelautan sebagai pendekatan terpadu dalam pengelolaan sumber daya
wilayah pesisir dan laut.

Konsep kadaster kelautan selanjutnya dikembangkan menjadi Multipurpose


Marine Cadastre oleh NOAA Coastal Services Centre and the Mineral
Management Service (CSC-MMS) yang dapat memberikan informasi mengenai
Alternative Energy, Ocean Planning, Habitat Conservation, Human
Use/Recreation, Marine Protected Areas (MPA), dan Aquaculture seperti yang
ditampilkan pada Gambar 2.8 (Astor, 2016).

Fernando Yehuda Ariyanto-232014127 20


BAB II DASAR TEORI

Gambar 2.8 Tampilan sistem aplikasi Multipurpose Marine Cadastre di Amerika

(NOAA, 2010)

NOAA dan lembaga federal lainnya telah menggunakan Coastal Zone Management
Act (CZMA) sebagai sarana untuk mengatasi masalah kewenangan pengelolaan laut
negara bagian dan federal di dalam mengimplementasikan program-program
pengelolaan pesisir dan laut milik negara bagian yang berada di perairan federal.
CZMA memberikan kesempatan kepada negara bagian untuk dapat memasukkan
program rencana pengelolaan pesisir dan laut mereka di perairan laut federal. Jika
disetujui maka pemerintah federal akan memberikan izin atau lisensi kepada negara
bagian tersebut selama melakukan kegiatan di perairan laut federal. Sebagai contoh
pada Gambar 2.9 memperlihatkan kegiatan pengelolaan sumber daya laut untuk
pemanfaatan energi alternatif di negara bagian Rhode Island.

Fernando Yehuda Ariyanto-232014127 21


BAB II DASAR TEORI

Gambar 2.9 Peta batas pengelolaan laut antara negara bagian Rhode Island dan pemerintah
federal Amerika (NOAA, 2010).

Konflik pemanfaatan laut antara pemerintah negara bagian atau federal atau pihak
swasta dengan hak laut adat dapat diselesaikan berdasarkan keputusan mahkamah
konstitusi, dimana seringkali hukum adat harus mengalah jika dihadapkan dengan
kegiatan pemanfaan laut untuk kepentingan negara. Tidak ditemukan wilayah laut
adat di Amerika.

2.3.4 Indonesia

Penerapan teori Water Boundaries di Indonesia juga sudah mulai diterapkan untuk
mengetahui batas-batas kegiatan yang berlangsung di perairan Indonesia. Ada
beberapa contoh penerapan teori Water Boundaries di Selat Madura antara lain:

Fernando Yehuda Ariyanto-232014127 22


BAB II DASAR TEORI

Gambar 2.10 Peta Pemanfaatan Ruang Selat Madura (Badan Riset Kelautan dan Perikanan, 2005)

Pada Gambar 2.10 Peta Pemanfaatan Ruang Selat Madura dari Badan Riset
Kelautan dan Perikanan tahun 2005 menginfomasikan bahwa tidak semua lokasi
yang ada di perairan Selat Madura dapat dimasuki atau dilalui oleh setiap orang
atau kegiatan.

Gambar 2.11 Peta Persebaran Kerja Minyak dan Gas Bumi di Provinsi Jawa Timur

(Migas, 2008)

Berdasarkan informasi dari Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa
Timur tahun 2008 terdapat 30 blok kegiatan pertambangan (Gambar 2.11),
termasuk di perairan Selat Madura.

Fernando Yehuda Ariyanto-232014127 23


BAB II DASAR TEORI

Contoh lain penentuan batas-batas di laut ditunjukkan pada Gambar 2.12 yakni
konflik batas di Blok Ambalat antara Indonesia dan Malaysia.

Gambar 2.12 Konflik Migas di Blok Ambalat Antara Indonesia dengan Malaysia

Berdasarkan Gambar 2.12 maka penerapan teori Water Boundaries di empat negara
sebagian besar digunakan untuk memetakan atau menentukan batas pengelolaan
sumber daya laut untuk Alternative Energy, Ocean Planning, Habitat
Conservation, Human Use/Recreation, Marine Protected Areas (MPA), dan
Aquaculture. Selain itu, Teori Water Boundaries di Indonesia dan tiga negara
lainnya diterapkan dengan menggambarkan batas-batas secara area (poligon) untuk
kegiatan yang sejenis (Astor, 2016).

Water Boundaries di Indonesia dan tiga negara lainnya digambarkan secara


horizontal dan belum ada visualisasi Water Boundaries secara vertikal. Oleh karena
itu diperlukan penerapan teori Water Boundaries secara horizontal dan vertikal
sesuai dengan kondisi ruang laut dan jenis kegiatan pengelolaan laut yang terdapat
di permukaan laut, kolom laut, dan dasar laut.

Fernando Yehuda Ariyanto-232014127 24


BAB II DASAR TEORI

2.4 Penentuan Izin Lokasi Perairan di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau


Kecil di Indonesia
Dalam memanfatkan sumber daya alam di darat dan laut diperlukan suatu bukti
untuk menjamin bahwa kegiatan pemanfaatan tersebut sah dan legal di atas hukum.
Untuk di darat kementerian yang diberi wewenang untuk mengeluarkan surat izin
adalah Kementerian Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional. Bidang tanah bisa
dimanfaatkan dan dimiliki oleh personal atau badan usaha lain yang mempunyai
identitas yang jelas. Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN)
mengeluarkan hak kepemilikan tanah maupun izin penggunaan tanah. Berbeda
dengan perairan yang tidak bisa dimiliki (tidak ada hak kepemilikan) oleh personal
atau badan usaha tetapi bisa dimanfaatkan sumber dayanya dalam bentuk izin.
Untuk itu diperlukan suatu Izin Lokasi di wilayah perairan khususnya wilayah
pesisir. Indonesia mulai mengatur mengenai Izin Lokasi di wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil. Peraturan perundangan tersebut antara lain:

Tabel 2.3 Peraturan Perundangan yang Mengatur Mengenai Izin Lokasi Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil

No Peraturan Keterangan
Perundangan
1. Undang-Undang (1) Pengelolaan ruang Laut dilakukan untuk:
Republik Indonesia a. melindungi sumber daya dan lingkungan dengan
Nomor 32 Tahun berdasarkan pada daya dukung lingkungan dan
2014 tentang kearifan lokal;
Kelautan pada BAB b. memanfaatkan potensi sumber daya dan/atau
VIII Pengelolaan kegiatan di wilayah Laut yang berskala nasional
Ruang Laut dan dan internasional; dan
Pelindungan c. mengembangkan kawasan potensial menjadi pusat
Lingkungan Laut kegiatan produksi, distribusi, dan jasa.
(2) Pengelolaan ruang Laut meliputi perencanaan,
pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian.
(3) Pengelolaan ruang Laut sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dilaksanakan dengan berdasarkan
karakteristik Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagai negara kepulauan dan mempertimbangkan
potensi sumber daya dan lingkungan Kelautan.
(Pasal 42).

Fernando Yehuda Ariyanto-232014127 25


BAB II DASAR TEORI

Tabel 2.3 Peraturan Perundangan yang Mengatur Mengenai Izin Lokasi Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil (lanjutan)

No Undang-Undang Keterangan

(1) Setiap orang yang melakukan pemanfaatan ruang


Laut secara menetap di wilayah perairan dan wilayah
yurisdiksi wajib memiliki izin lokasi.
(2) Izin Lokasi yang berada di wilayah pesisir dan
pulaupulau kecil dilakukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(4) Ketentuan mengenai Izin Lokasi di Laut yang berada
di wilayah perairan dan wilayah yurisdiksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tata cara
pengenaan sanksi administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
(Pasal 47 ayat 1, 2 dan 4).
2. Undang-Undang (1) Setiap Orang yang melakukan pemanfaatan ruang dari
Republik Indonesia sebagian Perairan Pesisir dan pemanfaatan sebagian
Nomor 1 Tahun pulau-pulau kecil secara menetap wajib memiliki
2014 Tentang Izin Lokasi. (2) Izin Lokasi sebagaimana dimaksud
Perubahan Atas pada ayat (1) menjadi dasar pemberian Izin
Undang-Undang Pengelolaan.”
Nomor 27 Tahun (Pasal 16)
2007 tentang
Pengelolaan (1) Izin Lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16
Wilayah Pesisir Dan ayat (1) diberikan berdasarkan rencana zonasi
Pulau-Pulau Kecil wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
pada Bagian Kesatu (2) Pemberian Izin Lokasi sebagaimana dimaksud pada
Izin Pada Pasal 16, ayat (1) wajib mempertimbangkan kelestarian
17, 19 Ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil, Masyarakat,
nelayan tradisional, kepentingan nasional, dan hak
lintas damai bagi kapal asing.
(3) Izin Lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan dalam luasan dan waktu tertentu.
(4) Izin Lokasi tidak dapat diberikan pada zona inti di
kawasan konservasi, alur laut, kawasan pelabuhan,
dan pantai umum.”
(Pasal 17)

(1) Setiap Orang yang melakukan pemanfaatan sumber


daya Perairan Pesisir dan perairan pulaupulau kecil
untuk kegiatan:
a. produksi garam;
b. biofarmakologi laut;
c. bioteknologi laut;
d. pemanfaatan air laut selain energi;
e. wisata bahari;
f. pemasangan pipa dan kabel bawah laut; dan/atau
g. pengangkatan benda muatan kapal tenggelam,
wajib memiliki Izin Pengelolaan.

Fernando Yehuda Ariyanto-232014127 26


BAB II DASAR TEORI

Tabel 2.3 Peraturan Perundangan yang Mengatur Mengenai Izin Lokasi Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil (lanjutan)

No Undang-Undang Keterangan
(2) Izin Pengelolaan untuk kegiatan selain sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diberikan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Dalam hal terdapat kegiatan pemanfaatan sumber
daya Perairan Pesisir dan perairan pulau-pulau kecil
yang belum diatur berdasarkan ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.” (Pasal 19)

3. Peraturan Menteri RZWP-3-K provinsi dan RZWP-3-K kabupaten/kota


Kelautan Dan menjadi dasar pemberian Izin Lokasi. (Pasal 15)
Perikanan Republik
Indonesia Nomor
34/PERMEN-
KP/2014 tentang
Perencanaan
Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil
pada Bagian Kedua
RZWP-3-K
4. Peraturan (1) Setiap Orang yang melakukan pemanfaatan ruang
Pemerintah dari sebagian perairan di wilayah pesisir dan pulau-
Republik Indonesia pulau kecil secara menetap wajib memiliki Izin
Nomor Tahun 2017 Lokasi Perairan Pesisir.
tentang Izin Lokasi (2) Izin Lokasi Perairan Pesisir sebagaimana dimaksud
Perairan dan Izin pada ayat (1) menjadi dasar pemberian Izin
Pengelolaan Pengelolaan.
Perairan Di Wilayah (3) Kewajiban memiliki Izin Lokasi Perairan Pesisir
Pesisir dan Pulau- sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikecualikan
Pulau Kecil BAB II bagi Masyarakat Hukum Adat. (Pasal 3)
Izin Lokasi Perairan
Pesisir (1) Izin Lokasi Perairan Pesisir sebagaimana dimaksud
Bagian Kesatu dalam Pasal 3 ayat (2) diberikan berdasarkan
Rencana Zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil.
(2) Pemberian Izin Lokasi Perairan Pesisir
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
mempertimbangkan kelestarian ekosistem
pesisir dan pulau-pulau kecil, Masyarakat,
nelayan tradisional, kepentingan nasional, dan
hak lintas damai bagi kapal asing.

Fernando Yehuda Ariyanto-232014127 27


BAB II DASAR TEORI

Tabel 2.3 Peraturan Perundangan yang Mengatur Mengenai Izin Lokasi Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil (lanjutan)

No Undang-Undang Keterangan
(3) Selain pertimbangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), dalam rangka kedaulatan Negara
pemberian Izin Lokasi Perairan Pesisir wajib
mempertimbangkan kepentingan pertahanan dan
keamanan.
(4) Izin Lokasi Perairan Pesisir sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) tidak dapat diberikan pada:
a. zona inti di kawasan konservasi;
b. alur laut;
c. kawasan Pelabuhan; dan
d. pantai umum.
(Pasal 4)
5 Peraturan Daerah (2) Izin lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
Provinsi Jawa Timur terdiri atas:
Nomor 1 Tahun a. Izin Lokasi Perairan Pesisir, untuk pemanfaatan ruang
2018 Tentang secara menetap di sebagian perairan pesisir; dan
Rencana Zonasi b. Izin Lokasi Pulau-Pulau Kecil, untuk pemanfaatan
Wilayah Pesisir dan ruang secara menetap di sebagian pulau-pulau kecil.
Pulau-pulau Kecil (3) Izin Lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
Provinsi Jawa Timur diberikan berdasarkan RZWP-3-K yang berlaku dan
Tahun 2018-2038 menjadi dasar pemberian izin pengelolaan.
Pasal 56 (4) Izin Lokasi tidak dapat diberikan pada zona inti di
kawasan konservasi, alur laut, kawasan pelabuhan, dan
pantai umum.

Peraturan perundangan pada Tabel 2.3 mempunyai isi dan maksud yang sama yaitu
bagaimana menentukan Izin Lokasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika akan menentukan Lokasi Izin di
wilayah perairan dan yang terpenting tidak mengganggu kegiatan yang lain.
Diperlukan Izin Lokasi dengan menerapkan teori Water Boundaries.

Fernando Yehuda Ariyanto-232014127 28


BAB III METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab ini berisi tentang prosedur, metode/cara, bahan/materi, data yang
dibutuhkan, proses yang dilakukan, gambaran produk akhir, dan jadwal penelitian.
Metodologi Penelitian ditampilkan dalam bentuk diagram alir yang sistematik
(Gambar 3.1), selanjutnya masing-masing tahapan pada diagram alir dapat
dijadikan sebagai sub bab untuk menjelaskan lebih detail tahapan mengenai
Metodologi Penelitian.

1. Identifikasi Masalah

Permasalahan dalam penelitian ini mengenai banyaknya kegiatan pengelolaan


ruang laut di pesisir dan pulau-pulau kecil di Selat Madura. Solusi pemecahan
masalah di Selat Madura dengan mengumpulkan data kegiatan eksisting dan
memberi Boundaries secara horizontal dan vertikal.

2. Studi Literatur

Tahap ini merupakan tahap lebih lanjut untuk mempelajari teori Water Bondaries
serta penerapannya di Indonesia dan Luar Negeri seperti di Kanada, Australia, dan
Amerika Serikat serta Peraturan Perundangan pengelolaan laut di Indonesia. Di
dalam Peraturan tersebut dijelaskan mengenai dibutuhkannya Lampiran Peta Izin
Lokasi Perairan Pesisir dan Laut kegiatan pemanfaatan di wilayah studi seperti
Sektor Perikanan, Perhubungan, Pertambangan dan Pertahanan. Pada Undang-
Undang RI No. 1 Tahun 2014 juga termuat mengenai Pengelolaan Wilayah Pesisir
dan Pulau-pulau Kecil yang digunakan untuk dasar dalam penelitian ini serta Draft
Peraturan Pemerintah RI dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI
Kelautan dan Perikanan RI Tahun 2017 tentang Penatausahaan Izin Lokasi Perairan
Pesisir Dan Izin Pengelolaan Perairan Di Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil.

3. Pengumpulan Data

Pada tahap ini akan dikumpulkan data untuk menunjang Tugas Akhir yang terdiri
dari dua data, data primer dan data sekunder. Data primer yang digunakan adalah
letak kegiatan pengelolaan yang berada di Selat Madura dalam bentuk koordinat

Fernando Yehuda Ariyanto-232014127 29


BAB III METODOLOGI PENELITIAN

dalam sektor Migas dan Alur Pelayaran. Data sekunder yang digunakan adalah Peta
Rencana Zonasi Wilayah pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K) Provinsi Jawa
Timur. Dari Data Sekunder kemudian diproses Pembuatan Peta Izin Lokasi
Perairan Permukaan Laut, Kolom Laut, dan Dasar Laut dengan pembagian
berdasarkan kedalaman di Selat Madura.

4. Output

Setelah pembuatan Peta Izin Lokasi Perairan Permukaan Laut, Kolom Laut, Dasar
Laut dan penentuan Water Boundaries horizontal dan vertikal kemudian dengan
menggunakan metode Overlay maka akan dihasilkan yaitu Peta Izin Lokasi
Perairan Permukaan Laut, Kolom Laut, dan Dasar Laut serta berisi informasi
Boundaries kegiatan di Sektor Migas dan Alur Pelayaran di Selat Madura. Jika
persyaratan tidak memenuhi atau Boundaries kegiatan bersinggungan dengan
Boundaries kegiatan lain maka kembali ke tahap identifikasi lokasi kegiatan. Selain
menentukan Water Boundaries untuk batas-batas kegiatan pengelolaan, penelitian
ini juga menghasilkan Prosedur Penentuan Water Boundaries untuk Batas Izin
Lokasi Perairan dan Izin Pengeolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil yang
belum dirancangkan dalam Rancangan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan
Republik Indonesia dan Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah tentang Izin
Lokasi Perairan dan Izin Pengelolaan di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil .

Fernando Yehuda Ariyanto-232014127 30


BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Gambar 3.1 Metodologi Penelitian

Fernando Yehuda Ariyanto-232014127 31


BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Deskripsi Lokasi Tugas Akhir


Provinsi Jawa Timur (Gambar 3.2) terletak pada 111˚0' hingga 114˚4' Bujur Timur,
dan 7˚12' hingga 8˚48' Lintang Selatan. Luas wilayah Provinsi Jawa Timur
mencapai 46.428,57 km2 berupa daratan dan 119.720 km2 berupa lautan dengan
jumlah pulau 74 pulau terdiri dari 29 kabupaten, sembilan kota, dan 657 kecamatan
dengan 8.486 desa/kelurahan. Di sebelah utara, Provinsi Jawa Timur berbatasan
dengan Laut Jawa. Di sebelah timur berbatasan dengan Selat Bali. Di sebelah
selatan berbatasan dengan perairan terbuka, Samudera Indonesia, sedangkan di
sebelah barat berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah (KKP, 2010).
Secara umum wilayah Jawa Timur terbagi dalam dua bagian besar, yaitu Jawa
Timur daratan hampir mencakup 90% dari seluruh luas wilayah Provinsi Jawa
Timur, dan wilayah Kepulauan Madura yang sekitar 10% dari luas wilayah Jawa
Timur. Madura adalah pulau terbesar di Jawa Timur, dipisahkan dengan daratan
Jawa oleh Selat Madura. Pulau Bawean berada sekitar 150 kilometer sebelah utara
Jawa. Di sebelah timur Madura terdapat gugusan pulau, paling timur adalah
Kepulauan Kangean, dan paling utara adalah Kepulauan Masalembu. Di bagian
selatan terdapat dua pulau kecil, Nusa Barung dan Pulau Sempu (KKP, 2010).

Gambar 3.2 Peta Administrasi Provinsi Jawa Timur (BIG, 2015)

Fernando Yehuda Ariyanto-232014127 32


BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.2 Pengumpulan Data Geospasial


Dalam penelitian ini menggunakan peta Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil Provinsi Jawa Timur dengan skala 1:1.000.000 yang
diklasifikasikan menurut jenis kegiatan dan ekosistem yang berlangsung di Provinsi
Jawa Timur. Jenis kegiatan tersebut meliputi ekosistem mangrove, ekosistem
terumbu karang, ekosistem lamun, Potensi Sumber Daya Mineral, Peta
Pemanfaatan Wilayah Laut Eksisting, Rencana Pemanfaatan Ruang Laut, Analisis
Kesesuaian Budidaya Ikan Kerapu, Analisis Kesesuaian Budidaya Kerang Mutiara,
Analisis Kesesuaian Budidaya Rumput Laut, Analisis Kesesuaian Perikanan
Tangkap, Analisis Kesesuaian KJA Offshore, Wisata Jet Ski dan Ski Air,
Kesesuaian Wisata Pancing, Kesesuaian Wisata Selam, dan Kesesuaian Wisata
Snorkling.

3.2.1 Peta Ekosistem Mangrove, Terumbu Karang, dan Padang Lamun

Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Timur pada tahun 2016 melakukan
pemetaan sebaran dan kerapatan hutan mangrove, terumbu karang, dan padang
lamun dengan menggunakan data penginderaan jauh serta dilakukannya validasi
data dengan survei lapangan pada tahun yang sama.

Pada Gambar 3.3 terpetakan wilayah Jawa Timur mempunyai banyak ekosistem
mangrove di sekitar wilayah pesesir mulai dari Situbondo, Krakasan, Probolinggo,
Pasuruan, Bangil, Sidoharjo, Surabaya, dan Gresik. Untuk ekosistem mangrove di
wilayah Pulau Madura terdapat di pesisir Sumenep, Pamekasan, dan Bangkalan.
Tidak hanya di pesisir wilayah Jawa Timur dan Pulau Madura saja tetapi pulau-
pulau kecil yang berada di sebelah timur Pulau Madura juga terdapat ekosistem
mangrove.

Kondisi yang berbeda pada Ekosistem Terumbu Karang (Gambar 3.4) pada wilayah
Jawa Timur dan Pulau Madura tidak banyak di temukan ekosistem terumbu Karang
yang berada dalam kondisi baik sekali atau yang berarti kondisi tutupan terumbu
karang > 70%. Dari wilayah pesisir Jawa Timur dan Pulau Madura yang ditemukan
kondisi ekosistem terumbu karang dalam kondisi baik sekali berada di Banyuputih
Kabupaten Situbondo. Kondisi yang sama ditemukan pada ekosistem padang lamun

Fernando Yehuda Ariyanto-232014127 33


BAB III METODOLOGI PENELITIAN

(Gambar 3.5). Banyuputih Kabupaten Situbondo banyak ditemukan kondisi lamun


yang sehat atau berarti Tutupan Lamun > 70%.

Gambar 3.3 Peta Ekosistem Mangrove (RZWP3K Provinsi Jawa Timur, 2018)

Gambar 3.4 Peta Ekosistem Terumbu Karang (RZWP3K Provinsi Jawa Timur, 2018)

Fernando Yehuda Ariyanto-232014127 34


BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Gambar 3.5 Peta Ekosistem Lamun (RZWP3K Provinsi Jawa Timur, 2018)

3.2.2 Peta Potensi Sumber Daya Mineral

Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan memetakan wilayah potensi


sumber daya mineral di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang ada di Jawa
Timur. Ditemukan banyak batu karang, pasir, dan kerikil di pulau-pulau kecil di
sebelah Timur Pulau Madura. Di wilayah pesisir Situbondo juga ditemukan banyak
pasir dan kerikil. Sehingga bisa digambarkan bahwa wilayah pesisir Situbondo
mempunyai dasar perairan yang berpasir dan cenderung labil untuk kondisi dasar
laut.

Fernando Yehuda Ariyanto-232014127 35


BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Gambar 3.6 Peta Potensi Sumber Daya Mineral (RZWP3K Provinsi Jawa Timur, 2018)

3.2.3 Peta Pemanfaatan Wilayah Laut Eksisting

Banyak kegiatan yang berlangsung di Selat Madura baik kegiatan yang berada di
permukaan, kolom, dan dasar laut antara lain alur kabel telekomunikasi bawah laut,
pipa gas bawah laut, daerah latihan militer Angkatan Laut, alur pelayaran baik lintas
antar Kabupaten Kota, lintas antar Provinsi, dan lintas dalam Kabupaten Kota.
Dengan banyaknya kegiatan yang berlangsung di Selat Madura maka diperlukan
sistem yang saling terintegrasi antar sektor. Keberadaan Peta Pemanfaatan Wilayah
Laut Eksisting menjadi hasil dari terintegrasinya berbagai sektor.

Fernando Yehuda Ariyanto-232014127 36


BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Gambar 3.7 Peta Pemanfaatan Ruang Laut Eksisting (RZWP3K Provinsi Jawa Timur, 2018)

3.2.4 Peta Rencana Pemanfaatan Ruang Laut

Selain kegiatan eksisiting di Selat Madura, juga sudah dipetakan untuk perencanaan
pemanfaatan ruang laut di Selat Madura sehingga pemerintah dan masyarakat bisa
mengetahui bagaimana rencana pertambangan dan energi, rencana kawasan
konservasi serta rencana pelabuhan. Dengan adanya peta rencana pemanfaatan
ruang laut bisa menjadi proses pembangunan jangka panjang dan meningkatkan
pendapatan serta pemanfaatan ruang laut wilayah Selat Madura.

Fernando Yehuda Ariyanto-232014127 37


BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Gambar 3.8 Peta Rencana Pemanfaatan Ruang Laut (RZWP3K Provinsi Jawa Timur, 2018)

3.2.5 Peta Analisis Kesesuaian Budidaya Ikan Kerapu, Kerang Mutiara,


dan Rumput Laut

Pada tahun 2016 oleh Dinas Kelautan dan Perikanan melakukan Pemetaan Analisis
Kesesuaian Budidaya Ikan Kerapu, Budidaya Kerang Mutiara, dan Budidaya
Rumput Laut. Sebagian besar daerah Jawa Timur dianalisis kurang sesuai untuk
digunakan sebagai Budidaya Ikan Kerapu. Walaupun demikian ada beberapa lokasi
yang sesuai untuk dijadikan Budidaya Ikan Kerapu. (Gambar 3.9). Berbeda halnya
dengan Budidaya Kerang Mutiara (Gambar 3.10). Untuk wilayah Jawa Timur
menurut hasil analisis dari data peta didapati hasil bahwa tidak sesuai untuk
digunakan sebagai Budidaya Kerang Mutiara. Hanya beberapa lokasi saja yang
cocok untuk dijadikan lokasi Budidaya Mutiara. Pada Gambar 3.11 terlihat untuk
wilayah Selat Madura lebih cenderung kurang sesuai untuk dijadikan Budidaya
Rumput Laut, namun demikian untuk wilayah pesisir Pulau Madura dari
Pamekasan hingga Sumenep dan pesisir Jawa Timur dari Situbondo hingga
Probolinggo bisa digunakan untuk kegiatan budidaya.

Fernando Yehuda Ariyanto-232014127 38


BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Gambar 3.9 Peta Analisis Kesesuaian Budidaya Ikan Kerapu (RZWP3K Provinsi Jawa Timur,
2018)

Gambar 3.10 Peta Analisis Kesesuaian Budidaya Kerang Mutiara (RZWP3K Provinsi Jawa
Timur, 2018)

Fernando Yehuda Ariyanto-232014127 39


BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Gambar 3.11 Peta Analisis Kesesuaian Budidaya Rumput Laut (RZWP3K Provinsi Jawa Timur,
2018)

3.2.6 Peta Analisis Kesesuaian Perikanan Tangkap

Untuk kegiatan Perikanan Tangkap di wilayah Selat Madura tergolong kurang


sesuai menurut hasil analisis kesesuaian. Daerah yang sesuai dijadikan kegiatan
Perikanan Tangkap di sekitar selatan pesisir Jawa Timur. Wilayah Selat Madura
dominan kurang sesuai untuk dijadikan perikanan tangkap karena banyaknya
kegiatan eksisting yang ada di Selat Madura.

Fernando Yehuda Ariyanto-232014127 40


BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Gambar 3.12 Peta Analisis Kesesuaian Perikanan Tangkap (RZWP3K Provinsi Jawa Timur,
2018)

3.2.7 Peta Analisis Kesesuaian Keramba Jaring Apung (KJA) Offshore

Sesuai dengan Peta Analisis Kesesuaian KJA Offshore (Gambar 3.13) maka daerah
Selat Madura sebagian wilayah cocok untuk digunakan kegiatan KJA Offshore.
Dengan dipetakannya wilayah yang sesuai untuk kegiatan KJA Offshore maka
memberi peluang besar kepada masyarakat sekitar untuk memasang KJA sesuai
dengan lokasi yang tepat.

Fernando Yehuda Ariyanto-232014127 41


BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Gambar 3.13 Peta Analisis Kesesuaian KJA Offshore (RZWP3K Provinsi Jawa Timur, 2018)

3.2.8 Peta Kesesuaian Wisata Jet Ski dan Ski Air, Pancing, dan Snorkling

Pada Gambar 3.14 bisa dianalisis bahwa wilayah di sekitar pesisir tidak cocok
digunakan untuk Wisata Jet Ski dan Ski Air. Pada wilayah Selat Madura juga
kurang cocok untuk kegiatan tersebut. Mengingat ada banyak kegiatan eksisting
yang berlangsung di Selat Madura yang menyebabkan kurang cocoknya untuk
digunakan sebagai Wisata Jet Ski dan Ski Air. Faktor kedalaman juga
mempengaruhi cocok atau tidaknya kegiatan wisata ini diadakan.

Tidak banyak tempat yang cocok untuk dijadikan Wisata Pancing (Gambar 3.15)
terutama pada daerah Selat Madura. Perlu diperhatikan bahwa di Selat Madura juga
digunakan oleh TNI AL untuk berlatih militer sehingga banyak wilayah terlarang
untuk digunakan sebagai wisata.

Kondisi yang tidak berbeda jauh untuk kegiatan snorkling (Gambar 3.16). Wilayah
Selat Madura tidak sesuai untuk dijadikan lokasi wisata snorkling dengan ditandai
warna merah dan kurang sesuai dengan ditunjukkan warna kuning.

Fernando Yehuda Ariyanto-232014127 42


BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Gambar 3.14 Peta Kesesuaian Wisata Jet Ski dan Ski Air (RZWP3K Provinsi Jawa Timur, 2018)

Gambar 3.15 Peta Kesesuaian Wisata Pancing (RZWP3K Provinsi Jawa Timur, 2018)

Fernando Yehuda Ariyanto-232014127 43


BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Gambar 3.16 Peta Wisata Selam (RZWP3K Provinsi Jawa Timur, 2018)

Dalam penelitian ini menggunakan peta Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil Provinsi Jawa Timur karena peta RZWP3K mengacu kepada
peta dasar yang sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun
2011 tentang Informasi Geospasial.

3.3 Pengolahan Data

3.3.1 Pembuatan Peta Permukaan, Kolom, dan Dasar Laut

Di dalam Peta RZWP3K terdapat kegiatan-kegiatan eksisting yang ada di Selat


Madura. Dari berbagai macam kegiatan nantinya akan di susun sesuai dengan letak
kegiatan tersebut. Pembuatan Peta Izin Lokasi Perairan dibagi berdasarkan tingkat
kedalaman. Ada dua pendekatan untuk membagi ruang laut berdasarkan
kedalaman. Pada klasifikasi ruang laut berdasarkan kontur (Gambar 3.17)
permukaan laut diukur dari kegiatan yang berada di atas permukaan air hingga
kedalaman dua meter. Pendekatan ini disesuaikan dengan tingkat kedalaman di
masing-masing daerah yang akan dijadikan Izin Lokasi. Penggambaran kolom laut
diukur dari dua meter hingga dasar laut atau sembilam puluh meter dan untuk dasar

Fernando Yehuda Ariyanto-232014127 44


BAB III METODOLOGI PENELITIAN

laut digambarkan semua kegiatan yang berlangsung di dasar laut hingga di bawah
dasar atau lapisan di bawah dasar laut. Mengingat ada juga kegiatan yang ada di
bawah lapisan dasar laut seperti pemendaman pipa gas dan kabel listrik.

Gambar 3.17 Klasifikasi Ruang Laut Berdasarkan Kontur

Klasifikasi ruang laut berdasarkan ruang yang sama yaitu dengan tidak menghitung
lapisan dibawah dasar laut seperti pada Gambar 3.17. Ruang laut dibagi
berdasarkan kedalaman hingga dasar dibagi 3 ruang untuk permukaan, kolom, dan
dasar.

Gambar 3.18 Klasifikasi Ruang Laut Berdasarkan Ruang Yang Sama

Fernando Yehuda Ariyanto-232014127 45


BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Kegiatan Eksisting yang ada di Ruang Permukaan Laut Selat Madura

Daerah Ranjau, Garis Pantai, Kontur Kedalaman, Platform Migas, Pelabuhan, Alur Lintas Antar Kabupaten Kota,
Alur Lintas Dalam Kabupaten Kota, Alur Lintas Antar Provinsi, Lokasi Penyu, Bangunan PLTU, Daerah
Terlarang, Daerah Latihan, Batas Daerah Latihan TNI AL, Migrasi Biota, KJA Offshore, Wisata Pancing, Budidaya
Rumput Laut, Wisata Jet Ski dan Ski Air, DLKR, DLKP, Zona Blok Migas, dan Kegiatan yang melintas secara
tradisional

Kegiatan Eksisting yang ada di Ruang Kolom Laut Selat Madura

Peta Rencana Zonasi Ekosistem Mangrove, Ekosistem Lamun, Ekosistem Terumbu Karang, Platform Migas, Pelabuhan, Rencana Pipa
Wilayah Pesisir dan Minyak Bawah Laut, Rencana Pipa Gas Bawah Laut, Daerah Ranjau, Alur Lintas Antar Kabupaten Kota, Alur
Pulau-Pulau Kecil Lintas Antar Provinsi, Daerah Terlarang, Daerah Latihan, Batas Daerah Latihan TNI AL, Peat, Coral Reef, Sand
Provinsi Jawa Timur and Gravel, Rencana Pertambangan Minyak, Rencana Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil,
Rencana Kawasan Konservasi Perairan, Wisata Snorkling, Budidaya Ikan Kerapu, Wisata Pancing, Budidaya
Kerang Mutiara, Perikanan Tangkap, DLKR, DLKP, dan Zona Blok Migas

Kegiatan Eksisting yang ada di Ruang Dasar Laut Selat Madura

Platform Migas, Kabel Telekomunikasi Bawah Laut, Pipa Gas Bawah Laut, Rencana Pipa Minyak Bawah Laut,
Rencana Pipa Gas Bawah Laut, Daerah Ranjau, Daerah Terlarang, Daerah Latihan, Batas Daerah Latihan TNI AL,
Zona Blok Migas, Zona Penambangan Pasir Laut, Peat, Coral Reef, Sand and Gravel, Rencana Pertambangan
Minyak, Rencana Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Rencana Kawasan Konservasi Perairan

Gambar 3.19 Diagram Alir Pembagian Kegiatan Eksisting Berdasarkan Kontur

Fernando Yehuda Ariyanto-232014127 46


BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.3.1.1 Klasifikasi Kegiatan di Ruang Permukaan Laut


Untuk membuat Peta Permukaan Laut langkah yang dilakukan yaitu
menggabungkan kegiatan-kegiatan eksisting yang berlangsung di permukaan laut
Selat Madura. Pemilihan kegiatan yang berada di permukaan disesuaikan dengan
letak atau posisi serta kedalaman kegiatan tersebut. Ada 21 kegiatan yang masuk
ke dalam ruang Permukaan Laut.

3.3.1.2 Klasifikasi Kegiatan di Ruang Kolom Laut


Pembuatan Peta Kolom Laut disesuaikan dengan jenis kegiatan yang berlangsung
di daerah kolom laut dengan berdasarkan kedalamannya. Segala jenis kegiatan yang
berlangsung di ketiga ruang laut tetap ditampilkan informasinya.

3.3.1.3 Klasifikasi Kegiatan di Ruang Dasar Laut


Dalam proses pembuatan Peta Dasar Laut diperlukan juga informasi-informasi apa
saja yang berlangsung di dasar laut hingga substrat bawah dasar lautnya. Seperti
contoh penanaman pipa gas yang dipendam sedalam dua meter jika kedalamannya
kurang dari tiga belas meter menurut Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi
Nomor 300.K/38/M.PE/1997 Pasal 13. Menurut Peraturan Menteri Perhubungan
Nomor PM 129 Tahun 2016 tentang Alur Pelayaran di Laut dan Bangunan/Instalasi
di Perairan Pasal 64 Ayat 2 bahwa perairan dengan kedalaman kurang dari dua
puluh meter instalasi pipa harus dipendam dua meter di bawah permukaan dasar
perairan. Pada kasus ini masih terlihat jelas bagaimana sektor migas dengan sektor
pelayaran masih belum terintegrasi.

3.3.2 Penerapan Teori Water Boundaries Horizontal dan Vertikal Pipa


Migas, Jalur Pelayaran, dan Rig

Ada berbagai macam jenis kegiatan eksisting yang ada di Selat Madura baik itu
yang terletak di permukaan laut, kolom laut, dan dasar laut. Dalam penelitian ini
akan menggunakan tiga kegiatan yang akan diberi batas secara horizontal dan
vertikal yaitu Pipa Migas, Alur Pelayaran, dan Rig Migas karena ketiga kegiatan
tersebut sering terjadinya konflik. Ketiga kegiatan akan diberi batas secara
horizontal dan vertikal sesuai dengan undang-undang dan ketentuan yang berlaku
di Indonesia.

Fernando Yehuda Ariyanto-232014127 47


BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Undang-Undang Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, Peraturan Pemerintah


Nomor 5 tahun 2010 tentang Kenavigasian serta Peraturan Menteri Perhubungan
Nomor 129 tahun 2016 tentang Alur Pelayaran di Laut dan atau Instalasi di
perairan menyebutkan bahwa untuk lokasi bangunan atau instalasi bawah laut
seperti pipa dan kabel bawah laut serta zona keamanan dan keselamatan berlayar
harus mempunyai batas aman 500 meter terhitung dari sisi luar bangunan. Maka
instalasi pipa migas dan rig diberi batas aman 500 meter ke kanan dan 500 meter
ke kiri sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

Dengan menggunakan tools buffer pada ArcGis kita bisa membuat Boundaries
kegiatan Pipa Migas, Rig Migas, dan Jalur Pelayaran. Pada toolbar ArcGis pilih
menu Geoprocessing kemudian pilih menu Buffer.

1 Pada bagian Input Features pilih platform migas sebagai contoh kegiatan
yang digunakan dalam penelitian.
2 Pada Output Features pilih di mana file buffer akan disimpan.
3 Untuk Distance Linear Unit untuk mengatur seberapa luas jangkauan
boundaries yang akan kita buat.

Gambar 3.20 Proses Pembuatan Buffer Platform Migas

Fernando Yehuda Ariyanto-232014127 48


BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Karena posisi Rig Migas berada di permukaan laut, kolom, dan dasar laut maka
informasi mengenai rig Migas beserta buffer Rig Migas akan muncul pada Peta
Permukaan Laut, Kolom Laut, dan Dasar Laut.

Cara yang sama ketika membuat boundaries Pipa Migas yang berada pada kolom
laut.

1 Pada bagian Input Features pilih pipa gas bawah laut sebagai contoh
kegiatan yang digunakan dalam penelitian.
2 Pada Output Features pilih di mana file buffer akan disimpan.
3 Untuk Distance Linear Unit untuk mengatur seberapa luas jangkauan
boundaries yang akan kita buat.

Gambar 3.21 Proses Pembuatan Buffer Pipa Gas Bawah Laut

Fernando Yehuda Ariyanto-232014127 49


BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan No. 129 Tahun 2016


Tentang Alur Pelayaran di Laut dan atau Instalasi di Perairan maka alur pelayaran
diberi boundaries sebesar 1 kilometer atau 500 meter ke kanan dan 500 meter ke
kiri dari poros alur pelayaran yang dipetakan.

1 Pada bagian Input Features pilih Lintas Antar Provinsi sebagai contoh
kegiatan yang digunakan dalam penelitian.
2 Pada Output Features pilih di mana file buffer akan disimpan.
3 Untuk Distance Linear Unit untuk mengatur seberapa luas jangkauan
boundaries yang akan kita buat.

Gambar 3.22 Proses Pembuatan Buffer Lintas Antar Provinsi

Fernando Yehuda Ariyanto-232014127 50


BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Ada beberapa kegiatan pengelolaan di laut yang sudah mempunyai aturan terkait
dengan batas Boundaries secara horizontal dan vertikal. Namun tidak sedikit juga
kegiatan yang belum diatur mengenai Boundaries vertikal. Dalam penentuan
Boundaries vertikal kegiatan pengelolaan laut yang belum diatur oleh undang-
undang, maka dalam proses penentuannya berdasarkan pendekatan dari Boundaries
horizontal seperti pada Gambar 3.23

Gambar 3.23 Visualisasi Water Boundaries

Fernando Yehuda Ariyanto-232014127 51


BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Terdapat 2 (dua) output utama pada penelitian ini yakni:

1. Peta Penguasaan Ruang Perairan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang
terdiri dari tiga bagian yakni peta permukaan laut, kolom laut, dan dasar laut di
wilayah Selat Madura.
2. Water Boundaries horizontal dan vertikal pada Peta Izin Lokasi Perairan
Wilayah Pesisir dan Laut.

Pembahasan untuk masing-masing output akan dibahas pada sub bab dibawah ini.

4.1.1 Peta Penguasaan Ruang Perairan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau


Kecil

Berdasarkan pendekatan yang sesuai dengan kondisi kedalaman yang ada di


Indonesia maka pembagian ruang laut dibagi berdasarkan kondisi terdalam wilayah
tersebut. Dalam penelitian ini Selat Madura mempunyai kedalaman sembilan puluh
meter dari permukaan air laut. Maka dari itu pembagian ruang laut dibagi menjadi
tiga:

1. Permukaan Laut yang berisi informasi mengenai segala bentuk kegiatan


yang berlangsung di atas permukaan air laut hingga kedalaman laut paling
dangkal (kontur paling dangkal yang tergambar di peta dasar) yakni dua
meter. Ditunjukkan pada Gambar 4.1
2. Kolom Laut yang berisi informasi mengenai segala bentuk kegiatan
pemanfaatan ruang laut di kedalaman dua hingga sembilan puluh meter atau
menyentuh dasar laut. Ditunjukkan pada Gambar 4.2
3. Dasar Laut berisi informasi mengenai segala bentuk kegiatan pemanfaatan
ruang laut di kedalaman sembilan puluh meter hingga lapisan tiga sampai
lima meter dibawah dasar laut. Ditujukan pada Gambar 4.3
Berikut adalah Peta Penguasaan Ruang Laut di Selat Madura berdasarkan
perbedaan ruang laut:

Fernando Yehuda Ariyanto-232014127 52


BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 4.1 Peta Penguasaan Ruang Permukaan Laut di Selat Madura Skala 1:50.000

Fernando Yehuda Ariyanto-232014127 53


BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 4.2 Peta Penguasaan Ruang Kolom Laut di Selat Madura Skala 1:50.000

Fernando Yehuda Ariyanto-232014127 54


BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 4.3 Peta Penguasaan Ruang Dasar Laut di Selat Madura Skala 1:50.000

Fernando Yehuda Ariyanto-232014127 55


BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.2 Water Boundaries Horizontal dan Vertikal Pada Peta Izin Lokasi
Perairan Pesisir dan Laut

Berdasarkan hasil pengumpulan data baik data primer dan data sekunder yang
diperoleh dari Kementerian Kelautan dan Perikanan maka didapati hasil identifikasi
kegiatan yang berada di Selat Madura. Dalam penelitian ini mengambil tiga contoh
kegiatan yang akan diterapkan Boundaries kegiatannya secara vertikal dan
horizontal yaitu Rig Migas dan Pipa Migas. Mengingat beragamnya tingkat
kedalaman laut Negara Indonesia maka pendekatan yang paling sesuai untuk
membuat Peta Izin Penguasaan Ruang Laut di Wilayah Indonesia yaitu dengan
klasifikasi ruang laut berdasarkan kontur (Gambar 3.15) karena mengingat kondisi
kontur kedalaman laut Indonesia yang beragam.

Penelitian ini menggunakan teori Water Boundaries secara horizontal dan vertikal
untuk kegiatan Rig Migas dan Pipa Migas. Boundaries Rig Migas , Pipa Migas, dan
Alur Pelayaran di peroleh dari Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi
Nomor 300.K/38/M.PE/1997 Pasal 13 mengenai aturan dan regulasi dalam
penanaman pipa dan Row pipa offshore. Batas aman alur pelayaran tercantum
dalam Peraturan Menteri Nomor 129 Tahun 2016 tentang Alur Pelayaran di Laut
dan Bangunan/Instalasi di Perairan Pasal 64 yang menyatakan bahwa batas aman
alur pelayaran secara horizontal sebesar 500 m ke kanan dan 500 m ke kiri yang
dihitung dari poros alur pelayaran. Untuk batas vertikal disesuaikan dengan ukuran
kapal dan draft kapal yang melintas. Alur Pelayaran dibagi menjadi tiga yaitu Lintas
Antar Provinsi, Lintas Dalam Kabupaten Kota, dan Lintas Antar Kabupaten Kota.

Fernando Yehuda Ariyanto-232014127 56


BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 4.4 Peta Penguasaan Ruang Permukaan Laut di Selat Madura Skala 1:50.000

Fernando Yehuda Ariyanto-232014127 57


BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 4.5 Peta Penguasaan Ruang Kolom Laut di Selat Madura Skala 1:50.000

Fernando Yehuda Ariyanto-232014127 58


BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 4.6 Peta Penguasaan Ruang Dasar Laut di Selat Madura Skala 1:50.000

Fernando Yehuda Ariyanto-232014127 59


BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Kegiatan Rig Migas berlangsung dari atas permukaan laut hingga dasar laut
sehingga informasi mengenai Rig Migas akan muncul pada ketiga ruang laut baik
batas secara vertikal maupun horizontal. Dalam Peta Penguasaan Ruang Permukaan
Laut (Gambar 4.4) bisa di lihat bahwa Boundaries secara horizontal dan vertikal
Rig Migas dan Alur Pelayaran tidak bersinggungan. Letak lokasi Rig Migas berada
di lokasi yang sesuai. Pada Gambar 4.5 Boundaries secara horizontal Alur
Pelayaran tidak mempengaruhi kegiatan Budidaya Ikan Kerapu karena letak
kegiatan Budidaya Ikan Kerapu berada di kedalaman empat hingga delapan meter.
Yang perlu diperhatikan yaitu Boundaries secara vertikal antara Alur Pelayaran dan
Budidaya Ikan Kerapu. Sedangkan Boundaries horizontal dan vertikal Rig Migas
tidak mengganggu kegiatan apapun. Begitu pula dari hasil Boundaries Rig Migas
di Peta Izin Lokasi Perairan Dasar Laut yang tidak mengganggu Zona Blok Migas.
Penjelasan mengenai peraturan yang mengatur tentang Boundaries Rig Migas, Pipa
Migas, dan Alur Pelayaran akan di bahas pada sub bab selanjutnya.

4.2 Pembahasan
Pembahasan dilakukan untuk masing-masing produk akhir penelitian sebagai
berikut:

4.2.1 Kartografi Peta Izin Penguasaan Ruang Laut

Pembahasan kartografi Peta Izin Penguasaan Ruang Laut mencakup indeks peta,
penomoran lembar peta, sistem proyeksi, sistem grid, datum horizontal, datum
vertikal, dan informasi yang ditampilkan.

4.2.1.1 Indeks Peta dan Penomoran Lembar Peta

Indeks peta dan penomoran lembar peta yang digunakan pada Peta Izin Penguasaan
Ruang Laut menggunakan sintesis dari indeks dan penomoran lembar Peta
Lingkungan Pantai Indonesia (dalam penelitian ini digunakan sebagai peta dasar)
serta indeks dan penomoran klasifikasi ruang laut. Ditunjukkan pada Gambar 4.7

Fernando Yehuda Ariyanto-232014127 60


BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 4.7 Indeks dan Penomoran Lembar Peta Izin Penguasaan Ruang Kolom Laut

Nomor Lembar Peta 1608 menunjukan lokasi Surabaya Provinsi Jawa Timur,
nomor 04 menunjukkan skala Peta LPI 1:50.000. Indeks peta dan penomoran
lembar peta yang digunakan pada Peta Izin Penguasaan Ruang Laut akan
mengalami sedikit perubahan jika peta dasar yang digunakan adalah Peta RBI, Peta
LLN, dan Peta Laut Dishidros AL. Selain jenis peta dasar yang digunakan, indeks
peta dan penomoran lembar peta disesuaikan juga dengan skala yang digunakan.

Tabel 4.1 Contoh Indeks dan Penomoran Lembar Peta Izin Penguasaan Ruang Laut di Kabupaten
Sampang, Provinsi Jawa Timur

Jenis Peta Dasar Skala Peta Jenis Ruang Laut Nomor Lembar Peta Izin
Dasar Penguasaan Ruang Laut
Permukaan Laut 1608-04 No. 01
LPI 1:50.000 Kolom Laut 1608-04 No. 02
Dasar Laut 1608-04 No. 03
Permukaan Laut 1608-532 No. 01
RBI 1:25.000 Kolom Laut 1608-532 No. 02
Dasar Laut 1608-532 No. 03

Menurut Undang-Undang No.4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial ada tiga
jenis peta dasar yaitu Peta Rupa Bumi Indonesia, Peta Lingkungan Pantai
Indonesia, dan Peta Lingkungan Laut Nasional. Ketiga peta dasar tersebut
mempunyai klasifikasi tersendiri berkaitan dengan penentuan Nomor Lembar Peta
(NLP). Setiap peta dasar memiliki sistem penomoran lembar peta masing-masing
yang sudah ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional.

Fernando Yehuda Ariyanto-232014127 61


BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Sedangkan skala peta dasar yang diatur didalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun
2011 tentang Informasi Geospasial menyatakan bahwa Peta Rupabumi Indonesia
diselenggarakan pada skala 1:1.000.000, 1:500.000, 1:250.000, 1:100.000,
1:50.000, 1:25.000, 1:10.000, 1:5.000, 1:2.500, dan 1:1.000. Peta Lingkungan
Pantai Indonesia diselenggarakan pada skala 1:250.000, 1:50.000, 1:25.000, dan
1:10.000. Peta Lingkungan Laut Nasional diselenggarakan pada skala 1:500.000,
1:250.000, dan 1:50.000.

Penomoran Ruang Laut dibedakan menjadi tiga yakni:

- Nomor 01: digunakan untuk Ruang Permukaan Laut


- Nomor 02: digunakan untuk Ruang Kolom Laut
- Nomor 03: digunakan untuk Ruang Dasar Laut

Informasi kegiatan yang disajikan pada Peta Izin Penguasaan Ruang Permukaan
Laut, Kolom Laut, dan Dasar Laut bergantung pada pendekatan klasifikasi yang
digunakan. Pada sub bab 3.3.1 disebutkan terdapat dua pendekatan klasifikasi
Ruang Laut yakni berdasarkan kedalaman yang berbeda (Gambar 3.17) dan
berdasarkan jarak kedalaman yang sama (Gambar 3.18).

4.2.1.2 Jenis Datum, Sistem Koordinat, dan Proyeksi Peta

Mengacu pada Undang-Undang Informasi Geospasial bahwa IGD yang digunakan


untuk wilayah pesisir dan laut terdiri dari Peta Lingkungan Pantai Indonesia (LPI)
dan Peta Lingkungan Laut Nasional (LLN). Selain Peta LPI dan LLN yang
disebutkan di dalam UU Informasi Geospasial, Peta Laut dari Dishidros TNI-AL
dapat digunakan sebagai peta dasar jika di suatu daerah yang belum tersedia Peta
LPI dan Peta LLN, atau tersedia Peta Laut terbaru dengan skala yang lebih besar.
Penggunaan Peta LPI dan Peta LLN maupun Peta Laut Dishidros sebagai peta dasar
diharapkan dapat menghindarkan terjadinya tumpang tindih lokasi beserta batas-
batas penyelenggaraan kegiatan pemanfaatan wilayah pesisir dan laut antar sektor

Fernando Yehuda Ariyanto-232014127 62


BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

maupun antar daerah. Sistem referensi geospasial yang digunakan pada Peta LPI,
Peta LLN dan Peta Laut Dishidros TNI-AL ditunjukkan pada Tabel 4.2

Tabel 4.2 Sistem Referensi Geospasial yang digunakan pada Peta LPI, Peta LLN dan Peta Laut
Dishidros TNI-AL

Peta LPI Peta LLN Peta Laut Dishidros


Sistem Proyeksi Transverse Transverse Mercator
Peta Mercator Mercator
Sistem Grid Grid Geografis Grid Geografis Grid Geografis
dan Grid dan Grid
Universal Universal
Transverse Transverse
Mercator Mercator
Datum Horizontal • Datum • Datum WGS 84
Indonesia 1974 Indonesia 1974
(ID 1974) (ID 1974)
• Sistem • Sistem
Referensi Referensi
Geospasial Geospasial
Indonesia 2013 Indonesia 2013
(SRGI 2013) (SRGI 2013)
Datum Vertikal Muka air laut Muka air laut Air Rendah Perbani
surut terendah surut terendah
berdasarkan berdasarkan data
data pengamatan
pengamatan pasut di stasiun
pasut di stasiun pasut terdekat.
pasut terdekat.
Skala Peta 1:250.000, 1:500.000, 1:100.000, 1:200.000,
1:50.000, 1:250.000, dan Rencana 1:50.000,
1:25.000, dan 1:50.000 1:25.000
1:10.000

Pada penelitian ini Peta Izin Penguasaan Ruang Laut menggunakan Peta
Lingkungan Pantai Indonesia skala 1:50.000 sebagai peta dasar. Sehingga Jenis
Datum, Sistem Koordinat, dan Proyeksi Peta yang digunakan mengikuti Peta
Lingkungan Pantai Indonesia, sebagai berikut:

- Datum Horizontal: Datum Indonesia 1974 (ID 1974)


- Datum Vertikal: Muka Laut di Surabaya Jawa Timur
- Sistem Koordinat: Universal Transverse Mercator
- Proyeksi: Transverse Mercator

Fernando Yehuda Ariyanto-232014127 63


BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2.2 Penggunaan Water Boundaries sebagai Pertimbangan Teknis untuk


Pemberian Izin Lokasi Perairan Pesisir Kegiatan di Permukaan Laut
Selat Madura

Dari berbagai macam bentuk kegiatan pemanfaatan ruang dipermukaan laut


diperlukan batas kegiatan baik secara vertikal maupun horizontal dan di validasi
dengan menggunakan peta dasar atau peta RZWP3K yang sudah di sahkan. Pada
Gambar 4.8 menunjukkan ketidaksesuaian antara RZWP3K Provinsi Jawa Timur
dengan Izin Lokasi Budidaya Rumput Laut. Di dalam alur pelayaran sudah
digambarkan Boundaries kegiatan dan posisi lokasi Budidaya Rumput Laut berada
di lokasi laut dangkal yang mempunyai kedalaman kurang dari lima meter.
Sehingga jika Izin Lokasi Budidaya Rumput Laut dikeluarkan maka akan timbul
konflik dengan alur pelayaran karena Boundaries Alur Pelayaran mempunyai
standar jarak aman tiga sampai dengan lima meter sesuai dengan jenis kapal dan
draft kapal yang melalui wilayah tersebut.

ALUR PELAYARAN

Peta RZWP3K

ALUR PELAYARAN

RUMPUT LAUT
Peta Penguasaan Lokasi
Budidaya Ruput Laut

Gambar 4.8 Water Boundaries Alur Pelayaran terhadap Lokasi Budidaya Rumput Laut

Informasi mengenai Alur Pelayaran beserta batasnya di tampilkan dalam Peta


Ruang Permukaan Laut dan Kolom Laut. Ketika Peta Izin menggunakan skala kecil
maka bisa terjadi kesalahan interpretasi. Lokasi yang seharusnya berupa area bisa
disalah artikan menjadi berupa point. Maka dari itu pentingnya menggunakan skala

Fernando Yehuda Ariyanto-232014127 64


BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

besar untuk pembuatan Peta Izin Lokasi Perairan Pesisir. Dalam penelitian ini
menggunakan Peta Dasar LPI dengan skala 1:50.000.

4.2.3 Penggunaan Water Boundaries sebagai Pertimbangan Teknis untuk


Pemberian Izin Lokasi Perairan Pesisir Kegiatan di Kolom Laut Selat
Madura

Ada beberapa kegiatan yang ada di ruang Permukaan Laut di tampilkan kembali di
ruang Kolom Laut karena menurut klasifikasi kedalaman kegiatan-kegiatan
tersebut berada di area Kolom Laut.

BATAS 12 MIL LAUT


RIG MIGAS

PETA PENGUASAAN LOKASI


RIG MIGAS

RIG MIGAS

BATAS 12 MIL LAUT

PETA RZWP3K DAN RIG


MIGAS
BUDIDAYA
IKAN KERAPU
ALUR PELAYARAN

Gambar 4.9 Water Boundaries Alur Pelayaran terhadap Lokasi Rig Migas

Pada Gambar 4.9 terlihat kegiatan Izin Lokasi Rig Migas tidak mengganggu Alur
Pelayaran yang ada di sekitarnya karena batas Boundaries di masing-masing
kegiatan tidak saling overlay. Izin Lokasi Pemanfaatan Ruang Laut untuk masing-
masing kegiatan bisa dikeluarkan dengan melihat kondisi yang ada.

4.2.4 Penggunaan Water Boundaries sebagai Pertimbangan Teknis untuk


Pemberian Izin Lokasi Perairan Pesisir Kegiatan di Dasar Laut Selat
Madura

Dari berbagai macam kegiatan pengelolaan ruang laut, Rig Migas termasuk dalam
kegiatan yang muncul di Peta Permukaan Laut, Kolom Laut, dan Dasar Laut.

Fernando Yehuda Ariyanto-232014127 65


BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemberian Izin dalam pembangunan rig juga harus memperhatikan batas kegiatan
di sekitarnya.

Gambar 4.10 Water Boundaries Alur Pelayaran terhadap Lokasi Rig Migas

Pada Gambar 4.10 merupakan hasil penerapan Boundaries Pipa Gas Bawah Laut
dan Rig Migas. Dari gambar dapat dilihat bahwa pembuatan Izin Lokasi belum
terintegrasi dengan RZWP3K yang sudah disahkan (Perda No.1 Tahun 2018). Oleh
karena itu pemberian Izin Lokasi Perairan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil untuk
kegiatan rig dan Pipa Migas harus dikaji ulang.

Menurut Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor


300.K/38/M.PE/1997 Pasal 13 mengenai aturan dalam pemasangan pipa gas bawah
laut bahwa jika wilayah yang akan dipasang pipa bawah laut mempunyai
kedalaman kurang dari tiga belas meter maka pipa gas bawah laut wajib di pendam

Fernando Yehuda Ariyanto-232014127 66


BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

atau di kubur sedalam dua meter. Sedangkan jika kedalamannya lebih dari tiga belas
meter maka diletakkan di dasar laut tanpa harus dipendam.

Berbeda halnya menurut Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 68 Tahun 2011


Pasal 45 Ayat 26 mengenai aturan dalam penanaman pipa bawah laut. Di dalam
peraturan tersebut di jelaskan bahwa wilayah dengan kedalaman kurang dari dua
puluh meter pipa wajib dipendam sedalam empat meter. Jika lokasi pemasangan
pipa gas bawah laut mempunyai kedalaman dua puluh hingga empat puluh meter,
maka pipa gas bawah laut wajib dipendam dua meter dan jika kedalamannya lebih
dari empat puluh meter makan dipendam sedalam satu meter. Dapat dikatakan
bahwa semua pipa dengan berbagai macam kedalaman lokasi pemasangannya
wajib dipendam di dasar laut.

Dari pembahasan diatas ditemukan masih ada peraturan perundangan yang bersifat
sektoral seperti halnya perbedaan aturan pemendaman pipa gas bawah laut. Dengan
peraturan yang belum terintegrasi sulit untuk menemukan sebuah solusi jika terjadi
suatu konflik di wilayah tersebut. Untuk menampilkan informasi batas vertikal,
pendekatan yang paling mudah yaitu dengan menampilkan kegiatan tersebut sesuai
dengan ruang lautnya baik itu di terletak di permukaan laut, kolom laut, dan dasar
laut.

Fernando Yehuda Ariyanto-232014127 67


DAFTAR PUSTAKA

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian tugas akhir ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Teori Water Boundaries horizontal dan vertikal dapat diterapkan


menggunakan Peta Penguasaan Ruang Permukaan Laut, Kolom Laut, dan
Dasar Laut.
2. Water Boundaries vertikal dapat ditentukan menggunakan pendekatan nilai
Water Boundaries horizontal yang sudah ditetapkan di dalam peraturan
perundangan di masing-masing kementerian.
3. Water Boundaries horizontal dan vertikal dapat dijadikan sebagai Dokumen
Pertimbangan Teknis Kelautan dalam rangka pemberian Izin Lokasi
Perairan di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

5.2 Saran
Saran dari tugas akhir ini adalah sebagai berikut:

1. Peta Izin Penguasaan Ruang Laut sebaiknya ditampilkan secara tiga dimensi
menggunakan software 3D, sehingga water boundaries vertikal kegiatan
pengelolaan ruang Permukaan Laut, Kolom Laut, dan Dasar Laut dapat lebih
terlihat dan dapat disajikan dalam satu lembar peta.
2. Diperlukan kajian perbandingan dan pemilihan Peta Dasar (Rupa Bumi
Indonesia, Lingkungan Pantai Indonesia, Lingkungan Laut Nasional, atau
Dishidros AL) sebagai acuan pembuatan Peta Izin Penguasaan Ruang Laut.
Sehingga diperoleh informasi mengenai kelebihan dan kekurangan dari masing-
masing Peta Dasar yang digunakan.

Fernando Yehuda Ariyanto-232014127 68


DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR PUSTAKA

ANTARA. 2010. Pemerintah Desak PLN Tanam Kabel Selat Madura.


https://www.antaranews.com/ . Diakses pada 17 Februari 2018.
Astor, Y. 2016. Pola Penyelenggaraan Kadaster Kelautan Di Indonesia Dalam
Perspektif Indonesia Sebagai Negara Kepulauan. Bandung : Geodesi dan
Geomatika ITB.
Australian Government. 2016. Marine Park Authority. www.gbrmpa.gov.au.
Diakses pada 21 Februari 2018
Badan Riset Kelautan dan Perikanan. 2005. Riset Kadaster Laut Selat Madura.
Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta.
BIG. 2015. Luas Perairan dan Panjang Garis Pantai. www.big.go.id. Diakses pada
20 Maret 2018.
Binns, A. 2004. Defining a Marine Cadastre Legal and Institutional Aspects.
Australia : Departemen of Geomatics The University of Melbourne.
Coinatlantic. 2015. The Coastal and Ocean Information Network Atlantic.
http://coinatlantic.ca/ . Diakses pada 7 Maret 2018.
Depdagri. 2010. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 5 Tahun 2010
tentang Kenavigasian.
Depdagri. 2011. Undang-Undang No.4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial.
Depdagri. 2014. Undang-Undang Republik Indonesia No. 1 Tahun 2014 tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.
Depdagri. 2014. Undang-Undang Republik Indonesia No. 32 Tahun 2014 tentang
Kelautan.
Depdagri. 2017. Peraturan Gubernur Provinsi Jawa Timur Nomor 43 Tahun 2017
Tentang Pedoman Pemberian Izin Bidang Kelautan dan Perikanan di Jawa
Timur.
Depdagri. 2017. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Tahun 2017 tentang Izin
Lokasi Perairan Dan Izin Pengelolaan Perairan Di Wilayah Pesisir Dan
Pulau-Pulau Kecil.

Fernando Yehuda Ariyanto-232014127 69


DAFTAR PUSTAKA

Depdagri. 2018. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 1 Tahun 2018
Tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Provinsi
Jawa Timur Tahun 2018-2038.
Depdagri.2008. Undang-Undang Republik Indonesia No. 17 Tahun 2008 tentang
Pelayaran.
KEMENHUB. 2011. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 68 Tahun 2011
tentang Alur Pelayaran di Laut.
KEMENHUB. 2016. Peraturan Menteri Perhubungan No. 129 Tahun 2016 tentang
Alur Pelayaran di Laut dan atau Instalasi di Perairan
Kementeri Pertambanagan dan Energi. 1997. Keputusan Menteri Pertambangan
dan Energi Nomor 300.K/38/M.PE/1997 tentang Keselamatan Kerja Pipa
Penyalur Minyak Dan Gas Bumi.
Kementeri Pertambangan dan Energi. 1997. Keputusan Menteri Pertambangan dan
Energi Nomor 300.K/38/M.PE/1997 tentang Keselamatan Kerja Pipa
Penyalur Minyak dan Gas Bumi.
Kementrian ESDM. 2017. Minyak dan Gas Bumi. www.migas.esdm.go.id. Diakses
pada 17 Februari 2018.
KKP. 2014. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 34 Tahun 2014 tentang
Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil.
Maulana, S. 2016. Membangun Peta Kadaster Kelautan Dalam Perspektif UU RI
No. 4 Tahun 2011 Tentang Informasi Geospasial. Bandung: Program Studi
Teknik Geodesi, Itenas.
Ng'ang'a, dkk. 2001. Towards A Multidimensional Marine Cadastre in Support of
Good Ocean Governance. Canada.
NOAA. 2015. National Oceanic. www.noaa.gov. Diakses pada 20 Februari 2018.
Pelindo3. 2017. Kabel Putus PLN dan Jangkar Kapal. www.bumn.go.id/pelindo3 .
diakses pada 20 Maret 2017.
Tempo. 2015. Konflik Nelayan Sampang. www.tempointeraktif.com/Konflik
Nelayan Sampang. Diakses pada 21 Februari 2018
Tribun. 2014. Ribuan Marinir Serbu Pantai Banongan Situbondo.
www.tribunnews.com/regional/2014/06/04/ribuan-marinir-serbu-
pantaibanongan-situbondo. Diakses pada 22 Maret 2018.

Fernando Yehuda Ariyanto-232014127 70


DAFTAR PUSTAKA

Wisayantono, D. (2009): Optimisasi Spasial Ratio Lahan dalam Pengelolaan


Sumber Daya Wilayah Pesisir secara Berkelanjutan. Bandung : Program
Doktor ITB.

Fernando Yehuda Ariyanto-232014127 71


LAMPIRAN

Fernando Yehuda Ariyanto-232014127 72


LAMPIRAN 1
Daftar Publikasi

Fernando Yehuda Ariyanto-232014127 73


LAMPIRAN 2
Daftar Kegiatan Migas

Fernando Yehuda Ariyanto-232014127 74


LOKASI LUAS TITIK KOORDINAT Aktivitas yang Aktivitas yang tidak Aktivitas diperbolehkan
ZONA SUB ZONA NLP KODE
PERAIRAN KABUPATEN/KOTA NAMA OBYEK (KM2) LONG (X) LAT (Y) diperbolehkan diperbolehkan setelah memperoleh izin
KAWASAN PEMANFAATAN UMUM
Pertambangan Minyak Bumi 3507 KPU - P - MB - 1 Selat Madura Kab.Sumenep - 2,68 113,85330137800 -7,38477640874 • Perlindungan • Usaha wisata edukasi • Pembangunan FPSO
3507 KPU - P - MB - 1 Selat Madura Kab.Sumenep - 1,24 113,85928859900 -7,38816643879 keanekaragaman hayati; • Usaha wisata dayung (Floating Production Storage
3509 - 07 KPU - P - MB - 2 Selat Madura Kab.Sumenep - 4,98 115,82586148400 -7,12357613763 • Penyelamatan dan • Usaha wisata selam and Offloading)
3509 - 08 KPU - P - MB - 3 Laut Jawa Kab.Sumenep - 2,24 115,87756157700 -6,98831303800 perlindungan lingkungan • Usaha wisata memancing • Pembangunan
3509 - 08 KPU - P - MB - 3 Laut Jawa Kab.Sumenep - 2,34 115,87733076900 -6,99200883976 • Penelitian kegiatan • Usaha wisata selancar anjungan/platform migas
3509 - 08 KPU - P - MB - 4 Laut Jawa Kab.Sumenep - 4,65 115,84200308400 -6,93416661772 konservasi • Usaha wisata olahraga tirta • Pembangunan Floating
3504 - 08 KPU - P - MB - 5 Laut Jawa Kab.Bangkalan - 11,63 112,95671185800 -6,85756374564 • Pendidikan kegiatan • Usaha dermaga wisata Storage Offloading (FSO)
3504 - 08 KPU - P - MB - 6 Laut Jawa Kab.Bangkalan - 3,59 113,03321835500 -6,84841445325 konservasi • Usaha kegiatan hiburan dan • Pembangunan Fasilitas
3504 - 12 KPU - P - MB - 6 Laut Jawa Kab.Bangkalan - 1,38 113,04374563400 -6,84841819888 • Survei dan/atau rekreasi Terapung (Floating Facility)
penelitian ilmiah • Usaha wisata ekstrim Migas: Mooring
3502 - 03 KPU - P - MB - 7 Laut Jawa Kab.Tuban - 3,52 111,89956898500 -6,78099564973
• Pembakaran Gas Suar (beresiko tinggi) • Eksploitasi (Operasi
3502 - 04 KPU - P - MB - 8 Laut Jawa Kab.Tuban - 2,56 112,02294018400 -6,74582195600
Bakar (Flaring) • Usaha angkutan laut wisata Produksi) Batubara
3502 - 04 KPU - P - MB - 8 Laut Jawa Kab.Tuban - 2,85 112,02160375500 -6,75123990869 • Pembangunan kabel dalam negeri • Eksploitasi (Operasi
3502 - 04 KPU - P - MB - 8 Laut Jawa Kab.Tuban - 0,51 112,00959854100 -6,74597995590 telekomunikasi Local Port • Usaha angkutan laut Produksi) Mineral logam
3502 KPU - P - MB - 8 Laut Jawa Kab.Tuban - 1,27 112,03520378500 -6,74658017840 Service (LPS) internasional wisata • Eksploitasi (Operasi
3502 KPU - P - MB - 8 Laut Jawa Kab.Tuban - 1,19 112,03587428500 -6,74374468571 • Kegiatan membantu • Usaha jasa perjalanan Produksi) Mineral bukan
3504 KPU - P - MB - 9 Laut Jawa Kab.Bangkalan - 1,51 112,73924574200 -6,73010659780 pekerjaan teknis terhadap wisata logam atau mineral batuan
3504 KPU - P - MB - 10 Laut Jawa Kab.Bangkalan - 2,07 112,81269738000 -6,71993803893 kapal-kapal yang masih • Usaha vila (cottage) di atas • Eksploitasi (Operasi
3504 KPU - P - MB - 10 Laut Jawa Kab.Bangkalan - 2,44 112,81346009700 -6,72369458816 mengapung tetapi sedang laut Produksi) Mineral radioaktif
3504 KPU - P - MB - 10 Laut Jawa Kab.Bangkalan - 0,47 112,81420970600 -6,73160355395 mendapat malapetaka • Usaha wisata snorkeling • Pembangunan Terminal
3504 KPU - P - MB - 11 Laut Jawa Kab.Lamongan - 3,72 112,20446182200 -6,70372768892 • Usaha wisata tontonan Regasifikasi LNG
3504 KPU - P - MB - 11 Laut Jawa Kab.Lamongan - 0,02 112,21184373900 -6,71121476431 • Usaha wisata berenang • Pembangunan,
3504 KPU - P - MB - 11 Laut Jawa Kab.Lamongan - 1,23 112,19847416000 -6,70578348275 • Usaha restoran di atas laut pemindahan, dan/atau
3502 KPU - P - MB - 12 Laut Jawa Kab.Tuban - 3,74 112,13493144000 -6,70292922093 • Usaha wisata alam perairan pembongkaran bangunan
3502 KPU - P - MB - 12 Laut Jawa Kab.Tuban - 1,23 112,13908983700 -6,70759210995 • Jasa Wisata Tirta (bahari) atau instalasi pipanisasi di
3504 KPU - P - MB - 13 Laut Jawa Kab.Bangkalan - 0,72 112,84786270800 -6,69346332574 • Pengambilan foto/video perairan
3504 KPU - P - MB - 14 Laut Jawa Kab.Bangkalan - 1,60 112,91024618000 -6,69256334694 bawah laut • Penanaman kabel
3502 KPU - P - MB - 15 Laut Jawa Kab.Tuban - 3,34 112,11714879800 -6,66621121073 • Penanaman tanaman bakau • Penanaman Pipa diameter
dan nipah 0-20 cm
3502 KPU - P - MB - 15 Laut Jawa Kab.Tuban - 1,63 112,11362455900 -6,66956225462
• Budidaya mangrove • Penanaman Pipa diameter
3502 KPU - P - MB - 16 Laut Jawa Kab.Tuban - 3,81 112,01393826300 -6,64177931729
• Pengambilan terumbu 20-50 cm
3502 KPU - P - MB - 16 Laut Jawa Kab.Tuban - 1,16 112,01416487400 -6,64876066604
karang • Penanaman Pipa diameter
3504 - 11 KPU - P - MB - 17 Selat Madura Kab.Sampang - 0,69 113,31920306100 -7,27485958457 • Pemungutan hasil hutan 50-100 cm
3504 KPU - P - MB - 17 Selat Madura Kab.Sampang - 4,03 113,31965723700 -7,28451027786 bukan kayu pada hutan • Penanaman Pipa diameter
3504 - 10 KPU - P - MB - 18 Selat Madura Kab.Sampang - 1,72 113,27058824900 -7,28702712765 mangrove (madu; getah; diatas 100 cm
3504 - 11 KPU - P - MB - 18 Selat Madura Kab.Sampang - 2,50 113,27266523800 -7,27620671677 daun; buah dan biji; tanin; • Penanaman dan atau
3504 KPU - P - MB - 18 Selat Madura Kab.Sampang - 0,76 113,28001605700 -7,28438768017 ikan; hasil hutan bukan kayu pemancangan kabel atau
3504 - 10 KPU - P - MB - 19 Selat Madura Kab.Sampang - 4,54 113,25064007000 -7,35392245317 lainnya) tiang serta sarana di laut
3504 KPU - P - MB - 19 Selat Madura Kab.Sampang - 0,45 113,25564329500 -7,36150271685 • Penangkapan ikan dengan • Pembangunan Sarana
kapasitas kapal < 10GT Bantu Navigasi Pelayaran
• Penangkapan ikan dengan (SBNP)
kapasitas kapal 10-30 GT • Kegiatan pemindahan
• Penangkapan ikan dengan muatan dan atau bahan
kapasitas kapal ≥ 30GT bakar (cargo and fuel
• Pengambilan barang-barang transferring)
purbakala dengan perahu • Penarikan (Towing)
bermotor ≤ 5GT • Latihan militer
• Pengambilan barang-barang • Pipa intake dan outake
purbakala dengan perahu industri garam
bermotor 5 - 30 GT
• Pengambilan barang-barang
purbakala dengan perahu
bermotor > 30 GT
• Pengambilan barang-barang
selain barang purbakala
dengan perahu bermotor ≤
5GT
• Pengambilan barang-barang
selain barang purbakala
dengan perahu bermotor 5 -
30 GT
• Pengambilan barang-barang
selain barang purbakala
dengan perahu bermotor > 30
GT
• Pelepasan jangkar
• Penggunaan galah untuk
mendorong perahu
• Usaha pembudidayaan ikan
laut (kerapu, kakap,
LOKASI LUAS TITIK KOORDINAT Aktivitas yang Aktivitas yang tidak Aktivitas diperbolehkan
ZONA SUB ZONA NLP KODE
PERAIRAN KABUPATEN/KOTA NAMA OBYEK (KM2) LONG (X) LAT (Y) diperbolehkan diperbolehkan setelah memperoleh izin
baronang)
• Pembudidayaan ikan untuk
kepentingan industri
• Usaha budidaya perikanan
terapung (jaring apung dan
pen system seluas ≥ 5 Ha
dengan jumlah 1000 unit.
• Pengambilan sumber daya
laut non ikan untuk
kepentingan ekonomi
• Pembudidayaan sumber
daya laut non ikan untuk
kepentingan ekonomi
• Pengangkutan ikan hasil
budidaya dengan Kapal
Pengangkut Ikan Hidup
Berbendera Indonesia
• Pengangkutan ikan hasil
budidaya dengan Kapal
Pengangkut Ikan Hidup
Berbendera Asing
• Pengangkutan ikan hasil
budidaya dengan Kapal
nelayan kecil
• Budidaya Ikan hasil
rekayasa genetik
• Pemasangan Keramba
Jaring Apung
• Pemasangan rumpon
perairan dalam
• Pemasangan rumpon
perairan dangkal
• Pengangkutan ikan hasil
penangkapan dengan Kapal
Pengangkut Ikan Hidup
Berbendera Indonesia
• Pengangkutan ikan hasil
penangkapan dengan Kapal
Pengangkut Ikan Hidup
Berbendera Asing
• Bongkar muat ikan
• Penangkapan ikan
menggunakan pukat hela
(trawls), payang, cantrang,
jaring lampara, dogol, dan
sejenisnya
• Penangkapan ikan
menggunakan Gill Net (Jaring
insang) dan sejenisnya
• Penangkapan ikan
menggunakan seine nets dan
sejenisnya
• Penangkapan ikan
menggunakan Long bag set
net (jaring kantong besar)
• Penangkapan ikan
menggunakan Squid Jigging
• Penangkapan ikan
menggunakan Pancing Prawe
Dasar
• Penangkapan ikan
menggunakan Long line
(rawai Tuna)
• Penangkapan ikan
menggunakan Pole dan line
• Penangkapan ikan
menggunakan Bubu/
Muroami dan sejenisnya
• Penangkapan ikan
menggunakan Bouke Ami
• Penangkapan ikan
LOKASI LUAS TITIK KOORDINAT Aktivitas yang Aktivitas yang tidak Aktivitas diperbolehkan
ZONA SUB ZONA NLP KODE
PERAIRAN KABUPATEN/KOTA NAMA OBYEK (KM2) LONG (X) LAT (Y) diperbolehkan diperbolehkan setelah memperoleh izin
menggunakan Bagan Apung
• Penelitian dan
pengembangan perikanan
• Kegiatan pengujian kapal
perikanan/perahu ikan
bermotor
• Eksplorasi mineral logam,
mineral bukan logam, batuan,
batubara, mineral radioaktif
• Pengangkutan mineral
logam, mineral bukan logam,
batuan, batubara, mineral
radioaktif
• Pengerukan perairan dengan
capital dredging
• Pengerukan perairan laut
dengan capital dredging yang
memotong material karang
dan/atau batu
• Pembangunan PLTU
• Pengolahan & Pemurnian
Batubara
• Pengolahan & Pemurnian
Mineral logam
• Pengolahan & Pemurnian
Mineral bukan logam atau
mineral batuan
• Pengolahan & Pemurnian
Mineral radioaktif
• Penempatan tailing (bahan
yang tertinggal setelah
pemisahan fraksi) di bawah
laut
• Pemusnahan handak migas
• Pemasangan fasilitas turbin
generator energi
• Kegiatan Instalasi
Pembangkit Listrik Tenaga
Arus Laut (PLTAL)
• Pemasangan fasilitas mesin
kalor
• Eksplorasi energi OTEC
• Penetapan tempat labuh
• Penetapan tempat alih muat
antar kapal
• Pembangunan Kolam
pelabuhan untuk kebutuhan
sandar dan olah gerak kapal
• Pembangunan terminal peti
kemas
• Pembangunan terminal
curah kering
• Pembangunan terminal
curah CAIR
• Pembangunan terminal ro-ro
• Pembangunan Tempat
perbaikan kapal
• Penempatan kapal mati
• Pembangunan TPI
• Pembangunan breakwater
(pemecah gelombang)
• Pembangunan turap
(revetment)
• pembangunan groin;
• Penetapan alur pelayaran
dari dan ke pelabuhan
perikanan
• Uji coba kapal
• Usaha pelayanan perbaikan
dan pemeliharaan kapal
perikanan : dock/slipway,
LOKASI LUAS TITIK KOORDINAT Aktivitas yang Aktivitas yang tidak Aktivitas diperbolehkan
ZONA SUB ZONA NLP KODE
PERAIRAN KABUPATEN/KOTA NAMA OBYEK (KM2) LONG (X) LAT (Y) diperbolehkan diperbolehkan setelah memperoleh izin
bengkel dan tempat perbaikan
jaring;
• Usaha pelayanan logistik
dan perbekalan kapal
perikanan
• Pembangunan dermaga
perikanan
• Usaha bongkar muat barang
: pengemasan, penumpukan,
dan penyimpanan di
pelabuhan
• Usaha tally mandiri :
kegiatan cargodoring,
receiving/delivery, stuffing,
dan stripping peti kemas bagi
kepentingannya sendiri.
• Pembangunan dan
pengoperasian Jetty
• Pembangunan dan
pengoperasian cement
grinding plant dan cement
packing plant
• Pengoperasian Pelabuhan
Pengumpan Regional dan
Lokal
• Pengerukan di wilayah
perairan Pelabuhan
Pengumpan Regional dan
Lokal
• Reklamasi di wilayah
perairan Pelabuhan
Pengumpan Regional dan
Lokal
• Usaha angkutan laut badan
usaha pada lintas pelabuhan
antar kab/kota dalam
provinsi Jawa Timur
• Usaha angkutan laut
pelayaran rakyat atau badan
usaha pada lintas pelabuhan
antar kab/kota dalam
provinsi Jawa Timur, antar
provinsi dan pelabuhan
internasional
• Usaha jasa angkutan
perairan pelabuhan
• Usaha jasa penyewaan
peralatan angkutan laut
• Pengelolaan (TUKS) di dalam
DLKR/DLKP pelabuhan
pengumpan regional.
• Operasi Kapal Angkutan
Penyeberangan Dalam
Provinsi
• Kegiatan penerbangan
diatas alur kepulauan
• Penetapan rute pelayaran
internasional
• Kegiatan bongkar muat oleh
kapal asing
• Kegiatan riset atau survei
hidrografi oleh kapal asing
• Kegiatan berlabuh jangkar
kecuali dalam keadaan force
majeure oleh kapal asing
• Pelatihan perang dengan
menggunakan amunisi oleh
kapal asing
• Usaha pelayanan jasa
pemanduan kapal.
• Pembangunan dan
LOKASI LUAS TITIK KOORDINAT Aktivitas yang Aktivitas yang tidak Aktivitas diperbolehkan
ZONA SUB ZONA NLP KODE
PERAIRAN KABUPATEN/KOTA NAMA OBYEK (KM2) LONG (X) LAT (Y) diperbolehkan diperbolehkan setelah memperoleh izin
pengoperasian terminal
khusus
• Pengangkutan dan
penjualan Garam
• Konstruksi Pertambangan
Garam
• Pembangunan Fasilitas
Infrastruktur (Saluran Primer,
Sekunder dan pantai air)
Industri penggaraman
• Kegiatan pengumpulan,
pemanfaatan, pengolahan,
pembuangan, dan
penimbunan limbah B3
• Kegiatan pengumpulan,
pemanfaatan, pengolahan,
pembuangan, dan
penimbunan limbah non B3
• Kegiatan Industri Galangan
Kapal dengan sistem Graving
Dock Kapal
• Pembangunan industri yang
terintegrasi dengan
pelabuhan
• Kegiatan pembuatan
kapal/alat terapung saja;
• Kegiatan perbaikan atau
pemeliharaan kapal/alat-alat
terapung saja;
• Kegiatan pembuatan mesin-
mesin utama/pembantu;
• Kegiatan pembuatan alat-
alat perlengkapan lain yang
khusus dipergunakan dalam
kapal;
• Kegiatan pembuatan alat-
alat maritim lainnya
• Kegiatan pekerjaan
penyelaman (diving works
dalam rangka industri
maritim).
• Pengapungan (refloating)
• Kegiatan budidaya biota laut
untuk kepentingan industri
Biofarmakologi / Bioteknologi
Laut
• Pengintroduksian organisme
hasil rekayasa genetika ke
lingkungan
• Pembangunan
pembangkitan, transmisi,
distribusi dan penjualan
tenaga listrik
• Pembangunan stasiun
pengisian bahan bakar
nelayan
Total Alokasi Ruang Sub Zona Pasir Laut 90,00

• 70% wilayah zona harus digunakan sesuai peruntukan zonanya


• Setiap usaha pertambangan memerlukan izin-izin berupa: Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi, IUP Eksploitasi, Izin Pertambangan Rakyat, Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Eksplorasi, IUPK Operasi Produksi, dan Izin

Prasarana / Ketentuan Usaha Jasa Pertambangan (IUPJ)


Minimum • Setiap usaha pertambangan yang wajib memiliki Amdal atau UKL-UPL harus mengurus izin lingkungan yang diterbitkan oleh Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai dengan tingkat kewenangannya
• Tidak diperbolehkan adanya aktivitas lain pada radius 500 meter dari titik platform
• Perlu melakukan perlindungan terhadap hak-hak nelayan tradisional dalam melakukan aktivitasnya pada radius 0-2 mil
Ketentuan Khusus -
Pasir Laut 3504 - 06 KPU - P - PSL - 1 Selat Madura Kota Surabaya - 14,77 112,89217524500 -7,30627192056 • Penangkapan ikan • Usaha wisata edukasi • Penangkapan ikan dengan
3504 - 07 KPU - P - PSL - 1 Selat Madura Kota Surabaya - 5,79 112,88697037400 -7,26859516881 dengan kapasitas kapal < • Usaha wisata dayung kapasitas kapal 10-30 GT
3504 KPU - P - PSL - 1 Selat Madura Kota Surabaya - 10,09 112,91264851900 -7,30339639752 10GT • Usaha wisata selam • Penangkapan ikan dengan
3504 - 07 KPU - P - PSL - 2 Selat Madura Kota Surabaya - 1,71 112,82259373900 -7,21303765637 • Eksplorasi mineral • Usaha wisata memancing kapasitas kapal ≥ 30GT
3504 - 07 KPU - P - PSL - 3 Selat Madura Kab.Bangkalan - 50,32 112,88411356300 -7,22968984664 logam, mineral bukan • Usaha wisata selancar • Pengambilan barang-
3504 - 07 KPU - P - PSL - 3 Selat Madura Kota Surabaya - 0,00001 112,84113712400 -7,22697966931 logam, batuan, batubara, • Usaha wisata olahraga tirta barang purbakala dengan
3504 KPU - P - PSL - 3 Laut Jawa Kab.Bangkalan - 45,81 112,92389155900 -7,28200165555 mineral radioaktif • Usaha dermaga wisata perahu bermotor ≤ 5GT
LOKASI LUAS TITIK KOORDINAT Aktivitas yang Aktivitas yang tidak Aktivitas diperbolehkan
ZONA SUB ZONA NLP KODE
PERAIRAN KABUPATEN/KOTA NAMA OBYEK (KM2) LONG (X) LAT (Y) diperbolehkan diperbolehkan setelah memperoleh izin
3504 - 08 KPU - P - PSL - 4 Laut Jawa Kab.Bangkalan - 14,65 112,89486554400 -6,84696087607 • Pengangkutan mineral • Usaha kegiatan hiburan dan • Pengambilan barang-
3504 - 03 KPU - P - PSL - 5 Laut Jawa Kab.Gresik - 9,44 112,49261344300 -6,82419902654 logam, mineral bukan rekreasi barang purbakala dengan
3504 - 04 KPU - P - PSL - 5 Laut Jawa Kab.Gresik - 0,06 112,50068685400 -6,77894477715 logam, batuan, batubara, • Usaha wisata ekstrim perahu bermotor 5 - 30 GT
3504 KPU - P - PSL - 5 Laut Jawa Kab.Gresik - 0,66 112,49814859700 -6,77778075234 mineral radioaktif (beresiko tinggi) • Pengambilan barang-
3504 - 03 KPU - P - PSL - 6 Laut Jawa Kab.Gresik - 13,69 112,54180437100 -6,79286182268 • Pembangunan FPSO • Usaha angkutan laut wisata barang purbakala dengan
3504 - 04 KPU - P - PSL - 6 Laut Jawa Kab.Gresik - 4,65 112,54214764700 -6,77667908591 (Floating Production dalam negeri perahu bermotor > 30 GT
3504 KPU - P - PSL - 6 Laut Jawa Kab.Gresik - 0,11 112,56803642000 -6,77462868896 Storage and Offloading) • Usaha angkutan laut • Pengambilan barang-
• Pembangunan PLTU internasional wisata barang selain barang
• Pembangunan • Usaha jasa perjalanan purbakala dengan perahu
anjungan/platform migas wisata bermotor ≤ 5GT
• Pembangunan Floating • Usaha vila (cottage) di atas • Pengambilan barang-
Storage Offloading (FSO) laut barang selain barang
• Pembangunan Fasilitas • Usaha wisata snorkeling purbakala dengan perahu
Terapung (Floating • Usaha wisata tontonan bermotor 5 - 30 GT
Facility) Migas: Mooring • Usaha wisata berenang • Pengambilan barang-
• Eksploitasi (Operasi • Usaha restoran di atas laut barang selain barang
Produksi) Mineral logam • Usaha wisata alam perairan purbakala dengan perahu
• Eksploitasi (Operasi • Jasa Wisata Tirta (bahari) bermotor > 30 GT
Produksi) Mineral bukan • Pengambilan foto/video • Pelepasan jangkar
logam atau mineral bawah laut • Penggunaan galah untuk
batuan • Penanaman tanaman bakau mendorong perahu
• Pengolahan & dan nipah • Pengangkutan ikan hasil
Pemurnian Mineral • Budidaya mangrove budidaya dengan Kapal
logam • Perlindungan Pengangkut Ikan Hidup
• Pengolahan & keanekaragaman hayati; Berbendera Indonesia
Pemurnian Mineral bukan • Penyelamatan dan • Pengangkutan ikan hasil
logam atau mineral perlindungan lingkungan budidaya dengan Kapal
batuan • Penelitian kegiatan Pengangkut Ikan Hidup
• Pembakaran Gas Suar konservasi Berbendera Asing
Bakar (Flaring) • Pendidikan kegiatan • Pengangkutan ikan hasil
• Pemusnahan handak konservasi budidaya dengan Kapal
migas • Pengambilan terumbu nelayan kecil
• Kegiatan membantu karang • Pemasangan Keramba
pekerjaan teknis terhadap • Survei dan/atau penelitian Jaring Apung
kapal-kapal yang masih ilmiah • Pemasangan rumpon
mengapung tetapi sedang • Pemungutan hasil hutan perairan dangkal
mendapat malapetaka bukan kayu pada hutan • Pengangkutan ikan hasil
mangrove (madu; getah; penangkapan dengan Kapal
daun; buah dan biji; tanin; Pengangkut Ikan Hidup
ikan; hasil hutan bukan kayu Berbendera Indonesia
lainnya) • Pengangkutan ikan hasil
• Usaha pembudidayaan ikan penangkapan dengan Kapal
laut (kerapu, kakap, Pengangkut Ikan Hidup
baronang) Berbendera Asing
• Pembudidayaan ikan untuk • Bongkar muat ikan
kepentingan industri • Penangkapan ikan
• Usaha budidaya perikanan menggunakan Squid Jigging
terapung (jaring apung dan • Penangkapan ikan
pen system seluas ≥ 5 Ha menggunakan Pancing
dengan jumlah 1000 unit. Prawe Dasar
• Pengambilan sumber daya • Penangkapan ikan
laut non ikan untuk menggunakan Long line
kepentingan ekonomi (rawai Tuna)
• Pembudidayaan sumber • Penangkapan ikan
daya laut non ikan untuk menggunakan Pole dan line
kepentingan ekonomi • Penangkapan ikan
• Budidaya Ikan hasil menggunakan
rekayasa genetik Bubu/Muroami dan
• Pemasangan rumpon sejenisnya
perairan dalam • Penangkapan ikan
• Penangkapan ikan menggunakan Bagan Apung
menggunakan pukat hela • Pengerukan perairan
(trawls), payang, cantrang, dengan capital dredging
jaring lampara, dogol, dan • Pengerukan perairan laut
sejenisnya dengan capital dredging
• Penangkapan ikan yang memotong material
menggunakan Gill Net (Jaring karang dan/atau batu
insang) dan sejenisnya • Penempatan tailing (bahan
• Penangkapan ikan yang tertinggal setelah
menggunakan seine nets dan pemisahan fraksi) di bawah
sejenisnya laut
LOKASI LUAS TITIK KOORDINAT Aktivitas yang Aktivitas yang tidak Aktivitas diperbolehkan
ZONA SUB ZONA NLP KODE
PERAIRAN KABUPATEN/KOTA NAMA OBYEK (KM2) LONG (X) LAT (Y) diperbolehkan diperbolehkan setelah memperoleh izin
• Penangkapan ikan • Pemasangan fasilitas
menggunakan Long bag set turbin generator energi
net (jaring kantong besar) • Kegiatan Instalasi
• Penangkapan ikan Pembangkit Listrik Tenaga
menggunakan Bouke Ami Arus Laut (PLTAL)
• Penelitian dan • Pemasangan fasilitas
pengembangan perikanan mesin kalor
• Kegiatan pengujian kapal • Eksplorasi energi OTEC
perikanan/perahu ikan • Pembangunan,
bermotor pemindahan, dan/atau
• Eksploitasi (Operasi pembongkaran bangunan
Produksi) Batubara atau instalasi pipanisasi di
• Eksploitasi (Operasi perairan
Produksi) Mineral radioaktif • Penanaman kabel
• Pengolahan & Pemurnian • Penanaman Pipa diameter
Batubara 0-20 cm
• Pengolahan & Pemurnian • Penanaman Pipa diameter
Mineral radioaktif 20-50 cm
• Penetapan tempat labuh • Penanaman Pipa diameter
• Penetapan tempat alih muat 50-100 cm
antar kapal • Penanaman Pipa diameter
• Pembangunan Kolam diatas 100 cm
pelabuhan untuk kebutuhan • Pembangunan kabel
sandar dan olah gerak kapal telekomunikasi Local Port
• Pembangunan terminal peti Service (LPS)
kemas • Penanaman dan atau
• Pembangunan terminal pemancangan kabel atau
curah kering tiang serta sarana di laut
• Pembangunan terminal • Pembangunan Sarana
curah CAIR Bantu Navigasi Pelayaran
• Pembangunan terminal ro-ro (SBNP)
• Pembangunan Tempat • Penetapan rute pelayaran
perbaikan kapal internasional
• Penempatan kapal mati • Pembangunan Fasilitas
• Pembangunan TPI Infrastruktur (Saluran
• Pembangunan breakwater Primer, Sekunder dan
(pemecah gelombang) pantai air) Industri
• Pembangunan turap penggaraman
(revetment) • Kegiatan pemindahan
• pembangunan groin; muatan dan atau bahan
• Penetapan alur pelayaran bakar (cargo and fuel
dari dan ke pelabuhan transferring)
perikanan • Penarikan (Towing)
• Uji coba kapal • Pengapungan (refloating)
• Usaha pelayanan perbaikan • Latihan militer
dan pemeliharaan kapal • Pipa intake dan outake
perikanan : dock/slipway, industri garam
bengkel dan tempat perbaikan
jaring;
• Usaha pelayanan logistik
dan perbekalan kapal
perikanan
• Pembangunan dermaga
perikanan
• Usaha bongkar muat barang
: pengemasan, penumpukan,
dan penyimpanan di
pelabuhan
• Usaha tally mandiri :
kegiatan cargodoring,
receiving/delivery, stuffing,
dan stripping peti kemas bagi
kepentingannya sendiri.
• Pembangunan dan
pengoperasian Jetty
• Pembangunan dan
pengoperasian cement
grinding plant dan cement
packing plant
• Pengoperasian Pelabuhan
Pengumpan Regional dan
LOKASI LUAS TITIK KOORDINAT Aktivitas yang Aktivitas yang tidak
ZONA SUB ZONA NLP KODE
PERAIRAN KABUPATEN/KOTA NAMA OBYEK (KM2) LONG (X) LAT (Y) diperbolehkan diperbolehkan
Lokal
• Pengerukan di wilayah
perairan Pelabuhan
Pengumpan Regional dan
Lokal
• Reklamasi di wilayah
perairan Pelabuhan
Pengumpan Regional dan
Lokal
• Usaha angkutan laut badan
usaha pada lintas pelabuhan
antar kab/kota dalam
provinsi Jawa Timur
• Usaha angkutan laut
pelayaran rakyat atau badan
usaha pada lintas pelabuhan
antar kab/kota dalam
provinsi Jawa Timur, antar
provinsi dan pelabuhan
internasional
• Usaha jasa angkutan
perairan pelabuhan
• Usaha jasa penyewaan
peralatan angkutan laut
• Pengelolaan (TUKS) di dalam
DLKR/DLKP pelabuhan
pengumpan regional.
• Operasi Kapal Angkutan
Penyeberangan Dalam
Provinsi
• Kegiatan penerbangan
diatas alur kepulauan
• Kegiatan bongkar muat oleh
kapal asing
• Kegiatan riset atau survei
hidrografi oleh kapal asing
• Kegiatan berlabuh jangkar
kecuali dalam keadaan force
majeure oleh kapal asing
• Pelatihan perang dengan
menggunakan amunisi oleh
kapal asing
• Usaha pelayanan jasa
pemanduan kapal.
• Pembangunan dan
pengoperasian terminal
khusus
• Pengangkutan dan
penjualan Garam
• Konstruksi Pertambangan
Garam
• Kegiatan pengumpulan,
pemanfaatan, pengolahan,
pembuangan, dan
penimbunan limbah B3
• Kegiatan pengumpulan,
pemanfaatan, pengolahan,
pembuangan, dan
penimbunan limbah non B3
• Kegiatan Industri Galangan
Kapal dengan sistem Graving
Dock Kapal
• Pembangunan industri yang
terintegrasi dengan
pelabuhan
• Kegiatan pembuatan
kapal/alat terapung saja;
• Kegiatan perbaikan atau
pemeliharaan kapal/alat-alat
terapung saja;
• Kegiatan pembuatan mesin-
LOKASI LUAS TITIK KOORDINAT Aktivitas yang Aktivitas yang tidak Aktivitas diperbolehkan
ZONA SUB ZONA NLP KODE
PERAIRAN KABUPATEN/KOTA NAMA OBYEK (KM2) LONG (X) LAT (Y) diperbolehkan diperbolehkan setelah memperoleh izin
mesin utama/pembantu;
• Kegiatan pembuatan alat-
alat perlengkapan lain yang
khusus dipergunakan dalam
kapal;
• Kegiatan pembuatan alat-
alat maritim lainnya
• Kegiatan pekerjaan
penyelaman (diving works
dalam rangka industri
maritim).
• Kegiatan budidaya biota laut
untuk kepentingan industri
Biofarmakologi / Bioteknologi
Laut
• Pengintroduksian organisme
hasil rekayasa genetika ke
lingkungan
• Pembangunan
pembangkitan, transmisi,
distribusi dan penjualan
tenaga listrik
• Pembangunan stasiun
pengisian bahan bakar
nelayan
Total Alokasi Ruang Sub Zona Pasir Laut 171,76
• 70% wilayah zona harus digunakan sesuai peruntukan zonanya
• Setiap usaha pertambangan memerlukan izin-izin berupa: Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi, IUP Eksploitasi, Izin Pertambangan Rakyat, Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Eksplorasi, IUPK Operasi Produksi, dan Izin
Prasarana / Ketentuan
Usaha Jasa Pertambangan (IUPJ)
Minimum
• Setiap usaha pertambangan yang wajib memiliki Amdal atau UKL-UPL harus mengurus izin lingkungan yang diterbitkan oleh Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai dengan tingkat kewenangannya
• Perlumelakukanperlindunganterhadaphak-haknelayantradisionaldalammelakukanaktivitasnyapada radius 0-2 mil
• Kegiatan penambangan pasir besi tidak diijinkan pada seluruh perairan Provinsi Jawa Timur
Ketentuan Khusus
• Kegiatan penambangan pasir laut pada NLP 3504-03 dan NLP 3504-04 perlu berkoordinasi dengan DLKr DLKp Pelabuhan Tanjung Perak dalam hal pembatasan waktu pengerukan dan pembatasan jenis alat berat yang digunakan
LAMPIRAN 3
Daftar Alur Pelayaran

Fernando Yehuda Ariyanto-232014127 75


LOKASI LUAS TITIK KOORDINAT Aktivitas yang Aktivitas yang tidak Aktivitas diperbolehkan
ZONA SUB ZONA NLP KODE
PERAIRAN KABUPATEN/KOTA NAMA OBYEK (KM2) LONG (X) LAT (Y) diperbolehkan diperbolehkan setelah memperoleh izin
ALUR LAUT
Alur Alur Pelayaran- 3504 - 09 AL - AP - PL - 1 Selat Madura Kota Probolinggo - 1,86 113,23284103200 -7,69679932723 • Usaha kegiatan • Usaha wisata edukasi • Usaha kegiatan
Pelayaran- Perlintasan Lokal 3504 - 09 AL - AP - PL - 1 Selat Madura Kota Probolinggo - 0,42 113,23677620300 -7,69666202605 hiburan dan rekreasi • Usaha wisata dayung hiburan dan rekreasi
Perlintasan 3507 - 02 AL - AP - PL - 2 Selat Madura Kab.Sumenep - 6,57 113,79260626700 -7,24470696630 • Perlindungan • Usaha wisata selam • Perlindungan
3507 - 02 AL - AP - PL - 3 Selat Madura Kab.Sumenep - 0,43 113,74979838600 -7,23304306516 keanekaragaman hayati; • Usaha wisata keanekaragaman hayati;
3507 - 02 AL - AP - PL - 4 Selat Madura Kab.Sumenep - 0,71 113,89662302000 -7,18164540596 • Penyelamatan dan memancing • Penyelamatan dan
3507 - 02 AL - AP - PL - 5 Selat Madura Kab.Sumenep - 1,26 113,88814977400 -7,16556095725 perlindungan lingkungan • Usaha wisata selancar perlindungan lingkungan
3507 - 02 AL - AP - PL - 6 Selat Madura Kab.Sumenep - 0,18 113,86712012000 -7,17044633514 • Kegiatan penerbangan • Usaha wisata olahraga • Kegiatan penerbangan
3507 - 02 AL - AP - PL - 6 Selat Madura Kab.Sumenep - 4,21 113,87498223000 -7,14987072305 diatas alur kepulauan tirta diatas alur kepulauan
3507 - 08 AL - AP - PL - 7 Selat Madura Kab.Sumenep - 4,51 114,11398742300 -7,01420130161 • Kegiatan berlabuh • Usaha dermaga wisata Kegiatan berlabuh
jangkar kecuali dalam • Usaha wisata ekstrim jangkar kecuali dalam
3507 - 08 AL - AP - PL - 7 Selat Madura Kab.Sumenep - 33,81 114,06326740200 -7,01513911979
keadaan force majeure (beresiko tinggi) keadaan force majeure
3507 - 08 AL - AP - PL - 8 Selat Madura Kab.Sumenep - 1,80 114,15146841500 -6,98215364196
oleh kapal asing • Usaha vila (cottage) di oleh kapal asing
3507 - 08 AL - AP - PL - 8 Selat Madura Kab.Sumenep - 1,49 114,15438837600 -6,98042454239 • Pengapungan atas laut • Pengapungan
3507 - 08 AL - AP - PL - 9 Selat Madura Kab.Sumenep - 19,39 114,16638934800 -7,03506106841 (refloating) • Usaha wisata snorkeling (refloating)
3507 - 12 AL - AP - PL - 9 Laut Jawa Kab.Sumenep - 55,57 114,36321990300 -7,01643878330 • Usaha wisata tontonan
3507 - 12 AL - AP - PL - 9 Laut Jawa Kab.Sumenep - 2,18 114,22828585600 -7,02096675724 • Usaha wisata berenang
3507 - 14 AL - AP - PL - 9 Selat Madura Kab.Sumenep - 5,97 114,61195078000 -7,13409663445 • Usaha restoran di atas
3507 - 15 AL - AP - PL - 9 Laut Jawa Kab.Sumenep - 11,57 114,55590040300 -7,05189416766 laut
3507 AL - AP - PL - 9 Selat Madura Kab.Sumenep - 47,22 114,50847099700 -6,97737391809 • Usaha wisata alam
3507 AL - AP - PL - 10 Selat Madura Kab.Sumenep - 8,85 115,04081664600 -6,87225006005 perairan
3509 - 02 AL - AP - PL - 11 Laut Jawa Kab.Sumenep - 5,70 115,18382573500 -6,85430702010 • Jasa Wisata Tirta
3507 AL - AP - PL - 11 Selat Madura Kab.Sumenep - 1,37 115,09526215300 -6,86536765890 (bahari)
3509 AL - AP - PL - 11 Laut Jawa Kab.Sumenep - 6,40 115,13017299300 -6,86088596357 • Pengambilan foto/video
3509 - 02 AL - AP - PL - 12 Laut Jawa Kab.Sumenep - 0,09 115,38953478100 -6,81431265786 bawah laut
3509 - 04 AL - AP - PL - 12 Laut Jawa Kab.Sumenep - 24,93 115,53962638700 -6,85245403469 • Penanaman tanaman
3509 - 07 AL - AP - PL - 12 Selat Madura Kab.Sumenep - 1,33 115,72512656200 -7,01681056980 bakau dan nipah
3509 - 08 AL - AP - PL - 12 Laut Jawa Kab.Sumenep - 58,24 115,83499895400 -6,95106650811 • Budidaya mangrove
3509 - 08 AL - AP - PL - 12 Laut Jawa Kab.Sumenep - 1,00 115,92380390900 -6,96419302151 • Penelitian kegiatan
konservasi
3509 AL - AP - PL - 12 Laut Jawa Kab.Sumenep - 6,54 115,65114849400 -6,88063734828
• Pendidikan kegiatan
3504 - 01 AL - AP - PL - 13 Laut Jawa Kab.Lamongan - 6,92 112,20402816200 -6,84956059035
konservasi
3504 AL - AP - PL - 13 Laut Jawa Kab.Lamongan - 5,48 112,20150785300 -6,79437973918
• Pengambilan terumbu
3504 - 01 AL - AP - PL - 14 Laut Jawa Kab.Lamongan - 3,22 112,26798188800 -6,82801860908 karang
3504 - 01 AL - AP - PL - 14 Laut Jawa Kab.Lamongan - 3,71 112,27090949800 -6,85934125546 • Survei dan/atau
3504 AL - AP - PL - 14 Laut Jawa Kab.Lamongan - 7,78 112,26477525100 -6,77977071369 penelitian ilmiah
3504 - 01 AL - AP - PL - 15 Laut Jawa Kab.Lamongan - 3,54 112,28283056100 -6,82691676962 • Pemungutan hasil hutan
3504 - 01 AL - AP - PL - 15 Laut Jawa Kab.Lamongan - 3,04 112,28200468000 -6,85647801493 bukan kayu pada hutan
3504 AL - AP - PL - 15 Laut Jawa Kab.Lamongan - 11,59 112,28285838900 -6,75994567133 mangrove (madu; getah;
3502 - 03 AL - AP - PL - 16 Laut Jawa Kab.Tuban - 0,005 112,15696256000 -6,83792255623 daun; buah dan biji; tanin;
3504 - 01 AL - AP - PL - 16 Laut Jawa Kab.Tuban - 5,18 112,16676612000 -6,86551833876 ikan; hasil hutan bukan
3504 - 01 AL - AP - PL - 16 Laut Jawa Kab.Lamongan - 0,0001 112,17253459700 -6,89653261870 kayu lainnya)
3504 - 01 AL - AP - PL - 16 Laut Jawa Kab.Tuban - 0,48 112,15913609800 -6,84505953310 • Penangkapan ikan
3504 - 01 AL - AP - PL - 16 Laut Jawa Kab.Tuban - 0,05 112,15786794200 -6,83828263099 dengan kapasitas kapal <
3502 AL - AP - PL - 16 Laut Jawa Kab.Tuban - 16,70 112,11418313500 -6,69100899981 10GT
3502 AL - AP - PL - 16 Laut Jawa Kab.Tuban - 1,29 112,15050478300 -6,76318208813 • Penangkapan ikan
3502 AL - AP - PL - 16 Laut Jawa Kab.Tuban - 1,43 112,15500560700 -6,78992204561 dengan kapasitas kapal
3502 AL - AP - PL - 16 Laut Jawa Kab.Tuban - 1,09 112,10223069600 -6,68028112282 10-30 GT
3504 AL - AP - PL - 16 Laut Jawa Kab.Tuban - 2,13 112,16354968600 -6,81298899675 • Penangkapan ikan
dengan kapasitas kapal ≥
3504 AL - AP - PL - 16 Laut Jawa Kab.Tuban - 0,04 112,15975789600 -6,83392013713
30GT
3504 AL - AP - PL - 16 Laut Jawa Kab.Tuban - 3,98 112,16022704700 -6,80103317859
• Pengambilan barang-
3502 - 01 AL - AP - PL - 17 Laut Jawa Kab.Tuban - 0,81 111,73192650700 -6,76801083471
barang purbakala dengan
3502 - 01 AL - AP - PL - 17 Laut Jawa Kab.Tuban - 0,10 111,72587210400 -6,76889705501 perahu bermotor ≤ 5GT
3502 - 02 AL - AP - PL - 17 Laut Jawa Kab.Tuban - 7,33 111,75363684000 -6,74023074611 • Pengambilan barang-
3502 AL - AP - PL - 17 Laut Jawa Kab.Tuban - 17,07 111,80073631100 -6,64561600049 barang purbakala dengan
3505 - 01 AL - AP - PL - 18 Laut Jawa Kab.Gresik - 7,34 112,64936607900 -5,88774896023 perahu bermotor 5 - 30 GT
3505 AL - AP - PL - 18 Laut Jawa Kab.Gresik - 16,58 112,65071009600 -5,99552268094 • Pengambilan barang-
3504 - 01 AL - AP - PL - 19 Laut Jawa Kab.Lamongan - 1,24 112,17307009900 -6,87339028665 barang purbakala dengan
perahu bermotor > 30 GT
• Pengambilan barang-
barang selain barang
purbakala dengan perahu
bermotor ≤ 5GT
• Pengambilan barang-
barang selain barang
purbakala dengan perahu
bermotor 5 - 30 GT
• Pengambilan barang-
barang selain barang
purbakala dengan perahu
LOKASI LUAS TITIK KOORDINAT Aktivitas yang Aktivitas yang tidak Aktivitas diperbolehkan
ZONA SUB ZONA NLP KODE
PERAIRAN KABUPATEN/KOTA NAMA OBYEK (KM2) LONG (X) LAT (Y) diperbolehkan diperbolehkan setelah memperoleh izin
bermotor > 30 GT
• Pelepasan jangkar
• Penggunaan galah
untuk mendorong perahu
• Usaha pembudidayaan
ikan laut (kerapu, kakap,
baronang)
• Pembudidayaan ikan
untuk kepentingan
industri
• Usaha budidaya
perikanan terapung (jaring
apung dan pen system
seluas ≥ 5 Ha dengan
jumlah 1000 unit.
• Pengambilan sumber
daya laut non ikan untuk
kepentingan ekonomi
• Pembudidayaan sumber
daya laut non ikan untuk
kepentingan ekonomi
• Pengangkutan ikan hasil
budidaya dengan Kapal
Pengangkut Ikan Hidup
Berbendera Indonesia
• Pengangkutan ikan hasil
budidaya dengan Kapal
Pengangkut Ikan Hidup
Berbendera Asing
• Pengangkutan ikan hasil
budidaya dengan Kapal
nelayan kecil
• Budidaya Ikan hasil
rekayasa genetik
Pemasangan Keramba
Jaring Apung
Pemasangan rumpon
perairan dalam
Pemasangan rumpon
perairan dangkal
Pengangkutan ikan hasil
penangkapan dengan
Kapal Pengangkut Ikan
Hidup Berbendera
Indonesia
Pengangkutan ikan hasil
penangkapan dengan
Kapal Pengangkut Ikan
Hidup Berbendera Asing
Bongkar muat ikan
Penangkapan ikan
menggunakan pukat hela
(trawls), payang, cantrang,
jaring lampara, dogol, dan
sejenisnya
Penangkapan ikan
menggunakan Gill Net
(Jaring insang) dan
sejenisnya
Penangkapan ikan
menggunakan seine nets
dan sejenisnya
Penangkapan ikan
menggunakan Long bag
set net (jaring kantong
besar)
Penangkapan ikan
menggunakan Squid
Jigging
Penangkapan ikan
menggunakan Pancing
LOKASI LUAS TITIK KOORDINAT Aktivitas yang Aktivitas yang tidak Aktivitas diperbolehkan
ZONA SUB ZONA NLP KODE
PERAIRAN KABUPATEN/KOTA NAMA OBYEK (KM2) LONG (X) LAT (Y) diperbolehkan diperbolehkan setelah memperoleh izin
Prawe Dasar
Penangkapan ikan
menggunakan Long line
(rawai Tuna)
Penangkapan ikan
menggunakan Pole dan
line
Penangkapan ikan
menggunakan
Bubu/Muroami dan
sejenisnya
Penangkapan ikan
menggunakan Bouke Ami
Penangkapan ikan
menggunakan Bagan
Apung
Penelitian dan
pengembangan perikanan
Kegiatan pengujian kapal
perikanan/perahu ikan
bermotor
Eksplorasi mineral logam,
mineral bukan logam,
batuan, batubara, mineral
radioaktif
Pengangkutan mineral
logam, mineral bukan
logam, batuan, batubara,
mineral radioaktif
Pembangunan FPSO
(Floating Production
Storage and Offloading)
Pengerukan perairan
dengan capital dredging
Pengerukan perairan laut
dengan capital dredging
yang memotong material
karang dan/atau batu
Pembangunan PLTU
Pembangunan
anjungan/platform migas
Pembangunan Floating
Storage Offloading (FSO)
Pembangunan Fasilitas
Terapung (Floating
Facility) Migas: Mooring
Eksploitasi (Operasi
Produksi) Batubara
Eksploitasi (Operasi
Produksi) Mineral logam
Eksploitasi (Operasi
Produksi) Mineral bukan
logam atau mineral batuan
Eksploitasi (Operasi
Produksi) Mineral
radioaktif
Pengolahan & Pemurnian
Batubara
Pengolahan & Pemurnian
Mineral logam
Pengolahan & Pemurnian
Mineral bukan logam atau
mineral batuan
Pengolahan & Pemurnian
Mineral radioaktif
Penempatan tailing (bahan
yang tertinggal setelah
pemisahan fraksi) di
bawah laut
Pembangunan Terminal
Regasifikasi LNG
LOKASI LUAS TITIK KOORDINAT Aktivitas yang Aktivitas yang tidak Aktivitas diperbolehkan
ZONA SUB ZONA NLP KODE
PERAIRAN KABUPATEN/KOTA NAMA OBYEK (KM2) LONG (X) LAT (Y) diperbolehkan diperbolehkan setelah memperoleh izin
Pembakaran Gas Suar
Bakar (Flaring)
Pemusnahan handak
migas
Pemasangan fasilitas
turbin generator energi
Kegiatan Instalasi
Pembangkit Listrik Tenaga
Arus Laut (PLTAL)
Pemasangan fasilitas
mesin kalor
Eksplorasi energi OTEC
Pembangunan,
pemindahan, dan/atau
pembongkaran bangunan
atau instalasi pipanisasi di
perairan
Penanaman kabel
Penanaman Pipa diameter
0-20 cm
Penanaman Pipa diameter
20-50 cm
Penanaman Pipa diameter
50-100 cm
Penanaman Pipa diameter
diatas 100 cm
Pembangunan kabel
telekomunikasi Local Port
Service (LPS)
Penanaman dan atau
pemancangan kabel atau
tiang serta sarana di laut
Penetapan tempat labuh
Penetapan tempat alih
muat antar kapal
Pembangunan Kolam
pelabuhan untuk
kebutuhan sandar dan
olah gerak kapal
Pembangunan terminal
peti kemas
Pembangunan terminal
curah kering
Pembangunan terminal
curah CAIR
Pembangunan terminal ro-
ro
Pembangunan Tempat
perbaikan kapal
Penempatan kapal mati
Pembangunan TPI
Pembangunan breakwater
(pemecah gelombang)
Pembangunan turap
(revetment)
pembangunan groin;
Uji coba kapal
Usaha pelayanan
perbaikan dan
pemeliharaan kapal
perikanan : dock/slipway,
bengkel dan tempat
perbaikan jaring;
Usaha pelayanan logistik
dan perbekalan kapal
perikanan
Pembangunan dermaga
perikanan
Usaha bongkar muat
barang : pengemasan,
penumpukan, dan
LOKASI LUAS TITIK KOORDINAT Aktivitas yang Aktivitas yang tidak Aktivitas diperbolehkan
ZONA SUB ZONA NLP KODE
PERAIRAN KABUPATEN/KOTA NAMA OBYEK (KM2) LONG (X) LAT (Y) diperbolehkan diperbolehkan setelah memperoleh izin
penyimpanan di
pelabuhan
Usaha tally mandiri :
kegiatan cargodoring,
receiving/delivery, stuffing,
dan stripping peti kemas
bagi kepentingannya
sendiri.
Pembangunan dan
pengoperasian Jetty
Pengerukan di wilayah
perairan Pelabuhan
Pengumpan Regional dan
Lokal
Reklamasi di wilayah
perairan Pelabuhan
Pengumpan Regional dan
Lokal
Penetapan rute pelayaran
internasional
Kegiatan bongkar muat
oleh kapal asing
Kegiatan riset atau survei
hidrografi oleh kapal asing
Pelatihan perang dengan
menggunakan amunisi
oleh kapal asing
Konstruksi Pertambangan
Garam
Pembangunan Fasilitas
Infrastruktur (Saluran
Primer, Sekunder dan
pantai air) Industri
penggaraman
Kegiatan pengumpulan,
pemanfaatan, pengolahan,
pembuangan, dan
penimbunan limbah B3
Kegiatan pengumpulan,
pemanfaatan, pengolahan,
pembuangan, dan
penimbunan limbah non
B3
Kegiatan Industri
Galangan Kapal dengan
sistem Graving Dock Kapal
Kegiatan pembuatan
kapal/alat terapung saja;
Kegiatan perbaikan atau
pemeliharaan kapal/alat-
alat terapung saja;
Kegiatan pembuatan
mesin-mesin
utama/pembantu;
Kegiatan pembuatan alat-
alat perlengkapan lain
yang khusus
dipergunakan dalam
kapal;
Kegiatan pembuatan alat-
alat maritim lainnya
Kegiatan pekerjaan
penyelaman (diving works
dalam rangka industri
maritim).
Kegiatan pemindahan
muatan dan atau bahan
bakar (cargo and fuel
transferring)
Kegiatan budidaya biota
laut untuk kepentingan
LOKASI LUAS TITIK KOORDINAT Aktivitas yang Aktivitas yang tidak Aktivitas diperbolehkan
ZONA SUB ZONA NLP KODE
PERAIRAN KABUPATEN/KOTA NAMA OBYEK (KM2) LONG (X) LAT (Y) diperbolehkan diperbolehkan setelah memperoleh izin
industri Biofarmakologi /
Bioteknologi Laut
Pengintroduksian
organisme hasil rekayasa
genetika ke lingkungan
Pembangunan
pembangkitan, transmisi,
distribusi dan penjualan
tenaga listrik
Pembangunan stasiun
pengisian bahan bakar
nelayan
Pipa intake dan outake
industri garam
Latihan militer
Total Alokasi Ruang Alur Pelayaran-Perlintasan Lokal 441,72
• 70% wilayah zona harus digunakan sesuai peruntukan zonanya
• Setiap badan usaha penyelenggara alur pelayaran memerlukan izin-izin berupa : Ijin penyelenggaraan alur pelayaran untuk badan usaha; Ijin pembangunan SBNP; Ijin Pembangunan SBNP pada terminal khusus; Ijin pembangunan SBNP

pada pelabuhan; rekomendasi teknis dari UPT setempat berupa tata ruang perairan pelabuhan sesuai dengan peruntukan dan kepentingannya pada alur¬ pelayaran yang akan ditetapkan; rekomendasi teknis dari Distrik Navigasi
setempat; berupa rencana desain (alur-pelayaran beserta rencana kebutuhan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran; sistem rute; dan tata cara berlalu lintas)
3. Berdasarkan PM 129 Tahun 2016 tentang Alur Pelayaran di Laut dan Bangunan dan/atau Instalasi di Perairan bahwa setiap badan usaha penyelenggara alur pelayaran hars memenuhi persyaratan teknis berupa
: a. rencana induk pelabuhan dan/ atau terminal khusus dilengkapi dengan peta lokasi yang menggambarkan batas-batas wilayah daratan dan perairan, ditandai dengan titik-titik koordinat geografis;
b. peta laut yang menggambarkan titik koordinat lokasi yang akan dibangun;
c. hasil survei hidro-oceanografi berupa peta bathimetri yang dapat menunjukkan kondisi lebar, kedalaman dan dasar laut pada alur yang akan ditetapkan serta informasi terkait kondisi pasang surut, arah dan kekuatan arus
serta sedimentasi; dan
d. informasi mengenai dimensi kapal yang akan keluar dan masuk pada alur pelayaran; dan
Prasarana / Ketentuan
e. rancangan penetapan alur pelayaran, sistem rute, tata cara berlalu lintas dan daerah labuh kapal sesuai dengan kepentingannya pada alur yang akan ditetapkan.
Minimum
4. Berdasarkan PM 129 Tahun 2016 tentang Alur Pelayaran di Laut dan Bangunan dan/atau Instalasi di Perairan bahwa Bangunan atau instalasi di perairan paling sedikit harus memenuhi persyaratan:
a. penempatan, pemendaman dan penandaan;
b. tidak menimbulkan kerusakan terhadap bangunan atau instalasi Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran dan Fasilitas Telekomunikasi- Pelayaran;
c. memperhatikan ruang bebas dalam pembangunan kabel saluran udara dan/ atau jembatan ;
d. memperhatikan koridor pemasangan kabel dan pipa bawah laut; dan
e. berada di luar perairan wajib pandu.
5. kapal yang sedang menangkap ikan tidak boleh merintangi jalan setiap kapal lain yang sedang berlayar di dalam alur pelayaran;
6. kapal tidak boleh memotong alur-pelayaran atau alur pelayaran sempit jika terjadi maka jalan kapal hanya dapat berlayar dengan aman dan tidak membahayakan ekosistem
7. Perlu melakukan perlindungan hak-hak terhadap nelayan tradisional dalam melakukan aktivitasnya dalam radius 0-2 mil
8. Kegiatan pelayaran agar berkordinasi dengan KSOP
1. Bagi kapal yang berada pada zona terlarang dilarang melakukan kegiatan antara lain :
a. melintas, kecuali kapal negara dan kapal lain yang berkepentingan;
b. melakukan kegiatan penangkapan ikan dan sejenisnya;
c. melakukan kegiatan yang dapat membahayakan bangunan/ instalasi.
*zona terlarang adalah zona pada area 500 m diitung dari sisi terluar bangunan/instalasi
Ketentuan Khusus 2. Bagi kapal yang berada pada zona terbatas dilarang melakukan kegiatan antara lain:
a. berlabuh jangkar (drop anchor);
b. melakukan kegiatan penangkapan ikan dan sejenisnya;
c. melakukan kegiatan- kegiatan yang dapat membahayakan bangunan dan/ atau instalasi.
*zona terbatas adalah zona pada area 1.750 m diitung dari sisi terluar bangunan/instalasi
3. Pada zona alur pelayaran di Kecamatan Socah Bangkalan diperbolehkan untuk penggunaan alat tangkap menetap. (NLP 3504-02)
Alur Pelayaran- 3504 AL - AP - PR - Laut Jawa Laut Lepas - 4,96 113,61146000900 -7,45920833691 • Usaha kegiatan • Usaha wisata edukasi • Usaha kegiatan
Perlintasan 3507 AL - AP - PR - Selat Madura Laut Lepas - 3,60 113,77918704800 -7,47158719330 hiburan dan rekreasi • Usaha wisata dayung hiburan dan rekreasi
Regional 3507 AL - AP - PR - Selat Madura Laut Lepas - 5,58 113,64851890300 -7,48996906444 • Perlindungan • Usaha wisata selam • Perlindungan
3507 AL - AP - PR - Selat Madura Laut Lepas - 1,11 113,91825017400 -7,43460090030 keanekaragaman hayati; • Usaha wisata keanekaragaman hayati;
3507 AL - AP - PR - Selat Madura Laut Lepas - 1,03 113,77898786000 -7,47298891611 • Penyelamatan dan memancing • Penyelamatan dan
3507 AL - AP - PR - Selat Madura Laut Lepas - 0,48 113,66658156100 -7,50977735766 perlindungan lingkungan • Usaha wisata selancar perlindungan lingkungan
3507 AL - AP - PR - Selat Madura Laut Lepas - 0,15 113,91049301000 -7,42974844520 • Kegiatan penerbangan • Usaha wisata olahraga • Kegiatan penerbangan
3507 AL - AP - PR - Selat Madura Laut Lepas - 0,71 113,76653927200 -7,45255981652 diatas alur kepulauan tirta diatas alur kepulauan
• Kegiatan berlabuh • Usaha dermaga wisata Kegiatan berlabuh
3507 AL - AP - PR - Selat Madura Laut Lepas - 0,08 113,67171301100 -7,51021333597
jangkar kecuali dalam • Usaha wisata ekstrim jangkar kecuali dalam
3506 - 08 AL - AP - PR - 1 Selat Bali Kab.Banyuwangi - 4,33 114,49231791400 -8,04226123812
keadaan force majeure (beresiko tinggi) keadaan force majeure
3506 - 11 AL - AP - PR - 1 Selat Bali Kab.Banyuwangi - 0,98 114,51678562600 -8,03230705928
oleh kapal asing • Usaha vila (cottage) di oleh kapal asing
3506 AL - AP - PR - 1 Selat Bali Kab.Banyuwangi - 0,73 114,52597559900 -8,02695895911 • Pengapungan atas laut • Pengapungan
3507 - 01 AL - AP - PR - 2 Selat Madura Kab.Situbondo - 12,17 113,86748978700 -7,65862536288 (refloating) • Usaha wisata snorkeling (refloating)
3507 - 01 AL - AP - PR - 2 Selat Madura Kab.Situbondo - 0,96 113,91951385900 -7,68775378310 • Usaha wisata tontonan
3507 - 01 AL - AP - PR - 2 Selat Madura Kab.Situbondo - 0,00 113,92186038200 -7,69393844464 • Usaha wisata berenang
3507 - 05 AL - AP - PR - 2 Selat Madura Kab.Situbondo - 0,80 113,92873477600 -7,69335725136 • Usaha restoran di atas
3507 AL - AP - PR - 2 Selat Madura Kab.Situbondo - 20,76 113,74906967800 -7,57416636828 laut
3507 AL - AP - PR - 2 Selat Madura Kab.Situbondo - 0,06 113,66601352500 -7,51300209157 • Usaha wisata alam
3507 AL - AP - PR - 2 Selat Madura Kab.Situbondo - 0,41 113,67368006500 -7,51686865653 perairan
3507 AL - AP - PR - 2 Selat Madura Kab.Situbondo - 0,54 113,67142143200 -7,51360458626 • Jasa Wisata Tirta
3507 - 01 AL - AP - PR - 3 Selat Madura Kab.Situbondo - 7,90 113,89705085900 -7,65045571969 (bahari)
3507 - 01 AL - AP - PR - 3 Selat Madura Kab.Situbondo - 0,61 113,91997579700 -7,68137092328 • Pengambilan foto/video
LOKASI LUAS TITIK KOORDINAT Aktivitas yang Aktivitas yang tidak Aktivitas diperbolehkan
ZONA SUB ZONA NLP KODE
PERAIRAN KABUPATEN/KOTA NAMA OBYEK (KM2) LONG (X) LAT (Y) diperbolehkan diperbolehkan setelah memperoleh izin
3507 - 05 AL - AP - PR - 3 Selat Madura Kab.Situbondo - 0,02 113,92434922900 -7,67664875656 bawah laut
3507 - 05 AL - AP - PR - 3 Selat Madura Kab.Situbondo - 1,30 113,92974551500 -7,68658131049 • Penanaman tanaman
3507 AL - AP - PR - 3 Selat Madura Kab.Situbondo - 17,77 113,83220642900 -7,55679236032 bakau dan nipah
3504 - 09 AL - AP - PR - 4 Selat Madura Kota Probolinggo - 4,12 113,24359597900 -7,63559641622 • Budidaya mangrove
3504 - 09 AL - AP - PR - 4 Selat Madura Kota Probolinggo - 8,24 113,22684596700 -7,69047407531 • Penelitian kegiatan
3504 - 09 AL - AP - PR - 4 Selat Madura Kota Probolinggo - 0,00 113,21653816500 -7,73045813347 konservasi
3504 - 09 AL - AP - PR - 4 Selat Madura Kab.Probolinggo - 0,00 113,21653816500 -7,73045813347 • Pendidikan kegiatan
3504 - 09 AL - AP - PR - 4 Selat Madura Kota Probolinggo - 0,11 113,22143252900 -7,72031381357 konservasi
• Pengambilan terumbu
3504 - 09 AL - AP - PR - 4 Selat Madura Kota Probolinggo - 0,00 113,22068442000 -7,72728603650
karang
3504 - 09 AL - AP - PR - 4 Selat Madura Kota Probolinggo - 0,08 113,22105786100 -7,72464285482
• Survei dan/atau
3504 AL - AP - PR - 4 Selat Madura Kota Probolinggo - 14,69 113,28012431200 -7,55102626753
penelitian ilmiah
3504 AL - AP - PR - 4 Selat Madura Kota Probolinggo - 1,05 113,26730412500 -7,57769926304 • Pemungutan hasil hutan
3504 AL - AP - PR - 4 Selat Madura Kota Probolinggo - 1,02 113,29664406600 -7,51340020836 bukan kayu pada hutan
3504 AL - AP - PR - 5 Selat Madura Kab.Sumenep - 0,25 113,60317818600 -7,44166439466 mangrove (madu; getah;
3507 - 05 AL - AP - PR - 6 Selat Madura Kab.Situbondo - 19,67 114,16915048400 -7,66971846546 daun; buah dan biji; tanin;
3507 - 05 AL - AP - PR - 6 Selat Madura Kab.Situbondo - 1,06 114,21055803300 -7,67730523180 ikan; hasil hutan bukan
3507 - 06 AL - AP - PR - 6 Selat Madura Kab.Situbondo - 10,15 114,07493405200 -7,58239557872 kayu lainnya)
3507 - 06 AL - AP - PR - 6 Selat Madura Kab.Situbondo - 1,41 114,05369789600 -7,56310299915 • Penangkapan ikan
3507 AL - AP - PR - 6 Selat Madura Kab.Situbondo - 38,71 114,08272816100 -7,54042659896 dengan kapasitas kapal <
3504 AL - AP - PR - 7 Selat Madura Kab.Sampang - 14,62 113,34208173000 -7,42536195131 10GT
3504 AL - AP - PR - 8 Selat Madura Kab.Pamekasan - 11,74 113,56215424500 -7,40179171140 • Penangkapan ikan
3507 AL - AP - PR - 9 Selat Madura Kab.Sumenep - 10,40 113,87755192200 -7,39260316122 dengan kapasitas kapal
3507 AL - AP - PR - 9 Selat Madura Kab.Sumenep - 0,97 113,91119521500 -7,42566733064 10-30 GT
3507 AL - AP - PR - 10 Selat Madura Kab.Sumenep - 10,97 113,74218713400 -7,40266859278 • Penangkapan ikan
3507 AL - AP - PR - 10 Selat Madura Kab.Sumenep - 0,41 113,76598440600 -7,44600078911 dengan kapasitas kapal ≥
3504 AL - AP - PR - 11 Selat Madura Kab.Sampang - 3,37 113,38467794500 -7,34365425728 30GT
3504 AL - AP - PR - 12 Selat Madura Kab.Pamekasan - 5,15 113,40741827600 -7,31593382930 • Pengambilan barang-
barang purbakala dengan
3504 - 14 AL - AP - PR - 13 Selat Madura Kab.Pamekasan - 2,60 113,48438266900 -7,29962888786
perahu bermotor ≤ 5GT
3504 AL - AP - PR - 13 Selat Madura Kab.Pamekasan - 6,08 113,50577825500 -7,33012700686
• Pengambilan barang-
3507 - 02 AL - AP - PR - 14 Selat Madura Kab.Sumenep - 3,62 113,69799818800 -7,28902699275
barang purbakala dengan
3507 AL - AP - PR - 14 Selat Madura Kab.Sumenep - 5,30 113,70913602900 -7,32581242539 perahu bermotor 5 - 30 GT
3507 - 02 AL - AP - PR - 15 Selat Madura Kab.Sumenep - 3,83 113,77365863300 -7,27980783925 • Pengambilan barang-
3507 AL - AP - PR - 15 Selat Madura Kab.Sumenep - 8,42 113,80840791100 -7,32081251685 barang purbakala dengan
3504 - 15 AL - AP - PR - 16 Selat Madura Kab.Pamekasan - 8,78 113,44897238300 -7,26418422136 perahu bermotor > 30 GT
3504 - 15 AL - AP - PR - 16 Selat Madura Kab.Pamekasan - 2,77 113,44972153100 -7,23355455166 • Pengambilan barang-
3504 AL - AP - PR - 16 Selat Madura Kab.Pamekasan - 0,45 113,42503208600 -7,28297861453 barang selain barang
3507 - 02 AL - AP - PR - 17 Selat Madura Kab.Sumenep - 33,84 113,71297214100 -7,18961908909 purbakala dengan perahu
3507 - 03 AL - AP - PR - 17 Selat Madura Kab.Sumenep - 0,53 113,68944553600 -7,11187234933 bermotor ≤ 5GT
3507 - 07 AL - AP - PR - 18 Selat Madura Kab.Sumenep - 5,90 114,07048664900 -7,15732302636 • Pengambilan barang-
3507 - 11 AL - AP - PR - 18 Selat Madura Kab.Sumenep - 24,89 114,36172419800 -7,21078686753 barang selain barang
3507 - 11 AL - AP - PR - 18 Selat Madura Kab.Sumenep - 0,25 114,45825162300 -7,23284146279 purbakala dengan perahu
3507 - 11 AL - AP - PR - 18 Selat Madura Kab.Sumenep - 1,98 114,32819590200 -7,17406087858 bermotor 5 - 30 GT
3507 - 14 AL - AP - PR - 18 Selat Madura Kab.Sumenep - 16,80 114,70399955400 -7,17248882913 • Pengambilan barang-
3507 - 14 AL - AP - PR - 18 Selat Madura Kab.Sumenep - 1,75 114,68185594500 -7,20518039544 barang selain barang
3507 - 15 AL - AP - PR - 18 Laut Jawa Kab.Sumenep - 6,61 114,78194722500 -7,09407031929 purbakala dengan perahu
3507 - 17 AL - AP - PR - 18 Laut Jawa Kab.Sumenep - 3,64 114,82201939900 -7,07004558346 bermotor > 30 GT
• Pelepasan jangkar
3507 AL - AP - PR - 18 Selat Madura Kab.Sumenep - 88,95 114,53515289400 -7,16105720640
• Penggunaan galah
3507 AL - AP - PR - 18 Selat Madura Kab.Sumenep - 3,11 114,35581847600 -7,27101296957
untuk mendorong perahu
3509 - 02 AL - AP - PR - 19 Laut Jawa Kab.Sumenep - 36,59 115,26093178600 -6,85245381275
• Usaha pembudidayaan
3509 - 03 AL - AP - PR - 19 Selat Madura Kab.Sumenep - 1,01 115,68722947400 -7,16289302053 ikan laut (kerapu, kakap,
3509 - 04 AL - AP - PR - 19 Laut Jawa Kab.Sumenep - 38,79 115,54699715100 -6,90058463210 baronang)
3509 - 07 AL - AP - PR - 19 Selat Madura Kab.Sumenep - 21,87 115,73163395200 -7,08973684546 • Pembudidayaan ikan
3509 - 07 AL - AP - PR - 19 Selat Madura Kab.Sumenep - 1,20 115,71889647900 -7,03161930949 untuk kepentingan
3509 - 08 AL - AP - PR - 19 Laut Jawa Kab.Sumenep - 2,60 115,69967813600 -7,00190649330 industri
3507 AL - AP - PR - 19 Selat Madura Kab.Sumenep - 3,89 115,08711988800 -6,95739446172 • Usaha budidaya
3509 AL - AP - PR - 19 Selat Madura Kab.Sumenep - 21,69 115,44672974700 -7,12273248701 perikanan terapung (jaring
3509 AL - AP - PR - 19 Selat Madura Kab.Sumenep - 1,13 115,64761449700 -7,21118481298 apung dan pen system
3508 - 01 AL - AP - PR - 20 Laut Jawa Kab.Sumenep - 11,97 114,45170251600 -5,59999665644 seluas ≥ 5 Ha dengan
3508 AL - AP - PR - 20 Laut Jawa Kab.Sumenep - 17,65 114,37398160500 -5,70556584961 jumlah 1000 unit.
3504 - 09 AL - AP - PR - 21 Selat Madura Kota Probolinggo - 1,16 113,26861427900 -7,68376643580 • Pengambilan sumber
3504 - 09 AL - AP - PR - 22 Selat Madura Kab.Probolinggo - 5,06 113,30067105100 -7,69171944440 daya laut non ikan untuk
3504 - 09 AL - AP - PR - 22 Selat Madura Kab.Probolinggo - 0,00 113,27400648600 -7,68618946341 kepentingan ekonomi
3504 - 13 AL - AP - PR - 22 Selat Madura Kab.Probolinggo - 3,98 113,39472224600 -7,72677329775 • Pembudidayaan sumber
3504 - 13 AL - AP - PR - 22 Selat Madura Kab.Probolinggo - 5,12 113,35530912400 -7,71220867726 daya laut non ikan untuk
3504 AL - AP - PR - 22 Selat Madura Kab.Probolinggo - 1,96 113,32602973800 -7,69757519108 kepentingan ekonomi
• Pengangkutan ikan hasil
budidaya dengan Kapal
Pengangkut Ikan Hidup
LOKASI LUAS TITIK KOORDINAT Aktivitas yang Aktivitas yang tidak Aktivitas diperbolehkan
ZONA SUB ZONA NLP KODE
PERAIRAN KABUPATEN/KOTA NAMA OBYEK (KM2) LONG (X) LAT (Y) diperbolehkan diperbolehkan setelah memperoleh izin
Berbendera Indonesia
Pengangkutan ikan hasil
budidaya dengan Kapal
Pengangkut Ikan Hidup
Berbendera Asing
Pengangkutan ikan hasil
budidaya dengan Kapal
nelayan kecil
Budidaya Ikan hasil
rekayasa genetik
Pemasangan Keramba
Jaring Apung
Pemasangan rumpon
perairan dalam
Pemasangan rumpon
perairan dangkal
Pengangkutan ikan hasil
penangkapan dengan
Kapal Pengangkut Ikan
Hidup Berbendera
Indonesia
Pengangkutan ikan hasil
penangkapan dengan
Kapal Pengangkut Ikan
Hidup Berbendera Asing
Bongkar muat ikan
Penangkapan ikan
menggunakan pukat hela
(trawls), payang, cantrang,
jaring lampara, dogol, dan
sejenisnya
Penangkapan ikan
menggunakan Gill Net
(Jaring insang) dan
sejenisnya
Penangkapan ikan
menggunakan seine nets
dan sejenisnya
Penangkapan ikan
menggunakan Long bag
set net (jaring kantong
besar)
Penangkapan ikan
menggunakan Squid
Jigging
Penangkapan ikan
menggunakan Pancing
Prawe Dasar
Penangkapan ikan
menggunakan Long line
(rawai Tuna)
Penangkapan ikan
menggunakan Pole dan
line
Penangkapan ikan
menggunakan
Bubu/Muroami dan
sejenisnya
Penangkapan ikan
menggunakan Bouke Ami
Penangkapan ikan
menggunakan Bagan
Apung
Penelitian dan
pengembangan perikanan
Kegiatan pengujian kapal
perikanan/perahu ikan
bermotor
Eksplorasi mineral logam,
mineral bukan logam,
batuan, batubara, mineral
LOKASI LUAS TITIK KOORDINAT Aktivitas yang Aktivitas yang tidak Aktivitas diperbolehkan
ZONA SUB ZONA NLP KODE
PERAIRAN KABUPATEN/KOTA NAMA OBYEK (KM2) LONG (X) LAT (Y) diperbolehkan diperbolehkan setelah memperoleh izin
radioaktif
Pengangkutan mineral
logam, mineral bukan
logam, batuan, batubara,
mineral radioaktif
Pembangunan FPSO
(Floating Production
Storage and Offloading)
Pengerukan perairan
dengan capital dredging
Pengerukan perairan laut
dengan capital dredging
yang memotong material
karang dan/atau batu
Pembangunan PLTU
Pembangunan
anjungan/platform migas
Pembangunan Floating
Storage Offloading (FSO)
Pembangunan Fasilitas
Terapung (Floating
Facility) Migas: Mooring
Eksploitasi (Operasi
Produksi) Batubara
Eksploitasi (Operasi
Produksi) Mineral logam
Eksploitasi (Operasi
Produksi) Mineral bukan
logam atau mineral batuan
Eksploitasi (Operasi
Produksi) Mineral
radioaktif
Pengolahan & Pemurnian
Batubara
Pengolahan & Pemurnian
Mineral logam
Pengolahan & Pemurnian
Mineral bukan logam atau
mineral batuan
Pengolahan & Pemurnian
Mineral radioaktif
Penempatan tailing (bahan
yang tertinggal setelah
pemisahan fraksi) di
bawah laut
Pembangunan Terminal
Regasifikasi LNG
Pembakaran Gas Suar
Bakar (Flaring)
Pemusnahan handak
migas
Pemasangan fasilitas
turbin generator energi
Kegiatan Instalasi
Pembangkit Listrik Tenaga
Arus Laut (PLTAL)
Pemasangan fasilitas
mesin kalor
Eksplorasi energi OTEC
Pembangunan,
pemindahan, dan/atau
pembongkaran bangunan
atau instalasi pipanisasi di
perairan
Penanaman kabel
Penanaman Pipa diameter
0-20 cm
Penanaman Pipa diameter
20-50 cm
Penanaman Pipa diameter
50-100 cm
LOKASI LUAS TITIK KOORDINAT Aktivitas yang Aktivitas yang tidak Aktivitas diperbolehkan
ZONA SUB ZONA NLP KODE
PERAIRAN KABUPATEN/KOTA NAMA OBYEK (KM2) LONG (X) LAT (Y) diperbolehkan diperbolehkan setelah memperoleh izin
Penanaman Pipa diameter
diatas 100 cm
Pembangunan kabel
telekomunikasi Local Port
Service (LPS)
Penanaman dan atau
pemancangan kabel atau
tiang serta sarana di laut
Penetapan tempat labuh
Penetapan tempat alih
muat antar kapal
Pembangunan Kolam
pelabuhan untuk
kebutuhan sandar dan
olah gerak kapal
Pembangunan terminal
peti kemas
Pembangunan terminal
curah kering
Pembangunan terminal
curah CAIR
Pembangunan terminal ro-
ro
Pembangunan Tempat
perbaikan kapal
Penempatan kapal mati
Pembangunan TPI
Pembangunan breakwater
(pemecah gelombang)
Pembangunan turap
(revetment)
pembangunan groin;
Uji coba kapal
Usaha pelayanan
perbaikan dan
pemeliharaan kapal
perikanan : dock/slipway,
bengkel dan tempat
perbaikan jaring;
Usaha pelayanan logistik
dan perbekalan kapal
perikanan
Pembangunan dermaga
perikanan
Usaha bongkar muat
barang : pengemasan,
penumpukan, dan
penyimpanan di
pelabuhan
Usaha tally mandiri :
kegiatan cargodoring,
receiving/delivery, stuffing,
dan stripping peti kemas
bagi kepentingannya
sendiri.
Pembangunan dan
pengoperasian Jetty
Pengerukan di wilayah
perairan Pelabuhan
Pengumpan Regional dan
Lokal
Reklamasi di wilayah
perairan Pelabuhan
Pengumpan Regional dan
Lokal
Penetapan rute pelayaran
internasional
Kegiatan bongkar muat
oleh kapal asing
Kegiatan riset atau survei
hidrografi oleh kapal asing
LOKASI LUAS TITIK KOORDINAT Aktivitas yang Aktivitas yang tidak Aktivitas diperbolehkan
ZONA SUB ZONA NLP KODE
PERAIRAN KABUPATEN/KOTA NAMA OBYEK (KM2) LONG (X) LAT (Y) diperbolehkan diperbolehkan setelah memperoleh izin
Pelatihan perang dengan
menggunakan amunisi
oleh kapal asing
Konstruksi Pertambangan
Garam
Pembangunan Fasilitas
Infrastruktur (Saluran
Primer, Sekunder dan
pantai air) Industri
penggaraman
Kegiatan pengumpulan,
pemanfaatan, pengolahan,
pembuangan, dan
penimbunan limbah B3
Kegiatan pengumpulan,
pemanfaatan, pengolahan,
pembuangan, dan
penimbunan limbah non
B3
Kegiatan Industri
Galangan Kapal dengan
sistem Graving Dock Kapal
Kegiatan pembuatan
kapal/alat terapung saja;
Kegiatan perbaikan atau
pemeliharaan kapal/alat-
alat terapung saja;
Kegiatan pembuatan
mesin-mesin
utama/pembantu;
Kegiatan pembuatan alat-
alat perlengkapan lain
yang khusus
dipergunakan dalam
kapal;
Kegiatan pembuatan alat-
alat maritim lainnya
Kegiatan pekerjaan
penyelaman (diving works
dalam rangka industri
maritim).
Kegiatan pemindahan
muatan dan atau bahan
bakar (cargo and fuel
transferring)
Kegiatan budidaya biota
laut untuk kepentingan
industri Biofarmakologi /
Bioteknologi Laut
Pengintroduksian
organisme hasil rekayasa
genetika ke lingkungan
Pembangunan
pembangkitan, transmisi,
distribusi dan penjualan
tenaga listrik
Pembangunan stasiun
pengisian bahan bakar
nelayan
Pipa intake dan outake
industri garam
Latihan militer
Total Alokasi Ruang Alur Alur Pelayaran-Perlintasan Regional 651,00
1. 70% wilayah zona harus digunakan sesuai peruntukan zonanya
2. Setiap badan usaha penyelenggara alur pelayaran memerlukan izin-izin berupa : Ijin penyelenggaraan alur pelayaran untuk badan usaha; Ijin pembangunan SBNP; Ijin Pembangunan SBNP pada terminal khusus; Ijin pembangunan SBNP
pada pelabuhan; rekomendasi teknis dari UPT setempat berupa tata ruang perairan pelabuhan sesuai dengan peruntukan dan kepentingannya pada alur¬ pelayaran yang akan ditetapkan; rekomendasi teknis dari Distrik Navigasi
Prasarana / Ketentuan setempat; berupa rencana desain (alur-pelayaran beserta rencana kebutuhan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran; sistem rute; dan tata cara berlalu lintas)
Minimum 3. Berdasarkan PM 129 Tahun 2016 tentang Alur Pelayaran di Laut dan Bangunan dan/atau Instalasi di Perairan bahwa setiap badan usaha penyelenggara alur pelayaran hars memenuhi persyaratan teknis berupa :
a. rencana induk pelabuhan dan/ atau terminal khusus dilengkapi dengan peta lokasi yang menggambarkan batas-batas wilayah daratan dan perairan, ditandai dengan titik-titik koordinat geografis;
a. peta laut yang menggambarkan titik koordinat lokasi yang akan dibangun;
b. hasil survei hidro-oceanografi berupa peta bathimetri yang dapat menunjukkan kondisi lebar, kedalaman dan dasar laut pada alur yang akan ditetapkan serta informasi terkait kondisi pasang surut, arah dan kekuatan arus serta
LOKASI LUAS TITIK KOORDINAT Aktivitas yang Aktivitas yang tidak Aktivitas diperbolehkan
ZONA SUB ZONA NLP KODE
PERAIRAN KABUPATEN/KOTA NAMA OBYEK (KM2) LONG (X) LAT (Y) diperbolehkan diperbolehkan setelah memperoleh izin
sedimentasi; dan
c. informasi mengenai dimensi kapal yang akan keluar dan masuk pada alur pelayaran; dan
d. rancangan penetapan alur pelayaran, sistem rute, tata cara berlalu lintas dan daerah labuh kapal sesuai dengan kepentingannya pada alur yang akan ditetapkan.
4. Berdasarkan PM 129 Tahun 2016 tentang Alur Pelayaran di Laut dan Bangunan dan/atau Instalasi di Perairan bahwa Bangunan atau instalasi di perairan paling sedikit harus memenuhi
persyaratan: a. penempatan, pemendaman dan penandaan;
b. tidak menimbulkan kerusakan terhadap bangunan atau instalasi Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran dan Fasilitas Telekomunikasi- Pelayaran;
c. memperhatikan ruang bebas dalam pembangunan kabel saluran udara dan/ atau jembatan ;
d. memperhatikan koridor pemasangan kabel dan pipa bawah laut; dan
e. berada di luar perairan wajib pandu.
5. kapal yang sedang menangkap ikan tidak boleh merintangi jalan setiap kapal lain yang sedang berlayar di dalam alur pelayaran;
6. kapal tidak boleh memotong alur-pelayaran atau alur pelayaran sempit jika terjadi maka jalan kapal hanya dapat berlayar dengan aman dan tidak membahayakan ekosistem
7. Perlu melakukan perlindungan hak-hak terhadap nelayan tradisional dalam melakukan aktivitasnya dalam radius 0-2 mil
8. Kegiatan pelayaran agar berkordinasi dengan KSOP
1. Bagi kapal yang berada pada zona terlarang dilarang melakukan kegiatan antara lain :
a. melintas, kecuali kapal negara dan kapal lain yang berkepentingan;
b. melakukan kegiatan penangkapan ikan dan sejenisnya;
c. melakukan kegiatan yang dapat membahayakan bangunan/ instalasi.
*zona terlarang adalah zona pada area 500 m diitung dari sisi terluar bangunan/instalasi
Ketentuan Khusus 2. Bagi kapal yang berada pada zona terbatas dilarang melakukan kegiatan antara lain:
a. berlabuh jangkar (drop anchor);
b. melakukan kegiatan penangkapan ikan dan sejenisnya;
c. melakukan kegiatan- kegiatan yang dapat membahayakan bangunan dan/ atau instalasi.
*zona terbatas adalah zona pada area 1.750 m diitung dari sisi terluar bangunan/instalasi
3. Pada zona alur pelayaran di Kecamatan Socah Bangkalan diperbolehkan untuk penggunaan alat tangkap menetap. (NLP 3504-02)
Alur Pelayaran- 3503 AL - AP - PN - 1 Samudera Kab.Jember - 42,13 113,44384545200 -8,65669219513 • Usaha angkutan laut • Usaha wisata edukasi • Usaha kegiatan
Perlintasan Hindia wisata dalam negeri • Usaha wisata dayung hiburan dan rekreasi
Nasional 3506 AL - AP - PN - 1 Samudera Kab.Jember - 22,33 113,72712204100 -8,69934819298 • Usaha angkutan laut • Usaha wisata selam • Perlindungan
Hindia internasional wisata • Usaha wisata keanekaragaman hayati;
3503 AL - AP - PN - 2 Samudera Kab.Lumajang - 16,86 113,18261822800 -8,62636443214 • Usaha jasa perjalanan memancing • Penyelamatan dan
Hindia wisata • Usaha wisata selancar perlindungan lingkungan
3503 AL - AP - PN - 3 Samudera Kab.Malang - 64,91 112,64838404100 -8,57483943146 • Pembangunan Sarana • Usaha wisata olahraga • Kegiatan penerbangan
Hindia Bantu Navigasi Pelayaran tirta diatas alur kepulauan
3506 AL - AP - PN - 4 Samudera Kab.Banyuwangi - 143,21 114,33768171600 -8,75508468190 (SBNP) • Usaha dermaga wisata Kegiatan berlabuh
Hindia • Penetapan alur • Usaha wisata ekstrim jangkar kecuali dalam
3506 AL - AP - PN - 4 Samudera Kab.Banyuwangi - 2,02 114,38351012200 -8,84303117382 pelayaran dari dan ke (beresiko tinggi) keadaan force majeure
Hindia pelabuhan • Usaha vila (cottage) di oleh kapal asing
3506 AL - AP - PN - 4 Samudera Kab.Banyuwangi - 16,66 114,68438740500 -8,69775577843 • Pembangunan dan atas laut • P•engapungan
Hindia pengoperasian cement • Usaha wisata snorkeling (refloating)
3506 AL - AP - PN - 4 Samudera Kab.Banyuwangi - 0,77 114,57180339200 -8,52956620255 grinding plant dan cement • Usaha wisata tontonan
Hindia packing plant • Usaha wisata berenang
3501 AL - AP - PN - 5 Samudera Kab.Blitar - 9,21 112,10193982900 -8,52318481379 • Pengoperasian • Usaha restoran di atas
Pelabuhan laut
Hindia
• Pengumpan Regional • Usaha wisata alam
3503 AL - AP - PN - 5 Samudera Kab.Blitar - 22,78 112,25782016800 -8,53849755204
dan Lokal perairan
Hindia
• Usaha angkutan laut • Jasa Wisata Tirta
3501 AL - AP - PN - 6 Samudera Kab.Tulungagung - 13,93 111,96343026200 -8,50918599515
badan usaha pada lintas (bahari)
Hindia
pelabuhan antar • Pengambilan foto/video
3501 AL - AP - PN - 6 Samudera Kab.Tulungagung - 5,90 111,89270111600 -8,49885753625 kab/kota dalam provinsi bawah laut
Hindia Jawa Timur • Penanaman tanaman
3501 - 05 AL - AP - PN - 7 Samudera Kab.Trenggalek - 7,07 111,75548325800 -8,40422802088 • Usaha angkutan laut bakau dan nipah
Hindia pelayaran rakyat atau • Budidaya mangrove
3501 - 05 AL - AP - PN - 7 Samudera Kab.Trenggalek - 0,65 111,76014889800 -8,43596512511 badan usaha pada lintas • Penelitian kegiatan
Hindia pelabuhan antar konservasi
3501 - 05 AL - AP - PN - 7 Samudera Kab.Trenggalek - 1,27 111,76017330300 -8,42814863071 kab/kota dalam provinsi • Pendidikan kegiatan
Hindia Jawa Timur, antar konservasi
3501 - 06 AL - AP - PN - 7 Samudera Kab.Trenggalek - 8,28 111,73718488400 -8,33095676454 provinsi dan pelabuhan • Pengambilan terumbu
Hindia internasional karang
3501 - 06 AL - AP - PN - 7 Samudera Kab.Trenggalek - 0,004 111,73524100700 -8,31498745477 • Usaha jasa angkutan • Survei dan/atau
Hindia perairan pelabuhan penelitian ilmiah
3501 - 06 AL - AP - PN - 7 Samudera Kab.Trenggalek - 1,13 111,72938587500 -8,29485422898 • Usaha jasa penyewaan • Pemungutan hasil hutan
Hindia peralatan angkutan laut bukan kayu pada hutan
3501 - 06 AL - AP - PN - 7 Samudera Kab.Trenggalek - 0,003 111,72587581100 -8,28695694891 • Pengelolaan (TUKS) di mangrove (madu; getah;
Hindia dalam DLKR/DLKP daun; buah dan biji; tanin;
3501 AL - AP - PN - 7 Samudera Kab.Trenggalek - 50,46 111,62576355700 -8,47122941977 pelabuhan pengumpan ikan; hasil hutan bukan
Hindia regional. kayu lainnya)
3501 AL - AP - PN - 7 Samudera Kab.Trenggalek - 4,55 111,71499671600 -8,48645123609 • Operasi Kapal • Penangkapan ikan
Hindia Angkutan Penyeberangan dengan kapasitas kapal <
3501 - 02 AL - AP - PN - 8 Samudera Kab.Pacitan - 10,10 111,07947876200 -8,26648295642 Dalam Provinsi 10GT
Hindia • Usaha pelayanan jasa • Penangkapan ikan
3501 - 02 AL - AP - PN - 8 Samudera Kab.Pacitan - 0,12 111,07540480100 -8,22756258717 pemanduan kapal. dengan kapasitas kapal
Hindia • Pembangunan dan 10-30 GT
LOKASI LUAS TITIK KOORDINAT Aktivitas yang Aktivitas yang tidak Aktivitas diperbolehkan
ZONA SUB ZONA NLP KODE
PERAIRAN KABUPATEN/KOTA NAMA OBYEK (KM2) LONG (X) LAT (Y) diperbolehkan diperbolehkan setelah memperoleh izin
3501 - 04 AL - AP - PN - 8 Samudera Kab.Pacitan - 8,07 111,35972188000 -8,29619599364 pengoperasian terminal • Penangkapan ikan
Hindia khusus dengan kapasitas kapal ≥
3501 AL - AP - PN - 8 Samudera Kab.Pacitan - 64,94 111,11976278100 -8,39270236319 • Pengangkutan dan 30GT
Hindia penjualan Garam • Pengambilan barang-
3501 AL - AP - PN - 8 Samudera Kab.Pacitan - 1,03 111,33787076900 -8,38536215365 • Pembangunan industri barang purbakala dengan
Hindia yang terintegrasi dengan perahu bermotor ≤ 5GT
3501 AL - AP - PN - 8 Samudera Kab.Pacitan - 17,74 111,19378468500 -8,42557091225 pelabuhan • Pengambilan barang-
Hindia • Penarikan (Towing) barang purbakala dengan
3501 AL - AP - PN - 8 Samudera Kab.Pacitan - 2,11 111,20135959500 -8,36919956258 perahu bermotor 5 - 30 GT
Hindia • Pengambilan barang-
3501 AL - AP - PN - 8 Samudera Kab.Pacitan - 1,45 111,06226884700 -8,35098914013 barang purbakala dengan
Hindia perahu bermotor > 30 GT
3506 - 07 AL - AP - PN - 9 Selat Bali Kab.Banyuwangi - 19,37 114,41246393800 -8,21837079561 • Pengambilan barang-
3506 - 07 AL - AP - PN - 9 Selat Bali Kab.Banyuwangi - 1,17 114,40303628400 -8,15835976021 barang selain barang
3506 - 07 AL - AP - PN - 9 Selat Bali Kab.Banyuwangi - 1,27 114,40547059300 -8,13142924460 purbakala dengan perahu
bermotor ≤ 5GT
3506 - 08 AL - AP - PN - 9 Selat Bali Kab.Banyuwangi - 9,16 114,46781046700 -8,05321960447
• Pengambilan barang-
3506 - 08 AL - AP - PN - 9 Selat Bali Kab.Banyuwangi - 0,0002 114,40842896200 -8,11768548715
barang selain barang
3506 - 08 AL - AP - PN - 9 Selat Bali Kab.Banyuwangi - 2,17 114,42821944800 -8,09216082057
purbakala dengan perahu
3506 - 08 AL - AP - PN - 9 Selat Bali Kab.Banyuwangi - 0,01 114,47674040400 -8,03643424920 bermotor 5 - 30 GT
3506 - 08 AL - AP - PN - 9 Selat Bali Kab.Banyuwangi - 1,44 114,44482909200 -8,06952473171 • Pengambilan barang-
3506 - 08 AL - AP - PN - 9 Selat Bali Kab.Banyuwangi - 1,70 114,45923380200 -8,05727252702 barang selain barang
3506 - 11 AL - AP - PN - 9 Selat Bali Kab.Banyuwangi - 0,14 114,51378212100 -8,01048904403 purbakala dengan perahu
3506 AL - AP - PN - 9 Selat Bali Kab.Banyuwangi - 29,99 114,50229451200 -8,22856653591 bermotor > 30 GT
3506 AL - AP - PN - 9 Selat Bali Kab.Banyuwangi - 1,21 114,42953555000 -8,34133313719 • Pelepasan jangkar
3506 AL - AP - PN - 9 Selat Bali Kab.Banyuwangi - 0,17 114,51743773200 -8,48830570435 • Penggunaan galah
3506 AL - AP - PN - 9 Selat Bali Kab.Banyuwangi - 2,85 114,54746085700 -7,97284904075 untuk mendorong perahu
3506 AL - AP - PN - 10 Selat Bali Kab.Situbondo - 8,38 114,61946649200 -7,89500564680 • Usaha pembudidayaan
3507 AL - AP - PN - 10 Selat Madura Kab.Situbondo - 4,46 114,65538977100 -7,84976518061 ikan laut (kerapu, kakap,
3507 AL - AP - PN - 11 Selat Madura Kab.Sumenep - 29,69 114,38991674300 -7,38123942814 baronang)
3504 AL - AP - PN - 12 Selat Madura Kab.Pamekasan - 23,24 113,49712564700 -7,35843539540 • Pembudidayaan ikan
3504 AL - AP - PN - 13 Selat Madura Kab.Sumenep - 3,22 113,61497397200 -7,35442300586 untuk kepentingan
3507 AL - AP - PN - 13 Selat Madura Kab.Sumenep - 58,00 113,89648626400 -7,35704654295 industri
3507 AL - AP - PN - 13 Selat Madura Kab.Sumenep - 2,69 114,09734675300 -7,36068147838 • Usaha budidaya
3504 AL - AP - PN - 14 Selat Madura Kab.Sidoarjo - 4,96 113,12652824200 -7,34282055141 perikanan terapung (jaring
3504 AL - AP - PN - 15 Selat Madura Kab.Sampang - 9,82 113,08370376800 -7,31226604561 apung dan pen system
seluas ≥ 5 Ha dengan
3504 - 14 AL - AP - PN - 16 Selat Madura Kab.Pamekasan - 6,82 113,50687694100 -7,28564739531
jumlah 1000 unit.
3504 - 15 AL - AP - PN - 16 Selat Madura Kab.Pamekasan - 8,34 113,53758573800 -7,27749031264
• Pengambilan sumber
3504 AL - AP - PN - 16 Selat Madura Kab.Pamekasan - 8,25 113,47258618600 -7,28552293277
daya laut non ikan untuk
3504 - 07 AL - AP - PN - 17 Selat Madura Kab.Sampang - 0,24 113,03938549100 -7,26422260306 kepentingan ekonomi
3504 - 10 AL - AP - PN - 17 Selat Madura Kab.Sampang - 16,46 113,18959484700 -7,29811376105 • Pembudidayaan sumber
3504 - 10 AL - AP - PN - 17 Selat Madura Kab.Sampang - 0,16 113,20822096500 -7,30557931927 daya laut non ikan untuk
3504 - 11 AL - AP - PN - 17 Selat Madura Kab.Sampang - 5,38 113,06661970800 -7,27193736006 kepentingan ekonomi
3504 AL - AP - PN - 17 Selat Madura Kab.Sampang - 18,08 113,25430682900 -7,29457825206 Pengangkutan ikan hasil
3504 - 02 AL - AP - PN - 18 Selat Madura Kota Surabaya - 0,69 112,72508968800 -7,19214301395 budidaya dengan Kapal
3504 - 07 AL - AP - PN - 18 Selat Madura Kota Surabaya - 0,02 112,74666240500 -7,19165113948 Pengangkut Ikan Hidup
3504 - 02 AL - AP - PN - 19 Selat Madura Kab.Bangkalan - 0,04 112,70447425400 -7,18982852725 Berbendera Indonesia
3504 - 07 AL - AP - PN - 20 Selat Madura Kab.Bangkalan - 34,82 112,92236123900 -7,22685390249 Pengangkutan ikan hasil
3504 AL - AP - PN - 20 Laut Jawa Kab.Bangkalan - 4,15 113,01955876600 -7,27846723159 budidaya dengan Kapal
3504 - 07 AL - AP - PN - 21 Selat Madura Kota Surabaya - 5,17 112,77644300000 -7,19038738959 Pengangkut Ikan Hidup
3504 - 02 AL - AP - PN - 22 Selat Madura Kab.Gresik - 1,25 112,67744054000 -7,15125983092 Berbendera Asing
3504 - 02 AL - AP - PN - 22 Selat Madura Kab.Gresik - 0,16 112,67204948900 -7,15383451279 Pengangkutan ikan hasil
3504 - 02 AL - AP - PN - 22 Selat Madura Kab.Gresik - 0,09 112,67750662500 -7,16566301567 budidaya dengan Kapal
3504 - 02 AL - AP - PN - 22 Selat Madura Kab.Gresik - 0,09 112,67506518400 -7,16089924385 nelayan kecil
3504 - 02 AL - AP - PN - 23 Selat Madura Kab.Bangkalan - 0,48 112,65822762300 -7,09489116156 Budidaya Ikan hasil
3504 - 02 AL - AP - PN - 24 Selat Madura Kab.Bangkalan - 0,18 112,66561509000 -7,04171455772 rekayasa genetik
Pemasangan Keramba
3504 - 02 AL - AP - PN - 24 Selat Madura Kab.Bangkalan - 0,05 112,66381100200 -7,05147054641
Jaring Apung
3504 - 03 AL - AP - PN - 24 Laut Jawa Kab.Bangkalan - 0,07 112,67108579200 -7,02473687220
Pemasangan rumpon
3504 - 02 AL - AP - PN - 25 Selat Madura Kab.Gresik - 0,62 112,66160433000 -7,06088910383
perairan dalam
3504 - 02 AL - AP - PN - 25 Selat Madura Kab.Gresik - 0,04 112,66204325300 -7,06029465825 Pemasangan rumpon
3504 - 03 AL - AP - PN - 25 Laut Jawa Kab.Gresik - 0,31 112,68044980100 -7,00959852306 perairan dangkal
3504 - 03 AL - AP - PN - 25 Laut Jawa Kab.Gresik - 0,81 112,69129113000 -6,99235251238 Pengangkutan ikan hasil
3504 AL - AP - PN - 25 Laut Jawa Kab.Gresik - 0,24 112,71659884500 -6,94314921669 penangkapan dengan
3504 AL - AP - PN - 25 Laut Jawa Kab.Gresik - 0,71 112,71459176900 -6,94595266742 Kapal Pengangkut Ikan
3504 - 15 AL - AP - PN - 26 Selat Madura Kab.Sumenep - 2,18 113,61918623600 -7,27399496447 Hidup Berbendera
3507 - 02 AL - AP - PN - 26 Selat Madura Kab.Sumenep - 32,68 113,76036842700 -7,23579500615 Indonesia
3507 - 02 AL - AP - PN - 26 Selat Madura Kab.Sumenep - 14,54 113,89618029100 -7,15375061453 Pengangkutan ikan hasil
3507 - 03 AL - AP - PN - 26 Selat Madura Kab.Sumenep - 3,09 113,91832217400 -7,09627662078 penangkapan dengan
3507 - 07 AL - AP - PN - 26 Selat Madura Kab.Sumenep - 7,29 114,05921358800 -7,13303727254 Kapal Pengangkut Ikan
LOKASI LUAS TITIK KOORDINAT Aktivitas yang Aktivitas yang tidak Aktivitas diperbolehkan
ZONA SUB ZONA NLP KODE
PERAIRAN KABUPATEN/KOTA NAMA OBYEK (KM2) LONG (X) LAT (Y) diperbolehkan diperbolehkan setelah memperoleh izin
3507 - 07 AL - AP - PN - 26 Selat Madura Kab.Sumenep - 23,42 113,98268320100 -7,14078795768 Hidup Berbendera Asing
3507 - 08 AL - AP - PN - 26 Selat Madura Kab.Sumenep - 23,16 114,12777375100 -7,00928210097 Bongkar muat ikan
3507 - 08 AL - AP - PN - 26 Selat Madura Kab.Sumenep - 1,04 114,14013796100 -6,97596287375 Penangkapan ikan
3507 - 08 AL - AP - PN - 26 Selat Madura Kab.Sumenep - 6,96 113,93368126800 -7,08371079539 menggunakan pukat hela
3504 AL - AP - PN - 26 Selat Madura Kab.Sumenep - 1,00 113,60609566100 -7,27538832934 (trawls), payang, cantrang,
3507 AL - AP - PN - 26 Selat Madura Kab.Sumenep - 17,98 114,18643825700 -6,88678692847 jaring lampara, dogol, dan
3504 AL - AP - PN - 27 Laut Jawa Kab.Bangkalan - 1,57 112,73607548200 -6,74936130558 sejenisnya
3504 AL - AP - PN - 27 Laut Jawa Kab.Bangkalan - 0,94 112,73480553800 -6,75308839942 Penangkapan ikan
menggunakan Gill Net
3504 AL - AP - PN - 27 Laut Jawa Kab.Bangkalan - 1,07 112,73256172800 -6,74478498021
(Jaring insang) dan
3504 AL - AP - PN - 27 Laut Jawa Kab.Bangkalan - 3,31 112,74201391200 -6,84125883404
sejenisnya
3504 AL - AP - PN - 27 Laut Jawa Kab.Bangkalan - 0,25 112,72772379500 -6,91220507570
Penangkapan ikan
3507 - 17 AL - AP - PN - 28 Laut Jawa Kab.Sumenep - 1,58 115,05034744300 -7,07532796715 menggunakan seine nets
3507 - 17 AL - AP - PN - 28 Laut Jawa Kab.Sumenep - 0,34 115,04708827600 -7,09118628942 dan sejenisnya
3507 AL - AP - PN - 28 Selat Madura Kab.Sumenep - 58,87 115,05428896700 -6,97892534906 Penangkapan ikan
3507 AL - AP - PN - 28 Selat Madura Kab.Sumenep - 0,86 115,04155066700 -7,09390203776 menggunakan Long bag
3509 AL - AP - PN - 28 Laut Jawa Kab.Sumenep - 5,37 115,10520184900 -6,71256310461 set net (jaring kantong
3504 - 01 AL - AP - PN - 29 Laut Jawa Kab.Lamongan - 6,51 112,37403367600 -6,83866647932 besar)
3504 AL - AP - PN - 29 Laut Jawa Kab.Lamongan - 16,16 112,40054151900 -6,73934020932 Penangkapan ikan
3504 AL - AP - PN - 30 Laut Jawa Kab.Gresik - 11,20 112,69319663700 -6,70551788317 menggunakan Squid
3504 AL - AP - PN - 30 Laut Jawa Kab.Gresik - 0,42 112,72446473600 -6,74459781951 Jigging
3504 AL - AP - PN - 30 Laut Jawa Kab.Gresik - 0,0002 112,72744655000 -6,74458926367 Penangkapan ikan
3504 AL - AP - PN - 31 Laut Jawa Kab.Gresik - 1,59 112,42341489900 -6,66595759164 menggunakan Pancing
3505 - 01 AL - AP - PN - 32 Laut Jawa Kab.Gresik - 9,21 112,63451947400 -5,88875070468 Prawe Dasar
3505 AL - AP - PN - 32 Laut Jawa Kab.Gresik - 16,23 112,60490628400 -5,99959702927 Penangkapan ikan
3505 - 01 AL - AP - PN - 33 Laut Jawa Kab.Gresik - 13,18 112,70530658400 -5,88126761003 menggunakan Long line
3505 AL - AP - PN - 33 Laut Jawa Kab.Gresik - 25,64 112,86831522500 -5,83461294751 (rawai Tuna)
3505 AL - AP - PN - 33 Laut Jawa Kab.Gresik - 1,68 112,84688675500 -5,85779579677 Penangkapan ikan
menggunakan Pole dan
3505 AL - AP - PN - 33 Laut Jawa Kab.Gresik - 1,21 112,96039591900 -5,77825037457
line
3508 - 01 AL - AP - PN - 34 Laut Jawa Kab.Sumenep - 19,14 114,47323405400 -5,53496155909
Penangkapan ikan
3508 - 02 AL - AP - PN - 34 Laut Jawa Kab.Sumenep - 1,72 114,60140448100 -5,15402922937
menggunakan
3508 - 03 AL - AP - PN - 34 Laut Jawa Kab.Sumenep - 14,34 114,61314735700 -5,08556554095 Bubu/Muroami dan
3508 - 03 AL - AP - PN - 34 Laut Jawa Kab.Sumenep - 0,33 114,60522224600 -5,03873408543 sejenisnya
3508 - 05 AL - AP - PN - 34 Laut Jawa Kab.Sumenep - 4,14 114,64842291800 -5,03113866676 Penangkapan ikan
3508 AL - AP - PN - 34 Laut Jawa Kab.Sumenep - 108,84 114,62702154800 -5,26846526434 menggunakan Bouke Ami
3504 - 10 AL - AP - PN - 35 Selat Madura Kab.Sampang - 3,79 113,19698290600 -7,36254439820 Penangkapan ikan
3504 - 10 AL - AP - PN - 35 Selat Madura Kab.Sampang - 1,02 113,21685241900 -7,37037729249 menggunakan Bagan
3504 AL - AP - PN - 35 Selat Madura Kab.Sampang - 22,09 113,28073474300 -7,36464631364 Apung
3504 AL - AP - PN - 35 Selat Madura Kab.Sampang - 0,68 113,21156433100 -7,37427138884 Penelitian dan
pengembangan perikanan
Kegiatan pengujian kapal
perikanan/perahu ikan
bermotor
Eksplorasi mineral logam,
mineral bukan logam,
batuan, batubara, mineral
radioaktif
Pengangkutan mineral
logam, mineral bukan
logam, batuan, batubara,
mineral radioaktif
Pembangunan FPSO
(Floating Production
Storage and Offloading)
Pengerukan perairan
dengan capital dredging
Pengerukan perairan laut
dengan capital dredging
yang memotong material
karang dan/atau batu
Pembangunan PLTU
Pembangunan
anjungan/platform migas
Pembangunan Floating
Storage Offloading (FSO)
Pembangunan Fasilitas
Terapung (Floating
Facility) Migas: Mooring
Eksploitasi (Operasi
Produksi) Batubara
LOKASI LUAS TITIK KOORDINAT Aktivitas yang Aktivitas yang tidak Aktivitas diperbolehkan
ZONA SUB ZONA NLP KODE
PERAIRAN KABUPATEN/KOTA NAMA OBYEK (KM2) LONG (X) LAT (Y) diperbolehkan diperbolehkan setelah memperoleh izin
Eksploitasi (Operasi
Produksi) Mineral logam
Eksploitasi (Operasi
Produksi) Mineral bukan
logam atau mineral batuan
Eksploitasi (Operasi
Produksi) Mineral
radioaktif
Pengolahan & Pemurnian
Batubara
Pengolahan & Pemurnian
Mineral logam
Pengolahan & Pemurnian
Mineral bukan logam atau
mineral batuan
Pengolahan & Pemurnian
Mineral radioaktif
Penempatan tailing (bahan
yang tertinggal setelah
pemisahan fraksi) di
bawah laut
Pembangunan Terminal
Regasifikasi LNG
Pembakaran Gas Suar
Bakar (Flaring)
Pemusnahan handak
migas
Pemasangan fasilitas
turbin generator energi
Kegiatan Instalasi
Pembangkit Listrik Tenaga
Arus Laut (PLTAL)
Pemasangan fasilitas
mesin kalor
Eksplorasi energi OTEC
Pembangunan,
pemindahan, dan/atau
pembongkaran bangunan
atau instalasi pipanisasi di
perairan
Penanaman kabel
Penanaman Pipa diameter
0-20 cm
Penanaman Pipa diameter
20-50 cm
Penanaman Pipa diameter
50-100 cm
Penanaman Pipa diameter
diatas 100 cm
Pembangunan kabel
telekomunikasi Local Port
Service (LPS)
Penanaman dan atau
pemancangan kabel atau
tiang serta sarana di laut
Penetapan tempat labuh
Penetapan tempat alih
muat antar kapal
Pembangunan Kolam
pelabuhan untuk
kebutuhan sandar dan
olah gerak kapal
Pembangunan terminal
peti kemas
Pembangunan terminal
curah kering
Pembangunan terminal
curah CAIR
Pembangunan terminal ro-
ro
Pembangunan Tempat
LOKASI LUAS TITIK KOORDINAT Aktivitas yang Aktivitas yang tidak Aktivitas diperbolehkan
ZONA SUB ZONA NLP KODE
PERAIRAN KABUPATEN/KOTA NAMA OBYEK (KM2) LONG (X) LAT (Y) diperbolehkan diperbolehkan setelah memperoleh izin
perbaikan kapal
Penempatan kapal mati
Pembangunan TPI
Pembangunan breakwater
(pemecah gelombang)
Pembangunan turap
(revetment)
pembangunan groin;
Uji coba kapal
Usaha pelayanan
perbaikan dan
pemeliharaan kapal
perikanan : dock/slipway,
bengkel dan tempat
perbaikan jaring;
Usaha pelayanan logistik
dan perbekalan kapal
perikanan
Pembangunan dermaga
perikanan
Usaha bongkar muat
barang : pengemasan,
penumpukan, dan
penyimpanan di
pelabuhan
Usaha tally mandiri :
kegiatan cargodoring,
receiving/delivery, stuffing,
dan stripping peti kemas
bagi kepentingannya
sendiri.
Pembangunan dan
pengoperasian Jetty
Pengerukan di wilayah
perairan Pelabuhan
Pengumpan Regional dan
Lokal
Reklamasi di wilayah
perairan Pelabuhan
Pengumpan Regional dan
Lokal
Penetapan rute pelayaran
internasional
Kegiatan bongkar muat
oleh kapal asing
Kegiatan riset atau survei
hidrografi oleh kapal asing
Pelatihan perang dengan
menggunakan amunisi
oleh kapal asing
Konstruksi Pertambangan
Garam
Pembangunan Fasilitas
Infrastruktur (Saluran
Primer, Sekunder dan
pantai air) Industri
penggaraman
Kegiatan pengumpulan,
pemanfaatan, pengolahan,
pembuangan, dan
penimbunan limbah B3
Kegiatan pengumpulan,
pemanfaatan, pengolahan,
pembuangan, dan
penimbunan limbah non
B3
Kegiatan Industri
Galangan Kapal dengan
sistem Graving Dock Kapal
Kegiatan pembuatan
kapal/alat terapung saja;
LOKASI LUAS TITIK KOORDINAT Aktivitas yang Aktivitas yang tidak Aktivitas diperbolehkan
ZONA SUB ZONA NLP KODE
PERAIRAN KABUPATEN/KOTA NAMA OBYEK (KM2) LONG (X) LAT (Y) diperbolehkan diperbolehkan setelah memperoleh izin
Kegiatan perbaikan atau
pemeliharaan kapal/alat-
alat terapung saja;
Kegiatan pembuatan
mesin-mesin
utama/pembantu;
Kegiatan pembuatan alat-
alat perlengkapan lain
yang khusus
dipergunakan dalam
kapal;
Kegiatan pembuatan alat-
alat maritim lainnya
Kegiatan pekerjaan
penyelaman (diving works
dalam rangka industri
maritim).
Kegiatan pemindahan
muatan dan atau bahan
bakar (cargo and fuel
transferring)
Kegiatan budidaya biota
laut untuk kepentingan
industri Biofarmakologi /
Bioteknologi Laut
Pengintroduksian
organisme hasil rekayasa
genetika ke lingkungan
Pembangunan
pembangkitan, transmisi,
distribusi dan penjualan
tenaga listrik
Pembangunan stasiun
pengisian bahan bakar
nelayan
Pipa intake dan outake
industri garam
Latihan militer

Total Alokasi Ruang Alur Pelayaran-Perlintasan Nasional 1355,10

1. 70% wilayah zona harus digunakan sesuai peruntukan zonanya


2. Setiap badan usaha penyelenggara alur pelayaran memerlukan izin-izin berupa : Ijin penyelenggaraan alur pelayaran untuk badan usaha; Ijin pembangunan SBNP; Ijin Pembangunan SBNP pada terminal khusus; Ijin pembangunan SBNP
pada pelabuhan; rekomendasi teknis dari UPT setempat berupa tata ruang perairan pelabuhan sesuai dengan peruntukan dan kepentingannya pada alur¬ pelayaran yang akan ditetapkan; rekomendasi teknis dari Distrik Navigasi
setempat; berupa rencana desain (alur-pelayaran beserta rencana kebutuhan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran; sistem rute; dan tata cara berlalu lintas)
3. Berdasarkan PM 129 Tahun 2016 tentang Alur Pelayaran di Laut dan Bangunan dan/atau Instalasi di Perairan bahwa setiap badan usaha penyelenggara alur pelayaran hars memenuhi persyaratan teknis berupa :
a. rencana induk pelabuhan dan/ atau terminal khusus dilengkapi dengan peta lokasi yang menggambarkan batas-batas wilayah daratan dan perairan, ditandai dengan titik-titik koordinat geografis;
b. peta laut yang menggambarkan titik koordinat lokasi yang akan dibangun;
c. hasil survei hidro-oceanografi berupa peta bathimetri yang dapat menunjukkan kondisi lebar, kedalaman dan dasar laut pada alur yang akan ditetapkan serta informasi terkait kondisi pasang surut, arah dan kekuatan arus serta
sedimentasi; dan
d. informasi mengenai dimensi kapal yang akan keluar dan masuk pada alur pelayaran; dan
e. rancangan penetapan alur pelayaran, sistem rute, tata cara berlalu lintas dan daerah labuh kapal sesuai dengan kepentingannya pada alur yang akan ditetapkan.
4. Berdasarkan PM 129 Tahun 2016 tentang Alur Pelayaran di Laut dan Bangunan dan/atau Instalasi di Perairan bahwa Bangunan atau instalasi di perairan paling sedikit harus memenuhi persyaratan:
a. penempatan, pemendaman dan penandaan;
Prasarana / Ketentuan b. tidak menimbulkan kerusakan terhadap bangunan atau instalasi Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran dan Fasilitas Telekomunikasi- Pelayaran;
Minimum c. memperhatikan ruang bebas dalam pembangunan kabel saluran udara dan/ atau jembatan ;
d. memperhatikan koridor pemasangan kabel dan pipa bawah laut; dan
e. berada di luar perairan wajib pandu.
5. kapal yang sedang menangkap ikan tidak boleh merintangi jalan setiap kapal lain yang sedang berlayar di dalam alur pelayaran;
6. kapal tidak boleh memotong alur-pelayaran atau alur pelayaran sempit jika terjadi maka jalan kapal hanya dapat berlayar dengan aman dan tidak membahayakan ekosistem
7. Perlu melakukan perlindungan hak-hak terhadap nelayan tradisional dalam melakukan aktivitasnya dalam radius 0-2 mil
8. Kegiatan pelayaran agar berkordinasi dengan KSOP
LOKASI LUAS TITIK KOORDINAT Aktivitas yang Aktivitas yang tidak Aktivitas diperbolehkan
ZONA SUB ZONA NLP KODE
PERAIRAN KABUPATEN/KOTA NAMA OBYEK (KM2) LONG (X) LAT (Y) diperbolehkan diperbolehkan setelah memperoleh izin
1. Bagi kapal yang berada pada zona terlarang dilarang melakukan kegiatan antara lain :
a. melintas, kecuali kapal negara dan kapal lain yang berkepentingan;
b. melakukan kegiatan penangkapan ikan dan sejenisnya;
c. melakukan kegiatan yang dapat membahayakan bangunan/ instalasi.
*zona terlarang adalah zona pada area 500 m diitung dari sisi terluar bangunan/instalasi
Ketentuan Khusus 2. Bagi kapal yang berada pada zona terbatas dilarang melakukan kegiatan antara lain:
a. berlabuh jangkar (drop anchor);
b. melakukan kegiatan penangkapan ikan dan sejenisnya;
c. melakukan kegiatan- kegiatan yang dapat membahayakan bangunan dan/ atau instalasi.
*zona terbatas adalah zona pada area 1.750 m diitung dari sisi terluar bangunan/instalasi
3. Pada zona alur pelayaran di Kecamatan Socah Bangkalan diperbolehkan untuk penggunaan alat tangkap menetap. (NLP 3504-02)

Anda mungkin juga menyukai