Anda di halaman 1dari 19

Diterjemahkan dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia - www.onlinedoctranslator.

com

Praktek Konseling Pribumi...

Jurnal Konseling Religi


ISSN : 1907-7238
E-ISSN : 2477-2100
DOI : http://dx.doi.org/10.21043/kr.v11i1.6899
Vol. 11 No.1 Tahun 2020 http://journal.stainkudus.ac.id/

index.php/konseling

IAIN Pekalongan, Pekalongan, Indonesia

nadhifatuz.zulfa@iainpekalongan.ac.id

Abstrak

Kota Pekalongan merupakan salah satu simpul strategis pantai utara Jawa yang memiliki keragaman etnis seperti Jawa, Arab, Tionghoa, dan beberapa etnis di Indonesia

seperti Sunda, Madura dan lain-lain. Ada beberapa treatment budaya yang mengarah pada proses penyuluhan yang dilakukan oleh masyarakat kota Pekalongan (indigenous

Counseling). Bimbingan Adat adalah layanan konseling yang merupakan solusi dari hambatan budaya, baik dari cx nilai norma atau bahasa di masyarakat, implementasi yang

dapat menjadi intervensi alternatif bagi orang-orang yang memiliki pemikiran, kepercayaan pada praktik tradisional di mana mereka berada dalam mengatasi masalah hidup.

Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui praktik konseling adat di kota Pekalongan. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research), dengan pendekatan

fenomenologi, dan desain penelitian kualitatif deskriptif dan metode pengumpulan data melalui wawancara, observasi dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

praktik konseling adat terbagi menjadi dua jenis, yaitu tradisi/ritual penyuluhan adat dan intervensi penyuluhan adat. Teknik pendekatan indigenous yang sudah ada di kota

Pekalongan terbagi menjadi dua jenis yaitu jenis Putihan dan abangan. Diharapkan pengetahuan praktik konseling indigenous di Kota Pekalongan dapat menyumbangkan

ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang bimbingan dan konseling serta diharapkan ada pengujian empiris dari segi model dan teknik konseling dari pendekatan

indigenous yang digunakan untuk mengatasi masalah tersebut. permasalahan kehidupan masyarakat setempat. dan deskriptif kualitatif dengan rancangan penelitian dan

metode pengumpulan data melalui wawancara, observasi dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa praktik konseling adat terbagi menjadi dua jenis, yaitu

tradisi/ritual penyuluhan adat dan intervensi penyuluhan adat. Teknik pendekatan indigenous yang sudah ada di kota Pekalongan terbagi menjadi dua jenis yaitu jenis Putihan

dan abangan. Diharapkan pengetahuan praktik konseling indigenous di Kota Pekalongan dapat menyumbangkan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang bimbingan dan

konseling serta diharapkan ada pengujian empiris dari segi model dan teknik konseling dari pendekatan indigenous yang digunakan untuk mengatasi masalah tersebut.

permasalahan kehidupan masyarakat setempat. dan deskriptif kualitatif dengan rancangan penelitian dan metode pengumpulan data melalui wawancara, observasi dan

dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa praktik konseling adat terbagi menjadi dua jenis, yaitu tradisi/ritual penyuluhan adat dan intervensi penyuluhan adat.

Teknik pendekatan indigenous yang sudah ada di kota Pekalongan terbagi menjadi dua jenis yaitu jenis Putihan dan abangan. Diharapkan pengetahuan praktik konseling

indigenous di Kota Pekalongan dapat menyumbangkan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang bimbingan dan konseling serta diharapkan ada pengujian empiris dari

segi model dan teknik konseling dari pendekatan indigenous yang digunakan untuk mengatasi masalah tersebut. permasalahan kehidupan masyarakat setempat.

Kata kunci: penyuluhan adat, Masyarakat kota Pekalongan, budaya

36 Konseling Religi Jurnal Bimbingan Konseling Islam


Nadhifatuz Zlfa

Kota Pekalongan atau dikenal dengan Kota Batik merupakan kota


di kawasan Pantai Utara yang merupakan salah satu simpul strategis
pantai utara Jawa. Karena letaknya yang strategis menjadi surga bagi
berbagai budaya (Hendro dan Sari, 2018: 385). Terdapat berbagai etnis
yang tinggal di Kota Pekalongan termasuk etnis keturunan orang asing
yang telah lama menetap di Pekalongan dan telah melewati sejarah
panjang dalam proses menjadi bagian dari masyarakat Kota Pekalongan.
Hal tersebut menjadikan masyarakat Kota Pekalongan sebagai
masyarakat yang heterogen yang terdiri dari berbagai suku, budaya,
etnik dan kelompok (Kinasih, 2013: 39). Ada suku Jawa, Melayu, Minang,
Batak, Makassar, Cina, Arab, dan etnis di Indonesia seperti Sunda,
Madura dan sebagainya.

Dari budaya yang ada di kota Pekalongan, ada tradisi yang


mengandung nilai-nilai yang bisa kita ambil, dan ada beberapa treatment
budaya yang mengarah pada proses penyuluhan yang dilakukan oleh
masyarakat kota Pekalongan. Pelaksanaan kegiatannya terkadang dilakukan
oleh masyarakat itu sendiri, atau membutuhkan tokoh sebagai pembimbing
adat dalam membantu proses kegiatan adat atau sebagai tokoh rujukan.
Misalnya budaya Lopisan/Syawalan/Krapyakan (Rosidin, 2016:15), Budaya
Ziarah dan Tahlilan, Budaya Suwuk untuk mengatasi anak rewel, Budaya
Pesantren, Budaya Bancaan atau Slametan Syuro, Rebu Wekasan, dan masih
banyak lagi budaya dan kegiatan adat lainnya. di kota Pekalongan (BPBD,
2014: 20) yang dapat diambil nilai penyuluhannya,

Merujuk pada hakikat makna konseling itu sendiri, konseling adalah


pertolongan, arahan, bimbingan dalam rangka proses penanganan permasalahan
hidup atau pemecahan masalah (Zulfa, 2018: 90). Karena kata bimbingan selalu
dirangkaikan dengan kata konseling, maka fungsi konseling selain untuk mengatasi
masalah, juga mempunyai fungsi yang terkandung dalam kata bimbingan itu sendiri
yaitu fungsi pencegahan masalah, fungsi pemahaman, fungsi pemeliharaan dan
pengembangan. Prayitno dan Amti, 2013: 19-217), sebagai fungsi kearifan lokal
sebagai sumber penyuluhan kearifan yaitu untuk

Vol. 11, No.1, 2020 37


Praktek Konseling Pribumi...

berpartisipasi dalam upaya pencegahan, pemahaman dan penanggulangan masalah


termasuk masalah berupa bencana (BPBD, 2014).

Konseling Adat merupakan salah satu bentuk layanan konseling yang


merupakan solusi dari hambatan budaya baik dari aspek nilai norma maupun bahasa
dalam masyarakat (Uswatun, 2015). Implementasi Penyuluhan Adat dapat menjadi
alternatif intervensi bagi masyarakat yang memiliki pemikiran, keyakinan terhadap
praktik-praktik tradisional yang sedang dalam mengatasi berbagai persoalan hidup. Hal
ini senada dengan pendapat Ha Chong dan Hung Yi dalam Rangka (2016) bahwa
pelaksanaan konseling indigenous erat kaitannya dengan pemikiran dan keyakinan
dalam praktik tradisional suatu masyarakat, baik secara objektif maupun subjektif. Ruang
subjektif berkaitan dengan keunikan klien sebagai individu, dan ruang objektif terkait
dengan struktur budaya di mana individu tersebut berasal (Ha Chong & Hung-Yi dalam
Rangka, 2016; Surijah, et al., 2018: 14).

Selain alasan bahwa masyarakat lokal telah diindoktrinasi dengan


pemikiran dan keyakinan dimana mereka berada, konseling adat
digunakan dengan pertimbangan bahwa pendekatan barat tidak lagi
cocok untuk mengintervensi masyarakat lokal. Menurut Itsar Bolo Rangka
(2016) alasan pendekatan barat tidak sesuai dengan pendekatan timur
(indigenous) antara lain karena alasan filosofi barat yang tidak sesuai
dengan filosofi timur, terdapat kendala dalam penerapannya. teori
konseling barat kepada klien timur (non barat) (lihat Ha Chong & Hung-Yi
dalam Rangka, 2016: 2; Surijah, et al., 2018: 14), pendekatan indigenous
yang digunakan untuk memahami manusia difokuskan pada kajian
tentang manusia tulen. tingkah laku dan pemikiran manusia, bukan
berasal dari daerah lain, melainkan dirancang dari, oleh,

Praktek konseling adat yang telah banyak dikaji oleh para peneliti, menunjukkan
bahwa memang sebagian masyarakat di Indonesia lebih cocok menggunakan
pendekatan adat dibandingkan dengan pendekatan barat. Misalnya dapat dilihat dari
penelitian Mappiare (2017) yang membuat model penyuluhan KIPAS lebih sesuai dengan
budaya nusantara, penelitian Astiani (2018) tentang pemecahan masalah yang dilakukan
di Kalimantan Barat dengan penyuluhan “Saprahan”.
38 Konseling Religi Jurnal Bimbingan Konseling Islam
Nadhifatuz Zlfa

modelnya yaitu penyuluhan adat dengan teknik makan bersama, penelitian


Zamroni (2016) tentang model penyuluhan Sunan Kudus “Gusjigang” di daerah
Kudus Jawa Tengah yang merupakan akronim dari kata Bagus perilakunya,
pintar mengaji dan pandai berdagang yang artinya “Bagus”. perilaku, pintar
mengaji (Al Qur’an) dan pandai berdagang”, penelitian Rahmawati (2016) yang
mengkaji model konseling pesantren pribumi, juga penelitian Arifin (2013) yang
mengkaji model konseling “attawazun” yang merupakan pesantren pribumi
( Pesantren) model konseling.

Kedekatan masyarakat Jawa dengan kesenian wayang kulit dan tokoh-


tokoh Jawa sangat mempengaruhi pola pikir dan perilaku masyarakat Jawa itu
sendiri, sehingga muncul beberapa kajian terkait model penyuluh adat yang
dibawa oleh tokoh dan tokoh wayang kulit Jawa. Seperti penelitian Marhamah
dkk (2015) tentang konseling masyarakat adat dari pemikiran Ki Ageng
Suryomentaram, penelitian Saputra dan Bahkti (2015) dan Gumilang
yang mengkaji kepribadian Semar sebagai seorang

contoh karakter konselor pribumi, dan penelitian Saputra (2016) tentang


kepribadian tokoh Bagong sebagai contoh karakter konselor pribumi.

Selain beberapa penelitian di atas, ada juga penelitian yang


secara khusus membahas budaya nusantara sebagai pembentukan perilaku positif
dan jasa karir, misalnya penelitian Sukmawan, dkk (2015) tentang kajian nilai-nilai
budaya Jawa dalam tradisi weton bancaan yang mengandung makna moral dan
spiritual, penelitian Rahayu, dkk al (2014) tentang pewarisan nilai budaya Jawa
melalui penggunaan upacara ritual yang mengandung efek kognitif dan afektif, dan
Adi, dkk (2018) penelitian tentang peran nilai Sarak Opat dalam budaya masyarakat
Gayo terhadap pemahaman karir menyimpulkan bahwa penggunaan teori karir
dengan konseling masyarakat Gayo, konselor dapat melakukan konseling lebih
inovatif dan menghindari kendala yang terjadi akibat permasalahan budaya lokal.

Seluruh masyarakat Indonesia dengan budayanya pasti pernah melakukan


praktek penyuluhan adat di daerahnya masing-masing. Oleh karena itu, tulisan ini
bermaksud mengkaji bagaimana praktik konseling indigenous di Kota Pekalongan.
Diharapkan melalui tulisan ini dapat memberikan warna tersendiri bagi ilmu konseling
dan menjadi sumbangsih pemikiran indigenous konseling bagi dunia kearifan lokal-

Vol. 11, No.1, 2020 39


Praktek Konseling Pribumi...

berbasis konseling, dan dapat menjadi pertimbangan untuk dipraktikkan oleh konselor dalam

menghadapi klien komunitas di kota Pekalongan.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif karena itu


memerlukan penjelasan deskripsi penelitian (Nurdin dan Hartati, 2019: 35),
memahami fenomena yang dialami subjek penelitian sehingga menghasilkan data
deskripsi berupa gambar/tulisan (Meleong, 2013: 3- 6), menelaah fenomena sosial,
memfokuskan pada manusia dan interaksinya dalam konteks sosial, serta
memastikan kebenaran data dari praktik penyuluhan adat di Kota Pekalongan
(Sugiyono 2015: 24; Siyoto dan Sodik, 2015: 27-28; Helaluddin, 2018: 4). Karena
penelitian ini menggunakan data dan menggambarkan realita di lapangan, maka
desain penelitian ini adalah penelitian lapangan (Nurdin dan Hartati, 2019: 32-33).

Pendekatan penelitian yang digunakan penulis adalah pendekatan penelitian


Fenomenologi, yaitu penelitian yang mengkhususkan diri pada fenomena dan realita yang
tampak untuk mempelajari penjelasan-penjelasan di dalamnya. Penelitian fenomenologi
selalu berfokus pada penggalian, pemahaman, dan interpretasi makna fenomena, peristiwa,
dan hubungannya dengan orang biasa dalam situasi tertentu. Fenomenologi sendiri memiliki
dua pengertian yaitu sebagai filsafat ilmu dan juga sebagai metode penelitian, yang bertujuan
untuk menemukan arti atau makna dari pengalaman-pengalaman yang ada dalam
kehidupan. Fenomenologi akan menggali data untuk menemukan makna dari hal-hal yang
mendasar dan hakiki dari fenomena, realitas, atau pengalaman yang dialami oleh objek
penelitian (Nurdin dan Hartati, 2019: 84-85).

Sumber data penelitian yang diambil oleh penulis terdiri dari dua yaitu
sumber data primer berupa data berupa verbal atau kata-kata yang diucapkan
secara lisan, gerak tubuh atau tingkah laku yang dilakukan oleh subjek yang dapat
dipercaya, dalam hal ini subjek penelitian. informan) berkenaan dengan variabel
yang diteliti yaitu praktik konseling indigenous di Kota Pekalongan; dan sumber data
sekunder berupa data yang diperoleh dari dokumen grafis (tabel, catatan, dsb), foto,
film, rekaman video, objek, dsb yang dapat memperkaya data primer (Siyoto dan
Sodik, 2015: 28; Nurdin dan Hartati , 2019: 171-172).

Metode pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara, dan


dokumentasi. Observasi adalah metode pengumpulan data dengan observasi langsung
(Nurdin dan Hartati, 2019: 173). Metode ini digunakan untuk mengamati adat

40 Konseling Religi Jurnal Bimbingan Konseling Islam


Nadhifatuz Zlfa

praktik konseling di Kota Pekalongan. Wawancara adalah percakapan dua orang,


yaitu pewawancara sebagai orang yang mengajukan pertanyaan dan pewawancara
sebagai orang yang menjawab pertanyaan (Nurdin dan Hartati, 2019: 178). Metode
ini digunakan untuk mewawancarai pelaku konseling indigenous yang terdiri dari
konselor dan klien. Metode dokumentasi digunakan untuk menyelidiki objek atau
arsip yang berkaitan dengan adat dan penyuluhan adat di kota Pekalongan (Nurdin
dan Hartati, 2019:201).

Dalam dunia psikologi, kata indigenous muncul sebagai antitesis dari psikologi
umum yang mempelajari gejala perilaku manusia dalam kaidah-kaidah umum dan universal.
Psikologi umum tidak bisa begitu saja menyamakan semua gejala perilaku manusia di dunia
dengan membuat kesimpulan secara induktif pada semua manusia. Meskipun ada sisi-sisi
tertentu, teori yang digunakan dalam psikologi tidak berlaku untuk manusia yang hidup
dalam masyarakat tertentu dengan berbagai latar belakang budaya dan pemikiran (Kim, et al.,
2010; Sarwono, 2018: 2; Surijah, et al., 2018: 14 ) .

Ketika psikologi umum dianggap tidak universal oleh para psikolog pribumi
karena tidak menjangkau manusia pribumi sehingga memiliki hambatan budaya, maka
muncullah psikologi lintas budaya, Psikologi pribumi, konseling lintas budaya dan
konseling pribumi. Diharapkan dengan perkembangan ilmu pengetahuan ini dapat
menafsirkan dan memahami perilaku manusia yang dipengaruhi oleh budaya lokal, dan
membantu permasalahan tanpa sekat budaya (Hakim, 2014: 165).

Penyuluhan Adat adalah proses pendampingan kepada individu untuk


menghadapi realitas permasalahan dalam kehidupan sosial terkini, berdasarkan
prinsip dan praktik hidup, kepercayaan, cara berpikir, dan kearifan lokal; tempat
tinggal dan/atau asal individu tersebut (Leuthold, 2011; Order, 2016). Penyuluhan
adat dapat menjadi solusi hambatan budaya dari aspek nilai norma dan bahasa
dalam masyarakat (Uswatun, 2015). Implementasi Penyuluhan Adat dapat menjadi
alternatif intervensi bagi masyarakat yang memiliki pemikiran, keyakinan terhadap
praktik-praktik tradisional yang sedang dalam mengatasi berbagai persoalan hidup.
Hal ini sejalan dengan pendapat Ha Chong dan Hung Yi dalam Rangka (2016) bahwa
pelaksanaan konseling adat erat kaitannya dengan pemikiran dan keyakinan.

Vol. 11, No.1, 2020 41


Praktek Konseling Pribumi...

dalam praktek-praktek tradisional suatu masyarakat, baik secara obyektif maupun


subyektif. Ruang subjektif berhubungan dengan keunikan klien sebagai individu, dan
ruang objektif berhubungan dengan struktur budaya dimana individu tersebut berasal
(Ha Chong & Hung-Yi dalam Rangka, 2016).

Selain alasan bahwa masyarakat lokal telah diindoktrinasi dengan


pemikiran dan keyakinan dimana mereka berada, konseling adat
digunakan dengan pertimbangan bahwa pendekatan barat tidak lagi
cocok untuk mengintervensi masyarakat lokal. Menurut Itsar Bolo Rangka
(2016) alasan pendekatan barat tidak sesuai dengan pendekatan timur
(indigenous) antara lain karena alasan filosofi barat yang tidak sesuai
dengan filosofi timur, adanya kendala dalam penerapan penyuluhan
barat teori kepada klien timur (non barat) (lihat Ha Chong & Hung-Yi,
dalam Rangka, 2016), pendekatan indigenous yang digunakan untuk
memahami manusia difokuskan pada kajian perilaku dan pemikiran
manusia yang asli, bukan berasal dari daerah lain, melainkan dirancang
dari, oleh, dan untuk masyarakat sekitar,

Mengutip pendapat Azuma dalam Sarwono (2018: 4-7) ada lima tahapan
dalam pengembangan Penyuluhan Adat, yaitu:

A. Tahap perintis

Tahapan ini merupakan tahapan seorang peneliti atau praktisi baik dari luar
maupun dari dalam budaya lokal melihat fenomena budaya yang secara hipotetis
mencakup konsep-konsep konseling, atau melihat fenomena tersebut mirip dengan
teori konseling yang telah dipelajari, kemudian menyampaikan fenomena dalam
bahasa lisan maupun tulisan misalnya dalam diskusi atau forum ilmiah di bidang
bimbingan dan konseling, memperkenalkan fenomena tersebut sebagai topik kajian
ilmiah, menulis wacana di berbagai media, baik cetak maupun online atau menulis
di jurnal ilmiah dan lain sebagainya. sebagainya.

42 Konseling Religi Jurnal Bimbingan Konseling Islam


Nadhifatuz Zlfa

B. Tahap Tingkat Pendahuluan

Tahapan ini merupakan tahapan dimana peneliti atau praktisi mulai


mendiskusikan pengetahuan teknis tentang “temuan” fenomena budaya dengan nilai
dan praktek konseling dengan para ahli atau bidang profesional. Pada level ini
pembuatan makalah untuk seminar, mengundang rekan-rekan dalam diskusi teknis
akan menjadi langkah strategis.

C.Tahap Penerjemahan

Tahap ini merupakan tahap dimana peneliti atau praktisi mulai mencari
kesejajaran dengan teori yang ada. Kepekaan teoritis dan kemampuan melakukan
metakognisi sangat dibutuhkan pada tahap ini. Keselarasan antara model yang
dikembangkan dengan teori yang ada tidak harus tepat. Perbedaan tersebut justru
akan mencerminkan keunikan model yang dibangun. Beberapa contoh ajaran
Kawruh Jiwa Ki Ageng Suryomentaram yang dapat diselaraskan dengan teori
psikologi antara lain adalah konsep “Aku, Kramadangsa, Karep” dalam bahasa Jawa
dapat disejajarkan (walaupun tidak persis) dengan konsep “Id, Ego, Super Ego” yang
ditawarkan oleh Sigmund Freud. Konsep “Saiki, neng kene, kepriye” dalam bahasa
Jawa dapat disamakan dengan konsep “disini dan sekarang” dalam psikologi
humanistik eksistensial. Konsep “raos sami” (rasa yang sama), meskipun tidak persis
sama, sejajar dengan konsep empati dalam psikologi. Konsep “Cathetan” dapat
menggantikan konsep “persepsi” dan sebagainya.Pencarian keselarasan ini akan
memudahkan untuk mengembangkan konsep teoritis.Juga menjadi jembatan bagi
para ahli dan pengembang lainnya untuk mempelajari model indigenous yang
sedang kita kembangkan (lihat juga Marhamah et al., 2015 ).

D.Tahap Indigenozasi

Merupakan tahap dimana peneliti atau praktisi mulai melakukan


personalisasi terhadap kearifan lokal yang telah dipelajari. Wawasan filosofis
diperlukan untuk membangun kerangka teori baru. Setidaknya dengan cara berpikir
filosofis, peneliti atau praktisi akan lebih mudah terbantu untuk
mempertanggungjawabkan secara epistemologis, aksiologis, dan ontologis.

e.Tahap Integrasi

Ini adalah tahap dimana peneliti atau praktisi membangun teori


baru tanpa bergantung pada teori apapun termasuk teori barat. Saat ini

Vol. 11, No.1, 2020 43


Praktek Konseling Pribumi...

tahap diharapkan apa yang Anda rumuskan sudah dapat digunakan untuk menggambarkan

dan memprediksi perilaku manusia dalam konseling. Semua orang yang terlibat dalam

konseling memiliki hak untuk mengembangkan konseling adat. Dosen, peneliti, praktisi

memiliki kesempatan yang sama. Aturan mengikat adalah aturan ilmiah yang harus dipenuhi

oleh pengembang.

Menurut Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD, 2014: 19-


32), budaya atau kearifan lokal di Kota Pekalongan terbagi menjadi 8 jenis:

1) Kearifan lokal berupa norma-norma lokal seperti

A)FilsafatManawa sira urip anèng gisik, sira kudu nglilakna manawa


biyungé njaluk bali manèh yogane
b) Pitutur Mulia : Aja nggugu karepe dhewe, Ibu bumi, bapa aksa, Asta brata,
Rukun agawe santosa, crah agawe bubrah.

2) Kearifan lokal berupa ritual dan tradisi seperti

a) Menganggap Tempat Keramat Khususnya di Pohon Besar (Pohon Beringin)


b) Wiwitan
c) Tari Sintren
d) Lopisan/Krapyakan/Syawalan
e) Pek Chun
f) Sedekah laut / Sedekah laut / nyadran

3) Kearifan lokal berupa lagu, legenda, cerita seperti

a) Babad Tanah Jawa, Pekalongansejarah


b) Simtudoror
c) Samproh

4) Kearifan lokal berupa informasi data seperti

a) Pranoto mongso
b) Percaya pada tanda-tanda bencana alam
c)Petangangan Jawa

5) Kearifan lokal berupa naskah-naskah seperti

a) Sastra Jawa Memayu Hayuning Bawana


44 Konseling Religi Jurnal Bimbingan Konseling Islam
Nadhifatuz Zlfa

b) Primbon
c) Paribasan, bebasan, Saloka Kejawen

6) Kearifan lokal berupa bagaimana masyarakat setempat memenuhi kebutuhan seperti

a) Nyabuk Gunung
b) Budaya Ngrowot

7) Kearifan lokal berupa sumber daya alam seperti

a) Punden

8) Kearifan lokal berupa alat/bahan seperti

a) Rumah Joglo
b) Nasi tumpeng untuk selamatan
c) kain batik Pekalongan
d) Batik Pesisir

Kearifan lokal tersebut di atas memiliki beberapa fungsi pencegahan,


pemahaman dan penanganan masalah serta fungsi penyuluhan khususnya
masalah yang berkaitan dengan bencana, misalnya seperti dalam tradisi
Lopisan/Syawalan sebagai upaya mitigasi bencana sosial karena menjalin
persaudaraan antar sesama. warga di berbagai dusun sehingga dalam
penanggulangan bencana menjadi cikal bakal terjalinnya kerjasama dan
program sister village. Tradisi Pek Chun (Nyadran/sedekah laut ala Tionghoa)
menunjukkan adanya kerukunan antaretnis dan kegiatan ini dapat diisi dengan
berbagai sosialisasi kebencanaan (fungsi pemahaman). Tradisi Nyadran/Sedekah
Laut juga mengandung fungsi kewaspadaan terhadap bencana abrasi, ancaman
gelombang laut dan pasang surut serta upaya pelestarian laut, dan sebagainya
(BPBD, 2014: 6-8).

Kota Pekalongan terdiri dari 4 kecamatan dengan 27 desa. Dari penelusuran


penulis, ditemukan praktik-praktik konseling indigenous yang terbagi menjadi dua jenis,
yaitu tradisi/ritual konseling indigenous dan intervensi konseling indigenous. Tradisi/
ritual penyuluhan adat merupakan kegiatan turun temurun yang telah menjadi budaya/
adat istiadat setempat yang memiliki nilai dan fungsi bimbingan dan konseling.
sedangkan intervensi konseling adat adalah upaya pendampingan dari para penyuluh
adat yaitu tokoh agama, sesepuh, orang pintar dan sejenisnya kepada masyarakat
setempat yang membutuhkan penyelesaian masalah dengan menggunakan pendekatan
adat atau budaya setempat.

Vol. 11, No.1, 2020 45


Praktek Konseling Pribumi...

Adapun tradisi/ritual penyuluhan adat yang terdapat pada masyarakat kota


pekalongan antara lain :

A. Tradisi Slametan (Keselamatan).


Ituslametantradisi yang dilakukan oleh masyarakat kota pekalongan
berupaslametan bancakanyang merupakan bentuk darisedekahmelalui nasi
dan lauk pauk ke tetangga tetangga untuk keperluan tertentu, misalnya
karena kelahiran bayi, sekedar mendapat rejeki, ada yang sakit, slametan
weton(hari lahir), dan seterusnya;slametan mitoniyaitu bentuk sedekah saat
ibu hamil memasuki usia 7 bulan;slametan dundunan / tedak sitenyaitu
bentuk ritual sedekah berupa upacara bayi pada usia 7 bulan;slametan rebo
wekasan/pungkasanyang merupakan bentuk sedekah berupasaweran/
menyebarkan koin ke komunitas atau melalui bancakan,slametan syuroyaitu
kepada tetangga berupa nasi atau bubur kuning dengan lauk pauk yang
disebut nasi atau bubur suran.
Ituslametantradisi mengandung fungsi pencegahan atau
penanggulangan bencana/masalah, ungkapan rasa syukur kepada Tuhan, dan
menyambung silaturahim (preventif, kuratif dan pengembangan dari
bimbingan dan penyuluhan)
B. Tradisi Krapyakan/Syawalan/Lopisan
Tradisi darikrapyakan/syawalan/lopisandilakukan pada Syawal
kedelapan, dalam bentuk raksasalupispemotongan di Desa Krapyak,
Kecamatan Pekalongan Utara, yang kemudian dibagikan secara gratis
kepada seluruh warga yang hadir. Tradisi ini mengandung fungsi menjaga
silaturahmi/harmoni masyarakat.
C. Tradisi Sedekah Laut dan Sedekah Bumi
Berdasarkan wawancara dengan warga setempat, tradisi sedekah laut
dan sedekah bumi sebenarnya merupakan salah satu bentuk tradisi Hindu-
Buddha yang dibalut dengan nilai-nilai Islam. Bentuk kegiatannya berupa doa
bersama disertai sedekah makanan kepada warga. Demikian juga sedekah
bumi diisi dengan bacaantahlilyang kemudian diakhiri dengan pembagian nasi
lengkap dengan lauk pauk yang disebut nasi berkatkepada penduduk desa. Ini
tradisi mengandung fungsi pencegahan masalah/penguat',
ungkapan rasa syukur kepada Tuhan dan memperkokoh kerukunan
masyarakat (fungsi preventif, kuratif dan pengembangan BK).

46 Konseling Religi Jurnal Bimbingan Konseling Islam


Nadhifatuz Zlfa

D. Tradisi lain
Tradisi lain yang ada di kota Pekalongan antara lain tradisi mengganti
nama anak jika anak sakit, tradisisuwukuntuk mengatasi anak rewel, tradisitirah
/memindahkan orang sakit yang tinggal di tempat lain dengan harapan
penyakitnya bisa berangsur sembuh,tahlilandan ziarah kubur, dan sebagainya.

Bentuk intervensi penyuluhan adat berupa tatap muka masyarakat (klien)


kepada tokoh agama, sesepuh, atau dukun (penyuluh adat) yang dengan sengaja
membuka praktek pelayanan atau tidak sengaja membuka praktek, tetapi dipercaya
oleh masyarakat untuk dapat dijadikan acuan, dengan tujuan mendapatkan cara
pandang baru untuk menyelesaikan permasalahan yang dialami dengan
menggunakan teknik-teknik indigenous antara lain:
1) terapi air doa
2) terapi dengan benda padat
3) membaca atau melakukan praktik tertentu

4) jimat danraja/tato
5) Teknik lain seperti musyawarah dengan menggunakan bahasa Jawaprimbonatau

memutuskan sesuatu dengan melihatWeton, dan seterusnya.

Teknik Penyuluhan Adat di Kota Pekalongan

Berdasarkan observasi lapangan, sekitar 60 tokoh masyarakat yang


dipercaya sebagai penyuluh adat menemukan bahwa rata-rata pengalaman
menjadi tokoh rujukan dalam menyelesaikan masalah baik masalah medis
maupun nonmedis dan supranatural adalah 15 tahun. Teknik yang digunakan
oleh konselor adat juga beragam. Penulis membedakan teknik yang digunakan
oleh konselor adat menjadi 2 yaituputihanDanabangantehnik (teknik hitam
putih), sebagai lawan abang adalah putih.

Meminjam istilah dari Geertz (2014), bahwa masyarakat Jawa terbagi menjadi
3 yaitusantri,priyayiDanabangan.Abanganmenurut Geertz (2014) adalah sekelompok
orang Jawa yang percaya akan adanyaslametansebagai bagian dari ritual
keagamaan, percaya akan adanya ritual halus, serta serangkaian teori dan praktik
kedokteran, sihir, dan sihir. Selagisantriadalah orang yang cenderung melakukan
ritual keagamaan dengan hati-hati dan teratur, seperti melakukan shalat, puasa,
sedekah, haji dan sebagainya. Itupriyayiadalah sekelompok orang Jawa yang
awalnya berasal dari keturunan bangsawan dari raja-raja pribumi yang ada

Vol. 11, No.1, 2020 47


Praktek Konseling Pribumi...

ditaklukkan oleh Belanda yang mengembangkan istana keraton yang sangat halus,
tarian, lakon, musik dan puisi, yang sangat kompleks dengan mistisisme Hindu-Buddha.
atau lebih mungkin menjadi Hindu. Dilihat dari istilah yang dibawa oleh Geertz (2014),
penulis hanya perlu membagi teknik yang digunakan oleh masyarakat kota Pekalongan
menjadi dua yaituputihanDanabanganteknik. ItuputihanTeknik indigenus merupakan
teknik yang cenderung menekankan tujuan akhir dari nilai-nilai Islam dan nilai-nilai
tauhid. Meskipun tidak secara jelas dinyatakan dalam setiap ritus masyarakat atau
tindakan yang dilakukan oleh para penyuluh adat, namun nilai-nilai Islam dan tauhid
jelas. Hal ini tidak terlepas dari peran walisongo dalam menyebarkan Islam kepada
masyarakat Jawa, yaitu dengan memasukkan nilai-nilai Islam dalam budaya Jawa (Kholiq,
2015: 339; Kastolani dan Yusof, 2016: 55).

Ituabanganteknik adalah teknik dari pendekatan adat yang memiliki


kecenderungan tradisi Hindu Jawa, yang sama sekali bertentangan dengan nilai-nilai
Islam, baik dalam bentuk ritual maupun tindakan yang diberikan oleh konselor adat
kepada kliennya. Hal ini akhirnya memunculkan istilah pribumi abangankonselor
sebagaimbah,wong pinter, dan dukun. Sedangkan istilahnya konselor adatputihan
adalah tokoh agama yang dikenal denganUstadzDanKyai.

Dari uraian di atas, jenis-jenis konseling indigenous yang terbagi menjadi dua
jenis dengan berbagai tekniknya, dapat dikelompokkan diantaranya sebagai berikut.
putihandan mana yang merupakan teknik abangan. Ituputihanteknik meliputi ritual/
tradisi masyarakat yang mengandung nilai-nilai keislaman dan tindakan yang diberikan
oleh penyuluh adat dengan tetap mengacu pada ajaran Islam, misalnyaslametanbudaya
dengan berbagai jenisslametandinilai oleh Geertz (2014) adalah sebuahabanganteknik,
tetapi menurut penulis adalah aputihanteknik karena mengandung nilai-nilai Islam serta
sodaqohperintah dalam ajaran Islam. Hanya saja memiliki istilah lain, dan kegiatannya
dibalut dengan budaya lokal sebagai bentuk metode dakwah agama walisongo dengan
melakukan akulturasi Islam dan budaya Jawa. Begitu juga dengan tradisisuwukbagi anak
rewel pada masyarakat jawa dilakukan dengan membaca ayat-ayat Alquran, bukan
dengan mantra atau sihir. Tradisi mitoni, diselingi dengan pembacaan Alquran, dzikir
ataushalawatdari nabi, dan sebagainya, termasuk penggunaan teknik konseling yang
dilakukan oleh konselor pribumi dengan menasihati kliennya untuk melakukan praktik
berdasarkan Al-Qur'an dan Hadits, misalnya bagi mereka yang mendapatkan bencana
atau yang ingin menghindari bencana disarankan untuk mengamalkan zikirlailahaillah
atau memberi sedekah,

48 Konseling Religi Jurnal Bimbingan Konseling Islam


Nadhifatuz Zlfa

karena dalam ajaran islam lafadz dzikir dan sedekah bisa menolak musibah.
Sedangkan pribumiabanganteknik konseling antara lain misalnya penggunaan
benda (jimat) atau amalan tertentu yang tidak dilandasi nilai-nilai tauhid, untuk
menangkal atau mengatasi permasalahan yang dialami klien yang bisa saja
merupakan jalan syirik dan merusak akidah/iman.

Secara teori tahapan konseling dibagi menjadi tiga bagian besar


(Lubis, 2013: 82-83) yaitu:

A. Tahap awal
Konseling tahap awal dimulai dari klien bertemu dengan konselor
sampai proses konseling berjalan dan sampai konselor menemukan
masalah dengan klien. Pada tahap ini juga bisa disebut sebagai pengenalan,
ajakan dan dukungan lingkungan. Adapun yang dilakukan oleh konselor
pada tahap awal proses konseling adalah sebagai berikut:

1) Menjalin hubungan konseling yang melibatkan klien


Pada tahap ini klien perlu mengetahui sejauh mana kompetensi yang
dimiliki oleh seorang konselor. Membangun hubungan konseling dapat
digunakan oleh konselor untuk menentukan sejauh mana klien mengetahui
kebutuhannya dan harapan apa yang ingin dicapainya dalam konseling. Konselor
juga dapat meminta klien untuk berkomitmen menjalani konseling dengan
sungguh-sungguh
2) Memperjelas dan Mendefinisikan Masalah

Jika hubungan konseling terjalin, langkah selanjutnya adalah


mengangkat isu, perhatian, dan masalah yang dialami klien. Konselor perlu
mengklarifikasi tujuan yang ingin mereka berdua capai.
3) Membuat interpretasi dan penilaian
Menghasilkan semua klien potensial, dan lingkungan yang tepat untuk
menangani masalah klien.
4) Menegosiasikan kontrak

Kontrak konselor dengan klien mengenai waktu, tempat, tugas


dan tanggung jawab konselor, tugas dan tanggung jawab klien,
tujuan konseling dan kerjasama lain dengan pihak yang akan
membantu perlu dilakukan pada tahap ini. Kontrak mengatur
kegiatan konseling termasuk kegiatan konselor dan klien.

Vol. 11, No.1, 2020 49


Praktek Konseling Pribumi...

B. Tahap Tengah
Tahap tengah atau disebut dengan fase tindakan merupakan langkah
selanjutnya dimana konselor mulai memikirkan alternatif pendekatan dan strategi
yang akan digunakan yang sesuai dengan masalah klien. kegiatan pada fase tengah
difokuskan pada:

1) mengeksplorasi masalah yang dialami klien, dan


2) bantuan apa yang akan diberikan berdasarkan pengkajian ulang tentang apa yang
telah digali tentang masalah klien.

C. Babak final
Konseling tahap akhir atau bisa disebut terminasi adalah yang terakhir
langkah dalam proses konseling secara umum. Evaluasi hasil penyuluhan
akan dilakukan secara keseluruhan. Secara garis besar tujuan dari tahapan
ini adalah:

1) Memutuskan perubahan sikap dan perilaku yang tidak bermasalah


2) Terjadinya transfer belajar pada klien
3) Menerapkan perubahan perilaku klien untuk dapat mengatasi
masalah.
4) Mengakhiri hubungan konseling
Pelaksanaan tahapan praktik konseling indigenous
berupa intervensi konseling (yang mengharuskan tatap muka dengan
konselor pribumi) di kota pekalongan memiliki tiga tahapan juga,
yang pertama adalah tahap awal yaitu konselor pribumi mendekati
klien dengan kepekaan dan keterbukaan hati, karena bagi
masyarakat, konselor dianggap seperti sesepuh masyarakat, yang
biasanya memiliki tanggung jawab besar untuk lebih menjadi
panutan dan memberikan nasihat yang baik, yang memang sejalan
dengan tugas profesional konselor (Mahmud, 2018: 120-121). Pada
tahap awal juga terdapat tahap pengenalan atau introductory yang
secara teoritis dipecah menjadi empat subtema kecil yaitu
membangun relasi, mengklarifikasi masalah, membuat interpretasi
dan menegosiasikan kontrak. Dalam praktiknya, keempat hal
tersebut sangat sedikit dipraktikkan dalam proses konselingnya,

Poin keempat dalam negosiasi kontrak tahap pertama sering


dilupakan, karena otomatis jika pada pertemuan pertama klien bermasalah

50 Konseling Religi Jurnal Bimbingan Konseling Islam


Nadhifatuz Zlfa

sudah selesai tidak akan ada pertemuan kedua dengan konselor lagi, sebaliknya
jika masalah klien belum selesai maka secara otomatis akan ada pertemuan
kedua atau kapan, dengan waktu menyesuaikan kondisi berapa lama metode
penyembuhan yang diberikan (air doa) habis , dan seterusnya.

Tahap kedua adalah tahap tengah atau tahap kerja, dimana


konselor pribumi mulai menggunakan pendekatan atau teknik untuk mengatasi
masalah klien. Sedangkan tahap terakhir adalah tahap penutup yaitu konselor
mengakhiri proses konseling. terkadang tahap terakhir tidak ada karena jika
klien merasa masalah sudah selesai maka secara otomatis klien tidak akan
datang lagi untuk meminta bantuan konselor. Tidak ada evaluasi atau umpan
balik dari klien atau dari konselor.

Praktik penyuluhan adat di kota Pekalongan sebagai tradisi telah


berjalan dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat kota
Pekalongan. Kegiatan tersebut merupakan bentuk penyuluhan dengan kearifan
lokal yang memuat fungsi bimbingan konseling seperti fungsi pencegahan
masalah (preventif), pengembangan (developmental) dan penanggulangan
masalah (kuratif). Perlu kajian dan pengujian yang lebih mendalam terhadap
model dan teknik indigenus yang dilakukan agar teknik penyuluhan berbasis
kearifan lokal dapat diketahui efektifitasnya dalam menjalankan fungsi preventif,
developmental dan kuratif. Diharapkan dengan adanya pengetahuan praktik
konseling indigenous di Kota Pekalongan dapat memberikan kontribusi
keilmuan khususnya dalam bidang bimbingan dan konseling berbasis budaya.

Vol. 11, No.1, 2020 51


Praktek Konseling Pribumi...

Abdi, S, dkk. (2018). Peranan Nilai-Nilai Sarak Opat dalam Budaya Masyarakat
Gayo terhadap Pemahaman Karir : (Konseling Adat Ditinjau Dengan
Sosial

Amin, SM Konseling Attawazun


2012
Arifin onseling Pesantren Adat: Teknik Pengubahan Tingkah
- 115

Astiani. (2018). Nilai Adat Saprahan Melayu Pontianak Kalimantan Barat.


Makalah. Tidak diterbitkan

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). (2014). Laporan Akhir: Studi


Identifikasi Kearifan Lokal Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan
Bencana Di Eks Karesidenan Pekalongan. Semarang: CV.Tampomas 15

Geertz, C. (2014). Agama Jawa. Terj. Depok: Komunitas Bambu

Gumilang, GS dan Yuanita Dwi Krisphianti Karakter Semar Sebagai


Model Pribadi Konselor Riset Nusantara, 3(2), 149-153

Ulasan Konsep: Pendekatan Ps , Aspirasi,


5(2), 165-172

Halaluddin. (2018). Mengenal Lebih Dekat Pendekatan Fenomenologi: Sebuah


Metodologi Kualitatif. Banten: UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten.

Hendro, EP dan Suzanna Ratih Sari. ebagai


, Tata Loka, 20(4)
384-398

Hwang Jurnal
Studi Psikologi 55(2), 96 100, 2010.

Kastolani
Tentang Tradisi Nyadran di Desa Sumogawe Kecamatan Getasan
Kontemplasi, 04(01), 51-74

Jurnal at-Taqaddum, 7(2), 327-345

52 Konseling Religi Jurnal Bimbingan Konseling Islam


Nadhifatuz Zlfa

Kim, U., Yang, Kuo-Shu., Hwang, Kwang-Kuo. (2010). Adat dan budaya
Psikologi (terj). Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Kinasih, D. (2013). Interaksi Masyarakat Keturunan Arab Dengan Masyarakat


Setempat Di Pekalongan. Jurnal Komunitas,5(1),38-52

Lubis, NL (2013). Memahami Dasar-Dasar Konseling dalam Teori dan Praktik.


Jakarta: Kencana

Mahmud, H. (2018). Jurnal Indigenous Dalam Pemikiran Kearifan Lokal Sunan


Kudus, Konseling Edukasi: Jurnal Bimbingan dan Konseling, 2(1), 117- 131

Mappiare, A. (2017). Meramu Model Konseling Berbasis Budaya Nusantara:


KIPAS (Konseling Intensif Progresif Adaptif Struktur). Malang: Universitas
Negeri Malang

Marhamah, U, dkk Konseling Adat: Studi Pemikiran Kearifan


Lokal Ki Ageng Suryomentaram dalam Kawruh Jiwa Jurnal Bimbingan
Konseling, 4 (2), 6, 2015.

Melong , LJ (2013). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya

Nurdin, I dan Sri Hartati. (2019). Metodologi Penelitian Sosial. Surabaya:Media


Sahabat Cendekia

Prayitno dan Erman Amti. (2013).Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling, Jakarta: PT.
Rineka Cipta

Studi Deskriptif terhadap


Konseling Religi.7(1),
61- 84

Rahayu, NT dkk. (2014). - Nilai Budaya Jawa Melalui


Jurnal Ilmu Komunikasi, 12(1), 55-69

Rangka, IB Konseling Adat : Rekonstruksi Konseling di Tengah


Ragam Budaya Prosiding Seminar Bimbingan dan Konseling 2016.
Padang, 19-20 Maret 2016.

Rosidin. (2016). Tradisi Lopis Raksasa dalam perspektif Kerukunan Umat


Beragama di Kota Pekalongan. Al Ulum, 16 (1), 15-35

Vol. 11, No.1, 2020 53


Praktek Konseling Pribumi...

Saputra, NW, Bhakti P Caraka. (2015) Telaah Karakter Ideal Konselor


Berdasarkan Tokoh Punakawan Semar . Prosiding Seminar Nasional
Konseling Berbasis Multiultural, Fakultas Ilmu Pendidikan Prodi Bimbingan
dan Konseling UNNES Semarang

Saputra, WNE. (2016). Identifikasi Karakteristik Konselor Efektif Berdasarkan


Tokoh Punakawan Bagong . Jurnal Konseling dan Pendidikan. 4(1), 59-66

Menggugah Semangat Adat Dalam Praksis


Prosiding SNBK (Seminar Nasional Bimbingan
dan Konseling), http://prosiding.unipma.ac.id/index.php/SNBK/index

Sugiyono. (2015). Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif,


Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta

Sukmawan Kajian Nilai-nilai Budaya Jawa dalam Tradisi Bancaan


Weton di Kota Surakarta

Intuisi, Jurnal Psikologi Ilmiah, 10(2), 102-122

Uswatun. (2015 Jurnal Bimbingan Konseling UNNES,


3(2), 6

Zamroni, E. (2016) Model Penyuluhan Berbasis Budaya Gusjigang : Konseptual


Kerangka Model Penyuluhan Berbasis Kearifan Lokal di Kudus . Jurnal
Panduan. 6(2), 116-125

Zulfa, N. (2018
Jurnal Konseling Religi. 9(2), 86-100

54 Konseling Religi Jurnal Bimbingan Konseling Islam

Anda mungkin juga menyukai