2020 - Indigenous Counseling Practies in Pekalongan - En.id
2020 - Indigenous Counseling Practies in Pekalongan - En.id
com
index.php/konseling
nadhifatuz.zulfa@iainpekalongan.ac.id
Abstrak
Kota Pekalongan merupakan salah satu simpul strategis pantai utara Jawa yang memiliki keragaman etnis seperti Jawa, Arab, Tionghoa, dan beberapa etnis di Indonesia
seperti Sunda, Madura dan lain-lain. Ada beberapa treatment budaya yang mengarah pada proses penyuluhan yang dilakukan oleh masyarakat kota Pekalongan (indigenous
Counseling). Bimbingan Adat adalah layanan konseling yang merupakan solusi dari hambatan budaya, baik dari cx nilai norma atau bahasa di masyarakat, implementasi yang
dapat menjadi intervensi alternatif bagi orang-orang yang memiliki pemikiran, kepercayaan pada praktik tradisional di mana mereka berada dalam mengatasi masalah hidup.
Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui praktik konseling adat di kota Pekalongan. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research), dengan pendekatan
fenomenologi, dan desain penelitian kualitatif deskriptif dan metode pengumpulan data melalui wawancara, observasi dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
praktik konseling adat terbagi menjadi dua jenis, yaitu tradisi/ritual penyuluhan adat dan intervensi penyuluhan adat. Teknik pendekatan indigenous yang sudah ada di kota
Pekalongan terbagi menjadi dua jenis yaitu jenis Putihan dan abangan. Diharapkan pengetahuan praktik konseling indigenous di Kota Pekalongan dapat menyumbangkan
ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang bimbingan dan konseling serta diharapkan ada pengujian empiris dari segi model dan teknik konseling dari pendekatan
indigenous yang digunakan untuk mengatasi masalah tersebut. permasalahan kehidupan masyarakat setempat. dan deskriptif kualitatif dengan rancangan penelitian dan
metode pengumpulan data melalui wawancara, observasi dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa praktik konseling adat terbagi menjadi dua jenis, yaitu
tradisi/ritual penyuluhan adat dan intervensi penyuluhan adat. Teknik pendekatan indigenous yang sudah ada di kota Pekalongan terbagi menjadi dua jenis yaitu jenis Putihan
dan abangan. Diharapkan pengetahuan praktik konseling indigenous di Kota Pekalongan dapat menyumbangkan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang bimbingan dan
konseling serta diharapkan ada pengujian empiris dari segi model dan teknik konseling dari pendekatan indigenous yang digunakan untuk mengatasi masalah tersebut.
permasalahan kehidupan masyarakat setempat. dan deskriptif kualitatif dengan rancangan penelitian dan metode pengumpulan data melalui wawancara, observasi dan
dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa praktik konseling adat terbagi menjadi dua jenis, yaitu tradisi/ritual penyuluhan adat dan intervensi penyuluhan adat.
Teknik pendekatan indigenous yang sudah ada di kota Pekalongan terbagi menjadi dua jenis yaitu jenis Putihan dan abangan. Diharapkan pengetahuan praktik konseling
indigenous di Kota Pekalongan dapat menyumbangkan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang bimbingan dan konseling serta diharapkan ada pengujian empiris dari
segi model dan teknik konseling dari pendekatan indigenous yang digunakan untuk mengatasi masalah tersebut. permasalahan kehidupan masyarakat setempat.
Praktek konseling adat yang telah banyak dikaji oleh para peneliti, menunjukkan
bahwa memang sebagian masyarakat di Indonesia lebih cocok menggunakan
pendekatan adat dibandingkan dengan pendekatan barat. Misalnya dapat dilihat dari
penelitian Mappiare (2017) yang membuat model penyuluhan KIPAS lebih sesuai dengan
budaya nusantara, penelitian Astiani (2018) tentang pemecahan masalah yang dilakukan
di Kalimantan Barat dengan penyuluhan “Saprahan”.
38 Konseling Religi Jurnal Bimbingan Konseling Islam
Nadhifatuz Zlfa
berbasis konseling, dan dapat menjadi pertimbangan untuk dipraktikkan oleh konselor dalam
Sumber data penelitian yang diambil oleh penulis terdiri dari dua yaitu
sumber data primer berupa data berupa verbal atau kata-kata yang diucapkan
secara lisan, gerak tubuh atau tingkah laku yang dilakukan oleh subjek yang dapat
dipercaya, dalam hal ini subjek penelitian. informan) berkenaan dengan variabel
yang diteliti yaitu praktik konseling indigenous di Kota Pekalongan; dan sumber data
sekunder berupa data yang diperoleh dari dokumen grafis (tabel, catatan, dsb), foto,
film, rekaman video, objek, dsb yang dapat memperkaya data primer (Siyoto dan
Sodik, 2015: 28; Nurdin dan Hartati , 2019: 171-172).
Dalam dunia psikologi, kata indigenous muncul sebagai antitesis dari psikologi
umum yang mempelajari gejala perilaku manusia dalam kaidah-kaidah umum dan universal.
Psikologi umum tidak bisa begitu saja menyamakan semua gejala perilaku manusia di dunia
dengan membuat kesimpulan secara induktif pada semua manusia. Meskipun ada sisi-sisi
tertentu, teori yang digunakan dalam psikologi tidak berlaku untuk manusia yang hidup
dalam masyarakat tertentu dengan berbagai latar belakang budaya dan pemikiran (Kim, et al.,
2010; Sarwono, 2018: 2; Surijah, et al., 2018: 14 ) .
Ketika psikologi umum dianggap tidak universal oleh para psikolog pribumi
karena tidak menjangkau manusia pribumi sehingga memiliki hambatan budaya, maka
muncullah psikologi lintas budaya, Psikologi pribumi, konseling lintas budaya dan
konseling pribumi. Diharapkan dengan perkembangan ilmu pengetahuan ini dapat
menafsirkan dan memahami perilaku manusia yang dipengaruhi oleh budaya lokal, dan
membantu permasalahan tanpa sekat budaya (Hakim, 2014: 165).
Mengutip pendapat Azuma dalam Sarwono (2018: 4-7) ada lima tahapan
dalam pengembangan Penyuluhan Adat, yaitu:
A. Tahap perintis
Tahapan ini merupakan tahapan seorang peneliti atau praktisi baik dari luar
maupun dari dalam budaya lokal melihat fenomena budaya yang secara hipotetis
mencakup konsep-konsep konseling, atau melihat fenomena tersebut mirip dengan
teori konseling yang telah dipelajari, kemudian menyampaikan fenomena dalam
bahasa lisan maupun tulisan misalnya dalam diskusi atau forum ilmiah di bidang
bimbingan dan konseling, memperkenalkan fenomena tersebut sebagai topik kajian
ilmiah, menulis wacana di berbagai media, baik cetak maupun online atau menulis
di jurnal ilmiah dan lain sebagainya. sebagainya.
C.Tahap Penerjemahan
Tahap ini merupakan tahap dimana peneliti atau praktisi mulai mencari
kesejajaran dengan teori yang ada. Kepekaan teoritis dan kemampuan melakukan
metakognisi sangat dibutuhkan pada tahap ini. Keselarasan antara model yang
dikembangkan dengan teori yang ada tidak harus tepat. Perbedaan tersebut justru
akan mencerminkan keunikan model yang dibangun. Beberapa contoh ajaran
Kawruh Jiwa Ki Ageng Suryomentaram yang dapat diselaraskan dengan teori
psikologi antara lain adalah konsep “Aku, Kramadangsa, Karep” dalam bahasa Jawa
dapat disejajarkan (walaupun tidak persis) dengan konsep “Id, Ego, Super Ego” yang
ditawarkan oleh Sigmund Freud. Konsep “Saiki, neng kene, kepriye” dalam bahasa
Jawa dapat disamakan dengan konsep “disini dan sekarang” dalam psikologi
humanistik eksistensial. Konsep “raos sami” (rasa yang sama), meskipun tidak persis
sama, sejajar dengan konsep empati dalam psikologi. Konsep “Cathetan” dapat
menggantikan konsep “persepsi” dan sebagainya.Pencarian keselarasan ini akan
memudahkan untuk mengembangkan konsep teoritis.Juga menjadi jembatan bagi
para ahli dan pengembang lainnya untuk mempelajari model indigenous yang
sedang kita kembangkan (lihat juga Marhamah et al., 2015 ).
D.Tahap Indigenozasi
e.Tahap Integrasi
tahap diharapkan apa yang Anda rumuskan sudah dapat digunakan untuk menggambarkan
dan memprediksi perilaku manusia dalam konseling. Semua orang yang terlibat dalam
konseling memiliki hak untuk mengembangkan konseling adat. Dosen, peneliti, praktisi
memiliki kesempatan yang sama. Aturan mengikat adalah aturan ilmiah yang harus dipenuhi
oleh pengembang.
a) Pranoto mongso
b) Percaya pada tanda-tanda bencana alam
c)Petangangan Jawa
b) Primbon
c) Paribasan, bebasan, Saloka Kejawen
a) Nyabuk Gunung
b) Budaya Ngrowot
a) Punden
a) Rumah Joglo
b) Nasi tumpeng untuk selamatan
c) kain batik Pekalongan
d) Batik Pesisir
D. Tradisi lain
Tradisi lain yang ada di kota Pekalongan antara lain tradisi mengganti
nama anak jika anak sakit, tradisisuwukuntuk mengatasi anak rewel, tradisitirah
/memindahkan orang sakit yang tinggal di tempat lain dengan harapan
penyakitnya bisa berangsur sembuh,tahlilandan ziarah kubur, dan sebagainya.
4) jimat danraja/tato
5) Teknik lain seperti musyawarah dengan menggunakan bahasa Jawaprimbonatau
Meminjam istilah dari Geertz (2014), bahwa masyarakat Jawa terbagi menjadi
3 yaitusantri,priyayiDanabangan.Abanganmenurut Geertz (2014) adalah sekelompok
orang Jawa yang percaya akan adanyaslametansebagai bagian dari ritual
keagamaan, percaya akan adanya ritual halus, serta serangkaian teori dan praktik
kedokteran, sihir, dan sihir. Selagisantriadalah orang yang cenderung melakukan
ritual keagamaan dengan hati-hati dan teratur, seperti melakukan shalat, puasa,
sedekah, haji dan sebagainya. Itupriyayiadalah sekelompok orang Jawa yang
awalnya berasal dari keturunan bangsawan dari raja-raja pribumi yang ada
ditaklukkan oleh Belanda yang mengembangkan istana keraton yang sangat halus,
tarian, lakon, musik dan puisi, yang sangat kompleks dengan mistisisme Hindu-Buddha.
atau lebih mungkin menjadi Hindu. Dilihat dari istilah yang dibawa oleh Geertz (2014),
penulis hanya perlu membagi teknik yang digunakan oleh masyarakat kota Pekalongan
menjadi dua yaituputihanDanabanganteknik. ItuputihanTeknik indigenus merupakan
teknik yang cenderung menekankan tujuan akhir dari nilai-nilai Islam dan nilai-nilai
tauhid. Meskipun tidak secara jelas dinyatakan dalam setiap ritus masyarakat atau
tindakan yang dilakukan oleh para penyuluh adat, namun nilai-nilai Islam dan tauhid
jelas. Hal ini tidak terlepas dari peran walisongo dalam menyebarkan Islam kepada
masyarakat Jawa, yaitu dengan memasukkan nilai-nilai Islam dalam budaya Jawa (Kholiq,
2015: 339; Kastolani dan Yusof, 2016: 55).
Dari uraian di atas, jenis-jenis konseling indigenous yang terbagi menjadi dua
jenis dengan berbagai tekniknya, dapat dikelompokkan diantaranya sebagai berikut.
putihandan mana yang merupakan teknik abangan. Ituputihanteknik meliputi ritual/
tradisi masyarakat yang mengandung nilai-nilai keislaman dan tindakan yang diberikan
oleh penyuluh adat dengan tetap mengacu pada ajaran Islam, misalnyaslametanbudaya
dengan berbagai jenisslametandinilai oleh Geertz (2014) adalah sebuahabanganteknik,
tetapi menurut penulis adalah aputihanteknik karena mengandung nilai-nilai Islam serta
sodaqohperintah dalam ajaran Islam. Hanya saja memiliki istilah lain, dan kegiatannya
dibalut dengan budaya lokal sebagai bentuk metode dakwah agama walisongo dengan
melakukan akulturasi Islam dan budaya Jawa. Begitu juga dengan tradisisuwukbagi anak
rewel pada masyarakat jawa dilakukan dengan membaca ayat-ayat Alquran, bukan
dengan mantra atau sihir. Tradisi mitoni, diselingi dengan pembacaan Alquran, dzikir
ataushalawatdari nabi, dan sebagainya, termasuk penggunaan teknik konseling yang
dilakukan oleh konselor pribumi dengan menasihati kliennya untuk melakukan praktik
berdasarkan Al-Qur'an dan Hadits, misalnya bagi mereka yang mendapatkan bencana
atau yang ingin menghindari bencana disarankan untuk mengamalkan zikirlailahaillah
atau memberi sedekah,
karena dalam ajaran islam lafadz dzikir dan sedekah bisa menolak musibah.
Sedangkan pribumiabanganteknik konseling antara lain misalnya penggunaan
benda (jimat) atau amalan tertentu yang tidak dilandasi nilai-nilai tauhid, untuk
menangkal atau mengatasi permasalahan yang dialami klien yang bisa saja
merupakan jalan syirik dan merusak akidah/iman.
A. Tahap awal
Konseling tahap awal dimulai dari klien bertemu dengan konselor
sampai proses konseling berjalan dan sampai konselor menemukan
masalah dengan klien. Pada tahap ini juga bisa disebut sebagai pengenalan,
ajakan dan dukungan lingkungan. Adapun yang dilakukan oleh konselor
pada tahap awal proses konseling adalah sebagai berikut:
B. Tahap Tengah
Tahap tengah atau disebut dengan fase tindakan merupakan langkah
selanjutnya dimana konselor mulai memikirkan alternatif pendekatan dan strategi
yang akan digunakan yang sesuai dengan masalah klien. kegiatan pada fase tengah
difokuskan pada:
C. Babak final
Konseling tahap akhir atau bisa disebut terminasi adalah yang terakhir
langkah dalam proses konseling secara umum. Evaluasi hasil penyuluhan
akan dilakukan secara keseluruhan. Secara garis besar tujuan dari tahapan
ini adalah:
sudah selesai tidak akan ada pertemuan kedua dengan konselor lagi, sebaliknya
jika masalah klien belum selesai maka secara otomatis akan ada pertemuan
kedua atau kapan, dengan waktu menyesuaikan kondisi berapa lama metode
penyembuhan yang diberikan (air doa) habis , dan seterusnya.
Abdi, S, dkk. (2018). Peranan Nilai-Nilai Sarak Opat dalam Budaya Masyarakat
Gayo terhadap Pemahaman Karir : (Konseling Adat Ditinjau Dengan
Sosial
Hwang Jurnal
Studi Psikologi 55(2), 96 100, 2010.
Kastolani
Tentang Tradisi Nyadran di Desa Sumogawe Kecamatan Getasan
Kontemplasi, 04(01), 51-74
Kim, U., Yang, Kuo-Shu., Hwang, Kwang-Kuo. (2010). Adat dan budaya
Psikologi (terj). Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Prayitno dan Erman Amti. (2013).Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling, Jakarta: PT.
Rineka Cipta
Zulfa, N. (2018
Jurnal Konseling Religi. 9(2), 86-100