Anda di halaman 1dari 9

Sistem Peradilan Pidana Terpadu

(Integreted Criminal Justice System)


Di Kaji Dari Perspektif Sub Sistem Kepolisian

Oleh
NYOMAN SATYAYUDHADANANJAYA, S.H.,M.Kn

ABSTRAK
One of the areas of law that we can see is the criminal justice itself, already known and begin
implementation of a system known as the Integreted Criminal Justice System. In the implementation of criminal
justice, there is a legal term that can embrace the ideals of criminal justice, namely the “ due process of law “ which in
Indonesian can be translated into a legal process that is fair or decent. Starting from these two systems in criminal
justice system is the reference for the implementation of a trial is fair and as expected by the public. As for the sub -
system of the criminal justice system, namely police, prosecutors, courts and prisons are expected to cooperate and to
form a “ Integreted Criminal Justice System “. Alignment and linkages between sub- systems with each other is a
chain in a single unit. Where in any matter within one sub- system, will have an impact on other subsystems so that in
this case will cause a reaction as a result of an error in one sub- system will have an impact back on the sub system
other. The integration between subsystems that can be obtained when each subsystem makes his criminal policy as a
guide,

Key words: Integrated Criminal Justice System, police, synchronization.

I. PENDAHULUAN
Ariestoteles mengungkapkan bahwa manusia bertambah. Namun hal tersebut mengalami
sebagai mahkluk bermasyarakat yang dikenal dengan hambatan-hambatan, salah satunya yaitu terkait dengan
istilah “ zoonpoliticon.” Dalam masyarakat pada sumber hukum pidana itu sendiri, dimana sampai saat ini
hakekatnya diperlukan adanya kaedah yang dapat sumber hukum pidana materiil yang dipakai di Indonesia
menjaga ketertiban masyarakat tersebut. Seiring dengan adalah KUHP ( Kitab Undang-Undang Hukum Pidana )
kemajuan yang dialami masyarakat dalam berbagai yang notebene adalah warisan Hindia Belanda sebagai
bidang, bertambang juga peraturan-peraturan hukum. akibat Indonesia merupakan salah satu jajahan Belanda,
Penambahan peraturan hukum itu tidak dapat dicegah meskipun meskipun saat ini telah ada sumber hukum
karena masyarakat berharap dengan bertambahnya formil yang bersilat Nasional yaitu KUHAP. Salah satu
peraturan tersebut, kehidupan dan keamanan bertambah cita-cita bangsa Indonesia adalah untuk
baik walaupun mungkin jumlah pelanggaran terhadap menyelenggarakan pemerintahan secara benar (Good
peraturan-peraturan tersebut Governance) yang mengimplementasikan

87
VYAVAHARA DUTA Volume IX, No. 1, September 2014 ISSN : 1978 - 0982

nilai-nilai demokrasi dan mengedepankan asas c. Mengusahakan mereka yang pernah melakukan
kepastian hukum. Dimana dalam hal ini cita-cita tersebut kejahatan tidak mengulangi lagi kejahatannya

terdapat dalam penjelasan UUD 1945 yang secara jelas


Dalam sistem peradilan pidana pelaksanaan
memaparkan pentingnya penyelenggaraan pemerintahan
dan penyelenggaan penegakan hukum pidana
yang bersih dan berwibawa. Penjelasan UUD 1945 juga
melibatkan badan-badan yang masing- masing memiliki
menyatakan bahwa bangsa Indonesia dalam
fungsi sendiri-sendiri. Penegakkan hukum yang
menyelenggarakan pemerintahan berdasarkan kepada
mengandung prinsip proporsional adalah bagaimana
hukum dan bukan berdasarkan kepada kekuasaan belaka.
penegakkan hukum berjalan sedemikian rupa, sehingga
Dalam menciptakan suatu hukum yang baik dan terpadu
tidak hanya menegakkan aturan normatifnya (aspek
tentu tidak akan dapat tercapai dengan begitu saja,
kepastian hukumnya) tetapi juga aspek filosofisnya
dimana dalam hal ini sangat dibutuhkan suatu sistem
(aspek dan nilai keadilannya), dimana dalam hal ini
hukum yang memang dapat menjawab dan menjadi alat
bertujuan untuk menuju terwujudnya penegakkan
untuk mencapai cita - cita bangsa tersebut. Salah satu
hukumsecara proporsional dimaksud, sangat diperlukan
bidang hukum yang dapat kita lihat adalah peradilan
media dan perangkat yang namanya sistem peradilan.
pidana sendiri, sudah dikenal dan mulai terlaksananya
Adapun yang menjadi sub-sistem dari sistem
sebuah sistem yang dikenal dengan Sistem Peradilan
peradilan pidanayaitu kepolisian, kejaksaan, pengadilan
Pidana Terpadu (Integreted Criminal Justice System).
dan lembaga pemasyarakatan diharapkan dapat
Dalam pelaksanaan peradilan pidana, ada satu istilah
bekerjasama dan dapat membentuk suatu “Integreted
hukum yang dapat merangkum cita-cita peradilan
pidana, yaitu “due process oflaw”yang dalam bahasa
Criminal Justice System Apabila keterpaduan dalam
bekerja sistem tidak dilakukan, maka diperkirakan akan
Indonesia dapat diterj emahkan menj adi proses hukum
terdapat 3 kerugian yaitu sebagai berikut:
yang adil atau layak Bertolak dari hal tersebut maka
1. Kesukaran dalam menilai sendiri keberhasilan atau
sistem dalam peradilan pidana yang menjadi acuan demi
kegagalan masing-masing instansi
terlaksananya suatu peradilan yang memang adil dan s

seperti yang diharapkan oleh masyarakat luas. Sistem sehubungan dengan tugas mereka bersama
Peradilan Pidana adalah sistem dalam suatu masyarakat 2. Kesulitan dalam memecahkan endiri masalah-
untuk menanggulangi kejahatan, dengan tujuan: masalah- pokok instansi (sebagai sub-sistem
a. Mencegah masyarakat menjadi korban kejahatan peradilan pidana)
b. Menyelesaikan kasus kejahatan yang teijadi sehingga 3. Karena tanggung jawab masing-masing instansi
masyarakat puas bahwa keadilan telah ditegakkan sering kurang jelas terbagi maka setiap instansi tidak
dan yang bersalah dipidana terlalu melihat efektivitas menyeluruh dari sistem
peradilan pidana.

88
SISTEM PERADILAN PIDANA TERPADU ....... (NYOMAN SATYAYUDHA DANANJAYA, 87-94)

Apabila kita kaji terkait dengan hal ini, maka a. Titik berat pada koordinasi dan sinkronisasi
dalam kerangka kerja sitematik ini tindakan badan yang komponen peradilan pidana (kepolisian, kejaksaan,
satu akan berpengaruh pada badan yang lainnya, oleh pengadilan dan lembaga pemasyarakatan).
sebab itu penulis memiliki keinginan untuk membahas b. Pengawasan dan pengendalian penggunaan
apakah sistem peradilan pidana di Indonesia telah kekuasaan oleh komponen peradilan pidana.
dilakukan secara terpadu. c. Efektifitas sistimpenanggulangankejahatanlebih
utama dari efisiensi penyelesaian perkara.
II. PEMBAHASAN d. Penggunaan hukum sebagai instrumen untuk
Dalam sistim peradilan pidana dikenal tiga bentuk memantapkan “The administration of justice”
pendekatan, yaitu:
1. Pendekatan normatif memandang keempat aparatur Berlakunya Undang Undang No 8 tahun 1981

penegak hukum (kepolisian, kejaksaan, pengadilan tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana
dan lembaga pemasyarakatan) sebagai institusi (KUHAP) telah menimbulkan perubahan fundamental
pelaksana peraturan perundang-undangan yang baik secara konsepsional maupun secara implemental
berlaku sehingga keempat aparatur tersebut terhadap tata cara penyelesaian perkara pidana di
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistim Indonesia. Undang-undang ini sebagai pengganti Het
penegakan hukum semata-mata. Herziene Inlandsch Regement Staatsblad tahun 1941

2. Pendekatan administratif, memandang keempat nomor 44 yang dipandang tidak sesuai lagi dengan
aparatur penegak hukum sebagai suatu organisasi cita-cita hukum nasional.
manajeman yang memiliki mekanisme kerja, baik Apabila ditelaah secara teliti isi ketentuan

hubungan yang bersifat horisontal maupun yang Undang-Undang No 8 tahun 1981 tentang KUHAP, maka
bersifat vertikal sesuai dengan struktur organisasi di dalam Integrated criminal justice system
yang berlaku dalam organisasi tersebut. Sistem yang Indonesia menggunakan empat komponen aparat penegak
dipergunakan adalah sistem administrasi. hukum, yaitu kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan

3. Pendekatan sosial, memandang keempat aparatur lembaga pemasyarakatan.


penegak hukum merupakan bagian yang tidak Komponen sistem peradilan pidana sebagai salah

terpisahkan dari suatu sistim sosial sehingga satu pendukung atau instrumen dari suatu kebijakan
masyarakat secara keseluruhan ikut bertanggung kriminal, termasuk pembuat undang- undang.

jawab atas keberhasilan atau ketidakberhasilan dari Komponen-komponen dalam sistem peradilan pidana
keempat aparatur penegak hukum tersebut dalam baik dalam perspektif pengetahuan mengenai kebijakan
melaksanakan tugasnya. kriminal (Criminal Policy) maupun dalam praktek
penegakan hukum dalam hukum pidana terdiri dari :
Menurut Romli Atmasasmita, ciri pendekatan sistim unsur Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dan
dalam peradilan pidana yaitu:

89
VYAVAHARADUTA Volume IX, No.l, September 2014 ISSN : 1978 - 0982

Lemabaga Pemasyarakatan. Instansi-instansi tersebut salah satu sub sistim akan menimbulkan dampak kembali
masing-masing menetapkan hukum dalam bidang dan pada sub sisitim lainnya. Keterpaduan antara subsistim
wewenangnya. Pandangan penyelenggaran tata hukum itu dapat diperoleh bila masing- masing subsistim
pidana demikian itu disebut model kemudi (stuur menjadikan kebijakan kriminal sebagai pedoman
model). Terkait dalam hal ini adalah bagian-bagian dari kerjanya, oleh karena itu komponen-komponen sistim
kegiatan dalam rangka penegakan hukum, atau dalam peradilan pidana, tidak boleh bekeija tanpa diarahkan
suasana kriminologi disebut “crime control” suatu oleh kebijakan kriminal.
prinsip dalam penanggulangan kejahatan ini ialah bahwa Dalam kesempatan ini apabila kita kaji apakah
tindakan-tindakan itu harus sesuai dengan nilai-nilai keterpaduan tersebut telah terwujud dari perspektif
yang hidup dalam masyarakat. sub-sistem kepolisian, maka kita harus melihat lebih awal
Keempat komponen ini diharapkan mengenai peranan kepolisian dalam sistem peradilan
bekerjasama membentuk suatu “integrated criminal pidana khususnya di Indonesia. Perkara pidana adalah
justice system Makna intergrated criminal justice perkara yang menyangkut tindak kej ahatan atau
system adalah sinkronisasi atau keserempakan dan pelanggaran yang dilakukan oleh warga negara terhadap
keselarasan yang dapat dibedakan dalam: jiwa, badan atau harta benda,' sehingga negara
1) Sinkronisasi struktural adalah keserempakan dan berkewajiban menjatuhkan sanksi bagi mereka yang
keselarasan dalam kerangka hubungan antar lembaga melakukan kejahatan atau pelanggaran guna menjaga
penegak hukum. ketertiban umum. Di dalam perkara pidana pemeriksan
2) Sinkronisasi substansial adalah keserempakan dan dilakukan oleh kepolisian, kejaksaan dan pengadilan.
keselarasan yang bersifat vertikal dan horisontal Kepolisian adalah pihak yang paling awal melakukan
dalam kaitannya dengan hukum positif. penanganan terhadap pelaku kejahatan atau pelanggaran,
3) Sinkronisasi kultural adalah keserempakan dan jika terjadi suatu kejahatan polisi wajib melakukan
keselarasan dalam maghayati pandangan- pengusutan dan melakukan penyidikan,
pandangan, sikar-sikap dan falsafah yang secara selanjutnyapihakkejaksaanmengambil alih perkara guna
menyeluruh mendasari j alannya sistim peradilan melakukan penuntutan kepada para pelaku kejahatan di
pidana. muka pengadilan.
Kepolisian memiliki beberapa kewenangan
Keselarasan dan keterkaitan antara sub sistim yang diantarananya yaitu :
satu dengan yang lainnya merupakan mata rantai dalam Kepolisian berwenang melakukan penyelidikan,
satu kesatuan. Dimana dalam setiap masalah dalam salah dimanapenyelidikan diartikan sebagai serangkaian
satu sub sistim, akan menimbulkan dampak pada tindakan untuk mencari dan menemukan suatu keadaan
subsistem-subsistem yang lainnya sehingga dalam hal ini atau peristiwa yang diduga merupakan kejahatan atau
akan menimbulkan reaksi sebagai akibat kesalahan pada tindak pidana guna mendapatkan bukti permulaan yang
diperlukan untuk memutuskan apakah diperlukan

90
SISTEM PERADILAN PIDANA TERPADU ....... (NYOMAN SATYAYUDHA DANANJAYA, 87-94)

penyidikan atau tidak sesuai Pasal 1 (5) KUHAP. Dalam kewenangan oleh UU. Adapun wewenang yang dimiliki
hal ini Pejabat yang berwenang melakukan penyelidikan penyidik, sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 7
adalah polisi (pasal 1 butir 4 KUHAP). Bukti permulaan Ayat (1) hurufb sampai dengan huruf j KUHAP, yaitu:
diartikan sebagai petunjuk awal adanya keterlibatan 1. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang
seseorang atau kelompok dalam tindak pidana. Menurut tentang adanya suatu tindak pidana
Surat Keputusan Kepala Kepolisian RI (Kapolri) No Pol. 2. Melakukan tindakan pertama pada saat ditempat
SKEP/04/1/1982, bukti permulaan yang cukup kejadian
merupakan katerangan dan data yang terkandung dalam 3. Menyuruh berhenti seseorang tersangka dan
dua diantara : memeriksa tanda pengenal diri tersangka
* Laporan polisi 4. Melakukan penangkapan, penahanan,
* Berita Acara Pemeriksaan Polisi penggeledahan, dan penyitaan
* Laporan hasil penyelidikan 5. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat
* Keterangan saksi/saksi ahli 6. Mengambil sidik jari dan memotret seorang
* Barang bukti 7. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa
sebagai tersangka atau saksi
Sedangkan barang bukti menurut pasal 184 UU No 8. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam
8/1981 adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, hubungannya dengan pemeriksaan perkara
petunjuk dan keterangan terdakwa. 9. Mengadakan penghentian penyidikan
Kepolisian juga memiliki wewenang untuk' 10. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang
melakukan penyidikan, dimana penyidikan adalah bertanggungjawab
serangkaian tindakan yang dilakukan penyidik untuk
mencari dan mengumpulkan bukti guna mengungkap Secara formal pemberitahuan tersebut disampaikan
tindak pidana dan menemukan tersangka atau pelaku. melalui mekanisme Surat Pemberitahuan Dimulainya
Pejabat yang berwenang melakukan penyidikan tindak Penyidikan (SPDP). Hal tersebut diatur dalam ketentuan
pidana adalah polisi atau pejabat sipil yang diberi Pasal 109 KUHAP. Namun kekurangan yang dirasa
wewenang khusus oleh undang-undang, khusus untuk sangat menghambat adalah tidak ada ketegasan dari
tindak pidana ekonomi dan korupsi peejabat yang ketentuan tersebut kapan waktunya penyidikan harus
berwenang adalah kejaksaan. Penyidikan yang dilakukan diberitahukan kepada Penuntut Umum. Penyidikan harus
tersebut didahului dengan pemberitahuan kepada diawali dengan pemberitahuan kepada penuntut umum
penuntut umum bahwa penyidikan terhadap suatu sehingga proses penyidikan adalah bagian yang integral
peristiwa pidana telah mulai dilakukan. Penyidik yang dari proses penuntutan karena berawal dari koordinasi
dimaksud di dalam ketentuan KUHAP adalah Pejabat jaksa dalam proses penyidikan di polisi. Bila dalam
Polisi Negara Republik Indonesia dan Pejabat Pegawai penyidikan tidak diketemukan bukti yang cukup,
Negeri sipil tertentu yang diberi penyidikan dapat dihentikan demi hukum dengan
mengeluarkan Surat

91
VYAVAHARA DUTA Volume IX, No. 1, September 2014 ISSN: 1978-0982

Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). Jika pihak keijasama dari proses paling awal yaitu dari kepolisian
korban tidak menerima keputusan SP3 dapat samapai pada titik akhir lembaga pemasyarakatan.
mengajukan gugatan pra peradilan terhadap penyidik.
Setelah penyidikan selesai, berkas perkara dilimpahkan m. KESIMPULAN

kepada penuntut umum yang disertai surat dakwaan. Bertititk tolak dari hal terswebut diatas, dilihat dari

Menurut pasal 1 (7) KUHAP penuntutan adalah praktek yang terj adi di Indonesia masih banyak kendala

tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara yang dihadapi untuk menciptakan suatu Sistem peradilan

pidana ke Pengadilan Negeri yang berwenang menurut Pidana tersebut agar Integreted (terpadu) dimana salah

undang-undang dengan permintaan supaya diperiksa satu kendala yang mencolok adalah belum maksimalnya

dan diputus oleh hakim dalam sidang pengadilan. keijasama yang terscipta diantara sub-sistem dalam

Apabila kita kaji dari perspetif sistem' peradilan sistem peradilan pidana tersebut sehingga dalam
pidana, maka dalam hal ini akan dapat kita kaji bahwa prakteknya akan mengakibatkan suatu efek bagi
kepolisian sangatlah memegang peranan yang sangat pelaksanaan istem peradilan pidana secara menyeluruh.
penting didalam penegakan hukum secara praktek. Peranan polisis dalam sistem ini adalah mengumpulkan
Dimana dalam hal ini kepolisian merupakan ujung tombak bukti-bukti untuk membantu j aksa dalam proses
dari sistem peradilan pidana sehingga sebagai akibatnya pembuktian sehingga jaksa dapat membuktikan
dimana kepolisisan merupakan titik awal peneri laporan dakwaannya, oleh sebab itu peranan polisi yang hanya
yang diduga terjadi suatu tindak pidana maka dalam hal ini bertindak sebelum persidangan terjadi dan apabila
kepolisian sebagai titik awal sistemperadilan pidana terlibat itupun hanya sebatas kesaksian dalam
haruslah benar-benar melakukan tugas dan wewenangnya pembuktian dan itupun apabila diperlukan. Tindakan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan tanpa polisi merupakan awal yang maha penting dalam proses
melihat adanay suatu kepenetingan tertentu, namun hal ini pidana karena kualitas pemberkasan perkara akan
terkait dengan sistem peradilan pidana apakah telah dapat ditentukan oleh Kepolisian tersebut.
dikatakan integreted (terpadu) maka dalam hal ini tidak
dapat terlepas dari sinkronisasi dalam sub-susb sistem
dalam sistem peradilan pidana itu sendiri. Meskipun
secara intsansi masing-masing sub-sistem tersebut
bertnggung jawab secara sendiri-sendiri terhadap
masing-masing instansinya namun secara sistem yang
meliputi konsep keseluruhan maka untuk menghasilkan
suatu sistem peradilan pidana itu apakah telah terpadu atau
tidak terpadu haruslah terciptanya suatu sinkronisasi dan

92
SISTEM PERADILAN PIDANA TERPADU ....... (NYOMAN SATYAYUDHA DANANJAYA, 87-94)

DAFTAR BACAAN http: http://tadjuddin.blogspot.com/2010/07/


kemandirian-yudisial.html
Sudikno Mertodikusumo, 1985, Mengenal Hukum
Soeparno Adisoeryo, Lembaga Pengawas ' Sistem
(Suatu Pengantar), Liberty, Yogyakarata
Peradilan Pidana Terpadu dan Administrasi
Leden Marpaung, 2005, Asas-Teori-Praktik Hukum
Peradilan Sistem Peradilan Terpadu,
Pidana, Sinar Grafika, Jakarta
(Makalah disampaikan pada Semiloka II:
Mardjono Reksodiputro, 1994, Sistem Peradilan
Administrasi Peradilan: Lembaga Pengawas
Pidana Indonesia, (Melihat Kejahatan dan
Sistem Peradilan Terpadu, Jakarta, 16 Juli 2002)
Penegakan Hukum dalam batas-batas toleransi)
Sudikno Mertodikusumo,1985Mengenal Hukum
Pusat Keadilan dan Pengabdian Hukum, Jakarta,
(Suatu Pengantar), Liberty, Yogyakarata,
hal 8
hal.3
Mardjono Reksodiputro, 1994, Sistem Peradilan
Leden Marpaung, 2005, Asas-Teori Praktik Hukum
Pidana Indonesia Dalam HAM dan SPP,
Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, hal.l3 Mardjono
Pusat Keadilan dan Pengabdian Hukum, Jakarta
Reksodiputro, 1994 Sistem Peradilan Pidana
Mardjono Reksodiputro, 1994, Sistem Peradilan
Indonesia, (Melihat Kejahatan dan Penegakan Hukum
Pidana Indonesia (Peran Penegak Hukum
dalam batas-batas toleransi) Pusat Keadilan dan
Melawan Kejahatan)', dikutip dari Hak Asasi
Pengabdian Hukum, Jakarta, hal 8 Mardjono
Manusia Dalam Sistem Peradilan Pidana
Reksodiputro, 1994, Sistem Peradilan Pidana
Romli Atmasasmita, 1996, Sistem Peradilan Pidana,
Indonesia Dalam HAM dan SPP , Pusat Keadilan dan
BinaCipta, Bandung
Pengabdian Hukum, Jakarta, hal. 84.
Romli Atmasasmita, Sistem Peradilan Pidana
Mardjono Reksodiputro'1994, Sistem Peradilan
Kontemporer, Kencana Prenada Media Group,
Pidana Indonesia (Peran Penegak Hukum
Jakarata, hal 16
Melawan Kejahatan)', dikutip dari Hak Asasi
Sudarto, 1981, Kapita Selekta Hukum Pidana,
Manusia Dalam Sistem Peradilan Pidana, hal 84
Alumni, Bandung
Romli Atmasasmita, 1996, Sistem Peradilan Pidana,
Darwan Prinst, 1998, Hukum Acara Pidana
BinaCipta, Bandung, hal 17 Romli Atmasasmita, Sistem
Dalam Praktik, Djambatan, Jakarta
Peradilan Pidana Kontemporer, Kencana Prenada
Tadjuddin Malik, Intesrated Criminal Justice
Media Group, Jakarata, hal 16
System di Indonesia, Serial Online September
30,2010, availalble from: URL:

93
VYAVAHARA DUTA Volume IX, No.l, September 2014 ISSN : 1978 - 0982

Romli Atmasasmita, Loc. CzYDarwan Prinst,


1998,Hukum Acara Pidana Dalam Praktik,
Djambatan, Jakarta, hal. 30 Tadjuddin Malik Jnteerated
Criminal Justice System di Indonesia, Serial Online
September 30,2010, availaibie from: URL: http:
http://tadjuddin.blogspot.com/2010/
07/kemandirian-yudisial.html Soeparno Adisoeryo,
Lembaga Pengawas Sistem Peradilan Pidana
Terpadu dan Administrasi Peradilan Sistem
Peradilan Terpadu, (Makalah disampaikan pada -
Semiloka II: Administrasi Peradilan: Lembaga Pengawas
Sistem Peradilan Terpadu, Jakarta, 16 Juli 2002), hal. 13

94

Anda mungkin juga menyukai