Anda di halaman 1dari 6

1.

Definisi Angka Kematian Ibu


Angka kematian ibu atau AKI (Maternal Mortality Rate) adalah jumlah kematian
ibu yang ditinjau dari akibat proses kehamilan, persalinan, dan pasca persalinan yang
menjadi indicator derajat kesehatan perempuan. AKI menjadi target SDGs (Sustainable
Development Goals). Langkahnya adalah menurunkan angka kematian ibu menjadi 70
per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2030 (WHO, 2019).
2. Epidemiologi Angka Kematian Ibu
Menurut WHO pada 2019 angka kematian ibu di dunia sebanyak 303.000 jiwa
sedangkan di menurut secretariat ASEAN pada 2020, ASEAN menyumbang angka
kematian sebesar 235 per 100.000 kelahiran hidup. Survei data demografi dan kesehatan
Indonesia menyatakan angka kematian ibu di Indonesia meningkat dari 228 per 100.000
kelahiran hidup pada tahun 2002-2007 menjadi 359 per 100.000 kelahiran hidup mulai
dari 2002 hingga 2007. Hal ini terus bertambah hingga 359 per 100.000 kelahiran hidup
pada 2007 hingga 2012. Penurunan angka kematian ibu terjadi pada tahun 2012 hingga
2015 menjadi 305 per 100.000 kelahiran hidup. Hingga pada 2019, jumlah angka
kematian ibu mencapai 4221 kasus (Kemenkes RI, 2019).

Jawa timur mencatat pada 2021 terdapat 234,7 per 100.000 kelahiran hidup kasus
kematian ibu, yang mana angka tersebut berhasil diturunkan pada 2022 menjadi 96,42 per
100.000 kelahiran hidup. Target provinsi Jawa Timur pada 2023 kali ini adalah 95.42 per
100.000 kelahiran hidup hingga akhir tahun, oleh sebab itu pemberdayaan masyarakat
terus dilakukan, sehingga masyarakat tergerak untuk mendukung program kesehatan ibu
dan anak melalui Gerakan ibu hamil sehat, kelas ibu hamil, kelas balita, posyandu,
pemanfaatan buku KIA, dan program perencanaan persalinan dan pencegahan komplikasi
(P4K) serta didukung oleh TP PKK/organisasi kemasyarakatan. Surabaya mencatat
statistika angka kematian ibu pada 2022 sebesar 39.988 jiwa, yang mana hal ini
menyumbang cukup besar angka kematian di Jawa Timur (Kominfo Jatim, 2023).

3. Etiologi
Penyebab langsung kematian ibu antara lain perdarahan, eklampsia, partus lama,
komplikasi aborsi dan infeksi. Sementara itu yang menjadi penyebab tak langsung
kematian ibu adalah “Empat Terlambat” dan “Empat Terlalu”. Bahaya kehamilan dapat
di cegah oleh ibu dengan berkonsultasi dengan bidan setempat ataupun dokter
kandungan. Guna melakukan terapi atau treatment lainnya yang tidak membahaya kan
ibu dan bayi. Penelitian Ritsma (2018) bahwa salah satu yang dapat mencegah bahaya
kehamilan dengan melakukan yoga, hasil penelitian menunjukkan bahwa yoga yang
dilakukan pada trimester III memberikan dampak yang sangat baik bagi ibu dan anak
sehingga dapat mencegah bahaya kehamilan.

Kurangnya pengetahuan tentang bahaya kehamilan dapat menyebab kematian


maternalk antara lain perdarahan, infeksi, aborsi yang tidak aman , eklampsia, persalinan
yang buruk, penyebab obstetrik langsung lainnya, dan penyebab tidak langsung.
Beberapa penyebabkan kematian maternal tersebut disebabkan adanya komplikasi yang
dapat muncul melalui tanda bahaya kehamilan. Pengetahuan tanda bahaya kehamilan
dinilai melalui beberapa komponen antara lain konsep tanda bahaya, perdarahan vagina,
edema, demam tinggi, penurunan gerak janin, muntah persisten, dan ruptur membran.
Ibu hamil perlu mengetahui tanda bahaya kehamilan karena munculnya tanda bahaya
dapat menjadi indikasi adanya kemungkinan bahaya pada kehamilan yang dapat
berdampak buruk pada kesehatan ibu hamil dan janin (Dewi Kusumawati & Yuli
Indrawati, 2023)

4. Faktor Risiko
Menurut Epuu terdapat 3 faktor yang berpengaruh terhadap proses terjadinya
kematian maternal. Proses yang paling dekat terhadap kejadian kematian maternal,
disebut sebagai risiko dekat yaitu kehamilan itu sendiri dan komplikasi yang terjadi
dalam kehamilan, persalinan dan masa nifas (komplikasi obstetri). Risiko dekat secara
langsung dipengaruhi oleh risiko antara yaitu status kesehatan ibu, status reproduksi,
akses ke pelayanan kesehatan, perilaku perawatan kesehatan/ penggunaan pelayanan
kesehatan dan faktor lain yang tidak diketahui atau tidak terduga.Di lain pihak, terdapat
juga risiko jauh yang mempengaruhi kejadian kematian maternal melalui pengaruhnya
terhadap risiko antara, yang meliputi faktor sosio-kultural dan faktor ekonomi, seperti
status wanita dalam keluarga dan masyarakat, status keluarga dalam masyarakat dan
status Masyarakat (Respati et al., 2019)

5. Upaya Dinkes Jatim untuk Menurunkan AKI


Selama 30 tahun terakhir, AKI (Angka Kematian Ibu) telah turun dari +/-450
per 100.000 KH (Kelahiran Hidup) menjadi +/- 80 pada tahun 2007. Hasil ini
diperoleh berkat penempatan bidan di seluruh desa, menggantikan peran dukun
dalam menolong persalinan dari 70% menjadi 5% saja. Di samping itu, penempatan
dokter di seluruh Puskesmas, penempatan dokter spesialis OBGIN di seluruh RSU
dan tersedianya antibiotika telah menekan kematian ibu karena infeksi dan aborsi
secara drastis.

Hasil itu juga karena penyediaan sarana dan prasarana, seperti Posyandu,
Polindes, Puskesmas, Puskesmas PONED (Pelayanan Obstetri dan Neonatologi
Emergensi Dasar) yang dapat melakukan tindakan Obstetri tertentu, sehingga pasien
tak perlu dirujuk.
Demikian pula perbaikan dalam pelayanan, selain pemeriksaan rutin,
dilakukan penapisan risiko bumil (ibu hamil) dengan menggunakan KSPR (Kartu
Skor Poedji Rochjati), sehingga dapat direncanakan apakah bumil akan bersalin
normal atau perlu dirujuk. Digunakan juga KPPS (Kartu Prediksi Persalinan Sudarto),
untuk menduga apakah bayi dapat dilahirkan secara normal. Di samping itu
digunakan partograf-WHO, untuk mencegah persalinan kasep. Program AMP
melakukan audit pada kasus kematian ibu. Terakhir ANC Terpadu , pemeriksaan
adanya penyakit lain pada bumil. Terjadi pula pergeseran tempat kematian ibu, dari di
luar rumah sakit, ke rumah sakit, tempat yang lebih pantas. Maka kasus rujukan di
rumah sakit meningkat, yang cukup merepotkan para dokter, lebih-lebih kalau
kasusnya gawat darurat disertai komplikasi.
Laporan Dinkes Prov. Jatim tahun 2011 menunjukkan, tiga tahun terakhir
terdapat peningkatan AKI, kini menjadi 104. Sekalipun masih lebih baik dari target
nasional (118 pada tahun 2014), namun perlu mendapat perhatian khusus.
Tampak pula pergeseran urutan penyebab kematian, dari Infeksi-Perdarahan-
Eklamsia,menjadi Perdarahan-Eklamsia-Jantung.Selama ini kasus perdarahan dan
kasus Eklamsia yang dirujuk ke Rumah Sakit, umumnya datang dalam keadaan gawat
darurat disertai komplikasi.Bisakah dicegah? Berikut uraian singkat dan upaya
pencegahannya.
PERDARAHAN

Sebagian besar perdarahan terjadi pada saat persalinan, khususnya segera


setelah ari-ari lahir. Bisa karena rahim tidak berkontraksi (atonia), robekan rahim,
rahim terbalik (inversio), robekan mulut rahim, robekan vagina, ari-ari tak dapat lahir
atau sisa tertinggal. Perdarahan sering tak terduga dan berlangsung cepat, bersifat
gawat darurat. Atonia dapat dicegah dengan perbaikan kondisi gizi dan Hb bumil,
hindari persalinan lama/kasep, kelelahan. Secara medis, berikan obat kontraksi rahim
menjelang kelahiran ari-ari. Robekan rahim dapat dicegah dengan hindari terlalu
sering hamil, terlalu banyak anak, cegah bayi besar, cegah persalinan kasep, jangan
mendorong rahim saat memimpin persalinan. Robekan leher rahim dapat dihindari
dengan melarang ibu mengejan sebelum pembukaan mulut rahim lengkap, jangan
dorong rahim saat memimpin persalinan. Robekan pada vagina, luka sayatan, dapat
diperkecil dengan melakukannya menjelang kepala bayi lahir, jangan jauh
sebelumnya, agar tidak meluas.
EKLAMSIA.

Penyakit Pre-Eklamsia/ Eklamsia (PE/E) hanya ada pada ibu hamil.


Kehamilan menimbulkan rangkaian reaksi perubahan menyeluruh pada bumil. PE/E
adalah penyimpangan patologis dari rangkaian reaksi itu. Dimulai PER (Ringan),
berkembang menjadi PEB (Berat), lalu Eklamsia. Eklamsia adalah terjadinya kejang
atau koma pada kehamilan di atas 20 minggu, yang menyertai kenaikan tekanan
darah, udem dan atau adanya protein dalam air seni karena kerusakan ginjal. Kalau
sudah terjadi Eklamsia, itu berarti terjadi kekurangan asupan oksigen ke otak, terjadi
udem otak atau perdarahan di otak akibat naiknya tekanan darah. Penyimpangan
patologis menyeluruh ini sering kali disertai kerusakan organ hati, paru, jantung,
ginjal, gangguan pembekuan darah, semua ini sangat memberatkan keadaan pasien,
menyulitkan penyembuhannya. Eklamsia juga berarti keterlambatan pencegahannya.
Eklamsia selalu didahului PEB. PEB selalu didahului PER. Tanda PER dengan
mudah dapat diketahui, yaitu naiknya tekanan darah menjadi 140/90 disertai udem
tungkai dan atau protein uria. Tanda lebih awal adalah kenaikan berat badan >2 Kg /
bulan. Dari PER ke PEB butuh waktu mingguan atau bulanan, demikian juga dari
PEB menjadi Eklamsia butuh waktu. Maka tersedia cukup waktu untuk bertindak,
sebelum terjadi Eklamsia! Dimulai dengan mengenali faktor predisposisi seperti
keturunan, obesitas, hamil kembar, kencing gula, tekanan darah tinggi sebelum hamil.
Cegah PE/E dengan memberikan Ca, vit.C dan E sebagai antioksidan. Bila terjadi
kenaikan berat badan >2 Kg/bulan waspada! Bila tekanan darah 140/90 (PER),
sarankan banyak istirahat, tidur miring, kurangi garam, obat batuk Fluimucil dan.
Asetosal dosis rendah (aspilet) dapat membantu, konsul ke dokter. Bila tekanan
darah 160/110 (PEB), segera rawat inap, konsul dokter spesialis. Bila tidak
membaik, akhiri kehamilannya sebelum Eklamsia.

PRIORITAS PILIHAN
Melihat perbedaan sifat antara perdarahan dan Eklamsia, kiranya mencegah
Eklamsia lebih mudah, karena tandanya jelas, mudah dikenali, perjalanannya
bertahap, tersedia cukup waktu untuk diintervensi sebelum Eklamsia. Teoritis
Eklamsia sepenuhnya dapat dicegah. Bukan pada tenaga medis semata, melainkan
banyak pasien dan keluarganya yang tidak tahu akan bahaya Eklamsia, dikira hanya
kenaikan tekanan darah saja, tidak bersedia untuk rawat inap.Banyak faktor non
medis mempengaruhinya, keadaan sosial ekonomi, budaya, mitos, pendidikan dll.
yang di luar jangkauan dokter. Perlu upaya edukasi ibu hamil serta komitmen
berbagai pihak, khususnya pemerintah dati I dan dati II, dinas kesehatan dan direktur
Rumah Sakit (termasuk RS swasta), organisasi profesi, instansi tekait, LSM, PKK
dll., sesuai perannya masing masing. Khusus untuk bidang medis, hendaknya
dilakukan analisis epidemiologik, rencanakan pelatihan penyegaran semua bidan,
dokter, dokter spesialis. Pada awalnya, perlakukan PEB dan Eklamsia seperti
perlakuan terhadap KLB (Kejadian Luar Biasa) dengan tim pemantau-gerak-cepatnya
di Dinkes dan RS Dati II. Didukung Dinkes Provinsi dan tim pemantau (RS Provinsi,
POGI). Perbaiki pelayanan di hilir, di rumah sakit. Dengan adanya forum Pentaloka
(Penataran dan Lokakarya) bagi para dokter spesialis, dan Forum percepatan
penurunan AKI dan AKB, penulis yakin upaya di Jatim ini akan berhasil. Hasilnya
akan memberi kontribusi besar bagi tercapainya sasaran MDG-5 nasional, serta
memberi inspirasi bagi provinsi lain. (Surabaya, 2020)
DAFTAR PUSTAKA

Dewi Kusumawati, P., & Yuli Indrawati, I. (2023). EDUKASI TANDA-TANDA BAHAYA
KEHAMILAN SEBAGAI UPAYA UNTUK MENURUNKAN ANGKA KEMATIAN IBU HAMIL
DI PUSKESMAS PEGANTENAN KABUPATEN PAMEKASAN.
http://jurnal.globalhealthsciencegroup.com/index.php/JPM

Kemenkes. (2022). Profil Kesehatan Indonesia. Kementrian Kesehatan RI

Kominfo Jatim. (2023, August 8). Angka Kematian Ibu (AKI) Tahun 2022 Turun Signifikan.
Dinas KOMINFO Jawa Timur.

Respati, S. H., Sulistyowati, S., & Nababan, R. (2019). Analisis Faktor Determinan Kematian
Ibu di Kabupaten Sukoharjo Jawa Tengah Indonesia. Jurnal Kesehatan Reproduksi, 6(2), 52.
https://doi.org/10.22146/jkr.43463

Surabaya, A. H. (2020). https://dinkes.jatimprov.go.id/userimage/dr%20kusumo%20UPAYA


%20TEROBOSAN%20MENURUNKAN%20AKI%20DI%20JATIM.pdf. Retrieved 8 9, 2023

WHO. (2023, February 22). Maternal Mortality. World Health Organization.

Anda mungkin juga menyukai