Anda di halaman 1dari 23

REFERAT

INFEKSI SALURAN KEMIH PADA ANAK

Disusun Oleh:

Guido Aristo Itang (112022099)

Pembimbing:

dr. Susanto Isman, Sp.A

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOJA

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN

ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA

WACANA PERIODE 19 JUNI 2023 – 26 AGUSTUS 2023

JAKARTA
DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN…..................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................
Anatomi ……………...........................................................................................
Definisi .................................................................................................................
Klasifikasi............................................................................................................
Epidemiologi........................................................................................................
Etiologi ................................................................................................................
Patofisiologi.........................................................................................................
Manifestasi Klinis ...............................................................................................
Pemeriksaan Fisik................................................................................................
Pemeriksaan Penunjang.......................................................................................
Diagnosis ............................................................................................................
Penatalaksanaan .................................................................................................
Komplikasi .........................................................................................................
Prognosis ............................................................................................................
BAB III KESIMPULAN......................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan salah satu penyakit infeksi yang sering pada anak
selain infeksi saluran nafas atas dan diare. Infeksi saluran kemih (urinary tract infection/UTI)
adalah bertumbuh dan berkembang biaknya kuman atau mikroba pada saluran kemih dalam
jumlah bermakna. ISK perlu mendapat perhatian para dokter maupun orangtua karena berbagai
alasan, antara lain ISK sering sebagai tanda adanya kelainan pada ginjal dan saluran kemih yang
serius seperti refluks vesiko-ureter (RVU) atau uropati obstruktif, ISK adalah salah satu
penyebab utama gagal ginjal terminal, dan ISK menyebabkan gejala yang tidak menyenangkan
bagi pasien. Diperkirakan 20% kasus konsultasi pediatri terdiri dari kasus ISK dan pielonefritis
kronik.1 Insiden ISK masih tinggi dan sebagai penyakit infeksi yang hanya ditandai dengan
demam, menempati urutan kedua penyakit infeksi yang paling sering setelah infeksi saluran
pernapasan atas (ISPA). Di Swedia insidens penyakit ini adalah 2.2% pada anak laki-laki dan
2.1% pada anak perempuan usia 2 tahun. Angka rujukan ISK di Inggris meningkat menjadi 2.8%
pada anak laki-laki dan 8.2% anak perempuan usia 7 tahun dan 3.6% pada anak laki-laki dan
11.3% anak perempuan usia 10 tahun. Di Indonesia, dari 200 anak yang dievaluasi sebesar 35%
pada anak 1-5 tahun dan 22% anak usia 6-10 tahun menderita infeksi saluran kemih atau sekitar
33% pada laki-laki dan 67% pada perempuan.2
Pada masa preantibiotik, mortalitas ISK adalah 20%. Komplikasi akut pada anak sehat
saat ini jarang kecuali pada bayi yang dapat berkembang menjadi infeksi sistemik. Komplikasi
jangka Panjang ISK adalah keadaan yang berhubungan dengan parut ginjal yaitu hipertensi dan
gagal ginjal kronik. Pada penelitian di Swedia selama tahun 1950-1960 ditemukan anak dengan
parut ginjal akibat pielonefritis berkembang menjadi hipertensi sebanyak 23% dan penyakit
ginjal terminal sebanyak 10%.2 Manifestasi klinis dari ISK sangat bervariasi sesuai dengan usia
anak mulai dari gejala yang asimptomatik bahkan sampai dengan gejala yang berat, hal tersebut
yang seringkali membuat ISK tidak terdeteksi oleh tenaga kesehatan dan juga orang tua.
Kesalahan dalam menegakkan sebuah diagnosis akan berdampak tidak baik pada anak.1 Dalam
makalah ini akan dibahas mengenai definisi, epidemiologi, etiologi, manifestasi klinis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan, pencegahan, komplikasi dan
prognosis dari infeksi saluran kemih (ISK) pada anak.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Anatomi3
Sistem urinarius terdiri dari 2 ginjal (ren), 2 ureter, vesika urinaria dan uretra. System
urinarius berfungsi sebagai system ekskresi dari cairan tubuh. Ginjal berfungsi untuk membentuk
atau menghasilkan urin dan saluran kemih lainnya berfungsi untuk mengekskresikan atau
mengeliminasi urin. Sel-sel tubuh memproduksi zat-zat sisa seperti urea, kreatinin dan ammonia
yang harus diekskresikan dari tubuh sebelum terakumulasi dan menyebabkan toksik bagi tubuh.
Selain itu, ginjal juga berfungsi untuk regulasi volume darah tubuh, regulasi elekterolit yang
terkandung dalam darah, regulasi keseimbangan asam basa, dan regulasi seluruh cairan jaringan
tubuh. Saluran kemih bagian atas adalah ginjal, sedangkan ureter, kandung kemih (vesika
urinaria) dan uretra merupakan saluran kemih bagian bawah.

Gambar 1. Struktur saluran kemih manusia

Ginjal memiliki tiga bagian penting yaitu korteks, medulla dan pelvis renal. Bagian
paling superfisial adalah korteks renal, yang tampak bergranula. Di sebelah dalamnya terdapat
bagian lebih gelap, yaitu medulla renal. Ujung ureter yang berpangkal di ginjal, berbentuk
corong lebar disebut pelvis renal. Pelvis renal bercabang dua atau tiga, disebut kaliks mayor yang
masing-masing bercabang membentuk beberapa kaliks minor. Dari kaliks minor, urin masuk ke
kaliks mayor, ke pelvis renal kemudian ke ureter, sampai akhirnya ditampung di dalam kandung
kemih.
Ureter terdiri dari dua saluran pipa yang masing-masing menyambung dari ginjal ke
kandung kemih (vesika urinaria). Panjangnya kira-kira 25-30 cm, dengan penampang ± 0,5 cm.
Ureter sebagian terletak dalam rongga abdomen dan sebagian terletak dalam rongga pelvis.
Kandung kemih adalah kantong yang terbentuk dari otot tempat urin mengalir dari
ureter. Dinding kandung kemih terdiri dari lapisan sebelah luar (peritonium).

Gambar.2 Struktur anatomi ginjal


Bagian akhir saluran keluar yang menghubungkan kandung kemih dengan luar
tubuh ialah uretra. Uretra pria sangat berbeda dari uretra wanita. Pada laki-laki, sperma berjalan
melalui uretra waktu ejakulasi. Uretra pada laki-laki merupakan tuba dengan panjang kira-kira
17-20 cm dan memanjang dari kandung kemih ke ujung penis.
Uretra pada laki-laki mempunyai tiga bagian yaitu : uretra prostatika, uretra membranosa
dan uretra spongiosa. Uretra wanita jauh lebih pendek daripada pria, karena hanya 2,5-4 cm
panjangnya dan memanjang dari kandung kemih ke arah ostium diantara labia minora kira-kira
2,5 cm di sebelah belakang klitoris.
Gambar 3. Vesika urinaria dan uretra pada perempuan dan laki-laki

Definisi
Infeksi saluran kemih (urinary tract infection/UTI) adalah bertumbuh dan berkembang
biaknya bakteri pada saluran kemih dalam jumlah yang bermakna. Infeksi dapat terjadi pada
infeksi saluran kemih bagian atas (pielonefritis) dan infeksi saluran kemih bagian bawah
(sistitis).4

Klasifikasi
ISK dapat dibedakan berdasarkan adanya gejala klinis, lokasi dari infeksi dan kelainan
saluran kemih. Berdasarkan dari gejalanya, ISK dapat dibedakan menjadi ISK simptomatik dan
asimptomatik, sedangkan berdasarkan lokasinya, ISK dapat dikategorikan menjadi infeksi
saluran kemih atas dan infeksi saluran kemih bawah.5 Berdasarkan kelainan dari saluran kemih,
ISK dapat dibedakan menjadi ISK simpleks dan ISK kompleks.1 ISK asimptomatik adalah ISK
tanpa adanya gejala namun memiliki bakteriuria yang bermakna, sedangkan ISK yang
simptomatik merupakan ISK yang bergejala dan terdapat bakteriuria yang bermakna. Infeksi
saluran kemih atas melibatkan infeksi dan peradangan yang terjadi di ginjal (pielonefritis),
sedangkan infeksi saluran kemih bawah melibatkan infeksi dan peradangan pada kandung
kemih (sistitis).1,5
ISK yang sulit untuk digolongkan ke dalam pielonefritis ataupun sistitis baik
berdasarkan dari gejala klinis dan juga pemeriksaan penunjang merupakan ISK non spesifik.
Untuk kepentingan klinik dan tata laksana, ISK dibedakan menjadi ISK simpleks
(uncomplicated UTI) dan ISK kompleks (complicated UTI). ISK kompleks adalah ISK dengan
adanya kelainan anatomik atau fungsional dari saluran kemih sehingga akan menyebabkan
stasis ataupun refluks pada urin.1 Contoh kelainan pada saluran kemih adalah batu saluran
kemih, anomali saluran kemih, refluks vesikoureter, atau benda asing. ISK simpleks adalah ISK
yang tidak memiliki kelainan dari struktural dan fungsional saluran kemih.1 National Institute
for Health and Clinical Excellence (NICE) membedakan ISK menjadi ISK atipikal dan ISK
berulang. ISK atipikal merupakan ISK dengan gejala pasien yang sakit berat, adanya massa
abdomen atau kandung kemih, meningkatnya kreatinin darah, septikemia dan tidak berespon
terhadap antibiotik dalam waktu 48 jam dan disebabkan oleh kuman non E. colli. ISK berulang
merupakan ISK yang terjadi dua kali atau lebih episode pielonefritis akut atau satu episode
pielonefritis akut (ISK atas) disertai satu atau lebih episode dari sistitis, atau tiga atau lebih
episode sistitis atau ISK bawah.1

Epidemiologi

Kejadian ISK dalam 3 bulan pertama kehidupan telah dilaporkan sebanyak 7,5% pada
anak perempuan, 2,4% pada anak laki-laki yang disunat dan 20,1% pada anak laki-laki yang
tidak disunat.6 Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi prevalensi dari ISK ini adalah usia,
dan jenis kelamin.7 Pada tahun pertama kehidupan, ISK lebih sering terjadi pada laki-laki
(3,7%) jika dibandingkan dengan perempuan (2%).2 Jika dilihat berdasarkan ras didapatkan
bayi dan balita berkulit putih dengan demam tanpa adanya temuan dari sumber infeksi lain,
sebanyak 10% mengalami ISK, sedangkan hanya ditemukan 2% bayi dan balita berkulit hitam
dengan gejala demam tanpa sumber infeksi lain yang mengalami ISK.7
Jika dilihat berdasarkan usia, didapatkan bahwa bayi perempuan yang berusia 12 bulan
kebawah, sekitar 6% sampai dengan 8% mengalami ISK, sedangkan bayi perempuan berusia
>12 bulan yang mengalami demam, memiliki prevalensi ISK sebesar 2%. Bayi laki-laki yang
berusia <3 bulan dan tidak disunat memiliki risiko untuk mengalami ISK sebanyak 20%,
sedangkan bayi laki-laki yang memiliki gejala yang sama tetapi sudah disunat hanya memiliki
risiko 2,4% yang mengalami ISK. Pada pasien laki-laki yang disunat atau tidak disunat akan
mengalami penurunan prevalensi dari ISK seiring dengan bertambahnya usia, misalnya, pada
anak usia 12 bulan risiko ISK menjadi kurang dari 1%. Prevalensi ISK pada anak laki-laki usia
lebih dari 2 tahun rendah terutama pada anak yang sudah disunat.7
Di Indonesia, dari 200 anak yang dievaluasi sebesar 35% pada anak 1 sampai 5 tahun
dan 22% anak usia 6 sampai 10 tahun menderita infeksi saluran kemih atau sekitar 33% pada
laki-laki dan 67% pada perempuan. Data ini menunjukan infeksi saluran kemih merupakan
infeksi dengan angka kejadian cukup tinggi.8

Etiologi
Escherichia coli (E.coli) merupakan kuman penyebab tersering (60-80%) pada ISK
serangan pertama. Penetian di Indonesia antara lain di RSCM Jakarta juga menunjukkan hasil
yang sama. Kuman lain penyebab ISK yang sering adalah Proteus mirabilis, Klebsiella
pneumonia, Klebsiella oksitoka, Proteus vulgaris, Pseudomonas aeruginosa, Enterobacter
aerogenes, dan Morganella morganii, Staphilococcus, dan Enterococcus.1 Faktor risiko yang
dapat menyebabkan terjadinya ISK pada anak yaitu:

1. Usia. Pada tahun pertama kehidupan risiko anak untuk mengalami ISK akan jauh lebih
besar dan risikonya akan semakin berkurang pada anak dengan usia lebih dari 12
bulan.7,9

2. Ras. Bayi dan balita yang bekulit putih memiliki risiko untuk mengalami ISK lebih
besar jika dibandingkan dengan bayi dan balita berkulit hitam.7

3. Jenis kelamin. Pada tahun pertama kehidupan ISK paling banyak terjadi pada laki- laki
jika dibandingkan dengan perempuan dan akan mengalami penurunan setelah itu
dimana risiko perempuan mengalami ISK semakin meningkat.7,9

4. Status sunat pada bayi. Status sunat pada bayi laki-laki juga merupakan faktor risiko
dari terjadinya ISK pada anak di mana bayi laki-laki pada usia 3 bulan kebawah yang
belum disunat memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami infeksi saluran
kemih jika dibandingkan dengan bayi laki-laki usia 3 bulan ke bawah yang telah di
sunat.9

5. Kebiasaan menahan atau menunda berkemih. Hal ini merupakan salah satu faktor yang
dapat menyebabkan terjadinya ISK. Pada masa balita, pelatihan toilet dapat
menyebabkan anak memiliki keinginan untuk menahan berkemih sehingga hal tersebut
dapat menyebabkan adanya stasis urin dan menimbulkan ISK.5,6

6. Adanya kelainan saluran kemih atau disfungsi berkemih. Hal tersebut dapat
menyebabkan stasis atau aliran balik urin, misalnya seperti adanya batu saluran kemih,
anomali saluran kemih, atau kelainan neurogenik.5,9

7. Konstipasi. Adanya konstipasi dengan perbesaran pada rectum kronis karena adanya
feses merupakan salah satu penyebab yang menyebabkan adanya disfungsi berkemih
sehingga urin menjadi statis dan akan meningkatkan kolonisasi patogen.9

Patofisiologi
Awal terjadinya ISK adalah bakteri berkolonisasi di perineum pada anak perempuan
atau di preputium pada anak laki-laki. Kemudian bakteri masuk kedalam saluran kemih mulai
dari uretra secara asending. Setelah sampai di kandung kemih, bakteri bermultiplikasi dalam urin
dan melewati mekanisme pertahanan antibakteri dari kandung kemih dan urin.10
Pada keadaan anatomi, normal pengosongan kandung kemih terjadi reguler, drainase
urin baik dan pada saat setiap miksi, urin dan bakteri dieliminasi secara efektif. Maka setiap
keadaan yang mengganggu mekanisme pertahanan normal tersebut dapat menyebabkan risiko
terjadinya infeksi.10,11
Kemampuan bakteri untuk meyebabkan ISK bergantung dari adanya suatu filamen
khusus berupa pili atau fimbriae yang terdapat pada kapsul bakteri. Terdapat 2 tipe fimbriae yaitu
tipe I dan tipe II. Fimbriae tipe I lebih banyak terdapat pada bakteri penyebab ISK bawah.
Sedangkan bakteri dengan fimbriae tipe II banyak ditemukan pada kasus ISK atas, bakteriuria
asimtomatis, dan pada feses orang sehat. Fimbriae tipe II disebut juga P fimbriae terbentuk dari
beberapa gen yang memiliki adhesin spesifik Gal-Binding PapG adehsin. Adhesin ini mampu
berikatan dengan glycophingolipids yang merupakan reseptor spesifik pada sel epitel yang
melapisi saluran kemih.10,11
Pada epitel saluran kemih terdapat Toll-Like Receptors (TLR), suatu reseptor yang
mampu mengenali bakteri patogen. Pada kondisi normal, P fimbriae dari bakteri patogen akan
berikan dengan TLR, dan menimbulkan suatu respon inflamasi. Proses inflamasi ini yang
kemudian akan mengeliminasi bakteri pathogen. Namun akibat dari proses ini menimbulkan skar
pada ginjal, yang akan memeberikan dampak lanjutan.11,12 Pada mekanisme hematogen, parenkim
ginjal dapat ditembus pada pasien dengan Staphylococcus aureus bakteremia atau Candida
fungemia yang berasal dari infeksi oral pada pasien dengan imunosupresi. Pada keadaan terentu
infeksi bakteri yng berdekatan dengan organ perkemihan dapat menembus saluran kemih melalui
sistem limfatik. Hal ini terjadi pada kondisi yang berhubungan dengan limfatik rute pada abses
retroperitoneal dan infeksi usus berat.13
Kelainan anatomis berupa refluks vesikoureter (RVU) dapat menyebabkan terjadinya
aliran balik urin dari vesica urinaria menuju ureter dan kemudian menuju ginjal. Pada umumnya
penyebab RVU adalah abnormalitas sistem katup ureterovesikal pada pertemuan ureter-vesika
urinaria yaitu saluran bawah ureter yang masuk ke dalam otot vesika tidak cukup panjang, tetapi
sejalan dengan pertumbuhan keadaan ini akan terkoreksi. Penyebab lain letak ureter terlalu ke
lateral sehingga terbentuk saluran yang pendek dan sulit terkoreksi dengan pertumbuhan .12
Dengan adanya kondisi ini bakteri dapat dengan mudah memasuki ginjal dan berkolonisasi di
parenkim ginjal kemudian menyebabkan infeksi. Refluks ini biasanya didiagnosis sebagai
kelainan penyerta pada anak yang sebelumnya telah terdiagnosis sebagai ISK. Adanya refluks ini
membuat ISK sulit diatasi, karena itu kelainan ini harus ditangani bersama-sama dengan tata
laksana ISK. 11,12
Timbulnya suatu infeksi disaluran kemih tergantung dari faktor predisposisi dan faktor
pertahanan tubuh yang belum diketahui dengan pasti.14 Beberapa faktor predisposisi adalah: ada
nya obstruksi urin, kelainan struktur, urolitiasis, benda asing, refluks ataupun suatu konstipasi
yang lama dan lain-lain. pada bayi dan anak ada nya bakteri dalam saluran kemih umum nya
berasal dari tinja sendiri yang menjalar secara asending. Bakteri uropatogenik yang melekat pada
sel uroepitel, dapat mempengaruhi kontraktilitas otot polos dinding ureter dan menyebabkan
gangguan peristaltiknya. Melekatnya bakteri ke sel uroepitel ini, akan meningkatkan virulensi
bakteri tersebut.14 Mukosa kandung kemih dilapisi oleh suatu glycoprotein mucin layer yang
berfungsi sebagai antibakteri. Robek nya musin ini menyebabkan bakteri dapat melekat dan
membentuk koloni dipermukaan mukosa, kemudia masuk menembus epitel dan mulai
mengadakan peradangan. Bakteri dari kandung kemih dapat naik ke ureter dan sampai ke ginjal,
melalui suatu cairan (films of fluid), apalagi jika ada refluks vesiko ureter dan refluks intrarenal.14
Infeksi akut/kronik vesika urinaria (sistitis) akibat infeksi yang berulang mengakibatkan
perubahan dinding vesika dan dapat mengakibatkan inkompetensi dari katup vesiko ureter.
Akibat rusak nya katup ini, urin dapat naik kembali ke ureter terutama pada waktu berkemih.
(waktu kontraksi kandung kemih), hal ini mengakibatkan kerusakan pielum dan parenkim ginjal
(pielonefritis). Bila hanya buli-buli yang terinfeksi dapat mengakibatkan iritasi dan spasme otot
polos vesika urinaria dan akibatnya rasah ingin miksi terus menerus(urgency) atau miksi
berulang kali (polakisuria). Atau nyeri waktu miksi (dysuria). Mukosa vesika urinaria menjadi
edema dan meradang, pendarahan didaerah edema ini dapat terjadi (hematuria).14

Manifestasi Klinis
ISK pada anak sulit untuk diketahui karena gejalanya yang tidak jelas dan anak kecil
sulit untuk menyampaikan apa yang mereka rasakan. Gejala klinis dari infeksi saluran kemih
sangat bervariasi sesuai dengan intensitas reaksi peradangan, letak dari infeksinya (ISK atas
atau ISK bawah), dan usia dari pasien. ISK yang asimptomatik pada umumnya memiliki
prognosis jangka panjang yang baik dan tidak berlanjut menjadi pielonefritis. Bayi dan balita
pada tahun pertama kehidupan yang memiliki gejala demam dan tidak memiliki infeksi lain,
harus dinilai kemungkinan adanya ISK.1,7,9 Pada bayi usia 0-2 bulan yang memiliki infeksi pada
saluran kemihnya akan memiliki gejala yang paling sering adalah demam.1,7 Gejala tidak
spesifik yang mungkin timbul pada anak di usia ini adalah muntah, ikterus, diare, tidak mau
menyusu, oliguria, distensi abdomen, iritabel.9 Pada anak dengan usia 2-24 bulan, gejala yang
serupa juga dapat ditemukan yaitu adanya demam, dapat timbul adanya penurunan berat badan,
napsu makan berkurang, muntah, diare, gagal tumbuh, distensi pada abdomen, menunjukkan
rasa sakit pada saat dilakukan palpasi pada ginjal. 1 Beberapa anak pada usia ini dapat datang
dengan gejala berkemih yang menunjukkan adanya sistitis misalnya seperti menangis pada saat
buang air kecil atau munculnya bau menyengat pada urin tanpa disertai dengan demam yang
signifikan secara klinis (<38 C). Pada bayi dan anak di usia 2-24 bulan dengan pielonefritis
biasanya memiliki demam yang tinggi dan anak tampak adanya sakit berat. 5,9
Pada anak usia 2- 6 tahun yang mengalami ISK atas (pielonefritis) memiliki gejala
demam tinggi disertai dengan menggigil, gejala pencernaan (mual, muntah, diare), hilangnya
napsu makan, sakit di bagian perut, pinggang atau punggung. Gejala buang air mungkin dapat
muncul ataupun tidak. Pada anak dengan sistitis akut biasanya gejala yang mungkin timbul
yaitu adanya peningkatan suhu atau tanpa adanya peningkatan suhu, mengalami disfungsi dari
berkemih misalnya seperti urgensi, frekuensi, polakisuria, disuria atau inkontinensia dan nyeri
di bagian suprapubik mungkin ada dan urin terkadang memiliki bau yang menyengat.1,9 Pada
anak dengan usia lebih dari 6 tahun, gejala ISK bawah dan ISK atas hampir mirip dengan gejala
pada usia 2-6 tahun. ISK pada anak-anak dalan rentan usia di atas 6 tahun biasanya akan lebih
sering menyerang ISK bagian bawah, tetapi pielonefritis juga dapat terjadi.9

Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik bayi dan balita dengan pielonefritis biasanya ditemukan adanya
demam tinggi, mudah untuk menangis, dan bahkan tampak sakit berat. Anak dengan usia yang
lebih tua dengan adanya pielonefritis seringkali memiliki keluhan adanya nyeri tekan di bagian
panggul atau sudut kostovertebralis, sedangkan pada sistitis pemeriksaan fisik yang ditemukan
adalah adanya nyeri tekan di bagian suprapubik.9 Alat genitalia eksterna dari anak juga perlu
dilakukan pemeriksaan untuk melihat apakah adanya fimosis, hipospadia, epispadia pada anak
laki-laki atau adanya sineke pada vagina perempuan.1

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mendeteksi adanya ISK adalah
pemeriksaan urinalisis dan pemeriksaan kultur urin. Pemeriksaan lainnya yang dapat dilakukan
adalah pemeriksaan USG dan pemeriksaan Voiding cystourethrogram (VCUG) bila adanya
indikasi.7 Pada bayi dan balita di bawah usia 24 bulan, metode pengumpulan urin dapat
dilakukan dengan menggunakan kateterisasi, aspirasi suprapubik atau mengambil urin dengan
urine collector.1,7 Spesimen urin yang diambil dengan menggunakan urine collector hanya
dapat digunakan untuk pemeriksaan urinalisis saja dan tidak dapat digunakan untuk
pemeriksaan kultur. Hal itu disebabkan karena pengambilan urin dengan menggunakan urine
collector dapat menyebabkan adanya kontaminasi bakteri dari kulit di daerah genitalia.7 Apabila
dari hasil pemeriksaan urinalisis dengan spesimen urin dari urine collector menunjukkan hasil
yang normal, maka hal tersebut membantu untuk menyingkirkan adanya ISK. Jika ditemukan
adanya bukti inflamasi (lekosit esterase atau nitrit) dari hasil pemeriksaan urin dengan spesimen
urin dari urine collector, maka perlu dilakukan kateterisasi untuk pemeriksaan kultur urin.
Aspirasi urin dengan menggunakan jarum suprapubik dari kandung kemih juga merupakan
suatu cara yang dapat digunakan untuk mengambil spesimen dari urin untuk menghindari
adanya kontaminasi dari bakteri dan metode ini merupakan baku emas pengambilan sampel
urin, namun prosedur tersebut akan lebih menyakitkan dibandingkan dengan kateterisasi.1,7
Anak dengan usia diatas 2 tahun ke atas sudah dapat melakukan pengambilan sampel urin
sendiri dengan metode midstream, sehingga pada usia lebih dari 2 tahun penggunaan
kateterisasi dan urine collector biasanya tidak perlu. Ketika dari hasil urinalisis ditemukan
adanya sel epitel skuamosa pada mikroskopis, hal itu menandakan bahwa sampel urin yang
diambil kurang baik karena sel tersebut menggambarkan adanya kontaminasi dari kulit
genitalia.7
Pada pemeriksaan urinalisis meliputi pemeriksaan lekosit esterase, nitrit dan
mikroskopik urin.5,7 Pemeriksaan dipstik urin dapat digunakan untuk mendeteksi adanya
leukosit esterase yang dihasilkan oleh leukosit di dalam urin.15 Adanya esterase digunakan
sebagai petunjuk adanya neutrofil di dalam urin meskipun dari hasil pemeriksaan mikroskopik
seringkali tidak ditemukan adanya neutrofil.15 Keuntungan dari pemeriksaan ini adalah
karena kemampuannya untuk mendeteksi leukosit baik yang utuh ataupun yang sudah lisis.15
Leukosit umumnya muncul dalam urin sebagai respon ISK namun piuria steril juga dapat terjadi
pada ISK. Enterococcus, Klebsiella dan Pseudomonas adalah spesies yang memiliki
kemungkinan kecil untuk menghasilkan piuria jika dibandingkan dengan E.coli pada anak
dengan gejala ISK.5
Selain urinalisis, pemeriksaan lainnya adalah uji nitrit. Uji nitrit merupakan
pemeriksaan yang digunakan untuk mendeteksi adanya bakteri gram negatif karena nitrit hanya
ditemukan jika bakteri mengubah nitrat menjadi nitrit.1 Tes nitrit memiliki sensitifitas yang
kurang baik untuk mendeteksi adanya ISK karena biasanya bayi lebih sering untuk
mengosongkan kandung kemih sebelum 4 jam dan biasanya waktu tersebut digunakan oleh
bakteri gram negatif untuk membentuk nitrit. Selain itu, tidak semua bakteri melakukannya
misalnya pada spesies Enterococcus dan Klebsiella.1,5 Jadi, tidak adanya nitrit pada urin tidak
mengesampingkan ISK, namun jika didapatkan adanya nitrit maka 98% diduga ISK.7
Pemeriksaan leukosit esterase dan nitrit berguna untuk skrining terutama apabila dilakukan
secara kombinasi.5

Untuk mengetahui konsentrasi dari sel darah putih dapat dilakukan mikroskopik urin.
Pemeriksaan ini berguna untuk meningkatkan skrining dipstik.5 Jika ditemukan adanya ≥5
WBCs/HFC atau 25 lekosit per mikroliter pertimbangkan adanya piuria dan meningkatkan
kemungkinan ISK.7

Selanjutnya adalah pemeriksaan kultur urin yang merupakan baku emas dari diagnosis
ISK.5 America Academy of Pediatrics (AAP) menegakkan diagnosis ISK pada anak apabila
hasil kultur urin didapatkan adanya bakteri setidaknya 50.000CFU / mL dengan piuria pada
pengambilan sampel SPA dan spesimen kateter.5,9 Namun jika didapatkan hasil 10.000 hingga
50.000 CFU/mL dapat menunjukkan adanya ISK terutama pada neonatus, anak yang
mengalami imunodefisiensi, anak dengan kelainan saluran kemih, atau anak yang sudah pernah
menggunakan terapi antimikroba sebelumnya.7 Walaupun kultur urin ini merupakan baku emas
dari diagnosis ISK, namun kultur urin ini memiliki kekurangan yaitu tidak semua lab memiliki
pemeriksaan ini, hasil dari kultur urin keluar sekitar 2 hari kemudian, dan membutuhkan
biaya yang lebih mahal, sehingga hal tersebut dapat menyebabkan pengobatan menjadi
tertunda.15 Sampel biakan urin juga harus diperhatikan dan tidak boleh berada pada suhu kamar
lebih dari ½ jam karena kuman dapat membiak dengan cepat sehingga nantinya sampel urin
akan memberikan hasil biakan positif palsu.1 Jika urin tidak langsung di kultur, sampel urin
harus disimpan di dalam termos es atau lemari es pada suhu 4° C selama 48-72 jam sebelum
dibiakan.1
Pemeriksaan lain adalah pemeriksaan darah dimana dapat dilakukan untuk membedakan
ISK bagian atas atau ISK bagian bawah, namun pemeriksaan tersebut tidaklah spesifik.
Indikator non spesifik dari ISK atas yaitu adanya leukositosis, peningkatan nilai absolut
neutrophil, peningatan laju endap darah (LED), dan C-reactive protein (CRP) positif. Kadar
dari prokalsitonin yang tinggi dapat digunakan sebagai prediktor yang valid untuk melihat
adanya pielonefritis akut pada anak dengan demam ISK dan adanya skar pada ginjal.1
Berdasarkan pedoman dari Amerika dan Kanada, pemeriksaan ultrasonografi (USG)
ginjal dan kandung kemih direkomendasikan untuk bayi dan balita yang usianya kurang dari 24
bulan setelah adanya gejala demam dari adanya ISK pertama.5,7 Pedoman Asosiasi Urologi
Eropa merekomendasikan USG untuk semua anak dengan demam pertama, sementara NICE
merekomendasikan USG hanya untuk bayi <6 bulan dengan ISK pertama kecuali tidak ada
perbaikan setelah pengobatan.5 Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk mendeteksi apakah
adanya kelainan anatomi seperti adanya obstruksi. Dilakukannya USG bergantung dari klinis
pasien yaitu apabila anak memiliki infeksi yang berat atau gejala tidak membaik umumnya
dalam waktu 12-36 jam.7 Tujuannya adalah untuk melihat apakah ada kelainan anatomi yang
menyebabkan obstruktif atau abses ginjal. Pasien dengan infeksi yang tidak berat dapat
dilakukan USG setelah fase akut berakhir.7 Voiding cystourethrogram (VCUG) merupakan
pemeriksaan radiasi dan invasif untuk menilai penyakit saluran kemih bagian bawah.
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan baku emas yang digunakan untuk mengevaluasi
adanya refluks vesikouretral/VUR (refluks abnormal dari kandung kemih ke ureter).5
Pemeriksaan ini juga dapat menilai adanya kelainan anatomis misalnya seperti divertikulum,
trabekulasi, ureterokel, hidroureter, katup uretra posterior, dan stenosis uretra. Pemeriksaan ini
dianjurkan untuk anak yang memiliki usia dibawah 24 bulan yang pernah mengalami demam
karena ISK dan memiliki hasil USG yang menunjukkan temuan abnormal dari ginjal dan
kandung kemih. VUR merupakan salah satu kelainan yang dapat diwariskan. Prevalensi VUR
dilaporkan 66% merupakan transmisi dari orang tua ke anak dan 27-51% dari saudara kandung
sehingga apabila adanya riwayat VUR pada orang tua atau saudara kandung tanpa gejala atau
adanya gejala demam ISK, pemeriksaan VCUG harus direkomendasikan. Adanya refluks
vesikoureteral dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada ginjal. 7

Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis pada ISK pada anak bisa berdasarkan gejala atau temuan
pada urine, atau bahkan keduanya, tetapi kultur urin sangat diperlukan untuk konfirmasi dan
pemberian terapi yang sesuai. Kecurigaan yang tinggi harus dipikirkan pada anak demam,
terutama ketika demam yang tidak jelas berlangsung selama dua sampai tiga hari, ini bisa
mengurangi angka kejadian ISK yang tidak terdeteksi. Pedoman terbaru yang dikeluarkan oleh
American Academy of Pediatrics (AAP) untuk evaluasi demam (39,0 ° C [102,2 ° F] atau lebih
tinggi) yang tidak diketahui penyebabnya dianjurkan melakukan pemeriksaan urinalisis dan
kultur urine untuk semua kasus pada semua anak laki-laki dengan usia kurang dari enam
bulan dan semua anak perempuan dengan usia kurang dari dua tahun. Diagnosis ISK yang tepat
tergantung pada pengambilan sampel urin yang tepat 5,7
Untuk membedakan ISK bagian atas atau ISK bagian bawah dengan melihat tanda dan
gejala saja sulit, tetapi jika ada demam tanpa ada gejala infeksi lainnya sebagian besar
mempertimbangkan anak tersebut memiliki keterlibatan ISK bagian atas yaitu pielonefritis
karena sebagian besar episode ISK pada tahun pertama kehidupan merupakan pielonefritis.7,9
Pada anak dengan usia 2 tahun keatas dengan gejala seperti adanya rasa tidak nyaman di bagian
suprapubik, adanya masalah berkemih seperti urgensi, frekuensi, polakisuria, disuria
kemungkinan anak tersebut mengalami sistitis. Apabila ditemukan adanya gejala disuria,
disertai dengan gejala seperti nyeri panggul, nyeri konstovertebra, nyeri perut, dan timbulnya
demam tinggi merupakan gejala infeksi saluran kemih bagian atas yaitu pielonefritis. Untuk
menegakkannya perlu dilakukan pemeriksaan biakan urin.1
Diagnosis ISK pada anak-anak didasarkan dari hasil pemeriksaan urinalisis dan kultur
urin.3 Hasil urinalisis yang menunjukkan adanya infeksi ditegakkan apabila didapatkan adanya
bukti dari peradangan yaitu adanya leukosit esterase dan setidaknya dari mikroskopik urin
ditemukan adanya ≥ 5 leukosit/HPF (high-power field) atau 25 leukosit per mikroliter. Hasil
pemeriksaan kultur urin menunjukkan adanya ISK apabila terdapat bakteri setidaknya
ditemukan 50.000 CFU/mL.5,9

Penatalaksanaan
Tata laksana ISK didasarkan pada beberapa faktor seperti umur pasien, lokasi infeksi,
gejala klinis, dan ada tidaknya kelainan yang menyertai ISK.
Secara garis besar, tatalaksana ISK terdiri atas:1,16
1. Eradikasi infeksi akut,
2. Deteksi dan tata laksana kelainan anatomi dan fungsional pada ginjal dan saluran
kemih,
3. Deteksi dan mencegah infeksi berulang.

1. Eradikasi infeksi akut


Tujuan eradikasi infeksi akut adalah mengatasi keadaan akut, mencegah terjadinya
urosepsis dan kerusakan parenkim ginjal. Jika seorang anak dicurigai ISK, berikan antibiotik
dengan kemungkinan yang paling sesuai sambil menunggu hasil biakan urin, dan terapi
selanjutnya disesuaikan dengan hasil biakan urin. Selain pemberian antibiotik, dianjurkan untuk
meningkatkan asupan cairan. Bila dalam 24-48 jam belum ada perbaikan klinis harus dinilai
kembali, dilakukan pemeriksaan kultur urin untuk melihat pertumbuhan bakteri dan kepekaan
terhadap obat. (3,6) Adanya peningkatan resistensi bakteri telah membatasi manfaat penggunaan
beberapa jenis antibiotik seperti amoksisilin. Penggunaan trimetoprim-sulfametoksazol, sering
digunakan walaupun telah terjadi peningkatan resistnsi bakteri terhadap jenis antibiotik ini.
Sefalosporin generasi ketiga seperti sefikim dan sefodoksim terbukti efektif.17
Tabel 1. Pilihan antimikroba oral pada infeksi saluran kemih1,16
Jenis Antibiotik Dosis per hari
Amoksisilin • 20-40 mg/kgbb/hari dibagi dalam 3 dosis
Sulfonamid
- trimetroprim (TMP) – • 6-12 mg TMP dan 30-60 mg SMX /kgbb/hari
sulfametoksazol (SMX) dibagi dalam 2 dosis
- Sulfisoksazol • 120-150 mg/kgbb/hari dibagi dalam 4 dosis
Sefalosporin:
- Sefiksim • 8 mg/kgbb/hari dibagi dalam 2 dosis
- Sefpodiksim • 10 mg/kgbb/hari dibagi dalam 2 dosis
- Sefprozil • 30 mg/kgbb/hari dibagi dalam 2 dosis
- Sefaleksin • 50-100 mg/kgbb/hari dibagi dalam 4 dosis
- Lorakarbef • 15-30 mg/kgbb/hari dibagi dalam 2 dosis

Tabel 2. Pilihan antimikroba parenteral pada infeksi saluran kemih1,16,17


Jenis Antibiotik Dosis per hari
Seftriakson 75 mg/kgbb/hari
Sefotaksim 150 mg/kgbb/hari dibagi setiap 6 jam
Seftazidim 150 mg/kgbb/hari dibagi setiap 6 jam
Sefazolin 50 mg/kgbb/hari dibagi setiap 8 jam
Gentamisin 5 mg/kgbb/hari dibagi setiap 12 jam (bayi < 1
minggu) dan 8 jam (bayi >1 minggu 1x sehari)
Amikasin 15 mg/kgbb/hari dibagi setiap 12 jam
Tobramisin 5 mg/kgbb/hari dibagi setiap 8 jam
Tikarsilin 300 mg/kgbb/hari dibagi setiap 6 jam
Ampisilin 100 mg/kgbb/hari dibagi setiap 6 jam(bayi > 1
minggu) dan 12 jam (bayi < 1 minggu)

 Pengobatan sistitis akut


Anak dengan sistitis diobati dengan antibiotik per oral dan umumnya tidak
memerlukan perawatan di rumah sakit, namun bila gejala klinik cukup berat misalnya
rasa sakit yang hebat, toksik, muntah dan dehidrasi, anak harus dirawat di rumah sakit
dan diberi pengobatan parenteral hingga gejala klinik membaik. Lama pengobatan
umumnya 5 – 7 hari, meskipun ada yang memberikan 3-5 hari, 6 atau 7 hari.1,17
 Pengobatan pielonefritis
Pemberian antibiotik parenteral selama 7 - 14 hari sangat efektif dalam
mengatasi infeksi pada pielonefritis akut. Biasanya perbaikan klinis sudah terlihat
dalam 24-48 jam pemberian antibiotik parenteral. Sehingga setelah perbaikan klinis,
dilanjutkan dengan pemberian antibiotik per oral selama 7-14 hari pengobatan.1
 Pengobatan ISK pada neonatus
Pengobatan terutama ditujukan untuk mengatasi infeksi bakteri Gram negatif.
Antibiotik harus segera diberikan secara intravena. Kombinasi aminoglikosida dan
ampisilin pada umumnya cukup memadai. Lama pemberian antibiotik pada neonatus
dengan ISK adalah 10-14 hari.1
 Pengobatan suportif
Selain terapi kausal terhadap infeksi, pengobatan suportif dan simtomatik juga
perlu diperhatikan, misalnya pengobatan terhadap demam dan muntah. Terapi cairan
harus adekuat untuk menjamin diuresis yang lancar. Anak yang sudah besar dapat
disuruh untuk mengosongkan kandung kemih setiap miksi. Higiene perineum perlu
ditekankan terutama pada anak perempuan. Untuk mengatasi disuria dapat diberikan
fenazopiridin HCl (Pyridium) dengan dosis 7 –10 mg/ kgbb/hari. Perawatan di rumah
sakit diperlukan bagi pasien sakit berat seperti demam tinggi, muntah, sakit perut
maupun sakit pinggang.1,17

2. Deteksi kelainan anatomi dan fungsional serta tata laksananya


Deteksi kelainan anatomi atau fungsional ginjal saluran kemih dilakukan untuk mencari
faktor predisposisi terjadinya ISK dengan pemeriksaan fisik dan pencitraan. Dengan pemeriksaan
fisik saja dapat ditemukan sinekia vagina pada anak perempuan, fimosis, hipospadia, epispadia
pada anak laki-laki. Pada tulang belakang, adanya spina bifida atau dimple mengarah ke
neurogenic bladder. Berbagai jenis pemeriksaan pencitraan antara lain ultrasonografi (USG),
miksio-sistouretrografi (MSU), PIV (pielografi inravena), skintigrafi DMSA (dimercapto
succinic acid), CT-scan atau magnetic resonance imaging (MRI).1
Di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM, pemeriksaan pencitraan dibedakan
berdasarkan kelompok umur, yaitu umur < 2 tahun, 2-5 tahun, dan di atas 5 tahun. Pada
kelompok umur < 2 tahun, dilakukan pemeriksaan USG dan MSU, dan jika ditemukan kelainan,
dilanjutkan dengan PIV atau DMSA, sedangkan jika tidak ada kelainan, anak diobservasi saja.
Pada kelompok umur 2-5 tahun, dilakukan pemeriksaan USG dan jika ditemukan kelainan,
dilanjutkan dengan MSU, dan jika dengan MSU ditemukan kelainan, pemeriksaan dilanjutkan
dengan PIV atau DMSA. Pada kelompok umur > 5 tahun, dilakukan USG dan jika terdapat
kelainan, dilanjutkan dengan PIV atau DMSA, kemudian dengan MSU jika hasilnya abnormal.
(3,17)
Pilihan pemeriksaan pencitraan hendaknya ditentukan oleh tersedianya alat pencitraan pada
setiap tempat atau institusi.1

3. Deteksi dan mencegah infeksi berulang


Infeksi berulang terutama pielonefritis akut merupakan faktor yang berperan dalam
terjadinya parut ginjal. Diperkirakan 40 – 50% kasus ISK simtomatik akan mengalami infeksi
berulang dalam dua tahun pengamatan dan umumnya berupa reinfeksi, bukan relaps. Deteksi
ISK berulang dilakukan dengan biakan urin berkala, jika memungkinkan setelah 1 bulan,
kemudian dilanjutkan dengan setiap 3 bulan. Jika terdapat ISK berulang, berikan antibiotik yang
sesuai dengan hasil uji kepekaan.1
Antibiotik profilaksis diberikan untuk mencegah infeksi berulang dan mencegah
terjadinya parut ginjal. Antibiotik profilaksis dimaksudkan untuk mencapai konsentrasi antibiotik
yang tinggi dalam urin tetapi dengan efek yang minimal terhadap flora normal dalam tubuh.1
Tabel 3 Antibiotik yang digunakan untuk profilaksis1,17
Antibiotik Dosis per hari
Kotrimoksazol
- Trimetoprim • 1-2 mg/kgbb/hari
- Sulfametoksazol • 5-10 mg/kgbb/hari
Sulfisoksazol • 5-10 mg/kgbb/hari
Sefaleksin • 10-15 mg/kgbb/hari
Nitrofurantoin • 1 mg/kgbb/hari
Asam nalidiksat • 15-20 mg/kgbb/hari
Sefaklor • 15-17 mg/kgbb/hari
Sefiksim • 1-2 mg/kgbb/hari
Sefadroksil • 3-5 mg/kgbb/hari
Siprofloksasin • 1 mg/kgbb/hari

Komplikasi
ISK dapat menyebabkan gagal ginjal akut, bakteremia, dan sepsis. Urosepsis sering
terjadi (10%) pada bayi muda (kurang dari tiga bulan) dan jaringan parut ginjal berkembang
(30-60%) setelah pielonefritis.9 Komplikasi jangka panjang yang terjadi pada pielonefritis
adalah adanya hipertensi dan gangguan dari fungsi ginjal, namun saat ini komplikasi jangka
panjang akibat adanya ISK menjadi lebih jarang karena adanya peningkatan dari perawatan
kesehatan secara keseluruhan pada anak-anak setelah mengalami pielonefritis.9

Prognosis
Kebanyakan kasus ISK yang mendapat pengobatan dengan antibiotik sembuh tanpa
komplikasi, walupun pada beberapa kasus ada yang mengalami infeksi berulang. Tingkat
kekambuhan ISK diperkirakan 25-40%. Kekambuhan seringkali terjadi dalam kurun waktu 2-3
minggu setelah terapi. Sebagian kecil pasien akan mengalami kerusakkan ginjal permanen, dan
terjadi pada 5-15% kasus ISK yang disertai demam. Jika kerusakkan hanya terjadi pada satu sisi
ginjal, biasanya tidak disetai komplikasi.
Prognosis buruk tergantung pada adanya malformasi pada saluran kencing maupun
reflux vesicouretral terutama yang yang mengenai kedua ureter. Pada kasus ini kerusakkan ginjal
telah disebabkan oleh gangguan perkembangan ginjal saat janin yang disebut renal dysplasia.
Adanya Renal dysplasia dengan ISK, terutama pada kasus yang tidak mendapatkan pengobatan
yang adekuat akan menyebabkan kerusakkan ginjal yang berat dan progresif. Konsekuensi yang
timbul dari gangguan ginjal berat dapat mengarah pada komplikasi serius berupa hipertensi,
proteinuria, dan kerusakkan ginjal kronis.11,17
BAB III
KESIMPULAN

Infeksi saluran kemih (urinary tract infection =UTI) adalah bertumbuh dan berkembang
biaknya bakteri pada saluran kemih dalam jumlah yang bermakna. ISK merupakan penyakit yang
sering ditemukan pada anak dan cenderung menyerang anak perempuan. 60-80% kasus ISK
disebabkan oleh infeksi bakteri E. Coli dan didukung oleh adanya kelainan anatomis dan
fungsional pada saluran kemih. ISK terbagi menjadi infeksi saluran kemih atas (pielonefritis akut
dan pielonefritis kronik) serta infeksi saluran kemih bawah (sistitis akut, sistitis kronik, sindrom
uretra akut, uretritis, epididimitis). ISK akut belum menimbulkan kelainan struktural atau
radiologis dengan gejala awitan akut seperti demam, nyeri pinggang, nyeri suprapubic, disuria,
polakisuria, stranguria, nokturia. Sedangkan ISK kronik sudah menimbulkan kelainan struktural
atau radiologis dan biasanya kurang bergejala. Pemeriksaan kultur urin merupakan teknik yang
paling sering digunakan untuk mendeteksi ISK. Peranan pencitraan sangat penting untuk mencari
faktor predisposisi, dan jenis pemeriksaan tergantung pada tujuan dan fasilitas yang tersedia.
Pilihan terapi untuk pasien ISK adalah antibiotik yang sensitif terhadap kuman patogen
penyebab. Penanganan yang dini dan sesuai dapat menghindari komplikasi dan pasien dapat
sembuh sempurna.
DAFTAR PUSTAKA

1. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Unit Kerja Koordinasi Nefrologi. Konsensus
Infeksi Saluran Kemih pada Anak. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak
Indonesia; 2011.
2. Hidayanti E, Rachmadi D. Infeksi Saluran Kemih Kompleks; Bagian Ilmu Kesehatan
Anak Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung. Available at: http://pustaka.unpad.ac.id/wp-
content/uploads/2013/12/Pustaka_Unpad_ISK_-Kompleks.pdf.pdf. Diakses pada 20 Juli
2023.
3. Scanlon, V.C & Sanders, T. Essential of Anatomy and Physiology 5th edition. Philadelpia:
FA Davis Company. 2007: 420-432
4. Leung AKC, Wong AHC, Leung AAM, Hon KL. Urinary Tract Infection in Children.
Recent Pat Inflamm Allergy Drug Discov. 2019;13(1):2-18.
doi:10.2174/1872213X13666181228154940
5. Kaufman J, Smith MT, Sanci L. Urinary tract infections in children: an overview of
diagnosis and management. BMJ Paediatrics Open. 2019;3:e000487. doi:10.1136/bmjpo-
2019-000487
6. Gondim R, Azevedo R, Braga AANM, Veiga ML, Barroso U Jr. Risk factors for urinary
tract infection in children with urinary urgency. Int Braz J Urol. 2018;44(2):378-383.
doi:10.1590/S1677-5538.IBJU.2017.0434
7. Balighian E, Burke M. Urinary tract infections in children. AAP. 2018;39(1):3-12.
https://pedsinreview.aappublications.org/content/pedsinreview/39/1/3.full.pdf
8. Tusino A, Widyaningsih N. Karakteristik infeksi saluran kemih pada anak usia 0-12
tahun di rs X kebumen jawa tengah. Biomedika. Agustus 2017;9(2):39-46
9. Dona J, Fisher JD. Pediatric urinary tract infection [internet]. Medscape. 2019. [cited 23
Oktober 2020]. Available from: https://emedicine.medscape.com/article/969643-
treatment
10. Hidayanti E, Rachmadi D. Infeksi Saluran Kemih Kompleks. [Bandung]: Fakultas
Kedokteran Universitas Padjajaran; 2008.
11. Ministry of Health National Health Service Quality. Clinical Practice Guideline for
Urinary Tract Infection in Childern. Aragon: Ministry of Science and Research; 2011.
225 p.

12. Mortini G, Tullus K, Hewitt I. Febrile Urinary Tract Infections in Childern. N Engl J
Med. 2011;365(3):239–50.
13. Davis NF, Flood HD. The Pathogenesis of Urinary Tract Infections. Clinical
Management of Complicated Urinary Tract Infection. Ireland: InTech; 2011. p. 101–20.
14. Alatas H, Tambunan T, Trihono P P, Pardede S O. Buku ajar nefrologi anak. Ed 2.
Jakarta: FKUI; 2009. Hal 142
15. Malau UN, Adipireno P. Uji korelasi leukosit esterase dan nitrit dengan kultur urin pada
infeksi saluran kemih. Intisari Sains Medis. 2019; 10(1): 184-7.
16. Rusdidjas, Ramayanti R, Tambunan T. Kompendium Nefrologi Anak: Infeksi Saluran
Kemih. Jakarta: IDAI; 2011. 131-138 p.
17. Marcdante KJ, Kliegman RM, Jenson HB, Behrman RE. Nelson Ilmu Kesehatan Anak
Esensial. 6th ed. Singapore: Elsevier; 2014. 662-664 p.

Anda mungkin juga menyukai