Tugas Kelompok 10 Wakalah
Tugas Kelompok 10 Wakalah
BAB I
1. Pengertian Wakalah
Secara bahasa kata al-wakalah atau al-wikalah berarti al-Tafwidh (penyerahan,
pendelegasian dan pemberian mandat) seperti perkataan urusanku kepada Allah
وكلت أمري إلى هللا أي فوضته اليه
Artinya: “aku serahkan urusanku kepada Allah”.
Secara terminologi (syara’) sebagaimana dikemukakan oleh fukaha:
1. Imam Taqy al-Din Abu Bakr Ibn Muhammad al-Husaini
تفويض ما له فعله مما يقبل النيا بة الى غيره ليحفظه فى حال حياته
Artinya: “menyerahkan suatu pekerjaan yang dapat digantikan kep[ada orang lain agar
dikelola dan dijaga pada masa hidupnya”.
2. Menurut Hasbi Ash-Shiddiqie
“Akad penyerahan kekuasaan dimana pada akad itu seseorang menunjuk orang lain
sebagai gantinya untuk bertindak”.
Dari dua definisi diatas dapat ditari kesimpulan bahwa wakalah adalah sebuah transaksi
dimana seseorang menunjuk orang lain untuk menggantikan dalam mengerjakan
pekerjaannya/perkaranya ketika masih hidup.
Dalam wakalah sebenarnya pemilik urusan (muwakkil) itu dapat secara sah untuk
mengerjakan pekerjaannya secara sendiri. Namun, karena satu dan lain hal urusan itu ia
serahkan kepada orang lain yang dipandang mampu untuk menggantikannya. Oleh
karena itu, jika seorang (muwakkil) itu ialah orang yang tidak ahli untuk mengerjakan
urusannya itu seperti orang gila atau anak kecil maka tidak sah untuk mewakilkan
kepada orang lain. Contoh wakalah, seseorang mewakilkan kepada orang lain untuk
bertindak sebagai wali nikah dalam pernikahan anak perempuannya. Contoh lain seorang
terdakwa mewakilkan urusan kepada pengacaranya.
2. Landasan Hukum Wakalah
Islam mensyariatkan wakalah karena manusia membutuhkannya. Manusia tidak
mampu untuk mengerjakan segala urusannya secara pribadi. Ia membutuhkan orang lain
untuk menggnatikan yang bertindak sebagai wakilnya. Kegiatan wakalah ini, telah
dilakukan oleh orang terdahulu seperti yang dikisahkan oleh al-Qur’an tentang ashabul
kahfi, dimana ada seorang diantara mereka diutus untuk mengecek keabsahan mata uang
yang mereka miliki ratusan tahun di dalam gua.
a. Al-Qur’an
Salah satu dasar dibolehkannya al-wakalah adalah sebagaimana dalam firman Allah
SWT berikut:
“Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir). Sesungguhnya aku adalah orang yang
pandai menjaga lagi berpengalaman.” (Yusuf: 55)
Dalam hal ini, nabi Yusuf siap untuk menjadi wakil dan pengemban amanah menjaga
Federal Reserve negeri Mesir.
Dalam surat al-Kahfi juga menjadi dasar al-wakalah yang artinya berikut:
“Dan demikianlah Kami bangkitkan mereka agar saling bertanya di antara mereka
sendiri. Berkata salah seorang diantara mereka agar saling bertanya, ‘Sudah berapa
lamakah kamu berdiri di sini?’ Mereka menjawab, ‘Kita sudah berada di sini satu atau
setengah hari.’ Berkata yang lain, ‘Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu
berada di sini. Maka, suruhlah salah seorang di antara kamu pergi ke kota dengan
membawa uang perakmu ini dan hendaklah ia lihat manakah makanan yang lebih baik
dan hendaklah ia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah ia berlaku lemah
lembut, dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seorang pun.” (al-Kahfi:
19).
Ayat di atas menggambarkan perginya salah seorang ash-habul kahfi yang bertindak
untuk dan atas nama rekan-rekannya sebagai wakil mereka dalam memilih dan membeli
makanan.
b. Ijma’
ِ اإلث ِم َو ْال ُع ْد َوا ِن َواتَّقُوا هَّللا َ ِإ َّن هَّللا َ َش ِدي ُد ْال ِعقَا
ب ْ َوتَ َعا َونُوا َعلَى ْالبِ ِّر َوالتَّ ْق َوى َوال تَ َعا َونُوا َعلَى
Artinya: “Dan tolong menolonglah kamu dalam mengerjakan kebaikan dan taqwa dan
janganlah kamu tolong menolong dalam mengerjakan dosa dan permusuhan dan
bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya siksa Allah sangat pedih”.
c. Hadits
ان رسول هللا صلى هللا عليه وسلم بعث اب رافع و رجال من اال نصار فزو جاه ميمو نة بنت الحارث
“Bahwasanya Rasulullah saw. mewakilkan kepada Abu Rafi’ dan seorang Anshar untuk
mewakilinya mengawini Maimunah binti Harits.”
Dalam kehidupan sehari-hari, Rasulullah telah mewakilkan kepada orang lain untuk
berbagai urusan. Diantaranya membayar utang, mewakilkan penetapan had dan
membayarnya, mewakilkan pengurusan unta, membagi kandang hewan, dan lain-lain.
3. Rukun dan Syarat Wakalah
1. Pekerjaan itu boleh digantikan oleh orang lain untuk mengerjkannya, maka sah
mewakilka untuk mengerjakannya. Seperti ibadah puasa, sholat, membaca ayat Al-
Qur’an hal ini tidak bisa diwakilkan.
2. Pekerjaan itu telah menjadi kepunyaan yang berwakil sewaktu dia berwakil. Oleh
karna itu, tidak sah menjual barang yang belum dimilikinya.
3. Pekerjaan itu diketahui dengan jelas, maka batal mewakili barang yang masih samar.
Seperti seseorang berkata ” aku jadikan engkau sebagai wakilku untuk mengawinkan
salah seorang anakku”.
4. Sighat ( ucapan serah terima)
4. Shigat
Shigat hendaknya berupa lafal yang menunjukkan arti “mewakilkan” yang diiringi
kerelaan dari muwakkil seperti “saya wakilkan atau serahkan pekerjaan ini kepada
kamu untuk mengerjakan pekerjaan ini” kemudian diterima oleh wakil. Dalam shigat
kabul si wakil tidak syaratkan artinya seandainya si wakil tidak mengucapkan kabul
tetap dianggap sah.
Aplikasi Wakalah Dalam Kehidupan Sehari-Hari
Akad Wakalah dapat diaplikasikan ke dalam berbagai bidang, termasuk dalam bidang
ekonomi, terutama dalam institusi keuangan:
a. Transfer uang
Proses transfer uang ini adalah proses yang menggunakan konsep akad Wakalah, dimana
prosesnya diawali dengan adanya permintaan nasabah sebagai Al-Muwakkil terhadap
bank sebagai Al-Wakil untuk melakukan perintah/permintaan kepada bank untuk
mentransfer sejumlah uang kepada rekening orang lain, kemudian bank mendebet
rekening nasabah (Jika transfer dari rekening ke rekening), dan proses yang terakhir
yaitu dimana bank mengkreditkan sejumlah dana kepada kepada rekening tujuan. Berikut
adalah beberapa contoh proses dalam transfer uang ini.
b. Wesel Pos
Pada proses wesel pos, uang tunai diberikan secara langsung dari Al-Muwakkil kepada
Al-Wakil, dan Al-Wakil memberikan uangnya secara langsung kepada nasabah yang
dituju. Berikut adalah proses pentransferan uang dalam Wesel Pos.
Dalam proses ini, Al-Muwakkil memberikan uangnya secara tunai kepada bank yang
merupakan Al-Wakil, namun bank tidak memberikannya secara langsung kepada
nasabah yang dikirim. Tetapi bank mengirimkannya kepada rekening nasabah yang
dituju tersebut. Berikut adalah proses pentrasferan uang melalui cabang sebuah bank.
Kemudian ada juga proses transfer uang dimana pendelegasian untuk mengirimkan uang,
tidak secara langsung uangnya diberikan dari Al-Muwakkil kepada bank sebagai Al-
Wakil. Dalam model ini, Nasabah Al-Muwakkil meminta bank untuk mendebet rekening
tabungannya, dan kemudian meminta bank untuk menambahkan di rekening nasabah
yang dituju sebesar pengurangan pada rekeningnya sendiri. Yang sangat sering terjadi
saat ini adalah proses yang ketiga ini, dimana nasabah bisa melakukan transfer sendiri
melalui mesin ATM.
Analisis fikih muamalah terhadap pembatalan akad wakalah secara sepihak yang disertakan
utang piutang menanggapi permasalahan seperti ini jika dilihat dari sudut pandang fikih
muamalah sudah cukup jelas jika dilihat dari beberapa dalil yang menegaskan mengenai
perkara hutang-piutang ini, yang mana bagi siapapun wajib melunasi hutang mereka, hal ini
sebagaimana yang disampaikan oleh Rasulullah SAW.
Berdasarkan hadis di atas sudah sangat jelas Islam sangat mewajibkan bagi setiap muslim
untuk melunasi utangnya. Hanya saja di sini terdapat pula akad wakalah atau perwakilan.
Fenomenna yang bisa terjadi adalah pembatalan pada akad wakalah tersebut, padahal akad
wakalah tersebut dibarengi dengan akad qardh. Jika dilihat dari syarat-syarat berakhirnya
akad wakalah membatalkan akad wakalah tidak bisa secara sepihak dan juga tidak bisa
dibatalkan atau diakhiri selagi masih ada hak orang lain di dalam akad tersebut yang belum
dituntaskan. Oleh karena itu perlu adanya antisipasi dari pihak Grab agar hal ini tidak terjadi.
Salah satu solusinya, dapat dengan membuat sistem pemesanan yang tidak bisa dibatalkan
apabila makanan sudah dibeli oleh driver, sehingga celah bagi pelanggan ingin membatalakan
lewat aplikasinya sudah tidak bisa dibatalkan lagi. Apabila dengan hal ini pun masih ada dari
pelanggan yang membatalkan dengan cara enggan membayar biaya makan. Alangkah
baiknya dari pihak Grab membuat mekasnisme untuk nominal pembelian makanan atau
minuman Rp. 150.000 lebih, pemesanan harus ada uang muka terlebih dahulu. Uang muka
dapat dipotong dari uang digital dari akun pemesan, sebagaimana sistem bagi hasil dari driver
dan Grab. Setiap terselesaikannya pesanan oleh driver maka secara otomatis, uang digital dari
driver akan dipotong sesuai dengan persentase bagi hasil, sehingga driver tidak bisa memesan
jika uang tersebut tidak mencukupi dalam menerima orderan. Sehingga hal ini dapat
mengantisipasi jika terdapat pelanggan berulah tidak ingin membayar atau hendak iseng-
iseng saja. Sedikit berbeda dengan pembatalan sepihak akad wakalah yang di dalamnya
terdapat hutang, pembatalan sepihak pada akad wakalah dan akad qard lebih mengarah pada
fenomena pembatalan akad yang lumrah terjadi pada pemesanan Grab Food. Sebagai contoh,
seorang pelanggan memesan makanan melalui aplikasi Grab Food, namun setelah pesanan
diteriman oleh salah satu driver Grab Food, pelanggan tersebut tidak lama berselang langsung
membatalakan pesanan tanpa adanya alasan. Pembatalan sepihak pada akad wakalah memang
diperkenankan, baik oleh muwakkil atau oleh wakil itu sendiri menurut para ulama
Syafi’iyah dan Hanabilah. Namun dalam hal ini para ulama Hanafiyah berbeda pandangan
mengenai pembatalan sepihak yang dilakukan oleh muwakkil, menurut para ulama Hanafiyah
pemutusan atau pembatalan akad secara sepihak pada akad wakalah yang dilakukan oleh
muwakkil haruslah sepengetahuan dari wakil. Jika wakil tidak mengetahui adanya
pembatalan yang dilakukan oleh muwakkil maka akad wakalah tersebut masih tetap
berlaku.15 Memang untuk akad wakalah secara garis besar memang diperbolehkan
melakukan pembatalan secara sepihak. Namun jika akad wakalah tidak disertai dengan upah,
jika akad wakalah disertai upah di dalam pelaksanaannya maka bentuk akad wakalah berubah
menjadi wakalah bil ujrah. Akad wakalah bil ujrah bersifat mengikat, karena sifat wakkil di
sini menjadi seorang yang disewa jasanya oleh muwakkil, sehingga wakkil wajib
menuntaskan, kecuali jika ada alasan syar‟i. Dan tidak diperkenankan melakukan pembatalan
secara sepihak.
Daftar Pustaka
Antonio, Muhammad Syafi’i. 2008. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema
Insani.
Ayub, Muhammad. 2009. Understanding Islamic Finance. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Dewan Syariah Nasional. 2006. Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional. Jakarta:
Gaung Persada