Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN BEDAH PADA PASIEN DENGAN


FRAKTUR ANTEBRACHII DI RUANG SERUNI
RSD dr. SOEBANDI JEMBER

oleh :
Rizky Meidwigita Paradis, S.Kep
NIM 122311101010

PROGRAM PROFESI NERS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2016
2

LAPORAN PENDAHULUAN
FRAKTUR ANTEBRACHII
Oleh: Rizky Meidwigita Paradis, S.Kep.

Konsep: Fraktur Antebrachii


1. Pengertian Fraktur antebrachii
Fraktur adalah patah tulang atau terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang
ditentukan sesuai dengan jenis dan luasnya (Smeltzer & Bare, 2002). Fraktur
adalah biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik kekuatan dan sudut dari
tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiri dan jaringan lunak disekitar tulang
akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap
(Price, 2005). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau
tulang rawan yang penyebabnya dapat dikarenakan penyakit pengeroposan tulang
atau osteoporosis, biasanya dialami pada usia dewasa, dan dapat juga disebabkan
karena kecelakaan (Mansjoer, 2000).
Fraktur antebrachii merupakan suatu perpatahan pada lengan bawah yaitu
pada tulang radius dan ulna dimana kedua tulang tersebut mengalami perpatahan.
Fraktur antebrachii adalah terputusnya kontinuitas tulang yang terjadi di tulang
radius dan ulna yang diakibatkan oleh trauma langsung seperti kecelakaan
ataupun karena penyakit seperti osteoporosis. Pada anak biasanya tampak angulasi
anterior dan kedua ujung tulang yang patah masih berhubungan satu sama lain.
Gambaran klinis fraktur antebrachii pada orang dewasa biasanya tampak jelas
karena fraktur radius ulna sering berupa fraktur yang disertai dislokasi fragmen
tulang.

2. Penyebab
Fraktur dapat terjadi akibat adanya tekanan yang melebihi kemampuan tulang
dalam menahan takanan. Tekanan pada tulang dapat berupa tekanan berputar yang
menyebabkan fraktur bersifat spiral atau oblik, tekanan membengkok yang
menyebabkan fraktur transversal, tekanan sepanjang aksis tulang yang
menyebabkan fraktur impaksi, dislokasi, atau fraktur dislokasi, kompresi vertikal
3

dapat menyebabkan fraktur kominutif atau memecah, misalnya pada badan


vertebra, talus, atau fraktur buckle pada anak-anak (Muttaqin, 2008).
Umumnya fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang
berlebihan pada tulang. Fraktur pada anak-anak biasanya sebagai akibat trauma
dari kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh, atau penganiayaan anak. Karena
jaringan lunak pada anak-anak fleksibel, fraktur terjadi lebih sering daripada
cedera jaringan lunak (Muscari, 2005). Secara umum penyebab fraktur adalah
sebagai berikut:
1. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya
kekerasan. Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka
dengan garis patah melintang atau miring.
2. Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh
dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang
paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
3. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.Kekuatan dapat
berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari
ketiganya, dan penarikan.

3. Klasifikasi Fraktur
Menurut Mansjoer (2000), jenis fraktur antebrachii yaitu:
a. Fraktur Colles
Menurut Pearce (2008), fraktur Colles adalah patah transvers dari ujung
bawah radius, kira-kira 2,5 cm diatas pergelangan, pasien terjatuh dalam
keadaan tangan terbuka dan pronasi, tubuh beserta lengan berputar ke dalam
(endorotasi). Tangan terbuka terfiksasi di tanah berputar keluar (eksorotasi
supinasi). Fraktur ini terjadi dengan posisi tangan dorsofleksi, segmen fraktur
distal mengalami angulasi ke arah dorsal dan menyebabkan deformitas seperti
“sendok makan” (dinner fork deformity).
4

Gambar 1. Fraktur Colles

Gambar 2. Fraktur Colles

Ada banyak sistem klasifikasi yang digunakan pada fraktur ekstensi dari
radius distal. Namun yang paling sering digunakan adalah sistem klasifikasi
oleh Frykman. Berdasarkan sistem ini maka fraktur Colles dibedakan menjadi
4 tipe yaitu:
1) Tipe IA : Fraktur radius ekstra artikuler
2) Tipe IB : Fraktur radius dan ulna ekstra artikuler
3) Tipe IIA : Fraktur radius distal yang mengenai sendi radio karpal
4) Tipe IIB : Fraktur radius distal dan ulna yang mengenai sendi radio karpal
1) Tipe IIIA : Fraktur radius distal yang mengenai sendi radio ulnar
2) Tipe IIIB : Fraktur radius distal dan ulna yang mengenai sendi radio ulnar
3) Tipe IVA : Fraktur radius distal yang mengenai sendi radiokarpal dan
sendi radioulnar
4) Tipe IVB : Fraktur radius distal dan ulna yang mengenai sendi radio karpal
dan sendi radio ulnar
5

b. Fraktur Smith
Fraktur Smith merupakan kebalikan dari fraktur Colles, dengan angulasi ke
arah anterior (volar) dari fraktur radius. Fraktur ini biasa terjadi pada orang
muda. Pasien jatuh dengan tangan menahan badan sedang posisi tangan
dalam keadaan volar fleksi pada pergelangan tangan dan pronasi. Garis
patahan biasanya transversal, kadang intraartikular. Penggeseran bagian distal
radius bukan ke dorsal, melainkan ke arah palmar. Patah tulang ini lebih
jarang terjadi.

Gambar 3. Fraktur Smith


c. Fraktur Galeazzi
Fraktur Galeazzi merupakan fraktur radius distal disertai dislokasi sendi
radius ulna distal. Saat pasien jatuh dengan tangan terbuka yang menahan
badan, terjadi pula rotasi lengan bawah dalam posisi pronasi waktu menahan
berat badan yang memberi gaya supinasi. Gambaran klinisnya bergantung
pada derajat dislokasi fragmen fraktur. Bila ringan nyeri dan tegang hanya
dirasakan pada daerah fraktur; bila berat, biasanya terjadi pemendekan lengan
bawah. Pada fraktur ini tampak tangan bagian distal dalam posisi angulasi
kedorsal. Pada pergelangan tangan dapat diraba tonjolan ujung distal ulna.
6

Gambar 2.4 Fraktur Galeazzi

d. Fraktur Montegia
Fraktur Montegia merupakan fraktur sepertiga proksimal ulna disertai
dislokasi sendi radius ulna proksimal. Dislokasi ini dapat terjadi ke lateral dan
juga ke posterior. Penyebabnya biasanya trauma langsung terhadap ulna,
misalnya sewaktu melindungi kepala pada pukulan, sehingga disebut patah
tulang tangkis. Terdapat 2 tipe yaitu tipe ekstensi (lebih sering) dan tipe
fleksi. Pada tipe ekstensi gaya yang terjadi mendorong ulna kearah
hiperekstensi dan pronasi. Sedangkan pada tipe fleksi, gaya mendorong dari
depan kearah fleksi yang menyebabkan fragmen ulna mengadakan angulasi
ke posterior.
7

Gambar 5. Fraktur Montegia

e. Fraktur Barton volar


Fraktur Barton volar sebetulnya masih bagian dari fraktur Smith. Reduksi
biasanya cukup dengan tarikan dan supinasi, tetapi karena garis patah tulang
miring reposisi yang dicapai biasanya tetap tidak stabil sehingga kadang
pembedahan akan lebih baik hasilnya. Epalsiolisis harus diusahakan untuk
reposisi secara anatomis mungkin agar tidak terjadi gangguan pertumbuhan.
Hal ini dapat dilakukan secara tertutup, kadang secara terbuka. Dengan atau
tanpa reposisi operatif dapat dipakai kawat K yang kecil yang cukup kuat
untuk fiksasi intern sehingga fiksasi dapat dicapai tanpa merusak cakram
epiflsis.
8

4. Patofisiologi
Apabila tulang normal mendapat tekanan yang berlebihan, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan tersebut
mengakibatkan jaringan tidak mampu menahan kekuatan yang mengenainya.
Maka tulang menjadi patah sehingga tulang yang mengalami fraktur dan akan
terjadi perubahan posisi tulang, kerusakan hebat pada struktur jaringan lunak dan
jaringan di sekitarnya yaitu ligament, otot, tendon, pembuluh darah dan
persyarafan yang mengelilinginya (Long, B.C, 1996).
Periosteum akan terkelupas dari tulang dan robek dari sisi yang berlawanan
pada tempat terjadinya trauma. Ruptur pembuluh darah di dalam fraktur akan
menimbulkan nyeri. Tulang pada permukaan fraktur yang tidak mendapat aliran
darah akan mati sepanjang satu atau dua millimeter. Setelah fraktur lengkap,
fragmen-fragmen biasanya akan bergeser, sebagian oleh karena kekuatan cidera
dan bisa juga gaya berat dan tarikan otot yang melekat. Fraktur dapat tertarik dan
terpisah atau dapat tumpang tindih akibat spasme otot, sehingga terjadi
pemendekan tulang, dan akan menimbulkan derik atau krepitasi karena adanya
gesekan antara fragmen tulang yang patah.
Trauma yang menyebabkan fraktur di daerah pergelangan tangan biasanya
merupakan trauma langsung, yaitu jatuh pada permukaan tangan sebelah volar
atau dorsal. Jatuh pada permukaan tangan sebelah volar menyebabkan dislokasi
fragmen fraktur sebelah distal ke arah dorsal. Dislokasi ini menyebabkan bentuk
lengan bawah dan tangan bila dilihat dari samping menyerupai garpu, seperti yang
terjadi pada fraktur Colles. Sebaliknya, jatuh pada permukaan tangan sebelah
dorsal menyebabkan dislokasi fragmen distal ke arah volar seperti yang terjadi
pada fraktur Smith. Pada keduanya masih terdapat komponen gaya ke arah deviasi
radial dan deviasi ulna yang dapat menyebabkan patahnya tulang karpus. Jatuh
pada permukaan tangan bagian volar dengan tangan dalam posisi deviasiradial
dapat menyebabkan fraktur pada tulang navikulare (os skafoid) sedangkan jatuh
dengan tangan dorsofleksi maksimal dapat menyebabkan dislokasi tulang
lunatum.
9

Diagnosis fraktur dengan fragmen terdislokasi tidak menimbulkan kesulitan.


Secara klinis, dengan mudah dapat dibuat diagnosis patah tulang Colles atau
fraktur Smith. Bila fraktur terjadi tanpa dislokasi fragmen patahannya, diagnosis
klinis dibuat berdasarkan tanda klinis patah tulang. Hal yang mungkin terlewat
dalam diagnosis adalah adanya fraktur tulang navikulare atau adanya dislokasi
tulang lunatum. Secara klinis pada fraktur navikulare didapati nyeri tekan pada
tabatier anatomik. Diagnosis kedua kelainan ini ditegakkan dengan foto Rontgen.
Pada foto antero-posterior biasa sering tidak terlihat adanya fraktur navikulare.
Untuk ini perlu foto dengan proyeksi oblik 45° dan 135° atau foto diulang setelah
satu minggu karena mungkin retak tidak kelihatan pada cedera baru.
Ketika tulang patah, perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan ke
dalam jaringan lunak di sekitar tulang tersebut. Jaringan lunak biasanya
mengalami kerusakan akibat cedera. Reaksi inflamasi yang intens terjadi setelah
patah tulang. Sel darah putih dan sel mast berakumulasi sehingga menyebabkan
peningkatan aliran darah ke area tersebut. Fagositosis dan pembersihan debris
dimulai. Bekuan fibrin (hematoma fraktur) terbentuk di tempat patah dan
berfungsi sebagai jala untuk melekatnya sel-sel baru. Aktivitas osteoblast segera
terstimulasi dan terbentuk tulang baru imatur, yang disebut kalus. Bekuan fibrin
segera direabsorpsi dan tulang baru secara perlahan mengalami remodelling untuk
membentuk tulang sejati. Tulang sejati menggantikan kalus dan secara perlahan
mengalami kalsifikasi (pengerasan). Penyembuhan dapat terganggu atau
terhambat apabila hematoma fraktur atau kalus rusak sebelum tulang sejati
terbentuk atau apabila sel tulang baru rusak selama kalsifikasi dan pengerasan
(Corwin, 2009).
10

5. Tanda dan Gejala


Secara umum tanda tanda dan gejala yang muncul menurut Nurarif dan
Kusuma (2013) dan Smeltzer dan Bare (2002) diantaranya:
a. Nyeri di lokasi cidera yang terus menerus dan bertambah berat sampai
fragmen tulang diimobilisasi. Nyeri ini muncul sebagai akibat ujung-ujung
saraf bebas mengalami kerusakan. Reseptor nyeri (nosiseptor) mencakup
ujung-ujung saraf bebas yang berespon terhadap berbagai rangsangan
termasuk tekanan mekanis (trauma), deformasi, suhu yang ekstrim, dan
berbagai bahan kimia. Energi dari stimulus-stimulus ini dapat diubah menjadi
energy listrik dan perubahan energi ini dinamakan transduksi. Transduksi
dimulai di perifer, ketika stimulus terjadinya nyeri mengirimkan impuls yang
melewati serabut saraf nyeri perifer yang terdapat di panca indera, maka akan
menimbulkan potensial aksi. Setelah proses transduksi selesai, transmisi
impuls nyeri dimulai.
b. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma
dan perdarahan yang mengalami fraktur. Selain itu juga diakibatkan karena
inflamasi akibat dari kerusakan sel. Kerusakan sel dapat mengakibatkan
pelepasan neurotransmitter seperti histamin, bradikinin, serotonin, beberapa
prostaglandin, ion kalium, ion hydrogen, dan substansi P. Masing-masing zat
tersebut tertimbun di tempat cedera termasuk fraktur, hipoksia, atau kematian
sel. Substansi yang peka terhadap nyeri yang terdapat disekitar serabut nyeri
di cairan ekstraseluler, menyebarkan pesan adanya nyeri dan menyebabkan
inflamasi (Potter & Perry, 2010).
c. Deformitas
d. Gangguan fungsi gerak utamanya pada area yang cidera
11

Tanda dan gejala berdasarkan jenis fraktur antebrachii, diantaranya adalah:


1. Fraktur Colles
Fraktur ini dapat terlihat penonjolan punggung pergelangan tangan dan
depresi di depan. Pada pasien dengan sedikit deformitas mungkin hanya
terdapat nyeri tekan lokal dan nyeri bila pergelangan tangan digerakkan.
Selain itu juga didapatkan kekakuan, gerakan yang bebas terbatas, dan
pembengkakan di daerah yang terkena. Gambaran klinisnya yaitu:
a. Fraktur metafisis distal radius dengan jarak kurang lebih 2,5 cm dari
permukaan sendi distal radius
b. Dislokasi fragmen distalnya ke arah posterior/dorsal
c. Subluksasi sendi radioulnar distal
d. Avulsi prosesus stiloideus ulna.
e. Nyeri
2. Fraktur Smith
Penonjolan dorsal fragmen proksimal, fragmen distal di sisi volar
pergelangan, dan deviasi ke radial (garden spade deformity), dan adanya
Nyeri pada fraktur. Gambaran radiologis dari fraktur ini yaitu terdapat fraktur
pada metafisis radius distal; foto lateral menunjukkan bahwa fragmen distal
bergeser dan miring ke anterior-sangat berlawanan dengan fraktur colles.
3. Fraktur Galeazzi
Fraktur Galeazzi jauh lebih sering terjadi daripada fraktur Monteggia.
Pada pergelangan tangan dapat diraba tonjolan ujung distal ulna. Tampak
tangan bagian distal dalam posisi angulasi ke dorsal. Pada pergelangan tangan
dapat diraba tonjolan ujung distal ulna. Ujung bagian bawah ulna yang
menonjol merupakan tanda yang mencolok. Perlu dilakukan pemeriksaan
untuk lesi saraf ulnaris yang sering terjadi. Gambaran klinisnya bergantung
pada derajat dislokasi fragmen fraktur. Bila ringan. Nyeri dan tegang hanya
dirasakan pada daerah fraktur; bila berat, biasanya terjadi pemendekan lengan
bawah. Tampak-tangan bagian distal dalam posisi angulasi kedorsal.
12

4. Fraktur Montegia
Terdapat 2 tipe yaitu tipe ekstensi (lebih sering) dan tipe fleksi. Pada tipe
ekstensi gaya yang terjadi mendorong ulna ke arah hiperekstensi dan pronasi.
Sedangkan pada tipe fleksi, gaya mendorong dari depan ke arah fleksi yang
menyebabkan fragmen ulna mengadakan angulasi ke posterior. Nyeri pada
bagian fraktur.
5. Fraktur atau dislokasi tulang karpus
Gambaran klinis sering kurang jelas. Biasanya ada keluhan nyeri
dipergelangan tangan. Pada pemeriksaan didapatkan empat tanda yang jelas,
ialah nyeri tekan di tabatiere pada posisi deviasi ulna yang menyebabkan
penonjolan tulang skafoid di tabatiere, nyeri tekan pada penonjolan
navikulare di sebelah volar pada deviasi radier, nyeri sumbu pada pukulan
martil perkusi pada kaputmetakarpale pada tangan sikap tinju dan nyeri di
dalam pergelangan tangan padafleksi maupun ekstensi ekstrem.

6. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi akibat fraktur menurut American College of
Surgeons Comittee on Trauma dalam Parahita dan Kurniyanta (2012) adalah:
a. Perdarahan arteri
Trauma tajam maupun tumpul yang merusak sendi atau tulang di dekat
arteri mampu menghasilkan trauma arteri. Cidera ini dapat menimbulkan
pendarahan besar pada luka terbuka atau pendarahan di dalam jaringan
lunak. Ekstrimitas yang dingin, pucat, dan menghilangnya pulsasi
ekstremitas menunjukkan gangguan aliran darah arteri. Hematoma yang
membesar dengan cepat, menunjukkan adanya trauma vaskular. Cidera ini
menjadi berbahaya apabila kondisi hemodinamik pasien tidak stabil.
b. Sindroma Kompartemen
Sindroma kompartemen dapat ditemukan pada tempat di mana otot
dibatasi oleh rongga fasia yang tertutup. Perlu diketahui bahwa kulit juga
berfungsi sebagai lapisan penahan. Kompartemen akibat edema yang
timbul akibat revaskularisasi sekunder dari ekstrimitas yang iskemi atau
13

karena penyusutan isi kompartemen yang disebabkan tekanan dari luar


misalkan balutan yang menekan.
Tanda dan gejala sindroma kompartemen adalah :
1) Pain (nyeri) bertambah dan khususnya meningkat dengan gerakan pasif
yang meregangkan otot bersangkutan. Nyeri terjadi karena saraf
mendapat tekanan dari luar.
2) Parestesia daerah distribusi saraf perifer yang terkena, menurunnya
sensasi atau hilangnya fungsi dari saraf yang melewati kompartemen
tersebut.
3) Pale atau pucat karena pembuluh darah juga mendapat tekanan dari
luar.
4) Paralysis
5) Pulseless, denyut nadi menjadi melemah atau menghilang karena
pembuluh darah mendapat tekanan dari luar.
c. Osteomyelitis
Adalah infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum dan korteks
tulang dapat berupa exogenous (infeksi masuk dari luar tubuh) atau
hematogenous (infeksi yang berasal dari dalam tubuh). Patogen dapat
masuk melalui luka fraktur terbuka, luka tembus, atau selama operasi.
Luka tembak, fraktur tulang panjang, fraktur terbuka yang terlihat
tulangnya, luka amputasi karena trauma dan fraktur-fraktur dengan
sindrom kompartemen atau luka vaskular memiliki risiko osteomyelitis
yang lebih besar.
d. Mal union
Adalah keadaan ketika fraktur menyembuh pada saatnya, tetapi terdapat
deformitas yang berbentuk angulasi pemendekan atau union secara
menyilang misalnya pada fraktur tibia-fibula.
e. Delayed union
Merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang
dibutuhkan tulang untuk menyambung. Hal ini terjadi karena suplai darah
ke tulang menurun. Delayed union adalah fraktur yang tidak sembuh
14

setelah waktu tiga bulan untuk anggota gerak atas dan lima bulan untuk
anggota gerak bawah.
f. Non union
Adalah fraktur yang tidak sembuh antara 6-8 bulan dan tidak didapatkan
konsolidasi sehingga terdapat pseudoartrosis (sendi palsu). Pseudoartrosis
dapat terjadi tanpa infeksi, tetapi dapat juga terjadi bersama-sama infeksi.

7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologis dilakukan untuk menentukan ada/tidaknya dislokasi.
Lihat kesegarisan antara kondilus medialis, kaput radius, dan pertengahan radius.
Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan menurut James (2003) pada pasien
fraktur diantaranya:
a. Foto rongten digunakan untuk mengetahui lokasi dan garis fraktur.
b. X ray digunakan untuk menentukan jenis fraktur dan mekanisme
terjadinya trauma. Umumnya menggunakan proyeksi anteroposterior dan
lateral.
c. CT scan dapat digunakan untuk menggambarkan anatomi tulang khusunya
pada cedera plafon.
d. MRI digunakan untuk mengkaji adanya cedera pada tulang rawan,
ligament dan tendon.

8. Penatalaksanaan
Menurut Mansjoer (2000), penatalaksanaan fraktur antebrachii adalah sebagai
berikut:
1) Fraktur Colles
a) Pada fraktur Colles tanpa dislokasi hanya diperlukan imobilisasi
dengan pemasangan gips sirkular di bawah siku selama 4 minggu. Bila
disertai dislokasi diperlukan tindakan reposisi tertutup. Dilakukan
dorsofleksi fragmen distal, traksi kemudian posisi tangan volar fleksi,
deviasi ulna (untuk mengoreksi deviasi radial) dan diputar ke arah
15

pronasio (untuk mengoreksi supinasi). Imobilisasi dilakukan selama 4 -


6 minggu.
b) Fraktur tak bergeser (atau hanya sedikit sekali bergeser), fraktur
dibebat dalam slab gips yang dibalutkan sekitar dorsum lengan bawah
dan pergelangan tangan dan dibalut kuat dalam posisinya.
c) Fraktur kominutif berat dan tak stabil tidak mungkin dipertahankan
dengan gips; untuk keadaan ini sebaiknya dilakukan fiksasi luar,
dengan pen proksimal yang mentransfiksi radius dan pen distal,
sebaiknya mentransfiksi dasar-dasar metakarpal kedua dan sepertiga.
d) Fraktur yang bergeser harus direduksi di bawah anestesi. Tangan
dipegang dengan erat dan traksi diterapkan di sepanjang tulang itu
(kadang-kadang dengan ekstensi pergelangan tangan untuk melepaskan
fragmen; fragmen distal kemudian didorong ke tempatnya dengan
menekan kuat-kuat pada dorsum sambil memanipulasi pergelangan
tangan ke dalam fleksi, deviasi ulnar dan pronasi.
Posisi kemudian diperiksa dengan sinar X. Kalau posisi memuaskan,
dipasang slab gips dorsal, membentang dari tepat di bawah siku sampai
leher metakarpal dan 2/3 keliling dari pergelangan tangan itu. Slab ini
dipertahankan pada posisinya dengan pembalut kain krep. Posisi deviasi
ulnar yang ekstrim harus dihindari; cukup 20 derajat saja pada tiap arah.
2) Fraktur Smith
Dilakukan reposisi dengan posisi tangan diletakkan dalam posisi
dorsofleksi ringan, deviasi ulnar, dan supinasi maksimal (kebalikan posisi
Colles). Lalu diimobilisasi dengan gips di atas siku selama 4 - 6 minggu.
3) Fraktur Galeazzi
Dilakukan reposisi dan imobilisasi dengan gips di atas siku, posisi netral
untuk dislokasi radius ulna distal, deviasi ulnar, dan fleksi.
4) Fraktur Montegia
Dilakukan reposisi tertutup. Asisten memegang lengan atas, penolong
melakukan tarikan lengan bawah ke distal, kemudian diputar ke arah
supinasi penuh. Setelah itu, dengan jari kepala radius dicoba ditekan ke
16

tempat semula. Imobilisasi gips sirkuler dilakukan di atas siku dengan


posisi siku fleksi 90° dan posisi lengan bawah supinasi penuh. Bila gagal,
dilakukan reposisi terbuka dengan pemasangan fiksasi interna (plate-
screw).

Prosedur penatalaksanaan fraktur antebrachii adalah sebagai berikut:


a. Pembedahan
Metode penatalaksanaan yang paling banyak keunggulannya saat ini
adalah pembedahan. Berikut ini jenis pembedahan pada pasien fraktur
antebrachii:
1) ORIF (Open Reduction Internal Fixation) yaitu prosedur pembedahan
untuk memperbaiki fungsi dengan mengembalikan stabilitas dan
mengurangi rasa nyeri pada tulang yang patah yang telah direduksi
dengan skrup, paku dan pin logam
2) Reduksi terbuka dengan melakukan kesejajaran tulang yang patah
setelah terlebih dahulu dilakukan diseksi dan pemanjangan tulang yang
patah
3) Fiksasi ekterna yaitu mengobati fraktur terbuka dengan kerusakan
jaringan lunak dimana garis fraktur direduksi, disejajarkan dan
diimobilisasi dengan sejumlah pin yang dimasukkan ke dalam fragmen
tulang.
b. Gips
c. Traksi (mengangkat/menarik)
Traksi secara umum dilakukan dengan menempatkan beban dengan
tali pada ekstermitas pasien. Tempat tarikan disesuaikan sedemikian rupa
sehingga arah tarikan segaris dengan sumbu panjang tulang yang patah.
Metode pemasangan traksi antara lain :
a) Traksi manual
Tujuannya adalah perbaikan dislokasi, mengurangi fraktur, dan pada
keadaan emergency. Traksi mekanik, ada 2 macam :
b) Traksi kulit
17

Dipasang pada dasar sistem skeletal untuk struktur yang lain misal
otot. Digunakan dalam waktu 4 minggu dan beban < 5 kg.
c) Traksi skeletal
Merupakan traksi definitif pada orang dewasa yang merupakan
balanced traction. Dilakukan untuk menyempurnakan luka operasi
dengan kawat metal / penjepit melalui tulang / jaringan metal.

9. Peran Perawat dalam Penatalaksanaan Pasien


Peran perawat yang dapat dilakukan dalam penatalaksanaan klien yang
mengalami fraktur antebrachii adalah mengontrol nyeri yang dialami klien,
memberikan edukasi terkait nutrisi yang penting untuk proses penyembuhan
tulang, dan mengajarkan latihan rentang gerak pada klien.
a. Pengontrolan nyeri
Nyeri yang dialami oleh klien yang mengalami fraktur dapat dikontrol dengan
beberapa cara, yaitu dengan imobilisasi tulang yang mengalami farktur, dan
memberikan latihan teknik relaksasi. Menurut penelitian yang dilakukan oleh
Galuh (2010) teknik nafas dalam dapat menurukan intensitas nyeri pada klien
yang mengalami post operasi fraktur femur, penelitian yang dilakukan oleh
Nurdin (2013) bahwa teknik relaksasi dapat menurunkan intensitas nyeri pada
klien post operasi fraktur.
b. Latihan rentang gerak
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Purwanti (2013), menunjukkan bahwa
latihan Range of Motion (ROM) aktif mampu dilakukan oleh seluruh
responden (100%), sebagian besar kekuatan otot pasien post operasi fraktur
ektremitas atas sebelum diberi latihan ROM aktif adalah skala kekuatan otot 0
atau paralisis total atau tidak ada kontraksi otot. Dan setelah diberikan latihan
ROM aktif sebanyak 9 kali, menjadi skala kekuatan otot 2 atau kategori buruk
atau kontraksi otot yang cukup kuat menggerakkan sendi, tetapi hanya dapat
dilakukan bila pengaruh dari gaya gravitasi dihilangkan. Sehingga dari
penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh signifikan latihan
18

ROM aktif terhadap kekuatan otot pada pasien post operasi fraktur ektremitas
atas.
c. Nutrisi
Nutrisi merupakan salah satu aspek yang sering dilupakan pada proses
penatalaksanaan fraktur, karena sebagian besar terfokus pada penggunaan
obat, penggantian balutan dan gips, serta fisioterapi saja (Situmorang, 2012).
Asupan nutrisi yang baik seperti cukupnya vitamin A, vitamin D, kalsium,
vitamin C, fosfor, magnesium, dll dapat membantu pertumbuhan dan
pembentukan tulang yang kuat dan sempurna (Smeltzer & Bare, 2002).
Vitamin A sangat diperlukan untuk pertumbuhan sel, termasuk perkembangan
tulang dan sel epitel yang membentuk email dalam pertumbuhan gigi,
demikian halnya pada pasien fraktur. Sedangkan fosfor digunakan sebagai
mineral yang memperkuat struktur tulang bersama dengan kalsium. Buah-
buahan merupakan sumber vitamin A yang baik untuk tulang. Fosfor terdapat
di dalam semua makanan terutama makanan kaya protein seperti daging,
ayam, ikan, telur, susu, dan hasilnya, kacang-kacangan dan hasilnya, serta
serealia (Almatsier, 2001).
19
20

C. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Keluhan utama
Keluhan yang membuat pasien datang ke rumah sakit. Pada kasus-kasus
fraktur biasanya keluhan utama yang dirasakan yaitu sakit yang sangat
pada daerah terjadinya fraktur. Sebagian besar kasus fraktur, pertama kali
pasien datang langsung mendapatkan penanganan di ruang UGD, jadi
anamnesis dilakukan pada keluarga. setelah pasien diberikan intervensi
dan menunggu pasien untuk memungkinkan dilakukan anamnesis.
b. Riwayat keluhan utama :
a. Mulai timbulnya keluhan atau waktu terjadinya fraktur
b. Sifat keluhan, biasanya pasien mengeluh sakit yang sangat parah di
daerah lokasi fraktur dan bahkan pasien tidak dapat berjalan sendiri
c. Lokasi fraktur atau nyeri yang dirasakan pasien
d. Keluhan lain yang menyertai, apabila terjadi perdarahan hebat
biasanya pasien merasa pusing atau bahkan pingsan
e. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah kesehatan seperti
dibawa ke tukang pijit atau diberikan obat-obatan analgesic untuk
mengatasi nyeri sementara.
c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat penyakit sekarang
Klien biasanya nyeri pada bagian yang mengalami fraktur di area
antebrachii. Nyeri dimulai ketika fraktur terjadi, fraktur biasanya
terjadi karena trauma langsung seperti kecelakaan ataupun karena
trauma tidak langsung seperti osteoporosis.
2) Riwayat kesehatan dahulu
Klien yang mengalami fraktur karena trauma tidak langsung
mempunyai riwayat kesehatan mengalami osteoporosis.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Bukan merupakan penyakit yang degenerative.
21

d. Alergi
Lakukan pengkajian adanya riwayat alergi terutama terhadap obat-obatan
atau makanan. Kemudian tanyakan pula reaksi yang ditimbulkan apabila
terjadi alergi, dan tindakan apa yang dilakukan pasien saat terjadi alergi.
e. Kebiasaan
Tanyakan kebiasaan pasien sehari-hari, serta tanyakan berapa lama
kebiasaan tersebut dilakukan.
1) Merokok (berapa batang /bungkus sehari)
2) Minum alkohol
3) Minum kopi
4) Minum obat-obatan
f. Pengkajian keperawatan
1) persepsi kesehatan & pemeliharaan kesehatan,
2) pola nutrisi/metabolik terdiri dari antropometri, biomedical sign,
clinical sign, diet pattern
3) pola eliminasi: BAB dan BAK (frekuensi, jumlah, warna, konsistensi,
bau, karakter)
4) pola aktivitas & latihan: Activity Daily Living,status oksigenasi, fungsi
kardiovaskuler, terapi oksigen
5) Pola tidur & istirahat : durasi, gangguan tidur, keadaan bangun tidur
6) Pola kognitif & perceptual : fungsi kognitif dan memori, fungsi dan
keadaan indera
7) Pola persepsi diri : gambaran diri, identitas diri, harga diri, ideal diri,
dan peran diri
8) Pola seksualitas & reproduksi : pola seksual dan fungsi reproduksi
9) Pola peran & hubungan
10) Pola manajemen & koping stres
11) Sistem nilai dan keyakinan : oleh pasien maupun masyarakat
22

g. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengetahui keadaan fraktur yang
dialami pasien secara lebih jelas. Pemeriksaan fisik meliputi primary
survey (dilakukan dengan mengetahui keadaan umum pasien) dan
secondary survey (untuk mengetahui gerakan pasien apakah masih
dianggap normal atau tidak).
1) Keadaan umum, tanda vital
2) Pengkajian Fisik (inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi): kepala, mata,
telinga, hidung, mulut, leher, dada, abdomen, urogenital, ekstremitas,
kulit dan kuku, dan keadaan lokal.
3) Pemeriksaan fraktur
a) Look/inspeksi
 Bandingkan dengan bagian yang sehat
 Perhatikan posisi anggota gerak secara keseluruhan
 Adanya tanda-tanda anemia karena perdarahan
 Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk
membedakan fraktur tertutup atau terbuka
 Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi dan
pemendekan
 Lakukan survei pada seluruh tubuh apakah ada trauma pada
organ-organ lain
 Keadaan vaskularisasi
b) Feel/palpasi
Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya
mengeluh sangat nyeri. Hal-hal yang perlu diperhatikan:
 Nyeri tekan
 Krepitasi
 Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma
 Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah untuk
mengetahui adanya perbedaan panjang tungkai
23

c) Move/gerakan
 Periksa pergerakan dengan mengajak penderita untuk
menggerakkan secara aktif dan pasif sendi proksimal dan distal
dari daerah yang mengalami trauma
 Pada penderita dengan fraktur, setiap gerakan akan
menyebabkan nyeri hebat sehingga uji pergerakan tidak boleh
dilakukan secara kasar, disamping itu juga dapat menyebabkan
kerusakan pada jaringan lunak seperti pembuluh darah dan saraf
 Move untuk melihat apakah ada krepitasi bila fraktur
digerakkan, tetapi ini bukan cara yang baik dan kurang halus.
Krepitasi timbul oleh pergeseran atau beradunya ujung-ujung
tulangkortikal. Pada tulang spongiosa atau tulang rawan epifisis
tidak terasa krepitasi.
 Memeriksa seberapa jauh gangguan fungsi, gerakan-gerakan
yang tidak mampu dilakukan, range of motion dan kekuatan
serta kita melakukan pemeriksaan untuk melihat apakah ada
gerakan tidak normal atau tidak. Gerakan tidak normal
merupakan gerakan yang tidak terjadi pada sendi, misalnya
pertengahan femur dapat digerakkan. Ini adalah bukti paling
penting adanya fraktur yang membuktikan adanya putusnya
kontinuitas tulang sesuaidefinisi fraktur. Hal ini penting untuk
membuat visum, misalnya bila tidak ada fasilitas pemeriksaan
rontgen.
h. Pemeriksaan penunjang
1) Foto rongten digunakan untuk mengetahui lokasi dan garis fraktur.
2) X ray digunakan untuk menentukan jenis fraktur dan mekanisme terjadinya
trauma. Umumnya menggunakan proyeksi anteroposterior dan lateral.
3) CT scan dapat digunakan untuk menggambarkan anatomi tulang khusunya
pada cedera plafon.
4) MRI digunakan untuk mengkaji adanya cedera pada tulang rawan, ligament
dan tendon.
24

2. Diagnosa Keperawatan
a. Pre operasi
1) Nyeri akut berhubungan dengan fraktur tulang, spasme otot, edema,
kerusakan jaringan lunak
2) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penonjolan tulang
(fraktur terbuka)
3) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan
nyeri/ketidaknyamanan, gangguan fungsi musculoskeletal,
immobilisasi
4) Ansietas berhubungan dengan status kesehatan, prosedur tindakan
pembedahan dan hasil akhir pembedahan
5) Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan kulit, trauma jaringan
b. Intra operasi
1) Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan
2) Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan kulit, trauma jaringan
c. Post operasi
1) Nyeri akut berhubungan dengan alat traksi/immobilisasi
2) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tindakan pembedahan
3) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan fungsi
muskuloskletal, Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan
nyeri/ketidaknyamanan, gangguan fungsi musculoskeletal, imobilisasi
4) Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan
primer, kerusakan kulit, trauma jaringan
5) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penatalaksanaan medis
(pemasangan fiksasi eksternal)
6) Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya paparan
informasi yang ada
7) Deficit perawatan diri berhubungan dengan gangguan fungsi
muskuloskeletal
25

D. RENCANA KEPERAWATAN

No Diagnosa Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan


Keperawatan Pre
Operasi
1 Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan 1. Mampu mengontrol nyeri Pain management (1400)
keperawatan selama 1X6 jam (tahu penyebab nyeri, 1. Kaji nyeri secara
berhubungan dengan
diharapkan nyeri dapat mampu menggunakan tehnik komprehensif (lokasi,
fraktur tulang, spasme berkurang nonfarmakologi untuk karakteristik, durasi,
mengurangi nyeri, mencari frekuensi, kualitas, dan
otot, edema, kerusakan
NOC: bantuan) faktor presipitasi)
jaringan lunak (00132) 1. Pain level (2102) 2. Melaporkan bahwa nyeri 2. Beri penjelasan mengenai
2. Pain control (1605) berkurang dengan penyebab nyeri
3. Comfort level (2109) menggunakan manajemen 3. Observasi reaksi nonverbal
nyeri dari ketidaknyamanan
3. Mampu mengenali nyeri 4. Segera immobilisasi daerah
(skala, intensitas, frekuensi, fraktur
dan tanda nyeri) 5. Tinggikan dan dukung
4. Menyatakan rasa nyaman ekstremitas yang terkena
setelah nyeri berkurang 6. Ajarkan pasien tentang
alternative lain untuk
mengatasi dan mengurangi
rasa nyeri
7. Ajarkan teknik manajemen
stress misalnya relaksasi
nafas dalam
26

8. Kolaborasi dengan tim


kesehatan lain dalam
pemberian obat analgeik
sesuai indikasi
2 Kerusakan intergritas Setelah dilakukan tindakan 1. Pasien terbebas dari cidera Perawatan Luka (3660)
keperawatan selama 3X24 2. Pasien mampu menjelaskan 1. Kaji kulit untuk luka terbuka
kulit/jaringan
jam diharapkan cidera/injuri cara/metode untuk terhadap benda asing,
berhubungan dengan tidak terjadi mencegah injuri/cedera kemerahan, perdarahan,
3. Pasien mampu menjelaskan perubahan warna
immobilisasi,
NOC: faktor resiko dari 2. Massage kulit, pertahankan
penurunan sirkulasi, Risk control (1902) lingkungan/perilaku tempat tidur kering dan
personal bebas kerutan
fraktur terbuka (00046)
4. Mampu memodifikasi gaya 3. Ubah posisi dengan sering
hidup untuk mencegah 4. Bersihkan kulit dengan air
injury hangat
5. Menggunakan fasilitas 5. Lakukan perawatan luka
kesehatan yang ada secara steril
6. Mampu mengenali
perubahan status kesehatan
3 Ansietas berhubungan Setelah dilakukan tindakan 1. Pasien mampu Anxiety reduction (5820)
keperawatan selama 3X24 mengidentifikasi dan 1. Kaji tingkat kecemasan
dengan status
jam diharapkan cemas mengungkapkan gejala pasien (ringan, sedang, berat,
kesehatan, prosedur berkurang cemas panik)
2. Mengidentifikasi, 2. Dampingi pasien
tindakan pembedahan
NOC: mengungkapkan dan 3. Bersupport sistem dan
dan hasil akhir 1. Anxiety self control menunjukkan tehnik untuk motivasi pasien
(1402) mengontrol cemas 4. Beri dorongan spiritual
pembedahan (00146)
2. Anxiety level (1211) 3. Vital sign dalam batas 5. Jelaskan jenis prosedur dan
27

3. Coping (1302) normal tindakan pengobatan


4. Postur tubuh, ekspresi
wajah, bahasa tubuh dan
tingkat aktivitas
menunjukkan berkurangnya
kecemasan
No Diagnosa Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
Keperawatan Intra
Operasi
1 Risiko syok Setelah dilakukan tindakan 1. Nadi dalam batas yang Shock prevention (4260)
berhubungan dengan keperawatan 1x6 jam syok diharapkan 1. Monitor status sirkulasi
perdarahan (00205) dapat dihindari 2. Irama jantung dalam batas (tekanan darah, warna kulit,
yang diharapkan suhu kulit, denyut jantung,
NOC : 3. Frekuensi nafas daam batas ritme, nadi perifer, dan
Keparahan syok hipovolemik yang diharapkan CRT)
(0419) 4. Irama pernafasan dalam 2. Monitor tanda inadekuat
batas yang diharapkan oksigenasi jaringan
5. Akral tidak dingin 3. Monitor input dan output
6. Tidak pucat 4. Monitor tanda awal syok
5. Kolaborasi pemberian
cairan IV dengan tepat

No Diagnosa Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan


28

Keperawatan Post
Operasi
1 Hambatan mobilitas Setelah dilakukan tindakan 1. Pasien meningkat dalam Exercise therapy: ambulation
keperawatan selama 2X24 aktivitas fisik (0221)
fisik berhubungan
jam diharapkan pasien 2. Mengerti tujuan dari 1. Kaji derajat immobilisasi
dengan mampu melakukan mobilitas peningkatan mobilitas yang dihasilkan oleh cidera
fisik 3. Memverbalisasikan perasaan 2. Dorong partisipasi pada
nyeri/ketidaknyamanan
dalam meningkatkan aktivitas terapeutik
, gangguan fungsi NOC: kekuatan dan kemampuan 3. Bantu pasien dalam rentang
1. Joint movement (0206) berpindah gerak aktif atau pasif
musculoskeletal,
2. Self care: ADLs (0300) 4. Memperagakan penggunaan 4. Ubah posisi secara periodik
immobilisasi (00085) 3. Pergerakan (0208) alat bantu untuk mobilisasi 5. Kolaborasi dengan ahli
4. Toleransi terhadap (walker) terapi/okupasi/rehabilitasi
aktifitas (0005) medis
2 Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan 1. Pasien terbebas dari tanda Infection control (6540)
keperawatan 1x6 jam infeksi dan gejala infeksi 1. Inspeksi kulit adanya iritasi
berhubungan dengan
dapat dihindari 2. Mendeskripsikan proses atau robekan kontinuitas
tidak adekuatnya penularan penyakit, faktor 2. Kaji kulit yang terbuka
NOC: yang mempengaruhi terhadap peningkatan nyeri,
pertahanan primer,
1. Immune status (0702) penularan serta rasa terbakar, edema,
kerusakan kulit, trauma 2. Risk control (1902) penatalaksanaannya eritema, drainase/bau tidak
3. Knowledge: Infection 3. Jumlah leukosit dalam batas sedap
jaringan (00004)
control(1842) normal 3. Berikan perawatan kulit
4. Menunjukkan perilaku hisup dengan steril dan aseptik
sehat 4. Tutup dan ganti balutan
dengan prinsip steril
5. Kolaborasi dengan tim
29

kesehatan lain terkait


pemberian obat antibiotik
sesuai indikasi

3 Kurangnya Setelah dilakukan tindakan 1. Pasien dan keluarga Teaching: disease process
keperawatan 1x24 jam pasien menyatakan pemahaman (5602)
pengetahuan
akan menunjukkan tentang penyakit, kondisi, 1. Kaji tingkat pengetahuan
berhubungan dengan pengetahuan tentang proses prognosis, dan program pasien dan keluarga
penyakit dengan benar pengobatan 2. Jelaskan patofisiologi dari
kurangnya paparan
2. Pasien dan keluarga mampu penyakit dan bagaimana hal
informasi yang ada NOC: melaksanakan prosedur yang ini berhubungan dengan
1. Knowledge: disease dijelaskan secara benar anatomi dan fisiologi dengan
(00126)
process(1803) 3. Pasien dan keluarga mampu cara yang tepat
2. Knowledge: health menjelaskan kembali apa 3. Gambarkan tanda dan gejala
behaviour (1805) yang dijelaskan perawat/tim yang biasa muncul pada
kesehatan lainnya penyakit dengan cara yang
tepat dan gambarkan proses
penyakit dengan cara yang
tepat
4. Sediakan bagi keluarga
informasi tentang kemajuan
pasien dengan cara yang
tepat
5. Diskusikan pilihan terapi
atau penanganan
30

DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Alih bahasa oleh Nike Budhi.
Jakarta: EGC

Doenges M, 2001. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan


dan Pemdokumentasian Perawatan Pasien. Edisi III. Jakarta: EGC

Graber, Mark A. 2006. Buku Saku Dokter Keluarga.Jakarta: EGC

Long, B.C, 2000. Perawatan Medikal Bedah. Edisi VII. Bandung: Yayasan
Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran

Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jilid II. Jakarta: Media
Aesculapius

Mansjoer, Arif. 2008. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jilid II. Media
Aesculapius: Jakarta.
Moorhead, Sue., et al. Tanpa tahun. Nursing Outcomes Classification (NOC).
Mosby Elsevier.

Muscari, Mary E. 2005. Panduan Belajar: Keperawatan Pediatrik. Alih bahasa


oleh Alfrina Hany. Jakarta: EGC

NANDA. 2012. Nursing Diagnosis Definitions and Classification. Wiley-


Blackwell.

Pearce, Evelyn C. 2008.Anatomi Fisiologi untuk Paramedis.Jakarta: Gramedia

Price, Sylvia. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis proses-proses penyakit. Edisi 6.


Volume 2. Jakarta: EGC.

Schwartz, Seymour I.2000.Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah.Jakarta: EGC

Smeltzer dan Bare. 2002. Keperawatan Medical Bedah Bruner dan Sudarth.
Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai