Bab I-1
Bab I-1
PENDAHULUAN
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat,
bangsa dan Negara. Pendidikan menjadi faktor penting dalam peningkatan sumber daya
manusia (SDM).
perkembangan peradaban manusia dan dalam suatu bangsa. Bangsa yang mempunyai
peradaban maju adalah bangsa yang mempunyai sumber daya manusia yang berkualitas,
tentunya harus dilakukan suatu usaha untuk meningkatkan mutu pendidikan. Peningkatan
mutu pendidikan tentunya berkaitan erat dengan peserta didik, guru, sistem pendidikan,
model pembelajaran yang digunakan, orang tua dan lingkungan. Bagi peserta didik,
kenyataannya banyak peserta didik yang mengalami kesulitan dalam memahami dan
mengerti tentang pembelajaran yang mereka hadapi, bahkan ada pula memang acuh tak
acuh selama proses pembelajaran berlangsung. Hal ini merupakan ujian terpenting bagi
seorang guru.
baru dalam menemukan solusi atau jawaban yang mungkin untuk sebuah permasalahan
yang baru. Jika permasalahan yang dihadapi tidak diselesaikan dengan cara yang biasa
siswa harus mampu berpikir kritis. Sedangkan untuk dapat berpikir secara kritis, siswa
harus mampu berpikir logis, reflektif dan memiliki pengetahuan awal terkait dengan
Pada saat ini, pelajaran Fisika merupakan pelajaran yang menakutkan bagi siswa,
karena siswa beranggapan bahwa pelajaran Fisika selalu berhubungan dengan rumus-
rumus yang panjang dan sulit untuk dipahami. Semangat siswa juga kurang dalam
pembelajaran fisika, sehingga pada saat proses pembelajaran sedang berlangsung siswa
sering keluar masuk dan ada yang mengantuk. Peristiwa ini menyebabkan rendahnya
maupun masyarakat, kemudian faktor sarana atau fasilitas belajar siswa, faktor program,
kondisi fisiologis dan faktor psikologis siswa. Berdasarkan faktor-faktor diatas, ternyata
guru merupakan salah satu unsur penting dalam pendidikan. Guru yang profesional
dituntut untuk memiliki sejumlah kompetensi yang sangat mendukung keberhasilan siswa
dalam belajar. Salah satunya terampil dalam menggunakan model pembelajaran. Salah
satu kemampuan yang dituntut bagi seorang guru adalah kemampuan untuk merancang
Berdasarkan hasil wawancara pada tanggal 31 Januari 2023 dengan guru bidang
studi fisika di SMA N 2 Percut Sei Tuan Ibu Yesi Indriani, S.Pd. mengatakan bahwa
kaadaan siswa di saat proses pembelajaran berlangsung, banyak siswa yang kurang
termotivasi untuk belajar dan kurang memperhatikan penjelasan materi yang disampaikan
atau kurang kondusif. Selain itu, peneliti juga melakukan pra obervasi, peneliti
memberikan soal untuk memperkuat masalah yang dipecahkan, Pada saat pra observasi
peneliti memberikan soal untuk mengetahui kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa
Diliat dari hasil pra observasi, proses penyelesaian soal masih kurang dalam memahami
masalah yang diberikan, sehingga kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa masih kurang
dalam penyelesaian soal tersebut. Rata rata yang didapat dari hasil pra observasi belum
mencapai KKM yaitu 48 sedangkan nilai KKM adalah 75, sehingga kemampuan berikir
yang lebih berorientasi kepada Higher Order Thinking Skill (HOTS) atau kemampuan
berpikir tingkat tinggi. Newman serta Wehlage (Hamidah, 2018:75) menyatakan bahwa
HOTS dapat memberi peranan yang sangat besar dalam mendukung prestasi akademik
siswa, dengan HOTS siswa mampu memecahkan masalah, menyeleksi ide ataupun
pendapat, berhipotesis, berpendapat dengan bijak serta sanggup menguasai situasi yang
lebih rumit. Hal ini searah dengan pernyataan Thomas dan Thorne (Hamidah, 2018:75)
yang menerangkan bahwa HOTS dapat diterapkan di dalam dunia pendidikan sehingga
keterampilan dan karakter siswa dapat ditingkatkan. Dalam proses pembelajaran, terdapat
perbedaan antara siswa yang lebih condong pada hafalan dengan siswa yang melatih
siswa tidak hanya sekadar hafal informasi melainkan juga melatih keterampilan berpikir
tingkat tinggi yakni kemampuan siswa dalam menganalisis, mengevaluasi dan juga
berkreasi. Penting sekali untuk melatih kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa agar
tidak sekadar mengingat tapi juga mampu mengimplementasikannya pada persoalan yang
baru. HOTS (Higher Order Thingking Skill) atau yang sering disebut sebagai kemampuan
keterampilan atau konsep berpikir tingkat tinggi merupakan suatu konsep reformasi
pendidikan berdasarkan pada taksonomi bloom yang dimulai pada awal abad ke-21.
Konsep ini dimaksukan ke dalam pendidikan bertujuan untuk menyiapkan sumber daya
manusia dalam menghadapi revolusi industri. Pada abad 21 ini sumber daya manusia
diharapkan tidak hanya menjadi pekerja yang mengikuti pemerintah, tetapi memiliki
keterampilan abad ke 21.Kewajiban untuk mendidik anak bangsa menjadi manusia yang
kreatif dan cakap dinyatakan secara eksplisit dalam pasal 3 Undang– undang Republik
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang berimaan dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esaa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
HOTS bukan mata pelajaran, bukan juga soal ujian. Menurut Abduhzen. HOTS adalah
tujuan akhir yang dicapai melalui pendekatan, proses dan metode pembelajaran. Kemampuan
pemecahan masalah merupakan kemampuan yang harus dimiliki siswa dalam mengatasi setiap
merupakan salah satu tujuan pembelajaran fisika di sekolah. Pemecahan masalah dan
pembelajaran mandiri merupakan tujuan jangka panjang dan siswa memerlukan secara terus
menerus untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Berdasarkan data Programme For
International Student Assessment (PISA) 2018 menempatkan nilai fisika siswa indonesia berada
di tingkat ke-9 dari bawah 73 Negara dengan skor rata-rata 379. Sedangkan hasil PISA 2015
siswa Indonesia mencapai nilai rata-rata lebih tinggi, dengan nilai fisika 396. Hasil PISA 2018
menunjukan bahwa 70% siswa Indonesia tidak mampu mencapai level 2 pada Framework PISA.
Hasilyang diperoleh siswa Indonesia sangat menghawatirkan. Padahal secara rata-rata hanya
sekitar 23% siswa di 79 negara peserta PISA yang tidak mampu menguasai kemampuan
membaca level 2. Berdasarkan KUMDIKBED 2019 faktor yang menjadi penyebab rendahnya
prestasi siswa Indonesia dalam PISA, salah satunya disebabkan rendahnya kemampuan
pemecahan masalah non- routine atau level tinggi. Soal yang diujikan dalam PISA terdiri dari 6
level (level 1 terendah dan sampai level 6 tertinggi) dan soal-soal yang diujikan merupakan
kontekstual, permasalahannya diambil dari dunia nyata, sedangkan siswa di Indonesia hanya
terbiasa dengan soal-soal rutin pada level 1 dan level 2. Berdasarkan penjelasan diatas dapat
disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah fisika siswa di Indonesia masih rendah
disebabkan siswa hanya terbiasa menyelesaikan soal pada level 1 dan 2. Hal ini dipengaruhi
beberapa faktor, salah satunya ialah siswa tidak terbiasa menyelesaikan soal-soal pemecahan
masalah, sehingga menyebabkan kemampuan pemecahan masalah jadi kurang. Tujuan utama
kemampuan siswa dalam memecahkan masalah secara tepat, serta mengajarkan konsep kepada
siswa kemudian menerapkannya untuk memecahkan masalah (Ristontowi, 2012, hlm. 1441).
Kemampuan pemecahan masalah siswa dapat dinilai dari 4 indikator, yaitu: “1) Siswa mampu
memahami permasalahan yang diberikan; 2) siswa mampu memilih strategi yang dapat
dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan; 4) siswa mampu memeriksa kembali hasil
Berdasarkan hasil wawancara pada tanggal 31 Januari 2023 dengan guru bidang studi
fisika di SMA N 2 Percut Sei Tuan Ibu Yesi Indriani, S.Pd. mengatakan bahwa kaadaan siswa di
saat proses pembelajaran berlangsung, banyak siswa yang kurang termotivasi untuk belajar dan
kurang memperhatikan penjelasan materi yang disampaikan. Pada saat ditanya apa yang kurang
Sehingga pada saat pemberian soal latihan, hanya beberapa siswa yang dapat
dalam menyampaikan pendapat. Masih banyak siswa yang tidak terbiasa mengevaluasi suatu
informasi Hal ini dikarenakan proses pembelajaran terburu-buru dan asal selesai. Siswa juga
tidak sabar dalam melakukan proses menalar. Berdasarkan observasi awal yang di lakukan pada
tanggal 8 Maret 2023 di kelas XI di SMA N 2 Percut Sei Tuan pada saat proses pembelajaran
berlangsung terlihat kurangnya motivasi dan minat siswa mendengarkan ketika guru
menjelaskan, dan pada saat diberikan latihan hanya sedikit siswa yang dapat menyelesaikan soal
tersebut. Pada saat menyelesaikan masalah siswa belum bisa mengidentifikasi apa yang
diketahui dan apa yang ditanya dari soal, siswa kurang bisa membuat perencanaan penyelesaian
masalah, siswa tidak bisa memahami soal yang berbentuk cerita. Hal ini dikarenakan pada saat
rumus. Sehingga belum menerapkan kepada siswa langkah-langkah pemecahan masalah yang
harus di kuasai untuk menyelesaikan soal. Sehingga berdampak pada rendahnya kemampuan
siswa di sebabkan oleh beberapa gejala-gejala di atas. Strategi pembelajaran yang digunakan
masih bersifat Ekspositori melalui metode langsung dan masih berpusat pada guru (teacher
center). Dalam proses pembelajaran seorang guru harus mampu untuk memilih dan
menentukan strategi yang tepat untuk digunakan. Salah satu strategi pembelajaran yang di
terapkan agar dapat membantu siswa untuk termotivasi dalam belajar dan dapat
Higher Order Thingking Skill (HOTS). Higher Order Thinking skill adalah suatu strategi dengan
proses berpikir yang mendorong siswa untuk menemukan informasi dan ide-ide dalam cara
tertentu yang memberi mereka pegertian dan implikasi baru (Gunawan 2003, hlm.171). Dengan
dan mampu memanipulasi informasi sebelumnya sehingga tidak monoton. Keahlian Higher
Order Thinking Skill meliputi aspek berpikir kritis, berpikir kreatif dan kemampuan memecahkan
masalah. Dalam strategi HOTS, siswa tidak hanya dinilai dari hasil, akan tetapi lebih pada
tahapan-tahapan proses pengerjaan. Proses pembelajaran seperti ini, diharapkan mampu untuk
optimal. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul: Pengaruh
Penerapan Higher Order Thinking Skills (HOTS) Terhadap Hasil Belajar Fisika kelas XI di SMA N
sebagai berikut:
pembelajaran
pemecahan masalah
1. Strategi pembelajaran yang diterapkan dalam penelitian ini adalah strategi Higher
Order Thinking Skills (HOTS) pada kelas eksperimen dan strategi Ekspositori pada
kelas kontrol.
2. Subjek penelitian yang digunakan adalah seluruh siswa kelas VII di semester dua
3. Materi pokok yang di pelajari adalah segitiga pada kelas Eksperimen dan kelas
Kontrol
4. Kemampuan pemecahan masalah matematika siswa diperoleh dari nilai pretest dan
posttest kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada pokok pembahasan
termodinamika
Berdasarkan batasan masalah di atas, maka perlu adanya perumusan masalah sebagai
berikut:
Thingking Skill?
3. Apakah terdapat perbedaan rata-rata skor pretest kelas eksperimen dengan ratarata
skor pretest kelas Kontrol pada kelas VII semester genap di Madrasah Tsanawiyah
pembahasan segitiga?
c. Untuk membuktikan apakah ada perbedaan yang signifikan antara skor ratarata
kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada kelas Eksperimen dan kelas
Kontrol
a. Secara teoritis
meningkatkan kualitas proses pembelajaran yang lebih efektif dan pada akhirnya
b. Secara praktis
1) Bagi siswa Bagi siswa sebagai objek penelitian lebih giat belajar, memiliki
2) Bagi guru Bagi guru dalam melakukan proses pembelajaran matematika yang
3) Bagi sekolah Bagi sekolah Penelitian ini dapat dijadikan referensi guna untuk
4) Bagi peneliti Bagi peneliti, penelitian ini untuk mengetahui pengaruh penerapan
salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana (S.1) Program Studi Pendidikan