Anda di halaman 1dari 32

Referat

STUNTING

Disusun oleh :

M. Fany Syah Putra 1710070100065


Faizal Ashraf 1710070100067
Rahmawati. Z 1710070100080
Ade Rosyida Akbar 1710070100090
Sean Janis Puja Riyadi 1710070100097

Preseptor :

dr. Lydia aswati, Sp. A. M. Biomed

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR ILMU KESEHATAN ANAK

RSUD DR. ACHMAD MOCHTAR BUKITTINGGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BAITURRAHMAH BUKITTINGGI

2023
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang
telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kami sehingga kami dapat
menyelesaikan referat kami yang berjudul “Stunting”
Kami ucapkan terimakasih yang sebesar besarnya kepada pembimbing
kepaniteraan anak dr. Lydia aswati, Sp.A, M. Biomed atas bimbingan selama
kepaniteraan. Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini banyak terdapat
kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun diharapkan demi perbaikan
penyusunan makalah ini.
Semoga penulisan laporan kasus ini dapat berguna bagi kami sebagai penulis dan
seluruh pihak yang membaca makalah ini.
Wassalamualikum Wr.Wb.

Bukittinggi, Agustus 2023

Penulis

1
DAFTAR ISI

Kata Pengantar..............................................................................................1
Daftar Isi.........................................................................................................2
Daftar Tabel…................................................................................................3
Daftar Gambar...............................................................................................4

BAB I Pendahuluan........................................................................................5

1.1. Latar Belakang..................................................................................5


1.2. Batasan Masalah...............................................................................6
1.3. Tujuan Penulisan..............................................................................6
1.4. Manfaat Penulisan............................................................................6

BAB II Tinjauan Pustaka..............................................................................7

2.1. Definisi Stunting.................................................................................7


2.2. Epidemiologi Stunting........................................................................9
2.3. Etiologi Stunting.................................................................................9
2.4. Faktor Risiko Stunting......................................................................11
2.5. Patogenesis Stunting.........................................................................12
2.6. Manifestasi Klinis Stunting..............................................................12
2.7. Pemeriksaan Fisik.............................................................................13
2.8. Pemeriksaan Penunjang Stunting......................................................16
2.9. Alur diagnosis Stunting.....................................................................18
2.10. Penatalaksanaa Stunting..................................................................19
2.11 Pencegahan Stunting........................................................................24

BAB III Kesimpulan.....................................................................................26

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................28

2
DAFTAR TABEL

Tabel 1 Beberapa contoh sindrom dengan cirinya masing-masing …............................14

Tabel 2 Tahap perkembangan fisik anak perempuan pada masa pubertas.......................15

3
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kurva tinggi badan menurut usia (TB/U) WHO................................................8
Gambar 2. Kategori dan Ambang Batas Status Gizi............................................................8
Gambar 3. Proporsi status gizi sangat pendek dan pendek padabaduta menurut provinsi,
Riskesdas 2018.....................................................................................................................9
Gambar 4. Pola pertumbuhan payudara dan rambut pubis.................................................15
Gambar 5. Diagram perubahan fisik anak perempuan selama pubertas.............................15
Gambar 6. Algoritme diagnosis stunting............................................................................18
Gambar 7. Kerangka pembahasan stunting di Indonesia, dimodifikasi dari

“Logical framework of the Nutritional Problems” Unicef, 2013......................................19


Gambar 8. Kerangka teori penyebab terjadinya masalah gizi............................................20

4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Stunting (pendek) adalah kondisi balita memiliki panjang atau tinggi badan yang

kurang jika dibandingkan dengan umur.1 Menurut World Health Organization (WHO)

Child Growth Standart, stunting didasarkan pada indeks panjang badan dibanding umur

(PB/U) atau tinggi badan dibanding umur (TB/U) dengan batas (z-score) kurang dari -2

SD.2

Menurut Global Nutrition Report tahun 2021, prevalensi stunting di seluruh dunia

pada anak usia dibawah 5 tahun sebesar 149,2 juta anak.3 Pada tahun 2018, lebih dari

setengah balita stunting di dunia berasal dari benua Asia (81,7 juta kasus), sedangkan lebih

dari sepertiganya tinggal di Afrika (58,8 juta kasus).4 Menurut hasil Survei Status Gizi

Indonesia (SSGI) Prevalensi stunting di Indonesia secara nasional mengalami penurunan

sejak 3 tahun terakhir mulai dari tahun 2019 (27,7%), tahun 2021(24,4%) dan tahun 2022

(21,6%) anak balita mengalami stunting.5 Meski stunting mengalami penurunan hal ini

masih berada di bawah rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang

prevalensinya itu harus kurang dari 20%.2

Usia 0–2 tahun merupakan periode emas (golden age) untuk pertumbuhan dan

perkembangan anak, karena pada masa tersebut terjadi pertumbuhan yang sangat pesat.

Periode 1000 hari pertama sering disebut window of opportunities atau periode emas ini

didasarkan pada kenyataan bahwa pada masa janin sampai anak usia dua tahun terjadi

proses tumbuh-kembang yang sangat cepat dan tidak terjadi pada kelompok usia lain.

Gagal tumbuh pada periode ini akan mempengaruhi status gizi dan kesehatan pada usia

dewasa.6 Balita yang mengalami stunting akan memiliki tingkat kecerdasan tidak
5
maksimal, menjadikan anak menjadi lebih rentan terhadap penyakit dan di masa depan

dapat beresiko pada menurunnya tingkat produktivitas. Pada akhirnya secara luas stunting

akan dapat menghambat pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kemiskinan, dan

memperlebar ketimpangan.2

1.2 Tujuan penulisan

1.2.1 Tujuan Umum

Untuk mendapatkan informasi mengenai stunting.

1.2.2 Tujuan Khusus

Untuk menambah pengetahuan definisi hingga tatalaksana mengenai stunting.

1.3 Batasan Masalah

Batasan masalah Referat ini meliputi pembahasan mulai dari pendahuluan, tinjauan

pustaka yaitu definisi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi, gambaran klinis sampai ke

penatalaksanaan dan pencegahan.

1.4 Metode Penulisan

Penulisan Referat ini disusun berdasarkan tinjauan kepustakaan yang merujuk kepada

berbagai sumber dan literatur.

1.5 Manfaat Penulisan

 Sebagai sumber media informasi menganai stunting.

 Untuk memenuhi tugas referat kepaniteraan klinik senior di bagian Anak RSUD DR.

Achmad Mochtar Bukittinggi tahun 2023.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Stunting adalah kondisi tinggi badan seseorang yang kurang dari normal berdasarka
n usia dan jenis kelamin. Adanya stunting menunjukkan status gizi yang kurang (malnutris
i) dalam jangka waktu yang lama (kronis). Stunting merupakan proses bertahap yang terjad
i sebagai respons terhadap gangguan biologis kronis, termasuk kekurangan gizi dan penyak
it menular, selama periode pertumbuhan tulang linier, sering dimulai dalam rahim dan berl
anjut hingga 2 tahun pertama, biasanya disebut 1000 hari pertama kehidupan. 1,2 Balita pend
ek (stunting) dapat diketahui bila seorang balita telah diukur panjang atau tinggi badannya
bedasarkan parameter antropometri.7 lalu dibandingkan dengan standar dan hasilnya berada
di bawah normal. Stunting didasarkan pada indeks pengukuran panjang badan dibanding u
mur (PB/U) atau tinggi badan dibanding umur (TB/U) jika berada pada ambang batas (z-sc
ore) dari -2 SD ampai dengan -3SD, dan dikategorikan sangat pendek (severe stunting)
jika nilai z-scorenya kurang dari -3SD.8

Gambar 1. Kurva tinggi badan menurut usia (TB/U) WHO.8

7
Gambar 2 : Kategori dan Ambang Batas Status Gizi.7

8
2.2 Epidemiologi

Prevalensi stunting menurut WHO tahun 2018 prevalensi stunting pada balita di dunia
sebesar 22%. Stunting pada balita di Indonesia berdasarkan Riskesdas 2018 adalah 30,8 %.
Dengan demikian dapat dikatakan prevalensi stunting di Indonesia lebih tinggi dibanding
prevalensi stunting di dunia. Indonesia termasuk ke dalam negara ketiga dengan prevalensi
tertinggi di regional Asia Tenggara Rata-rata prevalensi balita stunting di Indonesia tahun
2005-2017 adalah 36,4%.9 Prevalensi stunting pada anak di bawah usia 2 tahun (baduta) di
Indonesia juga masih tinggi yaitu 29,9%. Propinsi dengan prevalensi stunting pada baduta
paling tinggi adalah Aceh, sedangkan paling rendah adalah DKI Jakarta. Periode usia 0-2
tahun adalah periode yang sangat penting dalam kehidupan. Periode ini disebut periode emas
(golden period) karena pada periode ini terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang sangat
pesat yang akan mempengaruhi masa depan seorang anak.10

Gambar 3. Proporsi status gizi sangat pendek dan pendek pada baduta menurut
provinsi, Riskesdas 2018.7

2.3 Etiologi

Sunting adalah salah satu keadaan malnutrisi yang berhubungan dengan

ketidakcukupan zat gizi yang bersifat kronis. Stunting atau perawakan pendek (shortness)

suatu keadaan tinggi badan seseorang yang tidak sesuai dengan umur, yang penentuannya

dilakukan dengan menghitung skor Z-indeks tinggi badan menurut umur (TB/U). Seseorang

dikatakan stunting bila skor Z-indeks TB/U dibawah -2 SD (standar deviasi). Kondisi gagal

9
tumbuh pada anak balita (bayi dibawah lima tahun) akibat dari kekurangan gizi kronis

sehingga anak terlalu pendek untuk usianya. Stunting terjadi mulai janin masih dalam

kandungan dan baru nampak saat anak berusia dua tahun.10

Dampak stunting lainnya adalah risiko terjadinya sindrom metabolik yang meningkat,

seperti hipertensi, penyakit kardiovaskular, dan diabetes melitus tipe 2 pada saat anak

tersebut dewasa. Kekurangan gizi pada usia dini meningkatkan angka kematian bayi dan

anak, menyebabkan penderitanya mudah sakit dan memiliki postur tubuh tidak sesuai dengan

usia. Kemampuan kognitif pada penderita berkurang. Faktor yang menjadi penyebab stunting

sebagai berikut :11

1. Faktor keluarga dan rumah tangga dibagi lagi menjadi faktor maternal dan faktor

lingkungan rumah. Faktor maternal berupa nutrisi yang kurang pada saat prekonsepsi,

kehamilan dan laktasi, tinggi badan ibu yang rendah, infeksi, kehamilan pada usia

remaja, kesehatan mental, Intrauterine Growth Restriction (IUGR), kelahiran preterm,

jarak kehamilan yang pendek, dan hipertensi. Faktor lingkungan rumah berupa stimulasi

dan aktivitas anak yang tidak memenuhi syarat, perawatan yang kurang, sanitasi dan

pasukan air yang tidak memenuhi syarat, akses dan ketersediaan pangan yang kurang,

alokasi makanan dalam rumah tangga yang tidak sesuai, dan edukasi pengasuh yang

rendah.

2. makanan komplementer yang tidak memenuhi syarat, yang dibagi menjadi tiga, yaitu

kualitas makanan yang rendah, cara pemberian yang tidak memenuhi syarat, dan

keamanan makanan dan minuman. Kualitas makanan yang rendah dapat berupa kualitas

mikronutrien yang rendah, keragaman jenis makanan yang dikonsumsi dan sumber

makanan hewani yang rendah, makanan yang tidak mengandung nutrisi, dan makanan

komplementer yang mengandung energi rendah. Cara pemberian yang tidak memenuhi

syarat berupa frekuensi pemberian makanan yang rendah, pemberian makanan yang

10
tidak memenuhi syarat ketika sakit dan setelah sakit, konsistensi makanan yang terlalu

halus, pemberian makan yang rendah dalam kuantitas. Keamanan makanan dan

minuman dapat berupa makanan dan minuman yang terkontaminasi, kebersihan yang

rendah, penyimpanan dan persiapan makanan yang tidak aman.

3. Pemberian ASI (Air Susu Ibu) yang salah, karena inisiasi yang terlambat, tidak ASI

eksklusif, dan penghentian penyusuan yang terlalu cepat.

2.4 Faktor risiko

Stunting dapat memberikan dampak bagi kelangsungan hidup anak IDAI, (2012)

membagi dampak yang diakibatkan oleh Stunting menjadi 2 (dua) yang terdiri dari jangka

pendek dan jangka panjang.

1. Dampak jangka pendek dari Stunting adalah di bidang kesehatan, dapat menyebabkan

peningkatan mortalitas dan morbiditas, di bidang perkembangan berupa penurunan

perkembangan kognitif, motorik, dan bahasa, dan di bidang ekonomi berupa

peningkatan pengeluaran untuk biaya kesehatan.

2. Dampak jangka panjang berupa perawakan yang pendek, peningkatan risiko untuk

obesitas dan komorbiditasnya, dan penurunan kesehatan reproduksi, di bidang

perkembangan berupa penurunan prestasi dan kapasitas belajar, dan di bidang

ekonomi berupa penurunan kemampuan dan kapasitas kerja.11

2.5 Manifestasi Klinis

Tidak semua anak yang berperawakan lebih pendek mengalami stunting. Stunting

merupakan keadaan tubuh yang sangat pendek dilihat dari standar baku pengukuran tinggi

badan menurut usia berdasarkan standar WHO (2014). Menurut Kemenkes RI, balita pendek

atau stunting bisa diketahui bila seorang balita sudah diukur panjang atau tinggi badannya,

lalu dibandingkan dengan standar, dan hasil pengukurannya ini berada pada kisaran di bawah

11
normal. Seorang anak termasuk dalam stunting atau tidak ini tergantung dari hasil

pengukuran tersebut. Jadi tidak bisa hanya dikira-kira atau ditebak saja tanpa pengukuran.

Selain tubuh berperawakan pendek dari anak seusianya, ada juga ciri-ciri lainnya yakni

menurut kemenkes RI 2013 yaitu:12

1. Pertumbuhan melambat

2. Wajah tampak lebih muda dari anak seusianya

3. Pertumbuhan gigi terlambat

4. Performa buruk pada kemampuan fokus dan memori belajarnya

5. Pubertas terlambat

6. Usia 8-10 tahun anak menjadi lebih pendiam, tidak banyak melakukan kontak

mata terhadap orang di sekitarnya

2.6 Patofisiologi

Stunting merupakan representasi dari disfungsi sistemik dalam fase perkembangan

anak dan tanda dari adanya malnutrisi kronik. Faktor utama dalam mekanisme stunting

adalah adanya inflamasi pada penyakit kronik, dan penyakit dengan resistensi terhadap

hormon pertumbuhan. Pada inflamasi penyakit kronik, akan terjadi kaheksia, yaitu ditandai

dengan turunnya nafsu makan, meningkatnya laju metabolisme basal, berkurangnya massa

otot, dan tidak efisiennya penggunaan lemak dalam tubuh sebagai energi.

Selain itu, juga terjadi malabsorpsi makanan, intoleransi makan, dan adanya efek obat

dari terapi yang sedang dijalani, contohnya steroid. Hal ini kemudian akan mengakibatkan

adanya proses akut, yaitu penurunan berat badan. Kaheksia pada akhirnya akan menyebabkan

defisiensi makronutrisi, vitamin dan mineral. Adanya resistensi terhadap GH pada suatu

penyakit, contohnya gagal ginjal kronik dan konsumsi obat golongan steroid akan

menyebabkan terhambatnya pertumbuhan linear, menurunnya massa otot dan kepadatan tulang.

Lama kelamaan, hal tersebut akan menyebabkan efek kronis pada tubuh, yaitu adanya stunting,

12
menurunnya kualitas hidup, dan meningkatkannya risiko dari infeksi.13

2.7 Pemeriksaan fisik

Pada kasus stunting, pemeriksaan fisik yang perlu dilakukan adalah: 14


 Pemeriksaan antropometri berat badan, tinggi badan, dan lingkar kepala Pengukuran

antropometri menggunakan kurva WHO yang meliputi pengukuran berat badan

menurut usia (BB/U), tinggi badan menurut usia (TB/U), dan berat badan menurut

tinggi badan (BB/TB), juga lingkar kepala menurut usia.

 Disproporsi tubuh

Dihitung dengan mengukur rentang lengan dan rasio segmen atas berbanding

segmen bawah (U/L). Rentang lengan adalah jarak terjauh dari rentangan kedua tangan,

diukur dari ujung jari tengah kanan ke ujung jari tengah kiri. Rentang lengan ini sama dengan

13
tinggi badan (TB) pada periode bayi, dan 3-5 cm lebih panjang dari TB pada anak.

Rasio segmen atas dan bawah diukur dengan menghitung segmen bawah terlebih

dahulu, yaitu dengan cara mengukur panjang simfisis pubis hingga telapak kaki. Selanjutnya,

untuk mendapatkan nilai segmen atas, nilai TB dikurangi dengan segmen bawah, sehingga

didapatkannya rasio antar keduanya. Nilai standar rasio berubah sesuai dengan berubahnya usia.

Rasio U/L pada bayi baru lahir (BBL) adalah sebsar 1,7, dan mendekati 1 pada usia 8-10 tahun.15

 Stigmata sindrom, tampilan dismorfik, dan kelainan tulang

Sindrom
Perempuan dengan webbed neck, Sindrom Turner
cubitus valgus, shield chest
Small triangular facies, Sindrom Russel Silver
hemihypertrophy, clinodactyly
Bird headed dwarfism, mikrosefal, Sindrom Seckel
mikrognatia
Brakisefali, simian crease, Sindrom Down
makroglosia

Tabel 1. Beberapa contoh sindrom dengan cirinya masing-masing, 16

 Pemeriksaan tingkat maturasi kelamin (status pubertas)

Pada fase pubertas terjadi perubahan fisik, sehingga pada akhirnya anak akan

memiliki kemampuan bereproduksi. Terdapat 5 perubahan khusus yang terjadi pada pubertas,

yaitu pertambahan tinggi badan yang cepat (pacu tumbuh), perkembangan seks sekunder,

perkembangan organ reproduksi, perubahan komposisi tubuh, juga perubahan sistem

sirkulasi dan sistem respirasi yang berhubungan dengan kekuatan dan stamina tubuh.17

Tahap perkembangan maturasi genitalia dinyatakan dalam stadium Tanner untuk laki-laki dan

perempuan sebagai berikut:17

14
Tabel 2. Tahap perkembangan fisik anak perempuan pada masa
pubertas

15
16
Gambar 4. Pola pertumbuhan payudara dan rambut pubis

Gambar 5. Diagram perubahan fisik anak perempuan selama pubertas

Pada perempuan, perkembangan pubertas biasanya dimulai dengan budding payudara,

namun sekitar 15% dari perempuan normal mengalami perkembangan rambut pubis terlebih

dahulu. Rambut pubis mulai tumbuh pada usia 11 tahun. Pacu tumbh pada anak perempuan

dimulai sekitar usia 9,5 tahun dan berakhir pada usia sekitar 14,5 tahun. Umumnya menarke

terjadi dalam 2 tahun sejak berkembangnya payudara dengan rata-rata pada usia 12,8 tahun

dan rentang usia 10-16 tahun. Haid merupakan tahap akhir pubertas pada perempuan. Dengan

terjadinya haid secara periodik, maka akan berakhirlah pertumbuhan fisik pada perempuan.18

2.8 Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang dilakukan pada anak dengan stunting dengan

indikasi:14

 Tinggi badan dibawah persentil 3 atau -2 SD

 Kecepatan tumbuh dibawah persentil 25 atau laju pertumbuhan ≤ 4cm/ tahun

(pada usia 3-12 tahun)

 Perkiraan tinggi dewasa dibawah mid parental height

17
Pemeriksaan penunjang yang mungkin dilakukan adalah: 14

1. Pemeriksaan radiologis (pencitraan)

- Bone age

- CT scan atau MRI

2. Skrining penyakit sistemik

- Darah perifer lengkap, urin rutin, feses rutin

- Laju endap darah (LED)

- Kreatinin, natrium, kalium, analisis gas darah (kadar bikarbonat), kalsium,

fosfat, alkali fosfatase

3. Skrining penyakit sistemik

- Darah perifer lengkap, urin rutin, feses rutin

- Laju endap darah (LED)

- Kreatinin, natrium, kalium, analisis gas darah (kadar bikarbonat), kalsium,

fosfat, alkali fosfatase

4. Pemeriksaan lanjutan

- Fungsi tiroid

- Analisis kromoson

- Uji stimulasi/ provokasi untuk hormon pertumbuhan

Pada anak dengan stunting harus dilakukan pemeriksaan secara baik dan terarah agar

tata laksananya optimal. Kriteria awal pemeriksaan anak dengan stunting adalah:

 TB dibawah persentil 3 atau -2 SD

 Kecepatan tumbuh dibawah persentil 25

18
 Perkiraan tinggi badan dewasa dibawah midparental height

Berikut merupakan algoritme pendekatan diagnostik anak dengan stunting:15

Gambar 6. Algoritme diagnosis stunting

2.9 Alur Diagnosis

19
Pengetahuan tentang stunting diperoleh dengan mengacu pada beberapa faktor dari “Logical

framework of the Nutritional Problems” atau dari Conceptual framework of the determinans

of the child undernutrition, sebagai berikut 20:

Gambar 4. Kerangka pembahasan stunting di Indonesia, dimodifikasi dari “Logical

framework of the Nutritional Problems” Berdasarkan gambar di atas, alur pembahasan hasil

kajian pada buku ini adalah sebagai berikut20:

 Kecenderungan pendek/stunting di Indonesia, berdasarkan survei yang dilakukan dari

tahun 2001 s/d 2013.

 Besarnya masalah status pendek, dalam hal ini jumlah mereka yang mempunyai status

gizi pendek/stunting, termasuk besarnya disparitas antar daerah.

 Beban yang akan ditimbulkan di masa depan akibat status pendek saat ini, baik dalam

jangka pendek maupun jangka panjang.

 Faktor determinan yang mempengaruhi terjadinya status pendek, baik yang berupa

penyebab langsung, penyebab tak langsung maupun penyebab dasar.1

2.10 Penatalaksanaan

20
1. Tata Laksana Gizi, Aktivitas Fisik, dan Durasi Tidur

Tata laksana stunting yang meliputi tiga aspek yaitu tata laksana nutrisi dengan

pemberian makan yang benar dan energi cukup (protein energy ratio, PER 10- 15%), jadwal

tidur teratur dengan waktu tidur malam mulai pukul 21.00 untuk mencapai tidur dalam (deep

sleep) pada pukul 23.00- 03.00 serta melakukan olahraga aktivitas fisik teratur paling tidak

30-60 menit, minimal 3-5 hari dalam seminggu.21

Penurunan kekuatan genggaman pada anak stunting dibandingkan anak normal dan

gizi lebih atau obesitas karena dengan penurunan ukuran tubuh dan massa otot pada anak

stunting menunjukkan durasi tidur berhubungan dengan pertumbuhan linier. Sekresi hormon

pertumbuhan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti nutrisi, aktivitas fisik dan pola tidur.

Peningkatan kadar hormon disekresikan selama tidur dan memuncak pada fase tidur

dalam/deep sleep. anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang untuk

menentukan klasifikasi pendek yaitu variasi normal atau patologis, dan proporsional atau

disproporsional. Demikian juga pada anak-anak dengan risiko stunting (weight faltering dan

length deceleration) untuk dapat mencegah terjadinya stunting. 21

Tujuan tata laksana selanjutnya adalah mencapai kejar tumbuh (catch-up growth)

untuk memperoleh kecepatan pertumbuhan optimal. Strategi pencapaian tujuan ini adalah

dengan memberikan tata laksana nutrisi sesuai dengan langkah-langkah asuhan nutrisi

pediatrik yang terdiri dari penilaian, penentuan kebutuhan nutrisi, penentuan cara/rute

pemberian, pemilihan jenis makanan dan pemantauan. 21

a. Penilaian

Penilaian yang dilakukan meliputi anamnesis, pengukuran antropometri, pemeriksaan

fisik dan penunjang.

b. Penentuan Kebutuhan

21
Secara umum, kebutuhan kalori pada anak yang tidak sakit kritis ditentukan

berdasarkan Recommended Dietary Allowance (RDA) atau Angka Kecukupan Gizi (AKG).

Kebutuhan total kalori dihitung berdasarkan berat badan ideal dikalikan RDA menurut usia

tinggi (height age). Nilai RDA untuk anak dengan status gizi buruk, kebutuhan energi

mengacu pada Pedoman Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk Pada Balita.21

Tabel 6. Perkiraan RDA/AKG berdasarkan usia sesuai usia tinggi 21.

Usia Kebutuhan Energi

0-6 bulan 120 kkal/kg/hari

6-12 bulan 110 kkal/kg/hari

1-3 tahun 100 kkal/kg/hari

4-6 tahun 90 kkal/kg/hari

7-9 tahun 80 kkal/kg/hari

Laki-laki Perempuan

10-12 tahun 60 – 70 kkal/kg/hari 50 – 60 kkal/kg/hari

12-18 tahun 50 – 60 kkal/kg/hari 40 – 50 kkal/kg/hari

c. Penentuan Cara Pemberian

Pemberian dapat berupa oral, enteral dan parenteral. Pemberian nutrisi melalui oral

merupakan pilihan utama karena sesuai dengan proses fisiologi normal. Indikasi pemberian

nutrisi enteral melalui selang adalah jika akseptabilitas tidak baik atau terdapat kondisi medis

tertentu yang menyebabkan asupan per oral sulit atau tidak diperbolehkan. 21

d. Penentuan Jenis Makanan

Stunting dengan berbagai jenis status gizi diberikan secara penuh atau sebagian (oral

atau per enteral) beserta makanan dengan komposisi seimbang yang mengutamakan sumber

protein hewani. World Health Organization (WHO) merekomendasikan 10-15% dari asupan

22
energi berasal dari protein untuk menunjang tumbuh kejar. Sebagian besar protein hewani

merupakan protein yang mencapai kategori kualitas protein sangat baik dengan skor

Digestible Indispensable Amino Acid Score (DIAAS) ≥100. Pemberian lebih dari satu

sumber protein hewani akan menurunkan kejadian stunting. 21

Pada anak stunting dengan gizi kurang atau gizi buruk, atau anak tidak

memungkinkan mengonsumsi ASI atau MPASI dan memiliki faktor risiko seperti Berat

Badan Lahir Sangat Rendah (BBLSR), lahir sangat prematur, alergi protein susu sapi dan

kelainan metabolisme bawaan, perlu diberikan PKMK yang meliputi 21:

1) Oral nutrition supplement (ONS) dengan kandungan energi lebih dari 0.9 kkal/mL.

2) Untuk bayi sangat prematur (masa gestasi < 1500 gram) berupa:

a) Formula prematur dengan ketentuan kandungan energi minimal 24 kkal/30 ml, atau

b) Pelengkap gizi air susu ibu (Human Milk Fortifier/HMF)

3) Formula berbasis susu sapi dengan protein terhidrolisat ekstensif atau asam amino bebas

untuk alergi protein susu sapi.

d. Pemantauan dan evaluasi

Pemantauan dan evaluasi dilakukan setiap dua minggu meliputi penilaian

akseptabilitas, toleransi, dan efektivitas pemberian terapi nutrisi. evaluasi apakah jumlah

makanan yang dikonsumsi sesuai preskripsi diet. Pada pemberian nutrisi enteral,

akseptabilitas dikatakan baik sehingga dapat secara bertahap kembali ke diet per oral adalah

jika >80% kebutuhan nutrisi terpenuhi disertai pertumbuhan yang adekuat dan konsisten. 21

Toleransi merupakan evaluasi adanya reaksi simpang terhadap makanan yang

diberikan, seperti mual/muntah, konstipasi, diare dan reaksi alergi. Efektivitas dinilai dengan

memantau kenaikan berat badan dan panjang badan, dapat menggunakan tabel weight

increment dan length increment WHO untuk usia 2 tahun. Jika terdapat weight increment dan

length increment yang tidak memadai (kurang dari persentil lima) setelah dilakukan terapi

23
nutrisi dan kondisi yang mendasari, maka harus segera dikonsultasikan ke konsultan nutrisi

dan penyakit metabolik secara langsung atau pada saat audit kasus stunting. 21

Anak dapat dirujuk jika PB/U atau TB/U ≥ -2 SD menurut umur dan jenis kelamin. Selama

belum teratasi anak masih dalam pengawasan dokter spesialis anak di rumah sakit.

2. Tata Laksana Pada Bayi Prematur dan Bayi KMK

Bayi berat lahir rendah berat lahir <2500 gram dan bayi prematur usia kehamilan <37

minggu berisiko tinggi mengalami stunting karena kemampuan oromotor belum matang,

penyulit yang tidak memungkinkan nutrisi enteral atau komposisi ASI yang tidak memenuhi

kebutuhan protein untuk kejar tumbuh. merekomendasikan agar bayi prematur mendapatkan

nutrisi agresif dini (early aggressive nutrition) untuk mengurangi gagal tumbuh ekstrauterin

dan meningkatkan luaran jangka panjang terutama dalam aspek kognitif. Early aggressive

nutrition didefinisikan sebagai Early aggressive nutrition didefinisikan sebagai pemberian

nutrisi parenteral dini disertai nutrisi enteral (jumlah bergantung pada derajat prematuritas)

dan pencapaian nutrisi enteral penuh (full enteral feeding) yang lebih cepat, bertujuan

membuat bayi lebih cepat kembali ke berat lahir dan mendukung kejar tumbuh pascanatal.

Gagal tumbuh ekstrauterin pada bayi prematur berkontribusi sebanyak sekitar 20% terhadap

kejadian stunting di Indonesia.21

Bayi prematur, khususnya bayi sangat prematur usia gestasi <32 minggu dan bayi

berat lahir sangat rendah (<1500 gram) membutuhkan yang dapat meningkatkan kandungan

protein dan mineral ASI yang disebut Human Milk Fortifer dan susu formula prematur.21

3. Imunisasi pada Bayi dan Balita Stunting

Pemberian imunisasi pada kasus murni stunting, tidak ada kontraindikasi khusus.

Anak stunting sangat mungkin lebih rentan terhadap infeksi. Pemberian imunisasi beserta

boosternya diindikasikan pada semua kasus stunting dan imunisasi perlu dipastikan

kelengkapannya sesuai usia. Kelengkapan imunisasi pada stunting sesuai usia akan

24
memberikan kekebalan terhadap Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I)

menunjukkan justru kelengkapan imunisasi anak stunting kurang.21

4. Stimulasi Perkembangan

Anak stunting yang mengalami keterlambatan perkembangan, perlu dilakukan

pemeriksaan lanjutan dan intervensi multidisiplin termasuk program rehabilitasi medis. Tata

laksana tumbuh kembang pada anak stunting dengan perkembangan yang normal atau tidak

mengalami keterlambatan perkembangan dilakukan melalui pemberian stimulasi sesuai usia

dan kemampuan anak untuk dikombinasikan dengan tata laksana nutrisi 21

5. Tata Laksana Penyakit Penyerta

Jika terdapat penyakit penyerta, pengobatan diberikan sesuai dengan penyakit penyerta yang

ada.

6. Formula dengan komposisi makronutrien dan mikronutrien spesifik untuk kelainan

metabolisme bawaan tertentu.

2.11 Pencegahan

Program intervensi spesifik sektor kesehatan, dapat dilakukan melalui program sebagai

berikut :

Ibu hamil 20 :

1. Suplementasi zat besi

2. Suplementasi energi dan protein yang seimbang untuk ibu hamil kurang gizi

3. Penanggulangan penyakit kecacingan

4. Suplementasi kalsium

5. Pengobatan malaria dan penggunaan kelambu berpestisida

Ibu menyusui:

1. Promosi penggunaan ASI (air susu ibu)

2. Perbaikan perilaku pemberian ASI dan MP ASI

25
Anak 6 – 23 bulan:

1. Suplementasi zink

2. Penanggulangan diare termasuk dengan zink

3. Seplementasi vitamin A

4. Penggunaan garam beryodium

5. Pencegahan malnutrisi akut

6. Penanggulangan penyakit kecacingan

7. Penggunaan makanan yang diffortifikasi zat gizi

8. Penggunaan kelambu berpestisida

Intervensi sensitif oleh sektor non-kesehatan, antara lain dapat dilakukan sebagai berikut.

1. Penyediaan air minum dan sanitasi dasar yang memadai

2. Ketahanan pangan dan gizi

3. Keluarga berencana

4. Jaminan Kesehatan Nasional

5. Jaminan Kesehatan Ibu dan Anak

6. Fortifikasi makanan

7. Pendidikan gizi

8. Kesehatan remaja

9. Pengentasan kemiskinan

26
BAB III
KESIMPULAN

Stunting (pendek) adalah kondisi dimana balita memiliki panjang atau tinggi badan yang

kurang jika dibandingkan dengan umur.1 Menurut World Health Organization (WHO) Child

Growth Standart, stunting didasarkan pada indeks panjang badan dibanding umur (PB/U)

atau tinggi badan dibanding umur (TB/U) dengan batas (z-score) kurang dari -2 SD.2

Gagal tumbuh pada periode ini akan mempengaruhi status gizi dan kesehatan pada usia

dewasa.4 Balita yang mengalami stunting akan memiliki tingkat kecerdasan tidak maksimal,

menjadikan anak menjadi lebih rentan terhadap penyakit dan di masa depan dapat beresiko

pada menurunnya tingkat produktivitas. Pada akhirnya secara luas stunting akan dapat

menghambat pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kemiskinan, dan memperlebar

ketimpangan.2

Stunting ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pengukuran

antropometrik. Harus dicari adanya faktor-faktor risiko pada stunting. Pemeriksaan

laboratorium dan penunjang lain dilakukan sesuai indikasi menurut hasil pemeriksaan awal

tersebut.

Tata laksana stunting meliputi tata laksana medis sesuai kondisi yang mendasari, tata

laksana nutrisi, non-nutrisi, perbaikan kualitas tidur dan aktivitas fisik. Tata laksana nutrisi

diberikan menurut langkah-langkah asuhan nutrisi pediatrik dengan memberikan komposisi

makanan yang seimbang, mengutamakan protein hewani. Tata laksana non-nutrisi berupa

pemberian imunisasi, stimulasi perkembangan dan hormon pertumbuhan jika terindikasi.

Evaluasi dan pemantauan dilakukan setiap dua minggu meliputi akseptabilitas, toleransi

dan efektifitas terapi. Jika tidak didapatkan perbaikan setelah dilakukan terapi nutrisi dan

27
pengobatan kondisi yang mendasari, anak harus dirujuk ke konsultan nutrisi dan penyakit

metabolik. Anak dapat dirujuk jika PB/U atau TB/U ≥ -2 SD menurut umur dan jenis

kelamin.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Tebi, Dahlia, Wello, E.A, Safei, I, Rahmawati, Juniarty, S, Kedir, A. Faktor-Faktor

yang Mempengaruhi Terjadinya Stunting pada Anak Balita. Fakumi Medical

Journal: Jurnal Mahasiswa Kedokteran. 2021. h.234-40

2. Zarkasyi, R.R, Nurhasana, Rahmawati, Y. Gambaran Faktor Risiko Kejadian

Stunting Pada Balita Umur 23-59 Bulan. Pancasakti Journal Of Public Health

Science And Research. 2021. h.111-15

3. Cesare MD, Cesare S, Osendarp S, Mozaffarian D. A world free from malnutrition :

an assesment of progress towards the global nutrition target. Global Nutrition Report.

Bristol, UK: Development Initiatives; 2021

4. Yani, D.E, Rahayuwati, L, Sari, C.W.M, Komariah, M, Fauziah, S.R. Family

Household Characteristics and Stunting: An Update Scoping Review. Nutrients.

2023.h.1-17

5. Kemenkes. Hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022. Kemenkes 2023; : 1–7.

6. Husnah, Sakdiah, Anam, A.K, Husna, A, Mardatillah, G, Baktiar. Peran Makanan

Lokal dalam Penurunan Stunting. J. Ked. N. Med.2022.h.47-53

7. Kementrian Kesehatan RI. Penilaian Status Gizi Anak. Standar Antropometri Anak.

2020. Jakarta. Hal 14-5.

8. Kementerian Kesehatan RI. Pedoman nasional pelayanan kedokteran tatalaksana

stunting. Hasil dan Pembahasan. 2022. Jakarta.Hal 13.

9. Indonesia KKR. Buletin Stunting. Kementeri Kesehat Republik Indonesia.

2018;301(5):1163–78.

10. M. Ghazian,and Candra A. Pengaruh Suplementasi Seng dan Zat Besi Terhadap

29
Tinggi Badan Balita Usia 3-5 Tahun Di Kota Semarang. Journal of Nutrition.2017.

11. Sutarto, diana mayasari, reni indriyani. 2018. stunting, faktor risiko dan

pencegahannya. Bandar lampung : j agromedicine. Vol. 5, no. 1. hal. 540-542.

12. Adiningsih, Sri. 2010. Waspadai gizi balita anda. PT Gramedia: Jakarta

13. Kemenkes Ri. 2013. Riset Kesehatan Dasar, RIKESDAS. Jakarta: Balitbang

14. Sevilla WMA. Nutritional Considerations in Pediatric Chronic Disease.

PediatrRev. 2017; 38(8):343-52.

15. Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED,edit

or. Perawakan Pendek. Dalam: Pedoman Pelayanan Medis Ikatan DokterAnak Indone

sia. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2009 243-9.

16. Batubara JRL, Susanto R, Cahyono HA. Pertumbuhan dan GangguanPertumbuhan.

Dalam: Buku Ajar Endokrinologi Anak. Edisi 1. Jakarta: UKKEndokrinologi Anak

dan Remaja IDAI; 2015:29-32.

17. Tridjaja B. Short Stature (Perawakan Pendek) Diagnosis dan Tata Laksana.Dalam: Be

st Practices in Pediatrics. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia Cabang

DKI Jakarta; 2013:11-8.

18. Batubara JRL. Adolescent Development (Perkembangan Remaja). Sari Pediatri.2010;

12(1):21-9.

19. Pulungan AM. Pubertas dan Gangguannya. Dalam: Buku Ajar

EndokrinologiAnak. Edisi 1. Jakarta: UKK Endokrinologi Anak dan Remaja IDAI; 20

15:89-94

20. Trihono, Atmarita, Tjamdrarini DH, Irawati Anies, Utami NH, Tejayanti Teti,

Nurlinawati Lin. Pendek (Stunting) di Indonesia, Masalah dan Solusinya. Lembaga

Penerbitan Balitbangkes. Jakarta. 2015

30
21. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Pedoman Nasional Pelayanan

Kedokteran Tata Laksana Stunting. (2022).

31

Anda mungkin juga menyukai