Contoh Skripsi Adat
Contoh Skripsi Adat
SKRIPSI SARJANA
DIKERJAKAN
NIM : 160706038
MEDAN
2020
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Pengasih yang selalu
Skripsi ini merupakan sebuah karya ilmiah yang dibuat oleh penulis untuk
memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana dalam bidang Ilmu Sejarah
pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara. Proses penulisan skripsi ini
mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari pembaca demi terciptanya
semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca. Kiranya Tuhan Yang Maha
Sungguh besar kebaikan Tuhan Yang Maha Pengasih kepada penulis dan
penulis selalu mengucapkan rasa syukur atas berkat dan kasih karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini bisa terselesaikan
karena motivasi, bantuan, kritik, saran dan doa kepada penulis. Pada kesempatan
yang baik ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang
telah membantu terselesaikannya penulisan skripsi ini terutama kepada kedua orang
tua penulis yang sangat berjasa dan penulis sayangi yaitu Papa Benget T Simanjuntak
dan Mama St. Dormawati Br. Purba, S.Pd yang telah merawat, membesarkan,
mendidik, membiayai dan memberi nasehat kepada penulis dari kecil sampai dewasa.
Semoga papa dan mama selalu diberkati kesehatan dan umur yang panjang oleh
Tuhan Yang Maha Pengasih. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada
kakak, abang yang penulis hormati yaitu Else Pratiwi Simanjuntak, A.Md, S.Kom.,
dan Alexander Ronald Roberto Unas Samosir, S.E., Cory Magdalena Simanjuntak,
Samosir, S.Kom dan adik penulis yang sangat baik yaitu Junita Untung Simanjuntak.
Terima kasih atas bantuan materil maupun moril dari kalian kepada penulis untuk
tetap semangat dan selalu berpengharapan kepada Tuhan Yang Maha Pengasih
sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih juga kepada keluarga
terima kasih penulis kepada pihak-pihak yang telah membantu dan memberi
pengaruh besar kepada penulis baik dalam perkuliahan maupun dalam penyusunan
skripsi ini sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, pada
1. Bapak Dr. Budi Agustono, M.S., selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya
2. Bapak Drs. Edi Sumarno, M.Hum., selaku Ketua Program Studi Ilmu Sejarah
dan Ibu Dra. Nina Karina, M.SP., selaku Sekretaris Program Studi Ilmu
Sejarah Fakultas Ilmu Budaya USU yang telah banyak memberikan dorongan,
nasihat dan motivasi kepada penulis baik selama kuliah maupun pada saat
3. Ibu Dra. Peninna Simanjuntak, M.S., selaku Dosen Pembimbing skripsi yang
selalu sabar dan memberi nasehat, arahan, bimbingan serta bantuan yang
4. Ibu Dra. Nurhabsyah, M.Si., sebagai dosen Penasehat Akademik penulis yang
5. Seluruh staff pengajar Program Studi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya
USU yang telah banyak memberi ilmu pengetahuan, bimbingan, nasehat dan
dorongan selama penulis menjadi mahasiswa. Semoga ilmu yang telah penulis
penting yang berhubungan dengan data yang penulis teliti untuk mendukung
penulisan skripsi ini. Terima kasih banyak kepada masyarakat Batak Toba di
Miftah Nugraha Nasution, terima kasih untuk pertemanan yang terjalin selama
ini, untuk motivasi, saran, kegilaan dan juga bantuan sehingga kita bisa sama-
sama berjuang. Juga untuk teman-teman satu angkatan yaitu Roli Tua Malau,
(mbak) Widya Umairoh, Marselina Mega Dewi (Musperin Squad), Lia Agus
Pratiwi, para penghuni kos mantok dan teman-teman lainnya yang sudah
sidang skripsi kepada penulis. Terima kasih untuk kebersamaannya selama ini
tahun 2018 dan kepanitiaan Praktek Kuliah Lapangan Hubungan Antar Etnis
dan Metode Penelitian Sejarah tahun 2019 yang telah membantu penulis
kepemimpinan penulis.
masa bakti tahun 2018/2019 yang telah memberikan wadah kepada penulis
yang lainnya terima kasih atas pertemanan dan kedekatan yang cukup dekat
12. Kak Hannah Usmalina Lubis, S.S., dan seluruh pihak yang turut membantu
penulis dalam penelitian skripsi ini. Terima kasih karena kalian semua dengan
Demikianlah ucapan terima kasih yang bisa penulis sampaikan, apabila ada
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua. Atas perhatiannya, di akhir ini
Halaman
ABSTRAK ............................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN
BAB VI KESIMPULAN
PENDAHULUAN
yang dimiliki oleh bangsa Indonesia sejak dahulu sampai sekarang. Sejak dahulu
kekayaan itu sudah ada yang bisa dilihat melalui tradisi dan adat istiadat yang
dilestarikan sampai sekarang. Tradisi maupun adat istiadat yang pada dasarnya dibuat
oleh manusia akan selalu eksis mengikuti perkembangan waktu dan tidak dapat
dipisahkan dari kehidupan manusia karena sudah menjadi bagian dari kebiasaan yang
telah dilakukan sejak lama. Manusia sebagai makhluk sosial mempunyai pikiran serta
Hidup berdampingan dalam ikatan suami dan istri yang dipersatukan dalam
perkawinan yang sah sudah menjadi hal yang biasa dan dilakukan turun-temurun dari
nenek moyang melalui adat dan tradisi yang melekat. Di dalam masyarakat,
perkawinan adalah ikatan sosial atau ikatan hukum antar pribadi yang membentuk
yang ada. Perkawinan yang seutuhnya dilakukan melalui berbagai proses untuk
menjadi satu ikatan hubungan dalam rumah tangga. Salah satu proses yang dilalui
ditentukan oleh adat istiadat yang berlaku dan tentunya sudah menjadi bagian dari
tradisi yang besar di Indonesia. Menurut legenda yang dipercayai sebagian orang
Batak Toba, suku ini pada awalnya mendiami wilayah sekitar Danau Toba tepatnya di
Gunung Pusuk Buhit yang diciptakan oleh Mulajadi Na Bolon (Dewa tertinggi
mitologi Batak Toba).1 Sedangkan menurut salah satu literatur sejarah, dahulunya ada
seorang raja yang disebut Raja Batak beserta rombongannya yang berasal dari
menetap disana.2
Suku Batak Toba sangat menghormati leluhur dan tradisinya. Pada sistem
kekerabatan suku Batak Toba, ada dikenal istilah Dalihan Na Tolu (Tungku Nan
Tiga) yang berfungsi untuk mengatur tata kelakuan dan memberikan arah dalam
pengendalian perbuatan orang Batak Toba.3 Dengan demikian, suku Batak Toba
sangat menjunjung tinggi dan melestarikan nilai-nilai tradisi dan budayanya sebab
sebaliknya jika tidak melaksanakan adat istiadat yang sudah turun-temurun dalam
tradisi yang ada maka akan disebut sebagai orang yang tidak maradat (tidak beradat).
1
Wawancara, dengan Oppung Marhehe, tanggal 30 Oktober 2019, pukul 15.35 WIB.
2
N. Siahaan, Sejarah Kebudayaan Batak, Medan: C.V. Napitupulu, 1964, hlm. 17.
3
Ibid, hlm. 35.
wajib dilakukan setelah memasuki usia dewasa, kebiasaan itu salah satunya ialah
masyarakat Batak Toba tidak hanya mengikat seorang laki-laki dan perempuan saja,
tetapi juga mengikat keluarga diantara keduanya dan sangat berpegang pada sistem
yang sudah ada sejak lama. Pada proses adat perkawinan Batak Toba, ketiga unsur
Dalihan Na Tolu harus hadir dan berdiskusi untuk menjalankan hak dan kewajiban
sesuai adat. Pelaksanaan adat perkawinan masyarakat Batak Toba dari dahulu sampai
sekarang tetap mengikuti tradisi dan adat yang sudah ada sejak lama namun dalam
proses dan pelaksanaannya bisa saja mengalami perubahan walaupun tidak signifikan
Orang Batak Toba mengenal tiga pandangan hidup dalam adat dan tradisi
Toba tidak dapat dihilangkan dari kehidupan masyarakatnya dan sudah mulai
4
Dalihan Na Tolu, adalah filosofis kehidupan dan kekerabatan masyarakat dan budaya Batak
Toba yang meliputi hubungan kerabat darah dan hubungan perkawinan yang mengikat satu kelompok.
5
Bungaran Antonius Simanjuntak, Konflik Status dan Kekuasaan Orang Batak Toba, Jakarta:
Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2011, hlm. 105.
6
Basyral Hamidy Harahap dan Hotman M. Siahaan, Orientasi Nilai-Nilai Budaya Batak,
Jakarta: Sanggar Willem Iskandar, 1987, hlm. 98.
Pada awalnya sebelum tahun 1970 di Kecamatan Medan Area, salah satu ciri
khas masyarakat Batak Toba dalam proses dan pelaksanaan adat perkawinannya ialah
masih dilaksanakan di sekitar halaman rumah mengikuti adat dan tradisi dari daerah
asalnya (bona pasogit). Kemudian karena perkembangan waktu yang selalu ada dan
Medan Area semakin padat dengan infrastuktur dan dihuni oleh berbagai kalangan
etnis dan agama yang membuat proses dan pelaksanaan adat perkawinan Batak Toba
pelaksanaan adat perkawinannya, maka dari hasil pikiran dan solusi itu dibangunlah
wisma yang digunakan untuk tempat proses dan pelaksanaan adat perkawinan
masyarakat Batak Toba tersebut supaya menjadi lebih baik. Tentu keadaan tersebut
yang terjadi pada proses dan pelaksanaan adat perkawinan itu sendiri. Berdirinya
suatu wisma yaitu Wisma Umum tahun 1970 yang menjadi dasar munculnya wisma
di Kecamatan Medan Area sampai sekarang7 tidak lain adalah untuk mendukung
tempat proses dan pelaksanaan adat perkawinan masyarakat Batak Toba di dalam
7
Wawancara, dengan Oppung Napitupulu, tanggal 14 Januari 2020, pukul 16.00 WIB.
Medan Area Kota Medan Tahun 1970-1982. Penulis memilih waktu antara tahun
1970-1982 karena pada tahun 1970 masyarakat Batak Toba di Kecamatan Medan
Area mulai melakukan proses dan pelaksanaan adat perkawinan untuk pertama
kalinya di dalam ruangan yaitu di Wisma Umum yang merupakan ruangan adat
pertama di Kecamatan Medan Area serta mengalami kelegaan dan fleksibilitas dalam
Sedangkan pada batasan tahun penulisan yakni tahun 1982 dimana pada tahun ini
keberadaan wisma di Kecamatan Medan Area mulai bertambah yaitu dengan adanya
Medan Area dan tentunya mereka membutuhkan lebih dari satu tempat yang layak
untuk pelaksanaan adat perkawinannya.8 Alasan lain dari pemilihan judul dan
penulisan skripsi ini yaitu pada dasarnya penulis yang merupakan suku Batak Toba
kurang memahami dan ingin lebih memahami seluk beluk adat istiadat, tradisi dan
budaya Batak Toba yang terutama yaitu adat perkawinannya dan juga penulis
mengikuti arahan dan saran dari tim penguji beserta dosen pembimbing pada saat
8
Wawancara, dengan Viktor Simanjuntak, tanggal 25 Februari 2020, pukul 17.40 WIB.
penting karena akan memudahkan penulis dalam proses penelitian dengan melakukan
pengumpulan dan analisis data. Dari latar belakang masalah dan batasan judul diatas,
1982.
Penelitian ini tentu tidak hanya mempunyai manfaat untuk penulis sendiri,
namun juga untuk masyarakat umum. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah
sebagai berikut :
muda.
pustaka untuk memperoleh gambaran umum tentang topik yang dibahas dengan
pengetahuan dan pemahaman dari topik yang ditulis. Beberapa buku yang
menjelaskan keadaan Kota Medan yang sejak dulu mengenai keberadaan ekonomi,
sosial, politik hingga budaya dan etnis. Kota Medan sejak dahulu sudah terdapat
jejak-jejak perjalanan budayanya yang diketahui melalui sumber tertulis dan ragam
tradisi yang sudah melekat dalam aspek kehidupan. Selain itu interaksi antar orang di
wilayah Kota Medan membentuk keragaman budayanya. Buku ini membantu penulis
menjelaskan sejarah Kota Medan dengan melihat keberadaan Kota Medan pada masa
lalu.
(2005) menjelaskan tentang aspek kehidupan seperti tradisi dan budaya serta
kepercayaan orang Batak Toba yang di analisis dan di uraikan melalui asal-usul
leluhur orang Batak Toba yang tiba di kaki Gunung Pusuk Buhit di Pulau Samosir.
Buku ini membantu penulis dalam menjelaskan asal usul keberadaan budaya dan
Budaya Batak Toba (1987) menjelaskan informasi tentang suku bangsa Batak Toba
dari sudut orientasi nilai-nilai budaya dan juga memberikan gambaran perilaku yang
didasarkan pada nilai-nilai budaya orang Toba. Buku ini membantu penulis dalam
menjelaskan nilai-nilai dalam suku Batak Toba, baik nilai tradisi, budaya dan perilaku
kebudayaan yang dimiliki bangsa Indonesia dan salah satunya ialah dalam adat dan
tradisi suku Batak Toba. Buku ini membantu penulis dalam mencari sumber
Batak Toba (2011) menjelaskan atas konflik-konflik yang terjadi dalam struktur
masyarakat Batak Toba baik konflik khusus yang terjadi dalam lingkup keagamaan
dan konflik umum yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Buku ini membantu
penulis dalam menjelaskan konflik yang terkait kedudukan sistem tradisi dalam
budaya Batak Toba yang tentunya menyangkut hal umum yaitu seperti pernikahan
yang tidak terlepas dari pelaksanaan adat perkawinan suku Batak Toba.
JC. Vergouwen dalam Masyarakat dan Hukum Adat Batak Toba (1986)
Batak Toba. Buku ini membantu penulis dalam memahami dan menjelaskan tentang
keberadaan tradisi perkawinan suku Batak Toba dan bagaimana proses serta
pengertian dari adat istiadat dan tradisi di tengah masyarakat Batak Toba yang wajib
peristiwa masa lalu diperlukan juga konsep-konsep dari berbagai cabang ilmu lainnya
yang relevan dengan topik yang dikaji atau yang dikenal dengan istilah pendekatan
multidimensional. Penulis mencoba mengkaji dari beberapa cabang ilmu lain seperti
dari cabang-cabang ilmu ini ialah untuk memungkinkan suatu masalah dapat dikaji
dari berbagai dimensi ilmu lainnya sehingga pemahaman terhadap masalah yang
dalam penelitian dan penulisan. Dalam penelitian ini penulis menekankan pada aspek
manusia, ruang dan waktu maka dari itu penulis menggunakan metode sejarah. Ilmu
sejarah memiliki beberapa metode dasar dan umum yang digunakan dalam penelitian.
Metode tersebut berguna untuk aturan dan rujukan agar penelitian sesuai dengan
tulisan sejarah. Aturan dalam penulisan yang ada di dalam metode sejarah membantu
setiap penelitian untuk memahami kejadian pada masa lalu. Metode sejarah adalah
proses menguji dan menganalisa secara kritis rekaman dan peninggalan masa
lampau.10 Metode sejarah berisi tahapan yang harus dilalui untuk menghasilkan
sebuah tulisan sejarah. Tahapan tersebut berguna untuk mendapatkan tulisan sejarah
sumber dan data yang sesuai dan mendukung objek yang diteliti. Penulis akan
mengumpulkan data dengan melakukan studi lapangan dan studi pustaka. Studi
akan dilakukan kepada beberapa narasumber yang dipilih dari pasangan suami istri
dari keluarga suku Batak Toba, tokoh adat Batak Toba (raja adat), masyarakat umum
dan masyarakat Batak Toba yang berada di Kecamatan Medan Area. Penelitian di
tempat yaitu dengan datang langsung ke wisma yang berada di Kecamatan Medan
Area untuk mengamati adat perkawinan Batak Toba. Dalam studi pustaka penulis
akan menggunakan referensi literatur dari sumber yang terpercaya dan berkaitan
dengan topik penelitian yang sedang diteliti. Penulis juga akan mengunjungi
penulisan sejarah karena semakin kritis dalam menilai suatu sumber sejarah maka
sumber yang telah terkumpul. Penulis akan menyeleksi semua sumber yang telah
terkumpul sesuai data yang dibutuhkan. Dengan sistem verifikasi sumber ini penulis
akan menggunakan kritik intern dan ekstern. Dalam kritik intern penulis akan
mencari tau isi kebenaran data melalui sumber lisan dan yang tertulis untuk melihat
11
Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta: Bentang Budaya, 1999, hlm. 99.
internal dan kritik eksternal terhadap data-data yang diperoleh. Setelah fakta untuk
mengungkap dan membahas masalah yang diteliti cukup memadai, kemudian penulis
melakukan penafsiran tentang makna fakta dan hubungan antara satu fakta dengan
fakta yang lain. Fakta kemudian dipilih berdasarkan keperluan penulis dengan
penulis.
fakta sejarah yang telah diperoleh menjadi sebuah karya ilmiah sejarah yang bersifat
analitis dan deskriptif. Data dan fakta yang ada akan dianalisis dengan tujuan untuk
memperoleh tulisan sejarah yang kritis dan ilmiah. Historiografi juga merupakan
kegiatan akhir dari metode sejarah.12 Dalam hal ini hasil penelitian akan dijadikan
skripsi dengan data yang sudah diperoleh. Tulisan tersebut akan menjelaskan tentang
12
Sartono Kartodirdjo, Pemikiran dan Perkembangan Historiografi Indonesia, Jakarta:
Gramedia, 1982, hlm. 58.
GAMBARAN UMUM
Kecamatan Medan Area merupakan salah satu kecamatan yang berada di Kota
mempunyai 21 kecamatan dan Kecamatan Medan Area adalah kecamatan yang cukup
dikenal oleh penduduk Kota Medan karena jaraknya yang dekat dengan pusat Kota
Medan. Pada masa dahulu, wilayah Kecamatan Medan Area merupakan daerah rawa-
rawa yang banyak terdapat perkebunan, begitu juga dengan keadaan gografis
wilayahnya yang masih sepi dari tempat tinggal penduduk. Namun dalam keadaan
sekarang wilayah Kecamatan Medan Area sudah ramai oleh berbagai infrastruktur
dan rumah penduduk yang jaraknya cukup rapat. Kecamatan Medan Area berada
pada posisi 20°-30° Lintang Utara dan 98°-44° Bujur Timur dan terletak 30 meter
diatas permukaan laut. Kecamatan Medan Area berbatasan dengan Kecamatan Medan
Kota di sebelah selatan dan barat, Kecamatan Medan Perjuangan di sebelah utara dan
Kecamatan Medan Denai di sebelah timur. Kecamatan Medan Area mempunyai luas
pada umumnya memiliki dua musim yaitu musim kemarau dan musim hujan. Dari 12
kelurahan yang ada di Kecamatan Medan Area, Kelurahan Pasar Merah Timur
menjadi kelurahan terluas yaitu mempunyai luas wilayah sebesar 0,75 km² dan
Kelurahan Tegal Sari I dan Tegal Sari II mempunyai luas terkecil yaitu dengan luas
wilayah sebesar 0,24 km².13 Kecamatan Medan Area merupakan pintu utama Kota
Medan di sebelah timur yang menjadikan pintu masuk dari daerah lainnya di
Sumatera Utara.
Area adalah suku Melayu Deli dengan populasi sebanyak 50% hal ini dikarenakan
kecamatan ini berada di Kota Medan yang dikenal dahulu sebagai pusat kesultanan
Melayu Deli. Kemudian suku yang lainnya disusul oleh suku Batak Toba, Karo,
Kecamatan Medan Area merupakan masyarakat multi-etnis yang terdiri dari beraneka
13
Badan Pusat Stastik, Kecamatan Medan Area Dalam Angka, Medan: Badan Pusat Stastik
Kota Medan, 2016, hlm. 8.
adanya rasa toleransi diantara agama yang berbeda, yang bisa dibuktikan dengan
sikap tolong menolong dan menghormati saat acara besar keagamaan. Ditinjau dari
Islam oleh suku Melayu, Minang, Jawa dan Mandailing, kemudian sisanya beragama
Kristen oleh suku Batak Toba, Karo, Simalungun, Nias dan Buddha oleh etnis
Area separuh lebih merupakan masyarakat yang memiliki usia produktif. Dalam
bermata pencaharian sebagai pedagang dan pegawai swasta, sisanya bekerja seperti
keberadaan awal orang Batak Toba di Kota Medan yang sudah ada sekitar abad ke 18
perkebunan di Sumatera Timur. Orang Batak Toba tersebut didatangkan dari daerah
pedalaman Tapanuli yang merupakan tempat asal mulanya suku Batak Toba. Mereka
bekerja membantu tuan kebun dalam areal perkebunan seperti menebang pohon dan
membersihkan lahan.14
14
A. Banjarnahor, Pengaruh Ritual Adat Batak Toba Dalam Penataan Ruang (Skripsi),
Medan, Digital Library UNIMED, 2016, hlm. 2.
oleh Sultan Deli dan pihak kolonial dimana peraturan itu ialah pembatasan buruh
yang bekerja di Tanah Deli (Kota Medan) dan salah satu sumber mengatakan bahwa
orang Batak Toba yang pertama datang ke Kota Medan dari daerah asalnya pada
masa itu yaitu seorang pria bermarga Hutabarat. Pada saat yang sama, komunitas
langsung dengan orang Batak Toba sebagai buruh perkebunan. Namun dalam waktu
selanjutnya, karena adanya pengaruh perkembangan suku-suku lain yang datang dan
mendiami wilayah Kecamatan Medan Area, semakin lama komunitas Melayu itu
Kecamatan Medan Area sebagai kecamatan yang beranekaragam dimana lebih mudah
bagi kelompok-kelompok lain untuk menonjolkan jati dirinya. Pada tahun 1970 dan
setelahnya populasi suku Batak Toba di Kecamatan Medan Area mengisi persentase
sebanyak 14,11% dari jumlah keseluruhan suku yang ada dan terjadi penambahan
dari persentase sebelum tahun 1970 yaitu suku Batak Toba berjumlah sekitar
keturunan dan adanya arus kedatangan para perantau dari daerah asal (bona pasogit)
yang diakibatkan pola pemikiran mereka yang sudah cukup maju dan memilih
merantau untuk bekerja demi kehidupan yang lebih baik. Salah satu pilihan tempat
15
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Kota_Medan, 12 Maret 2020, 10.30 WIB.
Kecamatan Medan Area sangat erat karena mereka merasa mempunyai kesamaaan
yaitu berasal dari satu suku (kebudayaan) dan daerah yang sama. Di Kecamatan
Medan Area, orang Batak Toba kebanyakan berada di Kelurahan Pasar Merah Timur
dan Tegal Sari.16 Masyarakat Batak Toba di Kecamatan Medan Area selalu berusaha
wiraswasta, supir kendaraan umum, pegawai negeri, dan ibu rumah tangga.
kekayaan yang dimiliki, karena dengan adanya suku Batak Toba menambah bukti ciri
Sangat mudah dijumpai keluarga suku Batak Toba di Kecamatan Medan Area
dan mereka hidup rukun dan akur dengan berbagai etnis yang berada di sekitarnya.
Untuk menjaga agar hubungan kekerabatan diantara sesama masyarakat Batak Toba
di Kecamatan Medan Area menjadi kuat dalam tujuan dan pola pikir yang sama,
pelaksanaan adat seperti adat perkawinan Batak Toba yang tidak terlepas dari
hubungan masyarakat yang berada disekitar supaya adat tersebut bisa terlaksana
dengan baik. Sistem adat, kekerabatan dan perkawinan pada masyarakat Batak Toba
16
Badan Pusat Stastik, op.cit., hlm. 10.
di kehidupan sehari-hari.
Adat merupakan salah satu cabang dari kebudayaan yang terdiri dari nilai
budaya, kebiasaan, dan kelembagaan yang lazim dilakukan dalam suatu kelompok
masyarakat. Apabila adat ini tidak dilaksanakan, akan terjadi kehancuran yang
menimbulkan sanksi yang tidak tertulis oleh masyarakat adat itu sendiri terhadap
pelaku yang dianggap menyimpang. Menurut salah satu ahli yaitu Jalaluddin Tunsam
(1660) adat berasal dari bahasa Arab bentuk jamak dari (adah) yang mempunyai arti
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adat (aturan,cara) yaitu aturan
yang lazim ditiru atau dilakukan sejak dahulu kala dan sudah menjadi kebiasaan.
Adat yang diketahui sebelum masa penjajahan mencakup segala praktik sehari-hari
perkawinan, kelahiran dan sebagainya. Pada kenyataannya bahkan sampai hari ini
dalam beberapa hal masyarakat dalam adatnya masih cenderung tidak membedakan
17
M. Junus Melalatoa, Ensiklopedi Suku Bangsa di Indonesia, Jakarta: Direktorat Jendral
Kebudayaan, 1995, hlm. 231.
Sejak lahir sampai meninggal, masyarakat Batak Toba berpaut pada adat dalam
kehidupannya seperti adat kelahiran, adat perkawinan, adat ulang tahun, adat
memasuki rumah baru, adat pesta tugu, sampai adat kematian. Perlu diketahui, adat
perkawinan Batak Toba dikenal cukup rumit dalam pelaksanaannya karena adat
perkawinan Batak Toba bukan hanya sekedar adat, melainkan didalamnya ada harga
diri diantara dua keluarga yaitu dari pihak pria dan wanita. Adat pada dasarnya
berasal dari nenek moyang suatu suku dan diturunkan sampai sekarang. Ada yang
tetap seperti pada awalnya di tempat adat itu berasal dan ada yang mengalami
perubahan mengikuti perkembangan waktu dalam suatu lingkungan luar. Adat sangat
Batak Toba, adat mempunyai nilai magis terhadap kekuatan semesta dan Mula Jadi
Na Bolon.19
Dengan adat, hubungan antara sesama masyarakat Batak Toba bisa terjalin
dengan baik, akan tetapi adat harus juga dipahami sebagai keberagaman totaliter dari
manusia yang diliputi oleh tradisi. Sifat khas keberagaman ini terdapat dalam
dijaminnya keselamatan melalui kesetiaan kepada apa yang dianut. Dalam adat pada
masyarakat Batak Toba, keberadaan orang hidup dan yang mati terikat satu sama lain
dan tentu mempunyai kewajiban tersendiri.20 Semua adat pada akhirnya berhubungan
18
Bungaran Antonius Simanjuntak, Parandjak Dalam Lintasan Zaman, Jakarta: Yayasan
Pustaka Obor Indonesia, 2002, hlm. 61.
19
Dewa tertinggi dalam mitologi (kepercayaan tradisional) Batak Toba.
20
Masyarakat Batak Toba dalam pepatahnya disebutkan sirang pe bandanna, uhumna ndang
sirang yang berarti walaupun ia terpisah secara jasmani tetapi secara hukum adat yang ada ia tidak
terpisahkan.
disebut layak jika dipenuhi keseimbangan dan ketertiban. Dalam masyarakat Batak
Toba ada dikenal adat kecil dan adat besar yang didalamnya terdapat tiga unsur
Dalihan Na Tolu yaitu hula-hula, boru, dongan tubu21 ketiga unsur ini tidak dapat
dipisahkan dan harus saling melengkapi dalam setiap upacara adat termasuk adat
perkawinan karena upacara adat tidak bisa berjalan bila ketiga unsur itu hilang (tidak
lengkap). Adat Batak Toba sendiri terbagi menjadi beberapa bagian dan yang berlaku
1. Partuturan
kunci dari falsafah hidupnya dengan menanyakan marga dari setiap orang Batak Toba
yang bertemu, hal ini biasanya dapat digambarkan dengan ukiran 2 ekor cicak yang
saling berhadapan dan menempel pada bagian sisi kiri dan kanan pada rumah adat
Batak Toba.
2. Mangulosi
Dalam setiap adat Batak Toba, mangulosi selalu ada dalam bagiannya karena
pada dasarnya memberikan ulos sebagai lambang kehangatan dan berkat bagi yang
menerimanya. Mangulosi hanya dapat dilakukan oleh orang tua (yang dituakan) atau
orang yang sudah berkeluarga. Mangulosi ini sering dijumpai pada adat Batak Toba,
21
Unsur Dalihan Na Tolu yaitu somba marhula-hula atau hormat kepada keluarga pihak istri,
elek marboru atau mengayomi saudara dan keluarga perempuan, manat mardongan tubu atau hormat
dan bersikap sopan santun kepada teman semarga.
Pada adat perkawinan ada beberapa ulos yang wajib diberikan seperti ulos
hela yang diberikan oleh orang tua pengantin wanita kepada kedua pengantin, ulos
pansamot yang diberikan oleh orang tua pengantin wanita kepada orang tua pengantin
pria, ulos pamarai yang diberikan oleh orang tua pengantin wanita kepada saudara
laki-laki yang telah menikah, ulos sijalobara yang diberikan oleh pihak keluarga
pengantin wanita kepada abang atau adik dari orang tua pengantin pria, ulos holong
yang diberikan oleh semua pihak keluarga pengantin wanita sebagai simbol kasih
Pada adat dukacita ada beberapa ulos yang wajib diberikan yaitu ulos saput
yang diberikan oleh pihak hula-hula kepada seseorang yang meninggal tetapi sudah
berkeluarga, ulos tujung yang diberikan oleh pihak tulang kepada istri atau suami dari
seseorang yang meninggal dunia, dan ulos panggabei yang diberikan oleh pihak
keunikan sendiri, dalam pelaksanaan mangulosi terdapat sarat dan makna yang
Manortor salah satu dari adat Batak Toba sendiri yang disajikan dengan
musik gondang. Tortor yaitu seni tari dari Batak Toba yang sudah ada sejak zaman
nenek moyang bangsa Batak Toba dan merupakan sarana utama dalam melakukan
ritual keagamaan yang bersifat mistis. Namun pada saat sekarang ini manortor dapat
dilakukan di acara seremonial seperti dijumpai pada acara adat suku Batak Toba yaitu
adat perkawinan dengan diiringi gondang sabangunan. Tortor dan gondang tidak
dapat dipisahkan.
Pada masyarakat Batak Toba baik yang ada di daerah asal (bona pasogit)
maupun yang berada di Kecamatan Medan Area pastilah selalu melestarikan dan
mempercayai adat bagi mereka adalah kehidupan mutlak dan alamiah. 22 Apalagi tipe
orang Batak Toba yang ada di daerah seperti Kecamatan Medan Area sangatlah
beragam karena dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pendidikan, ekonomi dan
gaya hidup ditambah karena disekelilingnya juga banyak terdapat beragam suku yang
mungkin terjadi pembauran dengan suku lainnya akan tetapi hal itu membuat tradisi
dan adat istiadat yang ada pada masyarakat Batak Toba di Kecamatan Medan Area
22
Parbato, Rumusan Seminar Adat Batak Toba Dalam Pedoman Umum Pelaksanaan Adat
Batak Toba, Medan: CV. Bintang Inc., 1998, hlm. 27.
proses adat perkawinan Batak Toba karena sistem kekerabatan orang Batak Toba
laki diteruskan oleh anak laki-laki dan menjadi punah bila tidak ada lagi anak laki-
Batak Toba yang terdiri dari turunan marga dan kelompok suku. Laki-lakilah yang
besan karena ia harus kawin dengan laki-laki dari kelompok patrilineal yang lain dan
perkawinan telah dijadikan alasan oleh masyarakat Batak Toba untuk saling bersikap
ramah, hal ini kadang bisa mendatangkan keuntungan. Untuk mengetahui asal usul
pada masyarakat Batak Toba, mereka semua berasal dari Si Raja Batak yang pada
awalnya berasal dari daerah Sianjurmulamula yang terletak di lereng Gunung Pusuk
Buhit wilayah sekitar Danau Toba untuk bermukim dan menjadikannya sebagai
pada masyarakat Batak Toba. Hal ini dipercaya masyarakat Batak Toba sebagai
Masyarakat Batak Toba tidak terlepas dari marga yang melekat di namanya
karena marga tersebut juga berlaku sebagai dasar sistem sosial bagi masyarakat Batak
Toba. Marga ialah salah satu warisan dari leluhur suku Batak Toba yang diperoleh
masyarakat Batak Toba sebagai suatu tanda kehormatan dalam adat istiadat Batak
Toba, artinya hal ini menjadi penentu dalam melaksanakan berbagai macam adat
menunjukkan satuan yang lebih kecil maupun yang besar sehingga kelompok marga
Batak Toba dikenal sebagai sebuah organisasi keluarga yang luas. Cabang-cabang
marga memberikan batas-batas yang jelas dari dua atau tiga puak (bagian) atau lebih.
sebagai akibat dari galur keturunan diperhatikan dengan seksama dan mempunyai
nilai yang penting karena dalam urutan generasi, setiap ayah yang memilik lebih dari
satu anak lelaki maka hal itu menjadi bukti nyata di dalam silsilah.
23
M. Junus Melalatoa, op.cit., hlm. 153
Toba karena adat bagi masyarakat Batak Toba merupakan hukum yang harus
dipelihara sepanjang hidupnya dan diajarkan kepada keturunannya. Adat Batak Toba
semuanya itu dicakup dalam satu struktur yang disebut Dalihan Na Tolu. Struktur
tersebut muncul karena adanya perkawinan yang menghubungkan dua keluarga besar
dan melalui perkawinan ini terbentuk suatu sistem kekerabatan yang baru karena
ketertiban tutur, menentukan kedudukan, hak juga kewajiban, dan menjadi titik
penentu dalam musyawarah mufakat. Dalam suatu keberadaan orang Batak Toba,
pastilah disitu selalu berlaku fungsi Dalihan Na Tolu, dan keberadaan hula-hula
dalam dalihan na tolu menjadi suatu hal yang penting karena hula-hula dianggap
sebagai penyalur kebaikan dan berkat bagi suatu kekerabatan. Kekerabatan pada
masyarakat Batak Toba sendiri memiliki dua jenis, yaitu kekerabatan yang
suku Batak Toba memiliki marga hal inilah yang disebut dengan kekerabatan
melalui perkawinan.
diwariskan dari leluhur turun temurun. Jika sesama orang Batak Toba bertemu di
masyarakat Batak Toba selalu melekat dalam diri masyarakat Batak Toba itu sendiri
sehingga setiap individunya yang sifatnya suka merantau tetaplah mudah untuk
kekerabatan yang menjadi ciri khas dari masyarakat Batak Toba, hal ini paling
didominasi oleh kelompok pria yang berada di daerah seperti Kecamatan Medan
semakin erat baik yang ada di daerah asal maupun yang di Kecamatan Medan Area.
Kedekatan emosional sesama orang Batak Toba selalu tercermin dalam dirinya,
24
Tarombo (Tarombo Batak Toba) adalah silsilah garis keturunan secara patrilineal dalam
suku Batak Toba. Dalam tarombo bisa dilihat asal usul orang Batak Toba dari marga tertentu mulai
dari Raja Batak yang digariskan sampai keturunan yang lebih muda sejak munculnya marga yang
bersangkutan. Sudah menjadi kewajiban bagi masyarakat Batak Toba untuk mengetahui silsilahnya
agar mengetahui letak hubungan kekerabatan khususnya dalam falsafah Dalihan Na Tolu.
25
Martarombo yaitu pembicaraan diantara sesama orang Batak Toba untuk saling
menejelaskan atau menghubungkan kedudukan marga masing-masing.
pribadi yang membentuk hubungan kekerabatan dan didalamnya ada suatu pranata
budaya setempat yang meresmikan hubungan antar pribadi yang biasanya intim dan
suatu keluarga. Secara etimologis, perkawinan yaitu kata benda turunan dari kata
kerja dasar kawin (kata Jawa Kuno ka-awin atau ka-ahwin) yang berarti dibawa,
tentang perkawinan, perkawinan yaitu ikatan lahir batin antara seorang pria dengan
seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia
dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, hal ini juga menjadi 5 unsur dasar
perkawinan.
26
https://id.wikipedia.org/wiki/Perkawinan, 19 Maret 2020, 10.15 WIB.
Perencanaan perkawinan harus melalui proses. Proses yang harus dilalui oleh
pasangan yang akan menikah merupakan awal bagi kedua pasangan untuk saling
mengikat ke dalam suatu ikatan yang sah dan diakui oleh agamanya serta tradisi dan
Pada masyarakat Batak Toba, fungsi perkawinan yaitu sebagai penentu hak
Dalihan Na Tolu pada masyarakat Batak Toba. Perkawinan pada masyarakat Batak
Toba adalah perkawinan dengan orang yang di luar marganya sendiri (eksogami) dan
hanya mengizinkan satu kali pelaksanaan adat perkawinan dalam seumur hidup
perkawinan Batak Toba ada larangan kawin dengan marga yang sama karena
dianggap saudara sendiri, apabila terjadi pernikahan tersebut maka pasangan itu akan
dibuang.
27
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka,
2001, Cet., Ke-3, hlm. 518.
1. Namarito atau bersaudara laki-laki dan perempuan khususnya oleh marga yang
2. Pariban Na Soi Boi Olion atau pariban kandung yang hanya dibenarkan
menikah dengan satu pariban saja. Misalnya dua orang laki-laki saudara kandung
yang punya lima orang pariban kandung, yang diizinkan untuk dinikahi adalah
hanya salah satu dari mereka, tidak bisa keduanya menikahi pariban-paribannya.
Namun pernikahan pariban kandung ini sudah tidak dilakukan lagi seiiring
perkawinan antara dua orang kakak beradik kandung yang memiliki mertua sama.
melestarikan galur suami di dalam garis lelaki. Para leluhur masyarakat Batak Toba
orang Batak Toba (endogami) dengan tujuan supaya keturunannya baik laki-laki
kelompok kerabat.
28
Togadebataraja.blogspot.com/2012/05/perkawinan-yang-dilarang-dalam-adat.html?m=1,
19 Maret 2020, 11.33 WIB.
diatas 18 tahun
masing-masing anaknya.
Hak tanah, milik, nama, dan jabatan hanya dapat diwarisi oleh garis lelaki
dan pada masyarakat Batak Toba tidak ada pengecualian dalam peraturan ini.
disetujui bersama atau dengan penyerahan benda berharga (sinamot). Perempuan itu
dikeluarkan dari kekuasaan lelaki terdekatnya dan yang bertanggungjawab atas hal ini
ialah bapaknya atau jika bapaknya sudah meninggal, kakek lelakinya dan seterusnya
mengikuti adat dan tradisi yang berlaku, juga dapat dipahami sebagai pengorbanan
29
J.C. Vergouwen, Masyarakat dan Hukum Adat Batak Toba, Yogyakarta: LKiS Pelangi
Aksara, 1986, hlm. 198.
pria sedangkan paranak31 mengorbankan seekor hewan untuk menjadi santapan adat
perpaduan hakikat kehidupan antara laki-laki dan perempuan yang menjadi satu
ikatan bukan hanya membentuk rumah tangga dan keluarga saja. Dengan
Secara garis besar tujuan perkawinan menurut adat Batak Toba ialah33 :
30
Parboru menurut adat istiadat Batak Toba ialah seluruh keluarga dari pihak perempuan.
31
Paranak ialah seluruh keluarga dari pihak pria yang ikut berperan dalam adat.
32
Hadikusuma Hilman, Hukum Perkawinan Adat, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1990, hlm.
70.
33
Richard Sinaga, Perkawinan Adat Dalihan Natolu, Jakarta: Dian Utama, 2012, hlm.32.
Area, masyarakat Batak Toba disini masih tetap memegang teguh adat istiadat
pemikiran, perkembangan zaman, dan efisensi waktu, akan tetapi makna dan
Pada adat perkawinan Batak Toba, umumnya laki-laki dan perempuan yang
sudah memasuki usia dewasa dan disatukan dari kedua belah pihak keluarga melalui
perkawinan tidak bisa dilepaskan dari kepentingan suatu kelompok masyarakat. Dari
menganggap penting peran masyarakat sekitar dan tidak dapat dipisahkan dari
peranan keluarga ataupun kerabat, hal itulah yang terjadi di Kecamatan Medan Area
sebelum tahun 1970. Namun, dahulu kala atau sebelum tahun 1970 di daerah asalnya
(bona pasogit), masyarakat Batak Toba dianjurkan kawin dengan pariban atau boruni
tulang (anak perempuan tulang) yaitu antara anak lelaki dari seorang ibu dengan anak
perempuan dari saudara kandung laki-laki ibu dikarenakan hal itu merupakan
perkawinan yang ideal bagi adat masyarakat Batak Toba34, hal ini juga masih banyak
34
Erika Revida, “Sistem Kekerabatan Masyarakat Suku Batak Toba Sumatera Utara”, USU e-
Journals, Vol. 5 No. 2 (Mei-Agustus, 2006), 214.
syarat-syarat yang harus dilalui sebagai rangkaian proses untuk dilaksanakan menuju
tujuan yang utama yaitu adat perkawinan yang sesungguhnya. Adapun tata cara adat
ketentuan adat yang berlaku terlebih dahulu. Pada daerah di Kecamatan Medan Area
sebelum tahun 1970, orang Batak Toba tetap melaksanakan adat istiadat dan tradisi
yang sudah ada sejak lama dari leluhurnya dalam proses perkawinannya.
Walaupun pada saat itu jumlahnya relatif masih sedikit, orang Batak Toba
yang ada di Kecamatan Medan Area masih bisa melaksanakan adat perkawinan untuk
adanya rasa perdamaian dan kerukunan dalam perbedaan yang ada pada warga di
Kecamatan Medan Area pada saat itu, maka dalam perkembangan waktunya populasi
masyarakat Batak Toba di Kecamatan Medan Area semakin bertambah tetapi tidak
melebihi etnis Tionghoa dan Jawa.35 Keadaan yang membuat mereka bersaing dengan
suku pribumi Melayu di Kecamatan Medan Area juga membuat mereka berusaha
keras untuk bisa bertahan dengan berbagai cara. Mereka yang kebanyakan bekerja
waktu yang cukup lama karena pelaksanaan adat itu sendiri lebih dominan mengikuti
adat yang asli dari daerah asal (bona pasogit) tanpa ada perubahan dari luar
dikarenakan pada sebelum tahun 1970 belum semua masyarakat Batak Toba di
35
http://article.melayuonline.com/?a=SG9QL3FMZVZBUkU4Ng%3D%3D=, 20 Maret
2020, 12.00 WIB.
yang masih bersifat kedaerahan dan keberadaan hukum adat menjadi tuntunan yang
Medan Area sebelum tahun 1970 mempunyai kesamaan dalam proses adatnya dengan
adat dari daerah asal (bona pasogit), maka hal pertama yang dilakukan adalah pihak
ni tulang). Kegiatan kunjungan ini tidak lain adalah untuk memenuhi keinginan dari
orang tua si pria, juga dimana orang tua si pria menginginkan anak perempuan (boru)
tulangnya menjadi calon pasangan istri anaknya. Keinginan ini pada masa itu masih
dituruti seorang pria sebagai tanda penghormatan kepada orang tua yang berada di
sekitarnya.
36
Wawancara, dengan Oppung Marhehe, tanggal 20 Maret 2020, pukul 11.40 WIB.
37
Pariban ialah anak perempuan dari saudara laki-laki ibu.
38
Tulang ialah saudara laki-laki dari ibu.
dan keluarganya maka pria yang sudah dewasa itu akan mengunjungi paribannya,
tersebut juga sudah ada waktu yang telah ditentukan untuk kedatangan si pria dengan
maksud dan tujuan kedatangan mereka dengan inti dari pemberitahuan tersebut ialah
bahwa si ibu menyampaikan bere dari tulang tersebut untuk menjadi anaknya atas
ketentuan sosial dan adat, dimana seorang laki-laki dan perempuan yang sudah
memasuki usia dewasa harus dikawinkan. Setelah ibu dari pria tersebut sudah
keluarga si pria tidak mempunyai banyak harta untuk sinamot39 bagi anak perempuan
ito40nya itu, hal ini dikarenakan pada waktu itu di Kecamatan Medan Area
penduduknya yang sebagian merupakan suku Batak Toba belum memiliki banyak
harta atau uang karena pekerjaan dan penghasilan mereka yang masih cukup hanya
39
Sinamot ialah mahar/maskawin yang diberikan pihak pria kepada pihak wanita dalam
tradisi dan adat Batak Toba melalui perkawinan. Biasanya sinamot ini dianggap sebagai harga diri dari
perempuan yang akan dinikahi dan bentuknya berbagai macam mulai dari sawah,hewan,barang
berharga dan uang yang diberikan pada acara marhata sinamot yaitu pembicaraan mahar/maskawin
yang akan diberikan pihak pria untuk adat perkawinannya.
40
Panggilan dari ibu (perempuan) untuk saudara laki-lakinya dan panggilan dari ayah (laki-
laki) untuk saudara perempuannya.
itu.41
Kemudian orang tua dari perempuan menjawab perkataan dari ibu pria
tersebut dengan intinya bahwa bukan harta yang membuat kesepakatan pernikahan
terjadi melainkan karena kedua belah pihak mempunyai harapan dan keinginan yang
sama untuk membuat anak-anak mereka menjadi pasangan suami dan istri. Setelah
ada kesepakatan diantara kedua pihak ini, si pria akan berbicara secara khusus kepada
calon perempuan yang akan menjadi istrinya itu pada malam hari dan dalam
Dari pembicaraan khusus tersebut pastilah kedua muda mudi ini sudah
mempunyai pikiran dan maksud yang sama untuk kedepannya yang menandakan
perempuan tersebut bersedia menjadi pasangan si pria. Kedua calon pasangan ini
bersama-sama mengajak teman sebaya mereka untuk hadir menjadi saksi sebagai
41
Tengku Luckman Sinar, Sejarah Medan Tempo Doeloe, Medan: Lembaga Penelitian dan
Pengembangan Seni Budaya Melayu, 2009, hlm. 47.
dengan berenya itu sudah bersepakat dalam membangun satu keluarga rumah
tangga.42 Pria yang akan melaksanakan adat perkawinan itu akan menerima umpasa43
dari pihak keluarga wanita (tulangnya) demi mengikuti dan mentaati adat istiadat dan
kebiasaan tradisional yang berlaku pada masyarakat Batak Toba pada saat itu,
seperti44 :
42
J.C Vergouwen, op.cit., hlm. 216.
43
Umpasa ialah karya sastra dalam bentuk syair/puisi dari nenek moyang bangsa Batak Toba
yang isinya biasanya berupa restu, nasehat dan doa bagi orang yang menerimanya. Umpasa ini
disampaikan dalam adat Batak Toba dan ditujukan bagi muda mudi dan calon pasangan pengantin.
Umpasa masa kini telah berkembang mengikuti zaman seiring kemajuan waktu dan tidak terpaut lagi
dengan umpasa yang sudah ada sejak dahulu.
44
https://www.hitabatak.com/kumpulan-umpasa-batak-untuk-acara-pesta-perkawinan/, 20
Maret 2020, 18.50 WIB.
sitoluntuho, ulos ini biasanya harus baru yang tidak pernah dipakai dan tentunya
mempunyai nilai keindahan.45 Dan yang terakhir si pria tersebut akan memberikan
benda berharga seperti perhiasaan yang indah dan tentu benda tersebut sesuai dengan
dari pemberian si perempuan itu kepadanya. Selanjutnya acara pun ditutup dengan
ucapan syukur bersama yang maksudnya acara tersebut sudah selesai. Acara ini
menunjukkan bahwa si pria berkenan dan tertarik kepada anak perempuan tulangnya
tersebut. Akan tetapi jika si pria tidak berkenan atau tidak tertarik kepada anak
perempuan tulangnya maka pria tersebut bersama orang tuanya haruslah juga
dalam adat masyarakat Batak Toba, tulang memiliki kehormatan dan hal ini terdapat
dalam filosofi masyarakat Batak Toba yaitu dalihan na tolu. Dalam pertemuan
tersebut, pria dan ibunya menyampaikan maksud bahwa dia akan melamar putri
45
Wawancara, dengan Murniaty Nababan, tanggal 20 Maret 2020, pukul 19.45 WIB.
ada maka tulangnya tidak akan menolak izin tersebut dan menerimanya sambil
memberikan persetujuan berupa berkat kepada si pria dan akan menganggap putri
orang lain yang akan dinikahi bere46nya tersebut sebagai putrinya. Langkah awal ini
3.1.2 Martandang
Proses adat yang kedua yaitu martandang. Seorang pria yang melakukan
kegiatan ini pada masa itu karena ingin mencari pasangan diluar paribannya (tidak
perkawinan Batak Toba, yang berperan lebih dominan adalah pihak pria, dimana pria
pendamping hidup si pria dan meneruskan keturunan dari kedua belah pihak
keluarga. Pihak pria tidak terlepas dari setiap proses adat yang berlaku dalam
masyarakat Batak Toba dari zaman ke zaman. Setelah mengunjungi boru ni tulang
(pariban), proses adat perkawinan Batak Toba sebelum tahun 1970 di Kecamatan
Medan Area yang tetap mengikuti adat asli dari daerah asal masyarakat Batak Toba
perkawinan adat adat Batak Toba yaitu mangebati boru ni tulang (kunjungan
pariban), dimana jika seorang pria yang tidak tertarik dengan paribannya maka ia
46
Bere ialah istilah panggilan keponakan dalam adat istiadat Batak Toba.
gadis).47 Kegiatan ini tidak lain adalah untuk mendapatkan perempuan pilihan pria
berasal dari daerah asalnya (bona pasogit), biasanya saat malam hari tiba pemuda
tersebut tidak tidur di rumah orang tuanya akan tetapi ia memilih untuk tidur di suatu
tempat yang dinamakan sopo, karena sopo yang ada di daerah toba merupakan tempat
penyimpanan padi, beda halnya dengan sopo yang berada di Kecamatan Medan Area
pada zamannya sebelum tahun 1970 berbentuk seperti kedai yang diisi oleh beberapa
pemuda yang usianya sudah memasuki usia dewasa dalam perkawinan.48 Mereka
akan duduk berbicara bersama dan jika sudah mulai mengantuk akan tidur disitu juga.
Bukan hanya kegiatan pria saja yang dijadikan sebagai penelitian, akan tetapi juga
dengan perempuan, penelitian ini mendapatkan bahwa para perempuan Batak Toba
yang sudah memasuki usia dewasa di Kecamatan Medan Area ini tidak lagi juga
tinggal di rumah orang tuanya melainkan mereka juga akan tinggal bersama dengan
teman sebayanya yang sudah memasuki usia dewasa di sebuah rumah yang dimiliki
oleh seorang balu (seorang wanita yang hidup sendiri ditinggal suami/janda) karena
supaya balu tersebut bisa menjaga dan mengawasi para perempuan tersebut. Hal ini
47
E.H Tambunan, Sekelumit Mengenai Masyarakat Batak Toba dan Kebudayaannya,
Bandung: Tarsito, 1982, hlm. 54.
48
Wawancara, dengan Viktor Simanjuntak, tanggal 23 Maret 2020, pukul 10.40 WIB.
masing dari tradisi yang sudah ada sejak lama tadi, mereka akan melakukan
pertemuan disuatu tempat. Akan tetapi pertemuan itu tidak bisa dilakukan
memperkenankannya. Dengan adanya kegiatan martandang ini hal itu bisa teratasi
dan para pria tersebut bisa menjumpai perempuan idamannya untuk mengenal satu
Kegiatan martandang ini bisa dilakukan dengan wilayah yang berbeda dan
waktunya juga fleksibel biasanya pada siang dan malam hari. Dalam adat Batak Toba
wajib seseorang mencari pasangannya yang berasal dari suku Batak Toba juga hal ini
Batak Toba maupun dilingkungan masyarakat umum, akan tetapi jika hal itu tidak
bisa dilakukan, maka jika mendapat jodoh diluar dari suku Batak Toba, seseorang
yang berasal dari suku lain tersebut akan dibuat menjadi bagian dari masyarakat
Batak Toba berdasarkan aturan dan upacara adat yang berlaku. Dalam martandang
seringkali pria mengajukan teka teki atau pantun dan semakin dalam akan mengarah
ke hal-hal yang lebih khusus. Kalau martandang ini semakin sering dilakukan maka
para pria dan perempuan yang memasuki usia dewasa tersebut juga akan semakin
tidak dilaksanakan lagi, hal ini dimulai ketika masyarakat Batak Toba di Kecamatan
Medan Area sudah mengalami perkembangan dalam pemikirannya yaitu sekitar tahun
1970 dan setelahnya. Seperti pada anak muda mudi yang lebih suka menulis surat dan
3.1.3 Domu-domu
cukup serius untuk melangsungkan adat perkawinan. Setelah kedua muda mudi tadi
menyatakan dan memberi sikap saling menyukai melalui pertemuan dari martandang
Domu-domu ini mempunyai peranan penting dari pihak pria dalam menyampaikan
(pihak penerima istri) baik dari keluarga laki-laki maupun perempuan dan hal ini
menjadi suatu keunikan dalam proses adat perkawinan Batak Toba. Domu-domu
mempunyai peranan penting sebagai perantara untuk menjodohkan pria dan wanita
49
Domu-domu yaitu perantara pihak keluarga pria dan keluarga wanita dalam persetujuan
untuk dilangsungkan langkah yang lebih serius.
pihak untuk mencapai persetujuan dalam hal maskawin. Sebagai jerih payah untuk
menerima hadiah atas hal itu atau yang disebut upa domu-domu (pembayaran untuk
supaya tercapainya tujuan diantara kedua belah pihak dan tidak menimbulkan
dengan cara apa yang sudah dilakukan pria tersebut maka pria tersebut pun sebelum
kehidupan mereka akan dilimpahi nasib baik atau tidak. Untuk keadaan seperti ini ada
suatu tujuan yang dilakukan si pria tersebut dengan memohon agar diberi petunjuk
dalam mimpinya. Di dalam mimpi tersebut, pria itu akan diberi petunjuk dalam
proses rencana perkawinannya dengan perempuan pilihannya itu akan diteruskan atau
tidak. Apabila dalam mimpinya dia melihat perempuan itu mengambil air dari sumber
mata air maka hal ini merupakan suatu pertanda baik. Namun jika dia melihat
perempuan itu bekerja keras seperti mengangkat barang berat maka hal ini pertanda
50
J.C Vergouwen, op.cit., hlm. 213-214.
perempuan pilihannya dipengaruhi oleh mimpi karena pada saat itu dimana
(mistis) dan mimpi merupakan sesuatu yang akan terjadi dalam kehidupan nyata. Jika
perempuan belum mengenal pria yang akan menjadi jodohnya, ia akan berusaha
mencari informasi dari orang-orang sekitar yang bisa dipercaya sebelum bertindak
mengambil keputusan yang terbaik. Jika semua hal sudah dikerjakan dengan baik dan
mendapatkan hasil yang memuaskan diantara kedua pihak (pihak perempuan dan
maka dilanjutkan dengan acara pertukaran tanda (janji lisan dan tanda
atau yang lebih tua. Pria tersebut akan memberikan benda berbentuk seperti kotak
atau sekitar lima puluh rupiah)52 sebagai tanda hata (nasihat) dari pihaknya. Namun
dari pihak perempuan biasanya akan memberikan sebuah ulos53 yang mempunyai
nilai lebih sedikit dari pemberian si pria. Pertukaran ini mempunyai makna bahwa
kedua pihak memiliki maniop yaitu tanda yang bisa dirasakan atau dipegang dari janji
51
Bisuk Siahaan, Batak Toba Kehidupan di Balik Tembok Bambu, Jakarta: Kempala
Foundation, 2005, hlm. 57.
52
J.C Vergouwen, op.cit., hlm. 215.
53
ulos yaitu salah satu kain khas Indonesia yang berasal dari daerah Batak Toba, warnanya
dominan merah, hitam, putih. Pada mulanya ulos ini digunakan sebagai selendang atau sarung dan
pelaksanaan adat Batak Toba. Banyak jenis ulos yang digunakan dalam berbagai acara adat Batak
Toba seperti ulos yang digunakan pada adat perkawinan yaitu Ulos Ragi Hotang dan Ulos Hela.
ditetapkan.
kedua belah pihak, maka didapati kesepakatan untuk melanjutkan ke proses adat
selanjutnya yaitu penetapan pertunangan menuju ikatan yang resmi, karena dalam
adat yang satu ini ketika memasuki langkah pertunangan selalu berjalan lancar
dikarenakan adanya janji dan tanda yang sudah diberikan tadi. Namun terkadang ada
juga yang tidak berjalan lancar hal ini dikarenakan seorang pria meninggalkan
tunangannya tanpa adanya suatu alasan, maka ikatan perjanjian yang telah dilakukan
sebelumnya akan batal dan tanda yang telah diberikan perempuan kepada si pria akan
dikembalikan kepadanya dan akibatnya pria tersebut akan mendapatkan teguran dari
ikatan perjanjian yang diberikan si pria kepada perempuan tidak akan diperhitungkan
jika pertunangan dibatalkan atau pasangan tersebut bercerai dikemudian hari. Barang
tersebut dianggap sebagai suatu benda kecil yang bertebaran dan tidak berharga yang
54
J.C Vergouwen, op.cit., hlm. 218.
Kecamatan Medan Area, pertunangan dilakukan jika berbagai adat dan ketentuan
sebelumnya sudah berhasil dilakukan dan menghasilkan rencana yang baik, biasanya
pertunangan ini berbeda dengan pertunangan di masa pada tahun 1970 dan
setelahnya, disini hanya dilakukan pertemuan sederhana kedua belah pihak yang
membicarakan bahwa pasangan yang akan menikah ini benar-benar sudah yakin dan
Dalam proses adat ini terdapat beberapa masyarakat yang dianggap penting
seperti kerabat, masyarakat dan raja adat. Penetapan pertunangan merupakan tahap
ditetapkannya suatu perjanjian yang pasti antara kedua mempelai dan untuk itu
dianggap sudah dipertunangkan sebagaimana biasanya dalam adat yang berlaku pada
saat itu ketika perempuan itu sudah menjadi tunangan si pria. Keluarga pihak parboru
akan menyediakan kepada pihak paranak beserta kerabatnya mangan pudun55 dan
disini akan dilakukan pembayaran patujolo sebagai uang muka untuk adat
perkawinan, akan tetapi hal itu belum menjadi suatu jaminan bahwa adat perkawinan
akan dilangsungkan nantinya. Jika diantara anggota keluarga dekat paranak salah
satunya tidak dapat hadir dalam acara jamuan yang diadakan oleh pihak parboru
dekatnya itu yaitu bagian-bagian penting dari hewan yang disembelih pada saat adat
55
Makan bersama untuk memperkuat suatu keputusan yang dihasilkan dari suatu putusan
masalah dalam adat dan tradisi Batak Toba.
memberi tahu orang tua masing-masing bahwa mereka telah mempunyai kesepakatan
namun si pemuda akan dijamu makan yang menurut tradisinya terdiri dari nasi dan
ikan mas. Ketika ayah perempuan tersebut telah setuju dengan maksud dan tujuan
pria tersebut, maka ia akan diberikan ulos ni hela yaitu sebagai pertanda untuk calon
menantu dan biasanya ini diberikan pada saat adat perkawinan (ulaon unjuk).
Setelah kedua belah pihak sudah saling dekat dan mengenal, maka mereka
merundingkan hal-hal yang berhubungan dengan keuangan yang lebih fokus kepada
(istri) diperlukan biaya tertentu, dan karena tanggungjawab ini ada pada paranak
menyampaikan pesan dari orang tua si pria kepada ayah perempuan, bahwa anak
perempuannya telah berjanji dan bersepakat di dalam ikatan adat istiadat. Jika ayah
perempuan sudah setuju, maka dia akan memberitahu kepada domu-domu (perantara)
tersebut untuk disampaikan kepada orang tua pria tersebut. Pembicaraan tentang
juga merupakan tanggungjawab dari domu-domu karena dia lah yang memulai
pembicaraan itu.
seperti hadirnya unsur Dalihan Na Tolu, raja adat dan juga jika permintaan akan
sinamot terlalu besar dari jumlah yang telah ditetapkan sebelumnya oleh pihak pria
maka domu-domu akan mengambil peranan untuk mencari jalan tengah yang bisa
membuat kedua pihak setuju dan sepakat untuk sinamot tersebut. Jika sinamot telah
disetujui kedua pihak, maka di waktu selanjutnya paranak bersama anggota keluarga
56
Yaitu ulos yang diberikan pada upacara adat perkawinan Batak Toba oleh orang tua
pengantin perempuan kepada menantu laki-laki (helanya). Maknanya adalah supaya ikatan perkawinan
kedua mempelai kuat seperti ikatan rotan.
57
Wawancara, dengan Poltak Simanjuntak, tanggal 25 Maret 2020, pukul 15.20 WIB.
yang berlaku pada saat itu ialah seperti benda berharga, hewan peliharaan
tentang makanan pada adat dan jumlah pekerja yang akan melayani dan membantu
dalam berjalannya adat itu nantinya. Perlu diketahui, sebelum tahun 1970 ini sering
sekali dalam pelaksanaan marhata sinamot terjadi perdebatan yang cukup serius
diantara kedua belah pihak dikarenakan pengaruh adat yang cukup kental, saat pihak
perempuan meminta bayaran yang tinggi di sanggah oleh pihak laki-laki untuk
berusaha menekan “harga” supaya biaya pengeluaran tidak terlalu banyak maka
kemungkinan dari kejadian ini pelaksanaan adat perkawinan bisa gagal karena
58
Biasanya dibagikan kepada:
1. abang atau adik orang tua dari perempuan
2. tulang atau saudara laki-laki dari ibu perempuan
3. pariban atau kakak dari perempuan yang sudah berkeluarga, jika tidak ada maka
digantikan oleh saudara perempuan ayah (namboru) dari ayah perempuan tersebut.
59
Bungaran Antonius Simanjuntak, Struktur Sosial dan Sistem Politik Batak Toba Hingga
1945: Suatu Pendekatan Sejarah, Antropologi Budaya Politik, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor
Indonesia, 2016, hlm. 117.
masyarakat Batak Toba untuk melangsungkan adat perkawinan pada masa itu yakni
mulai dari mangebati boru ni tulang dan sampai ke tahap yang menjadi tujuan utama
yaitu pesta adat (ulaon unjuk). Pesta adat ini rangkaian seremonial yang cukup rumit
diikuti oleh banyak orang dengan waktu yang cukup panjang tujuannya ialah supaya
setiap orang yang mengenal keluarga pasangan pengantin itu mengetahui bahwa
mereka sudah sah menjadi pasangan suami istri, maka kedua belah pihak yang sudah
cukup sepi dan belum banyak pemukiman. Dalam pelaksanaan pesta adat ini
secara resmi dilakukan pada bagian acara parunjuhon dalam adat perkawinan Batak
Toba, di dalam parunjuhon ini terdapat daging dan nasi yang diberikan paranak
kepada parboru. Seorang dari kelompok parboru bertugas penting sebagai pembawa
sebuah bakul yang ditutupi dan berisi daging yang disiapkan. Dalam adat perkawinan
masyarakat Batak Toba paranak sebagai panjuhuti (yang menjamu dengan daging)
seperti menyediakan seekor hewan peliharaan (kerbau atau babi) untuk jamuan
bersama.
yang disediakan dan diberikan parboru sebagai makanan untuk paranak yaitu sejenis
ikan mas (dengke).60 Jambar akan dibicarakan di dalam lingkungan rumah dan tentu
berbeda dengan sisa pembayaran perkawinan yang dibicarakan di depan umum atau
di halaman rumah (atas tikar), dalam hal ini dijelaskan hal-hal yang sudah
dilaksanakan dengan baik dan apa yang masih harus dibayar. Parboru
secara individu dikarenakan sumbangan mereka pada saat acara jamuan makan.
Parboru juga mengarahkan kepada paranak untuk memberitahukan siapa saja dari
Dari proses ini ada beberapa yang tidak mempunyai kaitan dengan
kekerabatan yang ada pada masyarakat Batak Toba yaitu seperti pembayaran untuk
kepada masing-masing raja adat dari kedua belah pihak, pemberian dalam bentuk
uang bagi undangan yang hadir (olop-olop). Hula-hula parboru yang akan
60
J.C Vergouwen, op.cit., hlm. 226-227.
akan dihidangkan berbagai macam makanan dengan makanan pokoknya ialah nasi
yang diatasnya ada satu ekor ikan. Disini juga keluarga dan kerabat serta raja adat
diantara kedua mempelai ini akan menyampaikan nasihat dan kata berkat bagi
pasangan suami istri yang baru saja melangsungkan adat perkawinan tersebut
tentunya juga mempunyai harapan agar mereka sebagai suami istri untuk waktu yang
akan datang dan selamanya menjadi pasangan yang hidup rukun. Setelah
penyampaian itu, dilanjutkan dengan makan bersama dan ada bagian terakhir seperti
pemberian ulos, jambar, dan tumpak yang masih tersisa. Maka bisa dikatakan dari
seluruh rangkaian proses yang sudah berlalu adat perkawinan masyarakat Batak Toba
tidak terlepas dari pengaruh keluarga, kerabat dan masyarakat sekitar. Maka pesta
adat perkawinan (ulaon unjuk) ini dianggap sudah selesai dan pasangan tersebut
Dalam beberapa hari setelah pesta adat, biasanya pada rentang waktu satu
minggu, di sisi lain pihak paranak bersama pengantin dan kerabat terdekat akan pergi
ke rumah pihak orang tua dari wanita (parboru) dan sebaliknya pihak parboru juga
mengunjungi pihak paranak yang tinggal bersama pengantin yang belum dipajae
yang disebut paulak une, maksudnya ialah mengadakan kunjungan resmi pertama
setelah pesta adat telah selesai. Sebelum melakukan kunjungan, pihak paranak akan
memberitahukan kepada keluarga parboru supaya bisa memberikan waktu yang tepat
bersama pengantin dan tetua adat ke rumah pihak parboru dan sebaliknya kedatangan
pihak parboru ke rumah paranak yang disana juga ada pengantin yang belum dipajae
dengan membawa makanan sesuai tradisi dan adat yaitu berupa daging babi atau
kerbau yang sudah dimasak, nasi dan minuman kemudian dilanjut dengan makan
bersama serta memberikan ucapan terima kasih, nasehat dan doa. Setelah
melaksanakan paulak une, barulah di lain waktu selanjutnya pihak parboru maupun
Secara umum dalam adat Batak Toba, manjae ialah hidup berpisah dari
orang tua ketika anaknya yang bukan anak bungsu sudah menikah dan maningkir
tangga ialah melihat anak yang sudah dipajae mandiri membangun rumah tangganya.
membawa makanan berupa dengke (ikan mas) beserta nasi. Setelah pihak parboru
maupun paranak datang mereka akan makan bersama dengan pengantin kemudian
pihak parboru maupun paranak akan menyampaikan nasihat dan doa supaya
pengantin baru ini rajin bekerja, menjadi orang tua yang baik dan bersikap sopan
santun kepada semua orang begitu juga dengan pengantin tersebut memberikan
ucapan terima kasih kepada orang tuanya. Dalam konteks kedudukan hak dan
kewajiban laki-laki yang sudah dewasa, pada masa ini jika seorang pria berstatus
sebagai anak bungsu maka dia akan menjadi pewaris dari apa yang dimiliki oleh
orang tuanya, begitu juga sebaliknya jika seorang pria berstatus bukan anak bungsu,
maka ia dan istrinya akan dipajae yaitu tidak lagi hidup bersama dengan orang tua
nya dan akan hidup terpisah dari orang tuanya begitu juga dengan pencahariannya
yang sebelumnya telah diberikan bekal pekerjaan dari orang tuanya berupa harta
Pengantin yang baru itu telah diarahkan oleh masing-masing orang tua
mereka untuk membangun keluarga sendiri dengan tujuan supaya mereka mempunyai
pikiran sebagai calon orang tua dan dapat mengendalikan rumah tangganya. Dalam
pelaksanaan keseluruhan adat perkawinan ini memiliki makna dan fungsi masing-
masing. Proses yang cukup panjang dan berhari-hari ini tidak lain merupakan
cerminan dari apa yang ada di dalam pengetahuan kelompok masyarakat atau
individu pada masa itu dan menempatkan perkawinan sebagai suatu proses yang
penting dalam kehidupan. Secara keseluruhan proses adat ini sudah disimpulkan dari
Ritual adat Batak Toba yang tetap dilaksanakan di Kecamatan Medan Area
yaitu adat perkawinan, adat kelahiran, adat ulang tahun, adat dukacita, adat malua61
dan adat memasuki rumah baru. Dalam menjalani kehidupan masyarakat, suku Batak
61
Malua (Naik Sidi) istilah dalam masyarakat Kristen Batak Toba ketika seseorang yang
sudah dewasa dalam umur dan iman. Biasanya malua dilakukan ketika seseorang sudah berusia 17
tahun keatas dan hal ini menjadi syarat seseorang untuk melaksanakan perkawinan.
masyarakat Batak Toba mulai mengalami perubahan dalam arti kelegaan dan
fleksibel pada proses pelaksanaannya di Kecamatan Medan Area, hal ini dikarenakan
adanya pengaruh perkembangan waktu dan pemikiran pada masyarakat Batak Toba.
Orang Batak Toba disini mulai memunculkan jati diri mereka dengan kelebihan yang
mereka miliki melalui pekerjaan yang mempengaruhi kelas sosial mereka dan
ialah semakin sedikitnya perkawinan yang dilakukan dengan pariban kandung karena
aturan yang ada dari persekutuan keyakinan masing-masing masyarakat Batak Toba
Area pada tahun 1970 dan setelahnya juga mengalami perubahan lain dari sudut
pandang agama karena mayoritas masyarakat sudah meyakini dan terpengaruh oleh
kepercayaan yang sudah ada dan adanya aturan-aturan yang berlaku sebagai bagian
dari perkembangan waktu, seperti jika suatu keluarga yang akan melaksanakan adat
perkawinan akan dianggap sah dan diakui secara adat dan agama maka haruslah
mendapatkan pemberkatan dari gereja. Secara tidak langsung hal itu membuat mereka
berpikir untuk menyatukan unsur agama dan adat dalam setiap proses pelaksanaan
adat perkawinan, tujuannya ialah supaya hubungan perkawinan dan keluarga yang
62
Wawancara, dengan Arkan Hutasoit, tanggal 28 Maret 2020, pukul 12.55 WIB.
juga telah menjalankan aturan yang isinya memuat peraturan dalam adat istiadat
masyarakat. Tentu hal ini dilakukan untuk mendukung keberadaan masyarakat Batak
Toba yang di dalam kehidupannya tidak terlepas dari berbagai aspek seperti
Pada rentang waktu mulai tahun 1970 dan setelahnya proses adat
perkawinan Batak Toba membutuhkan waktu yang cukup beragam, hal ini tidak
terlepas dari kebutuhan biaya yang besar, salah satunya dengan munculnya
kelangsungan suatu adat perkawinan Batak Toba bisa terlaksana dengan efisien dan
bagian dari sifat gengsi masyarakat Batak Toba. Pelaksanaan adat perkawinan Batak
Toba pada masa tahun 1970 dan setelahnya di Kecamatan Medan Area didasari oleh
hukum adat, perundang-undangan dan hukum agama. Suatu adat perkawinan Batak
Toba dikatakan sah dan sesuai dengan hukum adat apabila memenuhi syarat utama
dari beberapa syarat yang ada yaitu diwajibkan mempunyai persetujuan dari masing-
masing orang tua pasangan. Proses pelaksanaan adat perkawinan masyarakat Batak
Toba di Kecamatan Medan Area pada tahun 1970 dan setelahnya berdasarkan
4.1.1 Mangaririt
Medan Area, kegiatan awal sebelum pesta adat perkawinan (ulaon sadari)
masyarakat Batak Toba ialah mangaririt. Karena adat mangebati boru ni tulang
(kunjungan pariban) seperti di daerah asal (bona pasogit) mulai tidak dilakukan lagi
pada tahun 1970 dan setelahnya di Kecamatan Medan Area, maka kegiatan
martandang juga tidak dilakukan karena keduanya itu merupakan acara adat yang
cukup sama dan diganti karena adanya faktor-faktor yang menyebabkan perubahan
seperti perkembangan pemikiran pada masyarakat Batak Toba juga supaya lebih
praktis dengan acara adat mangaririt yaitu kegiatan seorang pria yang mencari wanita
pilihannya sendiri. Kegiatan ini masih dilakukan sekitar tahun 1970 oleh para pria
yang memasuki usia dewasa yang akan melangsungkan adat perkawinan. Seorang
pria yang akan membentuk suatu rumah tangga haruslah mencari seorang wanita
yang sama-sama sudah memasuki usia dewasa (minimal berusia 18 tahun) supaya
perundang-undangan dan hukum agama. Pada tahun 1970 dan setelahnya, mangaririt
ini tetap pada pengertian awalnya yaitu berkunjungnya seorang pria ke rumah seorang
wanita pilihannya biasanya pada waktu pacaran dan umumnya dilakukan pada malam
63
Wawancara, dengan Viktor Simanjuntak, tanggal 29 Maret 2020, pukul 17.30 WIB.
pria akan memainkan alat musik atau bernyanyi bersama dengan pasangannya.
pilihannya dan disini dia berhak memilih calon pasangannya. Setelah pria tersebut
dengan mantap mendapatkan calon istri yang dipilihnya tadi dan sudah matang untuk
memberikan tanda (mangalehon tanda). Dalam acara pemberian tanda ini seorang
pria telah tepat menemukan perempuan pilihannya sebagai calon istrinya. Kemudian
keduanya saling memberikan tanda dan diadakan jamuan makan ala kadarnya.
Biasanya laki-laki akan memberikan uang atau perhiasan kepada pasangan calon
sarung atau ulos yang baru biasa disebut dengan ulos situlontulo kepada pasangannya
itu.64
perempuan dan dilaksanakan pada malam hari.65 Setelah pemberian tanda ini, maka
terbentuklah ikatan yang terjalin antara dua orang muda mudi yang akan
melangsungkan pesta adat. Orang tua dari pasangan kedua muda mudi ini juga harus
tahu dengan acara mangalehon tanda ini karena mereka menjadi saksi dan ikut
64
Wawancara, dengan Viktor Simanjuntak, tanggal 29 Maret 2020, pukul 17.30 WIB.
65
Kencana Sembiring Pelawi, Pandangan Generasi Muda Terhadap Upacara Perkawinan
Adat di Kota Medan, Jakarta: Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, 1998, hlm. 23.
penyampaian lamaran yang dilakukan oleh pihak pria kepada perempuan. Dalam
tahapan ini orang tua dari pria ikut berperan aktif dimana orang tuanya membutuhkan
dan tujuan dari keluarga pihak pria kepada pihak wanita bahwa pria (anak laki-laki
mereka) tersebut sudah mempunyai ikatan janji dengan anak perempuan mereka
(keluarga dari pihak wanita). Persetujuan dari ayah dan keluarga pihak wanita
pria yang telah menemukan wanita pilihannya dan sudah sampai pada tahap domu-
domu ini biasanya mengalami mimpi baik atau buruk yang pasti dihubungkan dengan
proses adat tersebut. Akan tetapi pada tahun 1970 dan setelahnya, kebiasaan itu
walaupun dialami dalam mimpi salah satu mempelai akan dianggap hal belaka karena
keadaan dan pemikiran mereka yang sudah tidak percaya akan hal-hal mistis begitu
pasangan. Pada aturan adat Batak Toba, seorang pria yang akan menikah tidak
keseriusan. Biasanya pria tersebut datang membawa utusan yang terdiri dari kakak
atau adik perempuan yang sudah berumah tangga dari ayah pria tersebut, adik atau
abang laki-laki yang sudah berumah tangga dari ayah pria tersebut dan orang tua si
pria. Setelah utusan tersebut sudah lengkap dan hari yang telah ditentukan sudah tepat
maka kedatangan mereka ke rumah calon mempelai wanita akan disambut oleh orang
Dari pertemuan kedua keluarga mempelai ini, mereka akan berbicara pada
hal-hal yang biasa namun dari pembicaraan biasa itu, akan ada salah satu saudara
laki-laki dari keluarga perempuan bertanya tentang maksud dan tujuan kedatangan
pihak pria tersebut. Kami menerima informasi dari “pemuda” ini ketika dia
mangaririt ke lingkungan ini dia melihat dan terpikat dengan seorang gadis, setelah
kami diskusi ternyata gadis yang disukainya itu salah satu anggota keluarga dari
rumah ini. Maka kedatangan kami ingin menyampaikan lamaran dan keseriusan
mewakili pihak pria sekaligus bertanya apakah lamaran ini disetujui atau tidak.
biarkan kami bertanya dulu kepada boru kami itu yang sedang berada dikamar. Salah
satu saudara perempuan dari gadis tersebut pun bertanya kepadanya dikamar. Setelah
pertanyaan khusus tadi, maka jawabannya ialah benar adanya bahwa pria yang datang
tersebut adalah calon pasangannya dan wanita tersebut menerima lamaran pria yang
dari pihak pria dan pihak wanita yang akan membicarakan rencana dan hal-hal yang
4.1.3 Marhusip
pembicaraan singkat diantara kedua belah pihak yaitu marhusip. Marhusip ialah
berbisik-bisik ketika masing-masing utusan dari kedua belah pihak bertemu untuk
merundingkan rencana dalam pesta adat nantinya, biasanya pertemuan ini bersifat
tertutup antara kedua keluarga mempelai dan tokoh adat. Topik utama dari
pembicaraan ini ialah mengenai mahar/maskawin yang harus dipersiapkan oleh pihak
laki-laki kepada pihak perempuan, biasanya hewan yang akan disajikan pada saat
pesta adat perkawinan sudah merupakan bagian dari maskawin. Selain itu, kedua
keluarga ini juga membicarakan segala sesuatunya seperti ulos yang akan diberikan
parboru kepada paranak, tempat acara adat, dan tidak dilupakan saran dan arahan
66
Ibid., hlm. 30.
khusus diantara kedua keluarga tersebut. Di hari selanjutnya kedua keluarga calon
pasangan ini mengadakan tradisi marhata sinamot. Marhata Sinamot pada dasarnya
ialah pembicaraan tentang jumlah atau bentuk seperti apa maskawin yang akan
diberikan keluarga pria kepada keluarga wanita. Pada pelaksanaan marhata sinamot
ini kedua orang tua dari masing-masing calon pasangan mengadakan perkenalan
secara resmi. Untuk memenuhi persyaratan marhata sinamot dan filosofi Dalihan Na
Tolu dalam acara ini hadir pula kawan semarga, boru, tulang dari pihak pria dan
kesepakatan kepada pihak perempuan mengenai aturan adat perkawinan yang akan
dilaksanakan. Karena pada tahapan ini merupakan tahap penentu dalam tujuan utama
yaitu pernikahan, maka wujud dari hak dan kewajiban masing-masing antara calon
kedua pasangan beserta keluarga haruslah diemban dengan baik supaya nantinya adat
Sinamot menjadi hal dasar yang penting dan harus dipatuhi dan tidak bisa
dihilangkan dalam urutan dan tata cara perkawinan masyarakat Batak Toba.
Pengertian dari pemberian sinamot pada prinsipnya iala proses memberi dan
menerima. Bagi masyarakat Batak Toba, sinamot merupakan harga diri keluarga
karena bagi pihak perempuan apa yang sudah diberikan orang tua kepada anak
perempuannya semasa hidupnya akan terlihat jumlahnya pada waktu anaknya akan
kesepakatan yang disetujui oleh kedua keluarga pada saat acara marhusip begitu juga
wanita dengan waktu yang telah disepakati dan membawa makanan sesuai tradisi dan
adat. Kemudian setelah diterima masuk, mereka akan makan bersama dari makanan
yang dibawa keluarga pria. Setelah menikmati makanan maka dilanjutkan dengan
marhata sinamot dengan pembicaraan yang isinya adalah mengenai maskawin yang
akan diberikan pihak pria kepada wanita. Namun dalam pembicaraan itu ada proses
tawar menawar yang membuat keadaan cukup rumit, akan tetapi setelah tawar
menawar itu nantinya keputusan jumlah yang diberikan akan jatuh pada jumlah yang
telah dibicarakan pada waktu marhusip walaupun jumlahnya tidak terlalu sama atau
Sinamot sebelum tahun 1970 tentulah berbeda dengan sinamot pada tahun
1970 dan setelahnya, hal itu bisa dilihat dari bentuknya dikarenakan keadaan
ekonomi dan sosial dari masing-masing masyarakat Batak Toba yang ada di
Kecamatan Medan Area berdasarkan waktu yang cukup jauh berbeda. Sebelum tahun
1970 sinamot yang dikenal ialah berbentuk seperti harta atau benda berharga, hal ini
merupakan suatu kebanggaan bagi pihak pria dan kehormatan bagi pihak wanita.
Namun pada waktu tahun 1970 dan setelahnya, pemikiran yang cukup maju dan
67
Basyral Hamidy Harahap dan Hotman M. Siahaan, op.cit., hlm. 104.
untuk memelihara hewan seperti kerbau dan babi dan semakin berkembangnya
seorang pria pada saat itu.68 Pada masa tahun penelitian yaitu dalam rentang waktu
tahun 1970 dan setelahnya, sinamot yang terdiri dari uang biasanya atau pada
umumnya berjumlah sekitar Rp. 150.000 sampai Rp. 200.000 yang sudah disetujui
oleh pihak wanita kemudian diserahkan oleh pihak pria kepada pihak wanita pada
saat marhata sinamot dan pihak wanita yang menerima maskawin (sinamot) dikenal
Hal-hal utama yang dibicarakan dan diputuskan dalam acara ini yaitu :
1. Tempat pesta adat perkawinan dengan pilihan taruhon jual69 atau di alap
jual.70
68
Wawancara, dengan Parningotan Simanjuntak, tanggal 30 Maret 2020, pukul 12.30 WIB.
69
Taruhon Jual ialah pesta adat perkawinan yang dilakukan di pihak laki-laki dan sinamot
yang diberikan pihak laki-laki kepada pihak perempuan lebih sedikit jumlahnya.
70
Alap Jual ialah pesta adat perkawinan yang dilakukan di pihak perempuan dan sinamot
yang diberikan pihak laki-laki kepada pihak perempuan lebih besar jumlahnya.
menyerahkan uang ingot-ingot (uang ingat-ingat) dengan aturan dari pihak paranak
dua dan dari pihak parboru satu yang diserahkan kepada dongan sahuta (masyarakat
yang ikut berperan dalam tahapan proses adat perkawinan). Ketika munculnya
perkembangan dan pengetahuan pada masyarakat Batak Toba sekitar tahun 1970 dan
marhusip yang telah dilakukan sebelumnya, dengan kata lain yaitu pelaksanaan
marhata sinamot hanya formalitas saja, sebab sebelum marhata sinamot sudah
dilakukan marhusip.
kedua orang tua dari pasangan pria dan wanita saja, melainkan juga menjadi urusan
semua keluarga dan jika lebih kompleks masyarakat sekitar juga ikut berperan,
menolong). Oleh karena itu, orang tua dari pria akan mengumpulkan seluruh
Martonggo Raja sudah menjadi hal yang umum bagi masyarakat Batak Toba
karena kegiatan ini salah satu adat yang cukup penting dilaksanakan sebelum
menggelar suatu acara baik adat perkawinan maupun adat kematian sehingga
masyarakat Batak Toba di Kecamatan Medan Area pada rentang waktu tahun 1970
dan setelahnya juga tetap melaksanakan acara ini sebelum menggelar suatu acara
adat.
sahuta), boru/bere, raja adat dan hula-hula karena sudah menjadi aturan adat yang
berlaku. Pada intinya acara martonggo raja ini menjadi ruang untuk pembentukan
panitia (parhobas) yang ditugaskan pada saat acara adat dan membahas hal-hal yang
perlu dipersiapkan seperti penerima beras, penerima tamu dalam hal pembagian
posisi tempat duduk dari pihak hula-hula, petugas pembagian makanan, petugas yang
mempersiapkan olop-olop, dan sebagainya. Semua tugas itu diberikan kepada siapa
saja yang hadir pada saat acara martonggo raja. Dalam kegiatan martonggo raja ini
biasanya menjadi rapat yang bersifat serius dan khusus menggunakan bahasa Batak
Toba yang didalamnya sudah ada kesepakatan bagaimana bagian-bagian dari suatu
yang hadir.71
penerimaan ucapan selamat, apakah berbentuk uang atau ulos herbang.72 Pihak
paranak juga ada yang melaksanakan acara martonggo raja ini, namun persiapannya
kehadiran keluarga baru (boru nauli) yang akan menjadi menantu dari keluarga
paranak (parumaen).
tahun 1970 dan setelahnya sudah dipengaruhi oleh kepercayaan yang ada umumnya
Kristen, maka proses pelaksanaan adat perkawinan diisi dengan acara pemberkatan.
dilaksanakan pada saat sebelum adat perkawinan yaitu pemberkatan pada saat acara
martumpol. Martumpol yaitu salah satu tahap acara yang wajib dilakukan dalam tata
cara adat perkawinan masyarakat Batak Toba. Dalam martumpol kedua pasangan
bertukar cinci di depan pendeta (dalam lingkup gereja Protestan masyarakat Batak
Toba) dan acara ini sudah dilakukan sejak lama termasuk pada tahun penelitian ini.
71
Wawancara, dengan Dormawati Purba, tanggal 3 April 2020, pukul 11.55 WIB.
72
Ulos yang disampaikan khusus dari tamu undangan kepada pihak penyelenggara adat,
biasanya setiap marga sudah mempunyai aturan sendiri dalam hal mengenai ulos herbang ini, seperti
aturan jumlah dan alokasinya.
Dalam jangka waktu tahun 1970 dan sesudahnya kebanyakan acara ini dilakukan di
gereja dibandingkan dirumah agar terlihat lebih khusyuk dan bermakna. 73 Dalam
acara martumpol (pertunangan) dihadiri kedua orang tua mempelai, seluruh keluarga
dan acara adat perkawinan. Setelah acara martumpol biasanya ada acara adat
pemberkatan pernikahan, acara ini dilakukan pada saat hari pernikahan, orang-orang
yang hadir dalam acara pemberkatan pernikahan ini sama seperti pada saat acara
mengucap janji kesetiaan di hadapan Tuhan melalui pendeta dan disaksikan jemaat
marsibuha-buhai pada pagi hari yang merupakan acara penjemputan oleh pengantin
berupa nasi dan daging dan pihak parboru menyediakan suatu sajian berupa ikan mas
(dengke) yang menjadi arti sebagai tanda mulainya ikatan besan. Kemudian seluruh
keluarga yang hadir akan makan bersama dan setelahnya akan berangkat menuju
gereja.
73
Wawancara, dengan Dormawati Purba, tanggal 3 April 2020, pukul 11.55 WIB.
74
Kencana Sembiring Pelawi, op.cit., hlm. 26.
sudah sah menjadi pasangan suami dan istri di dalam agama dan aturan yang berlaku
melaksanakan acara martumpol seperti Pentekosta dan Karismatik dan juga beserta
Kristen Batak Protestan menjadi denominasi (agama) yang dominan pada masyarakat
perkawinan di gereja sampailah pada puncak dari proses adat perkawinan masyarakat
Batak Toba yaitu pesta adat (ulaon sadari). Kebiasaan masyarakat Batak Toba di
Kecamatan Medan Area yang akan melaksanakan ulaon unjuk sebelum tahun 1970
memungkinkan75 untuk digelar acara adat seperti mengikuti kebiasaan dari daerah
75
Karena pada tahun tersebut keadaan lingkungan di Kecamatan Medan Area belum padat
oleh pemukiman warga. Banyak terdapat tanah lapang yang bisa menjadi tempat pelaksanaan pesta
adat.
Merah Timur dan Tegal Sari yang keberadaan masyarakatnya lebih dominan
masyarakat Batak Toba menganggap hal ini sudah menjadi hal yang biasa dan cukup
baik dilakukan, dimana pada tahun 1970 dan setelahnya pelaksanaan adat perkawinan
(ulaon sadari) Batak Toba itu sendiri setelah dilakukan pemberkatan di gereja,
masyarakat Batak Toba di Kecamatan Medan Area melaksanakan pesta adat itu di
Batak Toba di Kecamatan Medan Area sudah tidak memungkinkan lagi digelar di
halaman rumah karena masyarakat yang berada di kecamatan ini sudah mulai
bertambah banyak, baik dari jumlah orangnya maupun etnisnya dan mengakibatkan
pelaksanaan adat itu lebih baik dilaksanakan di dalam ruangan. Hal ini menjadi
sesuatu yang positif bersifat membangun dan praktis. Dalam upacara adat di dalam
ruangan (wisma), pengantin dan keluarga akan menyambut para tamu di depan pintu
wisma dengan salaman dan iringan musik Batak Toba, setelah itu para tamu yang
sudah ada di dalam wisma akan menyambut pengantin dan keluarga memasuki wisma
dengan nyanyian dan musik Batak Toba. Dari segi religiusitas masyarakat Batak
Toba, upacara adat yang dilakukan ini merupakan bentuk dari penyampaian doa dan
harapan untuk pengantin dan keluarganya dan tidak lupa diawali dengan pemberian
ulos.
(suhut parboru) atau sesuai dengan istilah adatnya yaitu alap jual.76 Namun sudah
tidak asing lagi jika pelaksanaan pesta adat diadakan oleh pihak pria (taruhon jual)
pandangan ini hanya terdapat pada soal penanggungjawab pesta adat tersebut. Dalam
pelaksanaan pesta adat ini, para protokol (raja adat) yang akan mengarahkannya.
Setelah memasuki ruangan, para tamu undangan diarahkan tempat duduknya sesuai
adat oleh protokol kecuali pihak hula-hula, karena ada penyambutan khusus dari
kedua keluarga kepada hula-hula hal ini dilakukan karena hula-hula mempunyai
peranan yang tinggi pada Dalihan Na Tolu. Biasanya pihak paranak bersama tamu
undangannya. Kemudian dilanjutkan dengan makan bersama dimana pada saat itu
parhobas (pekerja) membagikan makanan berupa nasi, daging dan minuman kepada
undangan. Dalam pesta adat ini bisa terlihat kekeluargaan yang harmonis dalam
masyarakat Batak Toba. Setelah acara makan selesai, dilanjutkan dengan acara
manjalo tumpak77 paranak yaitu menerima salam kasih berbentuk uang dari tamu
posisinya di depan pengantin dan pihak paranak dan diakhiri dengan berjabatan
76
Kencana Sembiring Pelawi, op.cit., hlm. 32.
77
Tumpak dalam adat Batak Toba ialah tanda kasih dari masyarakat untuk penyelenggara
acara adat. Biasanya berbentuk uang ataupun kado.
disaat inilah dilakukan musyawarah pembagian jambar (bagian daging hewan yang
dipotong pada saat pesta adat) kepada orang-orang yang berhak menerimanya
masing-masing raja adat (protokol) dari pihak paranak dan parboru dan tentunya
melibatkan kedua pihak keluarga. Pembicaraan ini berisi tentang pihak paranak yang
memberikan jambar (potongan daging) dan uang kepada parboru beserta kerabatnya.
Selesai pemberian ini, pihak parboru akan memberikan dengke dan ulos
kepada pihak paranak, dan pihak paranak melalui protokolnya akan memberitahu
siapa yang akan diulosi (menerima ulos), disini pihak parboru bertugas menguloskan
orang-orang78 yang telah disebut protokol tadi. Sesudah penyerahan ulos tadi,
parboru kembali memberikan ulos kepada kerabat dari pihak paranak yaitu kepada
nenek, saudara laki-laki dari ayah pengantin pria, saudara perempuan dari ayah
pengantin pria, teman semarga, pariban, dan hula-hula. Mangulosi ini merupakan
bagian ritual adat yang cukup penting karena acara ini menjadi bukti tingginya nilai
78
Ulos yang wajib diberikan kepada:
1. Pengantin yaitu ulos hela
2. Ayah dan Ibu pengantin dari laki-laki yaitu ulos pergonggom dan pansamot
3. Kerabat dari ayah pengantin laki-laki yaitu ulos paraman
4. Perwakilan boru dari paranak yang bertugas mengangkat bakul nasi pada saat
marsibuha-buha i yaitu ulos tutup ni ampang.
adat) dan kedua keluarga pihak pengantin memberikan nasihat kepada pengantin dan
seluruhnya mengucapkan salam adat Batak Toba yaitu horas sebanyak tiga kali dan
ditutup dengan doa diiringi salaman berjabat tangan. Setelah itu, kebanyakan
masyarakat Batak Toba di Kecamatan Medan Area masih melaksanakan adat dan
tradisi paulak une dan maningkir tangga di saat itu juga sebagai bentuk efisensi
waktu, hal ini merupakan salah satu perubahan dalam adat perkawinan Batak Toba,
maka acara adat yang efisien ini disebut dengan ulaon sadari.79
Masih di dalam wisma, bentuk dari paulak une dan maningkir tangga ini
yaitu pengantin yang posisi sebelumnya berada di tengah wisma pada saat acara adat
depan yang dianggap sebagai rumah dan mereka akan disajikan dengke (ikan mas),
nasi, dan minuman. Kemudian orang tua, kerabat dan raja adat akan memberikan
ucapan nasehat dan doa kepada pengantin secara bergantian pada saat itu juga.
Sebagai penutup dari acara paulak une dan maningkir tangga ini, pengantin pria juga
memberikan ucapan terima kasih kepada orang tua, kerabat dan masyarakat yang
terlibat dalam melangsungkan pesta adat itu dari proses awal hingga akhir dengan
lancar.
79
Wawancara, dengan Viktor Simanjuntak, tanggal 10 April 2020, pukul 15.30 WIB.
kepraktisan dalam hal waktu. Namun, ada juga sedikit masyarakat Batak Toba di
Kecamatan Medan Area dalam rentang waktu tahun 1970 dan setelahnya masih
melaksanakan paulak une dan maningkir tangga dalam arti yang sebenarnya yaitu
dilakukan di hari selanjutnya setelah pesta adat, dikarenakan masih adanya waktu
yang cukup luang dan tidak adanya tugas yang mendesak dari kedua pengantin dan
pihak keluarga. Hal ini menjadi ketentuan dari masing-masing penyelenggara pesta
pengantin pria baik sulung maupun bungsu sudah diharuskan untuk hidup mandiri
pelaksanaan adat perkawinan Batak Toba yang cukup rumit, terdapat makna sakral
disetiap bagian-bagiannya seperti persiapan yang diperlukan, peran dan aspek dalam
upacara yang penting di dalam kehidupan masyarakat Batak Toba, karena dalam hal
ini generasi masyarakat Batak Toba bisa diteruskan dan tidak terlepas dari Dalihan
Na Tolu. Adat perkawinan menjadi suatu tradisi dan kebiasaan yang dilakukan
masyarakat Batak Toba di daerah asalnya (bona pasogit) maupun di luar daerah
asalnya. Pada masanya, banyak hal yang menyebabkan perbedaan pendapat dalam
Batak Toba yaitu upacara inti dan adat na taradat. Upacara inti yaitu cakupan
kehidupan untuk mengerti hal yang baik dan buruk yang berasal dari nenek moyang
bangsa Batak Toba yang diyakini pada masanya yaitu Debata Mulajadi Nabolon.
Adat na taradat yaitu aturan yang mendapatkan pengaruh dari suatu perkumpulan
pada masyarakat Batak Toba dan agama yang disepakati sebelum pelaksanaan pesta
adat. Adat na taradat mempunyai ciri-ciri yaitu pembuktian sesuatu yang benar dan
mempunyai manfaat secara praktis, mampu beradaptasi dan bekerja efektif dalam
pada masyarakat Batak Toba mengubah pandangan masyarakat Batak Toba pada
aturan dan kewajiban yang ada dalam upacara adat perkawinan. Dalam perubahan
umum ini, perkawinan dengan pariban kandung tidak menjadi suatu keharusan lagi
Beberapa faktor yang membuat suatu adat (adat perkawinan Batak Toba)
3. Perekonomian
4. Hubungan sosial
5. Teknologi.
mengalami perubahan dalam bentuk proses, situasi dan kondisi. Pengaruh agama di
dalam proses pelaksanaan adat perkawinan. Namun hal itu dapat disikapi dengan baik
dari musyawarah masyarakat Batak Toba itu sendiri. Di Kecamatan Medan Area
dapat dikatakan hampir sama dengan di daerah asalnya (bona pasogit) hanya saja
80
Rismawati, “Perkawinan dan Pertukaran Batak Toba”, Jurnal Academica FISIP UNTAD,
Vol. 3 No. 2 (Oktober, 2011), 715.
81
Purnama Samosir, Kajian Yuridis Tentang Perkawinan Orang Batak Toba di Perantauan
Menurut Hukum Adat Batak (Skripsi), Jember, Digital Repository Universitas Jember, 2016, hlm. 67.
4.2.1 Waktu
Area berdasarkan tahun penelitian ini yaitu sebelum tahun 1970 dengan tahun 1970
dan sesudahnya ada mengalami perubahan, yaitu dalam hal waktu. Orang Batak Toba
(bona pasogit), hal ini mereka anggap sebagai sesuatu yang berharga dan menarik
dimana dengan berkumpulnya mereka dalam suatu adat yang terdiri dari beberapa
hari membuat mereka semakin akrab dan harmonis dalam kekeluargaan. Mulai dari
adat mangebati boru ni tulang (kunjungan pariban) sampai maningkir tangga bisa
Batak Toba menganggap bahwa pelaksanaan adat perkawinan itu (mangaririt sampai
maningkir tangga) tidak membutuhkan waktu yang lama, karena dalam waktu yang
sederhana saja bisa membuat suatu pelaksanaan adat itu lebih praktis dan teratur
(ulaon sadari) sedangkan masyarakat Batak Toba yang berada di bona pasogit
(daerah asal) dan di Kecamatan Medan Area sebelum tahun 1970 tidak
mementingkan tentang waktu karena tidak adanya tugas atau aktivitas yang
Batak Toba di Kecamatan Medan Area sangat berbeda dengan kesibukan pada tahun
1970 dan setelahnya, dimana kesibukan diantara perbedaan tahun yang cukup jauh itu
sangatlah beragam dari masing-masing aktivitas dan pekerjaan yang ada pada
masyarakat Batak Toba apalagi dalam perkembangan waktu dan kondisi lingkungan,
hal inilah yang membuat perbedaan dan perubahan waktu dalam proses pelaksanaan
adat perkawinan masyarakat Batak Toba sebelum tahun 1970 dengan tahun 1970 dan
masyarakat Batak Toba membutuhkan tempat yang cukup luas, karena dalam pesta
adat biasanya banyak dihadiri oleh tamu undangan. Masyarakat Batak Toba yang
tidak terlepas dari sistem kekerabatannya membuat setiap pesta adat selalu dihadiri
oleh orang banyak karena dengan kehadiran itu mereka bisa menjalin kembali
kekeluargaan yang sebelumnya terpisah oleh jarak dan waktu. Pelaksanaan adat
perkawinan masyarakat Batak Toba di daerah asal biasanya dibuat di halaman rumah
yang cukup luas dan bisa menampung banyak tamu, keberadaannya yang sederhana
dengan tikar sebagai alas tempat duduk dan terpal sebagai pelindung dari panas
matahari. Kebiasaan ini ternyata juga masih dilakukan oleh masyarakat Batak Toba di
82
Wawancara, dengan Oppung Marhehe, tanggal 10 April 2020, pukul 11.10 WIB.
dikarenakan kondisi lingkungan di Kecamatan Medan Area yang sudah cukup padat
oleh penduduk yang semakin bertambah dan dibangunnya fasilitas umum seperti
jalan yang tidak memungkinkan pelaksanaan pesta adat itu di halaman rumah.
ruangan adat (wisma) yang bisa menjadi pendukung dalam pelaksanaan ulaon
Area juga menjadi penyebab dibangunnya ruangan adat.83 Wisma Umum yang sudah
ada pada tahun 1970 menjadi ruangan adat pertama di Kecamatan Medan Area yang
membuktikan pelaksanaan adat perkawinan Batak Toba di dalam ruangan dan mulai
masyarakat Batak Toba sebelum tahun 1970 di Kecamatan Medan Area ialah masih
mengikuti kebiasaan dari daerah asalnya (bona pasogit) dengan hidangan utama yaitu
nasi dan daging dari hewan (kerbau atau babi) yang telah diberikan oleh pihak pria
pelaksanaannya di halaman rumah. Pihak parboru dari pihak paranak yang bertugas
sebagai tempat pelaksanaan pesta adat di Kecamatan Medan Area supaya lebih baik
83
Wawancara, dengan Oppung Napitupulu, tanggal 11 April 2020, Pukul 14.40 WIB.
lagi dan digantikan dengan makan bersama di atas meja atau prasmanan dengan
hidangan makanan yang lebih beragam dan menu utamanya tetap nasi dan daging
4.2.3 Maskawin
Maskawin selalu ada dan tidak bisa dihilangkan dari adat perkawinan
masyarakat Batak Toba. Maskawin atau yang biasa disebut dengan sinamot
merupakan harga diri dari seorang perempuan kepada seorang pria. Bagi masyarakat
Batak Toba, maskawin bisa diidentikkan dalam beberapa bentuk. Pada sebelum tahun
1970, maskawin pada adat perkawinan masyarakat Batak Toba ialah berbentuk
hewan peliharaan seperti kerbau dan babi, sawah atau kebun, dan benda berharga
lainnya.84
Seorang pria yang sudah memasuki usia dewasa akan mencari calon
pasangannya atau yang biasa disebut mangebati boru ni tulang (kunjungan pariban)
atau martandang pada masanya (sebelum tahun 1970) dan mangaririt pada tahun
1970 dan setelahnya. Peran orang tua dari pria tersebut ialah menyediakan maskawin
untuk calon pasangan anaknya itu. Setelah perkembangan waktu pada tahun 1970 dan
seperti di daerah asalnya lagi (bona pasogit). Karena kemajuan pemikiran dan
pendidikan membuat suatu maskawin mengalami perubahan dan lebih menarik untuk
perkembangan waktu, sinamot menjadi pertimbangan keluarga apakah wajib ada atau
tidak, ini dikarenakan oleh berbagai faktor seperti faktor ekonomi dan sosial. Pada
umumnya Sinamot merupakan hal yang penting dan wajib bagi masyarakat Batak
Toba. Penentuan harga sinamot sendiri biasa dibahas dalam musyawarah kedua belah
pihak keluarga sampai ditemukannya titik kepastian dan kesepakatan dari harga
sinamot itu.
Kecamatan Medan Area juga mengalami perubahan. Sebelum tahun 1970 pakaian
pasangan pengantinnya masih mengikuti adat dan tradisi di daerah asal (bona
pasogit), dimana pengantin wanita masih menggunakan pakaian adat Batak Toba
seperti sortali yang masih sederhana dipadukan dengan baju kurung.85 Sortali ini
pada saat itu dianggap sebagai lambang dari kemakmuran keluarga pengantin wanita.
Kemudian dalam perkembangan waktunya, pada tahun 1970 dan setelahnya pakaian
adat pengantin wanita mulai mengalami perubahan yaitu dengan menggunakan baju
kebaya yang didominasi baju kebaya bewarna putih. Untuk bagian bawahnya, pada
85
Wawancara, dengan Murniaty Nababan, tanggal 12 April 2020, pukul 11.30 WIB.
kemudian pada tahun 1970 dan setelahnya penggunaan rok kain ragi hotang sudah
tidak digunakan lagi dan digantikan dengan kain songket. Begitu juga pada pakaian
pria masih terdiri atas stelan jas yang diisi bunga pada saku kantungnya.86
Tidak hanya pengantin saja, begitu juga dengan tamu undangan dari kaum
kain sarung sebagai penutup kaki agar terlihat lebih sopan karena pelaksanaan adat
masih dilakukan dengan duduk diatas tikar di halaman. Akan tetapi pada tahun 1970
dan setelahnya penggunaan kain sarung itu tidak ada lagi karena tempat pelaksanaan
pesta adat sudah dilakukan di dalam wisma yang terdapat kursi dan meja, hal ini
terlihat lebih baik dan sopan. Walaupun mengalami perubahan, pakaian adat
perkawinan pada tahun 1970 dan setelahnya tetap menggabungkan unsur identitas
suku Batak Toba didalamnya dan hal itu menjadi keputusan dari keluarga yang
mengadakan pesta adat tanpa adanya saran dan masukan dari masyarakat.
86
Kencana Sembiring Pelawi, op.cit., hlm. 65.
kebudayaan yang sudah ada sejak lama dalam diri masing-masing tentulah berbeda,
seperti pada masyarakat yang berada di pedalaman yang lebih bersifat kedaerahan
maupun yang ada di kota besar yang bersifat cukup maju. Masyarakat Indonesia yang
kaya akan suku dan kebudayaannya semakin lama bisa saja semakin memudar karena
pengaruh modernisasi, hal ini menjadi keputusan setiap orang bagaimana bertindak
selalu melalui berbagai proses yang biasanya dimulai dari kelahiran hingga kematian.
Dari setiap proses tersebut membutuhkan suatu perayaan atau upacara yang
merupakan sesuatu yang penting dan akan menjadi sejarah dalam perkembangan
Kecamatan Medan Area menjadi salah satu kecamatan sebagai tempat datangnya para
migran dari berbagai daerah salah satunya ialah suku Batak Toba yang datang ke
Kecamatan Medan Area. Kedatangan suku Batak Toba dari luar daerah ke
Kecamatan Medan Area membawa tradisi dan kebudayaanya, salah satunya ialah
Batak Toba di Kecamatan Medan Area tahun 1970 dan setelahnya tidak terlepas dari
aspek keruangan karena dalam perkembangan waktu dan keadaan suatu ritual adat
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ruang adalah sebuah rongga yang tidak ada
Ruang dan manusia merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dan menjadi
kesatuan yang nyata, hal ini bisa dibuktikan dengan keberadaan masyarakat Batak
Toba di bona pasogit yang mendesain rumah adatnya menurut tradisi dan adat
istiadat dari leluhurnya yang menyerupai warna merah, hitam dan putih disertai
simbol cicak di sisinya. Masyarakat Batak Toba sendiri merupakan etnis yang
Ritual pada setiap acara adat khususnya upacara adat perkawinan suku Batak Toba
yang ada di Kecamatan Medan Area pada tahun 1970 dan setelahnya membutuhkan
ruang dengan penataan khusus supaya bisa berlangsung dengan baik karena adanya
Walaupun sudah banyak masyarakat Batak Toba yang berpindah ke kota besar hal itu
istiadatnya.
ruang dengan penataan yang baik pada setiap acara adatnya, dan setiap ritual adatnya
mempengaruhi penataan ruang adat itu sendiri. Penggunaan ruang wisma untuk
pelaksanaan adat perkawinan sudah menjadi kebiasaan bagi masyarakat Batak Toba
di Kecamatan Medan Area sejak adanya wisma pada tahun 1970 dan setelahnya.
Kota Medan
Kehidupan masyarakat Batak Toba yang tidak terlepas dari adat istiadatnya
masyarakat Batak Toba. Mulai dari kelahiran hingga kematian selalu terikat dalam
kepada keturunannya dan hubungan kekeluargaan mereka tetap terjalin dengan baik.
satunya ialah tempat pelaksanaannya. Pada waktu sebelum tahun 1970, di Kecamatan
Medan Area pelaksanaan pesta adat perkawinan masih dilakukan di halaman rumah
pihak paranak ataupun parboru pelaksanaan ini tidak lain karena keadaan lingkungan
di Kecamatan Medan Area yang masih sepi dari fasilitas umum dan rumah
masyarakat, dan pelaksanaan pesta adat perkawinan Batak Toba juga membutuhkan
dan masyarakat sekitarnya dalam setiap proses dan pelaksanaan adat. Seiring
berkembangnya waktu dan pemikiran yang ditandai dengan adanya ruang wisma
pada tahun 1970 dan kepadatan penduduk di Kecamatan Medan Area, pelaksanaan
adat perkawinan tidak bisa lagi dilakukan di halaman rumah, hal inilah yang menjadi
supaya pelaksanaan adat perkawinannya terlaksana dengan baik dan bagaimana cara
untuk melaksanakan pesta adatnya. Dari hasil pemikiran dan keharusan dalam hal
tempat pelaksanaan pesta adat, maka muncul pemikiran untuk dibangunnya suatu
tempat yang mendukung untuk hal itu dan mempengaruhi perubahan dalam
pelaksanaan adat perkawinan Batak Toba. Kemudian tempat itulah yang dinamakan
wisma.
Penamaan wisma sendiri sudah ada sejak adanya bangunan ini ditengah-
tengah masyarakat Batak Toba untuk digunakan sebagai tempat pelaksanaan adat
yang menampung banyak tamu. Karena menampung banyak tamu, maka sebuah
wisma diidentikkan dengan rumah tamu (wisma) oleh masyarakat Batak Toba.
Masyarakat Batak Toba merasa membutuhkan ruangan yang memadai seperti wisma
agar pelaksanaan adat (ulaon sadari) tersebut dapat berjalan dengan baik, praktis,
dimana awal pelaksanaan adat perkawinan Batak Toba di dalam ruangan, Kecamatan
Medan Area mempunyai dua wisma untuk tempat pelaksanaan adat perkawinan
masyarakat Batak Toba (ulaon sadari). Yang pertama ialah keberadaan Wisma
Umum. Dibangunnya Wisma Umum pada tahun 1970 menjadi titik awal tempat
wawancara, pada awalnya tujuan dan alasan dasar pembangunan wisma ini ialah
sebagai tempat pelaksanaan pesta adat ditambah di kecamatan ini memang banyak
terdapat masyarakat suku Batak Toba.87 Selain itu alasan mendirikan wisma ini ialah
perekonomian keluarganya secara khusus dan kelak bisa menjadi warisan kepada
keturunannya. Dari dasar pemikiran yang utama tadi, banyak didukung oleh
masyarakat sekitar dan menjadi dorongan bagi pihak tertentu, maka dibangunlah
Wisma Umum ini. Pembangunannya tidak membutuhkan waktu yang lama dengan
ruangan wisma ini. Keberadaan wisma ini juga membantu perekonomian masyarakat
sekitar menjadi lebih baik, dikarenakan setiap ada pelaksanaan pesta adat, banyak
87
Wawancara, dengan Oppung Napitupulu, tanggal 12 April 2020, pukul 12.55 WIB.
Timur, Kecamatan Medan Area, Kota Medan yang dimiliki oleh Bapak (alm). Polin
Silitonga dan Ibu (alm). Marintan Br. Simanjuntak yang kemudian diwariskan kepada
anak-anaknya. Dengan kondisi fisiknya, wisma ini mempunyai dua lantai dimana
dalam hal adat perkawinan, lantai satu berfungsi tempat dilaksanakannya pesta adat
dan di lantai dua tempat dilaksanakannya acara umum. Keberadaan Wisma Umum ini
juga menjadi cukup dikenal oleh masyarakat Batak Toba diluar Kecamatan Medan
Area, dikarenakan wisma ini masih menjadi tempat yang utama untuk pelaksanaan
adat perkawinan Batak Toba di Kota Medan dan Kecamatan Medan Area pada tahun
1970. Penggunaan wisma ini pada saat itu cukup sering digunakan oleh masyarakat
Batak Toba untuk pelaksanaan adat perkawinan. Walaupun keadaan fisik wisma ini
masih sederhana dari awal pembangunan, akan tetapi setiap adat perkawinan masih
Kecamatan Medan Area, membuat pelaksanaan adat Batak Toba semakin sering
Keberadaan dan kepemilikan wisma juga menjadi salah satu faktor untuk
tahun 1970 dan setelahnya keberadaan wisma di Kecamatan Medan Area sudah
bertambah yaitu dengan adanya keberadaan Wisma Bakti yang diketahui masyarakat
secara umum terletak di Jalan Bakti No. 149, Kelurahan Tegal Sari III, Kecamatan
Medan Area, Kota Medan yang menjadi wisma kedua di Kecamatan Medan Area
Toba.
Wisma ini sudah ada sejak tahun 1982 yang dimiliki oleh Bapak (alm).
Situmorang dan Ibu Br. Sitompul. Alasan dasar pemilik mendirikan wisma ini
di Kecamatan Medan Area dan Kota Medan yang membutuhkan tempat selain Wisma
Umum. Alasan lain ialah karena tersedianya lahan kosong yang dimiliki oleh pemilik
yang berpikir untuk mendirikan suatu usaha berbentuk wisma sebagai pendukung
ekonomi keluarga dan menjadi aset di masa depan. Selain itu karena adanya
pertimbangan dalam hal demografi di Kelurahan Tegal Sari yang banyak terdapat
masyarakat Batak Toba. Kondisi fisik dari wisma ini yang cukup sederhana dengan
hanya satu lantai antara ruangan khusus pelaksanaan adat dan ruangan untuk acara
keberadaan kedua wisma ini juga sudah mendapatkan izin dari pemerintah
pengamatan, penggunaan kedua wisma yang ada di Kecamatan Medan Area ini sejak
mulai dibangun menunjukkan Wisma Umum yang sering digunakan, akan tetapi
88
Wawancara, dengan Viktor Simanjuntak, tanggal 10 April 2020, pukul 14.40 WIB.
karena di Kecamatan Medan Area hanya ada dua wisma ini saja dan biaya
penyewaannya berbanding lurus dari segi fasilitas dan keadaan fisik yang masih
sederhana yang membuat pelaksanaan adat perkawinan Batak Toba sering diadakan
dan terlaksana dengan baik di wisma ini. Dengan kehadiran wisma di Kecamatan
Medan Area, pelaksanaan pesta adat perkawinan Batak Toba mengalami perubahan
dari daerah asalnya, seperti perubahan waktu, tempat, hidangan makanan dan
persepsi yang berbeda dalam hal sebuah wisma, ada yang menganggap wisma tetap
sebagai halaman karena mengikuti dan terpengaruh dari kebiasaan seperti di daerah
asalnya dan ada yang menganggap wisma itu tetap sebagai ruangan untuk tempat
masyarakat Batak Toba bisa berdampak bagi kebudayaan, dalam hal ini yang
dimaksud ialah perubahan dari unsur-unsur ritual adat perkawinan tersebut. Pada
masa selanjutnya setelah berdirinya Wisma Umum dan Wisma Bakti ini, penulis
Medan. Terdapat lebih dari sepuluh ruang adat untuk pelaksanaan adat Batak Toba
seperti adat perkawinan dengan modernisasi yang cukup maju tanpa meninggalkan
89
Yulia Sinaga, Ruang dan Ritual Adat Pernikahan Suku Batak Toba (Skripsi), Depok,
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012, hlm. 34.
Area semakin terbiasa dengan kehadiran wisma dan menganggap wisma bukan hanya
sebagai tempat pelaksanaan pesta adat perkawinan saja, melainkan mereka juga
menggunakan wisma yang difungsikan sebagai tempat beragam acara lainnya seperti
sebagainya.
masyarakat Batak Toba di Kecamatan Medan Area sejak tahun 1970 nyatanya
mempunyai kaitan satu sama lain, yaitu sebagai faktor pendukung dalam hal
kesesuaian dan kenyamanan tempat dalam pelaksanaan adat. Dengan adanya wisma
membuat setiap proses dan pelaksanaan adat perkawinan lebih praktis dan efisien
atau yang biasa disebut ulaon sadari. Wisma Umum dan Wisma Bakti yang ada di
Kecamatan Medan Area menjadi tempat yang sering melaksanakan adat perkawinan
Batak Toba. Biasanya pelaksanaan adat perkawinan ini diadakan pada setiap hari
Jumat dan Sabtu, maka di hari-hari tersebut kedua wisma ini selalu beroperasi mulai
dari siang sampai malam hari karena dilaksanakan pesta adat ulaon sadari.
dan norma yang saling berhubungan. Pelaksanaan setiap adat perkawinan di wisma
juga mempunyai batasan waktu dan itu sudah menjadi perjanjian dari kedua belah
pihak antara penyewa (penyelenggara adat) dan pemilik wisma. Dalam adat
perkawinan masyarakat Batak Toba di Kecamatan Medan Area, penataan atau posisi
duduk di dalam wisma dibagi menjadi empat bagian yaitu yang terdiri dari tempat
duduk untuk keluarga dan undangan dari pihak laki-laki (paranak), keluarga dan
undangan dari pihak perempuan (parboru), ruang ritual yang biasanya berada di
tengah antara pihak paranak dan parboru serta pelaminan yang posisinya berada di
depan.
pesta adat perkawinan Batak Toba mempunyai penataan khusus pada bagian kursi
dan meja yang mengarahkan pandangan khusus ke posisi tengah yang merupakan
tempat pengantin dan keluarga pada ritual adat perkawinan dari masyarakat yang
terlibat dalam prosesi adat. Adanya iringan musik, gondang dan kata-kata yang
diucapkan dalam bahasa Batak Toba membuat suatu pelaksanaan adat dalam wisma
mempengaruhi suasana di dalam ruang wisma itu sendiri yang dirasakan oleh
perayaan hari agama dan adat dukacita yang dilaksanakan di dalam wisma.90
Batak Toba selalu mengharuskan peran keluarga (dalihan na tolu) dan masyarakat
Batak Toba supaya adat tersebut dapat berjalan dengan baik dengan lengkapnya
komponen masyarakat Batak Toba sesuai aturan adat dan tradisi yang berlaku, maka
dibutuhkan ruang yang cukup memadai dalam daya tampung tamu undangan yang
hadir juga karena adanya perkembangan waktu yang diikuti perubahan pemikiran
pada masyarakat Batak Toba. Bagi masyarakat umum, wisma juga mempunyai fungsi
dari segi kebutuhan ekonomi. Setiap adanya pelaksanaan adat, masyarakat umum ikut
Batak Toba di Kecamatan Medan Area, pelaksanaan adat perkawinan Batak Toba
lebih teratur dan praktis, hal ini dikarenakan adanya faktor-faktor pendorong dari
tengah masyarakat Batak Toba di Kecamatan Medan Area sejak tahun 1970
90
Wawancara, dengan Oppung Napitupulu dan Viktor Simanjuntak, tanggal 12 April 2020,
pukul 14.40 WIB.
terbuka seperti di halaman rumah atau tanah lapang sejak Kecamatan Medan Area
dihuni oleh banyak penduduk membuat masyarakat Batak Toba menjadikan wisma
masyarakat untuk membangun usaha ruang adat (wisma) bagi masyarakat Batak Toba
yang sering menggunakannya untuk kepentingan acara adat seperti ulaon sadari di
Kecamatan Medan Area maupun di Kota Medan. Para pengusaha wisma berusaha
untuk membuat keadaan wisma yang mereka miliki menjadi lebih baik. Tentu setiap
wisma mempunyai kekurangan dan kelebihan masing-masing, hal ini untuk menarik
terhadap berbagai wisma yang akan disewakan untuk difungsikan sebagai tempat
pelaksanaan adat perkawinan terutama pada Wisma Umum dan Wisma Bakti yang
keadaan dan fasilitasnya sama saja sebagai tempat pelaksanaan adat perkawinan
Batak Toba. Secara tidak langsung, penggunaan ruangan wisma sebagai sarana untuk
terhadap pola adat itu sendiri bagi masyarakat Batak Toba yang ada di Kecamatan
Medan Area.
KESIMPULAN
6.1 Kesimpulan
Dari uraian yang sudah dijelaskan dalam beberapa bab sebelumnya, dalam
masyarakat Batak Toba dengan adat istiadat dan tradisi yang diwariskan leluhurnya
penelitian yaitu Kecamatan Medan Area. Kecamatan Medan Area merupakan salah
satu kecamatan di Kota Medan yang cukup banyak terdapat masyarakat suku Batak
Toba. Masyarakat Batak Toba yang datang ke Kecamatan Medan Area pada awalnya
kolonial Belanda di Sumatera Timur. Mereka yang datang pada waktu itu adalah
Tanah Deli, mereka secara perlahan mampu beradaptasi dengan keadaan lingkungan
yang baru. Dengan keberadaan mereka di tempat yang baru, maka mereka juga harus
memenuhi kebutuhan dalam adat dan tradisinya, yaitu salah satunya dalam
berhubungan erat karena hal itu merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan
agar suatu pelaksanaan adat dapat berjalan dengan lancar. Ritual adat mempunyai
suatu pelaksanaan adat seperti adat perkawinan. Secara umum bagi masyarakat Batak
Toba perkawinan itu ialah suatu peristiwa penting dalam sejarah dan perjalanan hidup
tahun 1970 dengan tahun 1970 dan setelahnya mempunyai ciri khas masing-masing
dimana masyarakat Batak Toba di Kecamatan Medan Area sebelum tahun 1970 yang
lebih bersifat kedaerahan dan belum ada sama sekali terpengaruh oleh perkembangan
waktu dan lingkungan sekitar membuat mereka dengan baik melaksanakan tradisi dan
adat istiadatnya sama seperti di daerah asalnya (bona pasogit), hal ini berbeda dengan
masyarakat Batak Toba yang ada di Kecamatan Medan Area pada tahun 1970 dan
setelahnya, dimana mereka sudah bisa membuka pikiran dengan keberadaan mereka
yang sudah dipengaruhi oleh perkembangan waktu, pengaruh sosial dan keyakinan.
Perbedaan dari tahun ini juga membuat beberapa perubahan dalam pelaksanaan adat
keturunan dan marga yang dianggap penting sebagai syarat dalam falsafah Dalihan
Batak Toba yaitu perkawinan dengan pariban (anak perempuan dari suadara kandung
dan lingkungan membuat perkawinan jenis itu semakin memudar dan tidak dianggap
Batak Toba di Kecamatan Medan Area selalu terhubung dengan peran masyarakat di
sekitarnya baik itu kerabat, teman dekat, maupun perkumpulan dari tiap marga atau
gereja dan lingkungan. Proses dalam melaksanakan pesta adat perkawinan Batak
Toba juga harus mengikuti tradisi dan adat istiadat dari leluhur yang berasal dari
daerah asal (bona pasogit), hal ini merupakan suatu kewajiban yang harus
ada sejak lama kepada keturunan selanjutnya. Proses pelaksanaan adat perkawinan
masyarakat Batak Toba di Kecamatan Medan Area memiliki tahapan, yaitu tahapan
mencari pasangan, tahap lamaran dan tahapan prosesi pada pesta adat. Pengaruh
Batak Toba di Kecamatan Medan Area, dan itu harus disikapi dengan baik tanpa ada
hal-hal yang membuat suatu tradisi dan adat istiadat menjadi terkikis atau hilang.
Batak Toba sebelum tahun 1970 dengan tahun 1970 dan setelahnya juga secara
ringkas bisa dilihat dari proses pencarian jodoh oleh laki-laki, yaitu kunjungan
sinamot (maskawin) yang berubah dari hewan atau harta berharga menjadi uang,
pesta adat (ulaon sadari) yang berubah dari halaman rumah menjadi ruangan di
dalam wisma, dan pelaksanaan paulak une dan maningkir tangga yang berubah dan
disatukan dalam ulaon sadari pada pelaksanaan pesta adat pada tahun 1970 dan
masyarakat Batak Toba di Kecamatan Medan Area sangat berdampak pada proses
pelaksanaan adat perkawinannya yang lebih teratur dan tidak rumit dalam ulaon
sadari. Yang sebelumnya ulaon unjuk dilakukan di halaman rumah cukup rumit dan
sadari di dalam wisma. Hal ini sangat baik bagi perkembangan pemikiran masyarakat
Batak Toba di Kecamatan Medan Area. Ruang dan manusia ialah dua hal yang saling
Bagi masyarakat sekitar Kecamatan Medan Area bahkan etnis lain juga
mengambil kesempatan dalam pengaruh wisma ini, dan hal yang paling menonjol
dalam kesempatan itu ialah kemajuan ekonomi bagi masyarakat sekitar. Penggunaan
wisma untuk tempat pelaksanaan berbagai acara adat masyarakat Batak Toba seperti
adat perkawinan merupakan hal biasa bagi masyarakat Batak Toba yang tinggal di
Kecamatan Medan Area sejak tahun 1970. Tradisi yang digabungkan dalam proses
ditanamkan nilai moral, etika, dan sopan santun yang fungsinya ialah untuk
6.2 Saran
khususnya generasi muda agar mempunyai pengetahuan tentang beberapa hal dalam
tradisi kebudayaan dan adat istiadatnya seperti pada proses dan pelaksanaan adat
perkawinan masyarakat Batak Toba di luar bona pasogit, pengaruh tempat (ruang)
sebagai pendukung pelaksanaan adat perkawinan dan segala sesuatu hal yang terkait
selalu melekat di dalam kehidupan, dimana pastinya di masa yang akan datang nanti
generasi muda mudi Batak Toba akan menjadi objek dan mengambil peran penting
dalam pelaksanaan adat perkawinan, karena itu sudah menjadi suatu kewajiban dan
keharusan. Maka, tradisi dan adat istiadat perlu dipelihara dan dilestarikan dimanapun
A. Literatur
Badan Pusat Statistik. 2016. Kecamatan Medan Area Dalam Angka, Medan: Badan
Pusat Statistik Kota Medan.
Banjarnahor, A. 2016. “Pengaruh Ritual Adat Batak Toba Dalam Penataan Ruang”
Skripsi. Medan: Digital Library UNIMED.
Hilman, Hadikusuma. 1990. Hukum Perkawinan Adat, Bandung: Citra Aditya Bakti.
Parbato. 1998. Rumusan Seminar Adat Batak Toba Dalam Pedoman Umum
Pelaksanaan Adat Batak Toba, Medan: C.V Bintang, Inc.
Revida, Erika. 2006. ”Sistem Kekerabatan Masyarakat Batak Toba Sumatera Utara”.
USU e-Journals, 5, II, hlm.214.
Siahaan, Bisuk. 2005. Batak Toba Kehidupan di Balik Tembok Bambu, Jakarta:
Kempala Foundation.
Sinar, Tengku Luckman. 2009. Sejarah Medan Tempoe Doeloe, Medan: Lembaga
Penelitian dan Pengembangan Seni Budaya Melayu.
Sinaga, Richard. 2012. Perkawinan Adat Dalihan Natolu, Jakarta: Dian Utama.
Sinaga, Yulia. 2012. “Ruang dan Ritual Adat Pernikahan Suku Batak Toba”. Skripsi.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia.
Vergouwen, J.C. 1986. Masyarakat dan Hukum Adat Batak Toba, Yogyakarta: LKis
Pelangi Aksara.
https://id.wikipedia.org/wiki/Perkawinan
(Diakses tanggal 19 Maret 2020)
Togadebataraja.blogspot.com/2012/05/perkawinan-yang-dilarang-dalam
adat.html?m=1,
(Diakses tanggal 19 Maret 2020)
http://article.melayuonline.com/?a=SG9QL3FMZVZBUkU4Ng%3D%3D
(Diakses tanggal 20 Maret 2020)
https://www.hitabatak.com/kumpulan-umpasa-batak-untuk-acara-pesta-perkawinan/
(Diakses tanggal 20 Maret 2020)
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Kota_Medan
(Diakses tanggal 12 Maret 2020)
Umur : 77 Tahun
Umur : 72 Tahun
Umur : 68 Tahun
Umur : 65 Tahun
Umur : 58 Tahun
Umur : 55 Tahun
Umur : 69 Tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Umur : 53 Tahun
Lampiran 1
Lampiran 3
Pakaian adat perkawinan Batak Toba pada masa dahulu yang diperankan oleh model
Masyarakat Batak Toba yang melaksanakan adat perkawinan pada tahun 1970
Sopo Guru Tatea Bulan merupakan tempat bermukim Raja Batak dan menjadi tempat
suku Batak Toba berasal dengan adat, tradisi dan kebiasaannya yang sudah
ada sejak lama dan masih dilakukan sampai sekarang.