Askep Asma Pada Anak
Askep Asma Pada Anak
DENGAN ASMA
DOSEN PEMBIMBING:
Ibu Devi Ardilla S.Kep., Ns., M.Biomed
DISUSUN OLEH:
1. Asnidar Waoma(213302050020) 7. Dwi Putri Laoli(213302050006)
2. Anastasia Maduwu(213302050015) 8. Eclesia Wau(213302050032)
3. Denita Ndruru(213302050023) 9. Elisabeth Lahagu(213302050014)
4. Desi Gulo(213302050026) 10. Yurmei Ceria Waruwu (2133020500)
5. Desriani Giawa(213302050012)
6. Dwi Melanti Br Sitepu(213302050018)
Segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas karunia-Nya,
Kami akhirnya bisa menyelesaikan makalah ini. Makalah ini membahas tentang pentingnya
belajar tentang Askep pasien asma pada anak.
Dalam penyusunan makalah ini, kami banyak mendapat tantangan dan hambatan akan
tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Oleh sebab itu, kami
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan makalah ini, terimakasih untuk Orang tua yang selalu mendukung kami
dalam proses pembuatan askep ini semoga bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari
Tuhan Yang Maha Esa.
Kami juga menyadari bahwa ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk
penyusunan maupun materinya. Dengan itu Kami mohon kepada setiap orang yang membaca
askep ini agar memberi saran yang lebih baik, agar pada pembuatan askep selanjutnya
semakin baik lagi.
Akhir kata semoga askep ini dapat membantu serta memberi pengetahuan bagi kita tentang
asuham keperawatan pasien dengan asma dalam dunia kesehatan.
Penulis.
BAB I
PENDAHULUAN
Biasanya terdapat pada anak umur 3 – 8 tahun. Serangan umumnya dicetuskan oleh infeksi virus
saluran nafas bagian atas. Banyaknya serangan 3 – 4 kali dalam 1 tahun. Lamanya serangan
dapat beberapa hari, jarang merupakan serangan yang berat.
Gejala yang timbul lebih menonjol pada malam hari. Mengi dapat berlangsung kurang dari 3-4
hari, sedang batuk-batuknya dapat berlangsung 10 – 14 hari. Manifestasi alergi lainya misalnya,
eksim jarang terdapat pada golongan ini. Tumbuh kembang anak biasanya baik, diluar serang
tidak ditemukan kelainan. Waktu remisi berminggu-minggu sampai berbulan-bulan. Golongan
ini merupakan 70 – 75 % dari populasi asma anak.
Pada 2/3 golongan ini serangan pertama terjadi pada umur sebelum 3 tahun. Pada permulaan,
serangan berhubungan dengan infeksi saluran nafas akut. Pada umur 5 – 6 tahun dapat terjadi
serangan tanpa infeksi yang jelas. Biasanya orang tua menghubungkan dengan perubahan udara,
adanya alergen, aktivitas fisik dan stress. Banyak yang tidak jelas pencetusya. Frekwensi
serangan 3 – 4 kali dalam 1 tahun, tiap serangan beberapa hari sampai beberapa minggu.
Frekwensi serangan paling tinggi pada umur 8 – 13 tahun. Pad golongan lanjut kadang-kadang
sukar dibedakan dengan golongan asma kronik ataui persisten. Umumnya gejala paling jelek
terjadi pada malam hari dengan batuk dan mengi yang akan mengganggu tidurnya. Pemeriksaan
fisik di luar serangan tergantung frekwensi serangan. Jika waktu serangan lebih dari 1 – 2
minggu, biasanya tidak ditemukan kelainan fisik. Hay Fever dapat ditemukan pada golongan
asma kronik atau persisten. Gangguan pertumbuhan jarang terjadi . Golongan ini merupakan 2-0
% dari populasi asma pada anak.
Pada 25 % anak golongan ini serangan pertama terjadi sebelum umur 6 bulan; 75 % sebelum
umur 3 tahun. Pada lebih adari 50 % anak terdpat mengi yang lama pada dua tahun pertama, dan
50 % sisanya serangannya episodik. Pada umur 5 – 6 tahun akan lebih jelas terjadinya obstruksi
saluran nafas yang persisten dan hampir selalu terdapat mengi setiap hari; malam hari terganggu
oleh batuk dan mengi. Aktivitas fisik sering menyebabkan mengi. Dari waktui ke waktu
terjadiserangan yang berat dan sering memerlukan perawatan di rumah sakit.
Terdapat juga gologan yang jarang mengalami serangan berat, hanya sesak sedikit dan
mengisepanjang waaktu. Biasanya setelah mendapatkan penangan anak dan orang tua baru
menyadari mengenai asma pada anak dan masalahnya. Obstruksi jalan nafas mencapai puncakya
pada umur 8 – 14 tahun, baru kemudian terjadi perubahan, biasanya perbaikan. Pada umur
dewasa muda 50 % golongan ini tetap menderita asma persisten atau sering. Jarang yang betul-
betul bebas mengi pada umur dewasa muda. Pada pemeriksaan fisik jarang yang normal; dapat
terjadi perubahan bentuk thoraks seperti dada burung (Pigeon Chest), Barrel Chest dan terdapat
sulkus Harison. Pada golongan ini dapat terjadi gangguan pertumbuhan yakni, bertubuh kecil.
Kemampuan aktivitas fisik kurangsekali, sering tidak dapat melakukan olah raga dan kegiatan
lainya. Juga sering tidak masuk sekolah hingga prestasi belajar terganggu. Sebagian kecil ada
mengalami gangguan psiko sosial.
2.1. Defenisi
Asma disebut juga sebagai reactive air way disease (RAD), adalah suatu penyakit
obstruksi pada jalan nafas secara riversibel yang ditandai dengan bronchospasme,
inflamasi dan peningkatan sekresi jalan napas terhadap berbagai stimulan.
2.2. Etiologi
Faktor ekstrinsik : reaksi antigen- antibodi; karena inhalasi alergen (debu, serbuk-serbuk, bulu-
bulu binatang).
Faktor intrinsik;
– Emosional; takut, cemas, dan tegang. Aktivitas yang berlebihan juga dapat menjadi faktor
pencetus.
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan asma
bronchial:
1. Faktor Predisposisi
– Genetik Yang diturunkan adalah bakat alergi meskipun belum diketahui bagaimana
carapenurunannya. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluargadekat yang
juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini,penderita sangat mudah terkena
penyakit asma bronkhial jika terpapar denganfaktor pencetus.Selain itu hipersentifisitas saluran
pernafasannya juga bisa diturunkan.
2. Faktor Presipitasi
– Alergen
ex: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi
– Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfir yang
mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan
berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini
berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.
– Stress
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa memperberat
serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala
asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress / gangguan
emosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya
belum diatasi maka gejala asmanya belum
bisa diobati.
-Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan
dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil,
pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau
aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma
karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.
Pencetus:
-Alergen.
tor allergi dianggap mempunyai peranan pad sebagian besar anak dengan asma. Disamping itu
hiper reaktivitas saluran nafas juga merupakan faktor yang penting. Bila tingkat hiper reaktivitas
bronchus tinggi, diperlukan jumlah allergen yang sedikit dansebaliknya jika hiper reaktivitas
rendah diperlukan jumlah antigen yang lebih tinggi untuk menimbulkan serangan asma.
Sensitisasi tergantung pada lama dan intnsitas hubungan dengan bahan alergen berhubungan
dengan umur. Bayidan anak kecil sering berhubungan dengan sisi dari debu rumah, misalnya
tungau, serpih atau bulu binatang, spora jamur yang terdapat di rumah. Dengan bertambahnya
umur makin banyak jenis allergen pencetusnya. Asma karena makanan sering terjadi pada bayi
dan anak kecil.
-Infeksi.
Biasanya infeksi virus, terutama pada bayi dan anak. Virus yang menyebabkan ialah respiratory
syncytial virus (RSV) dan virus para influenza. Kadang-kadang karena bakteri misalnya; pertusis
dan streptokokus, jamur, misalnya Aspergillus dan parasit seperti Askaris.
-Iritan.
Hair spray, minyak wangi, semprot nyamuk, asap rokok, bau tajam dari cat, SO2 dan polutan
udara lainya dapat memacu serangan asma. Iritasi hidung dan batuksendiri dapat menimbulkan
refleks bronkokonstriksi.
-Cuaca.
Perubahan tekanan udara, perubahan suhu udara, angin dan kelembaban udara berhubungan
dengan percepatan dan terjadinya serangan asma
-Kegiatan jasmani
Kegiatan jasmani berat, misalnya berlari atau naik sepeda dapat memicu serangan asma. Bahkan
tertawa dan menangis yang berlebihan dapat merupakan pencetus. Pasien dengan faal paru di
bawah optimal amat rentan terhadap kegiatan jasmani.
Infeksi virus pada sinus, baik sinusitis akut maupun kronis dapat memudahkan terjadinya sma
pada anak. Rinitis alergika dapat memberatkan asma melalui mekanisme iritasi atau refleks.
-Faktor psikis.
Faktor psikis merupakan pencetus yang tidak boleh diabaikan dan sangat kompleks. Tidak
adanya perhatian dan / atau tidak mau mengakui persolan yang berhubungan dengan asma oleh
anak sendiri / keluarganya akan menggagalkan usaha pencegahan. Sebaliknya terlalu takut
terhadap adanya serangan atau hari depan anak juga dapat memperberat serangan asma.
Serangan asma dapat timbul disebabkan berbagai pencetus bersamaan misalnya pada anak
dengan pencetus alergen sering disertai pencetus non allergen yang dapat mempercepat dan
memperburuk serangan. Faktor pencetus adalah alergen dan infeksi; diduga infeksi virus
memperkuat reaksi pencetus alergenik maupun non alergenik. Serangan dapat terjadi pada
seorang anak setelah mendapat infrksi virus pada saluran nafas atas kemudian berlari-lari pada
udara dingin.
2.3 Patofisiologi
Asma pada anak terjadi adanya penyempitan pada jalan nafas dan hiperaktif dengan respon
terhadap bahan iritasi dan stimulus lain.
Dengan adanya bahan iritasi atau allergen otot-otot bronkus menjadi spasme dan zat antibodi
tubuh muncul (immunoglobulin E atau IgE) dengan adanya alergi. IgE di muculkan pada
reseptor sel mast dan akibat ikatan IgE dan antigen menyebabkan pengeluaran histamin dan zat
mediator lainnya. Mediator tersebut akan memberikan gejala asthma.
Respon astma terjadi dalam tiga tahap : pertama tahap immediate yang ditandai dengan
bronkokontriksi (1-2 jam); tahap delayed dimana brokokontriksi dapat berulang dalam 4-6 jam
dan terus-menerus 2-5 jam lebih lama ; tahap late yang ditandai dengan peradangan dan
hiperresponsif jalan nafas beberapa minggu atau bulan.
Asma juga dapat terjadi faktor pencetusnya karena latihan, kecemasan, dan udara dingin.
Selama serangan asthmatik, bronkiulus menjadi meradang dan peningkatan sekresi mukus. Hal
ini menyebabkan lumen jalan nafas menjadi bengkak, kemudian meningkatkan resistensi jalan
nafas dan dapat menimbulkan distres pernafasan
Anak yang mengalami astma mudah untuk inhalasi dan sukar dalam ekshalasi karena edema
pada jalan nafas.Dan ini menyebabkan hiperinflasi pada alveoli dan perubahan pertukaran
gas.Jalan nafas menjadi obstruksi yang kemudian tidak adekuat ventilasi dan saturasi 02,
sehingga terjadi penurunan P02 (hipoxia).Selama serangan astmatikus, CO2 tertahan dengan
meningkatnya resistensi jalan nafas selama ekspirasi, dan menyebabkan acidosis respiratory dan
hypercapnea. Kemudian sistem pernafasan akan mengadakan kompensasi dengan meningkatkan
pernafasan (tachypnea), kompensasi tersebut menimbulkan hiperventilasi dan dapat menurunkan
kadar CO2 dalam darah (hypocapnea).
Biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala
klinis, tapi pada saat serangan penderita tampak bernafas cepat dan dalam,gelisah,
dengan keras. Gejala klasik dari asma bronkial ini adalah sesak nafas, mengi
( whezing ), batuk, dan pada sebagian penderita ada yang merasa nyeri di dada. Gejala-gejala
tersebut tidak selalu dijumpai bersamaan. Pada serangan asma yang lebih berat , gejala-gejala
yang timbul makin banyak, antara lain : silent chest, sianosis, gangguan kesadaran, hyperinflasi
dada, tachicardi dan pernafasan cepat dangkal . Serangan asma seringkali terjadi pada malam
hari.
1.Stadium dini
b.Rochi basah halus pada serangan kedua atau ketiga, sifatnya hilang timbul
b.Whezing
2.Stadium lanjut/kronik
a.Batuk, ronchi
g.Sianosis
1. Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergi yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yangspesifik, seperti
debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotik danaspirin), dan spora jamur. Asma
ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatupredisposisi genetik terhadap alergi.
2. Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap penctus yangtidak spesifik atau
tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan olehadanya infeksi saluran
pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih beratdan sering sejalan dengan
berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadibronkhitis kronis dan emfisema. Beberapa
pasien akan mengalami asma gabungan.
3. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan non-
alergik.
Auskultasi :
– Wheezing, ronki kering musikal, ronki basah sedang.
– Dyspnea dengan lama ekspirasi; penggunaan otot-otot asesori
pernafasan, cuping hidung, retraksi dada,dan stridor.Batuk kering (tidak produktif)
karena sekret kental dan lumen jalan nafas sempit.
– Tachypnea, orthopnea.
– Diaphoresis
Nyeri abdomen karena terlibatnya otot abdomen dalam pernafasan.
– Fatigue.
Tidak toleransi terhadap aktivitas; makan, bermain, berjalan, bahkan
bicara.Kecemasan, labil dan perubahan tingkat kesadaran.
Meningkatnya ukuran diameter anteroposterior (barrel chest) akibat ekshalasi yang
sulit karena udem bronkus sehingga kalau diperkusi hipersonor.Serangan yang tiba-
tiba atau berangsur.Bila serangan hebat : gelisah, berduduk, berkeringat, mungkin
sianosis.X foto dada : atelektasis tersebar, “Hyperserated”
4. Scanning paru
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara selama serangan
asma tidak menyeluruh pada paru-paru.
5. Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling cepat dan
sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan
spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pamberian bronkodilator aerosol (inhaler atau
nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20%
menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%.
Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk
menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Benyak penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan
spirometrinya menunjukkan obstruksi.
– Foto rontgen
– Pemeriksaan fungsi paru; menurunnya tidal volume, kapasitas vital, eosinofil biasanya
meningkat dalam darah dan sputum
– Pemeriksaan alergi
– Pulse oximetri
Pemeriksaan laboratorium
1. Pemeriksaan sputum
eosinopil.
– Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang bronkus.
– Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid dengan
viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.
2. Pemeriksaan darah
Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi hipoksemia, hiperkapnia,
atau asidosis. Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
2.8. Penatalaksanaan
Oksigen nasal atau masker dan terapi cairan parenteral.
Adrenalin 0,1- 0,2 ml larutan : 1 : 1000, subkutan. Bila perlu dapat diulang setiap 20
menit sampai 3 kali.
Dilanjutkan atau disertai salah satu obat tersebut di bawah ini (per oral) :
Golongan Beta 2- agonist untuk mengurangi bronkospasme :
Efedrin : 0,5 – 1 mg/kg/dosis, 3 kali/ 24 jam
Salbutamol : 0,1-0,15 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam
Terbutalin : 0,075 mg/kg/dosis, 3-4 kali/ 24 jam
– Efeknya tachycardia, palpitasi, pusing, kepala, mual, disritmia, tremor, hipertensi dan
insomnia, . Intervensi keperawatan jelaskan pada orang tua tentang efek samping obat dan
monitor efek samping obat.
– Golongan Bronkodilator, untuk dilatasi bronkus, mengurangi bronkospasme dan
meningkatkan bersihan jalan nafas.
Aminofilin : 4 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam
Teofilin : 3 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam
Pemberian melalui intravena jangan lebih dari 25 mg per menit.Efek samping tachycardia,
dysrhytmia, palpitasi, iritasi gastrointistinal,rangsangan sistem saraf pusat;gejala toxic;sering
muntah,haus, demam ringan, palpitasi, tinnitis, dan kejang. Intervensi keperawatan; atur aliran
infus secara ketat, gunakan alat infus khusus misalnya infus pump.
Golongan steroid, untuk mengurangi pembengkakan mukosa bronkus. Prednison : 0,5 – 2
mg/kg/hari, untuk 3 hari (pada serangan hebat).
2.8 Komplikasi
• Mengancam pada gangguan keseimbangan asam basa dan gagal nafas
• Chronik persistent bronchitis
• Bronchiolitis
• Pneumonia
• Emphysema.
berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah:
1.Status asmatikus
adalah setiap serangan asma berat atau yang kemudian menjadiberat dan tidak
memberikan respon (refrakter) adrenalin dan atau aminofilin suntikandapat digolongkan
pada status asmatikus. Penderita harus dirawat dengan terapi yangintensif.
2. Atelektasis
adalah pengerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibatpenyumbatan saluran udara
(bronkus maupun bronkiolus) atau akibat pernafasanyang sangat dangkal.
3. Hipoksemia
adalah tubuh kekurangan oksigen
4. Pneumotoraks
adalah terdapatnya udara pada rongga pleura yang menyebabkankolapsnya paru.
5. Emfisema
adalah penyakit yang gejala utamanya adalah penyempitan (obstruksi)saluran nafas
karena kantung udara di paru menggelembung secara berlebihan danmengalami
kerusakan yang luas..
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan nafas.
a) Definisi
a. Tanda mayor
1) Tanda mayor objektif:
Batuk tidak efektif atau tidak mampu batuk
Sputum berlebih / obstruksi dijalan nafas
Mengi, wheezing dan / atau ronkhi kering.
b. Tanda minor
Dispnea
Sulit bicara
Ortopnea
Gelisah
Sianosis
Bunyi nafas menurun
Frekuensi nafas berubah
Pola nafas berubah
3) Kondisi klinis terkait
Dispnea
Sianosis
Disforesis
Gelisah
Napas cuping hidung
Pola napas abnormal
Warna kulit abnormal
3. Kondisi klinis terkait
Ppok
3. Pola Napas Tidak Efektif
a). Definisi
Objektif
Subjektif
1. dyspnea
objektif
1. pernapasan pursed-lip
Trauma thoraks
3.2 Intervensi
Terapeutik
- Bersihkan sekret pada mulut,
hidung dan trakea, jika perlu
- Pertahankan kepatenan jalan
napas
- Siapkan dan atur peralatan
pemberian oksigen
- Berikan oksigen tambahan, jika
perlu
- Tetap berikan oksigen saat
pasien ditransportasi
- Gunakan perangkat oksigen
yang sesuai dengan tingkat
mobilitas pasien
Edukasi
- Ajarkan psien dan keluarga
cara menggunakan oksigen di
rumah
Kolaborasi
- Klaborasi penentuan dosis
oksigen
- Kolaborasi penggunann
oksigensaar aktivitas dan/atau
tidur
3. Pola Napas Tidak Setelah dilakukan tindakan 1. Manajemen Jalan Napas (I.01011)
Efektif (D.0005) keperawatn diharapkan Observasi
(ekspetasi) membaik (L01004). - Monitor pola napas (frekuensi,
Meningkat dengan kritria hasil: kedalaman, usaha napas)
1. Dispnea menurun - Monitor bunyi napas tambahan
2. Penggunaan otot bantu (mis. gurgling, mengi,
menurun wheezing, ronkhi kering)
3. napas Pemanjangan fase - Monitor sputum (jumlah,
ekspirasi menurun wama, aroma)
4. Ortopnea menurun Terapeutik
5. Pernapasan pursed-lip - Pertahankan kepatenan jalan
menurun napas dengan head-tilt dan
6. Pernapasan cuping chin-lift (jaw-thrust jika curiga
hidung menurun trauma servikal)
7. Frekuensi napas - Posisikan semi-Fowler atau
membaik Fowler
8. Kedalaman napas - Berikan minum hangat
membaik - Lakukan fisioterapi dada, jika
9. Ekskursi dada membaik perlu
10. Ventilasi semenit - Lakukan penghisapan lendir
membaik kurang dari 15 detik
11. Kapasitas vital membaik - Lakukan hiperoksigenasi
12. Diameter thoraks sebelum penghisapan
anterior- posterior endotrakea
membaik - Keluarkan sumbatan benda
13. Tekanan ekspirasi padat dengan forsep McGill
membaik - Berikan oksigen
14. Tekanan inspirasi Edukasi
membaik - Anjurkan asupan cairan 2000
ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
- Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
2. 1. Pemantauan Respirasi
(I.01014)
Observasi
- Monitor kemampuan batuk
efektif
- Monitor adanya produksi
sputum
- Monitor adanya sumbatan jalan
napas
- Palpasi kesimetrisan ekspansi
paru
- Auskultasi bunyi napas
- Monitor saturasi oksigen
- Monitor nilai AGD
- Monitor hasil x-ray toraks
Terapeutik
- Atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi pasien
- Dokumentasikan hasil
pemantauan Edukasi
Edukasi
- jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan,
jika perlu
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Asma adalah suatu keadaan di manasaluran nafasmengalami penyempitan karena
1. Dalam melakanakan asuhan keperawatan penulismenggunakan pendekatan
proses keperawatan yaitu mulai dari pengkajiansampai evaluasi. Data
data tersebut digunakan untuk menyusun diagnosakeperawatan.
2. Dalam menentukan diagnosa keperawatan penulis berfokus pada data-data sebagai hasil
pengkajian berdasarkan masalah aktual, masalah
risiko tinggi yang penulisannya berdasarkan prioritas kebutuhan dasar manusia menurut
Maslow.
3. Dengan melaksanakan asuhan keperawatan secarakomprehensif maka seluruh
permasalahan yagn dihadapi klien dapat teratasi.
4. Ternyata pada klien asma penyembuhannya sangat berpengaruh pada sikap perawat yang
empati dan menerapkan komunikasi theraphy, di samping pemberian obat-obatan.
5. Dengan adanya seminar ini, para perawat dapat mengambil
manfaat yaitu menambah pengetahuan tentang proses asuhan keperawatanklien asma.
4.2 Saran
Marilah kita sama-sama mempelajari makalah ini dengan sebaik mungkin dan
mengambil manfaat dan ilmu yang terkandung di dalam makalah ini guna pengembangan yang
ada pada diri kita masing-masing
DAFTAR PUSTAKA
Panitia Media Farmasi dan Terapi. (1994). Pedoman Diagnosis dan Terapi LAB/UPF Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Surabaya
Staff Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. (1985). Ilmu Kesehatan Anak. Percetakan
Infomedika Jakarta.
Suriadi dan Yuliana R.(2001) Asuhan Keperawatan pada Anak. Edisi 1 Penerbit CV Sagung
Seto Jakarta.