Anda di halaman 1dari 6

STUDI KASUS PNEUMONIA

Seorang pasien perempuan umur 65 tahun masuk ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) dengan
keluhan susah nafas, batuk, bagian tubuh sebelah kiri tidak bisa digerakan dengan diagnose
pneumonia dan hipertensi.
Data vital sign:
 Suhu : 39oC
 TKD : 160/100 mmHg
 Leukosit : 12.000/mm3
 HB : 12 mg/dL
 Frekuensi Pernafasan : 28x/menit
 Bunyi nafas : wheezing
 Natrium : 139 mmol/L
 Kalium : 4,47 mmol/L
Terapi yang diberikan kepada pasien yaitu :
 Nebulizer Combivent @8 jam
 Levofloxacin @12 Jam
 Intravena NaCl 0,9% 20 tetes/menit
 Bisoprolol 10 mg, 1x1 sehari
 Amlodipine 5 mg, 1x1 sehari
 Ranitidine 150 mg, 2x1 sehari
 Captopril 12,5mg, 2x1 sehari
Pertanyaan :
1. Apakah ada DRP dalam kasus pasien?
2. Jelaskan saran yang dapat kalian berikan kepada pasien sebagai seorang apoteker?
Jawab :

Jenis Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Nilai Rujukan Keterangan


Suhu 390C 36,5-37,50C High
TKD 160/100 mmHg <120/80 mmHg High
Leukosit 12.000/mm3 5.000-10.000 High
HB 12 mg/dL 12-15 mg/dL Normal
Frekuensi pernafasan 28x/menit 12-20 nafas/menit High
Bunyi nafas wheezing
Natrium 139 mmol/L 135-145 meq/L Normal
Kalium 4,47 mmol/L 3,6-4,8 meq/L Normal
1. DRP pada pasien yaitu :
a. M 1.4 Ada indikasi yang tidak diterapi
Pasien memiliki ciri-ciri stroke iskemik ditandai dengan adanya kekakuan
(sulit bergerak) tubuh bagian kiri. Pasien sampai saat ini belum mendapatkan
terapi terkait stroke tersebut.
b. P1.1 Pemilihan obat tidak tepat (bukan untuk indikasi yang paling tepat/
termasuk penggunaan obat yang kontraindikasi.
Saat ini tekanan darah pasien 160/100 mmHg, dimana pasien termasuk
mengalami hipertensi Stage 2. Saat ini pasien mengalami stroke sehingga goal
terapi pada pasien yang tidak menerima fibrinolitik yaitu diturunkan 15% dari
tekanan darahnya sehingga pada pasien ini hanya menurunkan tekanan darah
pasien hingga 140/90 mmHg. Dimana saat ini pasien menerima 3 kombinasi
obat antihipertensi yaitu bisoprolol 10mg 1x1 sehari, amlodipine 5mg 1x1
sehari dan captopril 12,5 mg 1x1 sehari.
1. Bisoprolol merupakan golongan beta blocker yang dimana beta blocker
memiliki efek kerja dengan menurunkan denyut jantung pasien sehingga
tekanan darah pasien dapat menurun. Namun pada kasus ini pasien
memiliki
stroke yang berarti adanya penyumbatan pada pembuluh darah pasien,
sehingga pemberian terapi beta blocker yang memiliki efek menurunkan
denyut jantung tersebut merupakan bukan pilihan yang tepat karena akan
dapat memperparah kondisi pasien.
2. Amlodipine merupakan golongan obat CCB (Calcium Chanel Blocker)
Golongan obat CCB memiliki mekanisme yaitu menurunkan daya pompa
dari jantung sehingga aliran darah pasien akan melambat. Hal tersebut
merupakan hal yang tidak boleh terjadi ketika ada pasien stroke, sehingga
golongan CCB bukan pilihan yang tepat karena akan memperparah kondisi
pada pasien stroke.
3. Captopril merupakan golongan antihipertensi Angiostensin Converting
Enzym Inhibitor yang bekerja menghambat pembentukan angiostensin II
dari angiostensin I, dimana angiostensin II memiliki efek yaitu
menyempitkan pembuluh darah dan meningkatkan tekanan darah sehingga
membuat jantung bekerja lebih keras. Pada kasus kali ini penggunaan
Captopril (ACE-I) tidak tepat karena memiliki efek samping yaitu dapat
menyebabkan batuk, dimana saat ini pasien mengalami keluhan batuk,
susah nafas, wheezing dan frekuensi nafas yang tinggi sehingga jika
captopril tetap digunakan maka akan memperparah kondisi batuk pasien.
c. P 7.2 Pasien menggunakan obat yang tidak diperlukan.
Ranitidine 150 mg 2x1 merupakan golongan antagonis reseptor histamin
H2 yang bekerja dengan cara menghambat secara kompetitif kerja reseptor
histamin H2, yang sangat berperan dalam sekresi asam lambung. Sehingga
tidak diberikan karena pada kasus pasien tidak mengalami gejala mual
muntah.
d. M 1.2 Efek obat tidak optimal
Penggunaan levofloxacin intravena pada pasien pneumonia tetap diberikan
karena sudah tepat, dimana Levofloxacin merupakan lini pertama yang
diberikan pada pasien pneumonia disertai komordibitas. Levofloxacin
termasuk golongan fluorokuinolon jenis baru mempunyai aktivitas spektrum
yang lebih luas terhadap kuman gram positif dan gram negatif serta kuman
atipik penyebab infeksi saluran nafas bawah termasuk pneumonia.
Penatalaksanaan terapi mengacu pada pneumonia komuniti karena pasien
masuk rawat inap terdiagnosa pneumonia. Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan di Indonesia dari PDPI untuk pneumonia komuniti (PDPI,
2014) dan Infectious Diseases
Sociaty of America/American Thoracic Society Consensus Guidelines on the
Managemen of Community-Acquired Pneumonia in Adults (IDSA/ATS,
2007), penatalaksaan pasien pneumonia komuniti rawat inap non ICU,
diberikan fluorokuinolon respirasi yaitu levofloxacin (level 1 evidence) atau
kombinasi betalaktam dengan makrolid (level 1 evidence). Hasil penelitian
Langtry dan Lamb (1999) menunjukkan bahwa levofloxacin merupakan
antibiotik dengan spektrum luas, terdistribusi baik dan mencapai kadar tinggi
pada banyak jaringan seperti paru-paru, kulit dan prostat. Bioavailabilitas oral
yang tinggi memungkinkan beralih dari intravena ke oral tanpa penyesuaian
dosis. Pada pasien pneumonia pemberian levofloxacin intravena dan/oral lebih
superior daripada pemberian ceftriaxone intravena dan/atau cefuroxime oral.
Namun menurut pengobatan pasien rawat jalan dewasa CAP (Mandel, et. al,
2007; Grief & Loza, 2018) pemberian antibiotic kepada pasien pneumonia
ketika ada Komorbiditas Pilihan antibiotik yang diberikan yaitu kombinasi
Fluoroquinolone atau beta-lactam + macrolide (doxycycline adalah alternative
untuk macrolide) Sehingga pada saat ini pasien membutuhkan terapi
kombinasi ini karena pasien memiliki komorbid dan juga dilihat dari nilai
leukosit pasien yang tinggi.

2. Sebagai seorang apoteker yang bisa disarankan yaitu :


Terapi Farmakologi :
a. Terapi untuk pasien ketika mengalami bagian tubuh sebelah kiri tidak bisa
digerakan yang merupakan tanda dari adanya stroke, dengan diberikan
penggunaan golongan antiplatelet yaitu aspilet (Aspirin) 320 mg sebagai dosis
awal dan 75-100mg per hari sebagai dosis pemeliharaan. Pemberian
antiplatelet bertujuan untuk memecah platelet pada saluran peredaran darah
pasien sehingga stroke pasien dapat terkontrol dan juga mencegah platelet
menjadi thrombus yang kemudian akan memperparah kondisi pasien.
b. Terapi pada pasien untuk hipertensinya diberikan obat antihipertensi tunggal
tanpa kombinasi karena presentase penurunan tekanan darah yang harus
dicapai pasien hanya 15% dari tekanan darah pasien sehingga pasien harus
mencapai goal terapi 140/90 mmHg. Terapi yang diberikan yaitu obat
antihipertensi golongan Angiostensin II Receptor Blocker (ARB) dimana obat
golongan ARB yang dapat diberikan kepada pasien melihat efek dari
mekanisme kerja ARB
yang tidak merugikan atau memperparah kondisi pasien. Penggunaan obat
golongan ARB yang dapat saya sarankan yaitu Valsartan. Berdasarkan Journal
Valsartan (Henry R. Black et al, 2009) menunjukan bahwa kemanjuran
valsartan dalam menurunkan tekanan darah (BP) pada berbagai populasi
pasien (termasuk orang tua, wanita, anak-anak, pasien obesitas, pasien
diabetes mellitus, pasien dengan penyakit ginjal kronis (CKD), pasien dengan
resiko tinggi. Besarnya efek ini sebanding yang ditunjukan dengan inhibitor
enzim pengubah angiotensin (ACEI), namun valsartan memiliki profil
toleransi yang lebih baik. Dosis awal valsartan yang direkomendasikan adalah
40 mg dua kali sehari.
c. Terapi sesak napas dengan tetap diberikan nebulizer Combivent : Berdasarkan
kasus di atas, terapi nebulizer combivent dilanjutkan dengan dosis 0,5 mg/0,25
mg dengan dosis terbagi setiap 8 jam sekali sehingga membantu
mengencerkan secret. Selain itu terapi inhalasi dipilih karena pemberian
terapai inhalasi memberikan efek bronkodilatasi atau pelebaran lumen
bronkus. Pemberian inhalasi combiven pada pasien sesak nafas yang disertai
batuk menunjukkan hasil yang efektif pada pemberian inhalasi combiven pada
pasien bronkopneuminia (Jurnal OAJJHS, 2022). Selain itu pemberian atau
penggunaan obat golongan kortikosteroid inhalasi bertujuan sebagai agen anti
inflamasi yang paling efektif dalam mengontrol asma serta dapat menurunkan
gejala asma, mencegah eksaserbasi asma, menurunkan hiperresponsivitas
saluran nafas, dan memperbaiki aliran nafas (Gina, 2018).
d. Pemberian antibiotic kepada pasien pneumonia ketika ada Komorbiditas
pilihan antibiotik yang diberikan yaitu kombinasi golongan Fluoroquinolone
atau beta- lactam + macrolide (doxycycline) dimana pemberian levofloxacin
dapat dilanjutkan dengan dosis 500 mg intravena 1 kali sehari dikombinasikan
dengan doxycycline 100 mg oral 1 kali sehari selama 7 hari (Mandel, et. al,
2007; Grief & Loza, 2018).
e. Penggunaan IVFD NaCl 0,9% 20 tetes/menit tetap diberikan karena pasien
masuk ke instalasi rawat inap memerlukan IVFD NaCl 0,9% untuk mencegah
dehidrasi. Pasien yang mengalami stroke berisiko tinggi mengalami dehidrasi
karena disebabkan adanya kerusakan atau gangguan pada pembuluh darah
sehingga cairan dalam tubuh berkurang. Selain itu manfaat cairan infus bagi
pasien stroke dapat membantu melarutkan darah yang beku sehingga
melancarkan aliran darah serta mencegah kerusakan jaringan otak. Selain itu
infus IVFD NaCl 0,9% digunakan sebagai pengganti makanan untuk tubuh.

Terapi Non Farmakologi :

1. Istirahat yang cukup, waktu tidur normal 8 jam


2. Berolahraga secara teratur dengan berjalan kaki atau berjalan santai selama 30
menit di pagi hari.
3. Mengkonsumsi makanan yang mengandung karbohidrat, mineral, vitamin, dan
protein.
4. Pasien diharapkan melatih pernafasan di pagi hari saat

Anda mungkin juga menyukai