Anda di halaman 1dari 20

Sistem Dan Struktur Politik Dan Ekonomi Indonesia

Masa Orde Baru (1996-1998)

Disusun

Oleh :

Kelompok 2

1. Rahiel Safira
2. Siti najwa
3. Indah rahmadi
4. Nisa nazirah
5. Nabila aulia
6. Rika mulia
7. Muhammad haikal
8. Firmansyah

MADRASAH ALIYAH NEGERI 2 PIDIE


BEUREUNUEN, TAHUN 2023
Masa Transisi di Indonesia (1966-1967)

Berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) melalui sejarah panjang perjuangan
para pahlawan kemerdekaan dalam menumpas penjajahan 350 tahun Hindia Belanda.
Memasuki fase kemerdekaan atau masa transisi di Indonesia, serentetan kejadian yang
melukai negeri juga bukannya tidak terjadi.  Pasca kemerdekaan, Indonesia kembali
dihadapkan pada banyak pergolakan.

Sejarah Indonesia pasca kemerdekaan dapat dirunut berdasarkan garis waktu


atau timeline yang terjadi sepanjang masa perjuangan setelah kemerdekaan. Pertengahan
1960-an merupakan masa transisi di Indonesia, dimana terjadi pergantian kepemimpinan dari
Ir. Soekarno kepada Jenderal Soeharto, atau kita mengenalnya dengan sebutan orde baru.
Pergolakan politik terbesar yang terjadi dimulai ketika 7 perwira senior TNI tewas pada 30
September 1965 dengan dugaan dibunuh oleh pemberontakan PKI.

Aksi-aksi Tritura

Pada masa transisi ini terjadi pergolakan politik, militer hingga lingkup sosial masyarakat.
Hal ini terbukti ketika para mahasiswa Jakarta membentuk organisasi federasi bernama
Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI). Berbagai tindakan pemuda dan mashasiswa
pada masa transisi ini salah satunya aksi Tritura, dimana ada 3 tuntutan yang disampaikan
kepada pemerintah, yaitu pembubaran PKI, Pembersihan Kabinet dari Unsur G30 S PKI, dan
Penurunan Harga atau Perbaikan Ekonomi.

Kondisi Indonesia di tahun 1960-an sangat bergejolak. Presiden Soekarno memposisikan


Indonesia berlawanan dengan negara-negara barat. Sikap anti neokolonialisme dan
neoimperialisme menyebabkan Indonesia kehilangan dukungan dari luar negeri di bidang
politik maupun ekonomi. Puncaknya pada 1965, ketika Gerakan 30 September (G30S)
meletus. Partai Komunis Indonesia (PKI) yang dekat dengan Soekarno dituduh bertanggung
jawab atas pembunuhan tujuh jenderal TNI.
Tri Tuntutan Rakyat (atau biasa disingkat Tritura) adalah tiga tuntutan kepada pemerintah
yang diserukan para mahasiswa yang tergabung dalam Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia
(KAMI). Selanjutnya diikuti oleh kesatuan-kesatuan aksi yang lainnya seperti Kesatuan Aksi
Pelajar Indonesia (KAPI), Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI), Kesatuan Aksi
Buruh Indonesia (KABI), Kesatuan Aksi Sarjana Indonesia (KASI), Kesatuan Aksi Wanita
Indonesia (KAWI), dan Kesatuan Aksi Guru Indonesia (KAGI).

ISI TRITURA
Pada 10 Januari 1966, ribuan mahasiswa bergerak ke Gedung Sekretariat Negara memprotes
ketidakstabilan negara dan menyuarakan tiga tuntutan Tritura.
Tiga Tuntutan Rakyat tersebut mewakili masalah dan sebagai pernyataan sikap tegas atas
kinerja pemerintah kala itu, antara lain:
1. Pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI)
 
Hal ini bermula dari lambannya pemerintah menindak tragedi berdarah G30S 1965 yang
dituduhkan terhadap partai pimpinan D.N. Aidit tersebut. Empat bulan sejak penculikan dan
pembunuhan beberapa petinggi Angkatan Darat, Soekarno masih juga bimbang mengambil
keputusan tegas. Padahal, gelombang kegeraman masyarakat telah meluas.
Oleh sebab itu, para pemuda dan mahasiswa di Indonesia, terutama di Jakarta yang
sebelumnya sudah memiliki organisasi kemahasiswaan yaitu Perserikatan Perhimpunan
Mahasiswa Indonesia (PPMI), akhirnya terbelah dua. Perbedaan pendapat ini melahirkan
wadah baru di tubuh PPMI, yaitu KAMI atau Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia. KAMI
meyakini bahwa orang-orang PKI adalah dalang di balik peristiwa berdarah tersebut. Mereka
menuntut tegas pemerintah untuk segera membubarkan PKI.
 
2. Pembersihan Kabinet Dwikora dari unsur-unsur yang terlibat G30S
 
Tuntutan terhadap perombakan Kabinet Dwikora muncul lantaran pemerintahan Soekarno
dianggap tidak becus mengendalikan kestabilan sosial-ekonomi yang sedang mengalami
penurunan drastis. Perombakan Kabinet Dwikora juga dituntut karena di tubuh kabinet
tersebut terdapat orang-orang PKI. Padahal, sebagian masyarakat saat itu menghendaki agar
orang-orang PKI segera dibersihkan dari pemerintahan.
3. Penurunan Harga
 
Tuntutan turunkan harga disebabkan karena kesalahan fatal kebijakan ekonomi pemerintahan
Soekarno. Presiden Sukarno mengeluarkan Peraturan Presiden No. 27 untuk mengatur
kembali mata uang rupiah yang diumumkan pada 13 Desember 1965.
Peraturan Presiden ini merupakan inisiatif dari pejabat di Kabinet Dwikora yang
mendevaluasi rupiah dari kurs RP1000 menjadi Rp1. Tindakan ini terpaksa diambil karena di
kebijakan fiskal, mata uang sudah meningkat lima kali antara tahun 1964 dan 1965 yang
sebanyak Rp2.982,4 miliar.

Surat Perintah Sebelas Maret atau (Supersemar)

Surat perintah ini diterbitkan sebagai akibat demonstrasi yang dilakukan pemuda dan
mahasiswa pada tanggal 11 Maret 1966, sehingga pemerintah mengadakankan sidang kabinet
dalam mengatasi krisis.

Tujuan dikeluarkannya Supersemar adalah untuk memberi tugas pada Panglima Angkatan
Darat saat yang bertugas saat itu adalah Mayjen Soeharto untuk memutuskan tindakan apa
yang harus dilakukan untuk memulihkan keamanan, ketertiban, dan kestabilan dalam
melaksanakan jalannya kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Tokoh dibalik
perumusan Supersemar adalah Muhamad Yusuf, Amir Machmud, dan Basuki Rachmat.

Simak sejarah Hari Supersemar yang diperingati tanggal 11 Maret 2022 beserta isi Surat
Perintah Sebelas Maret tersebut.

Hari Jumat, tanggal 11 Maret 2022 memperingati peristiwa Hari Supersemar yang menjadi
bagian dari sejarah di Indonesia.

Surat Perintah 11 Maret arau yang disingkat dengan Supersemar ditandatangani oleh Presiden
pertama RI, Ir. Soekarno pada tanggal 11 Maret 1966.
Adapun latar belakang dari keluarnya Supersemar karena kondisi keamanan Indonesia yang
tak stabil, sehingga Presiden memerintahkan Soeharto yang menjabat sebagai Panglima
Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib) untuk mengambil langkah
tegas.

Dikutip dari buleleng.kab.go.id, pada hari itu Presiden Soekarno megadakan sidang
pelantikan Kabinet Dwikora dan dikenal dengan “Kabinet 100 Menteri”.
Brigadir Jenderal Sabur sebagai panglima pasukan pegawal Presiden melaporkan banyaknya
“pasukan liar” atau “pasukan tak dikenal” yang lalu diketahui Pasukan Kostrad di bawah
pimpinan Mayor Jenderal Kemal Idris.
Mayor Jenderal Kemal Idris bertugas menahan orang-orang di Kabinet yang diduga terlibat
G30S, salah satunya Wakil Perdana Menteri I Soebandrio.

Mayor Jendral Soeharto meminta tiga orang perwira tinggi ke Bogor untuk bertemu Presiden
Soekarno. Ketiganya adalah Brigadir Jendral M. Jusuf, Brigadir Jendral Amirmachmud dan
Brigadir Jendral Basuki Rahmat.
Tiga perwira tinggi AD tersebut memberitahu Soekarno bahwa Soeharto mampu menangani
situasi apabila diberikan surat tugas untuk mengambil tindakan.
Presiden Soekarno mengabulkan permintaan dan segera mengeluarkan Surat Perintah Sebelas
Maret yang dikenal dengan Supersemar.

Menurut informasi yang beredar, Presiden ketika itu ditodong untuk menandatangani
lembaran yang diduga Supersemar tersebut.

Simak sejarah Hari Supersemar yang diperingati tanggal 11 Maret 2022 beserta isi Surat
Perintah Sebelas Maret tersebut.

Hari Jumat, tanggal 11 Maret 2022 memperingati peristiwa Hari Supersemar yang menjadi
bagian dari sejarah di Indonesia.

Surat Perintah 11 Maret arau yang disingkat dengan Supersemar ditandatangani oleh Presiden
pertama RI, Ir. Soekarno pada tanggal 11 Maret 1966.
Adapun latar belakang dari keluarnya Supersemar karena kondisi keamanan Indonesia yang
tak stabil, sehingga Presiden memerintahkan Soeharto yang menjabat sebagai Panglima
Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib) untuk mengambil langkah
tegas.

Dikutip dari buleleng.kab.go.id, pada hari itu Presiden Soekarno megadakan sidang
pelantikan Kabinet Dwikora dan dikenal dengan “Kabinet 100 Menteri”.
Brigadir Jenderal Sabur sebagai panglima pasukan pegawal Presiden melaporkan banyaknya
“pasukan liar” atau “pasukan tak dikenal” yang lalu diketahui Pasukan Kostrad di bawah
pimpinan Mayor Jenderal Kemal Idris.
Mayor Jenderal Kemal Idris bertugas menahan orang-orang di Kabinet yang diduga terlibat
G30S, salah satunya Wakil Perdana Menteri I Soebandrio.
Mayor Jendral Soeharto meminta tiga orang perwira tinggi ke Bogor untuk bertemu Presiden
Soekarno. Ketiganya adalah Brigadir Jendral M. Jusuf, Brigadir Jendral Amirmachmud dan
Brigadir Jendral Basuki Rahmat.
Tiga perwira tinggi AD tersebut memberitahu Soekarno bahwa Soeharto mampu menangani
situasi apabila diberikan surat tugas untuk mengambil tindakan.
Presiden Soekarno mengabulkan permintaan dan segera mengeluarkan Surat Perintah Sebelas
Maret yang dikenal dengan Supersemar.

Menurut informasi yang beredar, Presiden ketika itu ditodong untuk menandatangani
lembaran yang diduga Supersemar tersebut.

Sisi lain menurut kesaksian A.M. Hanafi dalam buku “A.M. Hanafi Menggugat Kudeta
Soeharto” menyatakan bahwa ketiga jenderal itu telah membawa teks yang sekarang disebut
dengan Supersemar.
Meskipun begitu menurutnya, Bung karno tidak ditodong karena para jenderal datang dengan
baik-baik. Sementara di luar istana para demonstran telah berkumpul. Karena kondisi seperti
itu pada akhirnya Soekarno menandatangani surat itu.

Setelah penelusuran, Supersemar yang asli pun belum diketahui. Ada beberapa orang yang
mengaku mengetik surat tersbut di antaranya, Letkol (Purn) TNI-AD Ali Ebram sebagai Staf
Asisten I Intelijen Resimen Tjakrabirawa.

Menurut situs menpan.go.id, Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), juga belum
menemukan Supersemar yang asli, meskipun telah ada empat versi Surat Perintah Sebelas
Maret di Arsip Nasional.
“Jadi, dari segi histori, perlu dicari terus di mana Supersemar yang asli itu berada. Dan, tim
penelusur harus terus dijalankan,” kata M. Asichin, mantan Kepala ANRI, dikutip dari
menpan.go.id.

Setelah melewati segala uji autentikasi, ia menyatakan bahwa seluruh empat versi
Supersemar itu merupakan produk cetak, baik berupa tulisannya, lambang garuda, maupun
tanda tangan.

Meski begitu, berikut isi Supersemar yang diakui pada masa pemerintahan Order Baru:

 Mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk terjaminnya keamanan dan
ketenangan serta kestabilan jalannya pemerintahan dan jalannya Revolusi, serta menjamin
keselamatan pribadi dan kewibawaan Pimpinan Presiden/Panglima Tertinggi/Pemimpin
Besar Revolusi/Mandataris MPRS, demi untuk keutuhan Bangsa dan Negara Republik
Indonesia, dan melaksanakan dengan pasti segala ajaran Pemimpin Besar Revolusi.
 Mengadakan koordinasi pelaksanaan perintah dengan Panglima-Panglima Angkatan Lain
dengan sebaik-baiknya.
 Supaya melaporkan segala sesuatu yang bersangkut paut dalam tugas dan tanggung
jawabnya seperti tersebut di atas.

Demikian sejarah Hari Supersemar yang diperingati tanggal 11 Maret 2022 beserta isi Surat
Perintah Sebelas Maret.

Dualisme Kepemimpinan Nasional

Supersemar membuat Soeharto memiliki kuasa sebagai pelaksana pemerintahan, sementara


Soekarno sebagai pimpinan pemerintahan. Hal ini menimbulkan Dualisme Kepemimpinan
Nasional yang akhirnya menyebabkan pertentangan politik di kalangan masyarakat, sehingga
muncullah pendukung Soekarno dan pendukung Soeharto.

Demi menjaga keutuhan bangsa, Soekarno menyerahkan kekuasan pemerintahan kepada


pengemban Tap. MPRS. No. IX/MPRS/1966 Jenderal Soeharto pada 23 Februari 1967. Pada
7-12 Maret 1967 diselenggarakan Sidang Istimewa MPRS dengan tema utama mengenai
pertanggungjawaban presiden selaku mandataris MPRS.

Stabilisasi Untuk Politik Dan Rehabilitasi Dari Ekonomi

Terbentuknya pemerintahan Orde Baru yang diawali dengan keputusan Sidang Istimewa
MPRS tanggal 12 Maret 1967 yang menetapkan Jenderal Soeharto sebagai pejabat presiden.
Kedudukannya itu semakin kuat setelah pada 27 Maret 1968, MPRS mengukuhkannya
sebagai presiden penuh. Pengukuhan tersebut dapat dijadikan indikator dimulainya kekuasaan
Orde Baru dalam Stabilisasi Untuk Politik Dan Rehabilitasi Dari Ekonomi.

Setelah memperoleh kekuasaan sepenuhnya, pemerintah Orde Baru mulai menjalankan


kebijakan-kebijakan politik dan Ekonomi yang telah ditetapkan oleh Sidang MPRS tahun-
tahun sebelumnya, seperti Stabilitas Politik Keamanan (Tap MPRS No.IX/1966), Stabilitas
ekonomi (Tap MPRS No.XXIII/19 66), dan Pemilihan Umum (Tap MPRS No.XI/1966)

Pemerintahan Orde Baru memandang bahwa selama Orde Lama telah terjadi penyimpangan
terhadap pelaksanaan UUD 1945 dan Pancasila. Diantara penyimpangan tersebut adalah
pelaksanaan Demokrasi Terpimpin dan pelaksanaan politik luar negeri yang cenderung
memihak blok komunis (Blok Timur). Sesuai dengan ketentuan yang telah digariskan oleh
MPRS, maka pemerintahan Orde Baru segera berupaya menjalankan UUD 1945 dan
Pancasila secara konsekuen dengan melakukan rehabilitasi dan stabilisasi politik dan
keamanan (polkam). Tujuan dari rehabilitasi dan stabilisasi tersebut adalah agar dilakukan
pembangunan ekonomi bagi kesejahteraan rakyat Indonesia.

1. Stabilisasi Politik dan Keamanan sebagai Dasar Pembangunan 

Orde Baru mencanangkan berbagai konsep dan aktivitas pembangunan nasional yang
berorientasi pada kesejahteraan masyarakat. Langkah pertama melaksanakan pembangunan
nasional tersebut adalah dengan membentuk Kabinet Pembangunan I pada 6 Juni 1968.
Program Kabinet Pembangunan I dikenal dengan sebutan Pancakrida Kabinet Pembangunan,
yang berisi: 

1. Menciptakan stabilitas politik dan ekonomi sebagai syarat mutlak berhasilnya


pelaksanakan Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) dan Pemilihan Umum
(Pemilu); 

2. Menyusun dan merencanakan Repelita; 

3. Melaksanakan Pemilu selambat-lambatnya pada Juli 1971; 

4. Mengembalikan ketertiban dan keamanan masyarakat dengan mengikis habis sisa-sisa G


30/S/PKI dan setiap bentuk rongrongan penyelewengan, serta pengkhianatan terhadap
Pancasila dan UUD 1945;

5. Melanjutkan penyempurnaan dan pembersihan secara menyeluruh aparatur negara baik di


pusat maupun di daerah dari unsur-unsur komunisme.
2. Stabilisasi Penyeragaman 

Depolitisasi parpol dan ormas juga dilakukan oleh pemerintahan Orde Baru melalui
cara penyeragaman ideologis melalui ideologi Pancasila. Dengan alasan Pancasila
telah menjadi konsensus nasional, keseragaman dalam pemahaman Pancasila perlu
disosialisasikan. Gagasan ini disampaikan oleh Presiden Soeharto pada acara Hari
Ulang Tahun ke-25 Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta, 19 Desember 1974.
Kemudian dalam pidatonya menjelang pembukaan Kongres Nasional Pramuka pada
12 Agustus 1976, di Jakarta, Presiden Soeharto menyerukan kepada seluruh rakyat
agar berikrar pada diri sendiri mewujudkan Pancasila dan mengajukan Eka Prasetia
bagi ikrar tersebut dalam Stabilisasi Untuk Politik Dan Rehabilitasi Dari Ekonomi.

Presiden Soeharto mengajukan nama Eka Prasetia Pancakarsa dengan maksud


menegaskan bahwa penyusunan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila
(P4) dipandang sebagai janji yang teguh, kuat, konsisten, dan tulus untuk mewujudkan
lima cita-cita yaitu (1) takwa kepada Tuhan YME dan menghargai orang lain yang
berlainan agama/kepercayaan; (2) mencintai sesama manusia dengan selalui ingat
kepada orang lain, tidak sewenangwenang; (3) mencintai tanah air, menempatkan
kepentingan negara diatas kepentingan pribadi;(4) demokratis dan patuh pada putusan
rakyat yang sah; (5) suka menolong orang lain, sehingga dapat meningkatkan
kemampuan orang lain (Referensi Bahan Penataran P4 dalam Anhar Gongong ed,
2005: 159).

Presiden kemudian mengajukan draft P4 ini kepada MPR, Akhirnya, pada 21 Maret
1978 rancangan P4 disahkan menjadi Tap MPR No.II/MPR/1978. Setelah disahkan
MPR, pemerintah membentuk komisi Penasehat Presiden mengenai P4 yang dipimpin
oleh Dr. Roeslan Abdulgani. Sebagai badan pelaksananya dibentuk Badan Pembinaan
Pendidikan Pelaksana P4 (BP7) yang berkedudukan di Jakarta. Tugasnya adalah untuk
mengkoordinasi pelaksanaan program penataran P4 yang dilaksanakan pada tingkat
nasional dan regional.
3. Penerapan Dwi Fungsi ABRI 

Konsep Dwifungsi ABRI sendiri dipahami sebagai “jiwa, tekad dan semangat pengabdian
ABRI, untuk bersama-sama dengan kekuatan perjuangan lainnya, memikul tugas dan
tanggung jawab perjuangan bangsa Indonesia, baik di bidang hankam negara maupun di
bidang kesejahteraan bangsa dalam rangka penciptaan tujuan nasional, berdasarkan Pancasila
dan UUD 1945.” Berangkat dari pemahaman tersebut, ABRI memiliki keyakinan bahwa
tugas mereka tidak hanya dalam bidang hankam namun juga non-hankam. Sebagai kekuatan
hankam, ABRI merupakan suatu unsur dalam lingkungan aparatur pemerintah yang bertugas
di bidang kegiatan “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia.” Sebagai kekuatan sosial, ABRI adalah suatu unsur dalam kehidupan politik di
lingkungan masyarakat yang bersama-sama dengan kekuatan sosial lainnya secara aktif
melaksanakan kegiatan-kegiatan pembangunan nasional.

Dwifungsi ABRI, seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya diartikan bahwa ABRI memiliki
dua fungsi, yaitu fungsi sebagai pusat kekuatan militer Indonesia dan juga fungsinya di
bidang politik. Dalam pelaksanaannya pada era Soeharto, fungsi utama ABRI sebagai
kekuatan militer Indonesia memang tidak dapat dikesampingkan, namun pada era ini, peran
ABRI dalam bidang politik terlihat lebih signifikan seiring dengan diangkatnya Presiden
Soeharto oleh MPRS pada tahun 1968 , Stabilisasi Untuk Politik Dan Rehabilitasi Dari
Ekonomi.

4. Rehabilitasi Ekonomi Orde Baru 

Seperti yang telah diuraikan di atas, stabilisasi polkam diperlukan untuk pembangunan
ekonomi bagi kesejahteraan rakyat. Kondisi ekonomi yang diwarisi Orde Lama adalah sangat
buruk. Sektor produksi barang-barang konsumsi misalnya hanya berjalan 20% dari
kapasitasnya. Demikian pula sektor pertanian dan perkebunan yang menjadi salah satu
tumpuan ekspor juga tidak mengalami perkembangan yang berarti. Hutang yang jatuh tempo
pada akhir Desember 1965, seluruhnya berjumlah 2,358 Juta dollar AS. Dengan Perincian
negara-negara yang memberikan hutang pada masa Orde Lama adalah blok negara komunis
(US $ 1.404 juta), negara Barat (US $ 587 juta), sisanya pada negara-negara Asia dan badan-
badan internasional. 

Program rehabilitasi ekonomi Orde Baru dilaksanakan berlandaskan pada Tap MPRS
No.XXIII/1966 yang isinya antara lain mengharuskan diutamakannya masalah perbaikan
ekonomi rakyat di atas segala soal-soal nasional yang lain, termasuk soal-soal politik.
Konsekuensinya kebijakan politik dalam dan luar negeri pemerintah harus sedemikian rupa
hingga benar-benar membantu perbaikan ekonomi rakyat.

Kebijakan Pembangunan Orde Baru

Orde Baru adalah sebutan untuk masa kekuasaan pemerintahan Presiden Soeharto. Periode
Orde Baru berlangsung kurang lebih selama 32 tahun dan menjadi salah satu periode
terpenting dalam sejarah Bangsa Indonesia.

Periode orde baru diawali dengan masa transisi pada tahun 1966-1967 yang ditandai dengan
keluarnya Super Semar. Selanjutnya pemerintah dengan beberapa Kebijakan Pembangunan
Orde Baru berusaha menciptakan stabilisasi politik dan ekonomi guna mewujudkan stabilitas
nasional.

Salah satu yang menjadi perhatian khusus dari pemerintahan orba, ialah pada sektor
pembangunan. Banyak kebijakan pembangunan orde baru yang mengalami kesuksesan.
Bahkan, Presiden Soeharto mendapat sebutan sebagai Bapak Pembangunan Indonesia.

Pembangunan Lima Tahun (Pelita)

Pembangunan Nasional pada masa orde baru dilakukan melalui beberapa tahapan. Setiap
tahapan berlangsung selama 5 tahun. Setiap pelita memiliki titik berat atau fokus tertentu
dalam pembangunan.

1. Pelita I (1969-1974)

Pelita I menjadi landasan awal pembangunan Orde Baru. Tujuan kebijakan pembangunan
orde baru ini adalah untuk meningkatkan taraf hidup rakyat, sekaligus meletakkan dasar-
dasar pembangunan dalam tahap berikutnya. Sasaran Pelita I yaitu dalam bidang pangan,
sandang, perbaikan prasarana, perumahan rakyat, perluasan lapangan kerja, dan kesejahteraan
rohani.
2. Pelita II (1974-1979)

Sasaran utama Pelita II yaitu menyediakan pangan, sandang, perumahan, sarana dan
prasarana, menyejahterakan rakyat dan memperluas kesempatan kerja. Dalam pelaksanaanya,
Pelita II cukup berhasil menumbuhkan ekonomi rata-rata mencapai 7% per tahun. Jika di
awal pemerintahan Orde Baru laju inflasi mancapai 60%, pada akhir Pelita I laju inflasi turun
menjadi 47%. Selanjutnya pada tahun keemmpat Pelita II, inflasi turun drastis menjadi 9,5%.

3. Pelita III (1979-1984)

Pelita III pembangunan masih berdasarkan pada Trilogi Pembangunan. Kebijakan


pembangunan orde baru ini menekankan pada segi pemerataan yang dikenal dengan Delapan
Jalur Pemerataan, yaitu sebagai berikut.

 Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok, khususnya sandang, pangan, dan perumahan.

 Pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan.

 Pemerataan pembagian pendapat.

 Pemerataan kesempatan kerja.

 Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan, terkhusus bagi generasi muda


dan kaum perempuan.

 Pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh wilayah tanah air.

 Pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan.

4. Pelita IV (1984-1989)

Titik beratnya Pelita IV adalah pada sektor pertanian menuju swasembada pangan dan
meningkatkan industri. Pada awal tahun 1980 terjadi resesi yang berpengaruh pada
perekonomian Indonesia. Pemerintah selanjutnya mengeluarkan kebijakan moneter dan fiskal
sehingga kelangsungan pembangunan ekonomi dapat dipertahankan.

5. Pelita V (1989-1994)

Fokus utama Pelita V yaitu pada sektor pertanian dan industri. Pada waktu itu, Indonesia
memiliki kondisi ekonomi yang cukup baik dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata 6,8% per
tahun. Posisi perdagangan luar negeri Indonesia memperlihatkan gambaran yang
mengembirakan. Peningkatan ekspor lebih baik dibanding tahun-tahun sebelumnya.

6. Pelita VI (1994-1999)

Fokus utama Pelita VI masih pada pembangunan sektor ekonomi yang berkaitan dengan
industri dan pertanian serta pembangunan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia
sebagai pendukungnya. Sektor ekonomi dianggap sebagai penggerak utama pembangunan.
Pada masa ini, terjadi krisis moneter yang melanda negara-negara Asia tenggara, termasuk
juga Indonesia. Karena krisis moneter dan peristiwa politik dalam negeri yang menggangu
perekonomian akhirnya rezim Orde Baru runtuh.

Trilogi Pembangunan

Pelaksanaan kebijakan pembangunan orde baru bertumpu pada program yang disebut Trilogi
Pembangunan yang mencakup beberapa aspek berikut.

1. Pemerataan pembangunan beserta hasil-hasilnya menuju terciptanya keadilan sosial bagi


seluruh rakyat Indonesia.

2. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.

3. Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.

Pembangunan pemerintah Orde Baru tidak hanya difokuskan pada satu bidang. Akan tetapi,
pembangunan dilakukan di berbagai bidang untuk mencapai tujuan nasional. Kebijakan
pemerintah Orde Baru dalam berbagai bidang.

Pembangunan Pertanian

Kebijakan pembangunan orde baru di bidang pertanian dilakukan melalui Revolusi Hijau.
Pelaksanaan Revolusi Hijau ditujukan untuk meningkatkan produksi pertanian dan
perkebunan. Peningkatan produksi pertanian ini dilakukan dengan cara memanfaatkan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Revolusi Hijau digunakan sebagai salah satu cara meningkatkan
produksi pangan diindonesia, terutama produksi beras. .
Pada tahun 1964 pelaksanaan Revolusi Hijau pada masa orde baru diformulasikan dalam
konsep pancausaha tani dan saptausaha tani. Konsep pancausaha tani pertama kali
diperkenalkan oleh institut Pertanian Bogor pada tahun 1964.

Pancausaha tani terdiri atas pemilihan dan penggunaan bibit unggul atau varietas unggul,
pemupukan teratur, pengairan cukup, pemberantasan hama secara intensif, dan teknik
penanaman yang lebih teratur. Sementara itu, saptausaha tani memiliki langkah-langkah
seperti pancausaha tani ditambah pengolahan dan penjualan pascapanen.

Metode Revolusi Hijau

Metode Revolusi Hijau dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya sebagai berikut.

 Ekstensifikasi pertanian,

 Intensifikasi pertanian,

 Diversifikasi pertanian,

 Rehabilitasi pertanian,

 Mekanisasi pertanian.
Keberhasilan Revolusi Hijau pada masa Orde Baru terbukti dengan tercapainya swasembada
beras pada tahun 1984. Selain itu, keberhasilan ini ditandai peningkatan ekspor hasil
perkebunan.

Pemerintah Orde Baru berusaha meningkatkan dan mengeptimaikan produktivitas pertanian


di Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah mengaktifkan koperasi-koperasi tani (Koperta) di
perdesaan.

Pada tahun 1971 Koperta tingkat primer dihimpun oleh Badan Usaha Unit Desa (BUUD).
BUUD bertugas melakukan penyuluhan, pengolahan, dan pemasaran produksi pertanian,
serta perkreditan.

Sejak tahun 1978, Koperta berganti nama menjadi Koperasi Unit Desa (KUD). KUD terdapat
di hampir setiap kecamatan di seluruh Indonesia.
Sebagai upaya menjaga agar masalah pangan dapat diatasi dengan baik, pada tahun 1966
pemerintah mendirikan Badan Urusan Logistik (Bulog). Lembaga ini memiliki hak monopoli
untuk mengimpor beras. Dalam pengadaan stok beras, Bulog bekerja sama dengan KUD.
Selanjutnya KUD menyerahkan beras melalui Depot Logistik Bulog.

Pembangunan Pendidikan

Dalam Pelita I pemerintah Orde Baru menerapkan kebijakan pemberantasan buta huruf.
Program ini berhasil mengurangi angka penyandang buta huruf di Indonesia.

Dalam Pelita II mulai dilakukan usaha pemerataan pendidikan. Presiden menginstruksikan


pembangunan sekolah dasar hingga ke pelosok negeri agar anak-anak usia 6-12 tahun dapat
mengenyam bangku sekolah dasar. SD yang dibangun atas instruksi presiden tersebut
dinamai sebagai “SD inpres”.

Program pemerataan pendidikan dasar masih berlanjut pada pelita IV. Salah satu program
dalam Pelita IV adalah pelaksanaan wajib belajar 6 tahun untuk anak usia 6-12 tahun.

Program pendidikan dalam pelita V merupakan lanjutan dari Pelita IV, yaitu merintis
program wajib belajar untuk sekolah lanjutan tingkat pertama. Selanjutnya, program ini
disebut wajib belajar 9 tahun. Dalam Pelita V juga dilakukan pembinaan tenaga kependidikan
dan kebudayaan untuk meningkatkan mutu tenaga pendidik di Indonesia.

Pemerintah juga melaksanakan program memberantas pendidikan buta huruf atau dikenal
dengan Program Bebas Tiga Buta (B3B) yang mulai dicanangkan pada 2 Mei 1984.

Selanjutnya pemerintah mengeluarkan kurikulum sebagai panduan pendidikan di Indonesia.


Pada masa Orde Baru, kurikulum pendidikan di Indonesia mengalami beberapa perubahan.
Selama masa Orde Baru pemerintah telah menerapkan beberapa kurikulum antara lain
Kurikulum 1968, Kurikulum 1974, Kurikulum 1984, dan Kurikulum 1994. Kurikulum
tersebut disusun dan disesuaikan dengan kebutuhan pendidikan di setiap periode.

Tak hanya berhenti di situ, Pemerintah juga mengadakan program Gerakan Nasional Orang
Tua Asuh (GNOTA) untuk memberi kesempatan bagi anak dari keluarga tidak mampu agar
dapat mengenyam pendidikan. GNOTA dibentuk melalui instruksi presiden tanggal 29 Mei
1996.

Gerakan sosial ini didasarkan pada ketidakmampuan anak untuk melanjutkan pendidikan
dasarnya. Melalui program ini anak memperoleh bantuan untuk menyelesaikan pendidikan
dasar selama 9 tahun. GNOTA memiliki dua fokus pergerakan, yaitu pendidikan dan
kemanusiaan. Kegiatan GNOTA difokuskan pada daerah terpencil agar tujuan pendidikan”
dasar 9 tahun tercapai. GNOTA juga menyediakan orang tua asuh bagi anak tidak mampu
dengan tujuan menjamin fokus anak agar mencapai standar pendidikan dasar 9 tahun.

Pembangunan Ekonomi

Pemerintah Orde Baru berusaha memaksimalkan potensi yang tersedia untuk meningkatkan
perekonomian Indonesia. Beberapa kebijakan pembangunan orde baru di bidang ekonomi
yang dilakukan pemerintah untuk mencapai tujuan tersebut sebagai berikut.

1. Peningkatan Peran BUMN

Pada masa Orde Baru Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memiliki peran penting dalam
perekonomian Indonesia. Kehadiran BUMN didorong adanya pemikiran bahwa negara
berkembang memerlukan intervensi negara secara aktif sebagai penggerak perekonomian.
Pemerintah Orde Baru menganggap bahwa pemerintah merupakan arsitek utama dalam
pembangunan negara. Oleh karena itu, pemerintah memiliki kewajiban untuk dapat
menghasilkan pertumbuhan dan penggerak ekonomi.

Pemerintah mengadakan perubahan mendasar dalam pengelolaan BUMN. Selanjutnya,


pemerintah berusaha menyempurnakan struktur birokrasi pengawasan BUMN dengan
mengeluarkan UU No. 9 Tahun 1969. Melalui undang-undang ini, pemerintah menghapus
kewenangan instansi teknis sebagai pengawas, dan memberikan kewenangan kepada
Departemen Keuangan sebagai satu satunya pengawas BUMN.

2. Perluasan Lapangan Kerja

Pemerintah berusaha menciptakan lapangan kerja melalui proyek padat karya dan bantuan rm
bangunan daerah. Proyek padat karya merupakan salah satu usaha untuk mengatasi masalah
pengangguran, terutama di beberapa daerah dengan produksi pangan yang rendah. Melalui
program ini, tenaga penganggur dapat diberdayakan untuk membangun sarana dan prasarana,
seperti Jalan ataupun jembatan.

Sebagian besar penduduk lndonesua tinggal di daerah perdesaan. Oleh karena itu, pemerintah
berusaha memprioritaskan pembangunan perdesaan. Pembangunan perdesaan dapat
mempanUaS kesempatan kerja bagi angkatan kerja dl perdesaan. Salahsatu usaha untuk
mengatasi kekurangan tenaga terdidik di perdesaan adalah pengerahan tenaga kerja sukarela
melalui Badan Urusan Tenaga Kerja Sukarela lndonesia (BUTSl). Tenaga kerja sukarela ini
bertugas sebagai tenaga pelopor

pembangunan dan pembaruan berbagai bidang di desa-desa. Mereka diharapkan mampu


meningkatkan pendidikan, kesehatan, pertanian, admmustrasu desa, serta pembangunan desa

Pembangunan Sosial

Kebijakan pemerintah Orde Baru dalam bidang sosial diimplementasikan dengan


mengadakan program transmigrasi. Transmigrasi merupakan salah satu usaha pemerintah
Orde Baru melakukan pemerataan kesejahteraan di Indonesia yang diselenggarakan sejak
Pelita l.

Tujuan transmigrasi adalah menyediakan tenaga kerja dalam proyek perkebunan, perikanan,
dan ekspor kayu, serta untuk pemerataan persebaran penduduk. Peserta transmigrasi adalah
mereka yang tinggal di Jawa, Madura, Bali, dan Lombok.

Program transmigrasi diminati oleh banyak keluarga baru. Dari tahun ke tahun jumlah
transmigran mengalami peningkatan. Akan tetapi, pada tahun 1976 pemerintah mulai
mengurangi angka pemberangkatan transmigrasi khususnya transmigrasi umum demi
menjaga pertahanan dan keamanan.

Pembangunan Budaya

Dalam bidang budaya, pemerintah Orde Baru berusaha mengarahkan perkembangan budaya
kepada usaha-usaha yang dapat memperkuat kepribadian sosial, kebanggaan, dan kesatuan
nasional. Untuk itu, dilakukan peningkatan pembinaan dan pengembangan seni secara luas
melalui sekolah, kursus seni, organisasi seni, dan wadah-wadah kegiatan seni lainnya dalam
masyarakat.

Selain itu, pemerintah mengadakan pengamanan seni yang bertujuan menjamin dan
meneruskan warisan budaya dan seni. Usaha tersebut dilakukan dengan cara melakukan
inventarisasi, dokumentasi, penelitian warisan budaya nasional, pembinaan, dan
pemeliharaan peninggalan-peninggalan purbakala.

Pembangunan Kesehatan

Kesehatan masyarakat juga menjadi perhatian utama pemerintah Orde Baru. Oleh karena Itu,
pemerintah berusaha meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya kesehatan
melalui beberapa kebijakan berikut.

1. Program Keluarga Berencana

Pernahkah Anda melihat iklan BKKBN dengan jargon ”dua anak lebih baik”? Pada masa
Orde Baru jargon dalam iklan BKKBN tersebut berbunyi ”dua anak cukup”. iklan tersebut
merupakan imbauan pemerintah untuk mendukung pelaksanaan program keluarga berencana
(KB).

KB merupakan salah satu program unggulan pada masa Orde Baru. Program KB digagas oleh
Ibu Tien Soeharto dan disetujui oleh MPR pada tahun 1968. Sebagai langkah awal,
pemerintah mendirikan Lembaga Keluarga Berencana Nasional (LKBN).Tugas LKBN
adalah melakukan sosialisasi masalah KB kepada masyarakat.

Pada tahun 1970 Presiden Soeharto membentuk Badan Koordinasi Keluarga Berencana
Nasional (BKKBN) untuk menggantikan LKBN. BKKBN bertugas melaksanakan program
KB, mulai dari sosialisasi, pelaksanaan, hingga menjalin kerja sama dengan berbagai pihak
untuk menjalankan program ini. Pemerintah menerapkan sistem jemput bola untuk
memperlancar pelaksanaan program KB hingga ke seluruh pelosok lndonesia. Selain itu,
pemerintah menerapkan kebijakan pembatasan pemberian tunjangan anak pada pegawai
negeri sipil (PNS).
2. Program Kesehatan Masyarakat

Program kesehatan masyarakat diwujudkan dengan mendirikan pusat kesehatan masyarakat


(puskesmas) di setiap daerah. Pembentukan puskesmas berawal dari konsep Bandung Plan
yang diperkenalkan oleh dr. Y. Leimena dan dr. Patah pada tahun 1951. Selanjutnya, program
ini dikembangkan pemerintah Orde Baru. Puskesmas dibentuk untuk meningkatkan
kepedulian dan kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan.

Pada tahun 1984 pemerintah mengembangkan pos pelayanan terpadu (posyandu) yang
dibentuk di setiap desa atau kelurahan. Posyandu memiliki lima program utama yaitu
kesehatan ibu anak (KIA), keluarga berencana (KB), gizi, penanggulangan diare, dan
imunisasi. Posyandu lebih memusatkan kegiatannya pada kesehatan balita dan ibu hamil.
Akan tetapi, dalam perkembangannya posyandu menjadi penggerak kesehatan masyarakat di
desa-desa.

Itulah beberapa kebijakan yang diterapkan pemerintah Orde Baru untuk mewujudkan cita-cita
nasional sesuai yang terkandung dalam UUD 1945 dan Pancasila.

Anda mungkin juga menyukai