Anda di halaman 1dari 8

HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN PELAKSANAAN KOMUNIKASI

TERAPEUTIK PADA PERAWAT DI RUANG...

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

DISUSUN OLEH :

SELLY SELFIANA

201811061

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

WIJAYA HUSADA BOGOR

TAHUN 2020
HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN PELAKSANAAN KOMUNIKASI
TERAPEUTIK PADA PERAWAT DI RUANG...

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya
Keperawatan

DISUSUN OLEH :

SELLY SELFIANA

201811061

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

WIJAYA HUSADA BOGOR

TAHUN 2020
TAHUN 2021

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Komunikasi terapeutik adalah cara untuk membina hubungan terapeutik
antara perawat-klien. Dalam proses komunikasi terjadi penyampaian informasi, yang
dapat digunakan sebagai alat yang efektif dalam memberikan asuhan keperawatan
pada anak. Ada beberapa kemungkinan kurang berhasilnya komunikasi terapeutik
pada anak diantaranya dipengaruhi oleh kurangnya pengetahuan komunikasi
terapeutik, sikap perawat, tingkat pendidikan, pengalaman, lingkungan, jumlah
tenaga yang dirasa kurang dan lain-lain. Ruang perawatan 1 merupakan ruang
perawatan penyakit anak dengan kapasitas tempat tidur berjumlah 10 buah dengan
jumlah pasien anak usia prasekolah sebanyak 18 orang. Menurut SK Menkes No. 262
tahun 2000 Rasio jumlah tempat tidur dengan jumlah perawat pada RSU tipe C non
pendidikan, 2 Tempat Tidur berbanding 3-4 tenaga perawat. Melihat data jumlah
perawat dan jumlah kapasitas tempat tidur di ruang perawatan 1 RSDU Polewali
Mandar sangat tidak seimbang, sehingga kemungkinan berhasilnya komunikasi
terapeutik pada anak berkurang dan dapat mempengaruhi pengetahuan dan sikap
perawat dalam komunikasi terapeutik pada anak usia prasekolah. Untuk mengatasi
masalah tersebut salah satunya adalah dengan menggunakan komunikasi terapeutik
secara efektif yang akan dan sedang dilakukan tindakan keperawatan seperti
menggali perassaan, pikiran, perubahan prilaku sehingga akan mampu memecahkan
masalah psikologis pada anak usia prasekolah.Tujuan penelitian ini adalah
mengetahui Hubungan tingkat pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik
dengan pelaksanaan komunikasi terapeutik pada anak usia prasekolah 6 tahun di
ruang perawatan 1 RSUD Polewali Mandar. dengan jenis penelitian menggunakan
studi cross sectional Populasi penelitian ini adalah ibu balita yang berada di
kecamatan Matakali kabupaten Polewali Mandar dengan jumlah 2389 ibu balita.
Komunikasi terapeutik merupakan suatu hubungan interpersonal perawat
dan pasien sebagai usaha untuk memulihkan kesehatan seseorang yang sedang
sakit, perawatan penyakit, dan pengobatan penyakit (Maulana, 2009). Hubungan ini
dibangun ketika perawat mengaplikasikan asuhan keparawatan dimana keluhan
pasien menjadi tolak ukur. Keluhan yang disampaikan secara akurat sangat
membantu perawat dalam memberikan asuhan keperawatan sehingga komunikasi
terapeutik berfokus pada kebutuhan pasien dan dapat memberikan kepuasan
kepada pasien.
ketika perawat melakuan asuhan keperawatan sebagian pasien mengatakan
bahwa perawat tidak memberitahukan tujuan dilakukan tindakan keperawatan,
rencana tindakan yang akan dilakukan selanjutnya dan tidak memberitahukan waktu
pertemuan selanjutnya. Pasien juga mengatakan bahwa kadang-kadang perawat
hanya memberi sedikit kesempatan saja kepada pasien untuk bertanya. Peningkatan
kemampuan komunikasi terapeutik bagi perawat ketika melaksanakan komunikasi
terapeutik, perawat harus memiliki kemampuan antara lain pengetahuan yang
cukup, keterampilan yang mumpuni dan memadai, serta teknik dan etika komunikasi
yang baik (Nasir, 2014, hal: 114).
Dalam Praktek keperawatan, komunikasi senantiasa berperan penting dalam
proses kehidupan. Komunikasi merupakan inti dari kehidupan sosial manusia dan
merupakan komponen dasar hubungan antar manusia. Banyak permasalahan yang
menyangkut manusia dapat diidentifiksi dan dipecahkan melalui komunikasi, tetapi
banyak pula hal-hal kecil dalam kehidupan manusia menjadi permasalahan dasar
karena komunikasi (Suryani, 2005) Penggunaan komunikasi terapeutik merupakan
hal yang perlu mendapatan perhatian dari perawat untuk mendapatkan informasi
yang akurat dan membina hubungan saling percaya klien dan keluarga. Komunikasi
terapeutik berguna sebagai penunjang dalam pelaksanaan asuhan keperawatan,
sehingga dapat mengetahui apa yang dirasakan dan dibutuhkan klien (mundakir,
2006). Pada umumnya sebagian besar perawat dan Rumah Sakit di Indonesia masih
kurang komunikatif terhadap pasiennya sehingga banyak keluhankeluhan yang
berkaitan dengan pengobatan dan perawatanya. Sehingga tingkat kepuasan pasien
kurang terpenuhi. Penelitian yang dilakukan oleh primbodo (2006) tentang tingkat
kepuasan pasien terhadap komunikasi verbal dan nonverbal perawat di Rumah Sakit
Dr. Margono Soekardjo Purwokerto, Provinsi Jawa Tengah dengan sampel sebanyak
242 pasien yang dirawat di bangsal bedah. Menunjukan bahwa komunikasi yang
tidak efektif masih terjadi dalam praktik perawat sehari-hari di Rumah Sakit tersebut.
Berdasarkan kelompok demografis, pasien perempuan cenderung merasa lebih puas
dibandingkan pasien pria terhadap komunikasi keperawatan, pasien yang lebih tua
memberikan respon kepuasan yang lebih dibanding pasien muda, dan pasien yang
berpendidikan rendah cenderung memberikan respon yang positif dalam
berkomunikasi dengan perawat. Kemudian hasil penelitian Anna Rochim Mapa
(2009) tentang hubungan persepsi pasien tentang komunikasi perawat dengan
kepuasan pasien terhadap komunikasi di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten
dengan hasil wawancara yang peneliti lakukan di ruang D, ruang F dan ruang J
terhadap 15 pasien diperoleh 9 pasien diantaranya merasa masih kurang puas
terhadap komunikasi perawat. Apabila masalah ini diabaikan, kemungkinan akan
dapat dapat menaikkan angka ketidakpuasan pasien yang mengakibatkan
menurunnya kepercayaan pasien terhadap perawat serta tingkat kenyamanan
pasien menurun. Keadaan tersebut bisa berdampak pada rendahnya percepatan
penyembuhan bagi pasien dan pasien tidak betah sehingga ingin cepat pulang.
Komunikasi terapeutik merupakan keterampilan interpersonal yang
melibatkan perilaku dan memungkinkan individu untuk berhubungan dengan orang
lain dan dunia sekitarnya. Perawat yang memiliki keterampilan komunikasi secara
terapeutik akan mudah menjalin hubungan saling percaya dengan pasien, mencegah
terjadinya masalah hukum, memberikan kepuasan professional pelayanan
keperawatan, meningkatkan citra profesi perawat dan citra rumah sakit serta
meningkatkan kepuasan pasien (Potter & Perry, 2005). Komunikasi terapeutik yang
dilakukan dengan baik akan sangat mempengaruhi tingkat kepuasan pasien yang
dirawat. Kepuasan pasien adalah suatu perasaan yang timbul sebagai akibat dari
kinerja perawat yang diperoleh setelah pasien membandingkannya dengan apa yang
diharapkan. Menurut Muninjaya (2013) ada 6 faktor yang dapat menentukan
kepuasan pasien terhadap pelayanan di rumah sakit. Keenam factor itu adalah
pemahaman pasien tentang jenis pelayanan yang akan diterimanya, empati petugas
kesehatan, biaya, jaminan keamanan, keandalan dan keterampilan petugas
kesehatan dan kecepatan tanggap petugas kesehatan terhadap keluhan pasien.
Komunikasi terapeutik memegang peranan penting dalam membangun pemahaman
pasien tentang pelayanan kesehatan yang akan diterima, Komunikasi ini penting
karena masalah utama pasien adalah mengalami kecemasan akan penyakit dan
tindakan-tindakan kesehatan yang akan diterima. Dalam hal ini, petugas kesehatan
terutama perawat sebagai petugas kesehatan yang paling sering berinteraksi secara
langsung dengan pasien perlu memiliki keterampilan komunikasi yang baik agar
komunikasi yang dibangun sejalan dengan tujuan pelayanan kesehatan rumah sakit.
Faktor komunikasi verbal dan non verbal dalam pelayanan kesehatan memegang
peranan sebagai faktor kunci utama yang akan menentukan keberhasilan
pelayananan dan memenuhi kepuasan pelanggan yaitu kesembuhan pasien.
Menurut Depkes RI (2005), hingga kini masih ditemukan keluhan pasien atas
ketidakpuasan terhadap komunikasi perawat. Rata-rata data yang didapatkan dari
beberapa rumah sakit di Indonesia menunjukkan 67% pasien mengeluh adanya
ketidakpuasan menerima pelayanan kesehatan. Rosenstein (2005) dalam penelitian
menemukan bahwa terjadi persepsi negatif dan ketidakpuasan terhadap hasil
perawatan disebabkan oleh komunikasi yang tidak baik yang dilakukan oleh para
dokter dan perawat serta staf divisi penunjang lain di rumah sakit. Proses komunikasi
terapeutik yang harus dilakukan perawat menurut Mundakir (2006) meliputi fase
pra-interaksi, fase orientasi, fase kerja dan fase terminasi. Dalam fase pra interaksi,
tugas perawat adalah mengumpulkan data pasien, mengeksplorasi perasaan,
melakukan fantasi kekuatan diri, membuat rencana pertemuan dengan pasien. Pada
fase orientasi perawat memberi salam, memperkenalkan diri, memvalidasi,
menentukan mengapa pasien butuh pertolongan, menjelaskan waktu yang
dibutuhkan dan menjelaskan kerahasiaan. Pada fase kerja, perawat memberikan
kesempatan bertanya, menanyakan keluhan utama, melakukan kegiatan sesuai
rencana. Pada fase terminasi, perawat menciptakan realita perpisahan,
menyimpulkan hasil kegiatan, memberikan reinforcement positif, melakukan kontrak
kegiatan selanjutnya dan mengakhiri kegiatan dengan baik. Seluruh perilaku dan
pesan yang disampaikan perawat baik verbal maupun non verbal hendaknya
bertujuan terapeutik untuk klien. Observasi yang dilakukan penulis pada awal
Desember 2016 terhadap beberapa perawat di rumah sakit Misi Lebak menunjukan
bahwa perawat di ruang perawatan penyakit dalam kurang menunjukkan
komunikasi terapeutik. Perawat kurang menyapa nama pasien, kurang ramah dan
kurang memperhatikan keluhan pasien bahkan ada perawat yang kurang
komunikatif. Hasil penelusuran di rumah sakit ini juga diketahui bahwa belum
pernah diadakan penelitian tentang hubungan komunikasi terapeutik perawat
dengan kepuasan pasien yang dirawat.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini meliputi “ apakah ada
hubungan tingkat pendidikan dengan pelaksanaan komunikasi terapeutik
pada perawat di ruang flamboyan RS Medika Dramaga Kabupaten Bogor
Tahun 2021? “

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan tingkat pendidikan dengan pelaksanaan
komunikasi terapeutik pada perawat di ruang flamboyan RS Medika
Dramaga Kabupaten Bogor Tahun 2021.

2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui distribusi frekuensi tingkat pendidikan dengan
pelaksanaan komunikasi terapeutik pada perawat di ruang flamboyan
RS Medika Dramaga Kabupaten Bogor 2021.
b.

Anda mungkin juga menyukai