Anda di halaman 1dari 18

Diterjemahkan dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia - www.onlinedoctranslator.

com

Meta-etnografi Kearifan Lokal Kedamaian Total


dariUrang Sundadan Implikasinya
untuk Pedagogi Perdamaian

Ilfiandra Ilfiandra(B), Nadia Aulia Nadhirah, dan Dodi Suryana

Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung, Indonesia


ilfiandra@upi.edu

Abstrak.Konflik dan kekerasan yang sering terjadi di antara individu dan kelompok
mendorong meningkatnya kebutuhan untuk hidup bersama secara damai dan
harmonis. Mengajarkan warga negara agar kompeten menyelesaikan konflik dan
kekerasan secara konstruktif merupakan tantangan bagi pendidikan. Pendidikan
perdamaian dianggap sebagai alternatif strategis untuk mengembangkan budaya
perdamaian. Pengembangan pendidikan perdamaian diperlukan dalam konteks nilai,
budaya, aspirasi, agama, dan kebutuhan suatu negara. Penelitian ini bertujuan untuk
menggali kearifan lokalUrang Sundasebagai dasar pedagogi perdamaian. Penelitian ini
menggunakan paradigma konstruktif dengan desain meta-etnografi. Sumber data
adalah 15 hasil penelitian Etnopedagogi UPI tahun 2011–2013 yang dikumpulkan
melalui teknik studi dokumentasi. Prosedur penelitian terdiri dari empat langkah:
identifikasi, seleksi, abstraksi, dan analisis. Data penelitian dianalisis secara tematis,
diinterpretasikan melalui refleksi peneliti, dan dikonfirmasi dengan teori yang relevan
dan penelitian sebelumnya. Kredibilitas temuan penelitian diperoleh melalui audit
eksternal oleh pakar budaya Sunda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: secara
etimologis dan historis, makna dari Urang Sundasejalan dengan ontologi Perdamaian;
nilai inti dariUrang Sunda dibangun melalui hubungan harmonis antara dimensi
intrapersonal, interpersonal, dan transendental yang membangun keutuhan sebagai
Kedamaian total; nilai-nilai moral dan budaya menjadi identitas komunalUrang Sunda
serta predisposisi perdamaian.Urang Sundakearifan lokal dapat diposisikan sebagai
konten dan strategi implementasi pedagogi Perdamaian.

Kata kunci:Kearifan lokal·Pedagogi Perdamaian·Urang Sunda·Meta-etnografi

1. Perkenalan

Budaya pendidikan modern menekankan pada individualitas dan terpisah dari yang lain. Sukses
digambarkan sebagai kinerja individu dan prestasi sebagai hasil persaingan dan perbandingan dengan
orang lain. Tentu saja, penekanan terus-menerus pada individu akan menimbulkan kesepian, isolasi
sosial dan spasial, dan bahkan konflik hubungan.1]. Pendidikan yang gagal memfasilitasi orang-orang
dengan kemampuan untuk hidup damai tidak ada artinya [2]. Hal ini dapat dimaklumi, karena fakta
sejarah membuktikan bahwa pendidikan tidak serta merta merepresentasikan pesan perdamaian,
demokrasi, dan penghormatan terhadap hak dan kesejahteraan orang lain.

© Penulis 2023
DS Purnama dkk. (Eds.): ISDTGCSS 2022, ASSEHR 743, hlm. 132–149, 2023.
https://doi.org/10.2991/978-2-38476-034-3_17
Meta-etnografi Kearifan Lokal Kedamaian TotalUrang Sunda 133

Hal ini sejalan dengan pandangan Smith & Vaux [3] bahwa pendidikan seperti solusi dua sisi
sekaligus masalah dan bahwa kebijakan dan praktik pendidikan perlu dianalisis secara mendalam
apakah berpotensi menimbulkan konflik atau menyelesaikan konflik. Dengan demikian,
pemangku kepentingan pendidikan harus menelaah aspek struktural sistem pendidikan sebagai
sumber keresahan, serta introspeksi diri pada tataran individu.
Urgensi untuk hidup bersama secara damai dan harmonis semakin mendapat tantangan dalam
segala bidang kehidupan, termasuk dalam dunia pendidikan[2]. Bagaimana siswa memperoleh
pengetahuan dan keterampilan yang dapat mencegah dan menyelesaikan konflik, menjadi warga negara
yang bertanggung jawab, serta menjaga kesejahteraan diri sendiri dan orang lain merupakan pekerjaan
rumah bagi dunia pendidikan. Hal ini sejalan dengan pandangan Jacques Delors [4] bahwa pilar hidup
bersama adalah isu pendidikan kontemporer. Idealnya, sekolah bertujuan untuk menciptakan dan
mengembangkan manusia yang damai, hubungan yang damai, dan masyarakat yang damai [5]. Guru
memegang peranan penting dalam menanamkan nilai-nilai damai ke dalam kegiatan pembelajaran.6].
Namun menurut penelitian Kartadinata, Setiadi dan Ilfiandra [2,7,8], menciptakan lingkungan kelas yang
damai bukan hanya tanggung jawab guru, dan sebagian besar siswa menganggap ruang kelas mereka
tidak damai [7].
Pendidikan perdamaian dianggap sebagai strategi yang paling efektif untuk mempromosikan
budaya perdamaian.9]. Dalam konteks Indonesia, strategi pendidikan jangka panjang adalah
mempromosikan perdamaian dan pendidikan global. Namun,kerangka pendidikan perdamaian yang
jelas dan program pendidikan perdamaian yang jelas dari pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi
belum tersedia [7]. Hal ini dapat dimengerti karena pendidikan perdamaian sebagai suatu disiplin ilmu
tidak memperoleh momentum sebelum abad ke-21 [10]. Dukungan dari pemerintah untuk pendidikan
perdamaian sangat terbatas di banyak negara [11]; bahkan untuk Indonesia, pemerintah cenderung
menganggapnya tidak penting dan remeh [12]. Sedangkan di abad ke-21, guru harus menjadi
pembelajar sepanjang hayat dan berkompeten dalam pendidikan perdamaian.13].
Pendidikan perdamaian bertujuan untuk mengembangkan kegiatan pembelajaran untuk
mempromosikan kohesi sosial, keadilan, dan tanggung jawab lingkungan.14–16]. Kohesi sosial dan saling
pengertian di antara warga yang terlibat konflik dapat ditingkatkan dengan memberikan pendidikan
yang berfokus pada pengembangan keterampilan untuk menghadapi potensi konflik, membentuk pola
pikir, dan meningkatkan pengetahuan tentang distribusi peluang yang tidak merata. Hal ini dicapai
melalui pembentukan, dan pengembangan keterampilan siswa sebagai warga negara yang berfokus
secara global dengan identitas lokal. Hubungan antara peningkatan kapasitas kewarganegaraan global
dan identitas lokal merupakan bentuk pengakuan terhadap substansi budaya dan kearifan lokal sebagai
filosofi dan landasan nilai-nilai pendidikan (etno-pedagogi).17].
Salah satu masalah mendasar dalam pendidikan perdamaian adalah bahwa ia lebih berkembang
dalam konteks kebutuhan masyarakat internasional daripada dalam konteks tertentu.18]. Pendidikan
perdamaian di tingkat negara, terutama di negara-negara pascakonflik, seringkali dipandang tidak
terlalu baik atau tidak perlu [19]. Sekolah formal tidak memandang pendidikan perdamaian sebagai
jembatan untuk membangun Perdamaian karena nilai dan praktik sehari-hari tidak sejalan dengan
kebutuhan untuk membangun Perdamaian [20]. Pendidikan perdamaian membutuhkan transformasi
konten, pedagogi, struktur organisasi, praktik pendidikan, dan sistem sekolah secara keseluruhan.21].
Konteks muatan dalam pendidikan perdamaian berkaitan dengan nilai-nilai inti perdamaian
yang telah hidup dan mengakar di masyarakat. Nilai-nilai abadi disebut sebagai kearifan lokal.
Kearifan lokal dikaitkan dengan tatanan nilai budaya dan moral suatu masyarakat.22]. Secara
antropologis, orang Sunda adalah orang yang telah menggunakan ibunya
134 I. Ilfiandra dkk.

bahasa, sunda, dan dialek secara turun-temurun dalam kehidupan sehari-hari. Mereka aslinya berasal
dari Jawa Barat dan tinggal di daerah yang sering disebut Tana Pasundang atau Tatar Sunda [23]. Dalam
perkembangannya, Sunda sangat erat kaitannya dengan konsep kebudayaan. Kebudayaan Sunda pada
umumnya adalah kebudayaan yang hidup, tumbuh dan berkembang di kalangan masyarakat Sunda
yang tinggal di Tanah Sunda. Kriteria lebih lanjut dapat mencakup aspek sosial budaya. ItuUrang Sunda
dibesarkan dalam lingkungan sosial budaya Sunda serta menerima, meyakini, dan menerapkan norma-
norma budaya Sunda dalam kehidupan sehari-hari.24].
Karena dikhawatirkan nilai-nilai kearifan lokal mengalami degenerasi, Universitas Pendidikan
Indonesia mengembangkan Skema Riset Etnopedagogis pada tahun 2011 untuk menggali dan
mengembangkan nilai-nilai kearifan lokal sebagai basis pendidikan. Upaya merevitalisasi
(menghidupkan kembali) nilai-nilai kearifan lokal dilakukan melalui penelitian etnopedagogis.
Berbagai hasil penelitian ini merupakan modal intelektual dan kultural yang sangat berharga bila
dipatologikan dan diintegrasikan secara keseluruhan. Nilai-nilai kearifan yang digali tidak
ditentukan dalam konteks perdamaian. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji
dan mengintegrasikan nilai-nilai kearifan lokalUrang Sundadijiwai dengan kedamaian.

2 Metode

2.1 Pendekatan

Pendekatan kualitatif digunakan dalam penelitian ini karena bermaksud untuk memahami dan
menginterpretasikan makna dari suatu fenomena di lingkungan alam [25,26]. Universitas
Pendidikan Indonesia telah mengembangkan skema penelitian etnopedagogis yang menggali
kearifan lokal dan mengakui entitas budaya sebagai filosofi dan landasan nilai pendidikan sejak
tahun 2011. Hasil penelitian tersebut penulis manfaatkan untuk analisis lebih lanjut. Oleh karena
itu, metode yang dipilih adalah meta-etnografi karena mensintesis penelitian kualitatif [27].
Metode meta etnografi merupakan rancangan yang melibatkan induksi interpretasi yang
bertujuan mensintesis atau meringkas hasil penelitian. Meta-etnografi adalah suatu bentuk
sintesa dari hasil penelitian etnografi atau penelitian kualitatif lainnya yang bersifat interpretatif.

2.2 Sumber Data

Sumber data sekunder penelitian ini adalah Laporan Penelitian Etnopedagogi 2011–2013
yang terdiri dari 15 judul penelitian. Penelitian etnopedagogi merupakan salah satu
Program Pengembangan Kapasitas Dosen dan Kelembagaan di UPI, yang menitikberatkan
pada penggalian nilai-nilai kearifan lokal dan pola perilaku yang dipraktikkan oleh
masyarakat sebagai bagian dari pondasi pendidikan. Ke-15 judul penelitian tersebut terbagi
dalam empat kategori, yaitu: kearifan lokal berbasis desa tradisional (6 judul), kearifan lokal
berbasis budaya (7 judul), kearifan lokal berbasis lingkungan dan mitigasi, dan kearifan lokal
berbasis pariwisata (2 judul). ). Distribusi tema penelitian ditunjukkan pada Tabel1.
Meta-etnografi Kearifan Lokal Kedamaian TotalUrang Sunda 135

Tabel 1.Sumber data

TIDAK. Peneliti Judul Bertahun-tahun

1. Dedi Koswara dkk. Nilai-nilai pendidikan karakter bangsa 2013


dalam khazanah klasik Sunda:
transformasi dari oralitas ke literasi.
2. Turmudi dkk. Eksplorasi etnomatematika masyarakat 2013
Baduy dan Kampung Naga.
3. Sukanta dkk. Nilai-nilai kearifan lokal diSunda Buhun 2011
naskah (wawacan) menjadi dasar
orientasi pendidikan karakter bangsa.
4. Dadang Sudana dkk. Eksplorasi pendidikan lingkungan dalam 2012
leksikon etnobotani.
5. Gurniwan Sri Hayati, dkk. Model pengajaran nilai-nilai kearifan lokal 2011
(local genius) dalam masyarakat Sunda
membentuk tanggung jawab
perilaku lingkungan.
6. Iwa Lukmana dkk. Mengangkat nilai-nilai kearifan lokal dari 2011
masyarakat Sundakakawihan barudak
dari perspektif etnopedagogis.
7. Nunuy Nurjanah Nilai-nilai kearifan lokal masyarakat 2013
Kampung Naga Tasikmalaya sebagai
landasan sosial budaya pendidikan
nasional
8. Rita Patriasih dkk. Sosialisasi dan enkulturasi nilai-nilai 2013
adat konstelasi makan kepada
keluarga di kampung adat Cirendeu
Leuwigajah Cimahi.
9. Gurniwan Kamil Pasya, dkk. Peran integrasi budaya dalam 2013
pengembangan wisata religi
berbasis masyarakat.
10. Agus Mulyana dkk. Babasan dan paribasa sebagai media 2012
penanaman nilai dalam masyarakat Sunda dan
penerapannya dalam pembelajaran sejarah.

11. Syaom Barliana dkk. Mempelajari pola pewarisan tradisi 2012


arsitektur yang berkelanjutan.
12. Eno Maryani dkk. Kearifan lokal Sunda dalam penanggulangan 2013
bencana dan penerapannya sebagai sumber
belajar IPS berbasis nilai.

13. Yuliawan Kasmahidayat, dkk. Pola pewarisan seni tradisi lokal: Dari 2013
etnokultural ke
etno-pedagogi.
(lanjut)
136 I. Ilfiandra dkk.

Tabel 1.(lanjut)

TIDAK. Peneliti Judul Bertahun-tahun

14. Dian Budiana dkk. Peran permainan tradisional dan partisipasi 2013
siswa dalam pembelajaran pendidikan jasmani
sebagai upaya pembentukan karakter siswa.

15. Yadi Ruyadi dkk. Model pendidikan karakter 2013


pekerja berbasis tradisi

2.3 Prosedur

Penelitian ini terdiri dari empat langkah: identifikasi, seleksi, abstraksi, dan analisis. Uraian
masing-masing tahapan diuraikan di bawah ini.
Pada tahap identifikasi, hasil dokumen penelitian etnopedagogi diidentifikasi dalam
laporan penelitian, abstrak, dan ringkasan eksekutif 2011-2013. Berdasarkan penelusuran di
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) UPI, ditemukan 15 judul
penelitian etnopedagogis yang mendapat hibah penelitian.
Tahap pemilihan menekankan aspek substansial dan relevansi kontekstual sebagai kriteria
diterimanya suatu hasil penelitian menjadi bagian dari unit analisis. Meski ada satu kajian yang
berlokasi di luar Tatar Sunda, tepatnya Lampung, karena mempertimbangkan sisi strategi
pewarisan, maka diputuskan menjadi bagian dari analisis. Kriteria pemilihan hasil penelitian lebih
mempertimbangkan wilayah penelitian daripada pertanyaan penelitian. Dengan demikian, semua
judul penelitian (15) digunakan sebagai unit analisis untuk memenuhi jumlah minimum studi
meta-analitik.
Selanjutnya, tahap abstraksi merupakan kegiatan menemukan “makna kontekstual” dari
semua hasil penelitian yang relevan, termasuk konteks sosial dan teoritis. Proses abstraksi
ini masih terbatas dalam menangkap esensi dari setiap penelitian sesuai dengan kesamaan
fokus kajian. Tahap ini melibatkan proses pengelompokan temuan penelitian yang sejenis
menurut proses, peristiwa, dan kegiatannya.
Tahap selanjutnya adalah proses analisis, tahap ini merupakan proses interpretasi dalam
menemukan makna. Analisis data difokuskan pada tema-tema umum dengan menggunakan
teknik tematik dan analisis isi dan diakhiri setelah ditemukan pola atau kecenderungan yang
menetap. Untuk sampai pada suatu kesimpulan, data meta-etnografi tersebut dikonfirmasi oleh
para ahli budaya Sunda dan diinterpretasikan melalui kajian literatur dan penelitian yang relevan.
Tahapan ini menitikberatkan pada pengurangan subjektivitas penelitian sehingga validitas dan
kredibilitas penelitian dapat diperhatikan. Proses interpretasi menggunakan berbagai perspektif,
kesamaan, dan keterkaitan antar tema serta diperkuat dengan hasil konfirmasi dengan pakar
budaya Sunda.

3 Temuan dan Pembahasan

Kebhinekaan adalah keunikan, kekayaan, dan identitas Indonesia. Kearifan lokal dapat didefinisikan
sebagai bentuk pengetahuan, kepercayaan, pemahaman, wawasan, praktik, atau etika
Meta-etnografi Kearifan Lokal Kedamaian TotalUrang Sunda 137

Gambar 1.Kedamaian TotalUrang Sunda

membimbing individu untuk berperilaku dalam komunitas ekologis dan menentukan martabat
manusia. Berdasarkan hasil meta-interpretasi, ditemukan bahwa kearifan lokalUrang Sunda
sebagai ciri eksistensial tercermin dalam hubungan kedamaian dan keharmonisan dalam diri
sendiri, dengan orang lain, dan dengan Tuhan-Semesta. Perdamaian dengan dimensi holistik
menjadi entitas budayaUrang Sunda,yang membentuk segitiga yang mencerminkan
keseimbangan dimensi diri, seperti yang ditunjukkan pada Gambar.1.
Konstruksi kedamaian total orang Sunda menempatkan Tuhan sebagai substansi
tertinggi dan secara eksplisit menyebut nama Tuhan dan Alam Semesta serta kesejajaran
antara kedamaian dengan diri sendiri dan kedamaian orang lain. Berbeda dengan konsep
perdamaian total yang dikembangkan oleh UNESCO [28], yang menempatkan kedamaian
batin sebagai ranah utama, dan substansi kedamaian dengan alam terkait dengan
keharmonisan dengan alam dan bumi pertiwi. Analisis dan sintesa konsep damai Sunda
menemukan metafora untuk menjelaskan hakikat damai dengan Tuhan dan Semesta,
damai dengan diri sendiri, dan damai sosial. Kedamaian menjadi identitas masyarakat
Sunda karena kata Sunda berasal dari kata Saunda, Sonda, dan Sundara. Saunda artinya
lumbung yang melambangkan kesuburan dan kemakmuran. Sonda artinya baik, prima,
gembira, dan bahagia menurut kata hati. Menurut bahasa sansekerta, sunda terbentuk dari
akar kata sunda yang berarti terang dan terang.8]. Kata bahasa sunda artinya bagus/bagus/
putih/bersih/cemerlang atau apapun yang mengandung kebaikan [29]. Kuatnya hubungan
asal kata Sunda dengan Damai juga ditegaskan dengan tujuan hidup masyarakat Sunda
yaitu hidup sejahtera, memiliki hati yang tenteram dan damai, memperoleh kemuliaan,
kedamaian, kebebasan selama-lamanya dan mencapai kesempurnaan[30]. Uraian tentang
kesempurnaan kedamaian total masyarakat Sunda disajikan sebagai berikut.

3.1 Konfigurasi Nilai Perdamaian Transendental dan Alam

Perdamaian Global dariUrang Sundaterkait dengan hubungan dengan Tuhan dan alam semesta.
Toleransi antar individu sebagai wujud nilai-nilai agama menimbulkan keharmonisan dalam
kehidupan dan meningkatkan kesadaran diri individu sebagai makhluk Tuhan untuk hidup
bersama dengan individu lainnya. Individu lain juga akan menjaga kita dan kerusakan akan
terhindari ketika individu mampu mempertahankan nilai-nilai ini. Agama sebagai warisan leluhur
dapat diartikan sebagai kepercayaan terhadap nenek moyang, pantangan, dan kegigihan untuk
membimbing seseorang dalam melestarikan lingkungan alam. Orang Sunda kontra dengan istilah
bencana alam, Karena ketika individu mampu merawat alam dengan hati-hati, alam tidak akan
menimbulkan bencana. Ini adalah bencana moral, bukan bencana alam.
138 I. Ilfiandra dkk.

Keharmonisan hubungan antara Tuhan dan alam direpresentasikan dalam kepercayaan Sunda
dalam ungkapan yang dinyanyikan dalam lagu berjudul “pupuh asmarandana”,
Eling-eling mangka eling
Rumingkang di bumi alam
Darma wawayangan bae
Raga taya pangawana
Lamun kasasar nya lampah
Nafsu nu matak kaduhung
Badan anu katempuhan
(Selalu ingat bahwa hidup di dunia ini seperti boneka, tubuh tidak berdaya, jika perilakunya
dikendalikan oleh nafsu, maka tubuh akan menerima akibatnya), “gaduh satapak munding seug
mun eling moal luput ma(Punya tanah seluas tapak kerbau dengan kepercayaan saja sudah
cukup). Mereka tidak mengakui bahwa mereka telah masuk Islam, tetapi mereka menginginkan
Islam datang kepada mereka. Selanjutnya, nilai-nilai agama yang dianut dapat dilihat melalui
ungkapan berikut “jalma senang, bisa tangtu tenang, jalma tenang pasti sena.”

Keintiman hubungan manusia dengan alam memiliki arti khusus bagi Urang Sunda.
Kedekatan hubungan dengan alam digambarkan melalui iman “leungit sirah cai, di tuar cai,
balangsak kahirupan jeung leuweung sumber kahirupan jeung kahuripan, ngajaga
leuweung sarupa jeung ngajaga kahirupan, miara leuweng sarupa jeung manjangkeun
kahirupanArtinya hutan memberikan banyak kehidupan bagi manusia, menjadi hutan sama
dengan hidup, menjaga hutan sama dengan memakmurkan hidup demi hidup. Dalam
konteks spasial “gunung luhur kayuan, lamping gawir awian, legok balongan, lebak
sawahan, dataran imahanArtinya, tidak banyak rekayasa tata letak dan zonasi kawasan yang
sangat bergantung pada kondisi lahan yang ada. Ekspresi “ulah nebang tangkal sisi laut bisi
jurigna ngamuk” dan “mimitina ngala daun, ngala kulit, ngala rangrang tuluy nuar
tangkalna” dan “lamun urang deukeut jeung alam, alam oge bakalan mere nyaho ka urang”,
divisi regional“leuweung geledegan, leuweung sampalan, leuweung titipan, dan “gunung
teu meunang dilebur, lebak teu meunang diruksak, areuy teu menang diteukteuk, cai teu
meunang ditua” mewakili bagaimana masyarakat Sunda sangat menghargai keberadaan
dan fungsi alam.Urang Sunda mendefinisikan alam sebagai makhluk dengan bahasanya
sendiri. Ketulusan dan kejujuran manusia dalam berinteraksi dengan alam mengantarkan
manusia menyadari tanda-tanda yang disampaikan oleh alam.

3.2 Mengonfigurasi Nilai Perdamaian Intrapersonal

Mengenai perspektif hubungan dengan diri pribadi,Urang Sunda berpandangan bahwa


manusia harus memiliki pandangan yang baik. Orientasi hidup dariUrang Sunda adalah "
hirup bagja, aman, tingtrim, ngahenang-ngahening, luhur darajat, ngeunah angeun
ngeunah angen, sampurna dunya aherat”. Adapun postulatnya adalah “hurip, waras,
cageur, bageur, bener, pinter, ludeung, silih asih, silih asuh, silih asah, sineger tengah”.
Keutamaan diri digambarkan dengan karakter catur, yaitu: (1) “leber wawanen” (berani
karena benar, takut karena salah, berjiwa patriotik, nasionalis tinggi”) “teu unggut kalinduan
teu gedag kaangin,” (2) “kukuh kana janji”, (3) “medang kamulyaan atau mengutamakan
keagungan hidup yang digambarkan dalam kehidupan sehari-hari”, (4) “silih asih silih asah
silih asuh, asih ti gusti, diasah ku alam, diasuh ku manusa”. Kepedulian akanUrang
Meta-etnografi Kearifan Lokal Kedamaian TotalUrang Sunda 139

milik Sundaidentitas tercermin dalam ungkapan, “kita boleh menjalani gaya hidup, tapi kita tidak
boleh meninggalkan gaya hidup kita.” Harmoni diri ditandai dengan kesadaran bahwa tindakan
setiap orang kembali ke individualitasnya. Dalam istilah Perdamaian, hal ini direpresentasikan
dalam ungkapan berikut “melak cabe moal jadi bonteng, melak hade moal jadi goreng,” artinya
kebaikan tidak akan melahirkan kejahatan.
Nilai-nilai etika dan moral yangUrang Sundamodal pribadi menuju keadaan Damai
dengan diri sendiri adalah: (1) manusia harus mampu menghadapi segala godaan dan
kesulitan hidup dengan kesabaran dan keyakinan; (2) manusia harus dapat
mengindahkan nasihat orang tuanya agar selamat dan sejahtera di dunia, dan di
akhirat, (3) anak harus berbakti, perhatian dan patuh kepada orang tuanya. Di sisi lain,
semangat persaingan, saling menjegal, perebutan rezeki, dan perebutan posisi harus
dicela dan ditekan seminimal mungkin. Jenis karakter ini tampaknya berbeda dengan
nilai-nilai yang biasanya dikembangkan dalam latar situasional pendidikan formal
suatu sekolah karena apa yang benar bagiUrang Sundaadalah "teu kunanaon teu
sakola ge nu penting nyakla.” Ekspresi "teu saba, teu boga, teu banda teu boga, teu
weduk teu bedas, teu gagah teu pinter, sareng amanat ti kolot secekap-cekapna sakieu
wa(tidak berpergian, tidak memiliki, tidak memiliki harta, tidak kebal, tidak kuat, tidak
gagah, tidak pintar dan itu adalah amanat dari leluhurnya) adalah orientasi dariUrang
Sunda nilai-nilai budaya sebagai dasar dinamika perilaku.

3.3 Konfigurasi Nilai Perdamaian Interpersonal

Urang Sundahubungan dengan individu lain tidak eksploitatif atau ekspansif, karena mereka
percaya orang lain adalah diri mereka sendiri. Keharmonisan dengan individu lain dibangun dan
dipelihara karena perilaku yang sesuai dengan prinsip-prinsip sebagai berikut: “mipit kudu amit,
ngala kudu menta, nganggo kudu suci, dahar kudu halal; kalawan ucap kudu sabenerna,
ngahargaan batur sarupa jeung ngahargaan diri soorangan(mengambil barang harus izin
pemiliknya, makan harus halal, ucapan dan perilaku harus jujur, menghargai orang lain sama
dengan menghargai diri sendiri). Harmoni dariUrang Sundahidup dengan orang lain tidak
terbatas pada hubungan dengan sosok yang terlihat secara fisik, tetapi juga dengan makhluk
dengan dimensi supranatural. Hal ini dijelaskan dalam ungkapan “hirupna manusa teu saukur
akur jeung batur selember, oge natangga jeung nu ngalebur”. Menekankan keharmonisan sosial
melalui ungkapan “nyukcruk galur, mapay hawangan, nete taraje nincak hambalan, legok ku
tapaknya, genteng ku kadekna, cilaka ku polahnArtinya dalam berbicara dan bertindak hendaknya
berhati-hati, menghormati sesama makhluk agar tidak dirugikan oleh perbuatannya. Ketika
menghadapi konflik dengan sikap “tiis ceuli herang panon atau aman tentra” dan “leules jeujeur
liat tali,” artinya ditangani dengan lembut namun tidak mengabaikan prinsip-prinsip yang dianut
untuk mencerminkan model resolusi yang dimiliki secara natural.

Urang SundaPerilaku empati tingkat tinggi dalam menempatkan orang lain sama pentingnya
dengan diri sendiri digambarkan dengan ungkapan bijak bahwa “upami tea mah katatamuan heug urang
keur digawe boh di sawah boh di kebon, pami kantun sapakeun deui kajeun tinggalkeun pacul mah di
dinya, tuturkan anu neang bilih aya kepentingan nanaon ulah rek aral, ulah rek subaha, ulah rek melang
kana paculeun(kalau ada tamu yang datang, sementara kita sedang bekerja di ladang atau kebun,
sementara pekerjaan kita masih sedikit lalu ada yang menjemput menyuruh tamu untuk segera
meninggalkan pekerjaan karena tamu tersebut sangat tertarik, jangan
140 I. Ilfiandra dkk.

kesal, jangan khawatir tentang meninggalkan pekerjaan. “Nilai kesadaran sosial terwakili dalam
ungkapan berikut “ngajaga ngariksa, sapapait samamanis, sabagja sacilaka, hirup silih tittipkeun
nya dir,” artinya dalam kehidupan setiap individu harus saling menjaga dan mengawasi, selalu
bekerjasama, saling mencintai dan percaya. Seorang individu perlu memegang keyakinan
berdasarkan semangat bahwa membantu orang lain adalah cara untuk membantu diri sendiri.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa KedamaianUrang Sundaholistik, ditandai dengan
harmoni individu di tingkat makrokosmos. Kearifan lokal dariUrang Sundamelampaui dimensi
kemandirian karena bertanggung jawab untuk menjaga keragaman dan kelestarian lingkungan,
keharmonisan sistem sosial, dan keseimbangan kehidupan antara dunia dan alam roh. Sebagai
nilai moral dan budaya, Perdamaian menjadi identitas komunalUrang Sundaserta lokus
eksistensial. Konfigurasi dari Urang Sundanilai-nilai Perdamaian lebih jauh menekankan bahwa
Perdamaian adalah kebutuhan setiap orang, seperti halnya kebahagiaan, keadilan, dan
kemakmuran [31]. Hal ini sejalan dengan pandangan Xiaoping & Enrong [32] bahwa moral dan
pemikiran tradisional menempatkan keharmonisan sebagai hal yang paling berharga dan
kekayaan spiritual. Integritas dimensi damai dariUrang Sundasejalan dengan Koejaraningrat [29]
memandang bahwa nilai budaya berkaitan dengan lima hal pokok, yaitu: nilai mengenai hakikat
hidup, karya manusia, kedudukan manusia dalam ruang dan waktu, hubungan manusia dengan
alam sekitarnya, dan hubungan manusia dengan sesamanya.
KedamaianUrang Sundatidak perlu dihadapkan pada definisi yang konklusif tentang arti
kedamaian karena bagi mereka Damai itu seperti udara, tidak terlihat tetapi sangat penting bagi
kehidupan. Hingga saat ini, tidak ada definisi Perdamaian yang diterima secara universal [2].
Perdamaian seringkali didefinisikan secara negatif sebagai tidak adanya perang, namun secara
ontologis, perdamaian bukan hanya masalah definisi, melainkan masalah makna [31].Urang
Sundapandangan filosofis, agama, dan budaya tentang perdamaian memiliki konotasi 'rasa
positif' yang tercermin dalam kata 'damai'.Urang Sundapemahaman damai sebagai kondisi damai
identik dengan 'ketenangan pikiran dan hati' [33]. Dari perspektif psikologis, Kedamaian adalah
konsistensi pikiran, perasaan, dan tindakan yang damai. Perilaku damai berarti menjaga
keharmonisan hubungan, perasaan damai adalah keharmonisan antar aspek diri, dan
kepercayaan serta nilai-nilai yang memfasilitasi hubungan yang harmonis adalah cerminan dari
sikap damai.34].
Sebagai bagian dari alam, orang Sunda mengandalkan estetikanya pada alam sekitar, baik
mikrokosmos maupun makrokosmos. Sebagai makhluk ciptaan Tuhan, masyarakat Sunda
mensyukuri harmonisasi estetik dalam kehidupannya dengan selalu bersyukur dan aman. Sebagai
orang yang mengejar kemajuan lahir dan batin, orang Sunda selalu menyelaraskan keinginan
estetika mereka secara proporsional. Dahulu masyarakat Sunda menganut pola pikir yang religius,
sama seperti manusia dimanapun [35]. Ketika menghadapi perbedaan pendapat atau konflik
dengan “tiis ceuli herang panon, tiis ti peuting ngeunah ti beurang, dan leuleus jeujeur liat tal
” (lembut, cegah konflik, jaga perdamaian tapi jangan abaikan prinsip yang dianut).
Umumnya masyarakat Tatar Sunda adalah masyarakat yang lemah lembut, religius, dan sangat
spiritual. Kecenderungan ini terlihat pada ucapan-ucapan tobat, asuh, kasih sayang, saling memuji, dan
saling melindungi. Selain itu, bahasa Sunda juga memiliki nilai-nilai kesopanan, kerendahan hati, hormat
kepada yang lebih tua, dan kasih sayang kepada yang kecil. Esensi nilai-nilai budaya Sunda adalah
tuntutan masyarakat Sunda untuk menjalani hidup dan penghidupan kepada Tuhan, kepribadiannya
dengan sesama manusia, dan alam.36]. satiwarna [37] menyatakan bahwa sejak
Meta-etnografi Kearifan Lokal Kedamaian TotalUrang Sunda 141

Pra-Islam, orang Sunda telah percaya pada Tuhan dan percaya pada satu Tuhan. Tuhan Maha
Mengetahui; oleh karena itu, manusia harus mengabdi dan berbakti kepada Tuhan.Urang Sunda
harus memiliki pandangan yang baik [38]. Lingkungan hidup akan bermanfaat jika dilestarikan,
dan kerusakan lingkungan terjadi karena sistem nilai yang menempatkan manusia bukan bagian
dari alam (kebijaksanaan lingkungan).Urang Sundalingkungan alam bukan untuk ditaklukkan
tetapi untuk dihormati, dipelihara, dan dirawat [39].
Definisi kedamaian yang memiliki dimensi intrapersonal dalamUrang Sundatercermin dalam
nilai-nilai bahwa setiap orang harus memiliki pandangan yang baik. Nilai-nilai ini adalah esensi
dan ontologi dariUrang Sunda, dibangun melalui dialektika diri. Kedamaian dari Urang Sunda
dipandang sebagai kondisi keharmonisan antara aspek-aspek diri [40], yang tercermin dalam
kepribadian yang damai [41], termasuk perilaku, keadaan, dan sikap. Kedamaian tercermin dalam
tindakan tanpa kekerasan dan terpeliharanya hubungan yang harmonis, lingkungan yang damai
tercermin dalam keharmonisan antar aspek diri, dan sikap damai tercermin sebagai keyakinan
dan nilai-nilai yang mendorong berkembangnya hubungan yang harmonis dan tanpa kekerasan.
Urang Sundahubungan dengan orang lain tidak eksploratif atau ekspansif karena orang lain pada
dasarnya adalah diri mereka sendiri [2].
Urang Sundahubungan interpersonal yang damai sama bergairahnya dengan nilai-nilai yang
membentuk fondasi damai dari model Pendidikan Kewarganegaraan Global. Misalnya nilai
penghormatan terhadap hak dasar dalam The Charter of Manden (Mali), interaksi berdasarkan
penghormatan dalam Ubuntu (Afrika Selatan); toleran terhadap perbedaan di Shura (Oman);
menghormati kebebasan, keadilan, dan ketertiban di Hurriya, Karama, Aadal, Nithaam (Tunisia),
kesejahteraan dan cinta untuk semua di Hongik-Ingan (Korea); tanggung jawab bersama untuk
membangun keadilan dalam Multikulturalisme (Kanada); kebebasan, kesetaraan dan
persaudaraan (Prancis); solidaritas dan saling melengkapi di Buen Vivir (Bolivia); dan manusia
menjadi bagian tak terpisahkan dari alam di Sumak Kawsay (Ekuador). Semua nilai
ditransformasikan ke dalam kerangka sekolah, dan nilai-nilai inti bangsa menjadi konstitusi
negara dan bagian dari kurikulum pendidikan.42].
Perdamaian digambarkan sebagai kondisi ideal dalam hubungan internasional sebagai tujuan
psikologis dan spiritual, hubungan antarkelompok antar kelompok etnis, hubungan interpersonal (dalam
keluarga dan pekerjaan), dan perdamaian intrapersonal. Kedamaian dalam semua konteks hubungan
dianggap sebagai hal yang penting bagi kesehatan dan kesejahteraan individu. Menurut Anderson [34]
perdamaian digambarkan sebagai situasi yang melibatkan tingkat kekerasan rendah dan tinggi di mana
individu, keluarga, komunitas atau bangsa berada dalam hubungan yang harmonis dan saling
menguntungkan. Lebih lanjut, Anderson menjelaskan bahwa konteks perdamaian dapat berada di dalam
individu (intrapersonal peace), di antara individu (interpersonal peace), di antara kelompok sosial (social
peace), di dalam masyarakat (civil peace), di dalam negara (national peace), di antara negara-negara
( perdamaian internasional) dan dengan alam (kedamaian alam), dan dengan realitas tertinggi atau
Tuhan (kedamaian eksistensial). Dalam konteks teori tingkat perdamaian yang dikembangkan oleh
Castro & Galace [9], catur karakter sebagai representasi dariUrang Sundakepribadian dapat
diklasifikasikan sebagai kedamaian pribadi, yang ditandai dengan nilai-nilai harga diri, sumber daya
batin, cinta dan harapan.
Pada tingkat esensi, nilai-nilai perdamaian dariUrang Sundauniversal seperti pada suku, etnis,
dan bangsa lain tetapi berbeda dalam sumber dan ekspresinya. Sebagai perbandingan, dalam
tradisi Jepang, nilai-nilai perdamaian cenderung lebih halus dalam relasi universal tempat
keberadaan manusia. Semesta dibangun melalui harmoni dan keteraturan simbiosis.
142 I. Ilfiandra dkk.

Urutan dibuat, dipelihara, dan diterjemahkan secara horizontal. Oleh karena itu, nilai-nilai
tradisional dikembangkan bersama dengan nilai-nilai transenden. Filosofi ini menekankan
keharmonisan dengan alam dan lingkungan sekitar, menghormati orang tua, orang dewasa, dan
leluhur, serta belajar tentang tatanan dan prinsip alam. Individu adalah makhluk kecil dan tak
berdaya dalam keberadaan alam semesta yang besar [43].
Masih dalam konteks nilai-nilai dalam budaya Jepang, agama lebih menekankan pada tradisi
pesan-pesan cinta damai yang menjadi modal belajar hidup bersama. Tradisi hidup bersama
sesuai dengan nilai-nilai kasih sayang, toleransi, peduli, saling pengertian, kolektivitas, dan
solidaritas. Saat ini, nilai-nilai tersebut dapat dilihat sebagai “lima prinsip hidup berdampingan
secara damai”. Nilai-nilai perdamaian, harmoni, dan non-kekerasan sangat penting bagi
perkembangan masyarakat. Menghormati orang tua dan orang dewasa, kepatuhan terhadap
tradisi dan norma, peduli dan mencintai anak-anak, serta interaksi yang damai dan ramah adalah
elemen penting dari kehidupan keluarga dan komunitas. Nilai-nilai ini juga diperkaya oleh emosi,
sentimen, dan perilaku.44].
Dalam konteks tradisi Jepang, agama berperan penting dalam menjaga nilai-nilai sosial.
Agama yang dianut memberikan 'dukungan teologis yang kuat untuk pemujaan leluhur serta
pembebasan jiwa dari kenyataan kesulitan hidup, menjanjikan kehidupan yang lebih bahagia di
kemudian hari. Menjaga kerukunan, menghormati orang tua, dan penguasa setempat,
menghindari konflik, serta menjaga kedamaian dan keharmonisan mungkin terkesan feodal,
sehingga nilai-nilai tradisional dapat berkonotasi negatif dan positif tergantung pada konteksnya [
43,44]. Kedamaian di semua domain diri penting untuk kesehatan dan kesejahteraan manusia.
Menurut Sheldon dan Kasser [45] Kesejahteraan dan kesehatan psikologis dapat terwujud
manakala aspek-aspek hubungan di berbagai tingkatan terintegrasi secara harmonis. Hubungan
interpersonal yang harmonis terkait dengan kesehatan dan kebahagiaan, dan sikap individu
dalam kelompok besar menentukan apakah negara menyebabkan perang atau mendorong
perdamaian.46].
Dalam konteks budaya Tionghoa, keharmonisan dengan alam tercermin melalui ungkapan
“keharmonisan dengan manusia adalah kenikmatan manusia, keharmonisan dengan surga adalah
kenikmatan surga” Dengan demikian, manusia adalah produk dan bagian integral dari alam.
Manusia “diciptakan oleh langit dan bumi”, dan setiap orang adalah saudara, sehingga harus
saling bertoleransi dan saling mengasihi. Manusia harus melindungi dan memelihara lingkungan
serta mengikuti hukum alam untuk mencapai “surga dan manusia dalam satu” dan keharmonisan
keberadaan antara dirinya dan lingkungan [32,44]. Harmoni menyangkut keseimbangan internal,
keharmonisan manusia dengan alam, keharmonisan antar individu, dan keharmonisan antar
negara. Keseimbangan tubuh dan jiwa (ketenangan) dipandang sebagai tataran cita tertinggi yang
diawali dengan pengendalian nafsu. Band yang bahagia hanya bisa mencapai pikiran damai.
Kesadaran diri, introspeksi diri, dan disiplin diri mulai mencapai keharmonisan mental dan fisik [32
,44].
Menggunakan parameter yang lebih spesifik seperti Global Peace Index, theUrang Sunda konsep
perdamaian total dapat disandingkan dengan nilai-nilai kearifan yang hidup dan berkembang di Finlandia
sebagai salah satu negara dengan indeks perdamaian yang tinggi. Menurut Sahlberg [47], bangsa Finlandia
adalah salah satu negara paling bahagia dan paling makmur di dunia. Soliditas, ketabahan, keuletan, dan
karakter mereka hidup berdampingan dengan ketenangan dan kelembutan. Orang Finlandia suka bersaing,
tetapi bekerja sama lebih merupakan karakter mereka yang sebenarnya. Menurut Sahlberg [47], orang Finlandia
cenderung pendiam tetapi membangun “kepercayaan” agar ikatan sosial mereka terjalin
Meta-etnografi Kearifan Lokal Kedamaian TotalUrang Sunda 143

sangat kuat. Kesetaraan dan keadilan adalah nilai-nilai penting dalam masyarakat Finlandia. Orang-orang cenderung tidak
membeda-bedakan kelompok, menghindari kegaduhan dan menyombongkan diri, dan mencoba mendengarkan orang
lain. Penting untuk melakukan kontak mata saat berkomunikasi; jika seseorang melihat ke bawah atau memalingkan
muka, itu bisa diartikan sebagai ketidakjujuran [2].
Pendidikan merupakan upaya normatif untuk mengembangkan individu
menjadi manusia seutuhnya dalam segala dimensi kedirian. Pendidikan
memiliki misi ganda sebagai pewaris nilai dan pengembangan nilai
kehidupan. Penggalian nilai-nilai budaya perdamaian dan kerukunan di latar
belakang berbagai bangsa dan suku menyiratkan bahwa Perdamaian adalah
tujuan mulia seluruh umat manusia, dan menjadi tugas pendidikan agar nilai-
nilai tersebut tetap dan berubah sesuai dengan semangat zaman. Rancangan
dan konstruksi landasan pedagogik pendidikan perdamaian yang diperkuat
oleh nilai-nilai budaya tidak semata-mata untuk penghayatan kearifan sejarah
agar pendidikan tidak kehilangan identitas budayanya.

3.4 Implikasinya terhadap Pedagogi Perdamaian

Pendidikan perdamaian adalah keharusan etika. Sistem etika kepercayaan tradisional, etika
kemanusiaan, dan spiritual masyarakat adat menjadi inspirasi dan misi Perdamaian. Sebagai
kearifan lokal, tentu butuh proses panjang sebelum nilai-nilai perdamaian terbukti mengandung
kebaikan sepanjang hayat. Kesaksian dalam aspek ini menjadikan kearifan lokal sebagai tradisi
yang mengakar dalam kehidupan individu. Sampai batas tertentu, nilai-nilai abadi tertanam di
setiap aspek situs budaya.
Pendidikan perdamaian harus berpijak pada nilai kearifan lokal agar individu mampu
memahami nilai kebenaran dan kebaikan universal dalam makrokosmos kehidupan. Melalui
pendidikan, setiap individu harus mampu melayani tidak hanya dirinya sendiri tetapi juga
masyarakat luas dan mengembangkan hubungan yang baik dengan Tuhan, Sang Pencipta. Tanpa
kehilangan jati diri yang otentik, seseorang harus mengikuti esensi nilai-nilai kehidupan yang di
dalamnya kebenaran dan kebaikan diakui secara umum.38].
Menggali nilai kearifan lokal sebagai basis budaya untuk pendidikan perdamaian tidak semata-mata
untuk sitologi dan romantisme sejarah tetapi kebangkitan agar tidak hilang ditelan zaman.48]. Dalam
konteks kekinian, nilai-nilai Kedamaian Seutuhnya ini harus diwariskan kepada generasi muda yang
hidup dalam semangat zaman yang berbeda. Dalam dunia pendidikan, seni hidup rukun dan damai serta
kohesi sosial harus diajarkan kepada siswa sebagai nilai-nilai praktis. Karena kita semua tahu bahwa
penekanan berlebihan pada pembelajaran kognitif cenderung menghambat perkembangan dimensi
emosional, sosial, moral dan manusia [9]. Bahkan pendidikan yang tidak membekali seseorang dengan
kemampuan untuk hidup damai bukanlah pendidikan yang benar-benar berarti.49]. Hal ini dapat
mempengaruhi proses pembelajaran tentang kedamaian dan kesejahteraan di dalam kelas menjadi tidak
terlihat.7,50].
Bagaimana mewariskan nilai-nilai damai kepada siswa menjadi pembahasan tersendiri karena akan
dihadapkan pada apakah pendidikan menggunakan atau menghasilkan nilai. Pendidikan didefinisikan
sebagai proses sadar yang diterima secara sosial dan melayani tujuan sosial. Pendidikan sarat dengan
nilai karena semua proses manusia adalah proses pendidikan yang bernilai. Karena pendidikan dan
kebudayaan memiliki hubungan yang tidak dapat dipisahkan. Ketika datang ke pendidikan, budaya juga
berpartisipasi di dalamnya. Oleh karena itu, tidak akan ada budaya tanpa pendidikan
144 I. Ilfiandra dkk.

praktik pendidikan selalu berada di bawah ruang lingkup budaya. Pendidikan dalam konteks ini berarti
musyawarah, yaitu, “setiap masyarakat berusaha mentransmisikan gagasan-gagasan mendasar
mengenai hakikat dunia, pengetahuan, dan nilai-nilai yang dianutnya” [51].
Masalah klasik dalam pewarisan kearifan lokal yang mengandung nilai perdamaian total adalah
ketergantungan pada tradisi [6], sedangkan pendidikan perdamaian menekankan kreativitas guru.
Pendidikan perdamaian akan lebih efektif dan bermakna jika diadopsi sejalan dengan konteks budaya,
kebutuhan, dan aspirasi suatu negara. Pendidikan perdamaian harus diperkaya dengan nilai-nilai budaya
dan spiritual yang sejalan dengan nilai-nilai universal. Tidak ada waktu yang tepat selain sekarang untuk
mengembangkan budaya damai [52]. Tidak ada tanggung jawab sosial yang lebih besar daripada
mempromosikan perdamaian di bumi. Upaya perdamaian global hanya akan berhasil melalui
pendekatan kolektif berdasarkan rasa saling percaya, dialog, dan kolaborasi. Elemen pendidikan
perdamaian harus dimasukkan ke dalam pengajaran pedagogi dalam derajat apapunSpendidikan.
Pendidikan perdamaian merupakan suatu konsep holistik dan kondisi yang tidak dapat dikembangkan
melalui kerangka tes catatan kuliah, tetapi harus memasukkan unsur berpikir kritis, refleksi, dan
partisipasi aktif seluruh komponen sekolah dan dapat diintegrasikan ke dalam banyak disiplin ilmu.

Banyak negara telah mengintegrasikan konsep perdamaian, sikap, nilai, dan keterampilan
sosial ke dalam kurikulum sekolah. Beberapa negara menempatkan nilai sebagai bagian dari
pendidikan moral, terkait dengan nilai-nilai agama, dan lainnya menempatkan nilai dalam
perspektif budaya dan ekonomi.44]. Namun, orang beranggapan bahwa nilai-nilai tersebut akan
dapat meningkatkan kualitas hidup individu dan masyarakat. Pendekatan holistik diperlukan
karena pendidikan nilai merupakan bagian integral dari pembelajaran dan tidak terpisah dari
pembelajaran kognitif. Sekolah merupakan wahana pendidikan yang perlu diarahkan untuk
membangun penghargaan terhadap budaya masyarakat sekitar. Grup Holmes [53] menyatakan,
“sekolah perlu menjadi jembatan antara budaya arus utama dan kehidupan serta budaya
siswanya.” Entitas budaya dan kearifan lokal dapat menjadi sumber acuan bagi aspek moral,
sosial, dan spiritual dari perilaku dan disposisi untuk mengubah perdamaian menjadi kehidupan
pribadi dan sosial.
Munculnya istilah pedagogi perdamaian akan sama dengan munculnya varian-
varian istilah yang melekat pada kata pedagogi, misalnya eco pedagogy, etnofilosofi,
etnopsikologi, etnomusikologi, etnopolitik, dan sebagainya.51]. Pentingnya pendidikan
menuju perdamaian telah dikemukakan sejak tahun 1920-an oleh Ki Hajar Dewantara
sebagai Bapak Pendidikan Indonesia. Ia menekankan pendidikan berdasarkan prinsip
ketertiban dan perdamaian. Ketertiban tidak akan tercapai jika tidak bersandar pada
perdamaian. Di sisi lain, tidak seorang pun akan hidup damai jika hidupnya terhalang.
Namun ketertiban dan kedamaian yang tercipta di sekolah harus bebas dari paksaan
yang difasilitasi melalui metode demokrasi. Pendidikan perdamaian lebih merupakan
praktik daripada teori karena pendidikan adalah proses untuk membangkitkan
kesadaran tentang hakekat manusia dan bagaimana seorang individu harus
berinteraksi dengan alam dan orang lain. Termasuk belajar merawat dan menjaga
lingkungan. Dalam penerapan ilmu pendidikan, pendidikan perdamaian tidak
termasuk dalam bentuk mata pelajaran khusus.48].
Di banyak ruang kelas, sebagian besar pengajaran menggunakan pendekatan “belajar tentang” atau
“belajar untuk”. Pendekatan berbasis pengetahuan untuk belajar dengan penekanan pada fakta, konsep,
tanggal, dan asimilasi dan interpretasi fakta. Pendekatan 'belajar untuk' berfokus pada perolehan
Meta-etnografi Kearifan Lokal Kedamaian TotalUrang Sunda 145

nilai-nilai dan mengembangkan keterampilan yang memungkinkan Anda untuk menerapkan apa yang Anda
pelajari. Pendekatan “belajar di dalam atau melalui” adalah proses pembelajaran aktual yang dianggap relevan
dengan pendidikan perdamaian [54]. Pengetahuan dan keterampilan hidup damai harus diperkuat melalui
proses refleksi selama kegiatan pembelajaran, setelah kegiatan pembelajaran, dan untuk tindakan jangka
panjang.54, 55].
Pendidikan perdamaian adalah fundamental, dan pedagogi transformatif dianggap tepat sebagai
strategi yang tepat [56] karena tidak hanya berkutat pada masalah hasil tetapi sangat menghargai
prosesnya [57]. Pedagogi perdamaian lebih merupakan praktik daripada teori [49]. Namun, untuk
mewujudkan budaya perdamaian diperlukan pemahaman yang lebih baik tentang perdamaian dan
perang, termasuk pemahaman tentang bagaimana hidup damai sebagai warga negara dalam
masyarakat yang demokratis.58]. Pengembangan sumber daya sangat penting untuk membantu para
pendidik dan administrator untuk mengimplementasikan pendidikan perdamaian dalam
mengembangkan budaya perdamaian [59]. Konten pendidikan perdamaian dapat berupa pengetahuan
dan keterampilan yang menekankan pada peristiwa sehari-hari di kelas, yang membimbing siswa untuk
menjadi pembawa damai dalam kehidupan mereka sendiri [55]. Dengan demikian, konfigurasi nilai dari
Urang Sundakearifan lokal dalam konstruksi perdamaian total dapat menjadi acuan guru dalam
memperkuat misi hadir di kelas. Guru menjadi agen perdamaian, perlunya kreatifitas guru dalam
menularkan nilai-nilai perdamaian kepada siswa, dan mengisi pedagogi perdamaian dengan
mengangkat peristiwa-peristiwa yang dekat dengan dunia siswa sebagai bahan untuk merangsang
perkembangan siswa. kapasitas dan kecenderungan damai.

4. Kesimpulan

Setiap suku bangsa memiliki kearifan lokal yang diturunkan dari generasi ke generasi untuk
menjaga keragaman, kelestarian lingkungan, keharmonisan sistem sosial, dan keseimbangan
antara kehidupan duniawi dan spiritual. Esensi kearifan lokal dariUrang Sunda adalah tuntutan
untuk menjalani hidup dan penghidupan tentang Tuhan, dengan manusia, dengan sesama
manusia, dan dengan alam. Nilai-nilai kearifan lokal yang berlaku dalam masyarakat Sunda
dikemas dalam bentuk sistem kepercayaan dan mitologi. Nilai-nilai damai dariUrang Sunda
bersinggungan dengan nilai-nilai kebajikan yang berlaku secara universal lintas suku, budaya,
agama, bahkan negara. Karena bersifat abadi, maka pendidikan perdamaian harus
mengedepankan nilai-nilai lokal sebagai landasan dan muatan pendidikan perdamaian. Pedagogi
perdamaian sebagai “usaha yang terhormat” dapat diposisikan sebagai tujuan dan proses dalam
kerangka pengembangan zona perdamaian di sekolah. Strategi ini memperkuat pengetahuan,
sikap, dan keterampilan siswa agar menjadi agen perdamaian dalam kehidupan sehari-hari yang
erat kaitannya dengan identitas budaya lokalnya.

Terima kasih.Kami berterima kasih kepada Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi yang
telah mendanai penelitian ini. Juga kepada Universitas Pendidikan Indonesia yang telah mengizinkan kami
melakukan penelitian yang telah menjadi pengalaman berharga.
146 I. Ilfiandra dkk.

Referensi

1.HS Shapiro,Mendidik Pemuda untuk Dunia yang Melampaui Kekerasan. Springer, 2010. doi:https://doi.
org/10.1057/9780230115392.
2. S. Kartadinata, R. Setiadi, dan Ilfiandra, “Pedagogi Pendidikan Kedamaian: Rujukan
Pengembangan Sekolah Aman dan Damai,”Univ. Pendidik. Indonesia. Tekan, P. 46, 2018.
3. Smith dan T. Vaux, “Pendidikan, Konflik, dan Pembangunan Internasional. London: Departemen
Pembangunan Internasional.” 2003.
4. J. Delors, “Harta karun di dalam: Belajar untuk mengetahui, belajar untuk melakukan, belajar untuk hidup
bersama dan belajar untuk menjadi. Berapa nilai harta itu 15 tahun setelah diterbitkan?”Int. Pendeta
Pendidikan., vol. 59, tidak. 3, hlm. 319–330, 2013, doi:https://doi.org/10.1007/s11159-013-9350-8.
5.Ş. Calp, “Sekolah yang damai dan bahagia: Bagaimana membangun lingkungan belajar yang positif,”
Int. Elektron. J.Elem. Pendidikan, vol. 12, tidak. 4, 2020, doi:https://doi.org/10.26822/iejee.202045
9460.
6. S. Buchori, S. Kartadinata, S. Yusuf, Ilfiandra, N. Fakhri, dan S. Adiputra, “Mengembangkan kerangka
pendidikan perdamaian bagi guru sekolah dasar di Indonesia,”Int. J.Belajar. Mengajar. Pendidikan
Res., vol. 20, tidak. 8, 2021, doi:https://doi.org/10.26803/IJLTER.20.8.14.
7. R. Setiadi, S. Kartadinata, Ilfiandra, dan A. Nakaya, “Model Pedagogi Perdamaian untuk
Pengembangan Budaya Damai dalam Sebuah Setting Pendidikan,”Jurnal Psikologi Terbuka, vol. 10,
tidak. 1. openpsychologyjournal.com, hlm. 182–189, 2017. doi:https://doi.org/10.2174/187435
0101710010182.
8. S. Kartadinataet al., “Menjelajahi nilai-nilai perdamaian dalam konteks budaya sekolah
Indonesia dan Finlandia: Kajian perkembangan pedagogi perdamaian,”Pria India, vol. 96,
tidak. 5, hlm. 1485–1504, 2016.
9.LN-C. Castro dan J. Nario-Galace,Pendidikan perdamaian: Sebuah jalan menuju budaya perdamaian. Pusat
Pendidikan Perdamaian, Miriam College, 2008.
10. AKU Haris,Pendidikan Perdamaian di Dunia Postmodern. taylorfrancis.com, 2013. doi:https://
doi.org/10.4324/9781315046396.
11. CC Carter, “Persiapan Guru untuk Pendidikan Perdamaian,”Konflik Tegas. Pendidikan Perdamaian., hlm. 187–
205, 2010, doi:https://doi.org/10.1057/9780230107830_8.
12. D. Wahyudin, “Kurikulum Pendidikan Perdamaian dalam Konteks Education Sustainable Development (Esd),”J.
Mempertahankan. Dev. Pendidikan Res., vol. 2, tidak. 1, hal. 21, 2018, doi:https://doi.org/10. 17509/
jsder.v2i1.12354.
13.Ö. C. Karacaoğlu, “ÖĞRETMENLERİN SINIF İÇİ YETERLİKLERİNE İLİŞKİN BİR
ARAŞTIRMA (Ankara İli Örneği),”Elektron. Sos. Bilim. Derg., vol. 8, tidak. 30, hlm.
62–78, 2009.
14. G. Salomon, “Apakah pendidikan perdamaian membuat perbedaan dalam konteks konflik yang sulit
diselesaikan?”Konflik Perdamaian, vol. 10, tidak. 3, hlm. 257–274, 2004, doi:https://doi.org/10.1207/s15327
949pac1003_3.
15.AL Wenden,Mendidik untuk budaya perdamaian sosial dan ekologis. Suny Press, 2004.
16. CC Carter dan S. Vandeyar, “Persiapan Guru untuk Pendidikan Perdamaian di Afrika Selatan dan
Amerika Serikat,”Pendidikan Perdamaian. Konflik Soc. Pasca-Konflik., hlm. 247–261, 2009, doi:https://
doi. org/10.1057/9780230620421_16.
17. BL Wright, “Pendidikan perdamaian: Bayangkan masa depan di aporea universitas,” Disertasi
dan Tesis ProQuest. central.bac-lac.gc.ca, hal. 291, 2014. [Online]. Tersedia: http://
ezphost.dur.ac.uk/login?url=https://search.proquest.com/docview/1634513796?acc
ountid=14533%0Ahttp://openurl.ac.uk/ukfed:dur.ac .uk?genre=disertasi+%26+theses&
issn=&title=Peace+education%3A+Imag%28e%29%28in%29ing+a+future+in+the+apo
rea+of+the+university
Meta-etnografi Kearifan Lokal Kedamaian TotalUrang Sunda 147

18.G. Salomon,Peran Mindfulness dalam Pendidikan Perdamaian dalam Konteks Konflik, vol. 1–2.
psycnet.apa.org, 2014. doi:https://doi.org/10.1002/9781118294895.ch58.
19. KGCunninghamandC. E. Loyle, “Pengantar Fitur Khusus tentang Proses Dinamis Pemerintahan
Pemberontak,”J. Resolusi Konflik., vol. 65, tidak. 1, 2021, doi:https://doi.org/10.1177/
0022002720935153.
20. S. Gill dan U. Niens, “Pendidikan sebagai humanisasi: tinjauan teoretis tentang peran pedagogi dialogis dalam
pendidikan pembangunan perdamaian,”Membandingkan, vol. 44, tidak. 1, hlm. 10–31, 2014, doi:https://
doi.org/10.1080/03057925.2013.859879.
21. M. Bajaj, “'Pedagogi perlawanan' dan praksis pendidikan perdamaian kritis,”J. Pendidikan Perdamaian.
, vol. 12, tidak. 2, hlm. 154–166, 2015, doi:https://doi.org/10.1080/17400201.2014.991914.
22. SKM, “Kearifan Lokal di arus Global,”Pikiran Rakyat Ed. 30, vol. 30, 2005.
23. MA Syufa'at, H. Cahyono, and A. Madkur, “Gerakan Agama dan Budaya Komunitas Sekelik
Sedulur dalam Mencegah Konflik Etnis di Lampung Tengah,”Ri'ayah J.Sos. dan Keagamaan,
vol. 2, tidak. 01, hal. 64, 2018, doi:https://doi.org/10.32332/riayah.v2i01.1011.
24.D.Kosasih,Idiom Sunda Sebagai Landasan Pengembangan Pendidikan Kedamaian.
repository.upi.edu, 2018. [Online]. Tersedia:http://repository.upi.edu/id/eprint/36340
25. Creswell,Perencanaan Penelitian Pendidikan, Pelaksanaan, dan Evaluasi Penelitian Kuantitatif
dan Kualitatif Edisi Keempat. New Jersey: Pendidikan Pearson, 2012.
26. MD Gall, JP Gall, dan WR Borg, “Penelitian pendidikan: pengantar (8.utg.),”AE
Burvikovs, Red.) USA Pearson, 2007.
27. GW Noblit, RD Hare, dan RD Hare,Meta-etnografi: Sintesis studi kualitatif, vol. 11.
bijak, 1988.
28. T. Jenkins, “Institut Internasional untuk Pendidikan Perdamaian (IIPE) & Institut Pendidikan
Perdamaian Berbasis Komunitas (CIPE),”Ensiklopedia pendidikan perdamaian. Diambil Januari
. tc.columbia.edu, 2008. [Online]. Tersedia:https://www.tc.columbia.edu/epe/epe-entries/Jen
kins_IIPE_28feb08.pdf
29. ES Ekadjati, “Sejarah Sunda,”Masy. Sunda dan Kebudayaannya, hlm. 76–124, 1984.
30.S.Warnaen,Pandangan hidup orang sunda seperti pantulan dalam tradisi lisan dan sastra
sunda: penelitian tahap ii konsistensi dan dinamika., vol. 1. Bagian Proyek Penelitian dan
Pengkajian Kebudayaan Sunda (Sundanologi …, 1987.
31. C. Webel dan J. Galtung,Handbook Studi Perdamaian dan Konflik. 2007. doi:https://doi.org/
10.4324/9780203089163.
32. G. Xiaoping dan S. Enrong, “Studi Kasus Nilai Inti Perdamaian dan Harmoni Tiongkok,” Mengajar. Inti Asia-
Pasifik menghargai perdamaian Harmon. Sebuah Sumberb. Mengajar., hlm. 35–59, 2004.
33.K.Kuiper,Ensiklopedia sastra Merriam-Webster, vol. 33, tidak. 01. Merriam-Webster, 1995.
doi:https://doi.org/10.5860/choice.33-0039.
34. R. Anderson, “Definisi perdamaian.,”Konflik Perdamaian J. Psikologi Perdamaian., vol. 10, tidak. 2, hal. 101,
2004.
35. J. Sumardjo, “Kosmologi dan Pola Tiga Sunda,”J. Imaji Maranatha, vol. 4, tidak. 2, hal. 103, 2009,
[Online]. Tersedia:https://media.neliti.com/media/publications/218259-kosmologidan-pola-
tiga-sunda.pdf
36. S. Susanti, D. Mulyana, dan NA Damayani, “Penulis Sunda Sebagai Pelestari Budaya,”
J. Kaji. Inf. dan Perpust., vol. 1, tidak. 2, hal. 179, 2013, doi:https://doi.org/10.24198/jkip.v1i2.
11046.
37. DJ M,Ds, “Konsep Keindahan Budaya Rupa Dalam Naskah Sunda Kuno,”J.Budaya Nusant., vol. 1,
tidak. 2, hlm. 101–105, 2018, doi:https://doi.org/10.36456/b.nusantara.vol1.no2. a1571.
148 I. Ilfiandra dkk.

38. E. Risdayah, HAI Setiawan, HR Aziz, dan HE AS, “Budaya Sunda Dalam Perspektif Islam,”https://
Medium.Com/. PT Remaja Rosdakarya Bandung, 2021. [Online]. Tersedia: https://
medium.com/@arifwicaksanaa/pengertian-use-case-a7e576e1b6bf
39. E. Suryaatamana, UA Darsa, A. Erlyane, and T. Wartini,Paririmbon Sunda (Jawa Barat).
Direktorat Jenderal Kebudayaan, 1992.
40. GK Sims, LL Nelson, dan MR Puopolo, “Pengantar Kedamaian Pribadi: Perspektif
Psikologis,” 2014, hlm. 1–6. doi:https://doi.org/10.1007/978-1-4614-936 6-2_1.

41. LL Nelson, “Psikologi perdamaian harus mencakup studi tentang individu yang damai,”Saya.
Psikol., vol. 69, tidak. 6, hal. 626, 2014, doi:https://doi.org/10.1037/a0037415.
42. SH Toh dan V. Cawagas, “Membangun budaya perdamaian melalui pendidikan kewarganegaraan global:
Pendekatan yang diperkaya untuk pendidikan perdamaian,”Anak. Pendidikan, vol. 93, tidak. 6, hlm. 533–537,
2017, doi:https://doi.org/10.1080/00094056.2017.1398570.
43. M. Osoegawaet al., "Perubahan waktu dan perbedaan geografis dalam fenotipe multiple sclerosis
dalam bahasa Jepang: Hasil survei nasional selama 30 tahun,"Banyak. Scler., vol. 15, tidak. 2, 2009,
doi:https://doi.org/10.1177/1352458508098372.
44. Z. Nan-Zhao dan B. Teasdale,Mengajar nilai-nilai inti perdamaian dan harmoni Asia-Pasifik:
buku panduan untuk guru. Unesco Bangkok, 2004.
45. KM Sheldon dan T. Kasser, “Koherensi dan Kesesuaian: Dua Aspek Integrasi
Kepribadian,”J. Pers. Soc. Psikol., vol. 68, tidak. 3, hlm. 531–543, 1995, doi:https://
doi.org/10. 1037/0022-3514.68.3.531.
46. S. Lyubomirsky, L. King, dan E. Diener, “Manfaat dari pengaruh positif yang sering: Apakah
kebahagiaan mengarah pada kesuksesan?”Psikol. Banteng., vol. 131, tidak. 6, hlm. 803–855, 2005,
doi:https://doi.org/10.1037/0033-2909.131.6.803.
47. Sahlberg Pasi,Pelajaran Bahasa Finlandia: Mengajar Lebih Sedikit, Belajar Lebih Banyak ala Finlandia.
Kaifa, 2014.
48. Ilfiandra, S. Kartadinata, and I. Saripah, “Pengembangan Bimbingan dan Konseling Bermuatan
Nilai-nilai Kedamaian untuk Membangun Budaya Damai pada Remaja,” Bandung, 2015.

49. R. Setiadi dan Ilfiandra, “Peace Education Pedagogy: A Strategy to Build Peaceful Schooling,” dalam
Konferensi Internasional tentang Psikologi Pendidikan dan Pedagogi- “Keanekaragaman dalam
Pendidikan” (ICEPP 2019), 2020, hlm. 161–166. doi:https://doi.org/10.2991/assehr.k.200 130.105.

50. S. Kartadinata, R. Setiadi, and Ilfiandra, “Pengembangan model pedagogi ketenangan untuk
membangun budaya damai pada jalur pendidikan formal (laporan penelitian unggulan PT),”
LPPM Univ.Bandung Pendidik. Indonesia., 2016.
51. AC Alwasilah, S. Karim, dan K. Tri,Etnopedagogi Landasan Pratek Pendidikan dan
Pendidikan Guru. Kiblat Buku Utama, 2009.
52.J.De Rivera,Handbook Membangun Budaya Damai. Springer, 2009. doi:https://doi.org/
10.1007/978-0-387-09575-2.
53.J. Lanier Taacket al.,Sekolah Pendidikan Masa Depan: Sebuah Laporan dari Holmes Group. Grup
Holmes, 1990.
54. J. Gray-Donald dan D. Selby,Perbatasan hijau: Pendidik lingkungan menjauh dari
mekanisme. BRIL, 2008.
55. J. McLeod dan R. Reynolds,Pedagogi damai: mengajarkan hak asasi manusia melalui
kurikulum. Penerbitan David Barlow, 2010.
56. U. IICBA, “Kerangka dukungan dan motivasi guru untuk Afrika: Pola yang muncul,”Addis
Ababa: IICBA, 2017.
Meta-etnografi Kearifan Lokal Kedamaian TotalUrang Sunda 149

57. NM Wells dan GW Evans, "Alam Terdekat: Penyangga tekanan hidup di antara anak-anak pedesaan,"
Mengepung. Perilaku., vol. 35, tidak. 3, 2003, doi:https://doi.org/10.1177/0013916503035003001.
58. DT Snauwaert, “Keharusan pendidikan perdamaian: alasan demokratis untuk pendidikan perdamaian sebagai
tugas sipil,”J. Pendidikan Perdamaian., vol. 17, tidak. 1, hlm. 48–60, 2020, doi:https://doi.org/10.1080/
17400201.2020.1713068.
59. NA Nadhirah dan Ilfiandra, “Menumbuhkan Model Perdamaian untuk Pengembangan
Kompetensi Hidup Damai Remaja,” 2020. doi:https://doi.org/10.2991/assehr.k.200130.109.

Akses terbukaBab ini dilisensikan berdasarkan ketentuan Lisensi Internasional Creative Commons
Attribution-NonCommercial 4.0 (http://creativecommons.org/licenses/by-nc/4.0/), yang mengizinkan
penggunaan, pembagian, adaptasi, distribusi, dan reproduksi nonkomersial apa pun dalam media atau
format apa pun, selama Anda memberikan kredit yang sesuai kepada penulis(-penulis) asli dan
sumbernya, memberikan tautan ke lisensi Creative Commons dan menunjukkan jika perubahan dibuat.
Gambar-gambar atau materi pihak ketiga lainnya dalam bab ini termasuk dalam lisensi Creative
Commons bab tersebut, kecuali dinyatakan sebaliknya dalam kredit materi. Jika materi tidak termasuk
dalam lisensi Creative Commons bab ini dan tujuan penggunaan Anda tidak diizinkan oleh peraturan
undang-undang atau melebihi penggunaan yang diizinkan, Anda harus mendapatkan izin langsung dari
pemegang hak cipta.

Anda mungkin juga menyukai