Laporan Desa Edit
Laporan Desa Edit
DISUSUN OLEH:
DEWI SARTIKA P07131222091
FIKRI WARMAN P07131222093
MASRIATON P07131222102
SARAH RAHMANITA P07131222110
YUDHA RAMADHAR WAHYU P07131222115
Mengetahui,
i
KATA PENGANTAR
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN....................................................................... i
KATA PENGANTAR ............................................................................... ii
DAFTAR ISI .............................................................................................. iii
DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Tujuan .................................................................................................. 4
1. Tujuan Umum............................................................................. 4
2. Tujuan Khusus............................................................................. 4
C. Manfaat ................................................................................................ 4
D. Kompetensi PKL.................................................................................. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 6
A. Masalah dan Determinan Gizi.............................................................. 6
B. Faktor-Faktor Penyebab Masalah Gizi ................................................ 9
C. Program Perbaikan Gizi Masyarakat.................................................... 10
D. Standar Penilaian Status Gizi................................................................ 14
BAB III PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN PROGRAM PKL15
A. Gambaran Umum Lokasi...................................................................... 24
B. Musyawarah Masyarakat Desa............................................................. 29
C. Pelatihan Kader.....................................................................................29
D. Pelaksanaan Posyandu..........................................................................30
E. Penyuluhan Gizi.................................................................................... 31
F.Konseling Gizi.........................................................................................31
LAMPIRAN
DOKUMENTASI
iii
DAFTAR LAMPIRAN
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah gizi merupakan masalah yang ada di tiap-tiap negara, baik
negara miskin, negara berkembang dan negara maju. Negara miskin cenderung
dengan masalah gizi kurang, hubungan dengan penyakit infeksi dan negara
maju cenderung dengan masalah gizi lebih (Soekirman, 2000; Mohamad
Agus Salim, 2012).Keadaan gizi dan kesehatan masyarakat tergantung pada
tingkat konsumsi. Indonesia menghadapi masalah gizi ganda, yakni masalah
gizi kurang dan masalah gizi lebih.
Masalah gizi kurang umumnya disebabkan oleh kemiskinan,
kurangnya persediaan pangan, kurang baiknyakualitas lingkungan (sanitasi),
kurangnya pengetahuan masyarakat tentang gizi, menu seimbang dan kesehatan,
dan adanya daerah miskin gizi (iodium). Sebaliknya masalah gizi lebih
disebabkan oleh kemajuan ekonomi pada lapisan masyarakat tertentu yang
disertai dengan minimnya pengetahuan tentang gizi, menu seimbang, dan
kesehatan. Dengan demikian, sebaiknya masyarakat meningkatkan perhatian
terhadap kesehatan guna mencegah terjadinya gizi salah (malnutrisi) dan risiko
untuk menjadi kurang gizi (Mohamad Agus Salim, 2015; Mohamad Agus
Salim ,2013).
Hasil Riskesdas 2018 menunjukkan adanya perbaikan gizi pada balita di
Indonesia. Proporsi status gizi sangat pendek dan pendek turun dari 37,2%
(Riskesdas 2013) menjadi 30,8%. Sedangkan proporsi status gizi buruk dan status
gizi kurang turun dari 19,6% (Riskesdas 2007) 17,7%. Proporsi kenaikan obesitas
pada orang dewasa sejak tahun 2007 sebagai berikut 10,5% (Riskesdas 2007),
14,8% (Riskesdas 2013) dan 21,8% (Riskesdas 2018). Data Riskesdas 2018 di
Aceh sebanyak 18,6 % balita dengan status gizi buruk dan status gizi kurang,
35,2% balita sangat pendek dan pendek, 11,1 % balita sangat kurus dan kurus, 7,6
% balita gemuk. Selain itu kejadian KEK pada ibu hamil 22,2 % pada wanita
tidak hamil dan 14,4 % pada ibu hamil.
Riskesdas 2018 menunjukkan prevalensi penyakit tidak menular
mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan Riskesdas 2013, antara stroke dan
hipertensi. Prevalensi 2013, pada penyakit stroke naik dari 7% menjadi 10,9%,
dan hasil pengukuran tekanan darah, hipertensi naik dari 25,8 menjadi
34,1%.Beberapa masalah gizi yang penting antara lain kurang protein, kurang
energi atau kombinasi kurang energi dan protein. Juga masalah gizi mikro,
khususnya masalah kurang vitamin A, kurang zat yodium, kurang zat besi dan
kurang zat seng. Selain itu, mulai muncul masalah gizi lebih, yaitu kelebihan
konsumsi energi yang bersumber dari lemak.
Berdasarkan sudut pandang zat gizi, masalah gizi dibedakan menjadi
masalah gizi makro dan masalah gizi mikro. Masalah gizi makro dapat berbentuk
gizi kurang dan gizi lebih, sedangkan untuk masalah gizi mikro hanya dikenal gizi
kurang. Masalah gizi makro yang sering disebut kurang energi protein (KEP)
adalah salah satu masalah gizi kurang akibat konsumsi makanan yang tidak cukup
mengandung energi dan protein serta karena gangguan kesehatan.Golongan
penduduk yang rawan terhadap kekurangan gizi termasuk rawan terkena KEP
adalah balita, ibu hamil dan ibu menyusui. Terkait dengan hal ini, kita mengenal
beberapa istilah kurang energi protein dan gizi buruk, seperti marasmus dan
Kwashiorkor.
Faktor yang menyebabkan kurang gizi telah diperkenalkan UNICEF dan
telah digunakan secara internasional, yang meliputi beberapa tahapan penyebab
timbulnya kurang gizi pada anak balita, baik penyebab langsung, tidak langsung,
akar masalah dan pokok masalah. Penyebab langsung adalah makanan dan
penyakit dapat secara langsung menyebabkan gizi kurang. Timbulnya gizi kurang
tidak hanya dikarenakan asupan makanan yang kurang, tetapi juga penyakit. Anak
yang mendapat cukup makanan tetapi sering menderita sakit, pada akhirnya dapat
menderita gizi kurang. Demikian pula pada anak yang tidak memperoleh cukup
makan, maka daya tahan tubuhnya akan melemah dan akan mudah terserang
penyakit.
2
Penyebab tidak langsung adalah ketahanan pangan keluarga yang kurang
memadai, setiap keluarga diharapkan mampu untuk memenuhi kebutuhan pangan
seluruh anggota keluarganya dalam jumlah yang cukup baik jumlah maupun mutu
gizinya. Pola pengasuhan anak kurang memadai, setiap keluarga dan mayarakat
diharapkan dapat menyediakan waktu, perhatian, dan dukungan terhadap anak
agar dapat tumbuh kembang dengan baik baik fisik, mental dan sosial. Pelayanan
kesehatan dan lingkungan kurang memadai, sistem pelayanan kesehatan yang ada
diharapkan dapat menjamin penyediaan air bersih dan sarana pelayanan kesehatan
dasar yang terjangkau oleh setiap keluarga yang membutuhkan.
Berdasarkan masalah dan data tersebut diatas, maka perlu dilakukan
pengkajian terhadap aspek gizi dan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya
status gizi baik pada balita, ibu hamil serta ibu menyusui dan lain-lain yang
berkaitan dengan gizi dan kesehatan dalam suatu kegiatan pelaksanaan yang
disebut sebagai Praktek Kerja Lapangan Mandiri (PKL) melalui kegiatan
Managemen Intervensi Gizi (MIG).
Kegiatan ini dirancang untuk memberikan pengalaman praktik dan
melibatkan mahasiwa dengan masyarakat secara aktif dalam proses kegiatan
lapangan yang bertujuan untuk melihat masalah-masalah gizi pada khususnya dan
masalah kesehatan pada umumnya sekaligus memberikan kesempatan untuk
melakukan intervensi dalam rangka memecahkan masalah gizi dan kesehatan
yang ada,sehingga diharapkan mampu memberikan konstribusi bagi
terselenggaranya gizi baik dan pelayanan kesehatan yang optimal serta
meningkatkan pengetahuan masyarakat terhadap masalah gizi dan kesehatan yang
dihadapinya dengan kegiatan yang lebih terencana dan terkoordinasi.
3
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melaksanakan intervensi gizi dan eveluasi gizi dalam
skala mikro di desa, serta memahami pengelolaan kegiatan program gizi dari
Puskesmas dan Dinas Kesehatan Kabupaten dalam skala mikro yang
direncanakan baik program baru maupun program yang sedang dibina di
masyarakat khususnya Desa Krueng Beukah.
2. Tujuan Khusus
a. Melaksanakan program intervensi gizi dalam skala mikro dan melaksanakan
pengelolaan kegiatan program gizi dari puskesmas dan Dinas Kesehatan
Kab/Kota dalam skala mikro baik program baru maupun program yang
sedang dibina.
b. Melaksanakan Musyawarah Masyarakat Desa (MMD).
c. Pelaksanaan asuhan gizi terpadu pada kelompok khusus di masyarakat.
d. Melaksanakan pelatihan kader gizi.
e. Pemberdayaan masyarakat untuk program posyandu, ketahanan pangan,
KADARZI, ASI dan MP-ASI serta GERMAS.
f. Penyuluhan gizi dan kesehatan.
g. Melakukan pemantauan dan evaluasi dari program intervensi.
h. Rencana tindak lanjut (POA).
C. Manfaat
1. Bagi Mahasiswa
Dapat memberikan tambahan ilmu pengetahuan dan memperkaya
pengalaman dalam menentukan perencanaan program gizi di tingkat pedesaan
untuk mampu melakukan pengumpulan, pengolahan, analisa serta mampu
mengenal masalah dan penyebab masalah, serta mampu melakukan program
intervensi gizi secara tepat dan efektif di tingkat pedesaan.
4
2. Bagi Instansi Terkait
Diharapkan kepada instansi terkait terutama pihak Puskesmas dan
Kecamatan serta Pemerintah Desa memiliki informasi dan dapat mengetahui
permasalahan gizi dan kesehatan yang ada diwilayah kerjanya sehingga dapat
menyusun rencana perbaikan gizi dalam program gizi dan kesehatan
masyarakat.
3. Bagi Masyarakat
Diharapkan kepada masyarakat dan tokoh masyarakat ditingkat pedesaan
serta Pemerintah Desa sebagai lokasi Praktek Analisis Masalah Kesehatan
yang ada dapat menumbuhkan partisipasi masyarakat dalam upaya perbaikan
gizi dan kesehatan masyarakat.
D. Kompetensi PKL
1. Mampu melaksanakan pendidikan dan pelatihan gizi untuk kelompok sasaran
(melalui Penyuluhan Gizi)
2. Mampu melaksanakan dan mempertahankan kelangsungan program pangan
dan gizi masyarakat
3. Mampu berpartisipasi dalam pengembangan dan evelusai program pangan dan
gizi di masyarakat
4. Mampu melaksanakan asuhan gizi untuk klien sesuai kebudayaan dan
kepercayaan dengan keadaan khusus
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
7
yang ditimbulkan begitu juga sebaliknya, bagaimana pembangunan
berbagai sektor memberi dampak kepada perbaikan status gizi. Oleh
karena itu tujuan pembangunan beserta target yang ditetapkan di bidang
perbaikan gizi memerlukan keterlibatan seluruh sektor terkait.
Dibutuhkan adanya kebijakan khusus untuk mempercepat laju percepatan
peningkatan status gizi. Dengan peningkatan status gizi masyarakat
diharapkan kecerdasan, ketahanan fisik dan produktivitas kerja meningkat,
sehingga hambatan peningkatan ekonomi dapat diminimalkan.
Pelaksanaan program gizi hendaknya berdasarkan kajian ‘best practice’
(efektif dan efisien) dan lokal spesifik. Intervensi yang dipilih dengan
mempertimbangkan beberapa aspek penting seperti: target yang spesifik
tetapi membawa manfaat yang besar, waktu yang tepat misalnya
pemberian Yodium pada wanita hamil di daerah endemis berat GAKY
dapat mencegah cacat permanen baik pada fisik maupun intelektual bagi
bayi yang dilahirkan. Pada keluarga miskin upaya pemenuhan gizi
diupayakan melalui pembiayaan publik.
Pengambil keputusan di setiap tingkat menggunakan informasi yang
akurat dan evidence base dalam menentukan kebijakannya. Diperlukan
sistem informasi yang baik, tepat waktu dan akurat. Disamping
pelaksanaan monitoring dan evaluasi yang baik dan kajian-kajian
intervensi melalui kaidah-kaidah yang dapat dipertanggung jawabkan.
Mengembangkan kemampuan (capacity building) dalam upaya
penanggulangan masalah gizi, baik kemampuan teknis maupun
kemampuan manajemen. Gizi bukan satu-satunya faktor yang berperan
untuk pembangunan sumber daya manusia, oleh karena itu diperlukan
beberapa aspek yang saling mendukung sehingga terjadi integrasi yang
saling sinergi, misalnya kesehatan, pertanian, pendidikan diintegrasikan
dalam suatu kelompok masyarakat yang paling membutuhkan.
Meningkatkan upaya penggalian dan mobilisasi sumber daya untuk
melaksanakan upaya perbaikan gizi yang lebih efektif melalui kemitraan
dengan swasta, LSM dan masyarakat.
8
B. Faktor-faktor penyebab masalah gizi
Faktor penyebab tidak langsung masalah gizi adalah
1. Faktor Langsung
a. Asupan Makanan
Faktor penyebab langsung pertama adalah konsumsi makanan yang
tidak memenuhi jumlah dan komposisi zat gizi yang memenuhi syarat gizi
seimbang yaitu beragam, sesuai kebutuhan, bersih dan aman, misalnya
bayi tidak memperoleh ASI Eksklusif.(Menko Kesra RI, 2013)
b. Penyakit infeksi
Kaitan penyakit infeksi dengan keadaan gizi merupakan hubungan
timbal balik, yaitu hubungan sebab akibat. Penyakit infeksi dapat
memperburuk keadaan gizi, dan keadaan gizi yang jelek dapat
mempermudah terkena infeksi. hal ini akan mengakibatkan rusaknya
fungsi organ tubuh sehingga tidak bisa menyerap zat-zat makanan dengan
baik. Penyakit yang umumnya terkait dengan masalah gizi antara lain
diare, tuberkulosis, campak dan batuk rejan
2. Faktor Tidak Langsung
a. Ketersediaan Pangan
Ketersediaan pangan dalam hal ini ketersediaan pangan di tingkat
rumah tangga adalah kondisi tersedianya pangan bagi rumah tangga yang
tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun
mutunya, aman, bergizi, beragam, merata dan terjangkau oleh daya beli
keluarga.Kurangnya ketersediaan pangan ditingkat rumah tangga akan
menyebabkan kurangnya konsumsi dari sekelompok keluarga yang akan
menyebabkan kurang gizi.
b. Pola Asuh
Pola asuh dapat dipakai sebagai peramal atau faktor risiko
terjadinya kurang gizi atau gangguan perkembangan pada anak. Peran ibu
dalam keluarga sangat besar dalam menanamkan kebiasaan makan pada
anak dan proses tumbuh kembang yaitu kebutuhan emosi atau kasih
9
sayang diwujudkan dengan kontak fisik dan psikis, misalnya dengan
menyusui segera setelah lahir anaknya.
c. Sanitasi lingkungan
Masalah gizi selain disebabkan oleh kurangnya asupan zat gizi,
juga dapat terjadi akibat buruknya sanitasi lingkungan dan kebersihan diri.
Sehingga memudahkan timbulnya penyakit infeksi. Sanitasi lingkungan
sehat secara tidak langsung mempengaruhi kesehatan anak balita yang
pada akhirnya dapat mempengaruhi kondisi status gizi anak balita.
10
Kader kesehatan dilatih dan berfungsi sebagai monitor, pengingat dan
pendukung untuk mempromosikan kesehatan. Peran kader dalam posyandu
adalah :
a. Melakukan persiapan kegiatan posyandu
b. Menyebarluaskan informasi tentang hari posyandu
c. Membagi tugas, antar kader, meliputi pendaftara, penimbangan berat
badan, pengukuran tinggi badan, pengukuran lingkar kepala, pemantauan
status imunisasi anak, pencatatan dan penyuluhan, pemberian makanan
tambahan, menyiapkan buku catatan posyandu.
3. Penyuluhan / Edukasi Gizi
Edukasi gizi menurut Fasli Jalal (2010) adalah suatu proses yang
berkesinambungan untuk menambah pengetahuan tentang gizi,
membentuk sikap dan perilaku hidup sehat dengan
memperhatikan pola makan sehari-hari dan faktor lain yang
mempengaruhi makanan, serta meningkatkan derajat kesehatan dan gizi
seseorang. Tujuan dari pemberian edukasi gizi adalah mendorong
terjadinya perubahan perilaku yang positif yang berhubungan dengan
makanan dan gizi. Bentukdari kegiatan edukasi gizi salah satunya
adalah penyuluhan.
Penyuluhan adalah usaha memberikan keterangan, penjelasan,
petunjuk, bimbingan, tuntunan, jalan dan arah yang harus ditempuh oleh
setiap orang sehingga dapat memecahkan masalah yang dihadapinya dan
meningkatkan kualitas hidupnya.Penyuluhan kesehatan adalah kegiatan
pendidikan yang dilakukan dengan cara menyebarkan pesan, menanamkan
keyakinan, sehingga masyarakat tidak saja sadar, tahu dan mengerti, tetapi
juga mau dan bisa melakukan suatu anjuran yang ada hubungannya dengan
kesehatan.
11
4. Konseling Gizi
Konseling gizi ialah serangkaian kegiatan yang ada antara dua
belah pihak sebagai proses komunikasi antara konselor dan klien. Tugas
dari konseloradalah menanmkan serta meningkatkan pengertian, sikap
untu pola hidup sehat dengan mengkonsumsi asupan makanan yang
mengandung gizi.Konselor merupakan petugas konseling yang memiliki
kemampuan untuk menanamkan berbagai sikap serta aktivitas yang
mampu menunjang peningkatan gizi atau keseimbangan gizi seseorang.
Seorang konselor harus mampu menggalai apa saja masalah yang
ditimbulkan dari dalam diri klien atau pasien.
Konselor memberikan masukan kepada pasien atau klien. Masukan
tersebut berhubungan dengan masalah yang dihadapi oleh klien tersebut.
Masukan yang diberikan oleh konselor terhadap klien berdasarkan standart
yang telah berlaku. Dengan kata lain konselor tidak memberikan masukan
yang menyimpang dari ketentuan yang berlaku.
Komunikasi efektif sangat dibutuhkan dalam kegiatan Konseling
Gizi. Konseling Gizi adalah serangkaian kegiatan sebagai proses
kominikasi 2 (dua) arah untuk menanamkan dan meningkatkan pengertian,
sikap dan perilaku sehingga membantu klien/pasien mengenali dan
mengatasi masalah gizi melalui pengaturan makanan dan minuman yang
dilakukan oleh ahli gizi nutrisionis, dietisen. (PERSAGI, 2013). Konseling
Gizi yang efektif adalah komunikasi dua arah antara klien dan konselor gizi
tentang segala sesuatu yang memungkinkan terjadinya perubahan perilaku
makan klien.
12
5. Pameran Gizi Daring
Pameran Gizi merupakan kegiatan untuk menumbuh kembangkan
apresiasi masyarakat tehadap ilmu gizi.Bentuk apresiasi terdiri dari
apresiasi kreatif dan apresasi afektif.dapun tujuan dilaksanakannya
pameran gizi ini adalah memberikan pemahaman tentang pentingnya
pangan yang bergizi demi menghasilkan generasi yang sehat sebagai
investasi untuk membangun masa depan sehat berprestasi. Adapun Fungsi
pameran menjadi empat kategori, yaitu fungsi apresiasi, fungsi edukasi,
fungsi rekreasi, dan fungsi prestasi. Adapun manfaat pameran gizi yaitu:
a) Apresiasi diartikan sebagai kegiatan untuk menilai dan menghargai karya
manyarakat tentang gizi dan kesehatan. Melalui kegiatan pameran ini
diharapkan dapat menimbulkan sikap menghargai terhadap karya seni.
Suatu penghargaan akan timbul setelah pengamat (apresiator) melihat,
menghayati, memahami karya seni yang disaksikannya. Melalui kegiatan ini
pula akan muncul apresiasi aktif dan apresiasi pasif. Apresiasi aktif,
biasanya seniman, seteleh menonton pameran biasanya
termotivasi/terdorong untuk mencipa karya seni sedangkan apresiasi pasif
biasanya terjadi pada orang awam, setelah menyaksikan pameran biasanya
bisa menghayati, memahami dan menilai serta menghargai karya seni.
b) Fungsi edukasi, kegiatan pameran gizi akan memberikan nilai-nilai ajaran
terhadap masyarakat terutama apresiator. Adapun tujuan dilaksanakannya
pameran gizi ini adalah memberikan pemahaman tentang pentingnya pangan
yang bergizi demi menghasilkan generasi yang sehat sebagai investasi untuk
membangun masa depan sehat berprestasi.
Kegiatan pameran Ini merupakan Kegiatan puncak PKL Manajemen
Intervensi Gizi Masyarakat dengan kompetensi mampu melakukan upaya
intervensi gizi di masyarakat. Diharapkan kegiatan ini dapat membantu
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan tentang sumber makanan yang
bergizi melalui pemanfaatan bahan pangan lokal yang murah dan
terjangkau.Kegiatan–kegiatan pameran gizi daring, pameran produk pangan
13
lokal dan informasi gizi secara daring dalam bentuk video atau flyer disertai
narasi melalui aplikasi zoom.
14
adalah menilai pertumbuhan. Alasan antropometri digunakan sebagai indikator
status gizi, yaitu:
Pertumbuhan seorang anak agar berlangsung baik memerlukan asupan
gizi yang seimbang antara kebutuhan gizi dengan asupan gizinya.Gizi
yang tidak seimbang akan mengakibatkan terjadinya gangguan
pertumbuhan, kekurangan zat gizi akan mengakibatkan terhambatnya
pertumbuhan, sebaliknya kelebihan asupan gizi dapat mengakibatkan
tumbuh berlebih (gemuk) dan mengakibatkan timbulnya gangguan
metabolisme tubuh.
Antropometri sebagai variabel status pertumbuhan dapat digunakan
sebagai indikator untuk menilai status gizi.
Fungsi antropometri sebagai parameter untuk menilai status gizi secara
garis besar ada 2, yaitu untuk menilai status pertumbuhan dan untuk menilai
status gizi pada populasi tertentu. Antropometri sebagai penilaian status
pertumbuhan, digunakan untuk menilai pertambahan ukuran tubuh dari waktu
ke waktu. Pertumbuhan tubuh akan berkembang danbertambahsetiap waktu
tergantung asupan gizi yang dikonsumsi.
Ukuran tubuh yang dapat dinilai untuk mengukur pertumbuhan di
antaranyaadalah berat badan, panjang/tinggi badan, lingkar kepala yang
dilakukan teratur setiap periode tertentu. Misalnya, pemantauan pertumbuhan
yang dilakukan di posyandu dengan memantau pertambahan berat badan
dengan menggunakan KMS (Kartu Menuju Sehat), atau pemantauan
pertumbuhan yang dilakukan pada setiap anak balita yang berkunjung di
Puskesmas dengan menggunakan Grafik Pertumbuhan Anak (GPA).
Fungsi kedua antropometri adalah untuk penilaian status gizi pada
waktu tertentu. Kegiatan penilaian status gizi di sinidilakukan dalam kurun
waktu yang panjang, misalnya setiap 1 tahun atau 5 tahun sekaliatau hanya
dilakukan pada 1 kali periode saja dan dilakukan pada populasi. Tujuan
penilaianstatus gizi di siniadalah untuk mengetahui prevalensi status gizi pada
waktu tertentu atau dapat juga dilakukan untuk mengetahui perkembangan
prevalensi status gizi pada populasi dari waktu ke waktu.
15
Biasanya hasilnya dibandingkan dengan daerah lagi untuk mengetahui
apakah prevalensi status gizinya lebih baik atau tidak. Contohnya adalah
kegiatan Pemantauan Status Gizi (PSG) yang dilakukan setiap tahun oleh
Kementerian Kesehatan RI dan Dinas Kesehatan.
Beberapa kelebihan dan kekurangan antropometri digunakan sebagai
penentuan status gizi tersebut adalah:
1. Kelebihan antropometri untuk menilai status gizi antara lain:
a. Prosedur pengukuran antropometri umumnya cukup sederhana
dan aman digunakan.
b. Untuk melakukan pengukuran antropometri relatif tidak
membutuhkan tenaga ahli, cukup dengan dilakukan pelatihan
sederhana.
c. Alat untuk ukur antropometri harganya cukup murah terjangkau,
mudah dibawa dan tahan lama digunakan untuk pengukuran.
d. Ukuran antropometri hasilnya tepat dan akurat
e. Hasil ukuran antropometri dapat mendeteksi riwayat asupan gizi yang
telah lalu.
f. Hasil antropometri dapat mengidentifikasi status gizi baik, sedang,
kurang dan buruk.
g. Ukuran antropometri dapat digunakan untuk skrining (penapisan),
sehingga dapat mendeteksi siapa yang mempunyai risikogizi kurang
atau gizi lebih.
2. Kelemahan antropometri untuk menilai status gizi antara lain:
a. Hasil ukuran antropometri tidak sensitif, karena tidak dapat
membedakan kekurangan zat gizi tertentu, terutama zat gizi mikro
misal kekurangan zink. Apakah anak yang tergolong pendek karena
kekurangan zink atau kekurangan zat gizi yang lain.
b. Faktor-faktor di luar gizi dapat menurunkan spesifikasi dan
sensitivitas ukuran. Contohnya anak yang kurus bisa terjadi karena
menderita infeksi, sedangkan asupan gizinya normal. Atlet biasanya
16
mempunyai berat yang ideal, padahal asupan gizinya lebih dari
umumnya.
c. Kesalahan waktu pengukuran dapat mempengaruhi hasil.
Kesalahan dapat terjadi karena prosedur ukur yang tidak tepat,
perubahan hasil ukur maupun analisis yang keliru. Sumber
kesalahan bisa karena pengukur, alat ukur, dan kesulitan
mengukur. Beberapa contoh ukuran tubuh manusia sebagai
parameter antropometri yang sering digunakan untuk menentukan
status gizi misalnya berat badan, tinggi badan, ukuran lingkar kepala,
ukuran lingkar dada, ukuran lingkar lengan atas, dan lainnya.
Hasil ukuran anropometri tersebut kemudian dirujukkanpada
standar atau rujukan pertumbuhan manusia.
a. Berat Badan menurut Umur (BB/U)
Berat Badan menggambarkan jumlah protein, lemak, air, dan
mineral yang terdapat di dalam tubuh. Berat badan merupakan
komposit pengukuran ukuran total tubuh. Pengukuran berat badan
mudah dilakukan dan alat ukur untuk menimbang berat badan mudah
diperoleh.Pengukuran berat badan memerlukan alat yang hasil
ukurannya akurat.
Untuk mendapatkan ukuran berat badanyang akurat, terdapat
beberapa persyaratan alat ukur berat di antaranya adalah alat ukur
harus mudah digunakan dan dibawa, mudah mendapatkannya, harga
alat relatif murah dan terjangkau, ketelitian alat ukur sebaiknya 0,1 kg
(terutama alat yang digunakan untuk memonitor pertumbuhan), skala
jelas dan mudah dibaca, cukup aman jika digunakan, serta alat selalu
dikalibrasi.
Beberapa jenis alat timbang yang biasa digunakan untuk mengukur
berat badan adalah dacin untuk menimbang berat badan balita, timbangan
detecto, bathroom scale(timbangan kamar mandi), timbangan injak digital,
dan timbangan berat badan lainnya.
17
Kelebihan Indeks BB/U adalah:
Lebih mudah dan lebih cepat dimengerti oleh masyarakat
umum.
Baik untuk mengukur status gizi akut atau kronis.
Berat badan dapat berfluktuasi.
Sangat sensitif terhadap perubahan–perubahan kecil.
Dapat mendeteksi kegemukan (over weight)
Kelemahan Indeks BB/U adalah:
Dapat mengakibatkan interpretasi status gizi yang keliru bila
terdapat edema maupun asites.
Di daerah pedesaan yang masih terpencil dan tradisional, umur
sering sulit di taksir secara tepat karena pencatatan umur yang belu
baik.
Memerlukan data umur yang akurat, terutama untuk anak dibawah
usia lima tahun.
Sering terjadi kesalahan dalam pengukuran, seperti pengaruh
pakaian atau gerakan anak pada saat penimbangan.
Secara operasional sering mengalami hambatan karena masalah
sosial budaya setempat. Dalam hal ini orang tua tidak mau
menimbang anaknya, karena dianggap seperti barang dagangan, dan
sebagainya.
Kategori BB/U
Gizi lebih, bila Z-score terletak ≥ + 2 SD
Gizi baik, bila Z-scoe terletak ≥ -2 SD s/d + 2 SD
Gizi kurang, bila Z-score terletak ≥ - SD s/d < - 2 SD
Gizi buruk, bila Z-score terletak < - 3 SD
18
b. Tinggi Badan menurut Umur (TB/U)
Tinggi badan atau panjang badan menggambarkan ukuran pertumbuhan
massa tulang yang terjadi akibat dari asupan gizi. Pertambahan tinggi
badan atau panjang terjadi dalam waktu yang lama sehingga sering
disebut akibat masalah gizi kronis. Istilah tinggi badan digunakan untuk
anak yang diukur dengan cara berdiri, sedangkan panjang badan jika
anak diukur dengan berbaring (belum bisa berdiri).
Anak berumur 0–2 tahun diukur dengan ukuran panjang badan,
sedangkan anak berumur lebih dari 2 tahun dengan menggunakan
microtoise. Alat ukur yang digunakan untuk mengukur tinggi badan
atau panjang badan harus mempunyai ketelitian 0,1 cm. Tinggi badan
dapat diukur dengan menggunakan microtoise(baca: mikrotoa).
Kelebihan alat ukur ini adalah memiliki ketelitian 0,1 cm,
mudah digunakan, tidak memerlukan tempat yang khusus, dan
memiliki harga yang relatif terjangkau.
Kelemahannya adalahsetiap kali akan melakukan pengukuran harus
dipasang pada dinding terlebih dahulu. Sedangkan panjang badan
diukur dengan infantometer (alat ukur panjang badan).
Indeks TB/U
Tinggi, bila Z-Score terletak > 2 SD
Normal, bila Z-Score terletak < 2 SD s/d > -2 SD
Pendek, bila Z-Score terletak < - 2 SD s/d > -3 SD
Sangat Pendek, bila Z-Score terletak < - 3 SD
19
Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi badan.
Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan
pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu. Indeks BB/TB
merupakan indikator yang baik untuk menilai status gizi saat ini. Indeks
BB/TB merupakan indeks yang independen terhadap umur.
Kelebihan indeks BB/TB adalah:
Tidak memerlukan data umur.
Dapat membedakan proporsi badan (gemuk, normal dan kurus).
Kelemahan indeks BB/TB adalah:
Tidak dapat memberikan gambaran, apakah anak tersebut
pendek, cukup tinggi badan atau kelebihan tinggi badan
menurut umurnya, karena faktor umur tidak dipertimbangkan.
Dalam praktik sering mengalami kesulitan dalam melakukan
pengukuran panjang/tinggi badan pada kelompok balita.
Membutuhkan dua macam alat ukur.
Pengukuran relatif lebih lama.
Membutuhkan dua orang untuk melakukannya.
Sering terjadi kesalahan dalam pembacaan hasil pengukuran,
terutama bila dilakukan oleh kelompok non – profesional.
Kategori BB/TB
Gemuk, bila Z-score terletak > + 2 SD
Normal, bila Z-score terletak ≥ - 2 SD s/d + 2 SD
Kurus, bila Z-score terletak ≥ - 3 SD s/d < - 2 SD
Sangat Kurus, bila Z-score terletak < - 3 SD
d. Lingkar Lengan Atas Menurut Umur ( LLA/U)
Lingkar lengan atas (LILA) merupakan gambaran keadaan
jaringan otot dan lapisan lemak bawah kulit. LILA mencerminkan
tumbuh kembang jaringan lemak dan otot yang tidak berpengaruh oleh
cairan tubuh. Ukuran LILA digunakan untuk skrining kekurangan energi
20
kronis yang digunakan untuk mendeteksi ibu hamil dengan risiko
melahirkan BBLR.
Pengukuran LILA ditujukan untuk mengetahui apakah ibu hamil
atau wanita usia subur (WUS) menderita kurang energi kronis (KEK).
Ambang batas LILA WUS dengan risiko KEK adalah 23.5 cm. Apabila
ukuran kurang dari 23.5 cm, artinya wanita tersebut mempunyai risiko
KEK, dan diperkirakan akan melahirkan berat bayi lahir rendah
(BBLR). Cara ukur pita LILA untuk mengukur lingkar lengan atas
dilakukan pada lengan kiri atau lengan yang tidak aktif. Pengukuran
LILA dilakukan pada pertengahan antara pangkal lengan atas dan
ujung siku dalam ukuran cm (centi meter).
Kelebihan Indeks LLA/U adalah:
Indikator yang baik untuk menilai KEP berat
Alat ukur murah, sangat ringan, dan dapat dibuat sendiri.
Alat dapat diberi kode warna untuk menentukan tingkat keadaan
gizi, sehingga dapat digunakan oleh yang tidak dapat membaca dan
menulis.
Kelemahan indeks LLA/U adalah:
Hanya dapat mengidentifikasikan anak dengan KEP berat.
Sulit menentukan ambang batas.
Sulit digunakan untuk melihat pertumbuhananak terutama anak usia
2 sampai 5 tahun yang perubahannya tidak nampak nyata.
e. Indeks Massa Tubuh (IMT)
IMT merupakan alat yang sederhana untuk memantau status gizi
orang dewasa khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan
kelebihan berat badan, maka mempertahankan berat badan normal
memungkinkan seseorang dapat mencapai usia harapan hidup lebih
panjang.
21
Penggunaan IMT hanya berlaku untuk orang dewasa berumur
diatas 18 tahun. IMT tidak dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja dan
ibu hamil dan olahragawan. Di samping itu pula IMT tidak bisa diterapkan
pada keadaan khusus ( penyakit ) lainnya seperti adanya edema, asites, dan
hepatomegali.
Rumus Perhitungan IMT adalah sebagai berikut :
IMT = Berat Badan (kg)
Tinggi badan (m) x Tinggi badan (m)
Batas ambang IMT ditentukan dengan merujuk ketentuan
FAO/WHO, yang membedakan batas ambang untuk laki – laki dan
perempuan. Batas ambang normal laki – laki adalah 20,1 – 25,0 untuk
perempuan adalah 18,7–23,8.
Tabel. 1
Kategori Ambang Batas IMT untuk Indonesia (Depkes, 2003)
Indeks Kategori IMT
Kurus Kekurangan berat badan tingkat berat < 17,0
Kekurangan berat badan tingkat ringan 17,0-18,5
Normal Normal >18,5 – 25,0
Gemuk Kelebihan berat badan tingkat ringan >25,0 – 27,0
Overweight Kelebihan berat badan tingkat berat >27,0
f. Lingkar Kepala
Lingkar kepala dapat digunakan sebagai pengukuran ukuran
pertumbuhan lingkar kepala dan pertumbuhanotak, walaupun tidak
sepenuhnya berkorelasi dengan volume otak. Pengukuran lingkar kepala
merupakan predicator terbaik dalam melihat perkembangan syaraf anak
dan pertumbuhan global otak dan struktur internal. Dengan memantau
ukuran lingkar kepala bayi, maka kelainan-kelainan yang mungkin saja
terjadi pada otak bayi dapat segera dideteksi dan ditangani. Misalnya,
mikrosefali yaitu ukuran lingkar kepala lebih kecil dari ukuran lingkar
22
kepala normal, makrosefali yaitu ukuran lingkar kepala lebih besar
daripada ukuran lingkar kepala normal, atau bahkan hidrosefalus yaitu
terjadi pembesaran pada kepala bayi jauh melebihi ukuran normal.
Menurut rujukan CDC 2000, bayi laki-laki yangbaru lahir
ukuran ideal lingkar kepalanya adalah 36 cm, dan pada usia 3
bulan menjadi 41 cm. Sedangkan pada bayi perempuan ukuran ideal
lingkar kepalanya adalah 35 cm, dan akan bertambah menjadi 40 cm
pada usia 3 bulan. Pada usia 4-6 bulan akan bertambah 1 cm per bulan,
dan pada usia 6-12 bulan pertambahan 0,5 cm per bulan.
Cara mengukur lingkar kepala dilakukan dengan melingkarkan
pita pengukur melalui bagian paling menonjol di bagian kepala
belakang (protuberantia occipitalis) dan dahi (glabella). Saat pengukuran
sisi pita yang menunjukkan sentimeter berada di sisi dalam agar tidak
meningkatkan kemungkinan subjektivitas pengukur. Kemudian cocokkan
terhadap standar pertumbuhan lingkar kepala.
23
BAB III
Tabel.2
Sarana dan prasarana yang ada di lokasi Desa Krueng Beukah
No Jenis Fasilitas Jumlah (Unit) Penggunaan Fasilitas
1 Fasilitas Agama 1 Mesjid
1 Meunasah
2 Fasilitas Pendidikan 1 TK
3 Fasilitas Ekonmi 1 Kelompok Tani
1 Koperasi Gampong
4 Fasilitas Pemerintahan 1 Balai musyawarah gampong
5 Fasilitas Olahraga 1 Lapangan Bola
6 Fasilitas Kesehatan 1 Posyandu
2. Organisasi Masyarakat
PKK
Tuha Peut
Tuha Lapan
Pemuda Gampong
3. Pendidikan
SD
SMP/SLTP
SMA/SLTA
Diploma/Sarjana
1. Keadaan sosial
Kondisi sosial kemasyarakatan dan kehidupan bermasyarakat di Desa
Krueng Beukah berjalan dengan baik. Sikap solidaritas sesama, gotong royong
dan tolong menolong tetap terpelihara sejak dahulu. Atas landasan inilah
sehingga tumbuhnya motivasi masyarakat untuk saling melakukan interaksi
dengan baik. Hubungan pemerintah dengan masyarakat yang terjalin baik juga
menjadi kekuatan Desa Krueng Beukah dalam pengelolaan pemerintahan dan
kemasyarakatan.Hal ini salah satunya dapat dilihat dari adanya administrasi
pemerintah Desa Krueng Beukah yang cukup baik, serta berfungsinya struktur
pemerintahan desa itu sendiri.
2. Keadaan Ekonomi
Kondisi perekonomian desa tidak terlepas dari peran masyarakat dalam
berusaha mengembankan perekonomian keluarganya masing-masing. Secara
umum masyarakat Desa Krueng Beukah bekerja sebagai petani/pekebun yang
mencapai 60%, Nelayan/Pertambakan 15%, pedagang 5%, PNS3,5%,
pertukangan dan lainnya 7,5%. Dengan beranekaragam jenis pekerjaan
masyarakat, maka kondisi perekonomian keluarga juga berbeda-beda. Saat ini
pertanian dan perkebunan sedang dikembangkan oleh pemerintah Kabupaten
Aceh Barat diseluruh desa yang ada.
Luas Desa Cot Rabo Tunongyaitu 300 Ha. Desa Gampong Cot
Seurani sendiri memiliki area pertanian yang cukup luas mencapai 78 Ha,
dan bukan lahan swah mencapai 222 Ha, sehingga masyarakat yang
bekerja di sektor pertanian dan perkebunan dapat menyerap atau
merasakan program pemerintah di sektor tersebut.Rata-rata penduduk
Desa Gampong Cot Rabo Tunongmampu memenuhi kebutuhan hidupnya
sehari-hari, masyarakat dapat makan 3 kali sehari seperti di desa-desa
lain, tetapi ada sebagian kecil masyarakat yang masih hidup dibawah
garis kemiskinan sehingga membutuhkan pananganan khusus dari
pemerintah desa dan pemerintah daerah.
Demikian juga halnya dengan peluang kerja, pada masyarakat yang
bekerja musiman dan ada juga yang bekerja tetap. Tantangan besar bagi
pemerintah desa adalah bagaimana pekerja musiman ini juga dapat bekerja
secara tetap dengan penghasilan yang memadai.
C. Pelatihan Kader
Pelatihan Kader dilakukan pada hari Selasa, 24 Januari 2023 di Posyandu
desa Krueng Beukah yang di ikuti sebanyak 5 kader Gampong Krueng Beukah.
Pelatihan kader mengambil topik tentang “Pelatihan Kader dalam mengukur
LILA dan Lingkar Kepala serta cara mengisi KMS”. Dari hasil pre test dan
post test didapatkan hasil pre test yaitu sebesar 53,3% dan hasil post test 80%,
dimana hasil tersebut menunjukkan adanya peningkatan pengetahuan dan
keterempilan dari kader dalam mengukur LILA dan lingkar kepala serta Pengisian
KMS.
1. 60 B 80 B
2. 40 K 70 B
3. 70 B 100 B
4. 60 B 80 B
Pre-test
No. Tingkat pengetahuan Jumlah (n) %
1. Baik 3 50%
2. Kurang baik 3 50%
Jumlah 5 100%
Post-test
No. Tingkat pengetahuan Jumlah (n) %
1. Baik 6 100%
2. Kurang baik 0 0
Jumlah 6 100%
D. Pelaksanaan Posyandu
Posyandu di desa Krueng Beukah dilaksanakan pada hari Kamis, 19
Januari 2023. Kegiatan yang dilakukan di posyandu merupakan penimbangan
balita kemudian di masukkan ke dalam buku KMS dan melihat status gizi bayi
dan balita. Kemudian kader memberikan PMT berupa Nasi putih, ayam goreng,
sup sayur, tempe dan buah beserta puding/bubur, setelah diberikannya PMT
kepada balita kemudian petugas gizi dari puskesmas memberikan penyuluhan
kepada ibu balita dan ibu hamil.
Baik >60
1. Santi Priawati 50 K 80 B
2. Yuli Indra Wahyuni 40 K 90 B
3. Ronayanti 60 B 100 B
4. Cut Tuti Haryanti 70 B 100 B
5. Putri Angraini 50 K 90 B
6. Estari Sri Wahyuni 60 B 100 B
7. Ria Sasmita 40 K 80 B
8. Herayanti 50 K 90 B
9. Irma Rahmayanti 50 K 100 B
10. Rina Safrina 40 K 80 B
11. Yusniar 40 K 80 B
Jumlah 550 990
Rata-rata 50,0 % 90,0 %
1. Pre-test
No. Tingkat pengetahuan Jumlah (n) %
1. Baik 3 27,3
2. Kurang baik 8 72,7
Jumlah 11 100
2. Post test
No. Tingkat pengetahuan Jumlah (n) %
1. Baik 11 100
2. Kurang baik 0 0
Jumlah 11 100
F. Konseling Gizi
1. Tujuan
a. Tujuan Instruksional Umum (TIU)
Setelah melakukan konseling gizi masyarakat dapat mengetahui pola
makan sesuai dengan jenis penyakit yang dialami oleh klien sehingga klien
dapat menerapkannya dengan benar.
A. KESIMPULAN
B. SARAN
Aini, S. N. (2013). Faktor Risiko Yang Berhubungan Dengan Kejadian Gizi Lebih
Pada Remaja Di Perkotaan. Unnes Journal of Public Health, 2(1),2-8.
Almatsier, Sunita. 2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta
UNICEF. 1998. The State on the World Children. Oxford Univ. Press.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). (2010). Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar
2013. Jakarta: Badan Litbangkes. Kemenkes RI. 2013.
Mary E. Beck. 2000. Ilmu Gizi dan Diet Hubungan dengan Penyakit-penyakit
untuk Perawat dan Dokter. Yogyakarta : Yayasan Essentia Medica.
Lampiran I
PLAN OF ACTION
A. LATAR BELAKANG
Masalah status gizi pada anak balita disebabkan oleh berbagai hal, baik
faktor langsung maupun tidak langsung.Faktor langsung timbulnya masalah
status gizi adalah adanya penyakit infeksi dan parasit serta konsumsi makanan
yang tidak mencukupi kebutuhannya. Penyebab utama gizi kurang bukan
hanya dari pangan, melainkan penyakit infeksi yang berulang-ulang menimpa
anak, diperberat lagi oleh faktor penyebab tidak langsung yang merupakan
faktor penunjang timbulnya kurang gizi antara lain pendidikan orang tua
rendah, kondisi sosial ekonomi (daya beli) keluarga rendah, ketersediaan
pangan di tingkat keluarga yang tidak mencukupi, pola konsumsi yang kurang
baik, pola distribusi pangan yang kurang merata, ada tidaknya pemeliharaan
kesehatan termasuk kebersihan makanan, fenomena sosial dan keadaan
lingkungan, serta fasilitas kesehatan yang masih sulit terjangkau (Khomsan,
2004).
Upaya perbaikan gizi masyarakat bertujuan untuk meningkatkan mutu
gizi perseorangan dan masyarakat, serta dilakukan secara bertahap dan
berkesinambungan. Sasaran jangka panjang yang akan dicapai adalah masalah
gizi tidak menjadi masalah kesehatan masyarakat (Kemenkes RI, 2010).
Prevalensi balita gizi buruk dan gizi kurang nasional pada tahun 2010
adalah 17,9% yang terdiri dari 4,9% gizi buruk dan 13,0% gizi kurang. Target
pencapaian sasaran MDGs tahun 2015 yaitu 15,5% maka prevalensi gizi buruk
dan gizi kurang secara nasional harus diturunkan minimal sebesar 2,4 % dalam
periode 2011 sampai 2015. (BPP Kemenkes RI, 2010).
Dari berbagai sumber data, perkembangan masalah gizi di Indonesia
dapat dikelompokkan menjadi 3 yaitu, masalah gizi yang secara public health
sudah terkendal, masalah yang belum dapat diselesaikan (un-finished) dan
masalah gizi yang sudah meningkat dan mengancam kesehatan masyarakat
(emerging). Masalah gizi lain yang juga mulai teridentifikasi dan perlu
diperhatikan adalah defisiensi vitamin D. Demikian disampaikan mantan
Menkes RI dr.Nafsiah Mboi, Sp.A, MPH, saat memaparkan Arah Kebijakan
Pembagunan Gizi di Indonesia, pada kegiatan Widyakarya Nasional Pangan
dan Ahli Gizi ke X tahun 2012 di Jakarta.
Berdasarkan masalah dan data tersebut diatas, maka perlu dilakukan
pengkajian terhadap aspek gizi dan faktor-faktor yang mempengaruhi
terjadinya status gizi baik pada balita, ibu hamil serta ibu menyusui dan lain-
lain yang berkaitan dengan gizi dan kesehatan dalam suatu kegiatan
pelaksanaan yang disebut sebagai Praktek Kerja Lapangan (PBL) melalui
kegiatan Managemen Intervensi Gizi (MIG).
B. TUJUAN
Untuk memberikan pengalaman belajar ketrampilan kepada mahasiswa.
Setelah melaksanakan praktik, mahasiswa mampu melaksanakan intervensi gizi
dan evaluasi program gizi dalam skala mikro di desa, serta memahami
pengelolaan kegiatan program gizi dari Puskesmas dalam skala mikro yang
direncanakan baik program baru atau program yang sedang dibina masyarakat
desa.
C. OUTPUT KEGIATAN
Kegiatan ini dirancang untuk memberikan pengalaman praktik serta
melibatkan mahasiwa dengan masyarakat secara aktif dalam proses kegiatan
lapangan yang bertujuan untuk melihat masalah-masalah gizi pada khususnya
dan masalah kesehatan pada umumnya sekaligus memberikan kesempatan
untuk melakukan intervensi dalam rangka memecahkan masalah gizi dan
kesehatan yang ada, sehingga diharapkan pada kegiatan ini yaitu, mampu
memberikan konstribusi bagi terselenggaranya gizi baik dan pelayanan
kesehatan yang optimal serta meningkatkan pengetahuan masyarakat terhadap
masalah gizi dan kesehatan yang dihadapinya dengan kegiatan yang lebih
terencana dan terkoordinasi.
D. KEGIATAN
a. Bentuk Pelaksanaan Kegiatan
Praktek Kerja Lapangan (PKL) Mandiri, terdiri dari kegiatan
screening gizi, MMD (Musyawarah Mufakat Desa), asuhan gizi terpadu
kelompok khusus, pelatihan kader gizi, edukasi gizi, penyuluhan gizi.
b. Waktu & Tanggal Pelaksanaan
Praktek Kerja Lapangan (PKL) ini di laksanakan pada tanggal 16
Januari sampai dengan tanggal 04 Februari 2023.
c. Tempat Pelaksanaan
Pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan (PKL) Manajemen Intervensi
Gizi (MIG) dilakukan di desa Krueng Beukah Kecamatan Pante
Ceureumen Kabupaten Aceh Barat.
d. Anggaran dan Rincian Anggaran
Sumber anggaran yaitu dari peserta PKL Mandiri (Mahasiswi).
e. Peserta
1. Dewi Sartika
2. Fikri Warman
3. Masriaton
4. Sarah Rahmanita
5. Yudha Ramdhar Wahyu
Lampiran III