Anda di halaman 1dari 55

“LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN POST FRAKTUR”

Dosen Pembimbing:
V.M. Endang S.P. Rahayu, S.Kp.M.Pd

Disusun Oleh:

Nama : Putu Putri Mas Kusuma Yanti

Nim : P07120221005

Kelas / Prodi : 2A Sarjana Terapan Keperawatan

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
2023
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
a. Definisi
Fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang, yang mungkin
taklebih dari satu retakan, suatu pengisutan, atau perimplanan korteks; biasanya patahan
lengkap dan fragmen tulang bergeser. Fraktur merupakan terputusnya kontinuitas
jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa ataupun tekapan ekternal
yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang. Fraktur adalah hilangnya
kontinuitas tulang rawan baik bersifat total maupun sebagian, penyebab utama dapat
disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik tulang itu sendiri dan jaringan lunak
disekitarnya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa fraktur merupakan suatu kondisi dimana tulang patah
yang menyebabkan fragmen tulang bergeser baik itu bersifat total maupun sebagian
yang disebabkan oleh rudapaksa ataupun tekapan ekternal yang datang lebih besar dari
yang dapat diserap oleh tulang.

b. Penyebab/ Faktor Predisposisi


Fraktur disebabkan oleh trauma di mana terdapat tekanan yang berlebihan pada
tulang yang biasanya diakibatkan secara langsung dan tidak langsung dan sering
berhubungan dengan olahraga, pekerjaan atau luka yang disebabkan oleh kendaraan
bermotor.
Penyebab patah tulang paling sering di sebabkan oleh trauma terutama pada anak –
anak, apabila tulang melemah atau tekanan ringan. adapun penyebab fraktur
antara lain:
a) Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan.
Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah
melintang atau miring.
b) Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari
tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling
lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
c) Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa
pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya,
dan penarikan.
Fraktur terjadi bila ada suatu trauma yang mengenai tulang, dimana trauma tersebut
kekuatannya melebihi kekuatan tulanhg, 2 faktor yang mempengaruhi terjadinya
fraktur:
a) Ekstrinsik meliputi kecepatan dan durasi trauma yang mengenai tulang, arah dan
kekuatan trauma.
b) Instrisik meliputi kapasitas tulang mengasorbsi energi trauma, kelenturan,
kekuatan dan densitas tulang.
Setelah fraktur lengkap, fragmen-fragmen biasanya bergeser sebagian oleh gaya berat
dan sebagian oleh tarikan otot yang melekat padanya. Pergeseran biasanya disebut
dengan aposisi, penjajaran (alignement), rotasi dan berubahnya panjang. Semua
fraktur terbuka harus dianggap terkontaminasi, sehingga mempunyai potensi untuk
terjadi infeksi. Pada fraktur tulang dapat terjadi pergeseran fragmen-fragmen tulang.
Pergeseran fragmen bisa diakibatkan adanya keparahan cedera yang terjadi, gaya
berat, maupun tarikan otot yang melekat padanya. Pergeseran fragmen fraktur akibat
suatu trauma dapat berupa;
a) Aposisi (pergeseran ke samping/ sideways, tumpeng tindih dan berhimpitan/
overlapping, bertubukan sehingga saling tancap/impacted).; fragmen dapat
bergeser kesamping, ke blakang, kedepan dalam hubungannya satu sama lain,
sehingga permukaan fraktur kehilangan kontak. Fraktur biasanya akan menyatu
sekalipun posisinya tidak sempurna, atau sekalipun ujung-ujung tulang terletak
tidak berkontak sama sekali.
b) Angulasi (kemiringan/ penyilangan antara kedua aksis fragmen fraktur): fragmen
dapat miring atau menyudut dalam hubungan satu sama lain.
c) Rotasi (Pemuntiran fragmen fraktur terhadap sumbu Panjang): salah satu fragmen
dapat berorientasi pada proses longitudinal, tulang itu tampak lurus tetapi tungkai
akhirnya mengalami deformitas rotasional.
d) Panjang (pemanjangan atau pemendekan akibat distraction atau overlapping
antara fragmen fraktur): fragmen dapat tertarik dan terpisah atau dapat tumpang
tindih, akibat spasme otot, menyebabkan pemendekan tulang.
c. Pathway

Trauma Langsung Trauma Langsung Trauma Langsung

FRAKTUR

Diskontinuitas Tulang Pergeseran Fragmen Tulang

Pelepasan Histamin
Perubahan Jaringan Kerusakan Frakmen
Sekitar Tulang
Merangsang Nosiseptor
(reseptor nyeri)
Tekanan Sumsum Tulang
Pergeseran Fragmen Laserasi Kulit > Tinggi Dari Kapiler
Tulang
Nyeri Akut
Reaksi Stres Klien
Deformita Putus Vena/ Arteri
s
Melepaskan Ketekolamin
Gangguan Fungsi Perdarahan
Ekstermitas
Memobilisasi Asam
Kehilangan Lemak
Gangguan Volume Cairan
Mobilitas Fisik
Berhubungan Dengan
Risiko Syok Trombosit

Risiko Infeksi
Emboli

Gangguan Integritas Menyumbat


Kulit/ Jaringan Pembuluh Darah

Perfusi Perifer Tidak


Efektif
d. Kalsifikasi
Menurut (Burnner dan Suddarth, 2005), jenis-jenis fraktur adalah:
a) Complete fracture (fraktur komplit), patah pada seluruh garis tengah tulang, luas dan melintang.
Biasanya disertai dengan perpindahan posisi tulang.
b) Closed fracture (simple fraktur), tidak menyebabkan robeknya kulit, integritas kulit masih utuh.
c) Open fracture (compound fraktur/ komplikata/kompleks), merupakan fraktur dengann luka pada
kulit (integritas kulit rusak dan ujung tulang menonjol sampai menembus kulit). Atau memberane
mukosa sampai patah tulang.
Fraktur terbuka digradasi menjadi:
1. Derajat I
1) Luka < 1 cm
2) Kerusakan jaringan lunak sedikit, tak ada tanda luka remuk
3) Fraktur sederhana, transversal, oblik, atau koinutif ringan
4) Kontaminasi minimal
2. Derajat II
1) Laserasi > 1 cm
2) Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/avulse
3) Fraktur kominutif sedang
4) Kontaminasi sedang
3. Derajat III
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit, otot, dan neurovascular serta
kontaminasi derajat tinggi. Fraktur derajat III terbagi atas :
1) IIIA: Fragmen tulang masih dibungkus jaringan lunak
2) IIIB: Fragmen tulang tak dibungkus jaringan lunak terdapat pelepasan lapisan periosteum,
fraktur kontinuitif
3) IIIC: Trauma pada arteri yang membutuhkan perbaikan agar bagian distal dapat
diperthankan, terjadi kerusakan jaringan lunak hebat.
d) Greenstick, fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedang lainnya membengkok.
e) Trnasversal, fraktur sepanjang garis tengah tulang.
f) Oblik, fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang.
g) Spiral, fraktur memuntir seputar batang tulang.
h) Komunitif, fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen.
i) Depresi, fraktur dengan fagmen patah terdorong kedalam (sering terjadi pada tulang tengkorak pada
wajah).
j) Kompresi, fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang belakang).
k) Patologik, fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit (kista tulang, paget, metastasis
tulang, tumor).
l) Epifisial, fraktur melalui epifis.
m) Impaksi, fraktur dimana fragmen tulang terdorong kef ragmen tulang lainnya.
Adapun patah tulang menurut garis fraktur:
a) Fisura tulang disebabkan oleh cedera tulang hebat atau oleh cedera terus menerus yang cukup lama
seperti juga ditemukan pada retak stress pada struktur logam.
b) Patah tulang serong.
c) Patah tulang tulang lintang.
d) Patah tulang kuminutif oleh cedera hebat.
e) Patah tulang segmental karena cedera hebat.
f) Patah tulang dahan hijau: periost tetap utuh.
g) Patah tulang kompresi akibat kekuatan besar pada tulang pendek atau epifis tulang pipa.
h) Patah tulang impaksi, kadang juga disebut inklavsi.
i) Patah tulang impresi.
j) Patah tulang patologis akibat tumor tulang atau proses destruktif lain.

e. Gejala Klinis
Menurut Brunner dan Suddarth (2002), manifestasi klinik dari faktur yaitu:
a) Nyeri
Nyeri dirasakan langsung setelah terjadi trauma. Hal ini dikarenakan adanya spasme otot, tekanan
dari patahan tulang atau kerusakan jaringan sekitarnya.
b) Bengkak/edama
Edema muncul lebih cepat dikarenakan cairan serosa yang terlokalisir pada daerah fraktur dan
extravasi daerah di jaringan sekitarnya, atau sebagai akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti
fraktur.
c) Memar/ekimosis
d) Merupakan perubahan warna kulit sebagai akibat dari extravasi daerah di jaringan sekitarnya, atau
akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.
e) Pemendekan tulang
Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang
melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melengkapi satu sama lain sampai
2,5 sampai 5 cm (1 sampai 2 inci).
f) Penurunan sensasi
Terjadi karena kerusakan saraf, dan terkenanya saraf karena edema.
g) Gangguan fungsi
Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang frkatur, nyeri atau spasme otot. Paralysis dapat terjadi
karena kerusakan saraf.
h) Mobilitas abnormal
Adalah pergerakan yang terjadi pada bagian-bagian yang pada kondisi normalnya tidak terjadi
pergerakan. Ini terjadi pada fraktur tulang panjang.
i) Krepitasi
Merupakan rasa gemeretak yang terjadi jika bagian-bagaian tulang digerakkan.
j) Deformitas / Perubahan bentuk
Abnormalnya posisi dari tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau trauma dan pergerakan otot yang
mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal, akan menyebabkan tulang kehilangan bentuk
normalnya.
Tidak semua tanda dan gejala tersebut terdapat pada setiap fraktur. Kebanyakan
justru tidak ada pada fraktur linear atau fisur atau fraktur impaksi permukaan patahan
saling terdesak satu sama lain.

f. Pemeriksaan Diagnostik/ Penunjang


Menurut (Doengoes, 2000) pemeriksaan diagnostic fraktur diantaranya:
a) Pemeriksaan rontgen: menentukan lokasi atau luasnya fraktur.
b) Skan tulang, tonogramm, scan CT/MRI: memperlihatkan fraktur, juga dapat digunakan untuk
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
c) Arteriogram : dilakukan apabila dicuriagi ada kerusakan pada vaskuler.
d) Hitung darah lengkap: Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (pendarahan
bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multiple). Peningkatan jumlah SDP adalah
respon stres normal setelah trauma.
e) Kreatinin: trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klainan ginjal.
f) Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfungsi multiple, atau cedera
hati.
g. Penatalaksanaan Medis
Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan pengembalian
fungsi dan kekuatan
a) Rekognisi (Pengenalan)
Riwayat kecelakaan, derajat keparahan, harus jelas untuk menentukan diagnosa dan tindakan
selanjutnya. Contoh, pada tempat fraktur tungkai akan terasa nyeri sekali dan bengkak. Kelainan
bentuk yang nyata dapat menentukan diskontinuitas integritas rangka.
b) Reduksi fraktur (setting tulang)
Mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis. Reduksi tertutup
dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang ke posisinya dengan manipulasi dan traksi
manual. Reduksi terbuka dilakukan dengan pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi alat fiksasi
interna (ORIF) dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku, atau batangan logam untuk
mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi.
c) Retensi (Imobilisasi fraktur)
Setelah fraktur direduksi fragmen tulang harus diimobilisasi atau dipertahankan dalam posisi dan
kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi
eksterna (OREF) meliputi : pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu pin, dan tehnik gips atau fiksator
ekterna. Implan logam dapat
digunakan untuk fiksasi interna (ORIF) yang berperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi
fraktur yang dilakukan dengan pembedahan.
d) Rehabilitasi (Mempertahankan dan mengembalikan fungsi)
Segala upaya diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak.Latihan isometric dan setting
otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan aliran darah.Partisipasi dalam
aktivitas hidup sehari-hari diusahakan untuk memperbaiki kemandirian fungsi dan harga diri.

Menurut Long ada beberapa terapi yang digunakan untuk pada pasien fraktur antara lain:
a) Debridemen luka untuk membuang kotoran, benda asing, jaringan yang rusak dan
tulang yang nekrose
b) Memberikan toksoid tetanus
c) Membiakkan jaringan
d) Pengobatan dengan antibiotic
e) Memantau gejala osteomyelitis, tetanus, gangrene gas
f) Menutup luka bila tidak ada gejala infeksi
g) Reduksi fraktur
h) Imobilisasi fraktur
i) Kompres dingin boleh dilaksanakan untuk mencegah perdarahan, edema, dan nyeri
j) Obat penawar nyeri.

Penatalaksanaan perawat menurut Mansjoer (2003), adalah sebagai berikut:


a) Terlebih dahulu perhatikan adanya perdarahan, syok dan penurunan kesadaran, baru periksa patah
tulang.
b) Atur posisi tujuannya untuk menimbulkan rasa nyaman, mencegah komplikasi.
c) Pemantauan neurocirculatory yang dilakukan setiap jam secara dini, dan pemantauan
neurocirculatory pada daerah yang cedera adalah:
1. Merabah lokasi apakah masih hangat.
2. Observasi warna
3. Menekan pada akar kuku dan perhatikan pengisian kembali kapiler
4. Tanyakan pada pasien mengenai rasa nyeri atau hilang sensasi pada lokasi cedera.
5. Meraba lokasi cedera apakah pasien bisa membedakan rasa sensasi nyeri.
6. Observasi apakah daerah fraktur bisa digerakkan.
d) Pertahankan kekuatan dan pergerakan.
e) Mempertahankan kekuatan kulit.
f) Meningkatkan gizi, makan –makanan yang tinggi serat anjurkan intake protein 150-300 gr/hari.
g) Memperhatikan imobilisasi fraktur yang telah direduksi dengan tujuan untuk mempertahankan
fragmen yang telah dihubungkan tetap pada tempatnya sampai sembuh.

h. Komplikasi
a) Komplikasi Awal
1. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT menurun, cyanosis
bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan
emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
2. Kompartement Syndrom
Sindrom kompartemen berakibat kehilangan fungsi ekstremitas permanen jika tidak ditangani
segera. Sindrom kompartemen merupakan masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam otor
kurang dari yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan. Biasanya pasien akan merasa nyeri
pada saat bergerak. Ada 5 tanda syndrome kompartemen, yaitu : pain (nyeri), pallor (pucat),
pulsesness (tidak ada nadi), parestesia (rasa kesemutan), dan paralysi (kelemahan sekitar lokasi
terjadinya syndrome kompartemen)
3. Fat Embolism Syndrom
Merupakan keadaan pulmonari akut dan dapat menyebabkan kondisi fatal. Hal ini terjadi ketika
gelembung – gelembung lemak terlepas dari sumsum tulang dan mengelilingi jaringan yang
rusak. Gelombang lemak ini akan melewati sirkulasi dan dapat menyebabkan oklusi pada
pembuluh – pembuluh darah pulmonary yang menyebabkan sukar bernafas. Gejala dari
sindrom emboli lemak mencakup dyspnea, perubahan dalam status mental (gaduh, gelisah,
marah, bingung, stupor), tachycardia, demam, ruam kulit ptechie.
4. Infeksi
Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma orthopedic infeksi
dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur
terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
5. Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu yang bisa
menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya Volkman’s Ischemia. Nekrosis
avaskular dapat terjadi saat suplai darah ke tulang kurang baik. Hal ini paling sering mengenai
fraktur intrascapular femur (yaitu kepala dan leher), saat kepala femur berputar atau keluar dari
sendi dan menghalangi suplai darah. Karena nekrosis avaskular mencakup proses yang terjadi
dalam periode waktu yang lama, pasien mungkin tidak akan merasakan gejalanya sampai dia
keluar dari rumah sakit. Oleh karena itu, edukasi pada pasien merupakan hal yang penting.
Perawat harus menyuruh pasien supaya melaporkan nyeri yang bersifat intermiten atau nyeri
yang menetap pada saat menahan beban
6. Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler yang
bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.
7. Osteomyelitis
Adalah infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum dan korteks tulang dapat berupa
exogenous (infeksi masuk dari luar tubuh) atau hematogenous (infeksi yang berasal dari dalam
tubuh). Patogen dapat masuk melalui luka fraktur terbuka, luka tembus, atau selama operasi,
luka tembak, fraktur tulang panjang, fraktur terbuka yang terlihat tulangnya, luka amputasi
karena trauma dan fraktur – fraktur dengan sindrom kompartemen atau luka vaskular memiliki
risiko osteomyelitis yang lebih besar
b) Komplikasi Dalam Waktu Lama
1. Delayed Union (Penyatuan tertunda)
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang
dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena penurunan supai darah ke tulang.
2. Non Union (tak menyatu)
Penyatuan tulang tidak terjadi, cacat diisi oleh jaringan fibrosa. Kadang – kadang dapat
terbentuk sendi palsu pada tempat ini. Faktor – faktor yang dapat menyebabkan non union
adalah tidak adanya imobilisasi, interposisi jaringan lunak, pemisahan lebar dari fragmen
contohnya patella dan fraktur yang bersifat patologis.
3. Malunion
Kelainan penyatuan tulang karena penyerasian yang buruk menimbulkan deformitas, angulasi
atau pergeseran.
i. Penatalaksanaan Fraktur
a) Penatalaksanaan secara umum.
Fraktur biasanya menyertai trauma. Untuk itu sangat penting untuk melakukan pemeriksaan
terhadap jalan napas (airway), proses pernafasan (breathing) dan sirkulasi (circulation), apakah
terjadi syok atau tidak. Bila sudah dinyatakan tidak ada masalah lagi, baru lakukan anamnesis dan
pemeriksaan fisis secara terperinci. Waktu tejadinya kecelakaan penting ditanyakan untuk
mengetahui berapa lama sampai di RS, mengingat golden period 1-6 jam. Bila lebih dari 6 jam,
komplikasi infeksi semakin besar. Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis secara cepat, singkat
dan lengkap. Kemudian lakukan foto radiologis. Pemasangan bidai dilakukan untuk mengurangi
rasa sakit dan mencegah terjadinya kerusakan yang lebih berat pada jaringan lunak selain
memudahkan proses pembuatan foto.
b) Penatalaksanaan kedaruratan
Segera setelah cedera, pasien berada dalam keadaan bingung, tidak menyadari adanya fraktur dan
berusaha berjalan dengan tungkai yang patah, maka bila dicurigai adanya fraktur, penting untuk
mengimobilisasi bagain tubuh segara sebelum pasien dipindahkan. Bila pasien yang mengalami
cedera harus dipindahkan dari kendaraan sebelum dapat dilakukan pembidaian, ekstremitas harus
disangga diatas dan dibawah tempat patah untuk mencegah gerakan rotasi maupun angulasi.
Gerakan fragmen patahan tulang dapat menyebabkan nyeri, kerusakan jaringan lunak dan
perdarahan lebih lanjut. Nyeri sehubungan dengan fraktur sangat berat dan dapat dikurangi dengan
menghindari gerakan fragmen tulang dan sendi sekitar fraktur. Pembidaian yang memadai sangat
penting untuk mencegah kerusakan jaringan lunak oleh fragmen tulang. Daerah yang cedera
diimobilisasi dengan memasang bidai sementara dengan bantalan yang memadai, yang kemudian
dibebat dengan kencang. Imobilisasi tulang panjang ekstremitas bawah dapat juga dilakukan
dengan membebat kedua tungkai bersama, dengan ektremitas yang sehat bertindak sebagai bidai
bagi ekstremitas yang cedera. Pada cedera ektremitas atas, lengan dapat dibebatkan ke dada, atau
lengan bawah yang cedera digantung pada sling. Peredaran di distal cedera harus dikaji untuk
menntukan kecukupan perfusi jaringan perifer. Pada fraktur terbuka, luka ditutup dengan pembalut
bersih (steril) untuk mencegah kontaminasi jaringan yang lebih dalam. Jangan sekali-kali
melakukan reduksi fraktur, bahkan bila ada fragmen tulang yang keluar melalui luka. Pasanglah
bidai sesuai yang diterangkan diatas. Pada bagian gawat darurat, pasien dievaluasi dengan lengkap.
Pakaian dilepaskan dengan lembut, pertama pada bagian tubuh sehat dan kemudian dari sisi cedera.
Pakaian pasien mungkin harus dipotong pada sisi cedera. Ektremitas sebisa mungkin jangan sampai
digerakkan untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.
c) Penatalaksanaan bedah ortopedi
Banyak pasien yang mengalami disfungsi muskuloskeletal harus menjalani pembedahan untuk
mengoreksi masalahnya. Masalah yang dapat dikoreksi meliputi stabilisasi fraktur, deformitas,
penyakit sendi, jaringan infeksi atau nekrosis, gangguan peredaran darah (mis; sindrom
komparteman), adanya tumor. Prpsedur pembedahan yang sering dilakukan meliputi Reduksi
Terbuka dengan Fiksasi Interna atau disingkat ORIF (Open Reduction and Fixation). Berikut
dibawah ini jenis-jenis pembedahan ortoped dan indikasinya yang lazim dilakukan:
1. Reduksi terbuka : melakukan reduksi dan membuat kesejajaran tulang yang patah setelah
terlebih dahulu dilakukan diseksi dan pemajanan tulang yang patah.
2. Fiksasi interna : stabilisasi tulang patah yang telah direduksi dengan skrup, plat, paku dan pin
logam.
3. Graft tulang : penggantian jaringan tulang (graft autolog maupun heterolog) untuk memperbaiki
penyembuhan, untuk menstabilisasi atau mengganti tulang yang berpenyakit.
4. Amputasi : penghilangan bagian tubuh
5. Artroplasti : memperbaiki masalah sendi dengan artroskop (suatu alat yang memungkinkan ahli
bedah mengoperasi dalamnya sendi tanpa irisan yang besar) atau melalui pembedahan sendi
terbuka
6. Menisektomi : eksisi fibrokartilago sendi yang telah rusak
7. Penggantian sendi : penggantian permukaan sendi dengan bahan logam atau sintetis.
8. Penggantian sendi total : penggantian kedua permukaan artikuler dalam sendi dengan logam
atau sintetis.
9. Transfer tendo : pemindahan insersi tendo untuk memperbaiki fungsi
10. Fasiotomi : pemotongan fasia otot untuk menghilangkan konstriksi otot atau mengurangi
kontraktur fasia.

j. Prinsip Penanganan Fraktur


Prinsip-prinsip tindakan/penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan pengembalian fungsi
dan kekuatan normal dengan rehabilitasi :
a) Reduksi
Reduksi fraktur (setting tulang) berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan
rotasi anatomis. Sasarannya adalah untuk memperbaiki fragmen-fragmen fraktur pada posisi
anatomik normalnya. Metode untuk reduksi adalah dengan reduksi tertutup, traksi, dan reduksi
terbuka. Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur, namun prinsip yang mendasarinya
tetap sama. Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera mungkin untuk mencegah jaringan
lunak kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan. Pada kebanyakan
kasus, reduksi fraktur menjadi semakin sulit bila cedera sudah mengalami penyembuhan.Reduksi
tertutup ada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang
ke posisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan “Manipulasi dan Traksi manual”.
Sebelum reduksi dan imobilisasi, pasien harus dimintakan persetujuan tindakan, analgetik sesuai
ketentuan dan bila diperlukan diberi anestesia. Ektremitas dipertahankan dalam posisi yang
diinginkan sementara gips, bidai atau alat lain dipasang oleh dokter. Alat imobilisasi akan menjaga
reduksi dan menstabilkan ektremitas untuk penyembuhan tulang. Sinar-x harus dilakukan untuk
mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar. Traksi, dapat digumnakan
untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot
yang terjadi. Reduksi terbuka, pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka. Dengan
pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup,
palt, paku atau batangan logam dapat digunakan untuk mempertahan kan fragmen tulang dalam
posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi.
b) Imobilisasi
Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau dipertahankan dalam posisi dan
kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Sasarannya adalah mempertahankan reduksi di
tempatnya sampai terjadi penyembuhan Metode untuk mempertahankan imobilisasi adalah dengan
alat-alat “eksternal” bebat, brace, case, pen dalam plester, fiksator eksterna, traksi, balutan) dan
alat-alat “internal” (nail, lempeng, sekrup, kawat, batang, dll)
Tabel.1. Perkiraan waktu imobilisasi yang dibutuhkan untuk penyatuan tulang fraktur
c) Rehabilitasi
Sasarannya meningkatkan kembali fungsi dan kekuatan normal pada bagian yang sakit Untuk
mempertahankan dan memperbaiki fungsi dengan mempertahankan reduksi dan imobilisasi adalah
peninggian untuk meminimalkan bengkak, memantau status neurovaskuler (misalnya; pengkajian
peredaran darah, nyeri, perabaan, gerakan), mengontrol ansietas dan nyeri (mis; meyakinkan,
perubahan posisi, strategi peredaran nyeri, termasuk analgetika), latihan isometrik dan pengaturan
otot, partisipasi dalam aktifitas hidup sehari-hari, dan melakukan aktifitas kembali secara bertahap
dapat memperbaiki kemandirian fungsi dan harga diri. Pengembalian bertahap pada aktivitas
semula diusahakan sesuai batasan terapeutik.

Tabel.2. Ringkasan tindakan terhadap fraktur


Sasaran Tindakan terhadap fraktur
- Mengembalikan fragmen tulang ke posisi anatomis normal (reduksi)
- Mempertahankan reduksi sampai terjadi penyembuhan (imobilisasi)
- Mempercepat pengembalian fungsi dan kekuatan normal bagian yang terkena
(rehabilitasi)
Metode untuk mencapai reduksi fraktur
- Reduksi tertutup
- Traksi
- Reduksi terbuka
Metode mempertahankan imobilisasi
- Alat eksterna
- Alat interna
Mempertahankan dan mengembalikan fungsi
- Mempertahankan reduksi dan imobilisasi
- Meninggikan untuk meminimalkan pembengkakan
- Memantau status neuruvaskuler
- Mengontrol kecemasan dan nyeri
- Latihan isometric dan setting otot
- Berpartisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari
- Kembali aktivitas secara bertahap

k. Tahap-Tahap Penyembuhan Fraktur


Secara ringkas tahap penyembuhan tulang adalah sebagai berikut :
a) Stadium Pembentukan Hematom
➢ Hematom terbentuk dari darah yang mengalir yang berasal dari pembuluh darah yang robek.
➢ Hematom dibungkus jaringan lunak sekitar (periosteum & otot)
➢ Terjadi sekitar 1-2 x 24 jam
b) Stadium Proliferasi sel/inflamasi
➢ Sel-sel berproliferasi dari lapisan dalam periosteum, sekitar lokasi fraktur
➢ Sel-sel ini menjadi precursor osteoblast
➢ Sel-sel ini aktif tumbuh kearah fragmen tulang
➢ Proliferasi juga terjadi di jaringan sumsum tulang
➢ Terjadi setelah hari ke-2 kecelakaan terjadi
c) Stadium Pembentukan Kallus
➢ Osteoblast membentuk tulang lunak (kallus)
➢ Kallus memberikan rigiditas pada fraktur
➢ Jika terlihat massa kallus pada X-ray berarti fraktur telah telah menyatu
➢ Terjadi setelah 6-10 hari setelah kecelakaan terjadi
d) d. Stadium Konsolidasi
➢ Kallus mengeras danerjadi proses konsolidasi. Fraktur teraba telah menyatu
➢ Secara bertahap menjadi tulang mature
➢ Terjadi pada minggu ke 3-10 setelah kecelakaan
e) Stadium Remodeling
➢ Lapisan bulbous mengelilingi tulang khususnya pada lokasi bekas fraktur
➢ Tulang yang berlebihan dibuang oleh osteoklast
➢ Pada anak-anak remodeling dapat sempurna, pada dewasa masih ada tanda penebalan tulang
l. Gangguan Yang Dapat Terjadi Pada Proses Penyembuhan Fraktur
Pada proses penyembuhan patah tulang ini dapat mengalami beberapa gangguan, diantaranya adalah
:
a) Terjadi perlambatan penyembuhan patah tulang, disebut juga “pertautan lambat”dan dengan
berlalunya waktu pertautan akan terjadi.
b) Patah tulang tidak menyambung sama sekali, meskipun ditunggu berapa lama.Gagalnya pertautan
mengakibatkan pseudartrosis atau sendi palsu karena bagian bekas patah tulang ini dapat
digerakkan seperti sendi
c) Terjadi pertautan namun dalam posisi yang salah, keadaan ini disebut juga “salah-taut”.
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN FRAKTUR

1. Pengkajian Keperawatan

a. Anamnesa
1) Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status perkawinan,
pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.
2) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa akut
atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang
rasa nyeri klien digunakan:
a) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor presipitasi nyeri.
b) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien. Apakah seperti
terbakar, berdenyut, atau menusuk.
c) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar atau menyebar,
dan dimana rasa sakit terjadi.
d) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa berdasarkan skala
nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
e) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam hari atau
siang hari.
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang nantinya membantu
dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut
sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain
itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi petunjuk berapa lama
tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit
paget’s yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit
diabetes dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga
diabetes menghambat proses penyembuhan tulang
5) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu faktor
predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa
keturunan, dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik
6) Pola-Pola Fungsi Kesehatan
a. Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya dan
harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu,
pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat
mengganggu metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu
keseimbangannya dan apakah klien melakukan olahraga atau tidak
b. Pola Nutrisi dan Metabolisme
Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu menentukan penyebab masalah
muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium
atau protein dan terpapar sinar matahari yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah
muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan
mobilitas klien.
c. Pola Eliminasi
Kaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada
pola eliminasi uri dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga
dikaji ada kesulitan atau tidak.
d. Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini dapat
mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian dilaksanakan pada
lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat
tidur.
e. Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan klien menjadi
berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji
adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk pekerjaan
beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang lain
f. Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat. Karena klien harus
menjalani rawat inap
g. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan akibat
frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan
pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)
h. Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur, sedang pada
indera yang lain tidak timbul gangguan. begitu juga pada kognitifnya tidak mengalami gangguan.
Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur
i. Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan seksual karena
harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu
juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah anak, lama perkawinannya
j. Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu ketidakutan timbul
kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak
efektif.
k. Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik terutama
frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien

b. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda, seperti:
(1) Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis tergantung pada keadaan klien.
(2) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada kasus fraktur biasanya
akut.
(3) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun bentuk.
2) Pemeriksaan Head to Toe
(1) Sistem Integumen
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak, oedema, nyeri tekan.
(2) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada penonjolan, tidak ada nyeri
kepala.
(3) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan ada.
(4) Wajah
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk. Tak
ada lesi, simetris, tak oedema.
(5) Mata
Terdapat gangguan seperti konjungtiva anemis (jika terjadi perdarahan)
(6) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau nyeri tekan.
(7) Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
(8) Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut tidak pucat.
(9) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
(10) Paru
(a) Inspeksi
Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien yang
berhubungan dengan paru.
(b) Palpasi
Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
(c) Perkusi
Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan lainnya.
(d) Auskultasi
Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan lainnya seperti stridor dan
ronchi.
(11) Jantung
(a) Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung.
(b) Palpasi
Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
(c) Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
(12) Abdomen
(a) Inspeksi
Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
(b) Palpasi
Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.
(c) Perkusi
Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
(d) Auskultasi
Peristaltik usus normal ± 20 kali/menit.
(13) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan BAB.
3) Keadaan Lokal
1. Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:
a. Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas operasi).
b. Cape au lait spot (birth mark).
c. Fistulae.
d. Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi.
e. Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa (abnormal).
f. Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
g. Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)
2. Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi netral
(posisi anatomi). Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah,
baik pemeriksa maupun klien.
Yang perlu dicatat adalah:
a. Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit. Capillary refill time
€ Normal < 3 detik“
b. Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama disekitar
persendian.
c. Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3 proksimal, tengah, atau
distal).
Otot: tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi, benjolan yang terdapat di permukaan
atau melekat pada tulang. Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler. Apabila ada
benjolan, maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya, konsistensinya,
pergerakan terhadap dasar atau permukaannya, nyeri atau tidak, dan ukurannya.
3. Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan dengan menggerakan ekstrimitas
dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini perlu,
agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya. Gerakan sendi dicatat dengan ukuran
derajat, dari tiap arah pergerakan mulai dari titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik.
Pemeriksaan ini menentukan apakah ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang
dilihat adalah gerakan aktif dan pasif.
2. Diagnosa Keperawatan
NO DIAGNOSIS KEPERAWATAN

1 Gangguan Mobilitas Fisik


SDKI (D.0054)

Gangguan Mobilitas Fisik b.d Kerusakan integritas struktur tuang, perubahan metabolisme,
ketidakbugaran fisik, penurunan kendali otot, penurunan massa otot, penurunan kekuatan otot,
keterlambatan perkembangan, kekuatan sendi, kontraktur, malnutrisi, gangguan muskloskeletal,
gangguan neuromuskular, indeks masa tubuh diatas persentil ke-75 sesuai usia, efek agen
farmakologis, program pembatasan gerak, nyeri, kurang terpampar informasi tentang aktivitas fisik,
kecemasan, gangguan kognitif, keengganan melakukan pergerakan, gangguan sensori persepsi d.d
megeluh sulit menggerakan ekstremitas, kekuatan otot menurun, rentang gerak (ROM) menurun,
nyeri sat bergerak, enggan melakukan pergerakan, merasa cemas saat bergerak, sendi kaku, gerakan
tidak terkoordinasi, gerakan terbatas, fisik lemah.
2 Gangguan Integritas Kulit / jaringan
SDKI ( D.0129)

Gangguan integritas kulit/jringan b.d perubahan sirkulasi, perbahan status nutrisi (kelebihan atau
kekurangan), kekurangan/kelebihan volume cairan, penurunan mobilitas, bahan kimia iritatif, suhu
lingkungan yang ekstream, faktor mekanis ( mis. Penekanan pada penonjolan tulang, gesekan) atau
faktor elektris (elektrodiatermi, energi listrik bertegangan tinggi) ,efek samping terapi radiasi,
kelembaban, proses penuaan, neuropati perifer, perubahan pigmentasi, perubahn hormonal, kurang
terpapar infomasi tentang upaya mempertahankan/melindungi integritas jaringn d.d kerusakan
jaringan dan/atau lapisan kulit,nyeri, perdaran, kemerahan, hematom
3 Risiko Infeksi
SDKI (D.0142)

Risiko infeksi d.d Penyakit kronis (mis. Diabetes melitus), efek prsedur invasif, malnutrisi,
peningkatan paparan organisme patogen lingkungan, ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer:
(gangguan peristaltik, kerusakan integritas klit, perubahan sekresi pH, penurun kerja siliaris, ketuban
pecah lama , ketuban pecah sebelum waktunya, merokok, statis cairan tubuh ), ketidakadekuatan
pertahanan tubuh sekunder : ( penurunan hemoglobin, imununosupres, leukopenia, supresi respon
inflamasi, vaksinasi tidak adekuat)
4 Risiko Syok
SDKI (D. 0039)

Risiko syok d.d hipoksemia, hipoksia, hipotensi, kekurangan volume cairan, sepsis, sindrom respons
inflamasi sistmik (systemic inflamatory response syndrome [SIRS]

5 Perfusi Perifer Tidak Efektif


SDKI ( D.0009 )

Perfusi perifer tidak efektif b.d Hiperglikemia, penurunan konsentrasi hemoglobin, peningkatan
tekanan darah, kekurangan volume cairan, penurunan aliran ateri dan/atau vena, kurang terppar
informasi tentang faktor pemberat (mis. Merokok, gaya hidup monoton, trauma, obesitas, asupan
garam, imobilitas), kurang terpapar informasi tentang proses penyakit (mis. Dibtes melitus,
hiperlipidemia), kurang aktivitas fisik d.d Pengisian kapiler >3 detik, nadi perifer menurun atau tidak
teraba, akral teraba dingin, warna kuli pucat, tugor kulit menurun, parastesia, nyeri ekstremitas
(klaudikasi intrmiten), edema, penyembuhan luka lambat, indeks ankle-brachial <0,90, bruit femoral

6 Nyeri Akut
SDKI (D.0077)

Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis (mis. Inflamasi, iskemia, neoplasma), agen pencedera
kimiawi (mis. Terbakar, bahan kimia iritan), agen pencedera fisik (mis. Abses, amputasi, terbakat,
terpotong, mengangkat bert, prosedur oprasi, trauma, latihan fisik berlebihan ) d.d mengeluh nyeri,
tampak meringis, bersikap protektif (mis. Waspada, posisi menghindar nyeri), gelisah, frekuensi nadi
meningkat, sulit tidur, tekanan darah meningkat, pola napas berubah, nafsu makan berubah, proses
berpikir terganggu, menarik diri, berfokus pada diri sendiri, diafresis.
3. Rencana Keperawatan

NO Diagnosis Tujuan Dan Kriteria Intervensi Rasional


Keperawatan Hasil Kperawatan
1 Gangguan Mobilitas Fisik Dukungan Ambulasi
Mobilitas Fisik (L.05042) SIKI (I.06171)
SDKI (D.0054)
Gangguan Setelah dialkukan Observasi : Observasi :
Mobilitas Fisik b.d Intervensi keperawatan 1. Identifikasi 1. Untuk
Kerusakan semala ...x... jam adanya nyeri mengidentifikasi
integritas struktur diharapkan mobilitas fisik atau keluhan adanya nyeri atau
tuang, perubahan meningkat dengan fisik lainnya keluhan fisik lainnya
metabolisme, kriteria hasil : 2. Idenifikasi 2. Untuk
ketidakbugaran 1. Pergeakan toleransi fisik mengidentifikasi
fisik, penurunan ekstremitas melakukan dalam mentoleransi
kendali otot, meningkat ambulasi fisik melakukan
penurunan massa 2. Kekuatan otot 3. Monitor ambulasi
otot, penurunan meningkat frekuensi 3. Untuk memonitor
kekuatan otot, 3. Rentang gerak jantung dan frekuensi jantung dan
keterlambatan (ROM) tekanan darah tekanan darah sebelum
perkembangan, meningkat sebelum memulai ambulasi
kekuatan sendi, 4. Nyeri menurun memulai 4. Monitor kondisi
kontraktur, 5. Kecemasan ambulasi umum selama
malnutrisi, menurun 4. Monitor kndisi melakukan ambulasi
gangguan 6. Kaku sendi umum selama
muskloskeletal, menurun melakukan
gangguan 7. Gerakan tidak ambulasi
neuromuskular, terkoordinasi
indeks masa tubuh menurun Terapeutik : Terapeutik :
diatas persentil ke- 8. Gerakan terbatas 1. Fasilitasi 1. Memfasilitasi aktivitas
75 sesuai usia, efek menurun aktivitas ambulasi dengan alat
agen farmakologis, 9. Kelemahan fisik ambulasi dengan bantu (mis. Tongkat,
program menurun alat bantu (mis. kruk)
pembatasan gerak, Tongkat, kruk )
nyeri, kurang
terpampar 2. Fasilitasi 2. Memfasilitasi
informasi tentang melakukan melakukan mobilitas
aktivitas fisik, mobilitas fisik, fisik, jika perlu
kecemasan, jika perlu 3. Melibatkan keluarga
gangguan kognitif, 3. Libatkan untuk membantu
keengganan keluarga untuk pasien dalam
melakukan membantu meningkatkan
pergerakan, pasien dalam ambulasi
gangguan sensori meningkatkan
persepsi d.d ambulasi
megeluh sulit
menggerakan Edukasi : Edukasi :
ekstremitas, 1. Jelaskan tujuan 1. Agar mengetahui
kekuatan otot dan prosedur tujuan prosedur
menurun, rentang ambulasi ambulasi
gerak (ROM) 2. Ajarkan 2. Agar bisa melakuakn
menurun, nyeri sat melakukan ambulasi dini
bergerak, enggan ambulasi dini 3. Agar bisa melakukan
melakukan 3. Ajarkanambulas ambulasi sederhana
pergerakan, merasa i sederhana yang yang harus dilakukan
cemas saat harus dilakukan
bergerak, sendi ( mis. Berjalan
kaku, gerakan tidak dari tempat tidur
terkoordinasi, ke kursi roda,
gerakan terbatas, berjalan dari
fisik lemah. tempat tidur ke
kamar mani,
berjalan sesuai
toleransi)
Dukungan Mobilisasi
SIKI (I.05173)

Observasi : Observasi :
1. Identifikasi 1. Untuk
adanya nyeri mengidentifikasi
atau keluhan adanya nyeri atau
fisik lainnya keluhan fisik lainnya
2. Identifikasi 2. Untuk
toleransi fisik mengidentifikasi
melakukan dalam mentoleransi
pergerakan fisik melakukan
3. Monitor ambulasi
frekuensi 3. Untuk memonitor
jantung dan frekuensi jantung dan
tekanan darah tekanan darah sebelum
sebelum memulai ambulasi
memulai 4. Monitor kondisi
mobilisas umum selama
melakukan ambulasi

Terapeutik : Terapeutik :
1. Fasilitasi 1. Memfasilitasi aktivitas
aktivitas ambulasi dengan alat
mobilisasi bantu (mis. Tongkat,
dengan alat kruk)
bantu (mis. 2. Memfasilitasi
Pagar tempat melakukan mobilitas
tidur ) fisik, jika perlu
2. Fasilitasi 3. Melibatkan keluarga
melakukan untuk membantu
pergerakan, jika pasien dalam
perlu meningkatkan
3. Libatkan ambulasi
keluarga untuk
membantu
pasien dalam
meningkatkan
pergerakan

Edukasi : Edukasi :
1. Jelaskan tujuan 1. Agar mengetahui
dan prosedur tujuan prosedur
mobilisasi ambulasi
2. Anjurkan 2. Agar bisa melakuakn
melakukan ambulasi dini
mobilisasi dini 3. Agar bisa melakukan
3. Ajarkan ambulasi sederhana
mobilisasi yang harus dilakukan
sederhana yang
harus dil,akukan
(mis. Duduk di
tempat tidur,
duduk di sisi
tempat tidur,
pindah dari
tempat tidur ke
korsi)
2 Gangguan Integritas Kulit dan Perawatan Integritas
Integritas Kulit / Jaringan Kulit
jaringan SLKI (L.14125) SIKI (I.11353)
SDKI ( D.0129)
Setelah dilakukan Observasi : Observasi :
Gangguan intervensi keperawatan 1. Identivikasi 1. Untuk
integritas selama ...x... jam maka penyebab mengidentifikasi
kulit/jringan b.d diharapkan integritas gangguan penyebab gangguan
perubahan kulit dan jaringan integritas kulit integritas kulit (mis.
sirkulasi, perbahan meningkat dengan (mis. Perubahan Perubahan sirkulasi ,
status nutrisi kriteria hasil : sirkulasi, perubahan status
(kelebihan atau 1. Elastisitas perubahan status nutrisi, penurunan
kekurangan), meningkat nutrisi, kelembaban, suhu
kekurangan/kelebi 2. Hidrasi penurunan lingkungan ekstrem,
han volume cairan, meningkat kelembaban, penurunan mobilitas)
penurunan 3. Perfusi jaringan suhu lingkungan
mobilitas, bahan meningkat ekstrem,
kimia iritatif, suhu 4. Keruskan jaringan penurunan
lingkungan yang menurun mobilitas)
ekstream, faktor 5. Kerusakan lapisan
mekanis ( mis. kulit menurun Terapeutik : Teraputik :
Penekanan pada 6. Nyeri menurun 1. Ubah posisi tiap 1. Mengubah posisi tiap
penonjolan tulang, 7. Perdarahan 2 jam jika tirah 2 jam jika tirah baring
gesekan) atau menurun baring 2. Melakukan pemijatan
faktor elektris 8. Kemerahan 2. Lakukan pada area penonjolan
(elektrodiatermi, menurun pemijatan pada tulang, jika perlu
energi listrik 9. Hemtoma area penonjolan 3. Membersihkan
bertegangan menurun tulang, jika perlu parineal dengan air
tinggi) ,efek 10. Pigmentasi 3. Bersihkan hangat, terutama
samping terapi abnormal parineal dengan selama periode diare
radiasi, menurun air angat, 4. Menggunakan produk
kelembaban, 11. Jaringan terutama selama berbahan petrolium
proses penuaan, parutmenurun periode diare atau minyak pada kulit
neuropati perifer, 12. Nekrosis menurun 4. Gunakan produk kering
perubahan 13. Abrasi kornea berbahan 5. Menggunakan produk
pigmentasi, menurun petrolium atau berbahan ringan/alami
perubahn 14. Suhu kulit minyak pada dan hipoalergik pada
hormonal, kurang membaik kulit kering kulit
terpapar infomasi 15. Sensasi membaik 5. Gunakan produk 6. Menghindari produk
tentang upaya 16. Tekstur membaik berbahan berbahan dasar alkohl
mempertahankan/ 17. Pertumbuhan ringan/alami dan pada kulit kering
melindungi rambut membaik hipoalergik pada
integritas jaringn kulit sensitif
d.d kerusakan 6. Hindari produk
jaringan dan/atau berbahan dasar
lapisan kulit,nyeri,
perdaran, alkohol pada
kemerahan, kulit kering
hematoma
Edukasi : Edukasi :
1. Anjurkan 1. Menganjurkan
menggunakan menggunakan
pelembab (mis. pelembab (mis.
Lotion, serum) Lotion, serum)
2. Anjurkan 2. Menganjurkan
minum air yang minum air yang cukup
cukup 3. Menganjurkan
3. Anjurkan meningkatkan asupan
meningkatkan nutrisi
asupan nutrisi 4. Menganjurkan
4. Anjurkan meningkatkan asupan
meningkatkan buah dan sayur
asupan buah dan 5. Menganjurkan
sayur menghindari terpapar
5. Anjurkan suhu ekstrem
menghindari 6. Menganjurkan
terpapar suhu menggunakan tabur
ekstrem surya SPF minimal 30
6. Anjurkan saat berada di luar
menggunakan rumah
tabir surya SPF 7. Menganjurkan mandi
minimal 30 saat dan menggunakan
berada di luah sabun secukupnya
rumah
7. Anjurkan mandi
dan
menggunakan
sabun
secukupnya
Perawatan Luka
SIKI (I.14564)

Observasi : Observasi :
1. Mnitor 1. Memonitr karakterisik
karakteristik luka
luka (mis. 2. Memonitor tanda-
Drainase, warna, tanda infeksi
ukuran,bau)
2. Monitor tanda-
tanda infeksi

Terapeutik : Terapeutik :
1. Lepaskan 1. Melepaskan balutan
balutan dan dan plaster secara
plaster secara perlahan
perlahan 2. Mencukur rmbut di
2. Cukur rambut di daerah luka, jika perlu
daerah luka , jika 3. Membersihkan dengan
perlu cairan NaCl atau
3. Bersihkan pembersih nontoksik,
dengan cairan sesuai kebutuhan
NaCl atau 4. Membersihkan
pembersih jaringan nekrotik
nontoksik, 5. Memberikan salep
sesuai yang sesuai kulit/lesi ,
kebutuhan jika perlu
4. Bersihkan 6. Memasang balutan
jaringan sesuai jnis luka
nekrotik 7. Mempertahankan
5. Berikan salep tknik steril saat
yang sesuai melakukan perawatan
kulit/lesi, jika luka
perlu 8. Mengganti
pembalutan sesuai
6. Pasang balutan jumlah eksudat dan
sesuai jenis luka drainas
7. Petahankan 9. Menjadwalkan
teknik steril saat perubahan posisi
melakukan setiap 2 jam atau
perawatan luka kondisi pasien
8. Ganti 10. Memberikan diet
pembalutan dengan kalori 30-
ssuai jumlah 35kkal/kgBB/hari dan
eksudat dan protein 1,25-
drainase 1,5g/kgBB/hari
9. Jadwalakan 11. Memberikan
perubahan posisi suplemen vitamin dan
setiap 2 jam atau mineral (mis. Vitamin
kondisi pasien A, Vitamin C, Zinc,
10. Berikan diet asam amino) sesuai
dengan kalori indikasi
30-35 12. Memberikan terapi
kkal/kgBB/hari TENS ( stimulasi saraf
dan protein transkutanneu), jika
1,25- perlu
1,5g/kgBB/hari
11. Berikan
suplemen
vitamin dan
mineral (mis.
Vitamin A,
Vitamin C, Zinc,
asam amino),
sesuai indikasi
12. Berikan terapi
TENS
(stimulasi saraf
transkutanneous
), jiak perlu
Edukasi : Edukasi :
1. Jelaskan tanda 1. Menjelaskan tanda
dan gejala dan gjala infksi
infeksi 2. Menganjurkan
2. Anjurkan mengkonsumsi
mengkonsumsi makanan tinggi kalori
makanan tinggi dan protein
kalori dan 3. Mengajarkan prosedur
protein perawatan luka secara
3. Ajarkan mandiri
prosedur
perawatan luka
secara mandiri

Kolaborasi : Kolaborasi :
1. Kolaborasi 1. Mengkolaborasi
prosedur prosedur debridement
debridement (mis. Ezimatik,
( mis.enzimatik, biologis, mekanis,
biologis, autolitik), jika perlu
mekanis, 2. Mengkolaborasi
autolitik) jika pemberian antibiotik,
perlu jika perlu
2. Kolaborasi
pemberian
antibiotik, jika
perlu
3 Risiko Infeksi Tingkat Infeksi Manajmen
SDKI (D.0142) SLKI (L.14137) Imunisasi/Vaksinasi
SIKI (I. 14508)
Risiko infeksi d.d
Penyakit kronis Setelah dilakukan Observasi : Observasi :
(mis. Diabetes intervensi keperawatan 1. Identifikasi 1. Mengidentifikasi
melitus), efek samaama ...x... jam maka riwayat untuk
prsedur invasif, diharapkan tingkat mengetahuiriwayat
malnutrisi, inveksi menurun, dengan kesehatan dan kesehatan dan riwayat
peningkatan kritera hasil : riwayt alergi alergi
paparan organisme 2. Identifikasi 2. Mengidentifikasi
patogen 1. Kebersihan kontraindikasi untuk mengetahui
lingkungan, tangan meningkat pemberian kontarindikasi
ketidakadekuatan 2. Kebersihan badan imunisasi (mis. pemberian imunisasi
pertahanan tubuh meningkat Reaksi 3. Mengidentifikasi
primer: (gangguan 3. Demam menurun anafilaksis untuk mengetahui
peristaltik, 4. Kemerahan terhadap vaksin status imnisasi setiap
kerusakan menurun sebelumnya dan kunjungan ke
integritas klit, 5. Nyeri menurun atau sakit parah pelayanan kesehatan
perubahan sekresi 6. Bengkak menurun dengan atau
pH, penurun kerja 7. Vesikel menurun tanpa demam)
siliaris, ketuban 8. Cairan berbau 3. Identifikasi
pecah lama , busuk menurun statusimunisasi
ketuban pecah 9. Sputu berwarna setiap
sebelum waktunya, hijau menuun kunjungan ke
merokok, statis 10. Drainase purulen pelayanan
cairan tubuh ), menurun kesehatan
ketidakadekuatan 11. Piuria menurun
pertahanan tubuh 12. Period malaise Terapeutik : Terapeutik :
sekunder : menurun 1. Berikan 1. Memberikan suntikan
( penurunan 13. Periode menggil suntikan pada pada bayi di bagian
hemoglobin, menurun bayi di bagia paha anterolateral
imununosupres, 14. Letargi menurun paha 2. Mendokumentasikan
leukopenia, supresi 15. Gngguan kognitif anterolateral informasi vaksinisasi
respon inflamasi, menurun 2. Dokumentasika seperti tanggal
vaksinasi tidak 16. Kadar sel darah n informasi kadaluarsa dan nama
adekuat) putih membai vaksinisasi (mis. produsen
17. Kultur darah Nama produsen, 3. Menjadwalakn
membaik tanggal imunisasi pada waktu
18. Kultur urin kadaluwarsa) interval waktu yang
membaik 3. Jadwalkan tepat
19. Kultur sputum imunisasi pada
membaik
20. Kultur area luka interval waktu
membaik yang tepat
21. Kultur feses
membaik Edukasi : Edukasi :
22. Nafsu makan 1. Jelaskan tujuan, 1. Menjelaskan tujuan,
membaik manfaat, reaksi manfaat, reaksi yang
yang terjadi, terjadi, jadwal dan
jadwal dan efek efek samping
samping 2. Menginformasikan
2. Informasikan imunisasi yang
imunisasi yang diwajibkan
diwajibkan pemerintah (mis.
pemerintah (mis. Hepatitis B, BCG<
Hepatitis B , difteri, tetanus,
BCG, difteri, pertusis, H.influenza,
tetanus, pertusis, polio, campak,
H. Influenza, measles, rubela )
polio, campak, 3. Menginformasikan
measles, rubela) imunisasi yang
3. Infomasikan melindungi terhadap
imunisasi yang penyakit namun saat
melindungi ini tidak diwajibkan
terhadap pemerintah
penyakit namun 4. Menginformasikan
saat ini tidak vaksinasi untuk
diwajibkan kejadian khusus
pemerintah 5. Menginformasikan
(mis.influenza, penundaan pemberian
pneumokokus) imunisasi tidak brarti
4. Informsikan mengulang jadwal
vasinasi untuk imunisasi kembali
kejadian khusus 6. Menginformasikan
(mis. Rabies, penyedia layanan
tetanus) pekan imunisasi
nasional yang
5. Informasikan menyediakan vaksin
penundaan gratis
pemberian
imunisasi tidak
berarti
mengulang
jadwal imunisasi
kembali
6. Informasikan
penyedia
layanan pekan
imunisasi
nasional yang
menyediakan
vaksin geratis

Pencegahan Infeksi
SIKI (I. 14539)

Observasi : Observasi :
1. Monitor tanda 1. Memonitor tandan dan
dan gejala gejala infeksi lokal
infeksi lokal dan dan sistemik
sistemik

Terapeutik : Terapeutik :
1. Batasi jumlah 1. Membatasi jumlah
pengunjung pengunjung
2. Berikan 2. Memberikan
perawatan kulit perawatan kulit pada
pada area edema area edema
3. Cuci tangan 3. Mencuci tangan
sebelum dan sebelum dan sesudah
sesudah kontak kontak dengan pasien
dengan pasien dan lingkungan pasien
dan lingkungan 4. Mempertahankan
pasien teknik aseptik pada
4. Pertahankan pasien berisiko tinggi
teknik aseptik
pda pasien
berisiko tinggi

Edukasi : Edukasi :
1. Jelaskan tanda 1. Menjelaskan tanda
dan gejala dan gejala infeksi
infeksi 2. Mengajarkan cara
2. Ajarkan cra mencuci tangan
mencuci tangan dengan benar
dengan benar 3. Mengajarkan etika
3. Ajarkan etika batuk
batuk 4. Mengajarkan cara
4. Ajarkan cara memeriksa kondisi
memeriksa luka atau luka oprasi
kondisi luka atau 5. Menganjurkan
luka oprasi meningkatkan asupan
5. Anjurkan nutrisi
meningkatkan 6. Menganjurkan
asupan nutrisi meningkatkan asupan
6. Anjurkan cairan
meningkatkan
asupan cairan

Kolaborasi : Kolaborasi :
1. Kolaborasi 1. Berkolaborasi alam
pemberian pemberian imunisasi,
imunisasi, jika jika perlu.
perlu.
4 Risiko Syok Tingkat Syok Pencegahan Syok
SDKI (D. 0039) SLKI (L.03032) SIKI (I.02068)

Risiko syok d.d Setelah dilakukan Observasi : Observasi :


hipoksemia, intrvensi keperawatan 1. Monitor status 1. Untuk memonitor
hipoksia, hipotensi, selama ...x... jam maka kardiopulmonal status kardiopulmonal
kekurangan diharapkan tingkat syok (frekuensi dan 2. Untuk memonitor
volume cairan, menurun dengan kriteria kekuatan adi, staus oksigenasi
sepsis, sindrom hasil : frekuensi napas, 3. Untuk memonitor
respons inflamasi - Kekuatan nadi TD, MAP) status cairan
sistmik (systemic meningkat 2. Monitor status 4. Unuk memonitor
inflamatory - Outout urine oksigenasi tingkat kesadaran dan
response syndrome meningkat (oksimetri nadi, respn pupil
[SIRS] - Tingkat kesdaran AGD) 5. Untuk memeriksa
meningkat 3. Monitor status riwayat alergi
- Saturasi oksigen cairan (masukan
meningkat dan haluaran,
- Akral dingin tugor kulit,
menurun CRT)
- Pucat menurun 4. Monitor tingkat
- Rasa haus kesadaran dan
menurun respon pupil
- Konfusi menurun 5. Periksa riwayat
- Letargi menurun alergi
- Asidosis
metabolik Terapeutik : Terapeutik :
menurun 1. Berikan oksigen 1. Memberikan oksigen
- Tekanan ateri untuk dan mempertahankan
rata-rata membaik mempertahanka saturasi ksigen >94%
- Tekanan darah n saturasi 2. Mempersiapkan
sistolik membaik oksigen >94% intubasi dan ventilasi
- Teanan darah 2. Persiapkan mekanisme, jika perlu
diastolik intubasi dan 3. Memasag jalur IV, jika
membaik ventilasi perlu
- Tekanan nadi mekanis, jika 4. Memasang kateter
membaik perlu urin untuk menilai
- Pngisian kapiler 3. Pasang jalur IV , produksi urine
membaik jika perlu 5. Melakukan skin test
- Frekuensi nadi 4. Pasang kateter untuk mencegah
membaik urin untuk reaksi alergi
- Frekuensi napas menilai produksi
membaik urine, jika perlu
5. Lakukan skin
test untuk
mencegah reaksi
alergi

Edukasi : Edukasi :
1. Jelaskan 1. Menjelaskan
penybab/faktor penyebab/faktor risiko
risiko syok syok
2. Jelaskan tanda 2. Menjlaskan tanda dan
dan gejala awal gejala awal syk
syok 3. Menganjurkan melaor
3. Anjurkan jika menemukan /
melapor jika merasakan tanda dan
menemukan/mer gejala syok
asakan tanda dan 4. Menganjurkan
gejala awal syok memperbnyak asupan
4. Anjurkan cairan oral
memperbanyak 5. Menganjurkan
asupan cairan mengindari alergen
oral
5. Anjurkan
menghindari
alergen
Kolaborasi : Kolaborasi :
1. Kolaborasi 1. Berkolaborasi
pemberin IV , pemberian IV, jika
jika perlu perlu
2. Kolaborasi 2. Berkolaborasi
pemberian pemberian tranfusi
tranfusi darah, darah, jika perlu
jika perlu 3. Berkolaborasi
3. Kolaborasi pemberian
pemberian antiinflamasi, jika
antiinflamasi, perlu
jika perlu

Pemantauan Cairan
SIKI (I.03121)

Observasi : Observasi :
1. Monitor 1. Untuk memnitor
frekuensi dan frekuensi dan
kekuatan nadi kekuatan nadi
2. Monior 2. Untuk memonitor
frekuensi napas frekuensi napas
3. Monitor tekanan 3. Untuk memonitor
darah tekanan darah
4. Monitor berat 4. Untuk memonitor
badan berat badan
5. Monitor waktu 5. Untuk memonitor
pengisian waktuk pengisian
kapiler kapiler
6. Monitor 6. Untuk memonitor
elatisitas atau elastisitas atau tugor
tugor kulit kulit
7. Monitor jumlah, 7. Untuk memonitor
warna dan berat jumlah, warna, dan
jenis urine berat jenis urine
8. Monitor kadar 8. Untuk memonitor
albumin dan kadar albumin dan
protein total protein ttal
9. Monitor hasil 9. Untuk meonitor hasil
pemeriksan pemeriksaan
serum 10. Untuk memonitor
(mis.osmolaritas intake dan output
serum, cairan
hematokrit, 11. Untuk
natrium, kalium, mengidentifikasi
BUN) tanda-tanda
10. Monitor intake hipovolemia
dan output 12. Untuk
cairan mengidentifikasi
11. Identifikasi tanda-tanda
tanda-tanda hipovolemia
hipovolemia 13. Untuk
(mis. Frekuensi mengidentifikasi faktr
nadi meningkat, risiko
nadi teraba ketidakseimbangan
lemah, tekanan cairan
darah menurun,
tekanan nadi
menyemit, tugor
kulit menurun,
membram
mukosa kering,
volume urine
menurun,
hematokrit
meningkat,
haus, lemah,
konsentrasi urin
meningkat, berat
badan menurun
dalam waktu
singkat)
12. Identifikasi
tanda-tanda
hipevolemia
(mis. Dipsnea,
edema perifer,
edema anasarka,
JVP meningkat,
CVP meningkat,
refleks
hematojugular
positif, berat
badan menurun
dalam waktu
singkat)
13. Identifikasi faktr
risiko
ketidakseimban
gan cairan (mis.
Prosedur
pembedahan
mayor
trauma/perdarah
an, luka bakar,
aferesis,
obstruksi
intestinal,
peradangan
pankreas,
penyakit ginjal
dan kelenjar,
disfungsi
intestinal)

Terapeutik : Terapeutik :
1. Atur interval 1. Mengtur interval
waktu waktu pemantauan
pemantauan sesuai dengan kondisi
sesuai dengan pasien
kondisi pasien 2. Mendokumentasikan
2. Dokumentasik hasil pemantauan
an hasil
pemantauan

Edukasi : Edukasi :
1. Jelaskan tujuan 1. Menjelaskan tujuan
dan prosedur dan prosedur
pemantauan pemantauan
2. Informasikan 2. Menginformasikan
hasil hasil pemantauan, jika
pemantauan, perlu
jika perlu

5 Perfusi Perifer Perfusi Perifer Perawatan Sirkulasi


Tidak Efektif SLKI (L.02011) SIKI (I.02079)
SDKI ( D.0009 )
Setelah dilakukan Observasi : Observasi :
Perfusi perifer intervnsi keperawatan 1. Periksa sirkulasi 1. Untuk memeriksa
tidak efektif b.d selama ...x... jam maka perifer (mis. sirkulasi perifer
Hiperglikemia, diharapkan perfusi perifer Nadi perifer, 2. Untuk
penurunan meningkat dengan edema, pengisan mengidentifikasi
konsentrasi kriteria hasil : kapiler, warna, faktor risiko gangguan
hemoglobin, 1. Kekuatan nadi suhu, ankle- sirkulasi
peningkatan perifer meningkat brachial indeks) 3. Untuk memonitor
tekanan darah, 2. Penyembuhan 2. Identifikasi panas, kemerahan,
kekurangan luka meningkat faktor risiko
volume cairan, 3. Sensasi gangguan nyeri, atau bengkak
penurunan aliran meningkat sirkulasi (mis. pada ekstremitas
ateri dan/atau vena, 4. Warna kulit pucat Diabetes,
kurang terppar menurun perokok, orang
informasi tentang 5. Edema perifer tua, hipertensi
faktor pemberat menurun dan kadar
(mis. Merokok, 6. Nyeri ekstremitas kolesterol
gaya hidup menurun tinggi)
monoton, trauma, 7. Parastesia 3. Monitor panas,
obesitas, asupan menurun kemerahan,
garam, imobilitas), 8. Kelemahan otot nyeri, atau
kurang terpapar menurun bengkak pada
informasi tentang 9. Kram otot ekstremitas
proses penyakit menurun
(mis. Dibtes 10. Bruit femoralis Terapeutik : Terapeutik :
melitus, menurun 1. Hindari 1. Menghindari
hiperlipidemia), 11. Nekrosis menurun pemasangan pemsangan infus atau
kurang aktivitas 12. Pengisian kapiler infus atau pengambilan dara di
fisik d.d Pengisian membaik pengambilan area keterbatasan
kapiler >3 detik, 13. Akral membaik darah di area perfusi
nadi perifer 14. Tugor kult keterbatasan 2. Menghindari
menurun atau tidak membaik perfusi pengukuran tekanan
teraba, akral teraba 15. Tekanan darah 2. Hindari darah pada ekstremits
dingin, warna kuli sistolik membaik pengukuran dengan keterbatasan
pucat, tugor kulit 16. Tekanan darah tekanan darah perfusi
menurun, diastolik pada ekstremitas 3. Menghindari
parastesia, nyeri membaik dengan penekanan dan
ekstremitas 17. Tekanan arteri keterbatasan pemasangan
(klaudikasi rata-rata membaik perfusi tourniquet pada are
intrmiten), edema, 18. Indeks ankle- 3. Hindari cedera
penyembuhan luka brachial membaik penekanan dan 4. Melakukan
lambat, indeks pemasangan pencegahan infeksi
ankle-brachial tourniquet pada 5. Melakukan erawatan
<0,90, bruit area cedera kaki an kuku
femoral 6. Melakukan hidrasi
4. Lakukan
pencegahn
infeksi
5. Lakukan
perawatan kaki
dan kuku
6. Lakukan hidrasi

Edukasi : Edukasi :
1. Anjurkan 1. Menganjurkan
berhenti berhenti merokok
merokok 2. Menganjurkan
2. Anjurkan berolahraga rutin
berolahraga 3. Menganjukan
rutin mengecek bat
3. Anjurkan penurunan tekanan
mengecek obat darah
penurun tekanan 4. Menganjurkan minum
darah, bat pengontrol tekanan
antikoagulan,da darah secara teratur
n penurun 5. Menganjurkan
kolesterol, jika menghindari
perlu penggunaan obat
4. Anjurkan penyakit beta
minum obat 6. Meganjurkan
pengontrol perawatan kulit yang
tekanan darah tepat
secara teratur 7. Menganjurkan
5. Anjurkan program rehabilitasi
menghindari vaskular
penggunaan 8. Mengajarkan program
obat penyakit diet untuk
beta memperbaiki sirkulasi
6. Anjurkan
melakukan
perawatan kulit 9. Menginformasikan
yang tepat (mis. tand dan gejala darurat
Melembabkan yang harus dilaporkan
kulit kering pada
kaki)
7. Anjurkan
program
rehbilitasi
vaskular
8. Ajarkan
program diet
untuk
memperbaiki
sirkulasi (mis.
Rendah lemah
jenuh, minyak
ikan omega 3)
9. Informasikan
tanda dan gejala
darurat yang
harus dilaporkan
(mis. Rasa saki
yang tidak
hilang saat
istirahat, luka
tidak sembuh,
hilangnya rasa )

Manajemen Sensasi
Perifer
SIKI (I.06195)

Observasi : Observasi :
1. Identifikasi 1. Mengidentifikasi
penyebab untuk mengetahui
perubahan penyebab perubahan
sensasi sensasi
2. Identifikasi 2. Mengidentifikasi
penggunaan alat penggunaan alat
pengikat, pengikat, prostesis,
prostesis, sepatu sepatu dn pakaian
dan pakaian 3. Memeriksa perbedaan
3. Periksa sensasi tajam atau
perbedaan tumpul
sensasi tajam 4. Memeriksa untuk
atau tumpul mengetahui sensasi
4. Periksa panas dan dingin
perbedaan 5. Memeriksa untuk
sensasi panas mengetahui
dan dingin kemampuan
5. Periksa mengidentifikasi
kemampuan lokasi dan tekstur
mengidentifikasi benda
lokasi dan 6. Memonitor terjadinya
tekstur benda prestesia, jika perlu
6. Monitor 7. Mmonitor untuk
terjadinya mengetahui prubahan
parestesia, jika kulit
perlu 8. Memonitor utnuk
7. Monitor mengetahui adanya
perubahan kulit trombflebitis dan
8. Monitor adanya trombo emboli vena
tromboflebitis
dan
tromboemboli
vena

Teraputik : Terapeutik :
1. Hindari 1. Menghindari
pemakaian pemakaian benda-
benda-benda benda yang berlebihan
yang berlebihan suhunya. Yang terlalu
suhunya (terlalu panas ataupun dingin
panas atau
dingin)

Edukasi : Edukasi :
1. Anjurkan 1. Menganjurkan
penggunaan penggunaan
termometer termometer untu
untuk menguji menguji suhu air
suhu air 2. Mengajurkan
2. Anjurkan penggunaan sarung
penggunaan tangan termal saat
sarung tangan memasak
termal saat 3. Menganjurkan
memasak memakai sepatu
3. Anjurkan lembut dan bertumit
memakai sepatu rendah
lembut dan
bertumit rendah

Kolaborasi : Kolaborasi :
1. Kolaborasi 1. Berklaborasi
pemberian pemberian analgesik,
analgesik, jika jika perlu
perlu 2. Berkolabrasi
2. Kolaborasi pemberian
pemberian kortikosteroid, jika
kortikosteroid, perlu.
jika perlu
6 Nyeri Akut Tingkat Nyeri Manajemen Nyeri
SDKI (D.0077) SLKI (L.08066) SIKI (I.08238)

Nyeri akut b.d agen Setelah dilakukan Observasi : Observasi:


pencedera intervensi keperawatan 1. Identifikasi 2. Mengidentifikasi
fisiologis (mis. selama ...x... jam maka lokasi , lokasi karakteristik ,
Inflamasi, iskemia, diharapkan tingkat nyeri karakteristik, durasi, frekuensi,
neoplasma), agen menurun dengan kriteria durasi, kualitas, intensitas
pencedera kimiawi hasil : frekuensi, nyeri
(mis. Terbakar, 1. Kemampuan kualitas, 3. Mengidentifikasi skala
bahan kimia iritan), menuntaskan intensitas nyeri nyeri
agen pencedera ativitas meningkat 2. Identifikasi 4. Mengidentifikasi
fisik (mis. Abses, 2. Keluhan nyeri skala nyeri fespn nyeri non verbal
amputasi, terbakat, menurun 3. Identifikasi 5. Mengidentifikasi
terpotong, 3. Meringis respons nyeri faktor yang
mengangkat bert, menurun non verbal memperberat dan
prosedur oprasi, 4. Sikap protektif 4. Identifikasi mepringan nyeri
trauma, latihan menurun faktor yang 6. Mengidentifikasi
fisik berlebihan ) 5. Gelisah menurun memperberat pengetahuan dan
d.d mengeluh 6. Kesulitan tidur dan keykinan tentang nyeri
nyeri, tampak menurun memperingan 7. Mengidentifikasi
meringis, bersikap 7. Menarik diri nyeri pengaruh nyeri pada
protektif (mis. menurun 5. Identifikasi kualits hidup
Waspada, posisi 8. Berfokus pada diri pengetahuan dan 8. Memonitor
menghindar nyeri), sendiri menurun keyakinan keberhasilan terapi
gelisah, frekuensi 9. Diaforesis tentang nyeri komplmenter yang
nadi meningkat, menurun 6. Identifikasi sudah diberikan
sulit tidur, tekanan 10. Perasaan depresi pengaruh 9. Memonitor efek
darah meningkat, (tertekan) budaya terhadap samping penggunaan
pola napas menurun respn nyeri analgesik
berubah, nafsu 11. Perasaan takut 7. Identifikasi
makan berubah, mengalami cedera pengaruh nyeri
proses berpikir berulang menurun pada kualitas
terganggu, menarik 12. Anoreksia hidup
diri, berfokus pada menurun
diri sendiri, 13. Perineum terasa 8. Monitor
diafresis. tertekan menurun keberhasilan
14. Uterus teraba terapi
membulat komplementer
menurun yang sudah
15. Ketegangan otot diberikn
menurun 9. Monitor efek
16. Pupil dilatasi samping
menurun penggunaan
17. Muntah menurun analgetik
18. Mual menurun
19. Frekuensi nadi Terapeutik : Terapeutik :
membaik 1. Lakukan oral 1. Melakukan oral
20. Pola napas hygine sebelum hygine sebelum
membaik makan, jika makan, jika perlu
21. Tekanan darah perlu 2. Memfasilitasi
membaik 2. Fasilitasi menentkan pedoman
22. Proses berpikir menentukan diet (mi. Piramida
membaik prdoman diet makan)
23. Fokus membaik (mis. Piramida 3. Mensajikan makan
24. Fungsi berkemih makan) secara menarik dan
membaik 3. Sajikan suhu yang sesuai
25. Perilaku membaik makanan secara 4. Memberikan makanan
26. Nafsu makan menarik dan tinggi serat untuk
membaik suhu yang sesuai mencegah
27. Pola tidur 4. Berikan 5. Memberikan makana
membaik makanan tinggi tinggi kalori dan tinggi
serat untuk protein
mencegah 6. Memberikan
konsipasi suplemen makanan,
5. Berikan jika perlu
makanan tinggi 7. Menghentikan
kalori dan tinggi pemberian makanan
protin melalui selang
6. Berikan nasogatrik jikaasuan
suplemen oral dapat ditleransi
makanan , jika
perlu
7. Hentikan
pemberian
makan melalui
selang
nasogatrik jika
asupa oral dapat
ditoleransi

Edukasi : Edukasi :
1. Anjrkan posisi 1. Mengajarkn posisi
duduk, jika duduk, jika perlu
mampu 2. Mengajarkan diet
2. Ajarkan diet yang diprogramkan
yang
diprogrmkan

Kolaborasi : Kolaborasi :
1. Kolaborsi 1. Berkolaborasi
pemberian pemberian medikasi
medikasi sebelum makan, jika
sebelum makan perlu
(mis. Pereda 2. Berkolaborasi dengan
nyei, ahli gizi untuk
antiemetik), jika menentukan jumlah
perlu kalori dan jenis nutrien
2. Kolaborasi yang dibutuhkan
dengan ahli gizi
untuk
menentukn
jumlah kalori
dan jenis nutrien
yang
dibutuhkan, jika
perlu

Pemberian Analgesik
SIKI (I.08243)
Observasi : Observasi :
1. Identifikasi 1. Mengidentifikasi
karakteristik karakteristik nyeri
nyeri (mis. untuk mengetahui
Pencetus, penctus, pereda,
pereda, kualitas, kualitas, lokasi,
lokasi, intensitas, frekuensi,
intensitas, durasi nyeri
frekuensi,durasi 2. Mengidentifikasi
) untuk mengetahui
2. Identifikasi riwayat alergi obat
riwayat alergi 3. Mengidentifikasi
obat kesesuaian jenis
3. Identifikasi analgesik
kesesuaian jenis 4. Memonitor tada-tanda
analgesik (mis. vital sebelum dan
Narkotika, nn- sesudah pemberian
narkotika, atau analgesik
NSAID) dengan 5. Memonitor efektifitas
tingkat analgesik
keparahan nyeri
4. Monitr tanda-
tanda vital
seblum dan
sesudah
pemberian
analgesik
5. Monitor
efektifitas
analgesik

Terapeutik : Terapeutik :
1. Diskusikan jenis 1. Mendiskusikan
analgesik yang analgesik yang disukai
disukai untuk untuk mencapai
mencapai analgesia optimal, jika
analgesia perlu
optimal, jika 2. Mempertimbangkan
perlu penggunaan infus
2. Pertimbangkan kontinu, atau bolus
penggunaan opioid untuk
infus kontinu, mempertahankan
atau bolus kadar dalam serum
opioid untuk 3. Mentetapkan target
memprtahankan efektifitas analgesik
kadar dalam untuk
serum mengoptimalkan
3. Tetapkan target respons pasien
efektifitas 4. Mendokumentasikan
analgesik untuk respon terhadap efek
mengoptimalkan analgesik dan efek
respons pasien yang tidak diinginkn
4. Dokumentasika
n respon
terhadap efek
analgesik dan
efek yang tidak
diinginkan
Edukasi : Edukasi :
1. Jelaskan efek 1. Menjelaskan efek
terapi dan efek terapi dan efek
samping obat samping obat

Kolabrasi : Kolaborasi :
1. Kolaborasi 1. Berkolaborasi dalam
pemberian dosis pemberian dosis dan
dan jenis jenis analgesik, sesuai
analgesik , indikasi
sesuai indikasi
DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 3. Jakarta: EGC
Bulechek, G.M. Butcher, H.K. Dochterman, J.M. Wagner, C.M. 2016. Nursing Interventions
Carpenito. 2000. Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis Edisi 6. Jakarta: EGC.
Classification (NIC). Singapore: Elsevier Global Rights.
C. Smeltzer, Susan. 2018. KeperawataN Medikal Bedah (Handbook For Brunner and Suddarth”s
Texbook of Medical-Surgical Nursing).Jakarta EGC
Manurung, Nixson. 2018. Keperawatan Medikal Bedah Konsep, Mind Mapping Dan Nanda Nic
Noc. Jakarta: Trans Info Media
Price, Sylvia A.; Wilson, Lorraine M.. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis dan Proses-proses
Penyakit Edisi 6. Volume 1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Saferi, Andra; Yessie Mariza. 2013. KMB 2 Keperawatan Medikal Bedah (Keperawatan Dewasa).
Yogyakarta: Nuha Medika
Smeltzer, Suzanne C. Brenda G. Bare. 2001. Keperawatan Medikal Bedah 2, Edisi 8. Jakarta : EGC
PPNI (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1.
Jakarta: DPP PPNI
PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi
1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai