Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Indonesia telah lama menggunakan tumbuhan untuk


mengatasi gangguan kesehatan. Pengatahuan tentang keefektifan
tumbuhan diturunkan dari generasi ke generasi. Walaupun
pengobatan tradisional telah dimodifikasi dan digunakan secara
turun-temurun berdasarkan resep leluhur, kebiasaan, kepercayaan,
atau adat istiadat, namun obat tradisional tersebut diyakini
menyehatkan, dan banyak digunakan saat ini karena harga maupun
manfaat yang dimilikinya. Ketersediaan obat tradisional saat ini
banyak digunakan karena menurut beberapa penelitian tidak
menimbulkan efek samping yang nyata karena masih dapat dicerna
oleh tubuh.

Tumbuhan memiliki peranan penting dalam kehidupan


manusia, selain sebagai sumber bahan makanan, sandang, bahan
bakar juga bahan-bahan industri. Berbagai bahan kimia yang
terdapat dalam tumbuhan juga dapat dimanfaatkan untuk obat-
obatan, insektisida, dan kosmetika. Bahan-bahan kimia tersebut bagi
tumbuhan itu sendiri berfungsi sebagai media interaksi antara
sesama tumbuhan maupun dengan makhluk hidup lain di
sekitarnya serta untuk mempertahankan diri dari berbagai pengaruh
luar. Kekayaan alam disekitar belum semuanya dapat diketahui
dimanfaatkan serta dikembangkan (Sulastri et al., 2018)

Ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L.) merupakan tanaman yang


cukup dikenal di kalangan masyarakat, karena banyak ditemukan di
berbagai daerah di Indonesia. Selain nasi, ubi jalar ungu menjadi

1
2

alternatif sumber vitamin dan mineral yang sangat bermanfaat bagi


kesehatan. Bagian dari ubi jalar ungu yang sering digunakan sebagai
bahan masakan adalah umbinya, namun ternyata daun ubi jalar
ungu sama kandungan gizinya dengan umbinya sehingga menjadi
masakan sayur yang sudah tidak asing lagi bagi masyarakat.
Beberapa perusahaan masih mengolah obat tradisional yang lebih
dimodifikasi. Akar, rimpang, batang, buah, daun dan bunga
digunakan dalam pengobatan tradisional. Bagian tanaman yang
memiliki manfaat kesehatan yang baik adalah daun ubi jalar ungu. 

Ubi jalar ungu merupakan tanaman yang sangat familiar bagi


kita, Menurut (Fatimatuzahro et al., 2019), Ubi jalar memiliki berbagai
macam warna yaitu putih, kuning atau jingga, ungu. Ubi jalar ungu
memiliki kulit dan daging berwarna ungu yang mengandung pigmen
antosianin dalam jumlah besar. Kandungan total antosianin ubi jalar
ungu sekitar 110,51 mg/100g. Selain antosianin, ubi jalar ungu juga
merupakan sumber antioksidan dan bermanfaat bagi
kesehatan. Antosianin adalah metabolit sekunder dari golongan
flavonoid dan polifenol yang dapat berperan sebagai antioksidan.
Daun ubi jalar tidak hanya digunakan sebagai bahan makanan tetapi
juga dapat digunakan sebagai obat berbagai penyakit. Ubi jalar
mengandung beta-karoten (komponen vitamin A) yang cukup tinggi.
Semakin pekat warna ubi ungu, semakin tinggi kandungan
betakarotennya.

Daun ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L.) secara empiris


efektif sebagai obat antibakteri. Sedangkan umbinya digunakan
untuk mengobati demam berdarah, asam urat, tekanan darah tinggi,
masuk angin, bengkak dan gangguan pencernaan.

Proses ekstrak dengan cara ekstraksi seringkali terdapat


perbedaan yang signifikan antara proses ekstrak yang satu dengan
3

ekstrak yang lain sehingga dapat menyebabkan ekstrak berbeda


untuk memungkinkan khasiat ekstraknya berbeda. Akibatnya produk
tidak memenuhi standar kualitas. Salah satu cara agar khasiat dan
kualitasnya dapat terjamin, maka perlu dipenuhi suatu standar mutu
bahan ekstrak dengan melakukan standardisasi ekstrak.

Standardisasi yang dilakukan dalam penelitian dan


pengembangan bahan obat alami untuk menjamin keamanan dan
mutu dari sediaan obat. Standardisasi secara kualitatif yang secara
parameter spesifik, yaitu: uji identitas, uji organoleptik dan uji
senyawa yang larut dalam pelarut tertentu, sedangkan pada
pengujian parameter nonspesifik, yaitu: uji susut pengeringan, uji
bobot jenis, uji kadar abu, uji kadar air, dan penentuan pencemaran
logam. Kegunaan dari pengujian parameter spesifik dan nonspesifik
yaitu menjaga kesaragaman dan konsisten khasiat dari obat herba,
menjaga stabilitas dan keamanan ekstrak atau bentuk sediaan yang
terkait dengan keamanan kepada konsumen (Maryam et al., 2020).

Menurut Menteri Kesehatan RI no: 55/Menkes/SK/2000


menyatakan bahwa obat tradisional yang tersebar di Indonesia harus
memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan khasiatnya. Oleh
karena itu, standardisasi ekstrak etanol daun ubi jalar digunakan
untuk menjaga keseragaman mutu, keamanan dan khasiat. Dengan
ini ekstrak yang digunakan sebagai bahan obat harus mempunyai
parameter spesifik dan non spesifik yang tetap dan diharapkan
memenuhi persyaratan mutu sebagai fitofarmaka (Maryam et al.,
2020).
4

I.2 Rumusan Masalah

Bagaimana parameter spesifik dan non spesifik ekstrak daun ubi


jalar ungu (Ipomoea batatas L)?

I.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui standarisasi parameter spesifik dan non spesifik


ekstrak daun ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L.)

I.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti yaitu dapat memperoleh pengalaman langsung


tentang cara pembuatan ekstrak daun ubi jalar ungu (Ipomoea
batatas L.)

2. Manfaat daun ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L.) bagi


masyarakat secara empiris, digunakan oleh masyarakat sebagai
obat untuk antibakteri.
5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Uraian Tumbuhan

II.1.1 Klasifikasi tanaman daun ubi jalar ungu (Ipomoea batatas


L.) (ITIS, 2023)

Regnum :Plantae

Sub divisi :Embryophyta

Divisi :Tracheophyta

Subdivision :Spermatophytina

Kelas :Magnoliopsida

Ordo :Solanales

Famili :Convolvulaceae

Genus :Ipomoea

Species :Ipomoea batatas (L.)

Gambar 1. Daun ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L.)

Sumber gambar: Dokumentasi pribadi

6
7

II.1.2 Nama Daerah

Di Indonesia sendiri ada berbagai sebutan ubi jalar


antara lain mantang (Banjar Kalimantan), huwi boled (Jawa
Barat), ketela Nrambat atau muntul (Jawa Tengah dan Jawa
Timur), lame jawa (Makassar Sulawesi Selatan), lame lamba’
(Bantaeng Sulawesi Selatan).

II.1.3 Morfologi Tanaman

Tanaman ubi jalar (Ipomoea batatas L.) merupakan


tanaman yang tergolong dalam famili Convolvulaceae dari
kangkung (kale-kangkung). Batang tanaman ini tidak berkayu,
berbentuk bulat, bertopi di tengah, berwarna hijau atau ungu.
Ada tiga jenis pertumbuhan batang. Tipe menjalar dengan
batang utama besar sepanjang 2-3 meter. Tipe menyebar
dengan panjang batang 1-2 meter. Sedangkan tipe setengah
tegak dengan batang kecil sepanjang 0,75-1 meter (Terza,
2022).

Daun ubi jalar berbentuk bulat, (berbentuk hati) atau


berbentuk jari dan ditopang oleh batang yang tegak. Jenis
daunnya berbeda-beda, yaitu pipih, dangkal berlekuk dan
seperti jari, sedangkan ujungnya runcing atau tumpul. Warna
daun bervariasi dari hijau tua hingga kuning, warna daun dan
urat bervariasi tergantung warna batang dari hijau hingga
ungu. (Terza 2022).

II.1.4 Kandungan Kimia

Daun ubi jalar ungu positif mengandung metabolit


sekunder seperti triterpenoid, steroid, alkaloid, saponin,
flavonoid, dan tanin (Kurniasih, S., & Saputri, 2019). Daun ubi
jalar mempunyai kandungan senyawa antosianin sehingga
8

mampu memberikan pigmentasi warna disetiap varietas ubi


jalar. Semakin pekat warna dari ubi jalar, maka semakin tinggi
kandungan antosianin. Antosianin merupakan salah satu jenis
flavonoid yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dapat berfungsi
sebagai antioksidan (Penelitian et al., 2020).

II.1.5 Kegunaan Tanaman

Ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L.) merupaan salah


satu tanaman yang banyak ditemukan diberbagai daerah di
Indonesia. Secara empiris tanaman ubi jalar ungu digunakan
sebagai obat tradisional, terutama bagian daunnya yang
dipercaya dapat meredakan bengkak pada tubuh. Sop daun
ubi ungu diminum di berbagai daerah, digunakan sebagai
DBD, anti oksidan, anti kanker dan dapat dihaluskan serta
dioleskan pada bagian yang bengkak. Daun ubi jalar ungu
masih digunakan untuk mengobati jerawat, bisul, dan bengkak
pada masyarakat di wilayah Bantaeng provinsi Sulawesi
Selatan, dan daun ubi ungu dipercaya mengandung senyawa
kimia. Senyawa kimia pada daun ubi jalar ungu antara lain
alkaloid, flavonoid, tanin dan saponin yang dapat menghambat
radikal bebas dan dapat digunakan sebagai obat anti
inflamasi..

II.2 Simplisia

Simplisia adalah bahan obat alami yang belum diolah, kecuali


dinyatakan lain, suhu pengeringan simplisia tidak melebihi 60 °C.
(Rustam, 2018).

II.3 Standardisasi

Standarisasi adalah serangkaian proses yang mencakup


metode analisis mikrobiologi, fisika, dan kimia berdasarkan data
9

farmakologi dan toksikologi bahan alam atau tanaman obat (kriteria


keamanan umum). Secara umum tujuan standardisasi adalah untuk
memberikan efikasi yang dapat diukur secara farmakologis dan
menjamin keamanan konsumen. Standarisasi obat herbal yang
mencakup dua aspek yaitu parameter spesifik dan parameter non
spesifik.  (Rahmaniati M et al., 2018).

II.3.1 Parameter Spesifik

Dalam hal parameter spesifik, berfokus pada bahan


aktif yang bertanggung jawab atas efek farmakologis.
Parameter spesifik yang dianggap umum berarti tidak dapat
dibedakan satu sama lain. Analisis parameter tertentu
bertujuan untuk menghitung dan menentukan secara kualitatif
dan kuantitatif zat aktif yang berperan dalam bahan alam
tersebut. Parameter spesifik meliputi (Rahmaniati M et al.,
2018):

a. Organoleptik

Pengamatan organoleptik meliputi parameter-


parameter yang dapat dengan mudah dideskripsikan
menggunakan panca indera, meliputi penciuman, warna,
bentuk, dan rasa, seobjektif mungkin. 

b. Identitas Simplisia

Identifikasi simplisia meliputi tata nama tumbuhan,


nama tumbuhan lain, bagian tanaman yang digunakan
(daun, akar, biji, dan lain-lain), dan nama tanaman
Indonesia.
10

c. Senyawa Terlarut Dalam Pelarut Tertentu

Melarutkan simplisia dalam pelarut tertentu, yaitu air


dan alkohol, tujuannya adalah untuk menentukan jumlah
senyawa secara gravimetri.

d. Uji Kandungan Kimia Simplisia

Pada uji kandungan ekstrak kimia meliputi pola


kromatografi dan beberapa komponen kimia. pola
kromatografi dimaksudkan untuk memberikan gambaran
awal tentang konfigurasi kromatografi suatu senyawa
(komposisi kimia) dibandingkan dengan senyawa standar.
Sedangkan kadar beberapa bahan kimia dapat berupa
senyawa aktif yang bertanggung jawab memberikan efek
farmakologis, senyawa identitas adalah senyawa khas,
eksklusif, unik yang terdapat pada tumbuhan dan senyawa
nyata yaitu semua senyawa yang terdapat pada bahan
alam (Rustam, 2018).

II.3.2 Parameter NonSpesifik

Aspek parameter non spesifik difokuskan pada aspek


fisika, kimia dan mikrobiologi, khususnya yang berperan
langsung dalam menjamin keamanan konsumen. Parameter
non-spesifik bertanggung jawab atas kualitas dan keamanan
produk alami. Parameter non spesifik meliputi:

a. Susut Pengeringan

Pada susut pengeringan mengacu pada kadar air


bahan alam atau simplisia yang ditentukan dengan
mengukur sisa bahan setelah pengeringan pada suhu
11

105°C menggunakan botol timbang yang berisi simplisia


untuk menentukan derajat penyusutan selama
pengeringan. Penyusutan pengeringan bertujuan untuk
memberikan gambaran tentang besarnya senyawa yang
hilang selama pengeringan.

b. Bobot Jenis

Bobot jenis mengacu pada kontaminasi atau


kemurnian ekstrak. Penentuan bobot jenis bertujuan untuk
memberikan gambaran massa per satuan volume sebagai
parameter khusus ekstrak cair, ekstrak pekat yang masih
dapat dituang. Bobot jenis juga berhubungan dengan
kemurnian ekstrak dan kontaminasi ekstrak.

c. Kadar Abu

Penentuan kadar abu dimaksudkan untuk


memberikan gambaran tentang karakteristik kadar sisa
kadar abu setelah pembakaran. Kandungan kadar abu
dapat juga menggambarkan spesies obat, karena setiap
tanaman memiliki kandungan abu tertentu (Rahmaniati M
et al., 2018).

d. Kadar Air

Tujuan penetapan parameter kadar air adalah


untuk menentukan kadar air residu setelah pengeringan
atau pengumpulan ekstrak. Kadar air menentukan kualitas
dan stabilitas ekstrak dalam bentuk sediaan selanjutnya.
Kandungan airnya yang cukup beresiko adalah lbih dari
10% (Rahmaniati M et al., 2018).
12

e. Sisa Pelarut Organik

Tujuan penetapan sisa pelarut organic adalah


untuk menentukan sisa pelarut etanol setelah
pengeringan. Etanol digunakan sebagai pelarut karena
memiliki toksisitas yang rendah dibandingkan dengan
pelarut yang lain seperti kloroform, methanol, heksana,
dan lain-lain. Harus dipastian bahwa bahan alami yang
aman dan berkualitas serta bebas dari sisa pelarut
organik.

f. Cemaran Mikroba

Parameter penetapan logam berat sangat erat


aitannya dengan mutu dan keamanan bahan alam atau
simplisia. Pengujian cemaran logam dapat memastikan
bahwa bahan dan ekstrak tidak mengandung logam berat
tertentu seperti Cd, Hg, Pb atau logam berat lainnya.

g. Cemaran Logam Berat

Parameter penetapan logam berat sangat erat


kaitannya dengan mutu dan keamanan bahan alam atau
simplisia. Pengujian cemaran logam dapat memastikan
bahwa bahan dan ekstrak tidak mengandung logam berat
tertentu seperti Cd, Hg, Pb atau logam berat lainnya.

II.4 Metode Ekstraksi

Ekastrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan cara


mengekstraksi bahan aktif dari simplisia dengan pelarut yang sesuai,
kemudian semua atau hampir semua pelarutnya diuapkan dan
massa atau serbuk yang tersisa untuk meenuhi standar yang telah
ditentukan. (Kementerian Kesehatan RI., 2020).
13

Ekstraksi merupakan proses pemisahan senyawa dari


simplisia dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Metode
pemisahan ekstraksi menggunakan prinsip kelarutan like dissolve
like dimana suatu pelarut polar akan melarutkan senyawa polar dan
pelarut non polar akan melarutkan senyawa non polar (Syamsul et
al., 2020).

II.4.1 Macam – macam ekstraksi

Ekstraksi digunakan dengan dua cara yaitu ekstraksi


secara dingin dan ekstraksi secara panas.

1. Ekstraksi secara dingin

a. Maserasi

Aserasi merupakan pengekstrakan simplisia


dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali
pengadukan pada temperatur ruangan (kamar).
Maserasi kinetik berarti dilakukan pengadukan yang
kontinyu (terus menerus). Remaserasi yang berarti
dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah
dilakukan penyaringan maserat pertama dan
seterusnya.

b. Perkolasi

Perkolasi merupakan ekstraksi dengan pelarut


yang selalu baru sampai sempurna (exhaustive
extraction yang biasanya dilakukan pada temperatur
ruangan (kamar). Proses tersebut terdiri dari tahapan
pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap
perkolasi sebenarnya (penetasan/penampungan
ekstrak), terus menerus sampai diperoleh ekstrak
(perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan.
14

2. Ekstraksi secara panas

a. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada


suhu titik didihnya untuk jangka waktu tertentu dan
dengan jumlah pelarut yang terbatas yang tetap relatif
konstan dengan adanya pendingin balik. Biasanya,
proses diulang hingga 3-5 kali untuk residu pertama,
sehingga dapat melibatkan proses ekstraksi sempurna.

b. Soxhlet

Soxhlet adalah ekstraksi dengan pelarut


baru, yang umumnya dilakukan dengan alat khusus
sehingga ekstraksi berlangsung terus menerus dengan
jumlah pelarut yang relatif konstan di bawah refluks 
(Dari et al., 2016).
BAB III

METODE PENELITIAN

III.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen yaitu.


mengamati kelompok dan membuat pengamatan eksperimental
dalam kondisi perlakuan yang berbeda. Sampel yang digunakan
dalam penelitian ini adalah daun ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L).
Ekstrak etanol daun ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L.) merupakan
ekstrak yang diperoleh dengan cara mengekstraksi daun ubi jalar
ungu (Ipomoea batatas L.) dengan pelarut etanol 96%.

III.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Mei – Juni 2023


di Laboratorium Fitokimia dan Kimia Akademi Farmasi Yamasi
Makassar.

III.3 Alat dan Bahan

III.3.1 Alat yang digunakan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian terdiri dari


alat toples kaca, alat rotavapor, gelas ukur, oven, penangas
air, timbangan analitik, cawan porselin, batang pengaduk,
gegep, corong, kaki tiga, desikator, gelas kimia, labu
tersumbat 100 ml, gelas piala 1000 ml, labu alas bulat, krus
porselin, kain flanel.

15
16

III.3.2 Bahan yang digunakan

Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian


antara lain adalah etanol 96%, sampel daun ubi jalar ungu
(Ipomoea batatas L.), aluminium foil, kertas saring, etanol
96%, aquadest, dan kloroform.

III.4 Prosedur Peneitian

III.4.1 Penyiapan bahan uji

Daun ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L.) diperoleh dari


daerah Batulabbu, Kelurahan Lembang Gantarang Keke,
Kecamatan Tompobulu, Kabupaten Bantaeng, Provinsi
Sulawesi Selatan.

III.4.2 Pengolahan bahan uji

Daun ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L.) dipetik pada


waktu pagi hari sekitar pukul 09.00-10.00. Daun yang diambil
adalah daun muda, segar dan tidak berjamur, lalu disortasi
basah kemudian diangin-anginkan hingga kering. Setelah
kering selanjutnya diserbukkan dan sampel siap di ekstraksi.

III.4.3 Pembuatan Ekstrak Etanol Daun ubi jalar ungu


(Ipomoea batatas L.) dengan metode maserasi

Ditimbang 250 gram simplisia kering daun ubi jalar


ungu, kemudian dimasukkan ke dalam wadah maserasi
dengan penambahan cairan penyari etanol 96% sebanyak
2500 ml (perbandingan 1:10) kedalam wadah maserasi yang
berisi daun ubi jalar ungu kemudian sampai terendam
seluruhya. Setelah itu rendam selama 6 jam sambil sekali-
sekali diaduk, lalu diamkan selama 18 jam. Kemudian
dilakukan penggantian pelarut (remaserasi) dilakukan
17

sebanyak 2 kali dengan pelarut etanol 96%. Semua hasil


maserat dikumpulkan, kemudian dipekatkan dengan rotary
evaporator hingga diperoleh ekstrak kental sebanyak 24,02
gram dan hasil rendamen yang diperoleh sebanyak 9,60%.

Bobot Ekstrak yang diperoleh


Rendemen = x 100%
Bobot Simplisia yang diekstraksi

III.4.4 Uji Parameter spesifik

a. Organleptik

Ekstrak diuji menggunakan panca indra terhadap


bentuk (padat, kental, cair), warna (kehijauan, kecokelatan),
bau (tidak berbau), dan rasa (tidak berasa, pahit, agak
pahit).

b. Pengujian Kadar Sari Larut Dalam Pelarut Tertentu

Pada pengujian kadar sari yang larut dalam pelarut


tertentu pada ekstrak terdiri dari kadar sari yang larut dalam
air dan kadar sari larut dalam etanol 96%, yaitu :

Uji kadar sari larut dalam air Timbang 1 g ekstrak,


lalu larutkan menggunaan kloroform sebanyak 25 ml.
kemudian diamkan selama 24 jam menggunaan labu
tersumbat pada 6 jam pertama dikocok berkali-kali lalu
didiamkan selama 18 jam dan disaring menggunakan
kertas saring sebanyak 5 ml filtrat didalam cawan penguap
yang telah ditarer sampai kering dan tersisa residurnya.
Kemudian dipanaskan residur pada suhu 105°C sampai
bobot tetap.

Rumus kadar sari larut dalam air, yaitu:


18

Berat konstan−cawan kosong


Rendemen = x fp x 100 %
Berat sampel

Timbang 1 g ekstrak lalu dilarutkan menggunakan


etanol 96% sebanyak 25 ml. lalu didiamkan selama 24 jam
menggunakan labu tersumbat. Pada 6 jam pertama dikocok
berkali-kali lalu didiamkan selama 18 jam, kemudian
disaring degan menggunaan kertas saring sebanyak 5ml
filtrat didalam cawan penguap yang telah ditarer sampai
kering hingga tersisa residurnya. Kemudian dipanaskan
residur didalam pada suhu 105°C sampai bobot tetap.

Rumus kadar sari larut etanol 96%, yaitu:

Berat konstan−cawan kosong


Rendemen = x fp x 100 %
Berat sampel

III.4.5 Uji Parameter Non-Spesifik

a. Uji Susut Pengeringan

Ekstrak ditimbang sebanyak 1 g, lalu dipanaskan


sampai 30 menit pada 105°C dan ditempatkan dalam krus
porselen yang telah ditarer. Sebelum ditimbang, ekstrak
dihaluskan dengan mengocok krus porselin sampai
membentuk lapisan setebal 5-10 mm. masukkan kedalam
oven, buka tutupnya dan keringkan pada suhu 105°C
sampai beratnya tertahan. Dinginkan dengan desikator.
Lakukan replikasi sebanyak tiga kali, kemudian dihitung
presentasenya.

Rumus susut pengeringan, yaitu:

Berat awal−Berat Akhir


x 100 %
Berat awal
19

b. Uji Kadar Air

Sampel ditimbang 1 gram, lalu panaskan dalam


oven selama 5 jam pada suhu 105⁰C kemudian ditimbang.
Selanjutnya, per persen kadar air dihitung dari berat
sampel awal(Ii, 2017).

Rumus kadar air, yaitu:

Berat awal-Berat akhir


× 100%
berat awal

III.4.6 Analisis Hasil

Data yang diperoleh dirata-rata dan diolah


menggunakan serta hasil yang didapatkan dibandingkan
dengan literatur
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil

Hasil penelitian pembuatan ekstrak dan uji parameter spesifik


dan non spesifik ekstrak etanol daun ubi jalar ungu (Ipomoea batatas
L.) adalah sebagai berikut:

1. Rendamen (Kadar Ekstrak Total)

Tabel 1. Pengamatan Nilai Rendamen

Bobot Bobot ekstrak (g) Nilai rendamen


simplisia (g) (%)
250 gram 24,02 gram 9,60%

2. Parameter spesifik

a. Uji organoleptik

Tabel 2. Pengamatan uji organoleptik

Bau Bau khas


Bentuk Kental
Warna Hijau kehitaman
Rasa Agak pahit

b. Uji kadar sari larut air dan etanol

Parameter % Nilai rata-rata (%)


87,36 %
Sari larut air 79,74 % 78,55%
68,55 %
Sari larut 61,7438 % 58,55%

20
21

etanol 57,6192 %
56,3068 %

3. Parameter non spesifik

a. Uji susut pengeringan

Nilai rata-rata
Pengujian %
(%)
15,4%
Susut
17,53% 16,95%
pengering
18,28%

b. Uji kadar air

Nilai rata-rata
Pengujian %
(%)
26,07%
Kadar Air 22,36% 23,21%
21,2%

IV.2 Pembahasan

Pada penelitian ini telah dilakukan pengujian standarisasi


dengan menggunakan dua parameter yaitu parameter spesifik dan
non spesifik yang meliputi uji organoleptik dan uji kadar sari larut
dalam pelarut tertentu dan parameter non-spesifik yang meliputi
pengujian susut pengeringan dan pengujian kadar air untuk
mengetahui kesesuaian ekstrak terhadap standarisasi setiap
parameter.
22

Penelitian ini diawali dengan pengumpulan sampel daun ubi


jalar ungu (Ipomoea batatas L.) mulai dari sortasi basah, sortasi
kering dan perajangan. Selanjutnya dilakukan pembuatan ekstrak
yang dilakukan dengan menggunakan metode maserasi. Maerasi
adalah proses esktraksi dingin yang biasanya tidak memerlukan
pemanasan. Metode ini termasuk ekstraksi secara dingin. Metode
perendaman adalah metode ekstraksi sederhana dilakukan dengan
cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari selama 1x24
jam dan dilakukan remaserasi 1 selama 1x24 jam pada suhu kamar
dan terlindung dari sinar matahari langsung (Kurniasih, S., & Saputri,
2019). Digunakan pelarut etanol 96% pada proses maserasi karena
pelarut etanol 96% adalah senyawa polar yang mudah menguap
sehingga baik digunakan sebagai pelarut ekstraksi. Kemudian
dilakukan proses penguapan dengan menggunakan waterbath
hingga membentuk ekstrak kental. Setelah didapatkan ekstrak kental
yang diinginkan, maka dilakukan beberapa pengujian diawali dengan
perhitungan rendamen ekstrak. Adapun tujuan perhitungan nilai
rendamen adalah untuk membandingkan jumlah ekstrak yang
didapat dari bahan dengan berat awal bahan simplisia. Nilai
rendamen ini juga berguna untuk mengetahui jumlah senyawa
bioaktif yang terkandung dalam bahan yang diekstraksi sehingga
nilai rendamen ekstrak tergantung pada jumlah yang terkandung
dalam suatu bagian tanaman. Semakin tinggi nilai rendamen maka
semakin tinggi kandungan zat yang tertarik ke bahan baku (Sutriandi
et al., 2010). Dari proses ekstraksi yang didapatkan sebanyak 24.02
gram yang memiliki nilai rendamen 9,60%.

Pengujian selanjutnya yaitu parameter spesifik meliputi uji


organoleptik dan uji kadar sari larut dalam pelarut tertentu. Uji
organoleptik yang meliputi warna, bentuk dan aroma dilakukan
secara visual. Hasil uji organoleptik pada penelitian ini menunjukkan
23

bahwa warna yang diperoleh yaitu hijau kehitaman, bau khas ekstrak
daun ubi jalar ungu dan memiliki bentuk ekstrak kental. Kemudian
pada pengujian kedua yaitu uji kadar sari larut dalam pelarut tertentu
yakni melarutkan ekstrak dengan air dan etanol. Tujuannya adalah
untuk mengetahui jumlah senyawa kandungan yang terlarut secara
gravimetrik. Nilai kadar sari terlarut dalam air dan etanol
menunjukkan banyaknya zat aktif dapat larut dalam air dan etanol
(RI, 2000). Pada pengujian senyawa terlarut air diperoleh nilai rata-
rata sebanyak 78,55%, sedangkan pada pengujian senyawa terlarut
etanol diperoleh nilai rata-rata sebanyak 58,55%. Hal ini
menunjukkan bahwa presentase senyawa yang bersifat polar lebih
banyak dibandingkan dengan senyawa bersifat nonpolar pada
ekstrak daun ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L.)

Pada uji parameter non spesifik yang digunakan pada


penelitian ini ada 2 yaitu penetapan susut pengeringan dan
penetapan kadar air yang dilakukan 3 kali replikasi. Penetapan susut
pengeringan bertujuan untuk memberikan gambaran batasan
maksimal senyawa yang hilang atau senyawa yang menguap selama
proses pengeringan ekstrak. Untuk penetapan susut pengeringan
didapatkan hasil rata-rata sebanyak 16,95%. Massa yang dapat
hilang karena pemanasan ini meliputi molekul air, minyak atsiri dan
pelarut etanol. Sedangkan Penetapan kadar air pada ekstrak
bertujuan untuk mengetahui kandungan atau jumlah air dalam
ekstrak daun ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L.)

Hasil penentuan kadar air ekstrak daun ubi jalar ungu


(Ipomoea batatas L.) sebesar 21,8%. Kadar air penting ditetapkan
untuk menjaga kualitas ekstrak dan menghindari terjadinya
pertumbuhan mikroba. Semakin kecil kandungan air dalam ekstrak
dapat mengurangi resiko pertumbuhan mikroba, jamur maupun
kerusakan akibat serangga. Ekstrak daun ubi jalar ungu (Ipomoea
24

batatas L.) merupakan sediaan ekstrak kental yang belum


memenuhi persyaratan obat tradisional yakni tidak boleh lebih dari
10% [BPOM, 2014] namun memenuhi kriteria sebagai ekstrak kental
yang memilki kadar air antara 5 – 30% (Voight, 1995).
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengujian standarisasi ekstrak daun ubi


jalar ungu (Ipomoea batatas L) yang diperoleh kesimpulan sebagai
berikut:

1. Nilai rendamen ekstrak etanol daun ubi jalar ungu (Ipomoea


batatas L.) yaitu 9,60%

2. Kadar sari larut air dari cawan 1, 2 dan 3 memiliki rata-rata


78,55%

3. Kadar sari larut etanol dari cawan 1, 2 dan 3 memiliki rata-rata


58,55%

4. Kadar susut pengering dari cawan 1, 2 dan 3 memiliki rata-rata


16,95%

5. Kadar air dari cawan 1, 2 dan 3 memiliki rata-rata 21,8%

V.2 SARAN

Perlu dilakukannya pembuatan sediaan yang berbahan


dasar ekstrak daun ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L).

25
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Ririen Hardani, and Risfah Yulianti. 2018. “Total Phenolic, Total
Flavonoid, Quercetin Content and Antioxidant Activity of Standardized
Extract of Moringa Oleifera Leaf from Regions with Different Elevation.”
Pharmacognosy Journal 10(6s).

Anonim, (2017) 'Farmakope Herbal Indonesia Edisi II', Jakarta:


Kementerian Kesehatan RI

Fatimatuzahro, Dewi, Dian Ayuning Tyas, and Saifullah Hidayat. 2019.


“Pemanfaatan Ekstrak Kulit Ubi Jalar Ungu (Ipomea Batatas L.)
Sebagai Bahan Pewarna Alternatif Untuk Pengamatan Mikroskopis
Paramecium Sp. Dalam Pembelajaran Biologi.” Al-Hayat: Journal of
Biology and Applied Biology 2(1):1. doi: 10.21580/ah.v2i1.4641.

ITIS. 2023. “Taxonomic Hierarchy : Ipomoea batatas L.”

Kementerian Kesehatan RI. 2020. Farmakope Indonesia Edisi VI.


Jakarta : Kementerian Kesehatan RI.

Kurniasih, S., & Saputri, D. D. 2019. “Phytochemical Screening And Gass


Cromatography - Mass Spectrometer (Gc-Ms) Analysis Ethanol
Extract Of Purple Sweet Potato (Ipomoea Batatas L.).” Journal Of
Science Innovare, 2(2), 2-30.

Maryam, Fadillah, Burhanuddin Taebe, and Deby Putrianti Toding. 2020.


“Pengukuran Parameter Spesifik Dan Non Spesifik Ekstrak Etanol
Daun Matoa (Pometia Pinnata J.R & G.Forst).” Jurnal Mandala
Pharmacon Indonesia 6(01):1–12. doi: 10.35311/jmpi.v6i01.39.

Penelitian et al. 2020. Dari, Hepatitis C., Ekstrak Etanol, and Herba
Scoparia. 2016. “Identifikasi Fraksi Aktif Antivirus Hepatitis C Dari
Ekstrak Etanol 80% Herba Scoparia dulcis Linn.”

Penelitian, Artikel, Bagem Br Sembiring, Nurliani Bermawie, Molide Rizal,


Andriana Kartikawati, and Kata Kunci. 2020. “Pengaruh Teknik
Ekstraksi Daun Ubi Jalar Ungu ( Ipomoea batatas L. ) Dan Daun
Jambu Biji ( Psidium Guajava ) Terhadap Aktivitas Antioksidan The
Effect of Extraction Techniques of Purple Sweet Potato ( Ipomoea
batatas L. ) and Guava Leaves ( Psidium Guajava ) On.” 5:22–32.

Rahmaniati M, Aulia, Maria Ulfah, and Dewi Andini Kunti Mulangsari.


2018. “Standarisasi Parameter Non Spesifik Ekstrak Etanol Daun

26
27

Pegagan (Centella asiatica L.) Di Dua Tempat Tumbuh.” Jurnal


Inovasi Teknik Kimia 3(1). doi: 10.31942/inteka.v3i1.2128.

Rustam, Fitri. 2018. “Penetapan Parameter Spesifik Dan Nonspesifik


Simplisia Inti Biji Kemiri (Aleurites moluccana (L.) Willd) Asal
Sulawesi Selatan.” Skripsi 1–68.

Sulastri, Evi, Muhammad Sulaiman Zubair, Nurafni Israyanti Anas,


Syakila

Syamsul, Eka Siswanto, Nadhila Ajrina Amanda, and Dwi Lestari. 2020.
“Perbandingan Ekstrak Lamur Aquilaria malaccensis Dengan
Metode Maserasi Dan Refluks.” Jurnal Riset Kefarmasian Indonesia
2(2):97–104. doi: 10.33759/jrki.v2i2.85.

Terza, A. H. et al. 2022. Polifenol Antioksidan Pada Ubi Jalar (Ipomoea


batatas L.) Malang : Rena Cipta Mandiri.

Ucihadiyanto. 2022. “Ubi Jalar.” Tanahkaya.Com. Retrieved


(https://tanahkaya.com/ubi-jalar/).
28

Anda mungkin juga menyukai