Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM ILMU BAHAN PANGAN


MATERI KE 9
BUAH DAN SAYUR

Dosen Pengampu :
Dewi Marfu’ah Kurniawati, S.Gz, M.Gizi
Ayu Rahadiyanti, S.Gz, MPH
Fitriyono Ayustaningwarno, STP, M.Si

Disusun oleh :
Kelompok A2

1. Aini Nur Fauziyah 22030120120008


2. Ira Sukma Sari 22030120120010
3. Velicia 22030120120006

Tanggal Praktikum : 19 November 2020

PROGRAM STUDI S-1 GIZI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2020
A. PENDAHULUAN

Buah dan sayur mengandung berbagai mineral, seperti zat besi, selenium, seng,
mangan dan sulfur, yang diakui peranannya sebagai zat yang penting bagi tercapainya
kesehatan tubuh yang optimal. Buah dan sayur segar juga mengandung pigmen (zat
pewarna alami), seperti karoten, flavonoid dan klorofil. Karoten terdapat pada sayur
berdaun hijau tua (bayam, katuk, daun kangkung, daun pepaya, daun singkong), sayur
berwarna kuning oranye (wortel, ubi merah, labu kuning), dan buah-buahan yang
berwarna kuning oranye (pisang raja, pepaya, mangga). Beta-karoten dari wortel
berpengaruh baik terhadap pencegahan kanker paru-paru dan kanker tenggorokan akibat
merokok. Flavonoid mempunyai peranan sebagai antiperadangan, antialergi, antivirus
dan antikarsinogen.
Buah dan sayur merupakan komoditas yang mudah sekali mengalami kerusakan
pasca panen, baik kerusakan fisik, mekanis, maupun kerusakan mikrobiologis. Setelah
dipanen buah-buahan akan mengalami beberapa perubahan, antara lain perubahan
dalam respirasi, kandungan air, karbohidrat, asam organik, dan pH. Setelah dipanen
penggunaan oksigen dan produksi CO2 mulai meningkat mencapai klimak dan diikuti
penurunan laju respirasi yang disebut senecence.
Masing - masing buah dan sayur mempunyai sifat fisik yang berbeda. Perbedaan
tingkat kematangan juga menyebabkan perbedaan sifat fisik. Sifat fisik buah dan sayur
sangat penting dalam sortasi dan pengkelasan mutu (grading). Sifat fisik buah atau
sayur yang sering diamati antara lain warna, aroma, rasa, bentuk, berat, ukuran, atau
kekerasan. Warna, aroma, rasa, bentuk, ukuran dan kekerasan diamati secara subyektif,
sedangkan berat ditetapkan secara obyektif menggunakan timbangan.
Tidak semua bagian sayuran maupun buah-buahan dapat dimakan. Buah terdiri dari
kulit, daging buah, dan biji, sedangkan sayuran tergantung dari jenisnya, apakah
sayuran daun, buah, umbi, biji, batang, dan sebagainya. Jumlah bagian yang bisa
dimakan dan harus dibuang pada buah dan sayur penting untuk mendapatkan bagian
dapat dimakan (BDD). Hal ini penting diketahui sebagai perhitungan rendemen
produksi hasil olahan sayur atau buah.

Perlakuan pendahuluan pada buah dan sayut dilakukan untuk mengurangi


terjadinya pencoklatan, memperbaiki tekstur atau meningkatkan palatibilitas bahan.
Contoh perlakuan pendahuluan terhadap buah dan sayur adalah blansir, perendaman
dalam larutan sulfit, vitamin C, asam sitrat, garam, hidrogen peroksida, air kapur, dan
lain-lain.
Blansir biasanya dilakukan dengan tujuan menghambat terjadinya pencoklatan,
melunakkan/melayukan bahan, memperbaiki palatibilitas serta untuk mengeluarkan
udara dari jaringan bahan. Blansir pada dasarnya adalah pemanasan dan dapat
dilakukan dengan air panas maupun uap panas. Pemanasan selama blansir
menyebabkan bahan menjadi lebih lunak, layu, dan secara organoleptik bahan lebih
baik.

B. TUJUAN PRAKTIKUM

1. Mahasiswa mampu membedakan jenis, sifat fisik, organoleptik buah dan sayur

2. Mahasiswa mampu menghitung jumlah bagian yang dapat dimakan pada buah dan
sayur

3. Mahasiswa mengetahui perlakuan pendahuluan untuk mencegah reaksi pencoklatan

C. ALAT DAN BAHAN

1. Pisau 1 buah 7. Talenan 1 buah

2. Timbangan 1 buah 8. Jeruk 1 buah

3. Kompor gas 1 buah 9. Pisang 1 buah

4. Panci 1 buah 10. Wortel 1 buah

5. Termometer 1 buah 11. Buncis 1 buah

6. Jangka sorong 1 buah 12. Sayuran beku secukupnya

D. PROSEDUR PENELITIAN

1. Sifat Fisik dan Organoleptik Buah dan Sayur

a. Mengamati warna buah jeruk, pisang overripe, pisang bintik coklat, pisang
kuning, dan pisang hijau

b. Mencium aroma buah jeruk, pisang overripe, pisang bintik coklat, pisang kuning,
dan pisang hijau
c. Mencicipi rasa buah jeruk, pisang overripe, pisang bintik coklat, pisang kuning,
dan pisang hijau

d. Mengamati tekstur buah jeruk, pisang overripe, pisang bintik coklat, pisang
kuning, dan pisang hijau

e. Mengamati warna buncis dan wortel segar

f. Mengamati warna buncis dan wortel beku

g. Mencium aroma buncis dan wortel segar

h. Mencium aroma buncis dan wortel beku

i. Mengukur panjang, lebar dan tinggi dari buncis dan wortel segar

j. Mengukur panjang, lebar dan tinggi dari buncis dan wortel beku

k. Mengamati tekstur buncis dan wortel segar

l. Mengamati tekstur buncis dan wortel beku

m. Mencatat seluruh hasil pengamatan

2. Jumlah Bagian yang Dapat Dimakan (BDD)

a. Menimbang berat utuh buah jeruk, pisang overripe, pisang bintik coklat, pisang
kuning, dan pisang hijau

b. Menimbang berat bersih buah jeruk, pisang overripe, pisang bintik coklat, pisang
kuning, dan pisang hijau

c. Menghitung presentase BDD buah jeruk, pisang overripe, pisang bintik coklat,
pisang kuning, dan pisang hijau

d. Menimbang berat utuh dan berat bersih buncis dan wortel segar

e. Menghitung presentase BDD buncis dan wortel

f. Mencatat seluruh hasil pengamatan

3. Reaksi Pencoklatan pada buah

a. Memotong buah apel dengan pisau besi

b. Mengamati perubahan warna apel setelah didiamkan dan mencatat lama waktu
yang dibutuhkan
c. Memotong buah apel dengan pisau stainless

d. Mengamati perubahan warna apel setelah didiamkan dan mencatat lama waktu
yang dibutuhkan

e. Mencatat seluruh hasil pengamatan

E. HASIL PENGAMATAN

1. Pengamatan Sifat Fisik dan Organoleptik

Tabel 1. Hasil Pengamatan Sifat Fisik dan Organoleptik Buah


No Jenis Buah Warna Aroma Rasa Tekstur
Warna kulit :
orange
1. Jeruk Wangi jeruk Manis kecut Lunak-keras
Warna daging :
orange
Warna kulit :
Pisang agak Hijau muda Khas pisang
2. Seperti getah Keras
hijau Warna daging : baru bergetah
putih kekuningan
Warna kulit :
kuning Tidak terlalu
3. Pisang kuning Khas pisang Lembut
Warna daging : manis
putih kekuningan
Warna kulit :
Kuning
Pisang kuning Khas pisang
4. kecoklatan Manis Lembut
bintik coklat baru
Warna daging :
putih kekuningan
Warna kulit :
Pisang Kuning tua Khas pisang
5. Manis sekali Lembut
overripe Warna daging : matang
kuning
Tabel 2. Hasil Pengamatan Sifat Fisik dan Organoleptik Sayur

No Jenis Buah Warna Aroma Ukuran Tekstur

P : 19,5 cm
Khas wortel
1. Wortel Orange L : 4,41 cm Keras
baru
T : 3,8 cm
P : 27,5 cm
Khas buncis
2. Buncis Hijau L : 1,05 cm Keras
tidak menyengat
T : 0,7 cm
P : 1,1 cm
Orange sedikit Khas wortel Agak
3. Wortel beku L : 0,8 cm
putih tidak menyengat lunak
T : 0,8 cm
P : 2,5 cm
Hijau sedikit Khas buncis
4. Buncis beku L : 0,54 cm Lunak
putih menyengat
T : 0,8 cm

2. Penghitungan Jumlah Bagian yang Dapat Dimakan (BDD)

Tabel 3. Hasil Pengamatan Bagian Dapat Dimakan pada Buah


No Jenis Buah Berat Utuh Berat bersih % BDD
1. Jeruk 127 gram 97 gram 76,37 %
2. Pisang agak hijau 87 gram 50 gram 57,47 %
3. Pisang kuning 116 gram 77 gram 66,37 %
4. Pisang kuning bintik coklat 75 gram 52 gram 69,33 %
5. Pisang overripe 54 gram 36 gram 66,66 %

Tabel 4. Hasil Pengamatan Bagian Dapat Dimakan pada Sayur

No Jenis Buah Berat Utuh Berat bersih % BDD

1. Wortel 210 gram 160 gram 76,19 %


2. Buncis 18 gram 18 gram 100 %
3. Wortel beku 6 gram 6 gram 100 %
4. Buncis beku 7 gram 7 gram 100 %
3. Reaksi Pencoklatan pada Buah

Tabel 5. Hasil Pengamatan Reaksi Pencoklatan Buah


No Jenis Buah Pisau Stainless Pisau Besi

1. Apel 10 menit 5 menit

F. PEMBAHASAN

1. Pembahasan dari hasil pengamatan tabel 1

Pada praktikum ini diperoleh warna dari kulit jeruk dan daging jeruk adalah
orange. Sedangkan warna pada empat buah pisang yang digunakan pada praktikum ini
berbeda-beda. Warna kulit pada pisang agak hijau, pisang kuning, pisang kuning
bintik coklat, dan pisan overripe secara berurutan adalah hijau muda, kuning, kuning
kecoklatan dan kuning tua. Warna daging buah pada buah pisang sama yaitu putih
kekuningan.

Warna pada buah dipengaruhi oleh pigmen. Pigmen merupakan kumpulan zat
warna yang dapat memberi warna pada suatu bahan. Warna pada jeruk yang diperoleh
pada praktikum ini adalah orange. Warna orange pada buah jeruk ini diperoleh dari
adanya pigmen karoten, dan xantofil yang terdapat pada buah jeruk yang sudah tua.
Pada buah jeruk muda, pigmen yang tersimpan adalah klorofil. Klorofil ini
memberikan warna hijau. Begitu pula dengan pisang agak hijau, pisang agak hijau
berwarna hijau karena adanya pigmen klorofil.1,2

Warna kuning pada pisang diawali akibat adanya degradasi klorofil dan
pembentukan karotenoid, kemudian dilanjutkan dengan adanya proses pembentukan
karetenoid yaitu xantofil. Xantofil ini berperan dalam memberikan warna kuning pada
pisang. Intensitas warna ini akan meningkat pada puncak klimaterik. Hal ini sesuai
dengan hasil pengamatan dimana pisang kuning berwarna kuning dan pisang overripe
berwarna kuning tua. Pada pisang bintik coklat, muncul warna coklat. Warna coklat
pada kulit pisang dapat juga disebabkan karena adanya reaksi oksidasi yang dikatalis
oleh enzim fenol oksidase atau polifenol oksidase. Warna coklat ini dapat timbul lebih
awal dari pelayuan karena adanya proses degradasi klorofil yang tidak sempurna
menjadi phyrol (tidak berwarna), yaitu menjadi senyawa feotin yang berwarna
coklat.3,4
Buah jeruk memiliki aroma yang khas. Aroma ini berasal dari senyawa yang
bernama Citral. Citral inilah yang memberi aroma khas jeruk. Aroma khas pada
pisang disebabkan karena terbentuknya senyawa kompleks yang mudah menguap dan
beberapa minyak esensial yang ada. Komponen penyusung aroma pada buah pisang
adalah iso-amil asetat, amil asetat, amil propionat, amil butirat, heksil asetat, metil
asetat, pentanol, butil alkohol, amil alkohol, dan heksil alkohol. Pada proses
pemasakan buah pisang akan mengalami berbagai perubahan fisik dan kimiawi. Salah
satunya adalah perubahan aroma. Oleh karena itu, aroma pada buah pisang berbeda-
beda tergantung tingkat kematangannya.2.5

Rasa pada masing-masing buah berbeda tergantung pada senyawa yang terdapat
dalam buah tersebut. Jeruk memiliki rasa yang manis kecut, rasa ini berasal dari asam
sitrat yang terkandung dalam buah jeruk. Pada buah pisang rasa manis ditentukan leh
adanya gula hasil degradasi pati yang menjadi gula sederhana. Gula sederhana
tersebut adalah sukrosa, glukosa, dan fruktosa. Semakin lama waktu penyimpanan
maka akan semakin manis rasa buah pisang tersebut. Pada buah pisang hijau yang
masih mentah muncul rasa sepat yang disebabkan karena adanya senyawa tanin.
Selama proses pemasakan buah rasa sepat ini akan berangsur-angsur berkurang, hal
ini disebabkan karena adanya penurunan kandungan tanin aktif.2.5

Tekstur daging buah jeruk cenderung keras. Tekstur jeruk tidak berubah
walaupun jeruk mengalami proses pematangan. Tekstur pada buah pisang dipengaruhi
oleh senyawa-senyawa pektin dan selulosa. Selama proses pemasakan buah menjadi
lembut atau lunak karena menurunnya jumlah senyawa tersebut. Jumlah selulosa pada
buah yang baru dipanen adalah sekitar 2-3% dan selama proses pemasakan jumlahnya
akan berkurang. Hal ini sesuai pada hasil pengamatan. Dimana tekstur pisang hijau
keras dan tekstur pisang lainnya lembut. Hal ini disebabkan karena pada pisang hijau
kandungan selulosa dan pektinnya masih tinggi.5,6

2. Pembahasan dari hasil pengamatan tabel 2

Pengamatan mengenai sifat fisik dan organoleptik pada sayur dapat dilakukan
dengan menggunakan wortel dan buncis. Pengamatan ini dapat dilihat dari segi warna,
aroma, tekstur, serta ukuran. Dalam pengamatan mengenai segi warna, diperoleh
warna orange pada wortel, hijau pada buncis, oranye sedikit putih pada wortel beku,
dan hijau sedikit putih pada buncis beku. Warna orange pada wortel disebabkan oleh
pigmen karoten yang merupakan zat pemberi warna jingga sedangkan warna hijau
pada buncis disebabkan oleh pigmen klorofil yang merupakan zat hijau daun pemberi
warna hijau. Selain itu, warna oranye sedikit putih pada wortel beku dan warna hijau
sedikit putih pada buncis beku disebabkan oleh air yang belum sepenuhnya mencair
saat sayur diamati.7

Pengamatan selanjutnya mengenai sifat fisik dan organoleptik pada sayur dapat
dilihat dari segi aroma. Pada pengamatan mengenai aroma, diperoleh aroma khas
wortel baru pada wortel, aroma khas buncis tidak menyengat pada buncis, aroma khas
wortel tidak menyengat pada wortel beku, dan aroma khas buncis menyengat pada
buncis beku. Aroma khas wortel baru pada wortel disebabkan oleh kandungan
terpenoid dan volatil yang dihasilkan oleh senyawa prekursor ketika bereaksi dengan
enzim pembentuk flavor. Sementara itu, buncis memiliki aroma yang khas namun
tidak menyengat sama seperti sayuran pada umumnya. Pada wortel dan buncis yang
telah dibekukan, terjadi perubahan aroma yang disebabkan oleh pertumbuhan kristal
es. Perubahan ini dapat bergantung pada karakteristik sayur yang dibekukan.8,9
Sifat fisik dan organoleptik pada sayur, juga dapat diamati dari segi ukuran.
Dalam pengamatan mengenai ukuran, diperoleh hasil pengukuran panjang sebesar
19,5 cm, lebar 4,41 cm, dan tinggi 3,8 cm pada wortel sedangkan pada buncis
diperoleh hasil pengukuran panjang sebesar 27,5 cm, lebar 1,05 cm, dan tinggi 0,7
cm. Selain itu, hasil pegukuran juga diperoleh pada wortel beku dengan panjang
sebesar 1,1 cm, lebar 0,8 cm, dan tinggi 0,8 cm serta pada buncis beku dengan
panjang sebesar 2,5 cm, lebar 0,54 cm, dan tinggi 0,8 cm. Wortel dibedakan menjadi
beberapa varietas berdasarkan panjang umbinya, yaitu tipe imperator dengan panjang
20-30 cm, tipe chantenay dengan panjang 15-20 cm, dan tipe nantes dengan panjang
5-15 cm. Sementara itu, pada umumnya buncis memiliki panjang lebih dari 12 cm.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa wortel yang diamati termasuk ke dalam
tipe chantenay dan buncis termasuk dalam ukuran yang umum.10,11

Selanjutnya, sifat fisik dan organoleptik pada sayur dapat diamati dari segi tekstur.
Dalam pengamatan mengenai tekstur, diperoleh tekstur keras pada wortel, keras pada buncis,
agak lunak pada wortel beku, dan lunak pada buncis beku. Tekstur keras pada wortel dan
buncis menandakan bahwa keduanya dalam kondisi yang baik. Sementara itu, perubahan
tesktur wortel dan buncis menjadi agak lunak dan lunak setelah dibekukan, terjadi akibat
pertumbuhan kristal es. Tingkat perubahan tekstur ini bergantung pada ukuran kristal es yang
terbentuk dan kecepatan waktu pembentukan.9,12

3. Pembahasan dari hasil pengamatan tabel 3 dan 4

Bagian yang dapat dimakan (BDD) merupakan perhitungan kadar gizi yang
disajikan per 100 gram dari bagian yang dapat dimakan dan dinyatakan dalam satuan
persen (%). Perhitungan BDD digunakan untuk mengetahui bagian–bagian sari dari
suatu bahan pangan yang masih dapat dimakan. Selain itu, perhitungan BDD juga
dapat digunakan untuk menentukan kandungan energi, protein, karbohidrat, dan
kandungan gizi lainnya yang terdapat pada suatu bahan pangan. Perhitungan BDD
dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah jenis bahan pangan dan
alat yang digunakan untuk menimbang. Dalam pengukuran BDD, alat yang digunakan
untuk menghitung haruslah akurat karena dapat memengaruhi nilai akhir BDD.13,14,15

Pada praktikum ini, dilakukan perhitungan bagian yang dapat dimakan (BDD)
pada jeruk dan pisang. Setelah dilakukan perhitungan, diperoleh BDD sebesar 76,37%
pada jeruk, 57,57% pada pisang agak hijau, 66,37% pada pisang kuning, 69,33% pada
pisang kuning bintik coklat, dan 66,66% pisang overripe. Berdasarkan hasil
perhitungan BDD yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa persentase BDD
tertinggi terdapat pada jeruk sedangkan persentase BDD terendah terdapat pada
pisang agak hijau. Perhitungan BDD pada buah dapat didasarkan atas kulitnya. Jika
suatu buah memiliki kulit buah yang juga dapat dimakan, maka persentase buah
tersebut akan semakin tinggi. Jeruk memiliki persentase BDD sebesar 76,37% karena
tipisnya kulit dari jeruk yang hanya mengurangi sedikit tingkat persentase dari bagian
yang dapat dimakan. Sementara itu, pisang agak hijau memiliki persentase terendah
sebesar 66,66% karena pisang ini masih memiliki beberapa bagian yang belum dapat
dimakan dengan rasa yang sepat dan kulit buah yang tebal.16

Pada hasil pengamatan mengenai sayur, diperoleh BDD pada wortel sebesar
76,29% dan BDD pada buncis, wortel beku, dan buncis beku adalah sebesar 100%.
Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa BDD wortel yang paling rendah.
Rendahnya BDD wortel dibandingkan dengan BDD buncis, wortel beku dan buncis
beku disebabkan karena karena kulit dan bonggol pada wortel merupakan bagian yang
tidak dapat dimakan. Sedangkan pada buncis nilai BDDnya mencapai 100% karena
semua bagiannya dapat dimakan. Begitu juga pada wortel beku dan buncis beku.
Wortel beku dan buncis beku memiliki presentase BDD sebesar karena keduanya
telah terpotong dan terpisahkan dari kulitnya, sehingga semua bagiannya dapat
dimakan.17

4. Pembahasan dari hasil pengamatan tabel 5

Jika buah atau sayur terpotong atau terbuka, maka biasanya pada permukaan
bagian yang terpotong atau terbuka akan mengalami perubahan warna menjadi coklat.
Proses perubahan warna ini disebut dengan reaksi pencoklatan atau browning. Proses
pencoklatan pada bahan makanan dapat dibagi menjadi dua reaksi utama, yaitu
pencoklatan enzimatis, dan pencoklatan non-enzimatis.18,19

Pencoklatan enzimatik terjadi pada buah-buahan yang banyak mengandung


substrat fenolik, di samping katekin dan turunnya seperti tirosin, asam kafeat, asam
klorogenat, serta leukoantosiain dapat menjadi substrat proses pencoklatan. Senyawa
fenolik dengan jenis ortodihidroksi atau trihidroksi yang saling berdekatan merupakan
substrat yang baik untuk proses pencoklatan. Pencoklatan secara enzimatik dipicu oleh
reaksi oksidasi yang dikatalisis oleh enzim fenol oksidase. Enzim tersebut dapat
mengkatalisis reaksi oksidasi senyawa fenol yang menyebabkan perubahan warna
menjadi coklat.19,20

Pencoklatan enzimatis pada bahan pangan memiliki dampak menguntungkan dan


juga dampak yang merugikan. Reaksi pencoklatan enzimatis bertanggung jawab pada
warna dan flavor yang terbentuk. Dampak yang menguntungkan, misalnya enzim
polifenol oksidase bertanggung jawab terhadap karakteristik warna coklat keemasan
pada buah-buahan yang telah dikeringkan seperti kismis, buah prem, dan buah ara.
Dampak merugikannya adalah mengurangi kualitas produk bahan pangan segar
sehingga dapat menurunkan nilai ekonomisnya. Perubahan warna ini tidak hanya
mengurangi kualitas visual tetapi juga menghasilkan perubahan rasa serta hilangnya
nutrisi. Reaksi pencoklatan ini dapat menyebabkan kerugian perubahan dalam
penampilan dan sifat organoleptik dari makanan serta nilai pasar dari produk
tersebut.19

Pada pengamatan kali ini, dilakukan dengan mengamati reaksi pencoklatan pada
buah apel. Pada buah apel yang utuh, sel-sel yang ada didalamnya juga masih utuh.
Dimana substrat yang terdiri atas senyawa fenol terpisah dari enzim phenolase,
sehingga tidak terjadi reaksi browning. Apabila sel pecah akibat terjatuh, memar, atau
terpotong, maka substrat dan enzim akan bertemu pada keadaan aerob (terdapat
oksigen) sehingga akan terjadi reaksi pencoklatan enzimatis. Perubahan warna pada
buah apel ini juga terjadi karena adanya ketidaakseimbangan antara proses oksidasi
dan reduktif metabolism dalam buah yang menyebabkan oksigen menjadi reaktif. Hal
ini dapat menyebabkan hilangnya tekstur dan rasa pada buah yang mengalami reaksi
pencoklatan.21

Semakin lama buah apel dibiarkan di tempat terbuka dalam keadaan terpotong,
makan reaksi pencoklatan yang terjadi semakin terlihat jelas. Pada hasil pengamatan,
buah apel yang dipotong dengan pisau besi mengalami reaksi pencoklatan setelah
didiamkan selama 5 menit, sedangkan pada buah apel yang dipotong dengan pisai
stainless mengalami reaksi pencoklatan setelah didiamkan selama 10 menit.

Perbedaan lama reaksi pencoklatan ini terjadi karena pemotongan buah


menggunakan pisau yang berbeda. Pisau stainless terbuat dari baja yang cenderung
tidak bereaksi dengan bahan yang dipotongnya, sedangkan pisau besi akan lebih cepat
atau mudah teroksidasi. Ukuran potongan buah juga memengaruhi kecepatan reaksi
pencoklatan. Cara untuk mengurangi pencoklatan dapat dilakukan dengan
perendaman larutan sulfit, asam askorbat, asam sitrat, dan garam. Perendaman
tersebut bertujuan untuk mengurangi reaksi antara enzim polifenolase, oksigen, dan
senyawa polifenol yang bertanggung jawab dalam reaksi pencoklatan enzimatis.
Namun, pengunaan bahan kimia sintetis sebagai anti browning telah dilarang karena
dapat menyebabkan asmatik dan efek samping bagi kesehatan pada konsumen.
Pengunaan bahan – bahan alami lebih efektif dalam mencegah browning pada buah-
buahan dan sayur-sayuran dibanding bahan kimia sintetis.20,21
G. SIMPULAN
1. Secara umum jenis, sifat fisik, dan organoleptik pada buah dan sayur dapat
dibedakan dengan mengamati warna, aroma, rasa, tekstur, dan ukuran.
2. Dari hasil pengamatan diperoleh presentase BDD pada buah jeruk, pisang agak
hijau, pisang kuning, pisang kuning bintik coklat dan pisang overripe secara
berurutan adalah 76,37 %, 57,47 %, 66,37 %, 69,33 %, dan 66,66 %. Pada wortel
nilai BDDnya sebesar 76,29% dan pada buncis, wortel beku, dan buncis beku
adalah sebesar 100%. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa besarnya BDD
dipengaruhi oleh berat bersih dan berat kotor dari masing-masing sayur dan buah.
Semakin banyak bagian yang dapat dimakan, maka akan semakin tinggi nilai
BDDnya.
3. Pencoklatan pada buah apel termasuk reaksi pencoklatan enzimatis. Dan juga cepat
reaksi pencoklatan pada apel dapat dipengarubi beberapa hal, seperti penggunaan
pisau dan ukuran potongan buah.
H. DAFTAR PUSTAKA
1. Wirakusumah ES. Jus Buah dan Sayuran. Jakarta: penebar Swadaya; 2007.
2. Tim Mekarsari. Ensiklopedia Buah Jeruk. Jakarta: Grasindo; 2010 p.
3. Suprayatmi M, Hariyadi P, Hasbullah R, Andarwulan N. Aplikasi 1-
Methylcyclopropene (1-MCP) Dan Etilen Untuk Pengendalian Kematangan Pisang
Ambon di Suhu Ruang. 2010;
4. Aryani T, Mu’awanah IAU, Widyantara AB. Aplikasi Kulit Pisang Menjadi Tepung:
Aktifitas Antioksidan Tepung Kulit Pisang Musa Sapientum. 2012;
5. Noor Z. Perilaku selulase buah pisang dalam penyimpanan udara termodifikasi.
Jurnal Nasinal Teknologi. 2007;13(3):1–8.
6. Sarwono B. Khasiat dan Manfaat Jeruk Nipis. Agromedia; 2001. 7 p.
7. Ngatimin S, Nawisah, Satriani, Rahma, Yadi A, Turung R. Perlindungan Tanaman
Sayuran Dataran Tinggi. Penerbit LeutikaPrio; 2020.
8. Triastuti I, Nurainy F, Nawansih O. Kajian Produksi Minuman Campuran Sari
Wortel dengan Berbagai Buah. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas
Pertanian, Universitas Lampung. 2013;18(2).
9. Waziroh E, Yusa Ali D, Istianah N. Proses Termal pada Pengolahan Pangan.
Malang: UB Press; 2020.
10. Rahma, Sya'biatur. Pengaruh Perbedaan Suhu Pengeringan Terhadap Kadar Vitamin
A pada Tepung Wortel (Daucus Carota L.) Grade Terendah sebagai Sumber Belajar
Biologi. Universitas Muhammadiyah Malang. 2018;.
11. Aisyah S, Kuswanto, Soegianto A. Evaluasi SIfat Morfologi Enam Aksesi Buncis
(Phaseolus vulgaris L.) dan Korelasinya terhadap Daya Hasil. Jurnal Produksi
Tanaman. 2017;5(4).
12. Lubis E. Panduan Praktis Budi Daya dan Manfaat Wortel. Penerbit Buhana Ilmu
Populer. Jakarta. 2019.
13. Roni KA. Pengaruh Penambahan Cairan Kulit Dan Bonggol Nanas Pada Proses
Pembuatan Tempe. Berk Tek. 2013;3(2):573–85.
14. Damayanthi et al. 2014. Buku Pegangan Ilmu Gizi Dasar. Bogor (ID) : IPB Press
15. Handayani, SP. 2008. Konversi Satuan Ukuran Rumah Tangga ke Dalam Satuan
Berat (gram) Pada Beberapa Jenis Pangan Sumber Protein. Jurnal Gizi dan Pangan.
Vol. 3. No. 1. Hal. 49-60
16. Ludang Y. Keragaman Hayati Ruang Terbuka Hijau Berbasis Pengetahuan Ulayat.
Tangerang: An1mage; 2017.

17. Djojosumarto P. Pestisida dan Aplikasinya. Jakarta: Agromedia Pustaka; 2008.


18. Muchtadi T, Ayustaningwarno F. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Bandung:
Alfabeta; 2015.
19. Arsa M. proses Pencoklatan (Browning Process) pada Bahan Pangan.[Skripsi].
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universita Udayana. Denpasar.
2016.
20. Purwanto YA, Effendi RN. Penggunaan Asam Askorbat dan Lidah Buaya untuk
Menghambat Pencoklatan pada Buah Potong Apel Malang. Jurnal Keteknikan
Pertanian. 2016;Vol. 4 No. 2(2407-0475):203-210.
21. Husaini O, dkk. Karakterisasi Bahan Anti Browning dari Ekstrak Air Buah Jambu
Batu (Psidium guajava Linn) pada Buah Apel Malang (Malus sylvestris (L.) Mill).
Jurnal Penelitian Pertanian Terapan. 2017; Vol. 17 No.2(1410-5020): 85-92
I. LAMPIRAN
1. Pengamatan Fisik dan Organoleptik Buah dan Sayur

Perlakuan Hasil Pengamatan

Mengamati warna buah


jeruk, pisang overripe,
pisang bitnik coklat, pisang
kuning, dan pisang hijau

Mencium aroma buah jeruk,


pisang overripe, pisang
bitnik coklat, pisang
kuning, dan pisang hijau

Mencicipi rasa buah jeruk,


pisang overripe, pisang
bitnik coklat, pisang
kuning, dan pisang hijau
Mengamati tekstur buah
jeruk, pisang overripe,
pisang bitnik coklat, pisang
kuning, dan pisang hijau

Mengamati warna buncis


dan wortel segar

Mengamati warna buncis


dan wortel beku

Mencium aroma buncis dan


wortel segar

Mencium aroma buncis dan


wortel beku
Mengukur Panjang buncis
dan wortel segar

Mengukur lebar buncis dan


wortel segar

Mengukur tinggi buncis dan


wotel segar

Mengukur Panjang buncis


dan wortel beku

Mengukur lebar buncis dan


wortel beku

Mengukur tinggi buncis dan


wortel beku

Mengamati tekstur buncis


dan wortel segar

Mengamati tekstur buncis


dan wortel beku

2. Penghitungan Jumlah BDD Buah dan Sayur

Perlakuan Hasil Pengamatan

Menimbang berat utuh buah


jeruk, pisang overripe,
pisang bitnik coklat, pisang
kuning, dan pisang hijau

Menimbang berat bersih


buah jeruk, pisang overripe,
pisang bitnik coklat, pisang
kuning, dan pisang hijau
Menimbang berat utuh dan
berat bersih buncis dan
wortel segar

Menimbang berat utuh dan


berat bersih

3. Reaksi pencoklatan

Perlakuan Hasil Pengamatan

Memogtong apel dengan


pisau besi

Memotong apel dengan


pisau stainless
Mengamati perubahan
warna buah yang dipotong
dengan pisau besi

Mengamati perubahan
warna buah yang di potong
dengan pisau stainless

Anda mungkin juga menyukai