Anda di halaman 1dari 14

A.

Pengertian
Kelainan Jantung Kongenital (CHD) atau Penyakit Jantung Bawaan adalah
kelainan yang sudah ada sejak bayi lahir, jadi kelainan tersebut sudah terjadi sebelum
bayi lahir. Tetapi kelainan ini tidak selalu memeberi gejala yang segera setelah bayi
lahir. Tidak jarang kelainan tersebut baru muncul setelah bayi berusia beberapa bulan
atau beberapa tahun. Kelainan Jantung Kongenital (CHD) merupakan kelainan yang
disebabkan gangguan perkembangan sistem kardiovaskuler pada embrio yang diduga
karena adanya faktor endogen dan eksogen (Ngastiyah, 2005).
Kelainan jantung kongenital adalah kelainan structural dan atau pembuluh darah
besar intrathorakal yang dapat menimbulkan gangguan fungsi kardiovaskuler
(Smeltzer, 2001)
Penyakit Jantung Bawaan (PJB) adalah penyakit jantung yang dibawa sejak lahir,
karena sudah terjadi ketika bayi masih dalam kandungan. Pada akhir kehamilan 7
minggu, pembentukan jantung sudah lengkap; jadi kelainan pembentukan jantung
terjadi pada awal kehamilan. Penyebab PJB seringkali tidak bisa diterangkan,
meskipun beberapa faktor dianggap berpotensi sebagai penyebab (Rahayoe, 2006).
Kelainan jantung kongenital atau bawaan adalah kelainan jantung atau malformasi
yang muncul saat kelahiran, selain itu kelainan jantung kongenital merupakan
kelainan anatomi jantung yang dibawa sejak dalam kandungan sampai dengan lahir.
Kebanyakan kelainan jantung kongenital meliputi malformasi struktur di dalam
jantung maupun pembuluh darah besar, baik yang meninggalkan maupun yang
bermuara pada jantung (Nelson, 2000). Kelainan ini merupakan kelainan bawaan
tersering pada anak, sekitar 8-10 dari 1.000 kelahiran hidup
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa congenital heart diseases
(CHD) atau dalam bahasa indonesia dikenal dengan Penyakit jantung Bawaan (PJB)
merupakan penyakit kelainan anatomi jantung yang didapat sejak lahir yang dapat
menimbulkan gangguan kardiovaskuler pada anak.

B. Etiologi
Penyebab terjadinya PJB belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa
faktor yang di duga memmpunyai pengaruh pada penyakit peningkatan angka kejadia
PJB. Faktor-faktor penyebab kelainan jantung menurut sifatnya dapat dibagi sebagai
berikut :
1. Eksogen
Infeksi rubella atau penyakit virus lain, obat-obat yang diminum ibu (misalnya
thalidomide), konsumsi alkohol, radiasi dan sebagainya yang dialami ibu pada
kehamilan muda dapat merupakan faktor terjadinya kelainan jantung kongenital,
umur ibu lebih dari 40 tahun, dan lain-lain. Diferensiasi lengkap susunan jantung
terjadi pada kehamilan bulan kedua. Faktor eksogen mempunyai pengaruh
terbesar terhadap terjadinya kelainan jantung dalam masa tersebut.
2. Endogen
Faktor genetik/kromosom memegang peranan kecil dalam terjadinya kelainan
jantung congenital (Prawirohardjo, 1999). Walaupun demikian beberapa keluarga
mempunyai insiden PJB tinggi, jenis PJB yang sama terdapat pada anggota
keluarga yang sama (Latief dkk, 2005)

C. Klasifikasi
PJB dapat dibagi menjadi 2 golongan besar, yaitu
1. Golongan PJB Asianotik (tidak biru)
a. Defek Septum Atrium / Atrial Septum Defect (ASD)
Atrial Septal Defect (ASD) adalah terdapatnya hubungan antara atrium kanan
dengan atrium kiri yang tidak ditutup oleh katup. Biasanya anak dengan DSA
tidak terlihat menderita kelainan jantung karena pertumbuhan dan
perkembangannya biasa seperti anak lain yang tidak ada kelainan. Hanya
pada pirau kiri ke kanan yang sangat besar pada stres anak cepat lelah dan
mengeluh dispnea, dan sering memdapat infeksi saluran napas. Pada
pemeriksaaan palpasi terdapat kelainan ventrikel kanan hiperdinamik di
parasternal kiri. Pada pemeriksaan auskltasi, foto toraks EKG dapat lebih
jelas adanya kelainan DSA ini. Diagnosis dipastikan dengan pemeriksaaan
ekokardiografi.
b. Defek Septum Ventrikel (VSD)
Ventricular septum defect (VSD) merupakan suatu keadaan adanya lubang
disekat jantung yang memisahkan ruang ventrikel (bilik) kanan dan kiri .
Lubang ini mengakibatkan kebocoran aliran darah dari bilik kiri yang
memiliki tekanan lebih besar melalui bilik kanan langsung masuk ke
pembuluh nadi paru (arteri pulmonalis).
c. Duktus Arteriosus Paten (PDA)
Duktus Arteriosus adalah saluran yang berasal dari arkus aorta ke VI pada
janin yang menghubungkan arteri pulmonalis dengan aorta desendens. Pada
bayi normal duktus tersebut menutup secara fungsional 10 – 15 jam setelah
lahir dan secara anatomis menjadi ligamentum arteriosum pada usia 2 – 3
minggu. Bila tidak menutup disebut Duktus Arteriosus Persisten (Persistent
Ductus Arteriosus : PDA). Jika duktus tetap terbuka, darah yang seharusnya
mengalir ke seluruh tubuh akan kembali ke paru-paru sehingga memenuhi
pembuluh paru-paru.
d. Stenosis Pulmonal (PS)
Stenosis Katup Pulmonal adalah suatu kerusakan katup jantung yang ditandai
dengan penyempitan (stenosis) katup pulmonal. Katup pulmonal terdiri dari
tiga jaringan kelopak yang tipis yang dikenal sebagai daun katup yang
tersusun seperti kaki tripod. Ketika ruang jantung kanan bawah (ventrikel
kanan) berkontraksi, daun katup ini terbuka, memungkinkan darah mengalir
dari ventrikel kanan ke paru-paru melalui arteri pulmonalis. Pada stenosis
katup pulmonal, satu atau lebih daun katup tersebut mungkin rusak, terlalu
tebal atau tidak terpisah satu dengan lainnya sebagimana mestinya. Hal ini
menyebabkan katup pulmonal tidak terbuka sepenuhnya, membatasi aliran
darah ke paru-paru. Hal ini menurunkan kemampuan darah untuk
mengalirkan darah yang kaya akan oksigen keseluruh tubuh. Keadaan ini
biasanya muncul pada saat lahir (kongenital). Namun, kondisi ini juga dapat
terjadi sebagai akibat dari demam reumatik atau endokarditis. Stenossi katup
pulmonal yang ringan biasanya tidak membutuhkan perawatan. Pada kasus
yang moderat dan berat mungkin membutuhkan pembedahan (Persify, 2014)
2. Golongan PJB Sianotik (biru)
a. Tetralogi of Fallot (TOF)
Tetralogi fallot (TF) adalah kelainan jantung dengan gangguan sianosis yang
ditandai dengan kombinasi 4 hal yang abnormal meliputi defek septum
ventrikel, stenosis pulmonal, overriding aorta, dan hipertrofi ventrikel kanan.
b. Transposition of the Great Arteries (TGA)
Kelainan jantung bawaan TGA (Transposition Of The Great Arteries)
merupakan kelainan pada jantung berupa adanya pemindahan asl dari aorta
dan arteri pulmonalis; aorta keluar dari ventrikel kanan dan arteri pulmonalis
dari ventrikel kiri. Selain kelainan asal aorta dan arteri pulmonalis pada TGA
terdapat kelainan pada jantung yang menyertai TGA seperti letak katup aorta,
katup pulmonal, dan sebagainya. Pada PJB yang disebut TGA komplek ialah
adanya letak katup aorta di kanan pada lengkung aorta ke kanan. ( Ngastiah,
2005 )

D. Tanda dan Gejala


Manifestasi klinis kelainan jantung kongenital sangat bervariasi, tergantung
macam kelainannya. Kelainan yang menyebabkan penurunan aliran darah ke paru
atau percampuran darah berkadar tinggi zat asam dengan darah kotor dapat
menimbulkan sianosis, ditandai oleh kebiruan di kulit, kuku jari, bibir, dan lidah. Ini
karena tubuh tidak mendapatkan zat asam memadai akibat pengaliran darah kotor ke
tubuh. Pernapasan anak akan lebih cepat dan nafsu makan berkurang. Daya toleransi
gerak yang rendah mungkin ditemukan pada anak yang lebih tua.
Kelainan yang dapat menyebabkan sianosis atau kebiruan adalah penyumbatan
katup pulmonal (antara bilik jantung kanan dan pembuluh darah paru) yang
mengurangi aliran darah ke paru, tertutupnya katup pulmonal (pada muara pembuluh
darah paru) yang menghambat aliran darah dari bilik jantung kanan ke paru, tetralogi
fallot (kelainan yang ditandai oleh bocornya sekat bilik jantung, pembesaran bilik
jantung kanan, penyempitan katup pulmonal dan transposisi aorta), serta tertutupnya
katup trikuspidal (terletak antara serambi dan bilik jantung kanan) yang menghambat
aliran darah dari serambi ke bilik jantung kanan. Selain itu, gejala kebiruan juga bisa
muncul jika terjadi transposisi pembuluh darah besar, gangguan pertumbuhan
ruangan, katup dan pembuluh darah yang berhubungan dengan sisi jantung kiri, serta
kelainan akibat salah bermuaranya keempat vena paru yang seharusnya ke serambi
jantung kiri (Nelson, 2002).
Beberapa jenis kelainan jantung kongenital juga dapat menyebabkan gagal
jantung. Kelainan ini menyebabkan terjadinya aliran darah dari sisi jantung kiri ke sisi
jantung kanan yang secara progresif meningkatkan beban jantung. Gejala dari gagal
jantung berupa menurut Sudarti dan Endang (2010) adalah sebagai berikut:
1. Nafas Cepat, bibir biru
2. Sulit makan dan menyusu
3. Berat badan rendah
4. Infeksi pernafasan berulang
5. Toleransi gerak badan yang rendah

E. Pathway
Terlampir

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Ditemukan adanya peningkatan hemoglobin dan hematokrit (Ht) akibat saturasi
oksigen yang rendah. Pada umumnya hemoglobin dipertahankan 16-18 gr/dl dan
hematokrit antara 50-65 %. Nilai BGA menunjukkan peningkatan tekanan partial
karbondioksida (PCO2), penurunan tekanan parsial oksigen (PO2) dan penurunan
PH.pasien dengan Hn dan Ht normal atau rendah mungkin menderita defisiensi
besi.
2. Radiologis
Sinar X pada thoraks menunjukkan penurunan aliran darah pulmonal, tidak ada
pembesaran jantung . gambaran khas jantung tampak apeks jantung terangkat sehingga
seperti sepatu.

3. EKG
Pada EKG sumbu QRS hampir selalu berdeviasi ke kanan. Tampak pula hipertrofi
ventrikel kanan. Pada anak besar dijumpai P pulmonal
4. Echocardiography
Memperlihatkan dilatasi aorta, overriding aorta dengan dilatasi ventrikel
kanan,penurunan ukuran arteri pulmonalis & penurunan aliran darah ke paru-paru.

5. Kateterisasi
Diperlukan sebelum tindakan pembedahan untuk mengetahui defek septum ventrikel
multiple, mendeteksi kelainan arteri koronari dan mendeteksi stenosis pulmonal perifer.
Mendeteksi adanya penurunan saturasi oksigen, peningkatan tekanan ventrikel kanan,
dengan tekanan pulmonalis normal atau rendah.

G. Penatalaksanaan Medis
1. VSD (Ventrikel Septum Defect)
a. Medis
Pasien dengan VSD perlu ditolong dengan obat-obatan untuk mengatai gagal
jantung seperti digoksin dan diuretic,jika menunjukan perbaikan maka operasi
tidak perlu dilakukan ampai umur 2-3 tahun.Operasi dilakukan jika pada umur
muda pengobatan medis untuk mengatasi gagal jantung tidak berhasil.
b. Keperawatan
Pada VSD baru dirawatdi RS bila sedang mendapatkan infeksi saluran
nafas,karena biasanya sangat dispnea dan sianosis sehingga pasien terlihat
payah,Maslah pasien yang perlu diperhatikan adalah bahaya terjadinya gagal
jantung,resiko terjadi infeksi saluran nafas,kebutuhan nutrisi,gangguanrasa
aman dan nyaman,kurangnya pengetahuan orangtua mengenai penyakit.
2. Paten Duktus Arteriosus (PDA)
a. Medis
Pengobatan definitive untuk PDA kecil adalah pembedahan PDA kecil dapat
dioperasikapan saja. Pada PDA besar dapat diberikan digoksin dan diuretic
untuk mengurangi gagal jantung. Operasi dilakukan pada masa bayi bila gejala
yang terjadi berat.pada bayi premature PDA ditutup dengan
Antiprostatglandin,misalnya indometasin,yang harus diberikan sedini
mungkin(<1 minggu).
b. Keperawatan
Berbagai resiko seperti pada VSD juga terjadi pada PDA,dengan demikian
perawatan bayi dan anak dengan PDA serupa pada VSD
3. ASD (Atrial Septum Defect)
ASD kecil tidak perlu oprasi karena tidak menyebabkan gangguan hemodinamik
atau bahaya (Maryunani, 2002).
4. Stenosis Pulmonal
a. Medis
Jika tekanan ventrikel kanan 70 mm Hg, maka terdapat indikasi untuk operasi.
Sekarang makin populer pelebaran penyempitan SP dengan kateter balon, dan
dilaporkan hasilnya baik.
b. Keperawatan
Kegiatan anak harus dibatasi sesuai dengan petunjuk dokter dan istirahat harus
diperhatikan. Pada anak yang sudah mengerti hal tersebut perlu pula
diberitahukan secara kontinu pasien harus datang konsultasi ke dokter jantung
anak/dokter yang menangani.
5. Tetralogi Of Fallot (TOF)
a. Medis
Pertolongan untuk pasien TOF hanya dengan dioperasi. Jika TOF dengan
sianosis ringan dapat dilakukan hanya dengan satu tahap pada umur 3-5 tahun.
Pada TOF dengan sianosis berat yang terjadi sebelum umur 6 bulan operasi
dilakukan 2 tahap. Tahap ke-2 pada umur 3-5 tahun. Pasien TOF yang sedang
mendapat serangan anoksia harus ditolong dengan memberikan sikap knee
chest atau menungging dengan kepala dimiringkan sambil diberikan O2
melalui air minimal 2 L per menit. Diberikan juga suntikan morfin dosis
1mg/kg BB secara subkutan. Bila perlu koreksi dehidrasi dan asidosis
metabolik. Setiap tindakan yang dapat menimbulkan bakteremia seperti
mencabut gigi, sirkumsisi, kateterisasi urine harus dilindungi dengan antibiotik
1 hari sebelum dan 3 hari setelahnya untuk mencegah endokarditis bakterialis.
b. Keperawatan
Walaupun pasien TOF selalu tampak sianosis (hanya TOF ringan tidak
sianosis) tetapi tidak selalu dirawat di rumah sakit kecuali jika dokter
memandang perlu. Oleh karena itu, orang tua pasien perlu diberikan petunjuk
perawatan anaknya. Masalahnya pasien yang perlu diperhatikan ialah bahaya
terjadi anoksia, kebutuhan nutrisi, risiko terjadi komplikasi, dan kurangnya
pengetahuan orang tua mengenai penyakit.
6. Transposition of the Great Arteries (TGA)
a. Medis
Dengan operasi memungkinkan pasien TAB dapat bertahan hidup.
b. Keperawatan
Sama dengan pasien TOF dan penyakit jantung lainnya. Bedanya tidak perlu
tindakan memberikan sikap knee-chest karena sianosis selalu terdapat, maka
O2 harus diberikan terus menerus secara rumat. Dalam bangsal tersebut watan
pasien penyakit jantung perawat yang bertugas di ruang tersebut diharapkan
memahami kelainan yang diderita oleh setiap pasien sehingga dapat
menentukan tindakan sewaktu-waktu diperlukan. Selain itu juga mengetahui
bagaimana persiapan pasien untuk suatu tindakan seperti:
- Membuka rekaman EKG, bila perlu dapat membacanya.
- Mengukur tekanan darah secara benar.
- Mempersiapkan pasien untuk keteterisasi jantung atau oprasi.
- Mengambil darah untuk pemeriksaan gas darah arteri.
H. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Biodata
b. Genogram
c. Keluhan Utama
Keletihan, nampak lemah, sering mengalami infeksi saluran pernafasan,
sianosis
d. Riwayat Kehamilan
Riwayat terjadinya infeksi pada ibu selama trimester pertama. Agen penyebab
lain adalah rubella, influenza atau chicken fox. Riwayat prenatal seperti ibu
yang menderita diabetes mellitus dengan ketergantungan pada insulin.
Kepatuhan ibu menjaga kehamilan dengan baik, termasuk menjaga gizi ibu,
dan tidak kecanduan obat-obatan dan alcohol, tidak merokok.
e. Riwayat Persalinan
Proses kelahiran atau secara alami atau adanya factor-faktor yang
memperlama proses persalinan, pengunaan alat seperti vakum untuk
membantu kelahiran atau ibu harus dilakukan SC.
f. Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat keturunan dengan memperhatikan adanya anggota keluarga lain yang
juga mengalami kelainan jantung, untuk mengkaji adanya factor genetic yang
menunjang.
2. Pemeriksaan Fisik
Meliputi : inspeksi, palpasi, perkusi & auskultasi
Dari hasil pemeriksaan fisik pada penyakit jantung congenital (CHD) adalah: Bayi
baru lahir berukuran kecil dan berat badan kurang, anak terlihat pucat, banyak
keringat bercucuran, ujung-ujung jari hiperemik,
- Diameter dada bertambah, sering terlihat penonjolan dada kiri
- Tanda yang menonjol adalah nafas pendek dan retraksi pada jugulum,
selaintrakostal dan region epigastrium.
- Pada anak yang kurus terlihat impuls jantung yang hiperdinamik
- Anak sering mengalami kelelahan dan infeksi saluran pernafasan atas
- Neonatus menunjukkan tanda-tanda respiratory distress seperti mendengkur,
dan retraksi.
- Pusing, tanda-tanda ini lebih nampak apabila pemenuhan kebutuhan terhadap
O2 tidak terpenuhi ditandai dengan adanya murmur sistolik yang terdengar
pada batas kiri sternum
- Adanya kenaikan tekanan darah. Tekanan darah lebih tinggi pada lengan
daripada kaki. Denyut nadi pada lengan atas terasa kuat, tetapi lemah pada
popliteal dan femoral.
3. Diagnosa Keperawatan
a. Penurunan Curah Jantung berhubungan dengan perubahan preload dan after
load
b. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
pemakaian oksigen oleh tubuh dan suplai oksigen ke sel

4. Intervensi

NO SDKI SLKI SIKI

1 Penurunan curah Setelah dilakukan asuhan Perawatan jantung (I.02075)


jatung keperawatan selama 1 x 24 jam,
curah jantung meningkat Observasi:
dengan kriteria hasil: 1. Identifikasi tanda gejala
1. Kekuatan nadi perifer primer penurunan curah
meningkat jantung (dyspnea,
2. Ejection fraction kelelahan, edema,
meningkat ortopnea, PND,
3. Cardiac index peningkatan CVP)
meningkat
4. LVSWI meningkat 2. Identifikasi tanda gejala
5. Stroke volume index sekunder penurunan
meningkat curah jantung
6. Palpitasi menurun
( peninkatan BB,
7. Bradikardi menurun
8. Takikardi menurun hepatomegaly, distensi
9. Aritmia EKG menurun vena juguler, palpitasi,
10. Lelah menurun ronchi basah, oliguri,
11. Edema menurun batuk, kulit pucat)
12. Distensi vena juguler
menurun 3. Monitor tekanan darah
13. Dyspnea menurun
14. Oliguri menurun 4. Monitor intake output
15. Sianosis menurun cairan
16. PND menurun
17. Ortopnea menurun 5. Monitor BB setiap hari
18. Batuk menurun pada saat yang sama
19. Suara jantung S3
menurun 6. Monitor saturasi
20. Suara jantung S4 oksigen
menurun
21. Murmur jantung 7. Monitor keluhan nyeri
menurun dada
22. Berat basan menurun
23. Hepatomegaly menurun 8. Monitor EKG 12
24. Pulmonary vascular
resistance menurun sadapan
25. Systemic vascular
resistance menurun 9. Monitor aritmia
26. Tekanan darah membaik
27. CRT membaik 10. Monitor nilai lab
28. PAWP membaik jantung
29. CVP membaik
11. Monitor fungsi alat
pacu jantung

12. Periksa tekanan darah


sebelum dan sesuadah
aktivitas

13. Periksa TD dan nadi


sebelum pemberian
obat ( beta blocker, ace
inhibitor, calcium
channel blocker,
digokxin )

Teraupetik:

1. Posisikan pasin semi


fowler atau fowler

2. Berikan diet jantung


yang sesuai

3. Gunakan stoking elastis


atau pneumatic
intermitten

4. Fasilitasi pasien dan


keluarga untuk hidup
sehat

5. Berikan terpi relaksasi


untuk mengurangi
stress

6. Berikan dukungan
emosional dan spiritual

7. Berikan oksiggen untuk


mempertahankan
saturasi diatas 94
Edukasi:

1. Anjurkan beraktifitas
fisik sesuai toleransi
2. Anjurkan beraktifitas
fisik secara bertahap
3. Anjurkan berhenti
merokok
4. Ajarkan pasien dan
keluarga untuk
mengukur BB harian
5. Ajarkan pasien dan
keluarga mengukur
intake da output cairan
harian

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
anti aritmia jika perlu
2. Rujuk ke program
rehabilitasi jantung
2 Intoleransi Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri
aktivitas keperawatan 1x24 jam,
toleransi aktifitas meningkat Observasi:
dengan kriteria hasil: 1. Identifikasi gangguan
fungsi tubuh yang
1. Saturasi oksigen menyebabkan kelelahan
menikat 2. Monitor kelelahan fisik
2. Keudahan melakukan dan emosional
aktifitas sehari hari 3. Monitor pola dan jam
meningkat tidur
3. Kecepatan berjalan 4. Monitor lokasi dan
meningkat ketidaknyaman selama
4. Jarak berjalan meninkat melakukan aktivitas
5. Kekuatan tubuh bagian fisik
atas meningkat
6. Kekuatan tubuh bagian Teraupetik:
bawah meningkat
7. Keluhan lelah menurun 1. Sediakan lingkungan
8. Dyspnea saat
nyaman dan rendah
beraktifitas menurun
9. Dyspnea setelah stimulus
beraktifitas menurun
2. Lakukan latihan
10. Perasaan lemah
menurun rentang gerak aktif dan
11. Aritmia saat beraktifitas pasif
menurun
12. Aritmia setelah aktifitas 3. Berikan aktifitas
menurun distraksi yang
13. Sianosis menurun
14. Warna kulit membaik menenangkan
15. Tekanan darah membaik
16. Frekuensi napas Edukasi:
membaik
17. EKG iskemia membaik 1. Anjurkan tirah baring

2. Anjurkan aktifitas
secara bertahap

3. Anjurkn menghubungi
perawat jika tanda dan
gejala kelelahan tidak
berkurang

4. Ajarkan strategi koping


untuk mngurangi
kelelahan

Kolaborasi

1. Kolaborasi dengan ahli


gizi tentang cara
meningkatkan asupan
makanan

5. Implementasi
6. Evaluasi
DAFTAR PUSTAKA
Nelson, 2000, Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: EGC.
Ngastiyah. 2005. Perawatan anak Sakit edisi 2. Jakarta: EGC.
Prawirohardjo sarwono, 1999. Ilmu Kebidanan edisi ketiga. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta:
EGC
Rahayoe, A. 2006. Penanganan medis pada penyakit jantung bawaan.
http://www.indonesiaindonesia.com. Diakses Tanggal: 1 Juli 2010.
Smeltzer C, Brenda G Bare. 2001. Buku ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
Sudarti dan Endang. 2010. Kebidanan Neonatus, bayi dan anak balita untuk mahasiswa
kebidanan. Yogyakarta: numed .
Wilkinton, Judith M & Nancy, R. Ahern. 2012. Buku Saku Diagnosa Keperawatan :
Diagnosis Nanda, Intervensi, Kriteria Hasil NOC Edisi 9. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai