Anda di halaman 1dari 4

SUNAN KALIJAGA

Menceritakan kisah Sunan Kalijaga, salah satu dari sembilan wali yang
menyebarkan agama Islam di Indonesia. Ia lahir sekitar tahuu 1450 Masehi. Nama
kecil Sunan Kalijaga menurut sejarah adalah Raden Mas Syahid atau Raden Said.
Beliau merupakan putra dari seorang adipati Tuban yang bernama Ki
Tumenggung Wilatikta.

Pada masa mudanya, beliau merupakan seorang yang giat belajar dalam
mencari ilmu, terutama ilmu agama Islam. Beliau juga pernah berguru kepada
Sunan Bonang, Sunan Gunung Jati dan Sunan Ampel.

Raden Said merupakan putra dari adipati Tuban yang sangat dekat dengan
rakyat jelata atau miskin. Pada saat itu terjadi musim kemarau sangat panjang
yang membuat masyarakat gagal panen, namun dalam waktu bersamaan
pemerintah pusat memerlukan dana besar untuk mengatasi pembangunan, dan
mau tidak mau rakyat miskin harus membayar pajak yang tinggi.

Melihat adanya keadaan yang komtradiksi antara pemerintah dan rakyat


jelata, Raden Said yang merasa dekat dengan rakyat jelata, beliau bergerak tanpa
pikir panjang untuk membantu rakyat tersebut. Beliau mencuri hasil bumi untuk
dibagikan kepada rakyat yang tidak mampu tersebut di gudang penyimpanan
ayahnya.

Hasil bumi tersebut merupakan upeti dari masyarakat yang akan


disetorkan kepada pemerintah pusat. Biasanya pada malam hari Raden Said
bergerak untuk melakukan aksinya dan hasilnya dibagikan langsung kepada
rakyat jelata secara sembunyi-sembunyi tanpa sepengetahuan rakyat sekalipun.

Seiring berjalannya waktu, penjaga gudang merasa curiga, karena upeti


yang ada di gudang mulai berkurang. Karena penasaran, si penjaga gudang
dengan sengaja meninggalkan gudang dan mengintip dari kejauhan, namun
ternyata penjaga gudang berhasil memergoki aksi Raden Said tersebut, dan
kemudian Raden Said dibawa kepada ayahandanya.

Raden Said dimarahi habis-habisan oleh ayahandanya, dan beliau


mendapatkan hukuman tidak boleh keluar rumah. Setelah lepas sepekan, Raden
Said tidak merasakan jera atas hukumannya tersebut. Beliau tetap melakukan
aksinya di luar istana, yang targetnya adalah orang-orang kaya dan pelit.

Hasil dari aksinya tersebut kemudian ia bagikan kepada rakyat jelata.


Karena aksinya di luar istana, Raden Said menggunakan pakaian serba hitam dan
topeng layaknya seorang ninja. Hingga suatu hari, Raden Said dijebak oleh
perampok asli. Di suatu malam, perampok tersebut melakukan pemerkosaan
sekaligus memperkosa wanita dengan memakai pakaian yang sama seperti Raden
Said ketika melakukan aksinya.

Di saat Raden Said ingin menolong wanita tersebut, perampok yang asli
berhasil melarikan diri. Dengan pakaian yang sama, Raden Said terjebak dan
menjadi kambing hitam masyarakat karena sudah mengepungnya. Dengan
kejadian tersebut, ayah Raden Said kecewa terhadapnya dan langsung
mengusirnya.

Setelah di usir oleh ayahnya, Raden Said tinggal di hutan, lagi-lagi beliau
melakukan askisnya untuk menolong rakyat jelata. Namun, saat itu itu beliau
tidak menggunakan nama aslinya, melainkan menggunakan nama Brandal
Lokajaya selama tinggal di hutan tersebut.

Dan suatu ketika lewatlah seseorang yang berpakain serba putih dengan
membawa tongkat yang gagangnya seperti emas yang berkilauan. Raden Said
merebut tongkat dari orang berbaju putih tersebut secara paksa hingga
menyebabkan orang yang berbaju serba putih tersebut tersungkur jatuh. Sambil
mengelaurkan air mata orang tersebut bangun.

Ketika tongkat telah berada di tangannya, Raden Said mengamatinya,


ternyata tongkat tersebut tidak terbuat dari emas. Karena heran melihat orang
yang berbaju serba putih tersebut menangis, Raden Said pun mengembalkan
tongkatnya. Dan kemudian orang tersebut berkata “Bukan tongkat itu yang aku
tangisi” sambil menunjukkan rumput di telapak tangannya.
Sambil menunjukkan rumput di telapak tangannya orang tersebut berkata
“Perhatikanlah aku sudah berbuat dosa, melakukan perbuatan sia-sia, karena
rumput itu tercabut karena saat aku jatuh tadi”. Kemudian Raden Said menimpali
“Cuma beberapa helai rumput saja kamu merasa berdosa?” tanya Raden Said
dengan heran.
Orang tersebut kembali menjawab “Ya, memang berdosa ! karena kamu
mencabutnya tanpa sebuah kebutuhan, apabila untuk makanan ternak tidak apa,
namun jika untuk sebuah kesia-siaan sungguh sebuah dosa!” Setelah mengetahui
perbuatan Raden Said, orang tersebut mengatakan sebuah perumpaan terhadap
perbuatan Raden Said tersebut.
Bahwa apa yang dilakukan oleh Raden Said itu ibarat mencuci pakaian
yang kotor dengan menggunakan air kencing yang hanya akan menambah kotor
dan bau pakaian tersebut. Raden said pun termenung dengan pernyataan tersebut.
Raden Said pun di buat takjub dengan keajaiban yang di tunjukkan mengubah
pohon aren menjadi emas.
Karena penasaran beliau memanjatnya, namun ketika hendak mengambil
buahnya, tiba-tiba pohon tersebut rontok dan mengenai kepalanya, hingga
akhirnya belaiu terjatuh dan pingsan. Setelah Raden Said tersadar bahwa orang
tersebut bukanlah merupakan orang biasa. Sehingga timbul rasa ingin belajar
kepadanya.
Akhirnya di kejarlah orang yang berbaju putih tersebut, setelah berhasil di
kejarnya belaiu menyampaikan keinginannya untuk berguru kepadanya.
Kemudian Raden Said di beri sebuah syarat yaitu Raden Said di perintahkan
untuk menjaga tongkat dan tidak boleh beranjak sebelum orang itu kembali.
Setelah tiga tahun kemudian datanglah orang berbaju putih tersebut
menemui Raden Said yang ternyata masih menjaga tongkat yang di tancapkan di
pinggir kali (sungai). Orang berbaju putih tersebut merupakan sunan Bonang, dan
kemudian Raden said di ajaknya ke Tuban untuk di beri pelajaran agama.
Oleh karena itu nama Kalijaga beliau dapat dari kata kata kali yang artinya
sungai dan Jaga yang artinya menjaga. Meski sebelumnya Raden Said pernah
mencuri untuk menolong orang, perbuatan tersebut terlihat mulia, namun tetap
merupakan jalan yang salah.
Sang ibu tak pernah tahu bahwa anak kesayangannya telah kembali ke
Tuban. Hanya saja beliau tidak kembali ke Istana kadipaten Tuban secara
langsung, melainkan singgah terlebih dahulu ke tempat sunan Bonang. Untuk
mengobati kerinduan dengan ibunya Raden Said tidak jarang mengarahkan
ilmunya yang tinggi.
Beliau mengarahkan ilmunya yang tinggi dengan membaca al-Qur’an
jarak jauh yang kemudian di kirimkan ke istana Tuban. Suara lantunan ayat al-
Qur’an Raden Said sangat merdu benar-benar menggetarkan dinding istana
kadipaten. Bahkan mengguncangkan isi hati kadipaten tuban dan istrinya.

Anda mungkin juga menyukai