Anda di halaman 1dari 11

UJIAN AKHIR SEMESTER

KONSELING LINTAS BUDAYA


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Ujian Tengah Semester Mata Kuliah Konseling Lintas
Budaya

Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Herman Nirwana, M.Pd., Kons.
Triave Nuzila Zahri, M.Pd., Kons.

Oleh :
QOTRI MINATI NAILI
22006230
No Absen 39

DEPARTEMEN BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2022
LAYANAN KONSELING INDIVIDUAL DALAM BUDAYA SUNDA DALAM
MEMBANTU PENDATANG YANG TRANSMIGRASI
Oleh:

QOTRI MINATI NAILI

Fakultas Ilmi Pendidikan / Departemen Bimbingan dan Konseling

Universitas Negeri Padang

Jl. Prof. Dr. Hamka, Kota Padang

Email: qotrinaili@gmail.com

Abstract— Indonesia has a population of around 237,641,326 people where the


population density is on the island of Java. The density of the population on the island of
Java is due to the large number of people from other regions who migrate or
transmigrate to the island of Java, especially the province of Banten to improve their
fortunes due to the large minimum wage in the area, because of the large number of
factories, many people who transmigrate become factory workers, even entrepreneurs
depending on their respective skills. The purpose of this article is to find out the
effectiveness of individual counseling for migrants who experience problems. The
discussion of this article uses secondary research where the discussion is with literature
reviews seen from relevant journals, international journals, and books related to the title
the author took. The results of this research article are that residents who transmigrate
are very effective in carrying out individual counseling when experiencing problems
because they can position themselves and can think according to what the counselee
wants.

Keywords: Transmigration; Individual Counseling


Abstrak— Indonesia memiliki penduduk sekitar 237.641.326 jiwa yang mana
kepadatan penduduknya berada di pulau Jawa. Padatnya penduduk di pulau jawa
dikarenakan banyaknya masyarakat daerah lain yang merantau atau transmigrasi ke
pulau Jawa khususnya provinsi Banten untuk memperbaiki nasib karena besarnya
UMR di daerah tersebut, karena banyaknya pabrik maka penduduk yang transmigrasi
banyak menjadi buruh pabrik, bahkan pengusaha tergantung keahlian masing-
masing. Tujuan artikel ini yaitu untuk mengetahui keefektifana konseling individual
terhadap perantau yang mengalami masalah. Pembahasan artikel ini menggunakan
penelitian sekunder dimana pembahasannya dengan kajian literatur review yang
dilihat dari jurnal relevan, jurnal internasional, dan buku yang berkaitan dengan judul
yang penulis ambil. Hasil dari penelitian artikel ini adalah penduduk yang
transmigrasi sangat efektif melakukan konsleing individual ketika mengalami
masalah karena bisa memposisikan dan bisa berfikir sesuai yang konseli itu mau.

Kata Kunci: Transmigrasi; Konseling Individual

PENDAHULUAN

Data kependudukan dunia tahun 2012 menyatakan bahwa Indonesia


menduduki urutan ke 4 memiliki jumlah penduduk terbesar di dunia dan salah satu
negara yang memiliki budaya yang beragam, dan setelah melihat sensus penduduk
pada tahun 2010 dapat dikatakan bahwa Indonesia memiliki jumlah penduduk
sekitar 237.641.326 jiwa (Statistik, 2011). Berdasarkan peta kepadatan penduduk,
pulau yang dipadati oleh penduduk yaitu pulau jawa karena pulau jawa adalah pusat
pemerintahan dan juga perekonomian negara, sehingga banyak sekali penduduk yang
lebih memilih untuk tinggal dan transmigrasi di pulau tersebut karena memiliki UMR
yang tinggi pula.
Transmigrasi merupakan perpindahan tempat tinggal yang permanen di
Indonesia, perpindahannya pun di rencanakan mulai dari memikirkan akan dimana
seseorang itu pindah dan mengurus berkas-berkas agar proses ketika ia sudah berada
di tempat perpindahannya pun lancar ( Rusli, 1989 dalam Legiani et al., 2018). Di
Banten khususnya Tangerang dan Cilegon sangat banyak sekali perantau dari pulau-
pulau lain, karena pabrik-pabrik banyak dibangun di daerah cilegon dan Tangerang.
Kebanyakan dari perantau memilih transmigrasi ke Banten untuk menjadi buruh
pabrik baik laki-laki maupun perempuan. Namun, perantau di Banten ini bukanlah
hanya menjadi seorang buruh, banyak juga yang berwirausaha dan juga menjadi
pedagang.

Pada dasarnya sangat banyak faktor yang mendasari seseorang untuk


berpindah daerah, namun tujuan seseorang itu melakukan transmigrasi karena ingin
memiliki kehidupan yang lebih baik yang mana hal itu tidak bisa ia dapatkan di daerah
asalnya (Lim et al., 2012). Menurut maslow, selama hidup manusia tidak akan
memiliki kepuasan yang sempurna karena hidupnya penuh dengan rasa ketidak
puasan, namun ia akan berhenti apabila keadaanya terbatas. Tetapi usaha saat
individu tersebut ingin mencapai hidup yang lebih baik seringkali terkendala dalam
factor komunikasinya, akibatnya, seseorang yang bertrasnmigrasi selalu
berkomunikasi dengan Bahasa Indonesia agar mudah dimengerti oleh warga daerah
yang ia tempati (Cahyono, 2013).

Bagi perantau yang merantau ke daerah lain akan mudah menimbulkan tekanan
yang mengakibatkan terjadinya bias budaya tau biasa dikenal dengan sebutan culture
shock. Orang yang mengalami bias budaya akan kebingungan dalam berkomunikasi
dengan lingkungannya, karena adaptasi tersebut harus memiliki kemampuan
individu untuk memahami perilaku dan tingkah laku yang berbeda dengan individu
di daerah asalnya (Munthe, 1994 dalam Primasari, 2015). Ketika perantau mengalami
bias budaya maka akan berdampak pada kehidupan sosial dan lingkungan kerjanya,
di instansi pun pasti memiliki bimbingan untuk membantu pekerjaannya dalam
menghadapi masalahnya, seperti layanan bimbingan individual (Aspir, 2018).

Konseling individual adalah hubungan langsung antara konselor dan konseli


yang bertujuan untuk membantu konseli merubah pola pikir dan perilakunya,
biasanya konseling ini dilakukan dengan tatap muka secara langsung untuk tujuan
konseling (Saputra et al., 2021). Konseling individual merupakan pertemuan antara
konselor dan konseli untuk memberikan bantuan dan pengembangan pribadi konseli
agar konseli pun dapat mengantisipasi masalah yang akan terjadi di kemudian
harinya (Tarmizi & Karneli, 2021). Namun konseling yang dilakukan tidak akan lepas
dari konseling lintas budaya. Konseling lintas budaya adalah hubungan konseling
pada budaya yang berbeda antara konselor dan juga konseli. Namun untuk
menghindari bias budaya maka yang perlu diperhatikan adalah konselor harus
memiliki kepekaan budaya dan dapat melepaskan diri dari bias-bias budaya (Killian,
2013).

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode kajian literatur review dan menggunakan


data sekunder yang diambil dengan cara menganalisis artikel yang akurat, dan
berpacu pada Bimbingan dan Konseling Lintas Budaya. Data yang dikumpulkan
dilakukan dengan membaca jurnal, artikel ilmiah, jurnal internasional, dan juga buku
yang berkaitan dengan tema yang diambil. Jurnal diakses secara online dan memiliki
kaitan dengan judul yang diambil.
HASIL DAN PEMBAHASAN

Konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh konselor,


tekniknya pun bisa dengan wawancara maupun mengisi asesmen agar konselor dapat
mengetahui masalah yang di hadapi oleh konseli, biasanya masalah yang dihadapi
dalam proses konseling individual ini adalah bersifat pribadi, untuk layanan
konseling pada fenomena seseorang yang transmigrasi di Banten harus dikaitkan
dengan konseling lintas budaya, karena penting bagi seroang konselor untuk peka
dan mempertimbangkan konseli yang berbeda budaya (Evans & Sullivan, 2012).

Layanan konseling dapat berhasil apabila ada Kerjasama antar konselor dan
juga konselinya, jika konselor bisa menyelarasi budaya konseli dan konseli pun dapat
menerima konselor maka layanan konseling tersebut akan berhasil (Habsy et al.,
2017). Budaya sunda merupakan budaya yang sangat terbuka dengan pendatang dan
juga budaya lainnya, maka layanan konseling individual bisa dilakukan atas
persetujuan oleh konselinya (Jubba et al., 2019).

Berdasarkan hasil literasi yang saya dapatkan akan penulis tuangkan dalam
tabel berikut ini.

Judul Penelitian Hasil Penelitian


Hafitia, 2018 “Layanan 7 orang perantau mengalami bias budaya dan
Konseling Individual Untuk sulit beradaptasi dengan lingkungan rumahnya.
Beradaptasi Dengan Masalah yang dialami seperti perbedaan Bahasa
Lingkungan Baru (Studi Kasus yang signifikan, rindu dengan keluarga yang ada
di Kampung Widara Rt.03 Rw. di kampung halaman, asing terhadap lingkungan
04, Kec Tigaraksa, Tangerang, barunya, sehingga mereka menutup diri dari
Banten)” Universitas Islam lingkungan sosialnya. Layanan konseling
individual ini diperlukan untuk membantu
Negeri Sultan Maulanan transmigrasi tersebut agar keluar dari masalah
Hasanuddin Banten adaptasi tersebut. Teknik yang dapat digunakan
untuk 3 konseli tersebut adalah 3M ( mendengar,
memahami, dan merespon), hal itu ditujukan agar
konseli merasa bahwa ada yang ingin bersosial
dengan mereka dan merasa ada yang
mendengarkan dan konselor dapat memberikan
penguatan bahwa ketakutan yang dimilikinya
hanyalah ketakutan dirinya sendiri. Sedangkan
kepada 4 konseli lainnya digunakan dengan
dorongan minimal dimana konselor membantu
konseli untuk segera bangkit agar tidak berlarut
dalam masalah yang menyebabkan mereka sedih
dan membuat kurang produktif dalam bekerja.
Hasilnya konseli merasa puas dengan konseling
individual karena pada dasarnya konseli hanya
perlu di dengarkan dan sudah bisa menerima
lingkungan baru mereka.
Winda Primasari, 2014 Untuk berinteraksi dengan orang sekitar,
“Pengelolaan Kecemasan dan biasanya mahasiswa perantau merasakan
Ketidakpastian Diri Dalam kecemasan dan ketidakpastian. Biasanya
Berkomunikasi Studi Kasus kecemasan yang dialami dikarenakan adanya
Mahasiswa Perantau” Ilmu perbedaan Bahasa, kebiasaan, dan gaya hidup.
Komunikasi Ubiversitas Islam Sedangkan ketidakpastian yang dirasakan karena
45 Bekasi. perantau mengalami minim informasi mengenai
lingkungan atau daerah yang ia tinggali. Dalam
merantau biasanya terjadi beberapa bias budaya,
diantaranya adalah merasa bahwa masyarakat
daerah tersebut mengucilinya padahal,
masyarakat Sunda pun biasa saja dengan
kehadirannya. Konseling yang diberikan oleh
konselor yaitu konseling individual namun
menggunakan teknik roleplay. Konselor berusaha
menjadi pendatang dan konseli menjadi pribumi.
Mindset yang dimunculkan oleh konseli akan
menjadi penguatan bahwa sebetulnya perasaan
yang muncul hanyalah pikiran konseli itu saja,
bukan fakta sebenarnya.

Berdasarkan tabel diatas bisa disimpulkan bahwa konseling individual sangat


efektif untuk orang transmigrasi yang memiliki masalah mengenai kecemasan dan
kebiasan budaya. Dalam proses konseling, konselor dan konseli pasti membawa
karakteristik psikologinya seperti kecerdasan, bakat, sifat, dan sikapnya, namun
masih banyak asumsi bahwa yang diberikan salah satu dari konselor maupun konseli
adalah bahwa itu adalah sikap ketidaksukaan yang ditunjukan oleh salah satunya.
Adapun variable yang terlibat dalam proses konseling untuk budaya manapun itu
tidak berbeda diantaranya konselor perlu memahami dirinya sendiri, termasuk bias
dalam budayanya. Karena jika konselor dapat memahami bias budayanya sendiri dan
memahami dirinya, makai a pun dapat memahami konselinya.

Proses konseling diatas bisa berhasil karena konselor pun dapat menempatkan
dirinya di situasi yang betul, dan konselor pun secara sadar dan cepat melakukan
penyesuaian terhadap budaya konseli agar respon yang diberikan pun lebih efektif.
Pada dua decade terakhir, isu mengenai kajian yang bersifat multibudaya, antar
budaya, trans budaya, dan lintas budaya sudah banyak dibicarakan di banyak negara.
Bahkan sudah banyak sekali artikel, dan jurnal yang membahas mengenai isu ini
(Patsiopoulos & Buchanan, 2011). Sunaryo Kartadinata, 1996 mengatakan bahwa
konselor berperan dan berfungsi sebagai seorang pebimbing, maka harus bisa
memahami kompleksitas interaksi dan dapat menguasai ragam bentuk intervensi
psikologis yang tidak terbatas kepada interpersonal multi budayanya. (Adhiputra,
2015)

KESIMPULAN

Konseling individual efektif kepada orang yang transmigrasi ke budaya sunda,


hal itu bisa berhasil pun karena adanya Kerjasama antar konselor dan juga konseli.
Bias budaya bisa dihindarkan apabila konselor memahami budayanya sendiri, jadi
ketika konselor merespon konseli pun akan efektif. Layanan konseling individual
dengan teknik roleplay bisa dinyatakan efektif karena konseli bisa membayangkan
dan bisa merasakan hal yang sekiranya sedang ia takutkan, dan teknik 3M (
mendengar, memahami, merespon) juga bisa dibilang efektif jika konseli hanya ingin
di dengarkan keluh kesah dan masalah yang sedang di hadapinya.

DAFTAR PUSTAKA

Adhiputra, A. A. (2015). Konsep Dasar Konseling Kelompok dan Landasan-landasan


Konseling Kelompok.

Aspir, A. (2018). Strategi Layanan Bimbingan Lanjutan Terhadap Penyalahguna


Narkoba Di Bidang Pasca Rehab Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP)
Sulawesi Tengah. IAIN Palu.
Cahyono, J. B. S. B. (2013). Meraih kekuatan penyembuhan diri yang tak terbatas.
Gramedia Pustaka Utama.

Evans, K., & Sullivan, J. M. (2012). Dual diagnosis: Counseling the mentally ill substance
abuser. Guilford Press.

Habsy, B. A., Hidayah, N., Lasan, B. B., & Muslihati, M. (2017). A literature review of
indonesian life concept linuwih based on the teachings of adiluhung Raden Mas
Panji Sosrokartono. 3rd International Conference on Education and Training
(ICET 2017), 64–73.

Jubba, H., Pabbajah, M., Prasodjo, Z. H., & Qodir, Z. (2019). The future relations
between the majority and minority religious groups, viewed from Indonesian
contemporary perspective: A case study of the coexistence of Muslims and the
Towani Tolotang in Amparita, South Sulawesi. International Journal of Islamic
Thought, 16, 13–23.

Killian, K. D. (2013). Differences making a difference: Cross-cultural interactions in


supervisory relationships. In Integrating gender and culture in family therapy
training (pp. 61–103). Routledge.

Legiani, W. H., Lestari, R. Y., & Haryono, H. (2018). Transmigrasi dan Pembangunan di
Indonesia. Hermeneutika: Jurnal Hermeneutika, 4(1), 25–38.

Lim, S. S., Vos, T., Flaxman, A. D., Danaei, G., Shibuya, K., Adair-Rohani, H., AlMazroa, M.
A., Amann, M., Anderson, H. R., & Andrews, K. G. (2012). A comparative risk
assessment of burden of disease and injury attributable to 67 risk factors and
risk factor clusters in 21 regions, 1990–2010: a systematic analysis for the Global
Burden of Disease Study 2010. The Lancet, 380(9859), 2224–2260.

Patsiopoulos, A. T., & Buchanan, M. J. (2011). The practice of self-compassion in


counseling: A narrative inquiry. Professional Psychology: Research and Practice,
42(4), 301.

Primasari, W. (2015). Pengelolaan kecemasan dan ketidakpastian diri dalam


berkomunikasi studi kasus mahasiswa perantau UNISMA Bekasi. Jurnal Ilmu
Komunikasi, 12(1), 26–38.

Saputra, W. N. E., Alhadi, S., Supriyanto, A., & Adiputra, S. (2021). The development of
creative cognitive-behavior counseling model as a strategy to improve self-
regulated learning of student. International Journal of Instruction, 14(2), 627–
646.

Statistik, B. P. (2011). Kewarganegaraan, suku bangsa, agama, dan bahasa sehari-hari


penduduk Indonesia: Hasil sensus penduduk 2010. Jakarta: BPS.

Tarmizi, R., & Karneli, Y. (2021). Konseling Individual Dengan Pendekatan Realitas
Untuk Mengurangi Perilaku Konsumtif (Studi Kasus Pada Siswa Sekolah Di
Medan). Counsenesia Indonesian Journal Of Guidance and Counseling, 2(1), 31–40.

Anda mungkin juga menyukai