Pedoman Pelayanan Unit Kerja Stunting Dan Wasting
Pedoman Pelayanan Unit Kerja Stunting Dan Wasting
Dengan memanjatkan Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas Rahmat- Nya,
maka Buku Pedoman Pelayanan Penurunan Prevalensi Stunting Dan Wasting ini dapat disusun
dengan baik. Buku Pedoman ini, dalam pelaksanaannya diharapkan dapat dijadikan acuan
praktis, dan menjadi acuan praktis, dan menjadi sumber informasi serta persepsi yang sama
mengenai standar pelayanan Penurunan Prevalensi Stunting Dan Wasting di RSIA Metro
Hospital Kebun Jeruk. Harapan kami semoga Buku Pedoman Pelayanan Penurunan Prevalensi
Stunting Dan Wasting ini Stunting Dan Wasting ini dapat bermanfaat bagi RSIA Metro Hospital
Kebun Jeruk dapat bermanfaat bagi RSIA Metro Hospital Kebun Jeruk dan pihak Mertro
Hospital Group dan pihak-pihak lainnya yang terkait atau kita semua dalam melihat atau kita
semua dalam melakukan Penurunan Prevalensi Stunting Dan Wasting.
dr. Marshella
DAFTAR ISI
HALAMAN DEPAN....................................................................................
KATA PENGANTAR..................................................................................
DAFTAR ISI...............................................................................................
SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR TENTANG PEDOMAN PELAYANAN
PENURUNAN PREVALENSI STUNTING DAN WASTING .......................
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................
A. Latar Belakang ..............................................................................
B. Tujuan Pedoman ...........................................................................
C. Landasan Hukum ..........................................................................
BAB II STANDAR KETENAGAAN.............................................................
A. Kualifikasi Sdm.............................................................................
B. Distribusi Ketenagaan ..................................................................
C. Pengaturan Jaga..........................................................................
BAB III STANDAR FASILITAS ..................................................................
A. Denah Ruangan ...........................................................................
B. Standar Fasilitas ..........................................................................
BAB IV TATA LAKSANA PELAYANAN .....................................................
BAB V LOGISTIK .....................................................................................
BAB VI KESELAMATAN PASIEN .............................................................
BAB VII KESELAMATAN KERJA
BAB VIII PENGENDALIAN MUTU.............................................................
PENUTUP .................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rumah sakit merupakan salah satu sarana untuk memberikan pelayanan kesehatan
kepada masyarakat yang memiliki peran strategis dalam meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat sebagai tujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan yang optimal, oleh karena
itu rumah sakit dituntun untuk memberikan pelayanan yang bermutu sesuai dengan standart
yang ditetapkan. Tenaga yang profesional mempunyai kedudukan yang penting dalam
menghasilkan kualitas pelayanan kesehatan. Memberikan pelayanan berdasarkan pendekatan
bio-psiko-sosial merupakan pelayanan yang dilaksanakan secara berkala dan
berkesinambungan. Kinerja merupakan implementasi dari rencana yang telah disusun,
implementasi kerja dilaksanakan oleh sumber daya manusia yang memiliki kemampuan,
kompetensi, motivasi dan pentingan. Penurunan kinerja pelaksanaan mempengaruhi mutu
pelayanan kesehatan.
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis
terutama pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) . Kondisi gagal tumbuh pada anak
balita disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu lama serta terjadinya infeksi
berulang, dan kedua faktor penyebab ini dipengaruhi oleh pola asuh yang tidak memadai
terutama dalam 1.000 HPK. Anak tergolong stunting apabila panjang atau tinggi badan
menurut umurnya lebih rendah dari standar nasional yang berlaku. Standar dimaksud terdapat
pada buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) beberapa dokumen lainnya. Penurunan stunting
penting dilakukan sedini mungkin untuk menghindari dampak jangka panjang yang
merugikan seperti terhambatnya tumbuh kembang anak.
Stunting mempengaruhi perkembangan otak sehingga tingkat kecerdasan anak tidak
maksimal. Hal ini berisiko menurunkan produktivitas pada saat dewasa. Stunting juga
menjadikan anak lebih rentan terhadap penyakit. Anak stunting berisiko lebih tinggi
menderita penyakit kronis di masa dewasanya. Bahkan, stunting dan masa dewasanya
berbagai bentuk masalah gizi diperkirakan berkontribusi pada hilangnya 2-3% Produk
Domestik Bruto (PDB) setiap tahunnya .
Stunting merupakan masalah yang urgent dan segera harus ditangani, karena dampak
buruk yang ditimbulkan sangat serius dan meluas. Dampak tersebut dapat dibagi menjadi dua
pertama jangka pendek yaitu terganggunya perkembangan otak, kecerdasan, gangguan
pertumbuhan fisik, dan gangguan metabolisme dalam tubuh. Yang kedua jangka panjang
yaitu menurunnya kemampuan kognitif dan prestasi belajar, menurunnya kekebalan tubuh
sehingga mudah sakit, dan resiko tinggi untuk munculnya penyakit diabetes, kegemukan,
penyakit jantung dan pembuluh darah, kanker, stroke, dan disabilitas pada usia tua,
akumulasi dari kedua dampak tersebut dapat menurunkan kualitas sumber daya manusia dan
produktifitas serta daya saing bangsa. Upaya penurunan stunting hanya efektif Upaya
penurunan stunting hanya efektif dan efesien apabila dilakukan secara konvergen dimulai dari
tingkat Kabupaten sampai ke tingkat masyarakat atau keluarga.
1. Penyebab Stunting
Mengacu pada “The Conceptual Framework of the Determinants of Child
Undernutrition” , “The Undernutrition” , “The Underlying Drivers of Underlying
Drivers of Malnutrition” Malnutrition” , dan “Faktor Penyebab Masalah Gizi
Konteks Indonesia” penyebab langsung masalah gizi pada anak termasuk stunting
adalah rendahnya asupan gizi dan status kesehatan. Penurunan stunting menitik
beratkan pada penanganan penyebab masalah gizi, yaitu faktor yang berhubungan
dengan ketahanan pangan khususnya akses terhadap pangan bergizi (makanan),
lingkungan sosial yang terkait dengan praktik pemberian makanan bayi dan anak
(pengasuhan), akses terhadap pelayanan kesehatan untuk pencegahan dan pengobatan
(kesehatan), serta kesehatan lingkungan yang meliputi tersedianya sarana air bersih
dan sanitasi (lingkungan).
Keempat faktor tersebut mempengaruhi asupan gizi dan status kesehatan ibu dan
anak. Intervensi terhadap keempat faktor tersebut diharapkan faktor tersebut
diharapkan dapat mencegah masalah gizi, baik kekurangan maupun kelebihan gizi.
2. Dampak Stunting
Permasalahan stunting pada usia dini terutama pada periode 1000 HPK, akan
berdampak pada kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Stunting menyebabkan
organ tubuh tidak tumbuh dan berkembang secara optimal. Balita stunting
berkontribusi terhadap 1,5 juta (15%) kematian anak balita di dunia dan
menyebabkan 55 juta Disability-Adjusted Life Years (DALYs) yaitu hilangnya
masa hidup sehat setiap tahun.
a. Dalam jangka pendek, stunting menyebabkan gagal tumbuh, hambatan
perkembangan kognitif dan motorik, dan tidak optimalnya ukuran fisik tubuh
serta gangguan metabolisme.
b. Dalam jangka panjang, stunting menyebabkan menurunnya kapasitas
intelektual. Gangguan struktur dan fungsi saraf dan sel-sel otak yang bersifat
permanen dan menyebabkan penurunan kemampuan menyerap pelajaran di
usia sekolah yang akan berpengaruh pada produktivitasnya saat dewasa. Selain
itu, kekurangan gizi juga menyebabkan gangguan pertumbuhan (pendek dan
atau kurus) dan meningkatkan risiko penyakit
tidak menular seperti diabetes melitus, hipertensi, jantung kroner, dan stroke.
3. Intervensi Penurunan Stunting Terintrasi
Upaya penurunan stunting dilakukan melalui dua intervensi, yaitu intervensi
gizi spesifik untuk mengatasi penyebab langsung dan intervensi gizi sensitif untuk
mengatasi penyebab tidak langsung. Selain mengatasi penyebab langsung dan tidak
langsung, diperlukan prasyarat pendukung yang mencakup komitmen politik dan
kebijakan untuk pelaksanaan, keterlibatan pemerintah dan lintas sektor, serta
kapasitas untuk melaksanakan. Penurunan stunting memerlukan pendekatan yang
menyeluruh, yang harus dimulai dari pemenuhan prasyarat pendukung. Kerangka
konseptual Intervensi penurunan stunting terintegrasi. Intervensi gizi spesifik
merupakan kegiatan yang langsung mengatasi terjadinya stunting seperti asupan
makanan, infeksi, status gizi ibu, penyakit menular, dan kesehatan lingkungan,
Intervensi spesifik ini umumnya diberikan oleh sektor kesehatan . Terdapat tiga
kelompok intervensi gizi spesifik:
a. Intervensi prioritas, yaitu intervensi yang diidentifikasi memilik paling besar
pada pencegahan stunting dan ditujukan untuk menjangkau semua sasaran
prioritas;
b. Intervensi pendukung, yaitu intervensi yang berdampak pada masalah gizi dan
kesehatan lain yang terkait stunting dan diprioritaskan setelah intervensi
prioritas dilakukan.
Target indikator utama dalam intervensi penurunan stunting terintegrasi adalah:
1) Prevalensi stunting pada anak baduta dan balita
2) Persentase bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
3) Prevalensi kekurangan gizi (underweight) pada anak balita
4) Prevalensi wasting (kurus) anak balita
5) Persentase bayi usia kurang dari 6 bulan yang mendapat ASI eksklusif
eksklusif
6) Prevalensi anemia pada ibu hamil dan remaja putri
7) Prevalensi kecacingan pada anak balita
8) Prevalensi diare pada anak baduta dan balita.
4. Kebijaka Kebijakan Nasional Penurunan Stunting
Komitmen untuk percepatan perbaikan gizi diwujudkan dengan ditetapkannya
Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang percepatan penurunan stunting.
Periode 2018-2024 (Stranas Stunting). Tujuan umum Stranas Stunting adalah
mempercepat pencegahan stunting dalam kerangka kebijakan dan institusi yang ada.
Tujuan tersebut akan dicapai melalui lima tujuan khusus sebagai berikut:
1) menurunkan prevalensi Stunting
2) meningkatkan kualitas penyiapan kehidupan berkeluarga
3) menjamin pemenuhan asupan gizi
4) memperbaiki pola asuh
5) meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan
6) meningkatkan akses air minum dan sanitasi.
B. Tujuan
Pedoman ini bertujuan untuk menjadi panduan bagi rumah sakit dalam melaksanakan
intervensi penurunan stunting terintegrasi mulai dari perencanaan, pelaksanaan,
pemantauan, evaluasi dan pelaporan.
C. Dasar Hukum
Landasan hukum terkait dengan intervensi penurunan stunting dan wasting :
1. Perpres No 72 Tahun 2 Tahun 2021 tentang percepatan penurunan stunting
2. Peraturan Badan Kependudukan Dan Keluarga Berencana Nasional Republik
Indonesia Nomor 12 Tahun 2021 Tentang Rencana Aksi Nasional Percepatan
Penurunan Angka Stunting Indonesia Tahun 2021-2024
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
Sesuai dengan permenkes RI nomor 54 tahun 2014 penetapan klasifikasi Rumah Sakit yang ada
di Indonesia didasarkan pada kan pada pelayanan yang mampu yang mampu diberikan, sumber
daya manusia yang tersedia, peralatan, bangunan dan prasarana yang ada. Bila dilihat dari sisi
standar ketenagaan pada rumah sakit umum tipe D standar ketenagaan yang harus dipenuhi
adalah sebagai berikut :
1. tenaga medis
2. tenaga kefarmasian
3. tenaga keperawatan
4. tenaga kesehatan lain
5. tenaga nonkesehatan
A. KUALIFIKASI SUMBER DAYA MANUSIA
Penyelenggaraan intervensi penurunan stunting terintegrasi merupakan tanggung jawab
bersama lintas sektor dan bukan tanggung jawab salah satu institusi saja. Untuk itu,
diperlukan sebuah sebuah tim lintas sektor sebagai pelaksana Aksi. Direktur sebagai
penanggung jawab menunjuk tim yang dinilai efektif untuk mengkoordinasikan pelaksanaan
intervensi penurunan stunting terintegrasi di tingkat rumah sakit. Tim yang telah ditunjuk
tersebut selanjutnya bertanggung jawab untuk perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan
evaluasi kegiatan penurunan stunting terintegrasi. Dalam rangka mendukung implementasi
dari sasaran strategis. pembinaan gizi masyarakat terutama di tingkat layanan, maka
ditetapkan 4 (empat) strategi operasional sebagai berikut:
1. Peningkatan kapasitas SDM
2. Peningkatan kualitas layanan
3. Penguatan edukasi
4. Penguatan Manajemen Intervensi Gizi di Puskesmas Posyandu
5. Mengoordinasikan pelaksana intervensi penurunan stunting terintegrasi
6. Mengoordinasikan dan melaksanakan pemantauan dan evaluasi
7. Menyiapkan laporan hasil pemantauan dan evaluasi
B. DISTRIBUSI KETENAGAAN
Distribusi Ketenagaan di dalam tim penurunan prevalensi stunting dan wasting merupakan
pendekatan penyampaian intervensi, yang dilakukan secara terkoordinir, terintegrasi dan
bersama-sama untuk mencegah stunting, kepada sasaran prioritas. Aksi Konvergensi adalah
instrumen dalam bentuk kegiatan, yang digunakan untuk meningkatkan pelaksanaan integrasi
intervensi gizi, dalam pencegahan dan penurunan stunting. Aksi ini digunakan untuk
meningkatkan kualitas pendekatan pelaksanaan program dan perilaku lintas sektor (dari
tingkat pusat sampai kabupaten/kota) agar program dan kegiatan intervensi gizi tepat sasaran.
C. PENGATURAN JAGA
Pengaturan jadwal jaga dalam ragka penurunan stunting dan wasting menjadi tanggung
jawab KA dan disetujui oleh Direktur Rumah Sakit.
BAB III
STANDAR FASILITAS
A. STANDAR FASILITAS
Standar Pelayanan adalah tolok ukur yang dipergunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
pelayanan dan acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai kewajiban dan janji.
Penyelenggara kepada masyarakat dalam rangka pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah,
terjangkau, dan terukur.
B. DENAH RUANGAN
1
Keterangan :
1. Ruang tunggu
2. Pintu masuk ruang pelayanan
3. Meja petugas
4. Tempat konsultasi pasien
C. STANDAR FASILITAS
1. Gedung dan prasarana
No Jenis Kelengkapan Jumlah/Keterangan
1. Gedung Ada
2. Ventilasi 1/3 luas lantai
3. Penerangan lampu Ada
4. Air mengalir bersih Ada
5. Daya listrik Ada
6. Tata ruang
1. Ruang tunggu Ada
2. Ruang Pemeriksaan
3. Ruang administrasi
4. Ruang makan / minum
5. WC pasien
6. WC Pegawai
7. Alat tulis dan pencatatan
a. Laporan Gizi
b. KMS balita Ada
c. SOP Terkait
d. Kohort balita
8. Alat pemeriksaan
1. Alat antropometri standar sesuai
protocol
2. Tabel Z-skor sederhana
3. Kartu Manajemen Terpadu Balita Sakit
(MTBS).
4. Bahan untuk tes nafsu makan sesuai
pedoman. Ada
5. Bahan F100 atau formula untuk gizi buruk
lainnya.
6. Obat-obatan seperti antibiotika, obat
cacing dan vitamin sesuai protokol.
7. Home economic set (alat untuk mengolah
dan menyajikan F100, seperti gelas ukur,
8. Kompor, panci, sendokmakan, piring,
mangkok, gelas dan penutupnya, dll).
9. Formulir pasien, formulir rujukan,
formulir pencatatan dan pelaporan
10. Bagan alur pemeriksaan balita
difasyankes
BAB IV
TATALAKSANA
PELAYANAN
Pelayanan gizi di Rumah Sakit adalah pelayanan yang diberikan dan disesuaikan dengan
keadaan pasien berdasarkan keadaan klinis, status gizi, dan status metabolisme tubuh. Keadaan
gizi pasien sangat berpengaruh pada proses penyembuhan penyakit, sebaliknya proses perjalanan
penyakit dapat berpengaruh terhadap keadaa terhadap keadaan gizi pasien. Sering terjadi kondisi
pasien yang semakin buruk karena tidak tercukupinya kebutuhan zat gizi untuk perbaikan organ
tubuh. Fungsi organ yang terganggu akan lebih memburuk dengan adanya penyakit dan
kekurangan gizi.
Terapi gizi atau terapi diet adalah bagian dari perawatan penyakit atau kondisi klinis yang
harus diperhatikan agar pemberiannya tidak melebihi kemampuan organ tubuh untuk
melaksanakan fungsi metabolisme. Terapi gizi harus selalu disesuaikan dengan perubahan fungsi
organ. Pemberian diet pasien harus dievaluasi dan diperbaiki sesuai dengan perubahan keadaan
klinis dan hasil pemeriksaan laboratorium, baik pasien rawat inap maupun rawat jalan. Upaya
peningkatan status gizi dan kesehatan masyarakat baik di dalam maupun di luar rumah sakit,
merupakan tugas dan tanggungjawab tenaga kesehatan terutama tenaga gizi.
A. MEKANISME PELAYANAN GIZI RUMAH SAKIT
Pengorganisasian Pelayanan Gizi Rumah Sakit mengacu pada SK Menkes Nomor 983
Tahun 1998 tentang Organisasi Rumah Sakit dan Peraturan Menkes Nomor
1045/MENKES/PER/XI/2006 tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit di
Lingkungan Departemen Kesehatan. Kegiatan Pelayanan Gizi Rumah Sakit, meliputi
:
1. Asuhan Gizi Rawat Jalan
2. Asuhan Gizi Rawat Inap
3. Penyelenggaraan Makanan
4. Penelitian dan Pengembangan
Gambar 1.
Mekanisme Pelayanan Gizi di Rumah Sakit
Skrining Gizi
Tidak berisiko Tujuan tidak
tercapai
Skrining ulang Pengkajian
periodik ulang &
revisi asuhan
Tidak berisiko Monitor &
gizi
evaluasi
berisiko gizi
Penentuan Intervensi gizi:
diagnosis gizi
Pemberian Edukasi &
diet konseling
gizi
Assesmen Gizi
Poliklinik kandungan
Poliklinik Gigi Poliklinik umum
Poliklinik Anak Poliklinik bedah Poliklinik penyakit Poliklinik
dalam Neurologi
Pasien malnutrisi dan kondisi khusus di kirim ke ruang dokter spesialis anak untuk konseling gizi
Malnutrisi
Malnutrisi beratringan dankedisertai
di rujuk rumah diagnose lain yang memerlukan perawatan segera akan di rawat inap untuk pemulihan kondis
sakit rujukan
agnose penyerta teratasi pasien dirujuk ke rumah sakit rujukan untuk penanganan malnutrisinya
C. PELAYANAN GIZI RAWAT INAP
merupakan pelayanan gizi
Pelayanan gizi rawat gizi rawat inap yang dimulai dari
proses dari proses pengkajian gizi, intervensi gizi meliputi perencanaan, penyediaan
makanan, penyuluhan/edukasi, dan konseling gizi, serta monitoring dan evaluasi gizi.
1. Tujuan
Memberikan pelayanan gizi kepada pasien rawat inap agar memperoleh makanan yang
sesuai dengan kondisi kesehatannya dalam upaya mempercepat proses penyembuhan,
mempertahankan dan meningkatkan status gizi.
2. Sasaran
a. Pasien
b. Keluarga
3. Mekanisme kegiatan
Mekanisme pelayanan gizi rawat inap adalah sebagai berikut:
a. Skrining gizi
Tahapan pelayanan gizi rawat inap diawali dengan skrining/ penapisan gizi oleh
perawat ruangan dan penetapan order diet awal (preskripsi diet awal) oleh dokter.
Skrining gizi bertujuan untuk mengidentifikasi pasien/klien yang beresiko, tidak
beresiko malnutrisi atau kondisi khusus adalah pasien dengan kelainan metabolik,
hemodialisis, anak, geriatrik. Kanker dengan kemoterapi/ radiasi, luka bakar pasien
dengan imunitas menurun, sakit kritis.
Bila hasil skrining gizi menunjukkan pasien beresiko malnutrisi, maka dilakukan
pengkajian/asessmen gizi dan dilanjutkan dengan langkah-langkah proses asuhan gizi
berstandart oleh dietisien. Pasien sakit kritis atau kasus sulit yang beresiko gangguan
gizi berat akan lebih baik bila ditangani secara tim. Bila rumah sakit mempunyai Tim
Asuhan Gizi / Nutrition Support Tim (NST)
/ Tim Terapi Gizi (TTG) / Tim Dukungan Gizi / Panitia Asuhan Gizi, maka
berdasarkan pertimbangan DPJP pasien tersebut dirujuk kepada tim dan apabila
rumah sakit tidak memiliki tim gizi yang sesuai standar kementrian kesehatan akan di
rujuk ke Rumah Sakit rujukan.
b. Proses Asuhan Gizi Terstandar (PAGT)
Proses asuhan gizi terstandar dilakukan pada pasien yang beresiko kurang gizi sudah
mengalami kurang gizi dan atau kondisi khusus dengan penyakit tertentu, Proses ini
merupakan serangkaian kegiatan yang berulang (Siklus) sebagai berikut:
GAMBAR 3.
Proses Asuhan Gizi Di Rumah Sakit
Pasien masuk
Tujuan
berisiko tercapai
Skrining gizi Diet normal (standar) STOP Pasien pulang
Berisiko malnutrisi/sudah malnutrisi
Tujuan tercapai
Tujuan tidak
tercapai
c. Diagnosis banding
Beberapa diagnosis banding perlu dipertimbangkan pada pasien dengan
perawakan pendek. Klinisi harus dapat membedakan
perawakan pendek yang disebabkan karena malnutrisi (stunting) dengan
perawakan pendek karena sebab lain.
1. Perawakan Pendek Familial
Merupakan varian normal perawakan pendek. Keadaan ini dapat ditandai
dengan grafik pertumbuhan yang selalu berada dibawah P3 (persentil 3),
kecepatan tumbuh normal, usia tulang normal, tinggi badan kedua atau
salah satu orang tua pendek, tinggi demawa <P3, sesuai potensi tinggi
genetic. Pada stunting percepatan tumbuh tidak normal.
2. Constitutional Delay of Growth and Puberty (CDGP)
Merupakan varian normal perawakan pendek juga. Perlambatan pertumbu
pertumbuhan linear pada han linear pada 3 tahun pertama kehidupan,
pertum tahun pertama kehidupan, pertumbuhan linear buhan linear
normal atau hampir normal pada saat prepubertas dan selalu berada di
bawah persentil 3, usia tulang kurang dari usia tulang kurang dari usia
kronol usia kronologis tapi ogis tapi masih sesuai dengan usia tinggi,
maturasi seksual terlambat, tinggi dewasa >P3 (normal), sesuai potensi
tinggi genetik, ada riwayat keluarga dengan CDGP.
BAB VII
KESELAMATAN KERJA
Penyehatan dan keselamatan kerja mempunyai kegiatan yang sangat berkaitan erat dengan
kejadian yang disebabkan kelalaian petugas dapat pula mengakibatkan kontaminasi terhadap
makanan. Pekerjaan yang terorganisir, dikerjakan sesuai dengan prosedur, tempat kerja yang
terjamin dan aman, istirahat yang cukup dapat mengurangi bahaya dan bahaya dan kecelaka
kecelakaan dalam an dalam proses penyelengga
proses penyelenggaraan makanan raan makanan banyak Kecelakaan tidak terjadi dengan
sendirinya, tetapi dapat dicegah, terjadi dengan tiba- tiba dan tentunya tidak direncanakan
ataupun tidak diharapkan oleh pegawai, yang dapat menyebabkan menyebabkan kerusakan
kerusakan pada alat-alat, makanan dan “melukai” karyawan / pegawai. Keselamatan kerja (
safety ) adalah segala adalah segala upaya atau tindakan yang harus diterapkan diterapkan dalam
rangka menghindari kecelakaan yang terjadi akibat kesalahan kerja petugas ataupun kelalaian/
kesengajaan.
1. Tujuan
Syarat-syarat keselamatan kerja meliputi seluruh aspek pekerjaan yang
berbahaya, dengan tujuan:
a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan
b. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran.
c. Mencegah, mengurangi bahaya ledakan.
d. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau
kejadian lain yang berbahaya.
e. Memberi pertolongan pada kecelakaan
f. Memberi perlindungan pada pekerja
g. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu, kelembaban,
debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara dan
getaran.
h. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja, baik fisik/ psikis,
keracunan, infeksi dan penularan.
i. Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup
j. Memelihara kebersihan kesehatan dan ketertiban
k. Memperoleh kebersihan antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses
kerjanya.
l. Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman atau
barang.
m. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan.
n. Mengamankan dan memelihara pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan
penyimpanan barang.
o. Mencegah terkena aliran listrik.
p. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahaya
kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.
q. Upaya-upaya tersebut juga berlaku bagi karyawan/ pegawai yang berkerja pada
penyelenggaraan makanan atau pelayanan gizi di rumah sakit.
2. Prinsip Keselamatan Kerja Pegawai Dalam Proses Penyelenggaraan
a. Pengendalian teknis mencakup :
- Letak, bentuk dan konstruksi alat sesuai dengan kegiatan dan memenuhi syarat
yang telah ditentukan.
- Ruangan dapur cukup luas, denah sesuai dengan arus kerja dan dapur dibuat
dari bahan-bahan atau konstruksi yang memenuhi syarat.
b. Perlengkapan alat kecil yang cukup disertai tempat penyimpanan yang praktis.
c. Penerapan dan ventilasi yang cukup memenuhi syarat
d. Tersedianya ruang istirahat untuk pegawai.
e. Adanya pengawasan kerja yang dilakukan oleh penanggung jawab dan terciptanya
kebiasaan kerja yang baik oleh pegawai.
f. Pekerjaan yang ditugaskan hendaknya sesuai dengan kemampuan kerja dari pegawai.
g. Volume kerja yang dibebankan hendaknya sesuai dengan jam kerja yang telah
ditetapkan, dan pegawai diberi waktu untuk istirahat setelah 3 jam bekerja, karena
kecelakaan kerja sering terjadi setelah pegawai bekerja > 3 jam.
h. Maintenance (Perawatan) alat dilakukan secara terus menerus agar peralatan tetap
dalam kondisi yang layak pakai.
i. Adanya pendidikan mengenai keselamatan kerja bagi pegawai.
j. Adanya fasilitas/ peralatan pelindung dan peralatan pertolongan pertama yang cukup.
k. Petunjuk penggunaan alat keselamatan kerja
3. prinsip Keselamatan Kerja Pegawai Dalam Proses Penyelenggaraan
a. Pengendalian teknis mencakup :
- Letak, bentuk dan konstruksi alat sesuai dengan kegiatan dan memenuhi syarat
yang telah ditentukan.
- Ruangan dapur cukup luas, denah sesuai dengan arus kerja dan dapur dibuat dari
bahan-bahan atau konstruksi yang memenuhi syarat.
b. Perlengkapan alat kecil yang cukup disertai tempat penyimpanan yang praktis.
c. Penerapan dan ventilasi yang cukup memenuhi syarat.
d. Tersedianya ruang istirahat untuk pegawai.
e. Adanya pengawasan kerja yang dilakukan oleh penanggung jawab dan terciptanya
kebiasaan kerja yang baik oleh pegawai.
f. Pekerjaan yang ditugaskan hendaknya sesuai dengan kemampuan kerja dari pegawai
g. Volume kerja yang dibebankan hendaknya sesuai dengan jam kerja yang telah
ditetapkan, dan pegawai diberi waktu untuk istirahat setelah 3 jam bekerja, karena
kecelakaan kerja sering terjadi setelah pegawai bekerja > 3 jam.
h. Maintenance (Perawatan) alat dilakukan secara terus menerus agar peralatan tetap
dalam kondisi yang layak pakai.
i. Adanya pendidikan mengenai keselamatan kerja bagi pegawai.
j. Adanya fasilitas/ peralatan pelindung dan peralatan pertolongan pertama yang cukup.
k. Petunjuk penggunaan alat keselamatan kerja
4. Prosedur Keselamatan Kerja.
a. Ruang Penerimaan dan Penyimpanan Bahan Makanan. Keamanan kerja di ruang ini
terlaksana bila:
1) Menggunakan alat pembuka peti/ bungkus bahan makanan menurut cara yang
tepat dan jangan melakukan dan meletakkan posisi tangan pada tempat ke arah
bagian alat yang tajam (berbahaya).
2) Barang yang berat selalu ditempatkan dibagian bawah dan angkatlah dengan alat
pengangkut yang tersedia untuk barang tersebut
3) Pergunakan tutup kotak/ tutup panci yang sesuai dan hindari tumpahan bahan.
4) Tidak diperkenankan merokok diruang penerimaan dan penyimpanan bahan
makanan.
5) Lampu harus dimatikan bila tidak dipergunakan/ diperlukan.Tidak
mengangkat barang berat, bila tidak sesuaidengan kemampuan anda.
6) Tidak mengangkat barang dalam jumlah yang besar, yang dapat
membahayakan badan dan kualitas barang.
7) Membersihkan bahan yang tumpah atau keadaan licin di ruang penerimaan dan
penyimpanan.
b. Di Ruang Persiapan dan Pengolahan Makanan
Keamanan dan keselamatan kerja di ruang ini akan tercapai bila:
1) Menggunakan peralatan yang sesuai dengan cara yang baik, misalnya gunakan
pisau, golok, parutan kelapa dengan baik, dan jangan bercakap cakap selama
menggunakan alat tersebut.
2) Tidak menggaruk, batuk, selama mengerjakan / mengolah bahan makanan.
3) Menggunakan berbagai alat yang tersedia sesuai denganpetunjuk pemakaiannya.
4) Bersihkan mesin menurut petunjuk dan matikan mesin sebelumnya.
5) Menggunakan serbet sesuai dengan macam dan peralatan yang akan
dibersihkan.
6) Berhati-hatilah bila membuka dan menutup, menyalakan atau mematikan mesin,
lampu, gas/ listrik dan lain-lainnya.
7) Meneliti dulu semua peralatan sebelum digunakan.
8) Pada saat selesai menggunakannya, teliti kembali apakah semua alat sudah
dimatikan mesinnya.
9) Mengisi panci-panci menurut ukuran semestinya, dan jangan melebihi porsi yang
ditetapkan.
10) Tidak memasukkan muatan ke dalam kereta makan yang melebihi
kapasitasnya.
11) Meletakkan alat menurut tempatnya dan diatur dengan rapi.
12) Bila ada alat pemanas perhatikan cara penggunaan dan pengisiannya 13)Bila
membawa air panas, tutuplah dengan rapat dan jangan mengisi terlalu
penuh
14) Perhatikanlah, bila membawa makanan pada baki, jangan sampai tertumpah
atau makanan tersebut tercampur.
15) Perhatikan posisi tangan sewaktu membuka dan mengeluarkan isi kaleng.
c. Di Ruang Distribusi Makanan di Unit Pelayanan Gizi
1) Tidak mengisi panci/ piring terlalu penuh.
2) Tidak mengisi kereta makan melebihi kapasitas kereta makan.
3) Meletakkan alat dengan teratur dan rapi.
4) Bila ada alat pemanas, perhatikan waktu menggunakannya.
5) Bila membawa air panas, tutuplah dengan rapat atau tidak mengisi tempat
tersebut sampai penuh.
d. Di Dapur Ruang Rawat Inap
Keamanan dan keselamatan kerja di dapur ruangan dapat tercapai apabila :
1) Menggunakan peralatan yang bersih dan kering.
2) Menggunakan dengan baik peralatan sesuai dengan fungsinya.
3) Menggunakan alat pelindung kerja selama di dapur ruangan seperti celemek, topi
dan lain-lainnya.
4) Tidak menggaruk, batuk selama menjamah makanan
5) Menggunakan serbet sesuai dengan macam dan peralatan yang dibersihkan
6) Berhati-hati dan teliti bila membuka dan menutup atau menyalakan dan
mematikan kompor, lampu, gas, listrik (misalnya alat yang menggunakan listrik
seperti blender, toaster dan lain-lain).
7) Meneliti dulu semua peralatan sebelum digunakan.
8) Menata makanan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan.
9) Mengikuti petunjuk/ prosedur kerja yang ditetapkan. Sebelum mulai bekerja dan
bila akan meninggalkan ruangan harus cuci tangan dengan menggunakan sabun
atau desinfektan.
10) Membersihkan/ mencuci peralatan makan/ dapur/ kereta makan sesuai dengan
prosedur.
11) Membuang/ membersihkan sisa makanan / sampah segera setalah alat makan/ alat
dapur selesai digunakan
12) Tidak meninggalkan dapur ruangan sebelum yakin bahwa kompor, lampu, gas,
listrik sudah dimatikan, dan kemudian pintu dapur harus ditinggalkan dalam
keadaan tertutup/ terkunci.
e. Alat Pelindung Kerja
1) Baju kerja, celemek dan topi terbuat dari bahan yang tidak panas, tidak licin dan
enak dipakai, sehingga tidak mengganggu gerak pegawai sewaktu kerja.
2) Menggunakan sandal yang tidak licin bila berada dilingkungan dapur (jangan
menggunakan sepatu yang berhak tinggi).
3) Menggunakan cempal/ serbet pada tempatnya.
4) Tersedia alat sanitasi yang sesuai, misalnya air dalam keadaan bersih dan
jumlah yang cukup, sabun, alat pengering dan sebagainya.
5) Tersedia alat pemadam kebakaran yang berfungsi baik ditempat yang mudah
dijangkau.
6) Tersedia alat/ obat P3K yang sederhana.
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU
Pelayanan gizi di rumah sakit dikatakan bermut an bermutu jika memenuhi 3 komponen mutu,
yaitu :
1. Pengawasan Pengawasan dan pengendalian pengendalian mutu untuk menjamin
menjamin bahwa produk yang dihasilkan aman,
2. Menjamin Kepuasan konsumen dan
3. Assessment yang berkualitas.
Dalam Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit (Kemkes RI, 2008), ditetapkan bahwa indik an
bahwa indikator Stan ator Standar Pelay dar Pelayanan Gizi melip Gizi meliputi
:
1. Ketepatan wakt atan waktu pemberian pemberian makanan makanan kepada pasien (100 %),
2. Sisa makanan makanan yang tidak dihabiskan dihabiskan oleh pasien ( ≤ 20 %) ≤ 20 %)
dan 3). Tidak ada kesalahan pemberi dan
3. Tidak ada kesalahan pemberian diet (100 %). an diet (100 %).
Beberapa rumah sakit sudah mulai mengembangkan kepuasan konsumen dengan indikator mutu.
Mengingat ruang lingkup pelayanan gizi di rumah sakit yang kompleks meliputi pelayanan rawat
jalan, pelayanan rawat inap, penyelenggaraan makanan, dan penelitian dan pengembangan maka
setiap rumah sakit perlu mengembangkan indikator mutu pelayanan gizi agar tercapai pelayanan
gizi yang optimal. Pengendalian merupakan bentuk atau bahan untuk melakukan perbaikan yang
terjadi sesuai dengan tujuan arah pengawasan dan pengendalian bertujuan agar semua kegiatan-
kegiatan dapat tercapai secara berdayaguna dan berhasilguna, dilaksanakan sesuai dengan
rencana, pembagian tugas, rumusan kerja, pedoman pelaksanaan dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Pengendalian merupakan unsur penting yang harus dilakukaan dalam
proses manajemen. Fungsi manajemen:
a. Mengara Mengarahkan kegiatan kegiatan yang telah ditetapk ditetapkan dalam
mencapa mencapai tujuan
b. Identifikasi penyimpangan
c. Dapat dicapai hasil yang efisien dan efektif
1. Evaluasi/ Penilaian
Evaluasi merupakan salah satu implementasi fungsi manajemen. Evaluasi ini bertujuan untuk
menilai pelaksanaan kegiatan sesuai dengan rencana dan kebijaksanaan yang disusun
sehingga dapat mencapai sasaran yang dikehendaki. Melalui penilaian, pengelola dapat
memperbaiki rencana bila perlu ataupun membuat rencana program yang baru. Pada kegiatan
evaluasi, tekanan penilaian dilakukan terhadap masukan, proses, luaran, dampak untuk
menilai relevansi kecukupan, kesesuaian dan kegunaan. Dalam hal ini diutamakan luaran
atau hasil yang dicapai. Pengendalian mutu merupakan suatu kegiatan dalam mengawasi dan
mengendalikan mutu untuk menjamin hasil yang diharapkan sesuaidengan standar. Strategi
Pengendealian berupa pemantauan dan pengendalian melalui proses- proses atau teknik-
teknik statistik untuk memelihara mutu produk yang telah ditetapkan sebelumnya. Metode-
metode yang sering digunakan dalam pengawasan dan pengendalian mutu adalah, menilai
mutu akhir, evaluasi terhadap output, kontrol
mutu, monitoring terhadap kegiatan sehari-hari Pada dasarnya terdapat 4 langkah dilakukan
dalam pengawasan dan pengendalian mutu pelayanan yaitu:
a. Penyusunan standar, baik standar biaya, standar performance mutu, standar kualitas
keamanan produk, dsb
b. Penilaian kesesuaian, yaitu membandingkan dari produk yang dihasilkan atau
pelayanan yang ditawarkan terhadap standar tersebut
c. Melakukan koreksi bila diperlukan, yaitu dengan mengoreksi penyebab dan faktor-
faktor yang mempengaruhi kepuasan
d. Perencanaan peningkatan mutu, yaitu membangun upaya-upaya yang
berkelanjutan untuk memperbaiki standar yang ada.
2. Indikator Mutu Pelayanan Gizi
Pelayanan gizi di rumah dapat dikatakan berkualitas, bila hasil pelayanan mendekati hasil
yang diharapkan dan dilakukan sesuai dengan standard dan prosedur yang berlaku. Indikator
mutu pelayanan gizi mencerminkan mutu kinerja instalasi gizidalam ruang lingkup
kegiatannya (pelayanan asuhan gizi, pelayanan makanan, dsb), sehingga manajemen dapat
menilai apakah organisasi berjalan sesuai jalurnya atau tidak, dan sebagai alat untuk
mendukung pengambilan keputusan dalam rangka perencanaan kegiatan untuk masa yang
akan datang. Beberapa indikator yang dapat digunakan untuk menilai atau mengukur mutu
pelayanan gizi adalah :
a. Indikator berdasarkan kegawatan
1) Kejadian sentinel (sentinel event), indikator untuk mengukur suatu kejadian tidak
diharapkan yang dapat mengakibatkan kematian atau cedera yang serius.
Misalnya : kejadian ker : kejadian keracunan makanan, adanya benda asing dalam
makanan, pasien menerima menerima diet yang salah, dan sebagainya.
2) Rated Based , indikator untuk mengukurproses pelayanan pasien atau keluaran
(outcome) dengan standar yang diharapkan dapat berkisar 0-100
%. Misalnya : % pasien yang ya : % pasien yang diare atau kurang gizi karena zi
karena mendapa mendapat dukungan enteral, % diet yang dipesan sesuai dengan
preskripsi dan sebagainya.
b. Indikator berdasarkan pelayanan yang diberikan
1) Indikator proses, merupakan indikator yang mengukur elemen pelayanan yang
disediakan oleh institusi yang bersangkutan. pelayanan yang disediakan oleh
institusi yang bersangkutan. Misalnya : % pasien bere % pasien beresiko giz siko
gizi yang mendap i yang mendapat asesme at asesmen gizi, % makanan yang
tidak dimakan, % pasien yang di asesmen gizi dan ditindak ditindaklanjuti lanjuti
dengan asuhan gizi oleh dietisie dietisien dalam waktu 48 jam setela jam setelah
masuk h masuk rumah sa rumah sakit, dsb.
2) Indikator struktur , merupakan indikator yang menilai ketersediaan dan
penggunaan fasilitas, peralatan, kualifikasi profesional, struktur organisai, dan
sebagainya yang berkaitan dengan pelayanan yang diberikan. Misalnya:
Misalnya: % penilaia penilaian dan evaluas evaluasi status gizi oleh Ahli gizi, %.
Higiene sanitasi dan keselamatan kerja yang sesuai standar, dan sebagainya.
3) Indikator outcome , merupakan indikator untuk menilai keberhasilan intervensi
gizi yang diberi nsi gizi yang diberikan. Indi kan. Indikator ini palin ini paling
sulit dibuat it dibuat tetapi paling berguna dalam menjelaskan efektifitas
pelayanan gizi. Agar benar-benar berguna, maka indikator ini haruslah
berhubungan langsung dengan kegiatan pelayanan gizi. Misalnya
% pasien obesitas yang itas yang turun berat badannya 2 kg/ bulan setelah
konseling gizi
BAB IX
PENUTUP
Pedoman ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi tim penurunan prevalensi stunting dan
wasting dalam memberikan pelayanan di RSIA Metro Hospital Kebon Jeruk baik untuk
perencanaan program kerja, kebijakan, standar pelayanan guna untuk meningkatkan mutu
pelayanan yang berorientasi kepada keselamatan pasien. Oleh karena itu agar pedoman ini dapat
diimplementasikan dengan baik, dengan baik, perlu koordinasi dan perlu koordinasi dan
keterlibatan keterlibatan semua pihak, serta semua pihak, serta dukungan dari dukungan dari
tenaga medis dan paramedis lainnya.