Penerapan Teori Water Boundaries Untuk Penentuan Izin Lokasi Perairan Di Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil Di Indonesia
Penerapan Teori Water Boundaries Untuk Penentuan Izin Lokasi Perairan Di Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil Di Indonesia
TUGAS AKHIR
Oleh:
Fernando Yehuda Ariyanto
23.2014.127
TUGAS AKHIR
Oleh:
FERNANDO YEHUDA ARIYANTO
232014127
Pembimbing 1 Pembimbing II
Disahkan Oleh:
Ketua Program Studi Teknik Geodesi
FTSP, Institut Teknologi Nasional Bandung
ABSTRAK
Indonesia merupakan negara kepulauan yang dua pertiga wilayahnya berupa
perairan dengan luas perairan 6.315.222 km2 dengan panjang garis pantai 99.093
km2 serta jumlah pulau 16.065 pulau (Badan Informasi Geospasial, 2017)
menjadikan Indonesia memiliki berbagai macam kekayaan hayati dan non hayati.
Berdasarkan studi literatur, pengelolaan sumber daya alam di laut diselenggarakan
oleh 13 kementerian, pemerintah daerah (provinsi, kabupaten/kota), dan
masyarakat adat yang tinggal di wilayah pesisir. Implikasi pengelolaan sumber daya
laut yang parsial dan tidak terintegrasi menyebabkan terjadi konflik sumber daya
laut. Oleh karena itu diperlukan penetapan batas-batas kegiatan pengelolaan di laut.
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan batas-batas kegiatan yang ada di Selat
Madura secara horizontal dan vertikal sesuai dengan jenis dan letak kegiatan
pengelolaan yang kemudian digunakan untuk pemberian Izin Lokasi Perairan di
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Penentuan batas kegiatan secara horizontal
dan vertikal dilakukan berdasarkan peraturan sektoral yang berlaku. Dari penelitian
ini diperoleh hasil Peta Penguasaan Ruang Permukaan Laut (0-2 m), Kolom Laut
(2-90 m), dan Dasar Laut (lebih dari 90) yang menggambarkan batas-batas
pemanfaatan laut secara horizontal dan vertikal. Peta Penguasaan Ruang
Permukaan Laut, Kolom Laut, dan Dasar Laut sebagai produk akhir penelitian
dapat dijadikan sebagai Dokumen Pertimbangan Teknis Izin Lokasi Perairan di
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
ABSTRACT
Indonesia is an archipelago state that 2/3 of its region is water with an area of
6.315.222 km2 and the coastline length of 99.093 km2, the number of islands of
16.065 islands (Badan Informasi Geospasial, 2017) make Indonesia has a variety
of biological and non-biological wealth. Based on literature studies, management
of natural resources at sea is organized by 13 ministries, regional governments
(provinces, districts/cities), and indigenous people living in coastal areas. The
implication of partial and non-integrated management resources cause a conflict
of marine resources. Therefore, it is necessary to determine the limits of
management activities at sea. This study aims to determine the boundaries of
activities in the Madura Strait horizontally and vertically in accordance with the
type and location of management activity which is used to giving water location
permit in the coastal areas and small islands. Determination of activity limits
horizontally and vertically is carried out based on applicable sectoral regulations.
From this research, the results of Maps of Control of Sea Level Space (0-2 m), Sea
Column (2-90 m), and Seabed (more than 90) that portraying the boundaries of sea
utilization horizontally and vertically. The Maps of Control of Sea Level Space, Sea
Column, And Seabed as the last product of this research which can use as the
Document of Technical Consideration of Water Location Permit in the Coastal
Area and Small Islands.
Key word: Horizontal and Vertical Water Boundaries, Location Permit
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan kemudahannya sehingga Penulis dapat menyelesaikan
laporan Tugas Akhir ini. Laporan ini disusun sebagai salah satu syarat guna
menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana (S1) Jurusan Teknik Geodesi, Fakultas
Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Nasional Bandung. Laporan
Tugas Akhir ini dapat diselesaikan berkat saran, motivasi, bimbingan, dan bantuan
dari berbagai pihak. Untuk itu penulis berterima kasih kepada:
1. Dr. Yackob Astor,S.T., M.T selaku Pembimbing I Tugas Akhir.
2. Muhandis Sidqi, S.Pi, M.Si selaku Pembimbing II Tugas Akhir.
3. Dr. Soni Darmawan, S.T., M.T. selaku Ketua Jurusan Teknik Geodesi.
4. Rinaldy M.T. selaku Ketua Program Studi Teknik Geodesi.
5. Thonas Indra Maryanto, S.Kel.,M.T selaku Dosen Wali.
6. Bunda Ni Made Rai Ratih C.P., Ir., M.Si. dan Thonas Indra Maryanto,
S.Kel.,M.T selaku dosen penguji yang telah memberikan banyak masukan agar
tugas akhir ini bisa menjadi lebih baik.
7. Segenap staff dan karyawan Kementerian Kelautan dan Perikanan Sub Bagian
Pengelolaan Ruang Laut yang telah memberikan bimbingan baik dalam
pelaksanaan dan penulisan Laporan Tugas Akhir ini.
8. Orang tua penulis yang telah memberi segala bentuk dukungan baik dalam doa,
dana, dan daya sehingga penulis bisa menyelesaikan Tugas Akhir.
9. Keluarga di Gereja Baptis Indonesia Bakti terlebih untuk teman teman pemuda
di PKMB Bakti yang sudah mendokan dan memberi semangat.
10. Keluarga dan teman-teman angkatan 2014 Jurusan Teknik Geodesi Institut
Teknologi Nasional yang telah banyak membantu dan memberikan dorongan
kepada penulis.
11. Teman-teman di IMGI untuk Mbak Luluk, Bram, Astrid, Nana, dan semua
pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah memberi dorongan
kepada penulis untuk segera menyelesaikan Tugas Akhir.
12. Para Sahabat di Semarang Febrina, Tika, Aan, Andre yang susah lagi untuk
bertemu tetapi selalu mendukung sehingga membuat saya semangat
mengerjakan Tugas Akhir.
13. Maria Mikhaela Talenta Damian yang membuat penulis menjadi semangat
mengerjakan Tugas Akhir.
14. Semua pihak terkait yang tidak dapat kami tuliskan satu per satu.
Akhirnya, penulis berharap semoga Laporan Tugas Akhir ini bermanfaat bagi
mahasiswa Teknik Geodesi pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.
DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................................................... i
ABSTRACT ............................................................................................................ ii
PENDAHULUAN .................................................................................... 1
LAMPIRAN .......................................................................................................... 72
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Foto nelayan menyandera kapal keruk pasir di Selat Madura ............ 3
Gambar 1.2 Peta lokasi terputusnya saluran kabel bawah laut PLN Jawa–Madura
akibat tersangkut jangkar kapal. ........................................................... 4
Gambar 1.3 Peta lokasi konflik pemanfaatan ruang laut antara nelayan Kabupaten
Sampang dan PT Santos di sekitar lokasi Blok Wortel Selat Madura. 5
Gambar 1.4 Alur Pikir Penelitian ............................................................................ 8
Gambar 2.1 Penentuan Water Boundaries menggunakan Bangun Simetris ......... 15
Gambar 2.2 Penentuan Water Boundaries Berdasarkan Jarak.............................. 15
Gambar 2.3 Visualisasi Penerapan Teori Water Boundaries ................................ 16
Gambar 2.4 Ilustrasi visual konsep Marine Cadastre Australia. .......................... 17
Gambar 2.5 Peta zona pemanfaatan laut di Great Barrier Reef Marine Park
Australia ........................................................................................... 18
Gambar 2.6 Ilustrasi visual konsep Kadaster Kelautan di Kanada ....................... 19
Gambar 2.7 Tampilan aplikasi COINAtlantic Marine Cadastre di Kanada ......... 19
Gambar 2.8 Tampilan sistem aplikasi Multipurpose Marine Cadastre di Amerika.
............................................................................................................................... 21
Gambar 2.9 Peta batas pengelolaan laut antara negara bagian Rhode Island dan
Pemerintah Federal Amerika. .......................................................... 22
Gambar 2.10 Peta Pemanfaatan Ruang Selat Madura .......................................... 23
Gambar 2.11 Peta Persebaran Kerja Minyak dan Gas Bumi di Provinsi Jawa
Timur ............................................................................................... 23
Gambar 2.12 Konflik Migas di Blok Ambalat Antara Indonesia dengan Malaysia
............................................................................................................................... 24
Gambar 3.1 Metodologi Penelitian ....................................................................... 31
Gambar 3.2 Peta Administrasi Provinsi Jawa Timur ............................................ 32
Gambar 3.3 Peta Ekosistem Mangrove ................................................................. 34
Gambar 3.4 Peta Ekosistem Terumbu Karang ...................................................... 34
Gambar 3.5 Peta Ekosistem Lamun ...................................................................... 35
Gambar 3.6 Peta Potensi Sumber Daya Mineral ................................................... 36
Gambar 4.8 Water Boundaries Alur Pelayaran terhadap Lokasi Budidaya Rumput
Laut .................................................................................................. 64
Gambar 4.9 Water Boundaries Alur Pelayaran terhadap Lokasi Rig Migas ........ 65
Gambar 4.10 Water Boundaries Alur Pelayaran terhadap Lokasi Rig Migas ...... 66
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Menurut informasi yang diperoleh dari hasil identifikasi dalam penelitian ini
menyatakan bahwa terdapat sekitar 13 kementerian yang terlibat dalam pengelolaan
sumber daya kelautan di Indonesia, yakni: Kementerian Kelautan dan Perikanan,
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan, Kementerian Perhubungan, Kementerian Pendidikan dan Budaya,
Kementerian Pariwisata, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian,
Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Perencanaan Pembangunan
Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Kementerian Pertanian,
Kementerian Pertahanan dan Keamanan, dan Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat. Jika masing-masing kementerian/sektor tersebut memiliki
sistem dan kebijakan yang berdiri sendiri (tidak terintegrasi), cara pandang dan
tujuan pengelolaan yang berbeda serta tidak terarah (dikelola tanpa perencanaan
bersama yang jelas) maka akan menyebabkan batas-batas kegiatan pengelolaan dan
pemanfaatan ruang laut yang saling tumpang tindih, misalnya ruang laut untuk
budidaya ikan tumpang tindih dengan alur pelayaran sehingga menyebabkan
terganggunya hasil pendapatan budidaya ikan, atau ruang laut untuk penangkapan
ikan tumpang tindih dengan ruang laut untuk latihan perang Tentara Nasional
Indonesia Angkatan Laut sehingga terganggu pendapatan nelayan dalam
memperoleh ikan.
Ada banyak permasalahan yang terjadi di Selat Madura berkaitan dengan batas
kegiatan pengelolaan antara lain:
Konflik kepemillikan Pulau Galang terjadi pada tahun 2003 antara pihak
Pemerintah Kota Surabaya dengan Pemerintah Kabupaten Gresik. Pemerintah
Gresik mengaku memiliki Pulau Galang tersebut dengan bukti tiga sertifikat tanah.
Karena masih dalam konflik, maka pulau tersebut hingga saat ini distatus-quokan,
yakni status pulau tersebut milik Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
Konflik ini muncul karena telah terjadi penambangan pasir laut di kawasan Selat
Madura pada tahun 2012 dengan kedalaman dua belas meter di sekitar Jembatan
Suramadu yang dilakukan PT Gora Gohana, kontraktor PT Pelindo III dalam
rangka reklamasi Teluk Lamong dekat Surabaya (Gambar 1.1).
Gambar 1.1 Foto nelayan menyandera kapal keruk pasir di Selat Madura
Sumber: Munir (2012)
Tuntutan yang dilakukan oleh Tim Advokasi Nelayan Tradisional Selat Madura
yang berasal dari Lembaga Survey Masyarakat IHCS, KIARA, Walhi, dan JATAM
melakukan somasi dan menuntut PT Gora Gahana, PT Pelindo III, dan Gubernur
Provinsi Jawa Timur untuk mencabutan izin reklamasi tersebut. Surat tuntutan
direspon dengan tuntutan balik oleh PT Gora Gahana pada bulan Februari 2013
ditujukan kepada perwakilan warga yang berisi bahwa termasuk melakukan tindak
pidana setiap orang yang merintangi atau mengganggu kegiatan usaha
pertambangan dan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang telah memenuhi
Dampak dari kondisi tumpang tindih merupakan konflik sosial dari pengelolaan
wilayah pesisir dan laut di Provinsi Jawa Timur antara sektor perikanan yang dalam
hal ini mengacu pada UU RI No.27 Tahun 2007 dan sektor pertambangan yang
mengacu pada UU RI No.4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan
Batubara.
5. Konflik kabel listrik bawah laut Perusahaan Listrik Nasional (PLN) di Alur
Pelayaran Barat Surabaya (APBS)
Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Timur (Dishub Jatim) mendesak PLN terkait
keberadaan kabel listrik bawah laut milik PLN yang melintang di Alur Pelayaran
Barat Surabaya (APBS) untuk dipendam lebih dalam sesuai aturan seperti halnya
pipa gas milik Kodeco Energy Co Ltd pada tahun 2011. Kabel listrik bawah laut
milik PLN dinilai sangat mengganggu dan membahayakan arus lalu lintas kapal
dari dan ke Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya.
Gambar 1.2 Peta lokasi terputusnya saluran kabel bawah laut PLN Jawa–Madura akibat
tersangkut jangkar kapal.
Gambar 1.3 Peta lokasi konflik pemanfaatan ruang laut antara nelayan Kabupaten Sampang dan
PT Santos di sekitar lokasi Blok Wortel Selat Madura.
Aksi ujuk rasa di depan Kantor Bupati pada Rabu, 2 November 2011 oleh ratusan
nelayan dari Desa Camplong dan Tanjung, Kabupaten Sampang, Jawa Timur untuk
menuntut PT Santos yang selalu mengusir nelayan yang melaut dekat lokasi
pengeboran Blok Wortel (Gambar 1.3). Para nelayan meminta pemerintah daerah
Sampang untuk menghentikan pengeboran minyak dan gas bumi di Blok Wortel
oleh PT Santos dan menuntut ganti rugi atas rumpon atau sarang ikan milik nelayan
yang rusak akibat aktivitas pengeboran di Blok Wortel. PT Santos membantah
melakukan pengusiran, yang dilakukan hanya mengatur lalu lintas kapal dan perahu
nelayan agar tidak bertabrakan. Soal ganti rugi rumpon yang hilang terseret kapal,
PT Santos belum dapat memberikan kepastian sehingga memancing emosi nelayan
(tempointeraktif, 2011).
sebagai upaya pelestarian demi menjaga mutu dan populasi sumber daya hayati
(hewani maupun nabati) alam tersebut. Permasalahan yang muncul, yaitu tidak
ditemukan adanya suatu batas pasti antara penguasaan laut adat dengan penguasaan
laut nasional. Jika tidak dipetakan mengenai batas-batas penguasaan laut adat maka
akan dapat menimbulkan konflik di kemudian hari. Persoalan ini tentunya tidak bisa
dihindari mengingat latar belakang Bangsa Indonesia yang memiliki beragam
kebudayaan.
RI No.1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil,
dan UU RI No.32 Tahun 2014 tentang Kelautan.
Rumusan masalah dari penelitian ini adalah bagaimana menerapkan teori Water
Boundaries untuk menentukan batas-batas kegiatan pengelolaan di laut untuk
keperluan penerbitan Izin Lokasi Perairan di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
di Indonesia?
Fenomena
1. Laut di Indonesia dikelola oleh 13 kementerian, pemerintah daerah (provinsi dan
kabupaten/kota), dan masyarakat adat.
2. Hak Pengusahaan Perairan Pesisir (HP3) di UU RI No.27 Tahun 2007 tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dicabut oleh Mahkamah
Konstitusi.
3. Belum ada pengganti HP3 selama 7 tahun, sampai dengan diterbitkannya UU RI
No. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
memperkenalkan Izin Lokasi dan Izin Pengelolaan pada pasal 16 menggantikan
Hak Pengusahaan Perairan Pesisir (HP3).
4. Regulasi UU No. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan pada pasal 47.
Solusi
1. Diperlukan penentuan batas-batas kegiatan pengelolaan di laut yang bersistem dan
terintegrasi.
2. Perlu segera ditetapkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia tentang Izin
Lokasi Perairan di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Sistematika penulisan yang akan digunakan dalam laporan tugas akhir ini dibagi
menjadi lima bab, yaitu:
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini menjelaskan mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian, alur pikir penelitian dan
sistematika penulisan.
Pada bab ini menjelaskan mengenai gambaran umum mengenai penelitian sejenis
yang sudah dilakukan sebelumnya, teori-teori yang mendukung dalam tugas akhir
ini, penerapan Teori Water Boundaries di negara Australia, Kanada, Amerika
Serikat, dan Indonesia serta peraturan perundangan yang mengatur atau membahas
mengenai penentuan Izin Lokasi dan Izin Pengelolaan di wilayah pesisir dan pulau-
pulau kecil di Indonesia.
Pada bab ini menjelaskan mengenai prosedur, metode, dan bahan yang digunakan,
bahan yang dibutuhkan, proses yang dilakukan hingga gambaran produk akhir.
Metodologi penelitian ditampilkan dalam bentuk diagram dan akan dijelas pada
masing-masing subbab nya sehingga akan terlihat jelas input-proces-output.
Pada bab ini membahas hasil dari penelitian yang dilakukan dan pembahasan dari
penelitian yang dilakukan.
Pada bab ini membahas tentang kesimpulan yang diperoleh dari kegiatan penelitian
yang telah dilakukan dan saran yang dapat disampaikan dari hasil penelitian.
DASAR TEORI
Pada bab ini berisi mengenai penelitian-penelitian terkait dengan Water Boundaries
di Indonesia dan penerapannya terhadap berbagai kegiatan yang berlangsung di
wilayah perairan pada beberapa negara seperti Australia, Kanada, Amerika Serikat,
dan Indonesia serta perundangan yang mengatur mengenai Izin Lokasi Perairan di
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Ketika membahas mengenai teori Water Boundaries tentunya tidak bisa dipisahkan
oleh kadaster kelautan karena keduanya saling berkaitan. Penelitian terkait
mengenai penerapan batas-batas kegiatan laut di dalam Indonesia adalah sebagai
berikut:
Pada Tabel 2.1 referensi kajian yang digunakan bertujuan sebagai referensi atau
dasar dalam penyusunan penelitian yang akan dilakukan. Penelitian dalam Tabel
2.1 masih sebatas konsep, analisis, dan kajian terhadap pentingnya kadaster
kelautan terutama di negara kepulauan seperti Indonesia.
Tabel 2.2 Perbandingan Penelitian Batas-Batas Kegiatan di Laut di Selat Madura (lanjutan)
Penelitian kadaster kelautan yang dilakukan oleh Badan Riset Kelautan dan
Perikanan (BRKP) di lokasi Selat Madura Provinsi Jawa Timur pada tahun 2005
dan di Teluk Bungus Provinsi Sumatera Barat pada tahun 2007 lebih berorientasi
pada kegiatan Pengelolaan Ruang Laut (Tata Ruang Laut). Kedua penelitian pada
Tabel 2.2 menggunakan pendekatan konsep dan definisi kadaster kelautan dari
Australia dalam upaya menyusun Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil (RZWP3K) yang kemudian dalam tugas akhir memperlengkapi dari
penelitian-penelitian sebelumnya yaitu menerapkan teori Water Boundaries.
Gambar 2.1 Penentuan Water Boundaries menggunakan Bangun Simetris (NOAA, 2000)
2.3.1 Australia
Gambar 2.4 Ilustrasi visual konsep Marine Cadastre Australia (Binns, 2004).
Great Barrier Reef Marine Park (GBRMP) merupakan salah satu taman laut
terbesar di dunia yang melidungi karang dan keanekaragaman hayati laut lainnya
(Gambar 2.5). GBRMP terletak di dalam wilayah laut negara bagian Queensland
sampai dengan wilayah laut federal. Untuk menghindari konflik kewenangan
pengelolaan, maka dibangun kesepakatan untuk menggabungkan tanggung jawab
Pemerintah Negara Bagian Queensland dan pemerintah federal untuk pengelolaan.
Perizinan dan regulasi kegiatan penangkapan ikan oleh nelayan dikendalikan
Pemerintah Negara bagian Queensland, sedangkan kegiatan industri wisata bahari
dan hubungan dengan negara lain diawasi oleh pemerintah federal.
Gambar 2.5 Peta zona pemanfaatan laut di Great Barrier Reef Marine Park Australia
(Great Barrier Reef Marine Park Authority, 2016)
Dalam upaya melestarikan GBRMP terkait dengan kegiatan-kegiatan sektoral di
dalamnya maka diberlakukan kombinasi zonasi, perencanaan pengelolaan, dan izin
kegiatan terpadu. Memancing ikan atau makhluk laut lainnya diatur secara ketat,
lalu lintas pelayaran komersil harus tetap berpegang pada rute tertentu untuk
menghindari daerah taman. GBRMP memiliki empat sifat pemanfaatan yang
berbeda, yakni: 1) As of right, digunakan untuk perikanan yang dapat terjadi dalam
zona tertentu, 2) Permitted uses untuk penelitian dan pariwisata yang dapat
dilakukan di sebagian zona, 3) Controlled access use, dan 4) No access zones, untuk
pelestarian dan penelitian yang tidak bisa dilakukan tempat lain. (Astor, 2016)
2.3.2 Kanada
Konsep kadaster kelautan tiga dimensi pada Gambar 2.6 digunakan untuk
merepresentasikan semua hak dan kepentingan yang terjadi di laut, sehingga
memudahkan untuk menentukan hak dan kepentingan yang ada di permukaan air
(water surface), kolom air (water column), lapisan tanah (subsoil of the bed).
Termasuk informasi yang berhubungan dengan hukum, pajak, lingkungan dan
Gambar 2.6 Ilustrasi visual konsep Kadaster Kelautan di Kanada (Ng'ang'a, Nichols, Sutherland,
dan Cockburn, 2001)
Gambar 2.7 Tampilan aplikasi COINAtlantic Marine Cadastre di Kanada (Andrew Sherin, 2015)
Gambar 2.7 menunjukkan bahwa di dalam laut terirorial Kanada (0-12 mil laut)
terdapat kewenangan laut provinsi dan federal yang batas-batasnya tidak ditentukan
berdasarkan jarak (mil laut) seperti halnya di Australia (laut state 0-3 mil laut) atau
di Indonesia (laut provinsi 12 mil laut, kota/kabupaten 1/3 dari 12 mil laut). Bahkan
beberapa provinsi, seperti Provinsi British Columbia memiliki kewenangan
pengelolaan laut yang berbeda dibandingkan dengan provinsi lainnya, yakni dengan
memunculkan batas kewenangan laut untuk local government (yang terdiri dari
municipal dan regional) yang tidak ditentukan berdasarkan jarak (mil laut).
(NOAA, 2010)
NOAA dan lembaga federal lainnya telah menggunakan Coastal Zone Management
Act (CZMA) sebagai sarana untuk mengatasi masalah kewenangan pengelolaan laut
negara bagian dan federal di dalam mengimplementasikan program-program
pengelolaan pesisir dan laut milik negara bagian yang berada di perairan federal.
CZMA memberikan kesempatan kepada negara bagian untuk dapat memasukkan
program rencana pengelolaan pesisir dan laut mereka di perairan laut federal. Jika
disetujui maka pemerintah federal akan memberikan izin atau lisensi kepada negara
bagian tersebut selama melakukan kegiatan di perairan laut federal. Sebagai contoh
pada Gambar 2.9 memperlihatkan kegiatan pengelolaan sumber daya laut untuk
pemanfaatan energi alternatif di negara bagian Rhode Island.
Gambar 2.9 Peta batas pengelolaan laut antara negara bagian Rhode Island dan pemerintah
federal Amerika (NOAA, 2010).
Konflik pemanfaatan laut antara pemerintah negara bagian atau federal atau pihak
swasta dengan hak laut adat dapat diselesaikan berdasarkan keputusan mahkamah
konstitusi, dimana seringkali hukum adat harus mengalah jika dihadapkan dengan
kegiatan pemanfaan laut untuk kepentingan negara. Tidak ditemukan wilayah laut
adat di Amerika.
2.3.4 Indonesia
Penerapan teori Water Boundaries di Indonesia juga sudah mulai diterapkan untuk
mengetahui batas-batas kegiatan yang berlangsung di perairan Indonesia. Ada
beberapa contoh penerapan teori Water Boundaries di Selat Madura antara lain:
Gambar 2.10 Peta Pemanfaatan Ruang Selat Madura (Badan Riset Kelautan dan Perikanan, 2005)
Pada Gambar 2.10 Peta Pemanfaatan Ruang Selat Madura dari Badan Riset
Kelautan dan Perikanan tahun 2005 menginfomasikan bahwa tidak semua lokasi
yang ada di perairan Selat Madura dapat dimasuki atau dilalui oleh setiap orang
atau kegiatan.
Gambar 2.11 Peta Persebaran Kerja Minyak dan Gas Bumi di Provinsi Jawa Timur
(Migas, 2008)
Berdasarkan informasi dari Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa
Timur tahun 2008 terdapat 30 blok kegiatan pertambangan (Gambar 2.11),
termasuk di perairan Selat Madura.
Contoh lain penentuan batas-batas di laut ditunjukkan pada Gambar 2.12 yakni
konflik batas di Blok Ambalat antara Indonesia dan Malaysia.
Gambar 2.12 Konflik Migas di Blok Ambalat Antara Indonesia dengan Malaysia
Berdasarkan Gambar 2.12 maka penerapan teori Water Boundaries di empat negara
sebagian besar digunakan untuk memetakan atau menentukan batas pengelolaan
sumber daya laut untuk Alternative Energy, Ocean Planning, Habitat
Conservation, Human Use/Recreation, Marine Protected Areas (MPA), dan
Aquaculture. Selain itu, Teori Water Boundaries di Indonesia dan tiga negara
lainnya diterapkan dengan menggambarkan batas-batas secara area (poligon) untuk
kegiatan yang sejenis (Astor, 2016).
Tabel 2.3 Peraturan Perundangan yang Mengatur Mengenai Izin Lokasi Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil
No Peraturan Keterangan
Perundangan
1. Undang-Undang (1) Pengelolaan ruang Laut dilakukan untuk:
Republik Indonesia a. melindungi sumber daya dan lingkungan dengan
Nomor 32 Tahun berdasarkan pada daya dukung lingkungan dan
2014 tentang kearifan lokal;
Kelautan pada BAB b. memanfaatkan potensi sumber daya dan/atau
VIII Pengelolaan kegiatan di wilayah Laut yang berskala nasional
Ruang Laut dan dan internasional; dan
Pelindungan c. mengembangkan kawasan potensial menjadi pusat
Lingkungan Laut kegiatan produksi, distribusi, dan jasa.
(2) Pengelolaan ruang Laut meliputi perencanaan,
pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian.
(3) Pengelolaan ruang Laut sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dilaksanakan dengan berdasarkan
karakteristik Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagai negara kepulauan dan mempertimbangkan
potensi sumber daya dan lingkungan Kelautan.
(Pasal 42).
Tabel 2.3 Peraturan Perundangan yang Mengatur Mengenai Izin Lokasi Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil (lanjutan)
No Undang-Undang Keterangan
Tabel 2.3 Peraturan Perundangan yang Mengatur Mengenai Izin Lokasi Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil (lanjutan)
No Undang-Undang Keterangan
(2) Izin Pengelolaan untuk kegiatan selain sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diberikan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Dalam hal terdapat kegiatan pemanfaatan sumber
daya Perairan Pesisir dan perairan pulau-pulau kecil
yang belum diatur berdasarkan ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.” (Pasal 19)
Tabel 2.3 Peraturan Perundangan yang Mengatur Mengenai Izin Lokasi Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil (lanjutan)
No Undang-Undang Keterangan
(3) Selain pertimbangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), dalam rangka kedaulatan Negara
pemberian Izin Lokasi Perairan Pesisir wajib
mempertimbangkan kepentingan pertahanan dan
keamanan.
(4) Izin Lokasi Perairan Pesisir sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) tidak dapat diberikan pada:
a. zona inti di kawasan konservasi;
b. alur laut;
c. kawasan Pelabuhan; dan
d. pantai umum.
(Pasal 4)
5 Peraturan Daerah (2) Izin lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
Provinsi Jawa Timur terdiri atas:
Nomor 1 Tahun a. Izin Lokasi Perairan Pesisir, untuk pemanfaatan ruang
2018 Tentang secara menetap di sebagian perairan pesisir; dan
Rencana Zonasi b. Izin Lokasi Pulau-Pulau Kecil, untuk pemanfaatan
Wilayah Pesisir dan ruang secara menetap di sebagian pulau-pulau kecil.
Pulau-pulau Kecil (3) Izin Lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
Provinsi Jawa Timur diberikan berdasarkan RZWP-3-K yang berlaku dan
Tahun 2018-2038 menjadi dasar pemberian izin pengelolaan.
Pasal 56 (4) Izin Lokasi tidak dapat diberikan pada zona inti di
kawasan konservasi, alur laut, kawasan pelabuhan, dan
pantai umum.
Peraturan perundangan pada Tabel 2.3 mempunyai isi dan maksud yang sama yaitu
bagaimana menentukan Izin Lokasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika akan menentukan Lokasi Izin di
wilayah perairan dan yang terpenting tidak mengganggu kegiatan yang lain.
Diperlukan Izin Lokasi dengan menerapkan teori Water Boundaries.
METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini berisi tentang prosedur, metode/cara, bahan/materi, data yang
dibutuhkan, proses yang dilakukan, gambaran produk akhir, dan jadwal penelitian.
Metodologi Penelitian ditampilkan dalam bentuk diagram alir yang sistematik
(Gambar 3.1), selanjutnya masing-masing tahapan pada diagram alir dapat
dijadikan sebagai sub bab untuk menjelaskan lebih detail tahapan mengenai
Metodologi Penelitian.
1. Identifikasi Masalah
2. Studi Literatur
Tahap ini merupakan tahap lebih lanjut untuk mempelajari teori Water Bondaries
serta penerapannya di Indonesia dan Luar Negeri seperti di Kanada, Australia, dan
Amerika Serikat serta Peraturan Perundangan pengelolaan laut di Indonesia. Di
dalam Peraturan tersebut dijelaskan mengenai dibutuhkannya Lampiran Peta Izin
Lokasi Perairan Pesisir dan Laut kegiatan pemanfaatan di wilayah studi seperti
Sektor Perikanan, Perhubungan, Pertambangan dan Pertahanan. Pada Undang-
Undang RI No. 1 Tahun 2014 juga termuat mengenai Pengelolaan Wilayah Pesisir
dan Pulau-pulau Kecil yang digunakan untuk dasar dalam penelitian ini serta Draft
Peraturan Pemerintah RI dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI
Kelautan dan Perikanan RI Tahun 2017 tentang Penatausahaan Izin Lokasi Perairan
Pesisir Dan Izin Pengelolaan Perairan Di Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil.
3. Pengumpulan Data
Pada tahap ini akan dikumpulkan data untuk menunjang Tugas Akhir yang terdiri
dari dua data, data primer dan data sekunder. Data primer yang digunakan adalah
letak kegiatan pengelolaan yang berada di Selat Madura dalam bentuk koordinat
dalam sektor Migas dan Alur Pelayaran. Data sekunder yang digunakan adalah Peta
Rencana Zonasi Wilayah pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K) Provinsi Jawa
Timur. Dari Data Sekunder kemudian diproses Pembuatan Peta Izin Lokasi
Perairan Permukaan Laut, Kolom Laut, dan Dasar Laut dengan pembagian
berdasarkan kedalaman di Selat Madura.
4. Output
Setelah pembuatan Peta Izin Lokasi Perairan Permukaan Laut, Kolom Laut, Dasar
Laut dan penentuan Water Boundaries horizontal dan vertikal kemudian dengan
menggunakan metode Overlay maka akan dihasilkan yaitu Peta Izin Lokasi
Perairan Permukaan Laut, Kolom Laut, dan Dasar Laut serta berisi informasi
Boundaries kegiatan di Sektor Migas dan Alur Pelayaran di Selat Madura. Jika
persyaratan tidak memenuhi atau Boundaries kegiatan bersinggungan dengan
Boundaries kegiatan lain maka kembali ke tahap identifikasi lokasi kegiatan. Selain
menentukan Water Boundaries untuk batas-batas kegiatan pengelolaan, penelitian
ini juga menghasilkan Prosedur Penentuan Water Boundaries untuk Batas Izin
Lokasi Perairan dan Izin Pengeolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil yang
belum dirancangkan dalam Rancangan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan
Republik Indonesia dan Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah tentang Izin
Lokasi Perairan dan Izin Pengelolaan di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil .
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Timur pada tahun 2016 melakukan
pemetaan sebaran dan kerapatan hutan mangrove, terumbu karang, dan padang
lamun dengan menggunakan data penginderaan jauh serta dilakukannya validasi
data dengan survei lapangan pada tahun yang sama.
Pada Gambar 3.3 terpetakan wilayah Jawa Timur mempunyai banyak ekosistem
mangrove di sekitar wilayah pesesir mulai dari Situbondo, Krakasan, Probolinggo,
Pasuruan, Bangil, Sidoharjo, Surabaya, dan Gresik. Untuk ekosistem mangrove di
wilayah Pulau Madura terdapat di pesisir Sumenep, Pamekasan, dan Bangkalan.
Tidak hanya di pesisir wilayah Jawa Timur dan Pulau Madura saja tetapi pulau-
pulau kecil yang berada di sebelah timur Pulau Madura juga terdapat ekosistem
mangrove.
Kondisi yang berbeda pada Ekosistem Terumbu Karang (Gambar 3.4) pada wilayah
Jawa Timur dan Pulau Madura tidak banyak di temukan ekosistem terumbu Karang
yang berada dalam kondisi baik sekali atau yang berarti kondisi tutupan terumbu
karang > 70%. Dari wilayah pesisir Jawa Timur dan Pulau Madura yang ditemukan
kondisi ekosistem terumbu karang dalam kondisi baik sekali berada di Banyuputih
Kabupaten Situbondo. Kondisi yang sama ditemukan pada ekosistem padang lamun
Gambar 3.3 Peta Ekosistem Mangrove (RZWP3K Provinsi Jawa Timur, 2018)
Gambar 3.4 Peta Ekosistem Terumbu Karang (RZWP3K Provinsi Jawa Timur, 2018)
Gambar 3.5 Peta Ekosistem Lamun (RZWP3K Provinsi Jawa Timur, 2018)
Gambar 3.6 Peta Potensi Sumber Daya Mineral (RZWP3K Provinsi Jawa Timur, 2018)
Banyak kegiatan yang berlangsung di Selat Madura baik kegiatan yang berada di
permukaan, kolom, dan dasar laut antara lain alur kabel telekomunikasi bawah laut,
pipa gas bawah laut, daerah latihan militer Angkatan Laut, alur pelayaran baik lintas
antar Kabupaten Kota, lintas antar Provinsi, dan lintas dalam Kabupaten Kota.
Dengan banyaknya kegiatan yang berlangsung di Selat Madura maka diperlukan
sistem yang saling terintegrasi antar sektor. Keberadaan Peta Pemanfaatan Wilayah
Laut Eksisting menjadi hasil dari terintegrasinya berbagai sektor.
Gambar 3.7 Peta Pemanfaatan Ruang Laut Eksisting (RZWP3K Provinsi Jawa Timur, 2018)
Selain kegiatan eksisiting di Selat Madura, juga sudah dipetakan untuk perencanaan
pemanfaatan ruang laut di Selat Madura sehingga pemerintah dan masyarakat bisa
mengetahui bagaimana rencana pertambangan dan energi, rencana kawasan
konservasi serta rencana pelabuhan. Dengan adanya peta rencana pemanfaatan
ruang laut bisa menjadi proses pembangunan jangka panjang dan meningkatkan
pendapatan serta pemanfaatan ruang laut wilayah Selat Madura.
Gambar 3.8 Peta Rencana Pemanfaatan Ruang Laut (RZWP3K Provinsi Jawa Timur, 2018)
Pada tahun 2016 oleh Dinas Kelautan dan Perikanan melakukan Pemetaan Analisis
Kesesuaian Budidaya Ikan Kerapu, Budidaya Kerang Mutiara, dan Budidaya
Rumput Laut. Sebagian besar daerah Jawa Timur dianalisis kurang sesuai untuk
digunakan sebagai Budidaya Ikan Kerapu. Walaupun demikian ada beberapa lokasi
yang sesuai untuk dijadikan Budidaya Ikan Kerapu. (Gambar 3.9). Berbeda halnya
dengan Budidaya Kerang Mutiara (Gambar 3.10). Untuk wilayah Jawa Timur
menurut hasil analisis dari data peta didapati hasil bahwa tidak sesuai untuk
digunakan sebagai Budidaya Kerang Mutiara. Hanya beberapa lokasi saja yang
cocok untuk dijadikan lokasi Budidaya Mutiara. Pada Gambar 3.11 terlihat untuk
wilayah Selat Madura lebih cenderung kurang sesuai untuk dijadikan Budidaya
Rumput Laut, namun demikian untuk wilayah pesisir Pulau Madura dari
Pamekasan hingga Sumenep dan pesisir Jawa Timur dari Situbondo hingga
Probolinggo bisa digunakan untuk kegiatan budidaya.
Gambar 3.9 Peta Analisis Kesesuaian Budidaya Ikan Kerapu (RZWP3K Provinsi Jawa Timur,
2018)
Gambar 3.10 Peta Analisis Kesesuaian Budidaya Kerang Mutiara (RZWP3K Provinsi Jawa
Timur, 2018)
Gambar 3.11 Peta Analisis Kesesuaian Budidaya Rumput Laut (RZWP3K Provinsi Jawa Timur,
2018)
Gambar 3.12 Peta Analisis Kesesuaian Perikanan Tangkap (RZWP3K Provinsi Jawa Timur,
2018)
Sesuai dengan Peta Analisis Kesesuaian KJA Offshore (Gambar 3.13) maka daerah
Selat Madura sebagian wilayah cocok untuk digunakan kegiatan KJA Offshore.
Dengan dipetakannya wilayah yang sesuai untuk kegiatan KJA Offshore maka
memberi peluang besar kepada masyarakat sekitar untuk memasang KJA sesuai
dengan lokasi yang tepat.
Gambar 3.13 Peta Analisis Kesesuaian KJA Offshore (RZWP3K Provinsi Jawa Timur, 2018)
3.2.8 Peta Kesesuaian Wisata Jet Ski dan Ski Air, Pancing, dan Snorkling
Pada Gambar 3.14 bisa dianalisis bahwa wilayah di sekitar pesisir tidak cocok
digunakan untuk Wisata Jet Ski dan Ski Air. Pada wilayah Selat Madura juga
kurang cocok untuk kegiatan tersebut. Mengingat ada banyak kegiatan eksisting
yang berlangsung di Selat Madura yang menyebabkan kurang cocoknya untuk
digunakan sebagai Wisata Jet Ski dan Ski Air. Faktor kedalaman juga
mempengaruhi cocok atau tidaknya kegiatan wisata ini diadakan.
Tidak banyak tempat yang cocok untuk dijadikan Wisata Pancing (Gambar 3.15)
terutama pada daerah Selat Madura. Perlu diperhatikan bahwa di Selat Madura juga
digunakan oleh TNI AL untuk berlatih militer sehingga banyak wilayah terlarang
untuk digunakan sebagai wisata.
Kondisi yang tidak berbeda jauh untuk kegiatan snorkling (Gambar 3.16). Wilayah
Selat Madura tidak sesuai untuk dijadikan lokasi wisata snorkling dengan ditandai
warna merah dan kurang sesuai dengan ditunjukkan warna kuning.
Gambar 3.14 Peta Kesesuaian Wisata Jet Ski dan Ski Air (RZWP3K Provinsi Jawa Timur, 2018)
Gambar 3.15 Peta Kesesuaian Wisata Pancing (RZWP3K Provinsi Jawa Timur, 2018)
Gambar 3.16 Peta Wisata Selam (RZWP3K Provinsi Jawa Timur, 2018)
Dalam penelitian ini menggunakan peta Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil Provinsi Jawa Timur karena peta RZWP3K mengacu kepada
peta dasar yang sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun
2011 tentang Informasi Geospasial.
laut digambarkan semua kegiatan yang berlangsung di dasar laut hingga di bawah
dasar atau lapisan di bawah dasar laut. Mengingat ada juga kegiatan yang ada di
bawah lapisan dasar laut seperti pemendaman pipa gas dan kabel listrik.
Klasifikasi ruang laut berdasarkan ruang yang sama yaitu dengan tidak menghitung
lapisan dibawah dasar laut seperti pada Gambar 3.17. Ruang laut dibagi
berdasarkan kedalaman hingga dasar dibagi 3 ruang untuk permukaan, kolom, dan
dasar.
Daerah Ranjau, Garis Pantai, Kontur Kedalaman, Platform Migas, Pelabuhan, Alur Lintas Antar Kabupaten Kota,
Alur Lintas Dalam Kabupaten Kota, Alur Lintas Antar Provinsi, Lokasi Penyu, Bangunan PLTU, Daerah
Terlarang, Daerah Latihan, Batas Daerah Latihan TNI AL, Migrasi Biota, KJA Offshore, Wisata Pancing, Budidaya
Rumput Laut, Wisata Jet Ski dan Ski Air, DLKR, DLKP, Zona Blok Migas, dan Kegiatan yang melintas secara
tradisional
Peta Rencana Zonasi Ekosistem Mangrove, Ekosistem Lamun, Ekosistem Terumbu Karang, Platform Migas, Pelabuhan, Rencana Pipa
Wilayah Pesisir dan Minyak Bawah Laut, Rencana Pipa Gas Bawah Laut, Daerah Ranjau, Alur Lintas Antar Kabupaten Kota, Alur
Pulau-Pulau Kecil Lintas Antar Provinsi, Daerah Terlarang, Daerah Latihan, Batas Daerah Latihan TNI AL, Peat, Coral Reef, Sand
Provinsi Jawa Timur and Gravel, Rencana Pertambangan Minyak, Rencana Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil,
Rencana Kawasan Konservasi Perairan, Wisata Snorkling, Budidaya Ikan Kerapu, Wisata Pancing, Budidaya
Kerang Mutiara, Perikanan Tangkap, DLKR, DLKP, dan Zona Blok Migas
Platform Migas, Kabel Telekomunikasi Bawah Laut, Pipa Gas Bawah Laut, Rencana Pipa Minyak Bawah Laut,
Rencana Pipa Gas Bawah Laut, Daerah Ranjau, Daerah Terlarang, Daerah Latihan, Batas Daerah Latihan TNI AL,
Zona Blok Migas, Zona Penambangan Pasir Laut, Peat, Coral Reef, Sand and Gravel, Rencana Pertambangan
Minyak, Rencana Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Rencana Kawasan Konservasi Perairan
Ada berbagai macam jenis kegiatan eksisting yang ada di Selat Madura baik itu
yang terletak di permukaan laut, kolom laut, dan dasar laut. Dalam penelitian ini
akan menggunakan tiga kegiatan yang akan diberi batas secara horizontal dan
vertikal yaitu Pipa Migas, Alur Pelayaran, dan Rig Migas karena ketiga kegiatan
tersebut sering terjadinya konflik. Ketiga kegiatan akan diberi batas secara
horizontal dan vertikal sesuai dengan undang-undang dan ketentuan yang berlaku
di Indonesia.
Dengan menggunakan tools buffer pada ArcGis kita bisa membuat Boundaries
kegiatan Pipa Migas, Rig Migas, dan Jalur Pelayaran. Pada toolbar ArcGis pilih
menu Geoprocessing kemudian pilih menu Buffer.
1 Pada bagian Input Features pilih platform migas sebagai contoh kegiatan
yang digunakan dalam penelitian.
2 Pada Output Features pilih di mana file buffer akan disimpan.
3 Untuk Distance Linear Unit untuk mengatur seberapa luas jangkauan
boundaries yang akan kita buat.
Karena posisi Rig Migas berada di permukaan laut, kolom, dan dasar laut maka
informasi mengenai rig Migas beserta buffer Rig Migas akan muncul pada Peta
Permukaan Laut, Kolom Laut, dan Dasar Laut.
Cara yang sama ketika membuat boundaries Pipa Migas yang berada pada kolom
laut.
1 Pada bagian Input Features pilih pipa gas bawah laut sebagai contoh
kegiatan yang digunakan dalam penelitian.
2 Pada Output Features pilih di mana file buffer akan disimpan.
3 Untuk Distance Linear Unit untuk mengatur seberapa luas jangkauan
boundaries yang akan kita buat.
1 Pada bagian Input Features pilih Lintas Antar Provinsi sebagai contoh
kegiatan yang digunakan dalam penelitian.
2 Pada Output Features pilih di mana file buffer akan disimpan.
3 Untuk Distance Linear Unit untuk mengatur seberapa luas jangkauan
boundaries yang akan kita buat.
Ada beberapa kegiatan pengelolaan di laut yang sudah mempunyai aturan terkait
dengan batas Boundaries secara horizontal dan vertikal. Namun tidak sedikit juga
kegiatan yang belum diatur mengenai Boundaries vertikal. Dalam penentuan
Boundaries vertikal kegiatan pengelolaan laut yang belum diatur oleh undang-
undang, maka dalam proses penentuannya berdasarkan pendekatan dari Boundaries
horizontal seperti pada Gambar 3.23
4.1 Hasil
Terdapat 2 (dua) output utama pada penelitian ini yakni:
1. Peta Penguasaan Ruang Perairan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang
terdiri dari tiga bagian yakni peta permukaan laut, kolom laut, dan dasar laut di
wilayah Selat Madura.
2. Water Boundaries horizontal dan vertikal pada Peta Izin Lokasi Perairan
Wilayah Pesisir dan Laut.
Pembahasan untuk masing-masing output akan dibahas pada sub bab dibawah ini.
Gambar 4.1 Peta Penguasaan Ruang Permukaan Laut di Selat Madura Skala 1:50.000
Gambar 4.2 Peta Penguasaan Ruang Kolom Laut di Selat Madura Skala 1:50.000
Gambar 4.3 Peta Penguasaan Ruang Dasar Laut di Selat Madura Skala 1:50.000
4.1.2 Water Boundaries Horizontal dan Vertikal Pada Peta Izin Lokasi
Perairan Pesisir dan Laut
Berdasarkan hasil pengumpulan data baik data primer dan data sekunder yang
diperoleh dari Kementerian Kelautan dan Perikanan maka didapati hasil identifikasi
kegiatan yang berada di Selat Madura. Dalam penelitian ini mengambil tiga contoh
kegiatan yang akan diterapkan Boundaries kegiatannya secara vertikal dan
horizontal yaitu Rig Migas dan Pipa Migas. Mengingat beragamnya tingkat
kedalaman laut Negara Indonesia maka pendekatan yang paling sesuai untuk
membuat Peta Izin Penguasaan Ruang Laut di Wilayah Indonesia yaitu dengan
klasifikasi ruang laut berdasarkan kontur (Gambar 3.15) karena mengingat kondisi
kontur kedalaman laut Indonesia yang beragam.
Penelitian ini menggunakan teori Water Boundaries secara horizontal dan vertikal
untuk kegiatan Rig Migas dan Pipa Migas. Boundaries Rig Migas , Pipa Migas, dan
Alur Pelayaran di peroleh dari Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi
Nomor 300.K/38/M.PE/1997 Pasal 13 mengenai aturan dan regulasi dalam
penanaman pipa dan Row pipa offshore. Batas aman alur pelayaran tercantum
dalam Peraturan Menteri Nomor 129 Tahun 2016 tentang Alur Pelayaran di Laut
dan Bangunan/Instalasi di Perairan Pasal 64 yang menyatakan bahwa batas aman
alur pelayaran secara horizontal sebesar 500 m ke kanan dan 500 m ke kiri yang
dihitung dari poros alur pelayaran. Untuk batas vertikal disesuaikan dengan ukuran
kapal dan draft kapal yang melintas. Alur Pelayaran dibagi menjadi tiga yaitu Lintas
Antar Provinsi, Lintas Dalam Kabupaten Kota, dan Lintas Antar Kabupaten Kota.
Gambar 4.4 Peta Penguasaan Ruang Permukaan Laut di Selat Madura Skala 1:50.000
Gambar 4.5 Peta Penguasaan Ruang Kolom Laut di Selat Madura Skala 1:50.000
Gambar 4.6 Peta Penguasaan Ruang Dasar Laut di Selat Madura Skala 1:50.000
Kegiatan Rig Migas berlangsung dari atas permukaan laut hingga dasar laut
sehingga informasi mengenai Rig Migas akan muncul pada ketiga ruang laut baik
batas secara vertikal maupun horizontal. Dalam Peta Penguasaan Ruang Permukaan
Laut (Gambar 4.4) bisa di lihat bahwa Boundaries secara horizontal dan vertikal
Rig Migas dan Alur Pelayaran tidak bersinggungan. Letak lokasi Rig Migas berada
di lokasi yang sesuai. Pada Gambar 4.5 Boundaries secara horizontal Alur
Pelayaran tidak mempengaruhi kegiatan Budidaya Ikan Kerapu karena letak
kegiatan Budidaya Ikan Kerapu berada di kedalaman empat hingga delapan meter.
Yang perlu diperhatikan yaitu Boundaries secara vertikal antara Alur Pelayaran dan
Budidaya Ikan Kerapu. Sedangkan Boundaries horizontal dan vertikal Rig Migas
tidak mengganggu kegiatan apapun. Begitu pula dari hasil Boundaries Rig Migas
di Peta Izin Lokasi Perairan Dasar Laut yang tidak mengganggu Zona Blok Migas.
Penjelasan mengenai peraturan yang mengatur tentang Boundaries Rig Migas, Pipa
Migas, dan Alur Pelayaran akan di bahas pada sub bab selanjutnya.
4.2 Pembahasan
Pembahasan dilakukan untuk masing-masing produk akhir penelitian sebagai
berikut:
Pembahasan kartografi Peta Izin Penguasaan Ruang Laut mencakup indeks peta,
penomoran lembar peta, sistem proyeksi, sistem grid, datum horizontal, datum
vertikal, dan informasi yang ditampilkan.
Indeks peta dan penomoran lembar peta yang digunakan pada Peta Izin Penguasaan
Ruang Laut menggunakan sintesis dari indeks dan penomoran lembar Peta
Lingkungan Pantai Indonesia (dalam penelitian ini digunakan sebagai peta dasar)
serta indeks dan penomoran klasifikasi ruang laut. Ditunjukkan pada Gambar 4.7
Gambar 4.7 Indeks dan Penomoran Lembar Peta Izin Penguasaan Ruang Kolom Laut
Nomor Lembar Peta 1608 menunjukan lokasi Surabaya Provinsi Jawa Timur,
nomor 04 menunjukkan skala Peta LPI 1:50.000. Indeks peta dan penomoran
lembar peta yang digunakan pada Peta Izin Penguasaan Ruang Laut akan
mengalami sedikit perubahan jika peta dasar yang digunakan adalah Peta RBI, Peta
LLN, dan Peta Laut Dishidros AL. Selain jenis peta dasar yang digunakan, indeks
peta dan penomoran lembar peta disesuaikan juga dengan skala yang digunakan.
Tabel 4.1 Contoh Indeks dan Penomoran Lembar Peta Izin Penguasaan Ruang Laut di Kabupaten
Sampang, Provinsi Jawa Timur
Jenis Peta Dasar Skala Peta Jenis Ruang Laut Nomor Lembar Peta Izin
Dasar Penguasaan Ruang Laut
Permukaan Laut 1608-04 No. 01
LPI 1:50.000 Kolom Laut 1608-04 No. 02
Dasar Laut 1608-04 No. 03
Permukaan Laut 1608-532 No. 01
RBI 1:25.000 Kolom Laut 1608-532 No. 02
Dasar Laut 1608-532 No. 03
Menurut Undang-Undang No.4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial ada tiga
jenis peta dasar yaitu Peta Rupa Bumi Indonesia, Peta Lingkungan Pantai
Indonesia, dan Peta Lingkungan Laut Nasional. Ketiga peta dasar tersebut
mempunyai klasifikasi tersendiri berkaitan dengan penentuan Nomor Lembar Peta
(NLP). Setiap peta dasar memiliki sistem penomoran lembar peta masing-masing
yang sudah ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional.
Sedangkan skala peta dasar yang diatur didalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun
2011 tentang Informasi Geospasial menyatakan bahwa Peta Rupabumi Indonesia
diselenggarakan pada skala 1:1.000.000, 1:500.000, 1:250.000, 1:100.000,
1:50.000, 1:25.000, 1:10.000, 1:5.000, 1:2.500, dan 1:1.000. Peta Lingkungan
Pantai Indonesia diselenggarakan pada skala 1:250.000, 1:50.000, 1:25.000, dan
1:10.000. Peta Lingkungan Laut Nasional diselenggarakan pada skala 1:500.000,
1:250.000, dan 1:50.000.
Informasi kegiatan yang disajikan pada Peta Izin Penguasaan Ruang Permukaan
Laut, Kolom Laut, dan Dasar Laut bergantung pada pendekatan klasifikasi yang
digunakan. Pada sub bab 3.3.1 disebutkan terdapat dua pendekatan klasifikasi
Ruang Laut yakni berdasarkan kedalaman yang berbeda (Gambar 3.17) dan
berdasarkan jarak kedalaman yang sama (Gambar 3.18).
maupun antar daerah. Sistem referensi geospasial yang digunakan pada Peta LPI,
Peta LLN dan Peta Laut Dishidros TNI-AL ditunjukkan pada Tabel 4.2
Tabel 4.2 Sistem Referensi Geospasial yang digunakan pada Peta LPI, Peta LLN dan Peta Laut
Dishidros TNI-AL
Pada penelitian ini Peta Izin Penguasaan Ruang Laut menggunakan Peta
Lingkungan Pantai Indonesia skala 1:50.000 sebagai peta dasar. Sehingga Jenis
Datum, Sistem Koordinat, dan Proyeksi Peta yang digunakan mengikuti Peta
Lingkungan Pantai Indonesia, sebagai berikut:
ALUR PELAYARAN
Peta RZWP3K
ALUR PELAYARAN
RUMPUT LAUT
Peta Penguasaan Lokasi
Budidaya Ruput Laut
Gambar 4.8 Water Boundaries Alur Pelayaran terhadap Lokasi Budidaya Rumput Laut
besar untuk pembuatan Peta Izin Lokasi Perairan Pesisir. Dalam penelitian ini
menggunakan Peta Dasar LPI dengan skala 1:50.000.
Ada beberapa kegiatan yang ada di ruang Permukaan Laut di tampilkan kembali di
ruang Kolom Laut karena menurut klasifikasi kedalaman kegiatan-kegiatan
tersebut berada di area Kolom Laut.
RIG MIGAS
Gambar 4.9 Water Boundaries Alur Pelayaran terhadap Lokasi Rig Migas
Pada Gambar 4.9 terlihat kegiatan Izin Lokasi Rig Migas tidak mengganggu Alur
Pelayaran yang ada di sekitarnya karena batas Boundaries di masing-masing
kegiatan tidak saling overlay. Izin Lokasi Pemanfaatan Ruang Laut untuk masing-
masing kegiatan bisa dikeluarkan dengan melihat kondisi yang ada.
Dari berbagai macam kegiatan pengelolaan ruang laut, Rig Migas termasuk dalam
kegiatan yang muncul di Peta Permukaan Laut, Kolom Laut, dan Dasar Laut.
Pemberian Izin dalam pembangunan rig juga harus memperhatikan batas kegiatan
di sekitarnya.
Gambar 4.10 Water Boundaries Alur Pelayaran terhadap Lokasi Rig Migas
Pada Gambar 4.10 merupakan hasil penerapan Boundaries Pipa Gas Bawah Laut
dan Rig Migas. Dari gambar dapat dilihat bahwa pembuatan Izin Lokasi belum
terintegrasi dengan RZWP3K yang sudah disahkan (Perda No.1 Tahun 2018). Oleh
karena itu pemberian Izin Lokasi Perairan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil untuk
kegiatan rig dan Pipa Migas harus dikaji ulang.
atau di kubur sedalam dua meter. Sedangkan jika kedalamannya lebih dari tiga belas
meter maka diletakkan di dasar laut tanpa harus dipendam.
Dari pembahasan diatas ditemukan masih ada peraturan perundangan yang bersifat
sektoral seperti halnya perbedaan aturan pemendaman pipa gas bawah laut. Dengan
peraturan yang belum terintegrasi sulit untuk menemukan sebuah solusi jika terjadi
suatu konflik di wilayah tersebut. Untuk menampilkan informasi batas vertikal,
pendekatan yang paling mudah yaitu dengan menampilkan kegiatan tersebut sesuai
dengan ruang lautnya baik itu di terletak di permukaan laut, kolom laut, dan dasar
laut.
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian tugas akhir ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
5.2 Saran
Saran dari tugas akhir ini adalah sebagai berikut:
1. Peta Izin Penguasaan Ruang Laut sebaiknya ditampilkan secara tiga dimensi
menggunakan software 3D, sehingga water boundaries vertikal kegiatan
pengelolaan ruang Permukaan Laut, Kolom Laut, dan Dasar Laut dapat lebih
terlihat dan dapat disajikan dalam satu lembar peta.
2. Diperlukan kajian perbandingan dan pemilihan Peta Dasar (Rupa Bumi
Indonesia, Lingkungan Pantai Indonesia, Lingkungan Laut Nasional, atau
Dishidros AL) sebagai acuan pembuatan Peta Izin Penguasaan Ruang Laut.
Sehingga diperoleh informasi mengenai kelebihan dan kekurangan dari masing-
masing Peta Dasar yang digunakan.
DAFTAR PUSTAKA
Depdagri. 2018. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 1 Tahun 2018
Tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Provinsi
Jawa Timur Tahun 2018-2038.
Depdagri.2008. Undang-Undang Republik Indonesia No. 17 Tahun 2008 tentang
Pelayaran.
KEMENHUB. 2011. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 68 Tahun 2011
tentang Alur Pelayaran di Laut.
KEMENHUB. 2016. Peraturan Menteri Perhubungan No. 129 Tahun 2016 tentang
Alur Pelayaran di Laut dan atau Instalasi di Perairan
Kementeri Pertambanagan dan Energi. 1997. Keputusan Menteri Pertambangan
dan Energi Nomor 300.K/38/M.PE/1997 tentang Keselamatan Kerja Pipa
Penyalur Minyak Dan Gas Bumi.
Kementeri Pertambangan dan Energi. 1997. Keputusan Menteri Pertambangan dan
Energi Nomor 300.K/38/M.PE/1997 tentang Keselamatan Kerja Pipa
Penyalur Minyak dan Gas Bumi.
Kementrian ESDM. 2017. Minyak dan Gas Bumi. www.migas.esdm.go.id. Diakses
pada 17 Februari 2018.
KKP. 2014. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 34 Tahun 2014 tentang
Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil.
Maulana, S. 2016. Membangun Peta Kadaster Kelautan Dalam Perspektif UU RI
No. 4 Tahun 2011 Tentang Informasi Geospasial. Bandung: Program Studi
Teknik Geodesi, Itenas.
Ng'ang'a, dkk. 2001. Towards A Multidimensional Marine Cadastre in Support of
Good Ocean Governance. Canada.
NOAA. 2015. National Oceanic. www.noaa.gov. Diakses pada 20 Februari 2018.
Pelindo3. 2017. Kabel Putus PLN dan Jangkar Kapal. www.bumn.go.id/pelindo3 .
diakses pada 20 Maret 2017.
Tempo. 2015. Konflik Nelayan Sampang. www.tempointeraktif.com/Konflik
Nelayan Sampang. Diakses pada 21 Februari 2018
Tribun. 2014. Ribuan Marinir Serbu Pantai Banongan Situbondo.
www.tribunnews.com/regional/2014/06/04/ribuan-marinir-serbu-
pantaibanongan-situbondo. Diakses pada 22 Maret 2018.
pada pelabuhan; rekomendasi teknis dari UPT setempat berupa tata ruang perairan pelabuhan sesuai dengan peruntukan dan kepentingannya pada alur¬ pelayaran yang akan ditetapkan; rekomendasi teknis dari Distrik Navigasi
setempat; berupa rencana desain (alur-pelayaran beserta rencana kebutuhan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran; sistem rute; dan tata cara berlalu lintas)
3. Berdasarkan PM 129 Tahun 2016 tentang Alur Pelayaran di Laut dan Bangunan dan/atau Instalasi di Perairan bahwa setiap badan usaha penyelenggara alur pelayaran hars memenuhi persyaratan teknis berupa
: a. rencana induk pelabuhan dan/ atau terminal khusus dilengkapi dengan peta lokasi yang menggambarkan batas-batas wilayah daratan dan perairan, ditandai dengan titik-titik koordinat geografis;
b. peta laut yang menggambarkan titik koordinat lokasi yang akan dibangun;
c. hasil survei hidro-oceanografi berupa peta bathimetri yang dapat menunjukkan kondisi lebar, kedalaman dan dasar laut pada alur yang akan ditetapkan serta informasi terkait kondisi pasang surut, arah dan kekuatan arus
serta sedimentasi; dan
d. informasi mengenai dimensi kapal yang akan keluar dan masuk pada alur pelayaran; dan
Prasarana / Ketentuan
e. rancangan penetapan alur pelayaran, sistem rute, tata cara berlalu lintas dan daerah labuh kapal sesuai dengan kepentingannya pada alur yang akan ditetapkan.
Minimum
4. Berdasarkan PM 129 Tahun 2016 tentang Alur Pelayaran di Laut dan Bangunan dan/atau Instalasi di Perairan bahwa Bangunan atau instalasi di perairan paling sedikit harus memenuhi persyaratan:
a. penempatan, pemendaman dan penandaan;
b. tidak menimbulkan kerusakan terhadap bangunan atau instalasi Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran dan Fasilitas Telekomunikasi- Pelayaran;
c. memperhatikan ruang bebas dalam pembangunan kabel saluran udara dan/ atau jembatan ;
d. memperhatikan koridor pemasangan kabel dan pipa bawah laut; dan
e. berada di luar perairan wajib pandu.
5. kapal yang sedang menangkap ikan tidak boleh merintangi jalan setiap kapal lain yang sedang berlayar di dalam alur pelayaran;
6. kapal tidak boleh memotong alur-pelayaran atau alur pelayaran sempit jika terjadi maka jalan kapal hanya dapat berlayar dengan aman dan tidak membahayakan ekosistem
7. Perlu melakukan perlindungan hak-hak terhadap nelayan tradisional dalam melakukan aktivitasnya dalam radius 0-2 mil
8. Kegiatan pelayaran agar berkordinasi dengan KSOP
1. Bagi kapal yang berada pada zona terlarang dilarang melakukan kegiatan antara lain :
a. melintas, kecuali kapal negara dan kapal lain yang berkepentingan;
b. melakukan kegiatan penangkapan ikan dan sejenisnya;
c. melakukan kegiatan yang dapat membahayakan bangunan/ instalasi.
*zona terlarang adalah zona pada area 500 m diitung dari sisi terluar bangunan/instalasi
Ketentuan Khusus 2. Bagi kapal yang berada pada zona terbatas dilarang melakukan kegiatan antara lain:
a. berlabuh jangkar (drop anchor);
b. melakukan kegiatan penangkapan ikan dan sejenisnya;
c. melakukan kegiatan- kegiatan yang dapat membahayakan bangunan dan/ atau instalasi.
*zona terbatas adalah zona pada area 1.750 m diitung dari sisi terluar bangunan/instalasi
3. Pada zona alur pelayaran di Kecamatan Socah Bangkalan diperbolehkan untuk penggunaan alat tangkap menetap. (NLP 3504-02)
Alur Pelayaran- 3504 AL - AP - PR - Laut Jawa Laut Lepas - 4,96 113,61146000900 -7,45920833691 • Usaha kegiatan • Usaha wisata edukasi • Usaha kegiatan
Perlintasan 3507 AL - AP - PR - Selat Madura Laut Lepas - 3,60 113,77918704800 -7,47158719330 hiburan dan rekreasi • Usaha wisata dayung hiburan dan rekreasi
Regional 3507 AL - AP - PR - Selat Madura Laut Lepas - 5,58 113,64851890300 -7,48996906444 • Perlindungan • Usaha wisata selam • Perlindungan
3507 AL - AP - PR - Selat Madura Laut Lepas - 1,11 113,91825017400 -7,43460090030 keanekaragaman hayati; • Usaha wisata keanekaragaman hayati;
3507 AL - AP - PR - Selat Madura Laut Lepas - 1,03 113,77898786000 -7,47298891611 • Penyelamatan dan memancing • Penyelamatan dan
3507 AL - AP - PR - Selat Madura Laut Lepas - 0,48 113,66658156100 -7,50977735766 perlindungan lingkungan • Usaha wisata selancar perlindungan lingkungan
3507 AL - AP - PR - Selat Madura Laut Lepas - 0,15 113,91049301000 -7,42974844520 • Kegiatan penerbangan • Usaha wisata olahraga • Kegiatan penerbangan
3507 AL - AP - PR - Selat Madura Laut Lepas - 0,71 113,76653927200 -7,45255981652 diatas alur kepulauan tirta diatas alur kepulauan
• Kegiatan berlabuh • Usaha dermaga wisata Kegiatan berlabuh
3507 AL - AP - PR - Selat Madura Laut Lepas - 0,08 113,67171301100 -7,51021333597
jangkar kecuali dalam • Usaha wisata ekstrim jangkar kecuali dalam
3506 - 08 AL - AP - PR - 1 Selat Bali Kab.Banyuwangi - 4,33 114,49231791400 -8,04226123812
keadaan force majeure (beresiko tinggi) keadaan force majeure
3506 - 11 AL - AP - PR - 1 Selat Bali Kab.Banyuwangi - 0,98 114,51678562600 -8,03230705928
oleh kapal asing • Usaha vila (cottage) di oleh kapal asing
3506 AL - AP - PR - 1 Selat Bali Kab.Banyuwangi - 0,73 114,52597559900 -8,02695895911 • Pengapungan atas laut • Pengapungan
3507 - 01 AL - AP - PR - 2 Selat Madura Kab.Situbondo - 12,17 113,86748978700 -7,65862536288 (refloating) • Usaha wisata snorkeling (refloating)
3507 - 01 AL - AP - PR - 2 Selat Madura Kab.Situbondo - 0,96 113,91951385900 -7,68775378310 • Usaha wisata tontonan
3507 - 01 AL - AP - PR - 2 Selat Madura Kab.Situbondo - 0,00 113,92186038200 -7,69393844464 • Usaha wisata berenang
3507 - 05 AL - AP - PR - 2 Selat Madura Kab.Situbondo - 0,80 113,92873477600 -7,69335725136 • Usaha restoran di atas
3507 AL - AP - PR - 2 Selat Madura Kab.Situbondo - 20,76 113,74906967800 -7,57416636828 laut
3507 AL - AP - PR - 2 Selat Madura Kab.Situbondo - 0,06 113,66601352500 -7,51300209157 • Usaha wisata alam
3507 AL - AP - PR - 2 Selat Madura Kab.Situbondo - 0,41 113,67368006500 -7,51686865653 perairan
3507 AL - AP - PR - 2 Selat Madura Kab.Situbondo - 0,54 113,67142143200 -7,51360458626 • Jasa Wisata Tirta
3507 - 01 AL - AP - PR - 3 Selat Madura Kab.Situbondo - 7,90 113,89705085900 -7,65045571969 (bahari)
3507 - 01 AL - AP - PR - 3 Selat Madura Kab.Situbondo - 0,61 113,91997579700 -7,68137092328 • Pengambilan foto/video
LOKASI LUAS TITIK KOORDINAT Aktivitas yang Aktivitas yang tidak Aktivitas diperbolehkan
ZONA SUB ZONA NLP KODE
PERAIRAN KABUPATEN/KOTA NAMA OBYEK (KM2) LONG (X) LAT (Y) diperbolehkan diperbolehkan setelah memperoleh izin
3507 - 05 AL - AP - PR - 3 Selat Madura Kab.Situbondo - 0,02 113,92434922900 -7,67664875656 bawah laut
3507 - 05 AL - AP - PR - 3 Selat Madura Kab.Situbondo - 1,30 113,92974551500 -7,68658131049 • Penanaman tanaman
3507 AL - AP - PR - 3 Selat Madura Kab.Situbondo - 17,77 113,83220642900 -7,55679236032 bakau dan nipah
3504 - 09 AL - AP - PR - 4 Selat Madura Kota Probolinggo - 4,12 113,24359597900 -7,63559641622 • Budidaya mangrove
3504 - 09 AL - AP - PR - 4 Selat Madura Kota Probolinggo - 8,24 113,22684596700 -7,69047407531 • Penelitian kegiatan
3504 - 09 AL - AP - PR - 4 Selat Madura Kota Probolinggo - 0,00 113,21653816500 -7,73045813347 konservasi
3504 - 09 AL - AP - PR - 4 Selat Madura Kab.Probolinggo - 0,00 113,21653816500 -7,73045813347 • Pendidikan kegiatan
3504 - 09 AL - AP - PR - 4 Selat Madura Kota Probolinggo - 0,11 113,22143252900 -7,72031381357 konservasi
• Pengambilan terumbu
3504 - 09 AL - AP - PR - 4 Selat Madura Kota Probolinggo - 0,00 113,22068442000 -7,72728603650
karang
3504 - 09 AL - AP - PR - 4 Selat Madura Kota Probolinggo - 0,08 113,22105786100 -7,72464285482
• Survei dan/atau
3504 AL - AP - PR - 4 Selat Madura Kota Probolinggo - 14,69 113,28012431200 -7,55102626753
penelitian ilmiah
3504 AL - AP - PR - 4 Selat Madura Kota Probolinggo - 1,05 113,26730412500 -7,57769926304 • Pemungutan hasil hutan
3504 AL - AP - PR - 4 Selat Madura Kota Probolinggo - 1,02 113,29664406600 -7,51340020836 bukan kayu pada hutan
3504 AL - AP - PR - 5 Selat Madura Kab.Sumenep - 0,25 113,60317818600 -7,44166439466 mangrove (madu; getah;
3507 - 05 AL - AP - PR - 6 Selat Madura Kab.Situbondo - 19,67 114,16915048400 -7,66971846546 daun; buah dan biji; tanin;
3507 - 05 AL - AP - PR - 6 Selat Madura Kab.Situbondo - 1,06 114,21055803300 -7,67730523180 ikan; hasil hutan bukan
3507 - 06 AL - AP - PR - 6 Selat Madura Kab.Situbondo - 10,15 114,07493405200 -7,58239557872 kayu lainnya)
3507 - 06 AL - AP - PR - 6 Selat Madura Kab.Situbondo - 1,41 114,05369789600 -7,56310299915 • Penangkapan ikan
3507 AL - AP - PR - 6 Selat Madura Kab.Situbondo - 38,71 114,08272816100 -7,54042659896 dengan kapasitas kapal <
3504 AL - AP - PR - 7 Selat Madura Kab.Sampang - 14,62 113,34208173000 -7,42536195131 10GT
3504 AL - AP - PR - 8 Selat Madura Kab.Pamekasan - 11,74 113,56215424500 -7,40179171140 • Penangkapan ikan
3507 AL - AP - PR - 9 Selat Madura Kab.Sumenep - 10,40 113,87755192200 -7,39260316122 dengan kapasitas kapal
3507 AL - AP - PR - 9 Selat Madura Kab.Sumenep - 0,97 113,91119521500 -7,42566733064 10-30 GT
3507 AL - AP - PR - 10 Selat Madura Kab.Sumenep - 10,97 113,74218713400 -7,40266859278 • Penangkapan ikan
3507 AL - AP - PR - 10 Selat Madura Kab.Sumenep - 0,41 113,76598440600 -7,44600078911 dengan kapasitas kapal ≥
3504 AL - AP - PR - 11 Selat Madura Kab.Sampang - 3,37 113,38467794500 -7,34365425728 30GT
3504 AL - AP - PR - 12 Selat Madura Kab.Pamekasan - 5,15 113,40741827600 -7,31593382930 • Pengambilan barang-
barang purbakala dengan
3504 - 14 AL - AP - PR - 13 Selat Madura Kab.Pamekasan - 2,60 113,48438266900 -7,29962888786
perahu bermotor ≤ 5GT
3504 AL - AP - PR - 13 Selat Madura Kab.Pamekasan - 6,08 113,50577825500 -7,33012700686
• Pengambilan barang-
3507 - 02 AL - AP - PR - 14 Selat Madura Kab.Sumenep - 3,62 113,69799818800 -7,28902699275
barang purbakala dengan
3507 AL - AP - PR - 14 Selat Madura Kab.Sumenep - 5,30 113,70913602900 -7,32581242539 perahu bermotor 5 - 30 GT
3507 - 02 AL - AP - PR - 15 Selat Madura Kab.Sumenep - 3,83 113,77365863300 -7,27980783925 • Pengambilan barang-
3507 AL - AP - PR - 15 Selat Madura Kab.Sumenep - 8,42 113,80840791100 -7,32081251685 barang purbakala dengan
3504 - 15 AL - AP - PR - 16 Selat Madura Kab.Pamekasan - 8,78 113,44897238300 -7,26418422136 perahu bermotor > 30 GT
3504 - 15 AL - AP - PR - 16 Selat Madura Kab.Pamekasan - 2,77 113,44972153100 -7,23355455166 • Pengambilan barang-
3504 AL - AP - PR - 16 Selat Madura Kab.Pamekasan - 0,45 113,42503208600 -7,28297861453 barang selain barang
3507 - 02 AL - AP - PR - 17 Selat Madura Kab.Sumenep - 33,84 113,71297214100 -7,18961908909 purbakala dengan perahu
3507 - 03 AL - AP - PR - 17 Selat Madura Kab.Sumenep - 0,53 113,68944553600 -7,11187234933 bermotor ≤ 5GT
3507 - 07 AL - AP - PR - 18 Selat Madura Kab.Sumenep - 5,90 114,07048664900 -7,15732302636 • Pengambilan barang-
3507 - 11 AL - AP - PR - 18 Selat Madura Kab.Sumenep - 24,89 114,36172419800 -7,21078686753 barang selain barang
3507 - 11 AL - AP - PR - 18 Selat Madura Kab.Sumenep - 0,25 114,45825162300 -7,23284146279 purbakala dengan perahu
3507 - 11 AL - AP - PR - 18 Selat Madura Kab.Sumenep - 1,98 114,32819590200 -7,17406087858 bermotor 5 - 30 GT
3507 - 14 AL - AP - PR - 18 Selat Madura Kab.Sumenep - 16,80 114,70399955400 -7,17248882913 • Pengambilan barang-
3507 - 14 AL - AP - PR - 18 Selat Madura Kab.Sumenep - 1,75 114,68185594500 -7,20518039544 barang selain barang
3507 - 15 AL - AP - PR - 18 Laut Jawa Kab.Sumenep - 6,61 114,78194722500 -7,09407031929 purbakala dengan perahu
3507 - 17 AL - AP - PR - 18 Laut Jawa Kab.Sumenep - 3,64 114,82201939900 -7,07004558346 bermotor > 30 GT
• Pelepasan jangkar
3507 AL - AP - PR - 18 Selat Madura Kab.Sumenep - 88,95 114,53515289400 -7,16105720640
• Penggunaan galah
3507 AL - AP - PR - 18 Selat Madura Kab.Sumenep - 3,11 114,35581847600 -7,27101296957
untuk mendorong perahu
3509 - 02 AL - AP - PR - 19 Laut Jawa Kab.Sumenep - 36,59 115,26093178600 -6,85245381275
• Usaha pembudidayaan
3509 - 03 AL - AP - PR - 19 Selat Madura Kab.Sumenep - 1,01 115,68722947400 -7,16289302053 ikan laut (kerapu, kakap,
3509 - 04 AL - AP - PR - 19 Laut Jawa Kab.Sumenep - 38,79 115,54699715100 -6,90058463210 baronang)
3509 - 07 AL - AP - PR - 19 Selat Madura Kab.Sumenep - 21,87 115,73163395200 -7,08973684546 • Pembudidayaan ikan
3509 - 07 AL - AP - PR - 19 Selat Madura Kab.Sumenep - 1,20 115,71889647900 -7,03161930949 untuk kepentingan
3509 - 08 AL - AP - PR - 19 Laut Jawa Kab.Sumenep - 2,60 115,69967813600 -7,00190649330 industri
3507 AL - AP - PR - 19 Selat Madura Kab.Sumenep - 3,89 115,08711988800 -6,95739446172 • Usaha budidaya
3509 AL - AP - PR - 19 Selat Madura Kab.Sumenep - 21,69 115,44672974700 -7,12273248701 perikanan terapung (jaring
3509 AL - AP - PR - 19 Selat Madura Kab.Sumenep - 1,13 115,64761449700 -7,21118481298 apung dan pen system
3508 - 01 AL - AP - PR - 20 Laut Jawa Kab.Sumenep - 11,97 114,45170251600 -5,59999665644 seluas ≥ 5 Ha dengan
3508 AL - AP - PR - 20 Laut Jawa Kab.Sumenep - 17,65 114,37398160500 -5,70556584961 jumlah 1000 unit.
3504 - 09 AL - AP - PR - 21 Selat Madura Kota Probolinggo - 1,16 113,26861427900 -7,68376643580 • Pengambilan sumber
3504 - 09 AL - AP - PR - 22 Selat Madura Kab.Probolinggo - 5,06 113,30067105100 -7,69171944440 daya laut non ikan untuk
3504 - 09 AL - AP - PR - 22 Selat Madura Kab.Probolinggo - 0,00 113,27400648600 -7,68618946341 kepentingan ekonomi
3504 - 13 AL - AP - PR - 22 Selat Madura Kab.Probolinggo - 3,98 113,39472224600 -7,72677329775 • Pembudidayaan sumber
3504 - 13 AL - AP - PR - 22 Selat Madura Kab.Probolinggo - 5,12 113,35530912400 -7,71220867726 daya laut non ikan untuk
3504 AL - AP - PR - 22 Selat Madura Kab.Probolinggo - 1,96 113,32602973800 -7,69757519108 kepentingan ekonomi
• Pengangkutan ikan hasil
budidaya dengan Kapal
Pengangkut Ikan Hidup
LOKASI LUAS TITIK KOORDINAT Aktivitas yang Aktivitas yang tidak Aktivitas diperbolehkan
ZONA SUB ZONA NLP KODE
PERAIRAN KABUPATEN/KOTA NAMA OBYEK (KM2) LONG (X) LAT (Y) diperbolehkan diperbolehkan setelah memperoleh izin
Berbendera Indonesia
Pengangkutan ikan hasil
budidaya dengan Kapal
Pengangkut Ikan Hidup
Berbendera Asing
Pengangkutan ikan hasil
budidaya dengan Kapal
nelayan kecil
Budidaya Ikan hasil
rekayasa genetik
Pemasangan Keramba
Jaring Apung
Pemasangan rumpon
perairan dalam
Pemasangan rumpon
perairan dangkal
Pengangkutan ikan hasil
penangkapan dengan
Kapal Pengangkut Ikan
Hidup Berbendera
Indonesia
Pengangkutan ikan hasil
penangkapan dengan
Kapal Pengangkut Ikan
Hidup Berbendera Asing
Bongkar muat ikan
Penangkapan ikan
menggunakan pukat hela
(trawls), payang, cantrang,
jaring lampara, dogol, dan
sejenisnya
Penangkapan ikan
menggunakan Gill Net
(Jaring insang) dan
sejenisnya
Penangkapan ikan
menggunakan seine nets
dan sejenisnya
Penangkapan ikan
menggunakan Long bag
set net (jaring kantong
besar)
Penangkapan ikan
menggunakan Squid
Jigging
Penangkapan ikan
menggunakan Pancing
Prawe Dasar
Penangkapan ikan
menggunakan Long line
(rawai Tuna)
Penangkapan ikan
menggunakan Pole dan
line
Penangkapan ikan
menggunakan
Bubu/Muroami dan
sejenisnya
Penangkapan ikan
menggunakan Bouke Ami
Penangkapan ikan
menggunakan Bagan
Apung
Penelitian dan
pengembangan perikanan
Kegiatan pengujian kapal
perikanan/perahu ikan
bermotor
Eksplorasi mineral logam,
mineral bukan logam,
batuan, batubara, mineral
LOKASI LUAS TITIK KOORDINAT Aktivitas yang Aktivitas yang tidak Aktivitas diperbolehkan
ZONA SUB ZONA NLP KODE
PERAIRAN KABUPATEN/KOTA NAMA OBYEK (KM2) LONG (X) LAT (Y) diperbolehkan diperbolehkan setelah memperoleh izin
radioaktif
Pengangkutan mineral
logam, mineral bukan
logam, batuan, batubara,
mineral radioaktif
Pembangunan FPSO
(Floating Production
Storage and Offloading)
Pengerukan perairan
dengan capital dredging
Pengerukan perairan laut
dengan capital dredging
yang memotong material
karang dan/atau batu
Pembangunan PLTU
Pembangunan
anjungan/platform migas
Pembangunan Floating
Storage Offloading (FSO)
Pembangunan Fasilitas
Terapung (Floating
Facility) Migas: Mooring
Eksploitasi (Operasi
Produksi) Batubara
Eksploitasi (Operasi
Produksi) Mineral logam
Eksploitasi (Operasi
Produksi) Mineral bukan
logam atau mineral batuan
Eksploitasi (Operasi
Produksi) Mineral
radioaktif
Pengolahan & Pemurnian
Batubara
Pengolahan & Pemurnian
Mineral logam
Pengolahan & Pemurnian
Mineral bukan logam atau
mineral batuan
Pengolahan & Pemurnian
Mineral radioaktif
Penempatan tailing (bahan
yang tertinggal setelah
pemisahan fraksi) di
bawah laut
Pembangunan Terminal
Regasifikasi LNG
Pembakaran Gas Suar
Bakar (Flaring)
Pemusnahan handak
migas
Pemasangan fasilitas
turbin generator energi
Kegiatan Instalasi
Pembangkit Listrik Tenaga
Arus Laut (PLTAL)
Pemasangan fasilitas
mesin kalor
Eksplorasi energi OTEC
Pembangunan,
pemindahan, dan/atau
pembongkaran bangunan
atau instalasi pipanisasi di
perairan
Penanaman kabel
Penanaman Pipa diameter
0-20 cm
Penanaman Pipa diameter
20-50 cm
Penanaman Pipa diameter
50-100 cm
LOKASI LUAS TITIK KOORDINAT Aktivitas yang Aktivitas yang tidak Aktivitas diperbolehkan
ZONA SUB ZONA NLP KODE
PERAIRAN KABUPATEN/KOTA NAMA OBYEK (KM2) LONG (X) LAT (Y) diperbolehkan diperbolehkan setelah memperoleh izin
Penanaman Pipa diameter
diatas 100 cm
Pembangunan kabel
telekomunikasi Local Port
Service (LPS)
Penanaman dan atau
pemancangan kabel atau
tiang serta sarana di laut
Penetapan tempat labuh
Penetapan tempat alih
muat antar kapal
Pembangunan Kolam
pelabuhan untuk
kebutuhan sandar dan
olah gerak kapal
Pembangunan terminal
peti kemas
Pembangunan terminal
curah kering
Pembangunan terminal
curah CAIR
Pembangunan terminal ro-
ro
Pembangunan Tempat
perbaikan kapal
Penempatan kapal mati
Pembangunan TPI
Pembangunan breakwater
(pemecah gelombang)
Pembangunan turap
(revetment)
pembangunan groin;
Uji coba kapal
Usaha pelayanan
perbaikan dan
pemeliharaan kapal
perikanan : dock/slipway,
bengkel dan tempat
perbaikan jaring;
Usaha pelayanan logistik
dan perbekalan kapal
perikanan
Pembangunan dermaga
perikanan
Usaha bongkar muat
barang : pengemasan,
penumpukan, dan
penyimpanan di
pelabuhan
Usaha tally mandiri :
kegiatan cargodoring,
receiving/delivery, stuffing,
dan stripping peti kemas
bagi kepentingannya
sendiri.
Pembangunan dan
pengoperasian Jetty
Pengerukan di wilayah
perairan Pelabuhan
Pengumpan Regional dan
Lokal
Reklamasi di wilayah
perairan Pelabuhan
Pengumpan Regional dan
Lokal
Penetapan rute pelayaran
internasional
Kegiatan bongkar muat
oleh kapal asing
Kegiatan riset atau survei
hidrografi oleh kapal asing
LOKASI LUAS TITIK KOORDINAT Aktivitas yang Aktivitas yang tidak Aktivitas diperbolehkan
ZONA SUB ZONA NLP KODE
PERAIRAN KABUPATEN/KOTA NAMA OBYEK (KM2) LONG (X) LAT (Y) diperbolehkan diperbolehkan setelah memperoleh izin
Pelatihan perang dengan
menggunakan amunisi
oleh kapal asing
Konstruksi Pertambangan
Garam
Pembangunan Fasilitas
Infrastruktur (Saluran
Primer, Sekunder dan
pantai air) Industri
penggaraman
Kegiatan pengumpulan,
pemanfaatan, pengolahan,
pembuangan, dan
penimbunan limbah B3
Kegiatan pengumpulan,
pemanfaatan, pengolahan,
pembuangan, dan
penimbunan limbah non
B3
Kegiatan Industri
Galangan Kapal dengan
sistem Graving Dock Kapal
Kegiatan pembuatan
kapal/alat terapung saja;
Kegiatan perbaikan atau
pemeliharaan kapal/alat-
alat terapung saja;
Kegiatan pembuatan
mesin-mesin
utama/pembantu;
Kegiatan pembuatan alat-
alat perlengkapan lain
yang khusus
dipergunakan dalam
kapal;
Kegiatan pembuatan alat-
alat maritim lainnya
Kegiatan pekerjaan
penyelaman (diving works
dalam rangka industri
maritim).
Kegiatan pemindahan
muatan dan atau bahan
bakar (cargo and fuel
transferring)
Kegiatan budidaya biota
laut untuk kepentingan
industri Biofarmakologi /
Bioteknologi Laut
Pengintroduksian
organisme hasil rekayasa
genetika ke lingkungan
Pembangunan
pembangkitan, transmisi,
distribusi dan penjualan
tenaga listrik
Pembangunan stasiun
pengisian bahan bakar
nelayan
Pipa intake dan outake
industri garam
Latihan militer
Total Alokasi Ruang Alur Alur Pelayaran-Perlintasan Regional 651,00
1. 70% wilayah zona harus digunakan sesuai peruntukan zonanya
2. Setiap badan usaha penyelenggara alur pelayaran memerlukan izin-izin berupa : Ijin penyelenggaraan alur pelayaran untuk badan usaha; Ijin pembangunan SBNP; Ijin Pembangunan SBNP pada terminal khusus; Ijin pembangunan SBNP
pada pelabuhan; rekomendasi teknis dari UPT setempat berupa tata ruang perairan pelabuhan sesuai dengan peruntukan dan kepentingannya pada alur¬ pelayaran yang akan ditetapkan; rekomendasi teknis dari Distrik Navigasi
Prasarana / Ketentuan setempat; berupa rencana desain (alur-pelayaran beserta rencana kebutuhan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran; sistem rute; dan tata cara berlalu lintas)
Minimum 3. Berdasarkan PM 129 Tahun 2016 tentang Alur Pelayaran di Laut dan Bangunan dan/atau Instalasi di Perairan bahwa setiap badan usaha penyelenggara alur pelayaran hars memenuhi persyaratan teknis berupa :
a. rencana induk pelabuhan dan/ atau terminal khusus dilengkapi dengan peta lokasi yang menggambarkan batas-batas wilayah daratan dan perairan, ditandai dengan titik-titik koordinat geografis;
a. peta laut yang menggambarkan titik koordinat lokasi yang akan dibangun;
b. hasil survei hidro-oceanografi berupa peta bathimetri yang dapat menunjukkan kondisi lebar, kedalaman dan dasar laut pada alur yang akan ditetapkan serta informasi terkait kondisi pasang surut, arah dan kekuatan arus serta
LOKASI LUAS TITIK KOORDINAT Aktivitas yang Aktivitas yang tidak Aktivitas diperbolehkan
ZONA SUB ZONA NLP KODE
PERAIRAN KABUPATEN/KOTA NAMA OBYEK (KM2) LONG (X) LAT (Y) diperbolehkan diperbolehkan setelah memperoleh izin
sedimentasi; dan
c. informasi mengenai dimensi kapal yang akan keluar dan masuk pada alur pelayaran; dan
d. rancangan penetapan alur pelayaran, sistem rute, tata cara berlalu lintas dan daerah labuh kapal sesuai dengan kepentingannya pada alur yang akan ditetapkan.
4. Berdasarkan PM 129 Tahun 2016 tentang Alur Pelayaran di Laut dan Bangunan dan/atau Instalasi di Perairan bahwa Bangunan atau instalasi di perairan paling sedikit harus memenuhi
persyaratan: a. penempatan, pemendaman dan penandaan;
b. tidak menimbulkan kerusakan terhadap bangunan atau instalasi Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran dan Fasilitas Telekomunikasi- Pelayaran;
c. memperhatikan ruang bebas dalam pembangunan kabel saluran udara dan/ atau jembatan ;
d. memperhatikan koridor pemasangan kabel dan pipa bawah laut; dan
e. berada di luar perairan wajib pandu.
5. kapal yang sedang menangkap ikan tidak boleh merintangi jalan setiap kapal lain yang sedang berlayar di dalam alur pelayaran;
6. kapal tidak boleh memotong alur-pelayaran atau alur pelayaran sempit jika terjadi maka jalan kapal hanya dapat berlayar dengan aman dan tidak membahayakan ekosistem
7. Perlu melakukan perlindungan hak-hak terhadap nelayan tradisional dalam melakukan aktivitasnya dalam radius 0-2 mil
8. Kegiatan pelayaran agar berkordinasi dengan KSOP
1. Bagi kapal yang berada pada zona terlarang dilarang melakukan kegiatan antara lain :
a. melintas, kecuali kapal negara dan kapal lain yang berkepentingan;
b. melakukan kegiatan penangkapan ikan dan sejenisnya;
c. melakukan kegiatan yang dapat membahayakan bangunan/ instalasi.
*zona terlarang adalah zona pada area 500 m diitung dari sisi terluar bangunan/instalasi
Ketentuan Khusus 2. Bagi kapal yang berada pada zona terbatas dilarang melakukan kegiatan antara lain:
a. berlabuh jangkar (drop anchor);
b. melakukan kegiatan penangkapan ikan dan sejenisnya;
c. melakukan kegiatan- kegiatan yang dapat membahayakan bangunan dan/ atau instalasi.
*zona terbatas adalah zona pada area 1.750 m diitung dari sisi terluar bangunan/instalasi
3. Pada zona alur pelayaran di Kecamatan Socah Bangkalan diperbolehkan untuk penggunaan alat tangkap menetap. (NLP 3504-02)
Alur Pelayaran- 3503 AL - AP - PN - 1 Samudera Kab.Jember - 42,13 113,44384545200 -8,65669219513 • Usaha angkutan laut • Usaha wisata edukasi • Usaha kegiatan
Perlintasan Hindia wisata dalam negeri • Usaha wisata dayung hiburan dan rekreasi
Nasional 3506 AL - AP - PN - 1 Samudera Kab.Jember - 22,33 113,72712204100 -8,69934819298 • Usaha angkutan laut • Usaha wisata selam • Perlindungan
Hindia internasional wisata • Usaha wisata keanekaragaman hayati;
3503 AL - AP - PN - 2 Samudera Kab.Lumajang - 16,86 113,18261822800 -8,62636443214 • Usaha jasa perjalanan memancing • Penyelamatan dan
Hindia wisata • Usaha wisata selancar perlindungan lingkungan
3503 AL - AP - PN - 3 Samudera Kab.Malang - 64,91 112,64838404100 -8,57483943146 • Pembangunan Sarana • Usaha wisata olahraga • Kegiatan penerbangan
Hindia Bantu Navigasi Pelayaran tirta diatas alur kepulauan
3506 AL - AP - PN - 4 Samudera Kab.Banyuwangi - 143,21 114,33768171600 -8,75508468190 (SBNP) • Usaha dermaga wisata Kegiatan berlabuh
Hindia • Penetapan alur • Usaha wisata ekstrim jangkar kecuali dalam
3506 AL - AP - PN - 4 Samudera Kab.Banyuwangi - 2,02 114,38351012200 -8,84303117382 pelayaran dari dan ke (beresiko tinggi) keadaan force majeure
Hindia pelabuhan • Usaha vila (cottage) di oleh kapal asing
3506 AL - AP - PN - 4 Samudera Kab.Banyuwangi - 16,66 114,68438740500 -8,69775577843 • Pembangunan dan atas laut • P•engapungan
Hindia pengoperasian cement • Usaha wisata snorkeling (refloating)
3506 AL - AP - PN - 4 Samudera Kab.Banyuwangi - 0,77 114,57180339200 -8,52956620255 grinding plant dan cement • Usaha wisata tontonan
Hindia packing plant • Usaha wisata berenang
3501 AL - AP - PN - 5 Samudera Kab.Blitar - 9,21 112,10193982900 -8,52318481379 • Pengoperasian • Usaha restoran di atas
Pelabuhan laut
Hindia
• Pengumpan Regional • Usaha wisata alam
3503 AL - AP - PN - 5 Samudera Kab.Blitar - 22,78 112,25782016800 -8,53849755204
dan Lokal perairan
Hindia
• Usaha angkutan laut • Jasa Wisata Tirta
3501 AL - AP - PN - 6 Samudera Kab.Tulungagung - 13,93 111,96343026200 -8,50918599515
badan usaha pada lintas (bahari)
Hindia
pelabuhan antar • Pengambilan foto/video
3501 AL - AP - PN - 6 Samudera Kab.Tulungagung - 5,90 111,89270111600 -8,49885753625 kab/kota dalam provinsi bawah laut
Hindia Jawa Timur • Penanaman tanaman
3501 - 05 AL - AP - PN - 7 Samudera Kab.Trenggalek - 7,07 111,75548325800 -8,40422802088 • Usaha angkutan laut bakau dan nipah
Hindia pelayaran rakyat atau • Budidaya mangrove
3501 - 05 AL - AP - PN - 7 Samudera Kab.Trenggalek - 0,65 111,76014889800 -8,43596512511 badan usaha pada lintas • Penelitian kegiatan
Hindia pelabuhan antar konservasi
3501 - 05 AL - AP - PN - 7 Samudera Kab.Trenggalek - 1,27 111,76017330300 -8,42814863071 kab/kota dalam provinsi • Pendidikan kegiatan
Hindia Jawa Timur, antar konservasi
3501 - 06 AL - AP - PN - 7 Samudera Kab.Trenggalek - 8,28 111,73718488400 -8,33095676454 provinsi dan pelabuhan • Pengambilan terumbu
Hindia internasional karang
3501 - 06 AL - AP - PN - 7 Samudera Kab.Trenggalek - 0,004 111,73524100700 -8,31498745477 • Usaha jasa angkutan • Survei dan/atau
Hindia perairan pelabuhan penelitian ilmiah
3501 - 06 AL - AP - PN - 7 Samudera Kab.Trenggalek - 1,13 111,72938587500 -8,29485422898 • Usaha jasa penyewaan • Pemungutan hasil hutan
Hindia peralatan angkutan laut bukan kayu pada hutan
3501 - 06 AL - AP - PN - 7 Samudera Kab.Trenggalek - 0,003 111,72587581100 -8,28695694891 • Pengelolaan (TUKS) di mangrove (madu; getah;
Hindia dalam DLKR/DLKP daun; buah dan biji; tanin;
3501 AL - AP - PN - 7 Samudera Kab.Trenggalek - 50,46 111,62576355700 -8,47122941977 pelabuhan pengumpan ikan; hasil hutan bukan
Hindia regional. kayu lainnya)
3501 AL - AP - PN - 7 Samudera Kab.Trenggalek - 4,55 111,71499671600 -8,48645123609 • Operasi Kapal • Penangkapan ikan
Hindia Angkutan Penyeberangan dengan kapasitas kapal <
3501 - 02 AL - AP - PN - 8 Samudera Kab.Pacitan - 10,10 111,07947876200 -8,26648295642 Dalam Provinsi 10GT
Hindia • Usaha pelayanan jasa • Penangkapan ikan
3501 - 02 AL - AP - PN - 8 Samudera Kab.Pacitan - 0,12 111,07540480100 -8,22756258717 pemanduan kapal. dengan kapasitas kapal
Hindia • Pembangunan dan 10-30 GT
LOKASI LUAS TITIK KOORDINAT Aktivitas yang Aktivitas yang tidak Aktivitas diperbolehkan
ZONA SUB ZONA NLP KODE
PERAIRAN KABUPATEN/KOTA NAMA OBYEK (KM2) LONG (X) LAT (Y) diperbolehkan diperbolehkan setelah memperoleh izin
3501 - 04 AL - AP - PN - 8 Samudera Kab.Pacitan - 8,07 111,35972188000 -8,29619599364 pengoperasian terminal • Penangkapan ikan
Hindia khusus dengan kapasitas kapal ≥
3501 AL - AP - PN - 8 Samudera Kab.Pacitan - 64,94 111,11976278100 -8,39270236319 • Pengangkutan dan 30GT
Hindia penjualan Garam • Pengambilan barang-
3501 AL - AP - PN - 8 Samudera Kab.Pacitan - 1,03 111,33787076900 -8,38536215365 • Pembangunan industri barang purbakala dengan
Hindia yang terintegrasi dengan perahu bermotor ≤ 5GT
3501 AL - AP - PN - 8 Samudera Kab.Pacitan - 17,74 111,19378468500 -8,42557091225 pelabuhan • Pengambilan barang-
Hindia • Penarikan (Towing) barang purbakala dengan
3501 AL - AP - PN - 8 Samudera Kab.Pacitan - 2,11 111,20135959500 -8,36919956258 perahu bermotor 5 - 30 GT
Hindia • Pengambilan barang-
3501 AL - AP - PN - 8 Samudera Kab.Pacitan - 1,45 111,06226884700 -8,35098914013 barang purbakala dengan
Hindia perahu bermotor > 30 GT
3506 - 07 AL - AP - PN - 9 Selat Bali Kab.Banyuwangi - 19,37 114,41246393800 -8,21837079561 • Pengambilan barang-
3506 - 07 AL - AP - PN - 9 Selat Bali Kab.Banyuwangi - 1,17 114,40303628400 -8,15835976021 barang selain barang
3506 - 07 AL - AP - PN - 9 Selat Bali Kab.Banyuwangi - 1,27 114,40547059300 -8,13142924460 purbakala dengan perahu
bermotor ≤ 5GT
3506 - 08 AL - AP - PN - 9 Selat Bali Kab.Banyuwangi - 9,16 114,46781046700 -8,05321960447
• Pengambilan barang-
3506 - 08 AL - AP - PN - 9 Selat Bali Kab.Banyuwangi - 0,0002 114,40842896200 -8,11768548715
barang selain barang
3506 - 08 AL - AP - PN - 9 Selat Bali Kab.Banyuwangi - 2,17 114,42821944800 -8,09216082057
purbakala dengan perahu
3506 - 08 AL - AP - PN - 9 Selat Bali Kab.Banyuwangi - 0,01 114,47674040400 -8,03643424920 bermotor 5 - 30 GT
3506 - 08 AL - AP - PN - 9 Selat Bali Kab.Banyuwangi - 1,44 114,44482909200 -8,06952473171 • Pengambilan barang-
3506 - 08 AL - AP - PN - 9 Selat Bali Kab.Banyuwangi - 1,70 114,45923380200 -8,05727252702 barang selain barang
3506 - 11 AL - AP - PN - 9 Selat Bali Kab.Banyuwangi - 0,14 114,51378212100 -8,01048904403 purbakala dengan perahu
3506 AL - AP - PN - 9 Selat Bali Kab.Banyuwangi - 29,99 114,50229451200 -8,22856653591 bermotor > 30 GT
3506 AL - AP - PN - 9 Selat Bali Kab.Banyuwangi - 1,21 114,42953555000 -8,34133313719 • Pelepasan jangkar
3506 AL - AP - PN - 9 Selat Bali Kab.Banyuwangi - 0,17 114,51743773200 -8,48830570435 • Penggunaan galah
3506 AL - AP - PN - 9 Selat Bali Kab.Banyuwangi - 2,85 114,54746085700 -7,97284904075 untuk mendorong perahu
3506 AL - AP - PN - 10 Selat Bali Kab.Situbondo - 8,38 114,61946649200 -7,89500564680 • Usaha pembudidayaan
3507 AL - AP - PN - 10 Selat Madura Kab.Situbondo - 4,46 114,65538977100 -7,84976518061 ikan laut (kerapu, kakap,
3507 AL - AP - PN - 11 Selat Madura Kab.Sumenep - 29,69 114,38991674300 -7,38123942814 baronang)
3504 AL - AP - PN - 12 Selat Madura Kab.Pamekasan - 23,24 113,49712564700 -7,35843539540 • Pembudidayaan ikan
3504 AL - AP - PN - 13 Selat Madura Kab.Sumenep - 3,22 113,61497397200 -7,35442300586 untuk kepentingan
3507 AL - AP - PN - 13 Selat Madura Kab.Sumenep - 58,00 113,89648626400 -7,35704654295 industri
3507 AL - AP - PN - 13 Selat Madura Kab.Sumenep - 2,69 114,09734675300 -7,36068147838 • Usaha budidaya
3504 AL - AP - PN - 14 Selat Madura Kab.Sidoarjo - 4,96 113,12652824200 -7,34282055141 perikanan terapung (jaring
3504 AL - AP - PN - 15 Selat Madura Kab.Sampang - 9,82 113,08370376800 -7,31226604561 apung dan pen system
seluas ≥ 5 Ha dengan
3504 - 14 AL - AP - PN - 16 Selat Madura Kab.Pamekasan - 6,82 113,50687694100 -7,28564739531
jumlah 1000 unit.
3504 - 15 AL - AP - PN - 16 Selat Madura Kab.Pamekasan - 8,34 113,53758573800 -7,27749031264
• Pengambilan sumber
3504 AL - AP - PN - 16 Selat Madura Kab.Pamekasan - 8,25 113,47258618600 -7,28552293277
daya laut non ikan untuk
3504 - 07 AL - AP - PN - 17 Selat Madura Kab.Sampang - 0,24 113,03938549100 -7,26422260306 kepentingan ekonomi
3504 - 10 AL - AP - PN - 17 Selat Madura Kab.Sampang - 16,46 113,18959484700 -7,29811376105 • Pembudidayaan sumber
3504 - 10 AL - AP - PN - 17 Selat Madura Kab.Sampang - 0,16 113,20822096500 -7,30557931927 daya laut non ikan untuk
3504 - 11 AL - AP - PN - 17 Selat Madura Kab.Sampang - 5,38 113,06661970800 -7,27193736006 kepentingan ekonomi
3504 AL - AP - PN - 17 Selat Madura Kab.Sampang - 18,08 113,25430682900 -7,29457825206 Pengangkutan ikan hasil
3504 - 02 AL - AP - PN - 18 Selat Madura Kota Surabaya - 0,69 112,72508968800 -7,19214301395 budidaya dengan Kapal
3504 - 07 AL - AP - PN - 18 Selat Madura Kota Surabaya - 0,02 112,74666240500 -7,19165113948 Pengangkut Ikan Hidup
3504 - 02 AL - AP - PN - 19 Selat Madura Kab.Bangkalan - 0,04 112,70447425400 -7,18982852725 Berbendera Indonesia
3504 - 07 AL - AP - PN - 20 Selat Madura Kab.Bangkalan - 34,82 112,92236123900 -7,22685390249 Pengangkutan ikan hasil
3504 AL - AP - PN - 20 Laut Jawa Kab.Bangkalan - 4,15 113,01955876600 -7,27846723159 budidaya dengan Kapal
3504 - 07 AL - AP - PN - 21 Selat Madura Kota Surabaya - 5,17 112,77644300000 -7,19038738959 Pengangkut Ikan Hidup
3504 - 02 AL - AP - PN - 22 Selat Madura Kab.Gresik - 1,25 112,67744054000 -7,15125983092 Berbendera Asing
3504 - 02 AL - AP - PN - 22 Selat Madura Kab.Gresik - 0,16 112,67204948900 -7,15383451279 Pengangkutan ikan hasil
3504 - 02 AL - AP - PN - 22 Selat Madura Kab.Gresik - 0,09 112,67750662500 -7,16566301567 budidaya dengan Kapal
3504 - 02 AL - AP - PN - 22 Selat Madura Kab.Gresik - 0,09 112,67506518400 -7,16089924385 nelayan kecil
3504 - 02 AL - AP - PN - 23 Selat Madura Kab.Bangkalan - 0,48 112,65822762300 -7,09489116156 Budidaya Ikan hasil
3504 - 02 AL - AP - PN - 24 Selat Madura Kab.Bangkalan - 0,18 112,66561509000 -7,04171455772 rekayasa genetik
Pemasangan Keramba
3504 - 02 AL - AP - PN - 24 Selat Madura Kab.Bangkalan - 0,05 112,66381100200 -7,05147054641
Jaring Apung
3504 - 03 AL - AP - PN - 24 Laut Jawa Kab.Bangkalan - 0,07 112,67108579200 -7,02473687220
Pemasangan rumpon
3504 - 02 AL - AP - PN - 25 Selat Madura Kab.Gresik - 0,62 112,66160433000 -7,06088910383
perairan dalam
3504 - 02 AL - AP - PN - 25 Selat Madura Kab.Gresik - 0,04 112,66204325300 -7,06029465825 Pemasangan rumpon
3504 - 03 AL - AP - PN - 25 Laut Jawa Kab.Gresik - 0,31 112,68044980100 -7,00959852306 perairan dangkal
3504 - 03 AL - AP - PN - 25 Laut Jawa Kab.Gresik - 0,81 112,69129113000 -6,99235251238 Pengangkutan ikan hasil
3504 AL - AP - PN - 25 Laut Jawa Kab.Gresik - 0,24 112,71659884500 -6,94314921669 penangkapan dengan
3504 AL - AP - PN - 25 Laut Jawa Kab.Gresik - 0,71 112,71459176900 -6,94595266742 Kapal Pengangkut Ikan
3504 - 15 AL - AP - PN - 26 Selat Madura Kab.Sumenep - 2,18 113,61918623600 -7,27399496447 Hidup Berbendera
3507 - 02 AL - AP - PN - 26 Selat Madura Kab.Sumenep - 32,68 113,76036842700 -7,23579500615 Indonesia
3507 - 02 AL - AP - PN - 26 Selat Madura Kab.Sumenep - 14,54 113,89618029100 -7,15375061453 Pengangkutan ikan hasil
3507 - 03 AL - AP - PN - 26 Selat Madura Kab.Sumenep - 3,09 113,91832217400 -7,09627662078 penangkapan dengan
3507 - 07 AL - AP - PN - 26 Selat Madura Kab.Sumenep - 7,29 114,05921358800 -7,13303727254 Kapal Pengangkut Ikan
LOKASI LUAS TITIK KOORDINAT Aktivitas yang Aktivitas yang tidak Aktivitas diperbolehkan
ZONA SUB ZONA NLP KODE
PERAIRAN KABUPATEN/KOTA NAMA OBYEK (KM2) LONG (X) LAT (Y) diperbolehkan diperbolehkan setelah memperoleh izin
3507 - 07 AL - AP - PN - 26 Selat Madura Kab.Sumenep - 23,42 113,98268320100 -7,14078795768 Hidup Berbendera Asing
3507 - 08 AL - AP - PN - 26 Selat Madura Kab.Sumenep - 23,16 114,12777375100 -7,00928210097 Bongkar muat ikan
3507 - 08 AL - AP - PN - 26 Selat Madura Kab.Sumenep - 1,04 114,14013796100 -6,97596287375 Penangkapan ikan
3507 - 08 AL - AP - PN - 26 Selat Madura Kab.Sumenep - 6,96 113,93368126800 -7,08371079539 menggunakan pukat hela
3504 AL - AP - PN - 26 Selat Madura Kab.Sumenep - 1,00 113,60609566100 -7,27538832934 (trawls), payang, cantrang,
3507 AL - AP - PN - 26 Selat Madura Kab.Sumenep - 17,98 114,18643825700 -6,88678692847 jaring lampara, dogol, dan
3504 AL - AP - PN - 27 Laut Jawa Kab.Bangkalan - 1,57 112,73607548200 -6,74936130558 sejenisnya
3504 AL - AP - PN - 27 Laut Jawa Kab.Bangkalan - 0,94 112,73480553800 -6,75308839942 Penangkapan ikan
menggunakan Gill Net
3504 AL - AP - PN - 27 Laut Jawa Kab.Bangkalan - 1,07 112,73256172800 -6,74478498021
(Jaring insang) dan
3504 AL - AP - PN - 27 Laut Jawa Kab.Bangkalan - 3,31 112,74201391200 -6,84125883404
sejenisnya
3504 AL - AP - PN - 27 Laut Jawa Kab.Bangkalan - 0,25 112,72772379500 -6,91220507570
Penangkapan ikan
3507 - 17 AL - AP - PN - 28 Laut Jawa Kab.Sumenep - 1,58 115,05034744300 -7,07532796715 menggunakan seine nets
3507 - 17 AL - AP - PN - 28 Laut Jawa Kab.Sumenep - 0,34 115,04708827600 -7,09118628942 dan sejenisnya
3507 AL - AP - PN - 28 Selat Madura Kab.Sumenep - 58,87 115,05428896700 -6,97892534906 Penangkapan ikan
3507 AL - AP - PN - 28 Selat Madura Kab.Sumenep - 0,86 115,04155066700 -7,09390203776 menggunakan Long bag
3509 AL - AP - PN - 28 Laut Jawa Kab.Sumenep - 5,37 115,10520184900 -6,71256310461 set net (jaring kantong
3504 - 01 AL - AP - PN - 29 Laut Jawa Kab.Lamongan - 6,51 112,37403367600 -6,83866647932 besar)
3504 AL - AP - PN - 29 Laut Jawa Kab.Lamongan - 16,16 112,40054151900 -6,73934020932 Penangkapan ikan
3504 AL - AP - PN - 30 Laut Jawa Kab.Gresik - 11,20 112,69319663700 -6,70551788317 menggunakan Squid
3504 AL - AP - PN - 30 Laut Jawa Kab.Gresik - 0,42 112,72446473600 -6,74459781951 Jigging
3504 AL - AP - PN - 30 Laut Jawa Kab.Gresik - 0,0002 112,72744655000 -6,74458926367 Penangkapan ikan
3504 AL - AP - PN - 31 Laut Jawa Kab.Gresik - 1,59 112,42341489900 -6,66595759164 menggunakan Pancing
3505 - 01 AL - AP - PN - 32 Laut Jawa Kab.Gresik - 9,21 112,63451947400 -5,88875070468 Prawe Dasar
3505 AL - AP - PN - 32 Laut Jawa Kab.Gresik - 16,23 112,60490628400 -5,99959702927 Penangkapan ikan
3505 - 01 AL - AP - PN - 33 Laut Jawa Kab.Gresik - 13,18 112,70530658400 -5,88126761003 menggunakan Long line
3505 AL - AP - PN - 33 Laut Jawa Kab.Gresik - 25,64 112,86831522500 -5,83461294751 (rawai Tuna)
3505 AL - AP - PN - 33 Laut Jawa Kab.Gresik - 1,68 112,84688675500 -5,85779579677 Penangkapan ikan
menggunakan Pole dan
3505 AL - AP - PN - 33 Laut Jawa Kab.Gresik - 1,21 112,96039591900 -5,77825037457
line
3508 - 01 AL - AP - PN - 34 Laut Jawa Kab.Sumenep - 19,14 114,47323405400 -5,53496155909
Penangkapan ikan
3508 - 02 AL - AP - PN - 34 Laut Jawa Kab.Sumenep - 1,72 114,60140448100 -5,15402922937
menggunakan
3508 - 03 AL - AP - PN - 34 Laut Jawa Kab.Sumenep - 14,34 114,61314735700 -5,08556554095 Bubu/Muroami dan
3508 - 03 AL - AP - PN - 34 Laut Jawa Kab.Sumenep - 0,33 114,60522224600 -5,03873408543 sejenisnya
3508 - 05 AL - AP - PN - 34 Laut Jawa Kab.Sumenep - 4,14 114,64842291800 -5,03113866676 Penangkapan ikan
3508 AL - AP - PN - 34 Laut Jawa Kab.Sumenep - 108,84 114,62702154800 -5,26846526434 menggunakan Bouke Ami
3504 - 10 AL - AP - PN - 35 Selat Madura Kab.Sampang - 3,79 113,19698290600 -7,36254439820 Penangkapan ikan
3504 - 10 AL - AP - PN - 35 Selat Madura Kab.Sampang - 1,02 113,21685241900 -7,37037729249 menggunakan Bagan
3504 AL - AP - PN - 35 Selat Madura Kab.Sampang - 22,09 113,28073474300 -7,36464631364 Apung
3504 AL - AP - PN - 35 Selat Madura Kab.Sampang - 0,68 113,21156433100 -7,37427138884 Penelitian dan
pengembangan perikanan
Kegiatan pengujian kapal
perikanan/perahu ikan
bermotor
Eksplorasi mineral logam,
mineral bukan logam,
batuan, batubara, mineral
radioaktif
Pengangkutan mineral
logam, mineral bukan
logam, batuan, batubara,
mineral radioaktif
Pembangunan FPSO
(Floating Production
Storage and Offloading)
Pengerukan perairan
dengan capital dredging
Pengerukan perairan laut
dengan capital dredging
yang memotong material
karang dan/atau batu
Pembangunan PLTU
Pembangunan
anjungan/platform migas
Pembangunan Floating
Storage Offloading (FSO)
Pembangunan Fasilitas
Terapung (Floating
Facility) Migas: Mooring
Eksploitasi (Operasi
Produksi) Batubara
LOKASI LUAS TITIK KOORDINAT Aktivitas yang Aktivitas yang tidak Aktivitas diperbolehkan
ZONA SUB ZONA NLP KODE
PERAIRAN KABUPATEN/KOTA NAMA OBYEK (KM2) LONG (X) LAT (Y) diperbolehkan diperbolehkan setelah memperoleh izin
Eksploitasi (Operasi
Produksi) Mineral logam
Eksploitasi (Operasi
Produksi) Mineral bukan
logam atau mineral batuan
Eksploitasi (Operasi
Produksi) Mineral
radioaktif
Pengolahan & Pemurnian
Batubara
Pengolahan & Pemurnian
Mineral logam
Pengolahan & Pemurnian
Mineral bukan logam atau
mineral batuan
Pengolahan & Pemurnian
Mineral radioaktif
Penempatan tailing (bahan
yang tertinggal setelah
pemisahan fraksi) di
bawah laut
Pembangunan Terminal
Regasifikasi LNG
Pembakaran Gas Suar
Bakar (Flaring)
Pemusnahan handak
migas
Pemasangan fasilitas
turbin generator energi
Kegiatan Instalasi
Pembangkit Listrik Tenaga
Arus Laut (PLTAL)
Pemasangan fasilitas
mesin kalor
Eksplorasi energi OTEC
Pembangunan,
pemindahan, dan/atau
pembongkaran bangunan
atau instalasi pipanisasi di
perairan
Penanaman kabel
Penanaman Pipa diameter
0-20 cm
Penanaman Pipa diameter
20-50 cm
Penanaman Pipa diameter
50-100 cm
Penanaman Pipa diameter
diatas 100 cm
Pembangunan kabel
telekomunikasi Local Port
Service (LPS)
Penanaman dan atau
pemancangan kabel atau
tiang serta sarana di laut
Penetapan tempat labuh
Penetapan tempat alih
muat antar kapal
Pembangunan Kolam
pelabuhan untuk
kebutuhan sandar dan
olah gerak kapal
Pembangunan terminal
peti kemas
Pembangunan terminal
curah kering
Pembangunan terminal
curah CAIR
Pembangunan terminal ro-
ro
Pembangunan Tempat
LOKASI LUAS TITIK KOORDINAT Aktivitas yang Aktivitas yang tidak Aktivitas diperbolehkan
ZONA SUB ZONA NLP KODE
PERAIRAN KABUPATEN/KOTA NAMA OBYEK (KM2) LONG (X) LAT (Y) diperbolehkan diperbolehkan setelah memperoleh izin
perbaikan kapal
Penempatan kapal mati
Pembangunan TPI
Pembangunan breakwater
(pemecah gelombang)
Pembangunan turap
(revetment)
pembangunan groin;
Uji coba kapal
Usaha pelayanan
perbaikan dan
pemeliharaan kapal
perikanan : dock/slipway,
bengkel dan tempat
perbaikan jaring;
Usaha pelayanan logistik
dan perbekalan kapal
perikanan
Pembangunan dermaga
perikanan
Usaha bongkar muat
barang : pengemasan,
penumpukan, dan
penyimpanan di
pelabuhan
Usaha tally mandiri :
kegiatan cargodoring,
receiving/delivery, stuffing,
dan stripping peti kemas
bagi kepentingannya
sendiri.
Pembangunan dan
pengoperasian Jetty
Pengerukan di wilayah
perairan Pelabuhan
Pengumpan Regional dan
Lokal
Reklamasi di wilayah
perairan Pelabuhan
Pengumpan Regional dan
Lokal
Penetapan rute pelayaran
internasional
Kegiatan bongkar muat
oleh kapal asing
Kegiatan riset atau survei
hidrografi oleh kapal asing
Pelatihan perang dengan
menggunakan amunisi
oleh kapal asing
Konstruksi Pertambangan
Garam
Pembangunan Fasilitas
Infrastruktur (Saluran
Primer, Sekunder dan
pantai air) Industri
penggaraman
Kegiatan pengumpulan,
pemanfaatan, pengolahan,
pembuangan, dan
penimbunan limbah B3
Kegiatan pengumpulan,
pemanfaatan, pengolahan,
pembuangan, dan
penimbunan limbah non
B3
Kegiatan Industri
Galangan Kapal dengan
sistem Graving Dock Kapal
Kegiatan pembuatan
kapal/alat terapung saja;
LOKASI LUAS TITIK KOORDINAT Aktivitas yang Aktivitas yang tidak Aktivitas diperbolehkan
ZONA SUB ZONA NLP KODE
PERAIRAN KABUPATEN/KOTA NAMA OBYEK (KM2) LONG (X) LAT (Y) diperbolehkan diperbolehkan setelah memperoleh izin
Kegiatan perbaikan atau
pemeliharaan kapal/alat-
alat terapung saja;
Kegiatan pembuatan
mesin-mesin
utama/pembantu;
Kegiatan pembuatan alat-
alat perlengkapan lain
yang khusus
dipergunakan dalam
kapal;
Kegiatan pembuatan alat-
alat maritim lainnya
Kegiatan pekerjaan
penyelaman (diving works
dalam rangka industri
maritim).
Kegiatan pemindahan
muatan dan atau bahan
bakar (cargo and fuel
transferring)
Kegiatan budidaya biota
laut untuk kepentingan
industri Biofarmakologi /
Bioteknologi Laut
Pengintroduksian
organisme hasil rekayasa
genetika ke lingkungan
Pembangunan
pembangkitan, transmisi,
distribusi dan penjualan
tenaga listrik
Pembangunan stasiun
pengisian bahan bakar
nelayan
Pipa intake dan outake
industri garam
Latihan militer