Anda di halaman 1dari 52

PEDOMAN PELAYANAN UNIT

KERJA STUNTING DAN


WASTING
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas Rahmat- Nya,
maka Buku Pedoman Pelayanan Penurunan Prevalensi Stunting Dan Wasting ini dapat disusun
dengan baik. Buku Pedoman ini, dalam pelaksanaannya diharapkan dapat dijadikan acuan
praktis, dan menjadi acuan praktis, dan menjadi sumber informasi serta persepsi yang sama
mengenai standar pelayanan Penurunan Prevalensi Stunting Dan Wasting di RSIA Metro
Hospital Kebun Jeruk. Harapan kami semoga Buku Pedoman Pelayanan Penurunan Prevalensi
Stunting Dan Wasting ini Stunting Dan Wasting ini dapat bermanfaat bagi RSIA Metro Hospital
Kebun Jeruk dapat bermanfaat bagi RSIA Metro Hospital Kebun Jeruk dan pihak Mertro
Hospital Group dan pihak-pihak lainnya yang terkait atau kita semua dalam melihat atau kita
semua dalam melakukan Penurunan Prevalensi Stunting Dan Wasting.

Jakarta,24 Agustus 2022

Direktur RSIA Metro Hospita


Kebun Jeuk, Jakarta Barat

dr. Marshella
DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN....................................................................................
KATA PENGANTAR..................................................................................
DAFTAR ISI...............................................................................................
SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR TENTANG PEDOMAN PELAYANAN
PENURUNAN PREVALENSI STUNTING DAN WASTING .......................
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................
A. Latar Belakang ..............................................................................
B. Tujuan Pedoman ...........................................................................
C. Landasan Hukum ..........................................................................
BAB II STANDAR KETENAGAAN.............................................................
A. Kualifikasi Sdm.............................................................................
B. Distribusi Ketenagaan ..................................................................
C. Pengaturan Jaga..........................................................................
BAB III STANDAR FASILITAS ..................................................................
A. Denah Ruangan ...........................................................................
B. Standar Fasilitas ..........................................................................
BAB IV TATA LAKSANA PELAYANAN .....................................................
BAB V LOGISTIK .....................................................................................
BAB VI KESELAMATAN PASIEN .............................................................
BAB VII KESELAMATAN KERJA
BAB VIII PENGENDALIAN MUTU.............................................................
PENUTUP .................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Rumah sakit merupakan salah satu sarana untuk memberikan pelayanan kesehatan
kepada masyarakat yang memiliki peran strategis dalam meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat sebagai tujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan yang optimal, oleh karena
itu rumah sakit dituntun untuk memberikan pelayanan yang bermutu sesuai dengan standart
yang ditetapkan. Tenaga yang profesional mempunyai kedudukan yang penting dalam
menghasilkan kualitas pelayanan kesehatan. Memberikan pelayanan berdasarkan pendekatan
bio-psiko-sosial merupakan pelayanan yang dilaksanakan secara berkala dan
berkesinambungan. Kinerja merupakan implementasi dari rencana yang telah disusun,
implementasi kerja dilaksanakan oleh sumber daya manusia yang memiliki kemampuan,
kompetensi, motivasi dan pentingan. Penurunan kinerja pelaksanaan mempengaruhi mutu
pelayanan kesehatan.
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis
terutama pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) . Kondisi gagal tumbuh pada anak
balita disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu lama serta terjadinya infeksi
berulang, dan kedua faktor penyebab ini dipengaruhi oleh pola asuh yang tidak memadai
terutama dalam 1.000 HPK. Anak tergolong stunting apabila panjang atau tinggi badan
menurut umurnya lebih rendah dari standar nasional yang berlaku. Standar dimaksud terdapat
pada buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) beberapa dokumen lainnya. Penurunan stunting
penting dilakukan sedini mungkin untuk menghindari dampak jangka panjang yang
merugikan seperti terhambatnya tumbuh kembang anak.
Stunting mempengaruhi perkembangan otak sehingga tingkat kecerdasan anak tidak
maksimal. Hal ini berisiko menurunkan produktivitas pada saat dewasa. Stunting juga
menjadikan anak lebih rentan terhadap penyakit. Anak stunting berisiko lebih tinggi
menderita penyakit kronis di masa dewasanya. Bahkan, stunting dan masa dewasanya
berbagai bentuk masalah gizi diperkirakan berkontribusi pada hilangnya 2-3% Produk
Domestik Bruto (PDB) setiap tahunnya .
Stunting merupakan masalah yang urgent dan segera harus ditangani, karena dampak
buruk yang ditimbulkan sangat serius dan meluas. Dampak tersebut dapat dibagi menjadi dua
pertama jangka pendek yaitu terganggunya perkembangan otak, kecerdasan, gangguan
pertumbuhan fisik, dan gangguan metabolisme dalam tubuh. Yang kedua jangka panjang
yaitu menurunnya kemampuan kognitif dan prestasi belajar, menurunnya kekebalan tubuh
sehingga mudah sakit, dan resiko tinggi untuk munculnya penyakit diabetes, kegemukan,
penyakit jantung dan pembuluh darah, kanker, stroke, dan disabilitas pada usia tua,
akumulasi dari kedua dampak tersebut dapat menurunkan kualitas sumber daya manusia dan
produktifitas serta daya saing bangsa. Upaya penurunan stunting hanya efektif Upaya
penurunan stunting hanya efektif dan efesien apabila dilakukan secara konvergen dimulai dari
tingkat Kabupaten sampai ke tingkat masyarakat atau keluarga.
1. Penyebab Stunting
Mengacu pada “The Conceptual Framework of the Determinants of Child
Undernutrition” , “The Undernutrition” , “The Underlying Drivers of Underlying
Drivers of Malnutrition” Malnutrition” , dan “Faktor Penyebab Masalah Gizi
Konteks Indonesia” penyebab langsung masalah gizi pada anak termasuk stunting
adalah rendahnya asupan gizi dan status kesehatan. Penurunan stunting menitik
beratkan pada penanganan penyebab masalah gizi, yaitu faktor yang berhubungan
dengan ketahanan pangan khususnya akses terhadap pangan bergizi (makanan),
lingkungan sosial yang terkait dengan praktik pemberian makanan bayi dan anak
(pengasuhan), akses terhadap pelayanan kesehatan untuk pencegahan dan pengobatan
(kesehatan), serta kesehatan lingkungan yang meliputi tersedianya sarana air bersih
dan sanitasi (lingkungan).
Keempat faktor tersebut mempengaruhi asupan gizi dan status kesehatan ibu dan
anak. Intervensi terhadap keempat faktor tersebut diharapkan faktor tersebut
diharapkan dapat mencegah masalah gizi, baik kekurangan maupun kelebihan gizi.
2. Dampak Stunting
Permasalahan stunting pada usia dini terutama pada periode 1000 HPK, akan
berdampak pada kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Stunting menyebabkan
organ tubuh tidak tumbuh dan berkembang secara optimal. Balita stunting
berkontribusi terhadap 1,5 juta (15%) kematian anak balita di dunia dan
menyebabkan 55 juta Disability-Adjusted Life Years (DALYs) yaitu hilangnya
masa hidup sehat setiap tahun.
a. Dalam jangka pendek, stunting menyebabkan gagal tumbuh, hambatan
perkembangan kognitif dan motorik, dan tidak optimalnya ukuran fisik tubuh
serta gangguan metabolisme.
b. Dalam jangka panjang, stunting menyebabkan menurunnya kapasitas
intelektual. Gangguan struktur dan fungsi saraf dan sel-sel otak yang bersifat
permanen dan menyebabkan penurunan kemampuan menyerap pelajaran di
usia sekolah yang akan berpengaruh pada produktivitasnya saat dewasa. Selain
itu, kekurangan gizi juga menyebabkan gangguan pertumbuhan (pendek dan
atau kurus) dan meningkatkan risiko penyakit
tidak menular seperti diabetes melitus, hipertensi, jantung kroner, dan stroke.
3. Intervensi Penurunan Stunting Terintrasi
Upaya penurunan stunting dilakukan melalui dua intervensi, yaitu intervensi
gizi spesifik untuk mengatasi penyebab langsung dan intervensi gizi sensitif untuk
mengatasi penyebab tidak langsung. Selain mengatasi penyebab langsung dan tidak
langsung, diperlukan prasyarat pendukung yang mencakup komitmen politik dan
kebijakan untuk pelaksanaan, keterlibatan pemerintah dan lintas sektor, serta
kapasitas untuk melaksanakan. Penurunan stunting memerlukan pendekatan yang
menyeluruh, yang harus dimulai dari pemenuhan prasyarat pendukung. Kerangka
konseptual Intervensi penurunan stunting terintegrasi. Intervensi gizi spesifik
merupakan kegiatan yang langsung mengatasi terjadinya stunting seperti asupan
makanan, infeksi, status gizi ibu, penyakit menular, dan kesehatan lingkungan,
Intervensi spesifik ini umumnya diberikan oleh sektor kesehatan . Terdapat tiga
kelompok intervensi gizi spesifik:
a. Intervensi prioritas, yaitu intervensi yang diidentifikasi memilik paling besar
pada pencegahan stunting dan ditujukan untuk menjangkau semua sasaran
prioritas;
b. Intervensi pendukung, yaitu intervensi yang berdampak pada masalah gizi dan
kesehatan lain yang terkait stunting dan diprioritaskan setelah intervensi
prioritas dilakukan.
Target indikator utama dalam intervensi penurunan stunting terintegrasi adalah:
1) Prevalensi stunting pada anak baduta dan balita
2) Persentase bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
3) Prevalensi kekurangan gizi (underweight) pada anak balita
4) Prevalensi wasting (kurus) anak balita
5) Persentase bayi usia kurang dari 6 bulan yang mendapat ASI eksklusif
eksklusif
6) Prevalensi anemia pada ibu hamil dan remaja putri
7) Prevalensi kecacingan pada anak balita
8) Prevalensi diare pada anak baduta dan balita.
4. Kebijaka Kebijakan Nasional Penurunan Stunting
Komitmen untuk percepatan perbaikan gizi diwujudkan dengan ditetapkannya
Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang percepatan penurunan stunting.
Periode 2018-2024 (Stranas Stunting). Tujuan umum Stranas Stunting adalah
mempercepat pencegahan stunting dalam kerangka kebijakan dan institusi yang ada.
Tujuan tersebut akan dicapai melalui lima tujuan khusus sebagai berikut:
1) menurunkan prevalensi Stunting
2) meningkatkan kualitas penyiapan kehidupan berkeluarga
3) menjamin pemenuhan asupan gizi
4) memperbaiki pola asuh
5) meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan
6) meningkatkan akses air minum dan sanitasi.
B. Tujuan
Pedoman ini bertujuan untuk menjadi panduan bagi rumah sakit dalam melaksanakan
intervensi penurunan stunting terintegrasi mulai dari perencanaan, pelaksanaan,
pemantauan, evaluasi dan pelaporan.
C. Dasar Hukum
Landasan hukum terkait dengan intervensi penurunan stunting dan wasting :
1. Perpres No 72 Tahun 2 Tahun 2021 tentang percepatan penurunan stunting
2. Peraturan Badan Kependudukan Dan Keluarga Berencana Nasional Republik
Indonesia Nomor 12 Tahun 2021 Tentang Rencana Aksi Nasional Percepatan
Penurunan Angka Stunting Indonesia Tahun 2021-2024
BAB II

STANDAR KETENAGAAN

Sesuai dengan permenkes RI nomor 54 tahun 2014 penetapan klasifikasi Rumah Sakit yang ada
di Indonesia didasarkan pada kan pada pelayanan yang mampu yang mampu diberikan, sumber
daya manusia yang tersedia, peralatan, bangunan dan prasarana yang ada. Bila dilihat dari sisi
standar ketenagaan pada rumah sakit umum tipe D standar ketenagaan yang harus dipenuhi
adalah sebagai berikut :

1. tenaga medis
2. tenaga kefarmasian
3. tenaga keperawatan
4. tenaga kesehatan lain
5. tenaga nonkesehatan
A. KUALIFIKASI SUMBER DAYA MANUSIA
Penyelenggaraan intervensi penurunan stunting terintegrasi merupakan tanggung jawab
bersama lintas sektor dan bukan tanggung jawab salah satu institusi saja. Untuk itu,
diperlukan sebuah sebuah tim lintas sektor sebagai pelaksana Aksi. Direktur sebagai
penanggung jawab menunjuk tim yang dinilai efektif untuk mengkoordinasikan pelaksanaan
intervensi penurunan stunting terintegrasi di tingkat rumah sakit. Tim yang telah ditunjuk
tersebut selanjutnya bertanggung jawab untuk perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan
evaluasi kegiatan penurunan stunting terintegrasi. Dalam rangka mendukung implementasi
dari sasaran strategis. pembinaan gizi masyarakat terutama di tingkat layanan, maka
ditetapkan 4 (empat) strategi operasional sebagai berikut:
1. Peningkatan kapasitas SDM
2. Peningkatan kualitas layanan
3. Penguatan edukasi
4. Penguatan Manajemen Intervensi Gizi di Puskesmas Posyandu
5. Mengoordinasikan pelaksana intervensi penurunan stunting terintegrasi
6. Mengoordinasikan dan melaksanakan pemantauan dan evaluasi
7. Menyiapkan laporan hasil pemantauan dan evaluasi
B. DISTRIBUSI KETENAGAAN
Distribusi Ketenagaan di dalam tim penurunan prevalensi stunting dan wasting merupakan
pendekatan penyampaian intervensi, yang dilakukan secara terkoordinir, terintegrasi dan
bersama-sama untuk mencegah stunting, kepada sasaran prioritas. Aksi Konvergensi adalah
instrumen dalam bentuk kegiatan, yang digunakan untuk meningkatkan pelaksanaan integrasi
intervensi gizi, dalam pencegahan dan penurunan stunting. Aksi ini digunakan untuk
meningkatkan kualitas pendekatan pelaksanaan program dan perilaku lintas sektor (dari
tingkat pusat sampai kabupaten/kota) agar program dan kegiatan intervensi gizi tepat sasaran.
C. PENGATURAN JAGA
Pengaturan jadwal jaga dalam ragka penurunan stunting dan wasting menjadi tanggung
jawab KA dan disetujui oleh Direktur Rumah Sakit.
BAB III
STANDAR FASILITAS
A. STANDAR FASILITAS

Standar Pelayanan adalah tolok ukur yang dipergunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
pelayanan dan acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai kewajiban dan janji.
Penyelenggara kepada masyarakat dalam rangka pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah,
terjangkau, dan terukur.
B. DENAH RUANGAN
1

Keterangan :
1. Ruang tunggu
2. Pintu masuk ruang pelayanan
3. Meja petugas
4. Tempat konsultasi pasien
C. STANDAR FASILITAS
1. Gedung dan prasarana
No Jenis Kelengkapan Jumlah/Keterangan
1. Gedung Ada
2. Ventilasi 1/3 luas lantai
3. Penerangan lampu Ada
4. Air mengalir bersih Ada
5. Daya listrik Ada
6. Tata ruang
1. Ruang tunggu Ada
2. Ruang Pemeriksaan
3. Ruang administrasi
4. Ruang makan / minum
5. WC pasien
6. WC Pegawai
7. Alat tulis dan pencatatan
a. Laporan Gizi
b. KMS balita Ada
c. SOP Terkait
d. Kohort balita
8. Alat pemeriksaan
1. Alat antropometri standar sesuai
protocol
2. Tabel Z-skor sederhana
3. Kartu Manajemen Terpadu Balita Sakit
(MTBS).
4. Bahan untuk tes nafsu makan sesuai
pedoman. Ada
5. Bahan F100 atau formula untuk gizi buruk
lainnya.
6. Obat-obatan seperti antibiotika, obat
cacing dan vitamin sesuai protokol.
7. Home economic set (alat untuk mengolah
dan menyajikan F100, seperti gelas ukur,
8. Kompor, panci, sendokmakan, piring,
mangkok, gelas dan penutupnya, dll).
9. Formulir pasien, formulir rujukan,
formulir pencatatan dan pelaporan
10. Bagan alur pemeriksaan balita
difasyankes

BAB IV
TATALAKSANA
PELAYANAN
Pelayanan gizi di Rumah Sakit adalah pelayanan yang diberikan dan disesuaikan dengan
keadaan pasien berdasarkan keadaan klinis, status gizi, dan status metabolisme tubuh. Keadaan
gizi pasien sangat berpengaruh pada proses penyembuhan penyakit, sebaliknya proses perjalanan
penyakit dapat berpengaruh terhadap keadaa terhadap keadaan gizi pasien. Sering terjadi kondisi
pasien yang semakin buruk karena tidak tercukupinya kebutuhan zat gizi untuk perbaikan organ
tubuh. Fungsi organ yang terganggu akan lebih memburuk dengan adanya penyakit dan
kekurangan gizi.
Terapi gizi atau terapi diet adalah bagian dari perawatan penyakit atau kondisi klinis yang
harus diperhatikan agar pemberiannya tidak melebihi kemampuan organ tubuh untuk
melaksanakan fungsi metabolisme. Terapi gizi harus selalu disesuaikan dengan perubahan fungsi
organ. Pemberian diet pasien harus dievaluasi dan diperbaiki sesuai dengan perubahan keadaan
klinis dan hasil pemeriksaan laboratorium, baik pasien rawat inap maupun rawat jalan. Upaya
peningkatan status gizi dan kesehatan masyarakat baik di dalam maupun di luar rumah sakit,
merupakan tugas dan tanggungjawab tenaga kesehatan terutama tenaga gizi.
A. MEKANISME PELAYANAN GIZI RUMAH SAKIT
Pengorganisasian Pelayanan Gizi Rumah Sakit mengacu pada SK Menkes Nomor 983
Tahun 1998 tentang Organisasi Rumah Sakit dan Peraturan Menkes Nomor
1045/MENKES/PER/XI/2006 tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit di
Lingkungan Departemen Kesehatan. Kegiatan Pelayanan Gizi Rumah Sakit, meliputi
:
1. Asuhan Gizi Rawat Jalan
2. Asuhan Gizi Rawat Inap
3. Penyelenggaraan Makanan
4. Penelitian dan Pengembangan

Gambar 1.
Mekanisme Pelayanan Gizi di Rumah Sakit

Pintu Masuk Perlu tindak lanjut

Rawat Inap Rawat jalan Monev control ulang

Skrining Gizi Asesmen dan Intervensi gizi


diagnosis gizi dan konseling

Skrining Gizi
Tidak berisiko Tujuan tidak
tercapai
Skrining ulang Pengkajian
periodik ulang &
revisi asuhan
Tidak berisiko Monitor &
gizi
evaluasi
berisiko gizi
Penentuan Intervensi gizi:
diagnosis gizi
Pemberian Edukasi &
diet konseling
gizi
Assesmen Gizi

Permintaan, pembatalan, dan perubahan diet

Pelayanan makanan pasien


Perencanaan menu Pengadaan bahan
Penerimaan
makanan & penyimpanan bahan makanan

Penyajian makanan di ruang rawat Distribusi


inap bahan makanan Persiapan dan pengolahan makanan

B. PELAYANAN GIZI RAWAT


JALAN
Pelayanan gizi rawat jalan adalah serangkaian proses kegiatan asuhan gizi yang
berkesinambungan dimulai dari asesmen/pengkajian, pemberian diagnosis, intervensi gizi
dan monitoring evaluasi kepada pasien/klien di rawat jalan. Asuhan gizi rawat jalan pada
umumnya disebut kegiatan konseling gizi dan diedukasi/penyuluhan gizi.
1. Tujuan
Memberik Memberikan pelayan pelayanan kepada an kepada klien/pas klien/pasien rawat
ien rawat jalan atau jalan atau kelompok dengan kelompok dengan membantu mencari
solusi masalah gizinya melalui nasihat gizi mengenai jumlah asupan makanan yang
sesuai, jenis diet yang tepat, jadwal makan dan cara makan, jenis diet dengan kondisi
kesehatannya.
2. Sasaran
a. Pasien dan keluarga
b. Kelompok pasien dengan masalah gizi yang sama
c. Individu pasien yang datang atau dirujuk
d. Kelompok masyarakat rumah sakit yang dirancang secara periodik oleh rumah sakit.
3. Mekanisme kegiatan
Mekanisme pasien berkunjung untuk mendapatkan asuhan gizi di rawat jalan berupa
konseling gizi untuk pasien dan keluarga serta penyuluhan gizi untuk kelompok adalah
sebagai berikut :
1) Konseling gizi
a. Pasien datang ke ruang konseling gizi dengan membawa surat rujukan dari klinik
atau praktik dokter umum ke poliklinik spesialis Anak
b. Dietisien melakukan pencatatan data pasien dalam buku registrasi.
c. Dietisien melakukan asesmen gizi dimulai dengan pengukuran antopometri pada
pasien yang belum ada data TB (tinggi badan), BB (berat badan)
d. Dietisien melanjutkan asesmen /pengkajian gizi berupa anamnesa riwayat makan,
riwayat personal, membaca hasil pemeriksaan lab dan fisik klinis (bila ada).
Kemudian menganalisa semua data asesmen gizi.
e. Dietisien menetapkan diagnosis gizi
f. Dietisien memberikan intervensi gizi berupa edukasi dan konseling.
g. Dietisien menganjurkan pasien untuk kunjungan ulang, untuk mengetahu
keberhasilan intervensi (monev) dilakukan monitoring dan evaluasi gizi.
h. Pencatatan hasil konseling gizi dengan format ADIME (Asesmen, Diagnosis,
Intervensi, Monitoring & Evaluasi) dimasukkan ke dalan rekam medik pasien
atau disampaikan dokter melalui pasien untuk pasien di luar rumah sakit dan
diarsipkan di ruang konseling.
2) Penyuluhan gizi
a. Persiapan Penyuluhan
a) Menentukan materi sesuai kebutuhan
b) Membuat susunan/outline materi yang akan disajikan
c) Merencanakan media yang akan digunakan
d) Pengumuman jadwal dan tempat penyuluhan
e) Persiapan ruangan dan alat bantu/media yang dibutuhkan
b. Pelaksanaan penyuluhan
a) Peserta mengisi daftar hadir (absensi)
b) Dietisien menyampaikan materi penyuluhan
c) Tanya jawab
Gambar 2.
Mekanisme pelayanan konseling gizi di rawat jalan

Pasien rawat jalan

Poliklinik kandungan
Poliklinik Gigi Poliklinik umum
Poliklinik Anak Poliklinik bedah Poliklinik penyakit Poliklinik
dalam Neurologi

Skrining awal oleh perawat

Pasien malnutrisi dan kondisi khusus di kirim ke ruang dokter spesialis anak untuk konseling gizi

Malnutrisi
Malnutrisi beratringan dankedisertai
di rujuk rumah diagnose lain yang memerlukan perawatan segera akan di rawat inap untuk pemulihan kondis
sakit rujukan

agnose penyerta teratasi pasien dirujuk ke rumah sakit rujukan untuk penanganan malnutrisinya
C. PELAYANAN GIZI RAWAT INAP
merupakan pelayanan gizi
Pelayanan gizi rawat gizi rawat inap yang dimulai dari
proses dari proses pengkajian gizi, intervensi gizi meliputi perencanaan, penyediaan
makanan, penyuluhan/edukasi, dan konseling gizi, serta monitoring dan evaluasi gizi.
1. Tujuan
Memberikan pelayanan gizi kepada pasien rawat inap agar memperoleh makanan yang
sesuai dengan kondisi kesehatannya dalam upaya mempercepat proses penyembuhan,
mempertahankan dan meningkatkan status gizi.
2. Sasaran
a. Pasien
b. Keluarga
3. Mekanisme kegiatan
Mekanisme pelayanan gizi rawat inap adalah sebagai berikut:
a. Skrining gizi
Tahapan pelayanan gizi rawat inap diawali dengan skrining/ penapisan gizi oleh
perawat ruangan dan penetapan order diet awal (preskripsi diet awal) oleh dokter.
Skrining gizi bertujuan untuk mengidentifikasi pasien/klien yang beresiko, tidak
beresiko malnutrisi atau kondisi khusus adalah pasien dengan kelainan metabolik,
hemodialisis, anak, geriatrik. Kanker dengan kemoterapi/ radiasi, luka bakar pasien
dengan imunitas menurun, sakit kritis.
Bila hasil skrining gizi menunjukkan pasien beresiko malnutrisi, maka dilakukan
pengkajian/asessmen gizi dan dilanjutkan dengan langkah-langkah proses asuhan gizi
berstandart oleh dietisien. Pasien sakit kritis atau kasus sulit yang beresiko gangguan
gizi berat akan lebih baik bila ditangani secara tim. Bila rumah sakit mempunyai Tim
Asuhan Gizi / Nutrition Support Tim (NST)
/ Tim Terapi Gizi (TTG) / Tim Dukungan Gizi / Panitia Asuhan Gizi, maka
berdasarkan pertimbangan DPJP pasien tersebut dirujuk kepada tim dan apabila
rumah sakit tidak memiliki tim gizi yang sesuai standar kementrian kesehatan akan di
rujuk ke Rumah Sakit rujukan.
b. Proses Asuhan Gizi Terstandar (PAGT)
Proses asuhan gizi terstandar dilakukan pada pasien yang beresiko kurang gizi sudah
mengalami kurang gizi dan atau kondisi khusus dengan penyakit tertentu, Proses ini
merupakan serangkaian kegiatan yang berulang (Siklus) sebagai berikut:

GAMBAR 3.
Proses Asuhan Gizi Di Rumah Sakit

Pasien masuk
Tujuan
berisiko tercapai
Skrining gizi Diet normal (standar) STOP Pasien pulang
Berisiko malnutrisi/sudah malnutrisi
Tujuan tercapai

PROSES ASUHAN GIZI TERSTANDAR

Pengkajian gizi Diagnose gizi intervensi Monitoring dan evaluasi

Tujuan tidak
tercapai

Langkah PAGT terdiri dari:


a. Assesment / Pengkajian Gizi
Assesment dikelompokkan dalam 5 kategori yaitu:
1) Anamnesis Riwayat Gizi
Anamnesis riwayat gizi adalah data meliputi asupan makanan termasuk
komposisi, pola makan, diet saat ini dan data lain yang terkait. Selain itu
diperlukan data kepedulian pasien terhadap gizi dan kesehatan aktivitas fisik
dan olahraga kesehatan, aktivitas fisik dan olahraga.
2) Data Biokimia
Data Biokimia meliputi hasil pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan yang
berkaitan dengan status gizi, status metabolik dan gambaran fungsi organ lain
yang berpengaruh terhadap timbulnya masalah gizi.
3) Antropometri
Antropometri merupakan pengukuran fisik pada individu, dapat dilakukan
dengan berbagai cara antara lain pengukuran tinggi badan (TB), berat badan
(BB) . Pada kondisi tinggi badan tidak dapat diukur dapat digunakan panjang
badan, Tinggi lutut (TL), Lingkar lengan atas (LILA), tebal lipatan kulit
(Skinfold).
4) Pemeriksaan fisik klinis
Pemeriksaan fisik klinis dilakukan untuk mendeteksi adanya kelainan klinis
yang berkaitan dengan gangguan gizi atau dapat menimbulkan masalah gizi.
5) Riwayat personal
Data riwayat personal meliputi 4 area yaitu : Riwayat obat-obatan yang
digunakan dan suplemen yang sering dikonsumsi, Sosial budaya, Riwayat
penyakit, data umum pasien.
b. Diagnosis Gizi
Pada langkah ini dicari pola dan hubungan antar data yang terkumpul dan
kemungkinan penyebabnya. Penulisan diagnosis gizi terstruktur dengan konsep
PES atau Problem Etiologi dan Signs/Symptoms. Diagnosis gizi dikelompokkan
menjadi tiga domain yaitu :
1) Domain Asupan
Adalah masalah aktual yang berhubu berhubungan dengan asupan energi, zat
gizi, cairan, substansi bioaktif dari makanan baik yang melalui oral maupun
parenteral dan enteral.
2) Domain Klinis
Adalah masalah masalah gizi yang berkaita berkaitan dengan kondisi kondisi
medis atau fisik/fungsi organ.
3) Domain Perilaku /Lingkungan
Adalah masalah gizi yang berkaitan dengan pengetahuan,
perilaku/kepercayaan, lingkungan fisik dan akses dan keamanan makanan.
c. Intervensi gizi
Terdapat dua komponen intervensi gizi yaitu:
1) Perencanaan Intervensi, meliputi :
a) Penetapan tujuan intervensi, penetapan tujuan harus dapat diukur, dicapai
dan ditentukan waktunya.
b) Preskripsi diet, meliputi perhitungan kebutuhan gizi, jenis diet,
modifikasi diet, jadwal pemberian diet, jalur makanan.
2) Implementasi intervensi Dikelompokkan menjadi 4 domain yaitu :
a) Pemberian makanan atau zat gizi
b) Edukasi gizi
c) Konselins gizi
d) Koordinasi pelayanan gizi
d. Monitoring dan evaluasi
Tiga langkah kegiatan monitoring dan evaluasi gizi yaitu :
1) Monitor perkembangan yaitu kegiatan mengamati perkembangan kondisi
pasien/klien yang bertujuan untuk melihat hasil yang terjadi sesuai yang
diharapkan oleh klien.
2) Mengukur hasil adalah mengukur perkembangan/ perubahan yang terjadi
sebagai respon terhadap interversi gizi
3) Evaluasi hasil, meliputi dampak perilaku dan lingkungan terkait gizi, dampak
asupan makanan dan zat gizi, dampak terhadap tanda dan gejala fisik yang
terkait gizi, dampak terhadap pasien/klien terhadap intervensi gizi yang
diberikan pada kualitas hidupnya
4) Pencatatan Pelaporan Pencatatan dan laporan kegiatan asuhan gizi merupakan
bentuk pengawasan dan pengendalian mutu pelayanan dan komunikasi.
Terdapat berbagai cara dalam dokumentasi antara lain Subjective Objective
Assesment Planning (SOAP) dan Assesment Diagnosis Intervensi
Monitoring & Evaluasi (ADIME). Format ADIME merupakan model yang
sesuai dengan langkah PAGT.
D. PENYELENGGARAAN MAKANAN
Penyelenggaraan makanan rumah sakit adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari
perencanaan menu sampai dengan pendistribusian makanan kepada konsumen dalam
rangka penc dalam rangka pencapaian status kese apaian status kesehatan yang hatan
yang optimal melalui pembe optimal melalui pemberian diet rian diet yang tepat. yang
tepat. Termasuk kegiatan Termasuk kegiatan pencatatan, pelaporan, pencatatan,
pelaporan, dan evaluasi.
1. Tujuan
Penyelenggaraan makanan di rumah sakit dilaksanakan dengan tujuan untuk
menyediakan makanan yang kualitasnya baik dan jumlah yang sesuai kebutuhan serta
pelayanan yang layak han serta pelayanan yang layak dan memadai bagi dan
memadai bagi klien atau konsumen klien atau konsumen yang membutuhkan.
2. Sasaran
Sasaran penyelenggaraan makanan di Rumah Sakit adalah pasien, karyawan,
pengunjung (pasien rawat jalan atau keluarga pasien yang mengunjungi kantin), dan
konsumen katering.
3. Bentuk penyelenggaraan makanan di Rumah Sakit
Bentuk penyelenggaraan makanan di Rumah Sakit adalah dengan sistem swakelola,
sehingga melaksanak semua kegiatan penyelenggaraan makanan, mulai dari
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
4. Mekanisme kerja penyelenggaraan makanan di Rumah Sakit. Mekanisme kegiatan
penyelenggaraan makanan di Rumah Sakit meliputi:
1) Perencanaan anggaran belanja makanan
Pengertiannya adalah suatu kegiatan penyusunan anggaran biaya yang diperlukan
untuk pengadaan bahan makanan bagi konsumen/pasien yang dilayani. Tujuannya
adalah untuk menyediakan taksiran anggaran belanja makanan yang diperlukan
untuk memenuhi kebutuhan macam dan jumlah bahan makanan bagi
konsumen/pasien yang dilayani sesuai dengan standar kecukupa gizi. Langkah
perencanaan anggaran belanja makanan:
a. Mengumpulkan data tentang macam dan jumlah konsumen pada tahun
sebelumnya
b. Menetapkan macam dan jumlah konsumen/pasien
c. Mengumpulkan harga bahan makanan dari beberapa pasar dengan melakukan
survey pasar, kemudian menentukan harga rata-rata bahan makanan
d. Membuat standar porsi ke dalam berat kotor
e. Menghitung indeks harga makanan perorangan perhari sesuai dengan
konsumen yang mendapat makanan
f. Menghitung anggaran belanja makanan setahun untuk
masing masing konsumen/pasien
g. Melapork Melaporkan hasil perhitun perhitungan anggaran dilapork
dilaporkan kepada manajemen
h. Rencana Rencana anggaran anggaran diusulkan secara diusulkan secara
resmi melalui melalui jalur administrative
2) Perencanaan menu
Perencanaan menu adalah suatu kegiatan penyusunan menu yang akan diolah
untuk memenuhi selera konsumen pasien, dan kebutuhan zat gizi yang memenuhi
prinsip gizi seimbang. Tujuannya untu menyediakan siklus menu sesuai
klasifikasi pelayanan yang ada di rumah sakit, yaitu siklus 11 hari. Langkah
perencanaan menu:
a. Membentu Membentuk tim kerja untuk menyusun menu yang terdiri dari
kerja untuk menyusun menu yang terdiri dari ahli gi ahli gizi dan kepala dapur
b. Mengumpulkan tanggapan/keluhan konsumen mengenai menu dengan cara
menyebarkan kuesioner
c. Membuat rincian macam dan jumlah konsumen yang akan dilayani
Mengumpulkan data peralatan dan perlengkapan dapur yang tersedia
d. Menyesuaikan penyusunan menu dengan macam dan jumlah tenaga
e. Memperhatikan kebiasaan makan daerah setempat, musim, iklim, dan pasar
f. Menetapkan siklus menu yang akan dipakai Menetapkan standar
porsi
g. Menyusun menu
3) Perhitungan kebutuhan bahan makanan
Perhitungan kebutuhan bahan makanan adalah kegiatan penyusunan kebutuhan
bahan makanan yang diperlukan untuk pengadaan bahan makanan. Tujuannya
adalah supaya tercapainya usulan anggaran dan kebutuhan bahan makanan untuk
pasien dalam satu tahun anggaran Langkah perencanaan kebutuhan bahan
makanan adalah:
a. Menentukan jumlah pasien
b. Menentukan standar porsi tiap bahan makanan dan membuat dalam berat
kotor
c. Menghitung berapa kali pemakaian bahan makanan serta siklus menu
4) Pemesanan dan pembelian bahan makanan
Pemesanan dan pembelian bahan makanan adalah penyusunan permintaan bahan
makanan berdasarkan menu atau pedoman menu dan rata-rata jumlah konsumen
atau pasien yang dilayani. Tujuannya adalah untuk menyediakan daftar pesanan
bahan makanan sesuai standar atau spesifikasi yang ditetapkan. Langkah
pemesanan bahan makanan:
a. Ahli gizi membuat rekapitulasi kebutuhan bahan makanan untuk esok hari
dengan cara: standar porsi x jumlah pasien
b. Hasil perhitunga diserahkan ke bagian gudang logistik/suplier
c. Bagian gudang menyiapkan menyiapkan bahan makanan makanan sesuai
dengan permintaan
d. Bagian pengolahan mengambil bahan makanan yang dipesan
E. PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
Pengertian penelitian dan pengembangan gizi di instalasi gizi Rumah Sakit merupakan
kegiatan pendukung Pelayanan Gizi Rumah Sakit (PGRS) yang dilaksanakan secara
terencana dan terus menerus seperti halnya kegiatan gizi yang lain, dalam rangka
meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit. Instalasi Gizi Rumah Sakit menyusun
program-program penelitian dan pengembangan yang bermanfaat dalam meningkatkan
mutu pelayanan gizi, disusun berdasarkan kaidah penelitian, yaitu: adanya
usulan/proposal penelitian, laporan hasil penelitian, serta dokumentasi hasil penelitian.
1. Tujuan
a. Sebagai bahan masukan bagi perencanaan kegiatan PGRS
b. Evaluasi kegiatan PGRS
c. Mengembangkan teori, tatalaksana, atau standar baru
2. Ruang lingkup penelitian
Ruang lingkup penelitian yang dilakukan yaitu secara mandiri dan bekerja sama
dengan unit/instalasi lain
3. Ruang lingkup pengembangan
Ruang lingkup pengembangan di Instalasi Gizi Rumah Sakit dilakukan untuk
mengembangkan mutu pelayanan gizi. Beberapa aspek penting yang perlu
dikembangkan terus menerus adalah aspek sumber daya manusia, standar terapi
diet, standar sarana dan prasarana dan penggunaan berbagai perangkat lunak serta
berbagai teknik pengolahan makanan.
F. PERCEPATAN PENURUNAN STUNTING
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi
kronis terutama pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK)1. Kondisi gagal tumbuh
pada anak balita disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu lama serta
terjadinya infeksi berulang, dan kedua faktor penyebab ini dipengaruhi oleh pola asuh
yang tidak memadai terutama dalam 1.000 HPK2. Anak tergolong stunting apabila
panjan ting apabila panjang atau tinggi badan menurut umurnya lebih rendah dari standar
nasional yang berlaku. Standar dimaksud terdapat pada buku Kesehatan Ibu dan Anak
(KIA) dan beberapa dokumen lainnya.
Penurunan stunting penting dilakukan sedini mungkin untuk menghindari dampak
jangka panjang yang merugikan seperti terhambatnya tumbuh kembang anak. Stunting
mempengaruhi perkembangan otak sehingga tingkat kecerdasan anak tidak maksimal.
Hal ini berisiko menurunkan produktivitas pada saat dewasa. Stunting juga menjadikan
anak lebih rentan terhadap penyakit. Anak stunting berisiko lebih tinggi menderita
penyakit kronis di masa dewasanya.
1. Intervensi penurunan stunting terintegrasi
Profesional Pemberi Asuhan (PPA) dalam Pelayanan Asuhan pasien.
Pelayanan asuhan kepada pasien dilakukan oleh Tim PPA untuk melakukan
pelayanan kesehatan secara kolaboratif dan terintegrasi. Adapun tim PPA
tersebut adalah sebagai berikut:
a. Dokter
Dokter berperan sebagai ketua tim asuhan gizi, yang bertanggung jawab
atas pelayanan kesehatan secara keseluruhan. Adapun beberapa tugas
dokter dalam asuhan gizi yaitu:
1) Menegakkan diagnosa dan menetapkan terapi keseluruhan
2) Memberi penilaian akhir tentang status gizi pasien
3) Menetapkan preskripsi diet
4) Mengirim pasien ke dietisien untuk dilakukan konsultasi gizi
5) Melakukan evaluasi terhadap pelayanan gizi yang diberikan
berdasarkan masukan dari dietisien dan perawat serta melakukan
perubahan diet.
b. Perawat
Perawat merupakan penghubung utama antara pasien dengan anggota tim
lain, karena perawat memiliki kontak secara terus menerus dengan pasien.
Adapun tugas perawat dalam asuhan gizi, yaitu:
1) Melakukan pemesanan makanan sesuai dengan preskripsi diet yang
tela psi diet yang telah ditetapkan
2) Mengamati pasie i pasien sewaktu mak ktu makan sert an serta hal- hal
yang yang muncul berkaitan dengan makanan atau diet yang
diberikan.
3) Bertanggung jawab dalam pemberian makanaan secara oral, ent a oral,
enteral, maupun parenteral.
4) Memberi penjelasan secara garis besar kepada pasien dan keluarganya
tentang makanan atau diet yang diberikan.
c. Dietisien/Ahli gizi
Dietisien/ Ahli gizi yang mempunyai keahlian khusus tentang hubungan
antara makanan, zat-zat gizi, kesehatan, dan penyakit. Adapun beberapa
tugas dietisien/ahli gizi, yaitu:
1) Mengkaji asupan makan dan zat-zat gizi pasien serta kemungkinan
hubungannya dengan keadaan kesehatan dan penyakit pasien.
2) Memberi masukan kepada dokter tentang kemungkinan terapi diet
yang perlu diberikan
3) Bertanggung jawab dalam menjelaskan preskripsi diet ke dalam menu
makanan yang memenuhi syarat diet serta diet serta selera makan
sehingga dapat diterima pasien
4) Memberikan masukan kepada dokter tentang produk-produk diet dan
suplemen gizi yang ada dipasaran untuk suatu keadaan tertentu
5) Memberikan konsultasi dan penyuluhan diet kepada pasien dan
keluarganya sesuai dengan informasi yang dibutuhkan.
d. Farmakologi
Farmakolog adalah orang yang bertanggung jawab terhadap obat- obatan
dan cairan parenteral yang dibutuhkan. Adapaun tugas farmakolog dalam
asuhan gizi, yaitu:
1) Memberikan masukan tentang tentang sifat-sifat obat, metabolisme
tabolisme obat, interaks interaksi obat dengan obat, dan interaksi obat
dan makanan
2) Memberikan penjelasan tentang produk-produk enteral dan parenteral
yang ada di pasaran
3) Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap cairan parenteral
pendukung
Upaya penurunan stunting dilakukan melalui dua intervensi, yaitu intervensi gizi
spesifik untuk mengatasi penyebab langsung dan intervensi gizi sensitif untuk
mengatasi penyebab tidak langsung. Selain mengatasi penyebab langsung dan
tidak langsung, diperlukan prasyarat pendukung yang mencakup komitmen politik
dan kebijakan untuk pelaksanaan, keterlibatan pemerintah dan lintas sektor, serta
kapasitas untuk melaksanakan. Penurunan stunting memerlukan pendekatan yang
menyeluruh, yang harus dimulai dari pemenuhan prasyarat pendukung. Target
indikator utama dalam intervensi penurunan stunting terintegrasi adalah:
a. Prevalensi stunting pada anak baduta dan balita
b. Persentase bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
c. Prevalensi kekurangan gizi (underweight) pada anak balita
d. Prevalensi wasting (kurus) anak balita
e. Persentase bayi usia kurang dari 6 bulan yang mendapat ASI i 6 bulan
yang mendapat ASI eksklusif
f. Prevalensi anemia pada ibu hamil dan remaja putri
g. Prevalensi kecacingan pada anak balita
h. Prevalensi diare pada anak baduta dan balita
Intervensi gizi spesifik merupakan kegiatan yang langsung mengatasi terjadinya
stunting seperti asupan makanan, infeksi, status gizi ibu, penyakit menular, dan
kesehatan lingkungan. Intervensi spesifik ini fik ini umumnya diberikan oleh
umumnya diberikan oleh sektor kesehatan. Terdapat tiga kelompok intervensi gizi
spesifik:
a. Intervensi prioritas, yaitu intervensi yang diiden yang diidentifikasi memilik
dampak paling besar pada pencegahan stunting dan ditujukan untuk
menjangkau semua sasaran prioritas
b. Intervensi pendukung, yaitu interve ung, yaitu intervensi yang berdampak
pada masalah gizi lah gizi dan kesehat kesehatan lain an lain yang terkait
stunting dan yang terkait stunting dan dipriori diprioritaskan setelah
intervensi prioritas taskan setelah intervensi prioritas dilakukan.
c. Intervens Intervensi prioritas sesu i prioritas sesuai kondisi terten ai kondisi
tertentu, yaitu interve tu, yaitu intervensi yang diperluk nsi yang diperlukan
sesuai an sesuai dengan kondisi tertentu, termasuk untuk kondisi darurat
bencana (program gizi darurat)
2. Alur diagnosis dan tatalaksana stunting
Diagnosis stunting didapat dari melakukan anamnesis serta pemeriksaan fisik
termasuk pengukuran berat badan dan tinggi badan. Pemeriksaan penunjang juga
diperlukan untuk juga diperlukan untuk mengonf mengonfirmasi adanya irmasi
adanya infeksi atau infeksi atau kondisi sakit kondisi sakit lain yang lain yang
dapat menyebabkan stunting.
a. Anamnesis
Anamnesis yang mendalam harus dilakukan untuk dapat mengetahui etiologi
dan faktor risiko yang dapat mendasari kondisi stunting. Selain itu, anamnesis
lebih dalam diharapkan dapat mendeteksi adanya infeksi penyerta, gangguan
tumbuh kembang anak, dan riwayat asupan gizi
anak. Dengan anamnesis, klinisi juga dapat mengeksklusi diagnosis banding
terhadap gangguan pertumbuhan anak seperti hipotiroid
1) Keluhan
Biasanya anak dengan stunting tidak mempunyai keluhan yang spesifik.
Orang tua dapat mengeluhkan anak lebih pendek daripada anak
seumurannya yang dapat disertai keluhan anak tidak mau makan. Adanya
demam dapat menjadi tanda infeks jadi tanda infeksi pada anak. Riwayat
konstipasi konstipasi dan keterlambatan perkembangan perlu ditelaah
lebih lanjut karena dapat mengarah ke hipotiroid.
2) Riwayat kelahiran dan pertumbuhan
Riwayat berat lahir rendah dan prematur dapat berhubungan dengan
kondisi malnutrisi sejak dalam kandungan. Kondisi kehamilan, riwayat
sakit maternal, dan pertambaha sakit maternal, dan pertambahan berat n
berat badan ibu selama hamil badan ibu selama hamil juga perlu juga perlu
ditanyakan untuk melihat faktor risiko stunting.
Di samping data antropometri tiap bulan yang mencakup berat badan,
panjang badan, dan lingkar kepala saat lahir juga berguna untuk menilai
kecepatan tumbuh anak
3) Riwayat nutrisi
Asupan nutrisi nutrisi baik kualitas kualitas maupun kuantitas kuantitas
harus ditanyak ditanyakan. Pemberian makanan penda anan pendamping
ASI (MPASI ASI (MPASI) di bawah usia 4 bulan (MPASI dini) dapat
menjadi penyebab stunting.
4) Riwayat keluarga
Riwayat keluarga dengan perawakan pendek bisa mengarahkan pada
perawakan pendek karena familial. Adanya riwayat pubertas terlambat di
keluarga pun dapat berhubungan denga ngan dengan constitutional delay
of growth and puberty (CDGP). Riwayat keluarga dengan CDGP atau
penyakit lain, kosanguinitas yang
berhubungan dengan sindrom, penyakit kronis terutama dengan penyebab
gangguan endokrin seperti hipotiroid, tumor pituitari, sindrom Cushing,
pengobatan seperti kortikosteroid harus ditanyakan untuk membedakan
stunting dengan perawakan pendek karena sebab lain
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik menyeluruh sangat penting dilakukan dalam setiap sesi
konseling.
1) Pemeriksaan tanda-tanda vital
Pemeriksaan tanda vital seperti suhu, nadi, dan laju napas dilakukan untuk
menilai adanya penyakit penyerta. Peningkatan laju napas dan sesak napas
dapat mengarah pada penyakit atau gangguan saluran napas
2) Pemeriksaan fisik terkait keluahan anak
Pemeriksaan fisik sesuai keluhan anak untuk mencari faktor risiko
stunting misalnya adanya tanda infeksi dan anemia (pucat).
3) Pengukuran antropometri
Berat badan, tinggi badan, dan lingkar kepala (untuk anak di bawah 2
tahun lingkar kepala harus diukur). Setelah diukur, data diplotkan ke kurva
pertumbuhan WHO. Interpretasi hasil antropometri berguna untuk
menunjang diagnosis. Anak stunting biasanya juga mengalami
underweight (BB/U dibawah -2SD) atau wasting (BB/TB <-2SD). Pada
stunting, BB/TB biasanya berada pada area ≤1 SD. Bila BB/TB
> 1SD, lacak ke arah kelainan endokrin (defisiensi hormon arah kelainan
endokrin (defisiensi hormon pertumbuh pertumbuhan, kortisol, , kortisol,
hipotiroid).
4) Kecepatan Pertumbuhan (height increment)
Anak stunting memiliki kecepatan tumbuh yang tidak normal/lebih lambat
dari yang seharusnya. Kecepatan tumbuh normal seperti pada tabel
dibawah ini. Kita bisa juga gun dibawah ini. Kita bisa juga
gunakan tabel akan tabel length/height increments WHO untuk melihat
dimana letak kecepatan tumbuh anak dibandingkan populasi
5) Proporsi tubuh
Rasio segmen atas dan bawah tubuh (A/B) merefleksikan rasio tubuh atas
dan kaki. Segmen bawah adalah jarak dari tengah simfisis pubis ke lantai
(titik terbawah tubuh saat berdiri) dan segmen atas adalah tinggi badan
dikurangi segmen bawah. Saat lahir A/B sekitar 1,7:1 atau segmen atas
lebih panjang dari segmen bawah. A/B menurun 0,1 per tahun sampai usia
10 tahun saat A/B menjadi 1:1 (segmen atas=bawah). Setelah 10 tahun,
rasio menjadi akondroplasia. A/B rendah pada sindrom Marfan. Pada
stunting, rasio A/B normal, tubuh proporsional
6) Dismorfik
Adanya gambaran dismorfik pada wajah dapat mengindikasikan adanya
sindrom atau kelainan kromosom. Pada stunting tidak didapatkan adanya
7) Potensi tinggi genetik
Potensi tinggi genetik dapat digunakan untuk memproyeksikan potensi
tinggi anak saat dewasa. Pada stunting yang tidak diintervensi dengan baik
atau terlambat diintervensi, anak mungkin tidak dapat mencapai potensi
tinggi genetiknya saat dewasa. Potensi tinggi genetik dihitung dengan
rumus berikut:

c. Diagnosis banding
Beberapa diagnosis banding perlu dipertimbangkan pada pasien dengan
perawakan pendek. Klinisi harus dapat membedakan
perawakan pendek yang disebabkan karena malnutrisi (stunting) dengan
perawakan pendek karena sebab lain.
1. Perawakan Pendek Familial
Merupakan varian normal perawakan pendek. Keadaan ini dapat ditandai
dengan grafik pertumbuhan yang selalu berada dibawah P3 (persentil 3),
kecepatan tumbuh normal, usia tulang normal, tinggi badan kedua atau
salah satu orang tua pendek, tinggi demawa <P3, sesuai potensi tinggi
genetic. Pada stunting percepatan tumbuh tidak normal.
2. Constitutional Delay of Growth and Puberty (CDGP)
Merupakan varian normal perawakan pendek juga. Perlambatan pertumbu
pertumbuhan linear pada han linear pada 3 tahun pertama kehidupan,
pertum tahun pertama kehidupan, pertumbuhan linear buhan linear
normal atau hampir normal pada saat prepubertas dan selalu berada di
bawah persentil 3, usia tulang kurang dari usia tulang kurang dari usia
kronol usia kronologis tapi ogis tapi masih sesuai dengan usia tinggi,
maturasi seksual terlambat, tinggi dewasa >P3 (normal), sesuai potensi
tinggi genetik, ada riwayat keluarga dengan CDGP.

3. defisiensi Hormon Pertumbuhan


Kecepatan tumbuh pada stunting maupun anak dengan defisiensi
growth hormone sama-sama tidak normal. Kecepatan tumbuh di bawah
persentil 25 (2 tahun, kadar GH <7 ng/mL pada jenis uji provokasi, IGF-1
rendah, tidak ada kelainan dismorfik tulang atau sindrom tertentu. Pada
defisiensi growth hormone, BB/TB bisa normal atau meningkat,
sedangkan pada stunting, BB/TB biasanya menurun atau berada di area
kurva ≤+1 SD.
4. Kelainan Skeletal
Kelainan skeletal seperti akondroplasia, rickets, dan spondilodisplasia
mempunyai kecepatan tumbuh tidak normal disertai bentuk tubuh
disproporsional. Pada stunting kita bisa mendapati kecepatan tumbuh yang
tidak normal namun bentuk tubuh proporsional.
5. Kelainan Kromosom dan Sindrom
Anak dengan kelainan kromosom (Trisomi 21, sindrom sindrom Turner)
atau sindrom (Prader-Willi, fetal alcoholic, Russel-S Russel- Silver,
Noonan) dapat tampak pendek, memiliki kecepatan tumbuh tidak normal,
dan wajah dismorfik. Pada stunting tidak didapat kondisi dismorfik
d. Pemeriksaan penunjang
Malnutrisi dan infeksi kronis merupakan 2 penyebab tersering dari stunting
(perawa (perawakan pendek). Oleh kan pendek). Oleh karena itu, pemeriksaan
penunjang karena itu, pemeriksaan penunjang pada stunting pada stunting
bertujuan mengonfirmasi 2 hal tersebut sebelum memikirkan diagnosis
banding perawakan pendek lainnya. Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah
pemeriksaan darah lengkap, urine, feses rutin, laju endap darah, elektrolit
serum, dan pemeriksaan usia tulang.
1) Darah lengkap
Pada anak dengan stunting dapat juga ditemukan adanya leukositosis
sebagai tanda infeksi kronis, anemia sebagai tanda kekurangan zat besi,
atau temuan yang diharapkan lainnya.
2) Urine
Pemeriksaan urine seperti urinalisis dan kultur urine dapat mengonfirmasi
kecurigaan infeksi saluran kemih pada anak stunting. Hasil urinalisis
menunjukkan adanya leukosit pada urine dan kultur urine dapat
menunjukkan hasil positif pada bakteri tertentu.
3) Feses lengkap
Melalui pemeriksaan feses rutin, dokter dapat menyingkirkan kecurigaan
terhadap infeksi parasit serta intoleransi lemak atau laktosa.
4) Usia tulang/Bone age
Pemeriksaan usia tulang adalah pemeriksaan untuk menilai maturitas
skeletal. Pemeriksaan ini dilakukan dengan foto sinar X pada pergelangan
dan telapak tangan kiri atau pada lutut. Usia tulang yang terlambat (tidak
sesuai dengan usia kronologis) bisa disebabkan oleh beberapa hal seperti:
a) Constitutional growth delay
b) Kelainan endokrin (hipotiroid, defisiensi hormon pertumbuhan,
panhypopituitarism, hipogonadisme, Cushing disease)
c) Malnutrisi
d) Penggunaan obat-obatan (glukokortikoid, amfetamin, analog
GnRH, aromatase inhibitor)
e) Penyakit nonendokrin (penyakit jantung bawaan, penyakit ginjal
kronis, juvenile idiopathic arthritis, inflammatory bowel disease,
dan tuberkulosis paru)
f) Sindrom tertentu (sindrom trisomi 13, 18, 21, sindrom Turner,
sindrom Klinefelter, sindrom Russell-Silver)
Usia tulang yang lebih tua Usia tulang yang lebih tua (melebihi usia
kronologi (melebihi usia kronologis) bisa disebabkan oleh s) bisa
disebabkan oleh masalah endokrin seperti constitutional
advancement/early bloomer , hipertiroid, pubertas prekoks; nutrisi seperti
obesitas; obat seperti estrogen dan kontra dan kontrasepsi oral; serta
sindrom tertent rom tertentu seperti familial male- limited precocious
precocious puberty puberty , sindrom McCune- Albright, sindrom Sotos,
sindrom Beckwith-Wiedemann.
e. Penatalaksanaan stunting
Penatalaksanaan stunting meliputi perbaikan nutrisi, mengatasi infeksi dan
penyakit kronis yang ada, perbaikan sanitasi dan lingkungan, serta edukasi ibu
atau pengasuh utama tentang perilaku hidup bersih dan sehat.
1. Perbaikan nutrisi
2. Stimulasi psikososial
Stimulasi psikososial dan stimulasi perkembangan sesuai usia diperlukan
usia diperlukan untuk mengatasi stunting dan mencegah komplikasi lebih
lanjut (gangguan perkembangan). Memberi kesempatan anak untuk
bermain dan belajar dengan gembira sangat penting untuk menunjang
tumbuh kembang anak agar optimal
3. Perbaikan sanitasi dan lingkungan
4. Terapi suportif
Stimulasi psikososial, memperbaiki lingkungan tempat tinggal anak,
meningkatkan kebersihan lingkungan, dan edukasi tentang asupan gizi dan
perilaku hidup bersih dan sehat harus dilakukan sebagai bagian dari tata
laksana stunting yang komprehensif.
5. Rujukan
Perawakan pendek yang mengarah ke kelainan endokrin atau penyebab
nonmalnutrisi lainnya dirujuk ke spesialis terkait sesuai etiologi (spesialis
anak atau spesialis anak konsultan endokrinologi). Stunting dengan
penyulit dan atau infeksi berat dapat dirujuk ke sarana kesehatan yang
lebih lengkap dengan layanan spesialistik (spesialis anak atau spesialis
anak konsultan nutrisi dan penyakit metabolik). Bila ada gangguan
oromotor dapat dirujuk ke spesialis kedokteran fisik dan rehabilitasi
medik. Stunting yang tidak yang tidak membaik dengan pemberian nutrisi
yang adekuat dapat dirujuk ke dokter spesialis anak untuk evaluasi dan
manajemen lebih lanjut.
BAB IV
LOGISTIK
Pengadaan perlengkapan proses asuhan gizi dilakukan secara mandiri melalui rencana kerja
anggaran rumah sakit, berupa :
No Nama barang
1. Cetakan :
- Form rujukan masalah gizi
- Form register pasien gangguan gizi yang dirujuk
- Form monitoring dan evaluasi program

2. Alat Tulis dan Kantor :


- Binder clip besar
- Binder clip sedang
- Binder clip kecil
- Bolpen hitam
- Buku expedisi
- Isi staples besar
- Isi staples kecil
- Isolasi kecil
- Kertas HVS 70 gr
- Penggaris 30 cm
- Staples kecil
- Timbangan
- Alat ukur tinggi badan
- Mitline
BAB V
KESELAMATAN PASIEN
Sanitasi makanan merupakan salah satu upaya pencegahan yang menitikbe menitikberatkan
pada ratkan pada kegiata kegiatan dan tindakan yang dan tindakan yang perlu untuk perlu untuk
membebas membebaskan makanan kan makanan dan minuman dari segala bahan yang dapat
mengganggu atau merusak kesehatan, mulai dari sebelum makanan diproduksi selama proses
pengolahan, penyiapan pengangkutan, penjualan sampai pada saat makanan dan minuman
tersebut siap dikonsumsi kepada konsumen (Direktorat Hygiene dan Sanitasi, Ditjen Pencegahan
dan Pemberantasan Penyakit Menular).
Salah satu kegiatan dari sanitasi makanan adalah penyehatan makanan dan minuman.
Kegiatan ini merupakan upaya untuk mengendalikan faktor- faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan kuman pada makanan dan minuman. Faktor-faktor tersebut berasal dari proses
penanganan makanan, minuman, lingkungan, dan orangnya; sehingga makanan dan minuman
yang disajikan rumah sakit tidak menjadi mata rantai penularan penyakit.
1. Tujuan
Kegiatan penyehatan makanan dan minuman di Rumah Sakit ditujukan untuk:
a. Tersedianya makanan yang berkualitas baik dan aman bagi kesehatan konsumen
b. Menurunnya kejadian risiko penularan penyakit atau gangguan kesehatan melalui
makanan
c. Terwujudnya perilaku kerja yang sehat dan benar dalam penanganan makanan.
2. Pelaksanaan Sanitasi Makanan dalam penyelenggaraan makanan
a. Ruang Pengolahan (Dapur)
- Tersedianya fasilitas kamar toilet khusus bagi pegawai dapur, locker untuk
menyimpan pakaian kerja dan ruang untuk ganti pakaian
- Ruang dalam dapur harus bersih, tersedia tempat sampah sementara yang diberi
kantong plastik yang kemudian dibuang dengan plastiknya ke tempat pengumpulan
sampah diluar. Diruang ruangan dapur terdapat fasilitas tempat pengumpulan
sampah yang tertutup
b. Bangunan
- Pintu-pintu tempat ruang persiapan dan masak harus dibuat membuka/menutup
sendiri (self closing door), dilengkapi peralatan anti lalat seperti kasa, tirai, dan
pintu
- Fasilitas Cuci Tangan:
1) Terletak di luar ruang ganti pakaian, wc/kamar mandi
2) Tersedia air yang mengalir
3) Tersedia sabun dan kain lap pengering
4) Terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan, kuat, antikarat dan permukaan
halus
- Saluran limbah, sebagai pembuangan limbah pengolahan makanan yang aman
dari binatang
3. Sarana dan peralatan untuk pelaksanaan sanitasi makanan
a. Air bersih
Tersedianya air yang bersih dalam jumlah yang mencukupi kebutuhan dan memenuhi
syarat Peraturan Menteri Kesehatan RI. Nomor
01/Birhukmas/I/1975. Standar mutu air tersebut, meliputi:
- Standar bersih, yaitu suhu, warna, bau, dan rasa
- Standar biologi, yaitu kuman-kuman parasit, kuman-kuman patogen, dan bakteri
E. coli
- Standar kimiawi, yaitu derajat keasaman (pH) jumlah zat padat dan bahan- bahan
kimia lainnya
- Standar radio aktif meliputi benda-benda radioaktif yang mungkin
terkandung dalam air
b. Alat pengangkut/roda/kereta makanan dan minuman harus tertutup sempurna, dibuat
dari bahan kedap air, permukaannya halus dan mudah dibersihkan
c. Rak-rak penyimpanan bahan makanan/makanan harus mudah dipindah
pindahkan dengan menggunakan roda-roda penggerak untuk kepentingan proses
pembersihan
d. Peralatan yang kontak dengan makanan harus memenuhi syarat sebagai berikut:
- Permukaan utuh (tidak cacat), dan mudah dibersihkan
- Lapisan permukaan tidak mudah rusak akibat asam/basah, atau garam
garaman yang lazim dijumpai
- Tidak terbuat dari logam berat yang dapat menimbulkan keracunan, misalnya:
timah hitam (Pb), Arsenium (As), Tembaga (Cu), Seng (Zn), Cadmium (Cd), dan
Antimoni (Stibium)
- Wadah makanan, alat penyajian dan distribusi makanan harus tertutup
4. Prinsip Penyehatan Makanan dalam Penyelenggaraan Makanan
Prinsip penyehatan makanan menggunakan teknik HACCP (Hazard Analysis Critical
Control Point) meliputi bahan makanan, penjamah makanan, dan cara kerja yang
dilakukan serta upaya pengendalian pertumbuhan kuman berbahaya.
a. Bahan makanan (sumber, mutu cara penanganan)
- Sumber bahan makanan
Harus diketahui asal lokasinya secara pasti, tidak tercemar dari sampah atau pupuk
yang dipakai, bebas dari insektisida, peptisida, atau bahan kimia lainnya
- Mutu bahan makanan
Harus dipilih bahan makanan yang bermutu baik, yaitu bahan makanan segar, yang
aman, utuh, baik dan bergizi, misalnya: utuh, tidak berlubang/berulat, besar dan
bentuk seragam, tidak busuk, tidak kotor dan tidak layu, cukup masak/matang
(untuk buah)
- Cara penanganan bahan makanan, harus memperhatikan cara penanganan yang
tepat dan baik, misalnya Dengan menggunakan kemasan yang memenuhi syarat
Memperhatikan pengangkutan yang layak
b. Hygiene tenaga penjamah makanan
- Syarat
Untuk mewujudkan penyehatan perorangan yang layaj dalam penyelenggaraan
makanan, diperlukan tenaga penjamah yang memenuhi syarat:
1) Bukti sehat diri dan bebas dari penyakit
2) Tidak menderita penyakit kulit, penyakit menular, scabies ataupun luka bakar
3) Bersih diri, pakaian, dan seluruh badan
4) Mengikuti pemeriksaan kesehatan secara periodik
5) Mengetahui proses kerja dan pelayanan makanan yang benar dan tepat
6) Mengetahui teknik dan cara menerapkan hygiene dan sanitasi dalam
penyelenggaraan makanan
7) Berperilaku yang mendukung terwujudnya penyehatan makanan
- Perilaku, kebiasaan, dan sikap bekerja
Hal-hal yang harus dilakukan tenaga penjamah makanan adalah:
1) Cuci tangan dengan sabun sebelum mulai/sesudah bekerja, setiap keluar dari
WC, sesudah menjamah bahan yang kotor
2) Sebelum dan selama bekerja tidak boleh menggaruk kepala, muka, hidung dan
bagian tubuh lain yang dapat menimbulkan kuman hidung, dan bagian tubuh
lain yang dapat menimbulkan kuman
3) Alihkan muka dari makanan dn alat-alat makan dan minum bila batuk atau
bersin
4) Pergunakan masker/tutup hidung dan muka bila diperlukan
c. Prosedur kerja
Kontaminasi makanan atau kontaminasi ulang dapat disebabkan oleh perilaku si
penjamah makanan selama bekerja. Hal ini disebabkan karena pegawai tidak bekerja
sesuai dengan prosedur kerja yang ada.
d. Upaya pengendalian
Upaya pengendalian faktor yang mempengaruhi pertumbuhan kuman pada makanan
dan minuman, dapat dilakukan dengan pemantauan titik-titik rawan pada jalur
penanganan makanan dan minuman yang diperkirakan memudahkan timbulnya bakteri
dan fungi. Titik-titik rawan dalam proses penanganan makanan dan minuman adalah:
1) Proses pembersihan makanan
Pada proses ini hendaknya tidak ada makanan dan minuman yang membusuk
setelah proses pembersihan bahan.
2) Proses persiapan bahan makanan. Pada proses ini hendaknya:
- Tersedianya air bersih yang cukup
- Kran-kran air dan saluran ruangan persiapan dalam keadaan bersih
- Tersedia tempat penampungan sampah sementara yang kuat dan mudah
dibersihkan/dilapisi kantong plastik
- Proses penyimpanan

BAB VII
KESELAMATAN KERJA
Penyehatan dan keselamatan kerja mempunyai kegiatan yang sangat berkaitan erat dengan
kejadian yang disebabkan kelalaian petugas dapat pula mengakibatkan kontaminasi terhadap
makanan. Pekerjaan yang terorganisir, dikerjakan sesuai dengan prosedur, tempat kerja yang
terjamin dan aman, istirahat yang cukup dapat mengurangi bahaya dan bahaya dan kecelaka
kecelakaan dalam an dalam proses penyelengga
proses penyelenggaraan makanan raan makanan banyak Kecelakaan tidak terjadi dengan
sendirinya, tetapi dapat dicegah, terjadi dengan tiba- tiba dan tentunya tidak direncanakan
ataupun tidak diharapkan oleh pegawai, yang dapat menyebabkan menyebabkan kerusakan
kerusakan pada alat-alat, makanan dan “melukai” karyawan / pegawai. Keselamatan kerja (
safety ) adalah segala adalah segala upaya atau tindakan yang harus diterapkan diterapkan dalam
rangka menghindari kecelakaan yang terjadi akibat kesalahan kerja petugas ataupun kelalaian/
kesengajaan.
1. Tujuan
Syarat-syarat keselamatan kerja meliputi seluruh aspek pekerjaan yang
berbahaya, dengan tujuan:
a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan
b. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran.
c. Mencegah, mengurangi bahaya ledakan.
d. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau
kejadian lain yang berbahaya.
e. Memberi pertolongan pada kecelakaan
f. Memberi perlindungan pada pekerja
g. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu, kelembaban,
debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara dan
getaran.
h. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja, baik fisik/ psikis,
keracunan, infeksi dan penularan.
i. Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup
j. Memelihara kebersihan kesehatan dan ketertiban
k. Memperoleh kebersihan antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses
kerjanya.
l. Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman atau
barang.
m. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan.
n. Mengamankan dan memelihara pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan
penyimpanan barang.
o. Mencegah terkena aliran listrik.
p. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahaya
kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.
q. Upaya-upaya tersebut juga berlaku bagi karyawan/ pegawai yang berkerja pada
penyelenggaraan makanan atau pelayanan gizi di rumah sakit.
2. Prinsip Keselamatan Kerja Pegawai Dalam Proses Penyelenggaraan
a. Pengendalian teknis mencakup :
- Letak, bentuk dan konstruksi alat sesuai dengan kegiatan dan memenuhi syarat
yang telah ditentukan.
- Ruangan dapur cukup luas, denah sesuai dengan arus kerja dan dapur dibuat
dari bahan-bahan atau konstruksi yang memenuhi syarat.
b. Perlengkapan alat kecil yang cukup disertai tempat penyimpanan yang praktis.
c. Penerapan dan ventilasi yang cukup memenuhi syarat
d. Tersedianya ruang istirahat untuk pegawai.
e. Adanya pengawasan kerja yang dilakukan oleh penanggung jawab dan terciptanya
kebiasaan kerja yang baik oleh pegawai.
f. Pekerjaan yang ditugaskan hendaknya sesuai dengan kemampuan kerja dari pegawai.
g. Volume kerja yang dibebankan hendaknya sesuai dengan jam kerja yang telah
ditetapkan, dan pegawai diberi waktu untuk istirahat setelah 3 jam bekerja, karena
kecelakaan kerja sering terjadi setelah pegawai bekerja > 3 jam.
h. Maintenance (Perawatan) alat dilakukan secara terus menerus agar peralatan tetap
dalam kondisi yang layak pakai.
i. Adanya pendidikan mengenai keselamatan kerja bagi pegawai.
j. Adanya fasilitas/ peralatan pelindung dan peralatan pertolongan pertama yang cukup.
k. Petunjuk penggunaan alat keselamatan kerja
3. prinsip Keselamatan Kerja Pegawai Dalam Proses Penyelenggaraan
a. Pengendalian teknis mencakup :
- Letak, bentuk dan konstruksi alat sesuai dengan kegiatan dan memenuhi syarat
yang telah ditentukan.
- Ruangan dapur cukup luas, denah sesuai dengan arus kerja dan dapur dibuat dari
bahan-bahan atau konstruksi yang memenuhi syarat.
b. Perlengkapan alat kecil yang cukup disertai tempat penyimpanan yang praktis.
c. Penerapan dan ventilasi yang cukup memenuhi syarat.
d. Tersedianya ruang istirahat untuk pegawai.
e. Adanya pengawasan kerja yang dilakukan oleh penanggung jawab dan terciptanya
kebiasaan kerja yang baik oleh pegawai.
f. Pekerjaan yang ditugaskan hendaknya sesuai dengan kemampuan kerja dari pegawai
g. Volume kerja yang dibebankan hendaknya sesuai dengan jam kerja yang telah
ditetapkan, dan pegawai diberi waktu untuk istirahat setelah 3 jam bekerja, karena
kecelakaan kerja sering terjadi setelah pegawai bekerja > 3 jam.
h. Maintenance (Perawatan) alat dilakukan secara terus menerus agar peralatan tetap
dalam kondisi yang layak pakai.
i. Adanya pendidikan mengenai keselamatan kerja bagi pegawai.
j. Adanya fasilitas/ peralatan pelindung dan peralatan pertolongan pertama yang cukup.
k. Petunjuk penggunaan alat keselamatan kerja
4. Prosedur Keselamatan Kerja.
a. Ruang Penerimaan dan Penyimpanan Bahan Makanan. Keamanan kerja di ruang ini
terlaksana bila:
1) Menggunakan alat pembuka peti/ bungkus bahan makanan menurut cara yang
tepat dan jangan melakukan dan meletakkan posisi tangan pada tempat ke arah
bagian alat yang tajam (berbahaya).
2) Barang yang berat selalu ditempatkan dibagian bawah dan angkatlah dengan alat
pengangkut yang tersedia untuk barang tersebut
3) Pergunakan tutup kotak/ tutup panci yang sesuai dan hindari tumpahan bahan.
4) Tidak diperkenankan merokok diruang penerimaan dan penyimpanan bahan
makanan.
5) Lampu harus dimatikan bila tidak dipergunakan/ diperlukan.Tidak
mengangkat barang berat, bila tidak sesuaidengan kemampuan anda.
6) Tidak mengangkat barang dalam jumlah yang besar, yang dapat
membahayakan badan dan kualitas barang.
7) Membersihkan bahan yang tumpah atau keadaan licin di ruang penerimaan dan
penyimpanan.
b. Di Ruang Persiapan dan Pengolahan Makanan
Keamanan dan keselamatan kerja di ruang ini akan tercapai bila:
1) Menggunakan peralatan yang sesuai dengan cara yang baik, misalnya gunakan
pisau, golok, parutan kelapa dengan baik, dan jangan bercakap cakap selama
menggunakan alat tersebut.
2) Tidak menggaruk, batuk, selama mengerjakan / mengolah bahan makanan.
3) Menggunakan berbagai alat yang tersedia sesuai denganpetunjuk pemakaiannya.
4) Bersihkan mesin menurut petunjuk dan matikan mesin sebelumnya.
5) Menggunakan serbet sesuai dengan macam dan peralatan yang akan
dibersihkan.
6) Berhati-hatilah bila membuka dan menutup, menyalakan atau mematikan mesin,
lampu, gas/ listrik dan lain-lainnya.
7) Meneliti dulu semua peralatan sebelum digunakan.
8) Pada saat selesai menggunakannya, teliti kembali apakah semua alat sudah
dimatikan mesinnya.
9) Mengisi panci-panci menurut ukuran semestinya, dan jangan melebihi porsi yang
ditetapkan.
10) Tidak memasukkan muatan ke dalam kereta makan yang melebihi
kapasitasnya.
11) Meletakkan alat menurut tempatnya dan diatur dengan rapi.
12) Bila ada alat pemanas perhatikan cara penggunaan dan pengisiannya 13)Bila
membawa air panas, tutuplah dengan rapat dan jangan mengisi terlalu
penuh
14) Perhatikanlah, bila membawa makanan pada baki, jangan sampai tertumpah
atau makanan tersebut tercampur.
15) Perhatikan posisi tangan sewaktu membuka dan mengeluarkan isi kaleng.
c. Di Ruang Distribusi Makanan di Unit Pelayanan Gizi
1) Tidak mengisi panci/ piring terlalu penuh.
2) Tidak mengisi kereta makan melebihi kapasitas kereta makan.
3) Meletakkan alat dengan teratur dan rapi.
4) Bila ada alat pemanas, perhatikan waktu menggunakannya.
5) Bila membawa air panas, tutuplah dengan rapat atau tidak mengisi tempat
tersebut sampai penuh.
d. Di Dapur Ruang Rawat Inap
Keamanan dan keselamatan kerja di dapur ruangan dapat tercapai apabila :
1) Menggunakan peralatan yang bersih dan kering.
2) Menggunakan dengan baik peralatan sesuai dengan fungsinya.
3) Menggunakan alat pelindung kerja selama di dapur ruangan seperti celemek, topi
dan lain-lainnya.
4) Tidak menggaruk, batuk selama menjamah makanan
5) Menggunakan serbet sesuai dengan macam dan peralatan yang dibersihkan
6) Berhati-hati dan teliti bila membuka dan menutup atau menyalakan dan
mematikan kompor, lampu, gas, listrik (misalnya alat yang menggunakan listrik
seperti blender, toaster dan lain-lain).
7) Meneliti dulu semua peralatan sebelum digunakan.
8) Menata makanan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan.
9) Mengikuti petunjuk/ prosedur kerja yang ditetapkan. Sebelum mulai bekerja dan
bila akan meninggalkan ruangan harus cuci tangan dengan menggunakan sabun
atau desinfektan.
10) Membersihkan/ mencuci peralatan makan/ dapur/ kereta makan sesuai dengan
prosedur.
11) Membuang/ membersihkan sisa makanan / sampah segera setalah alat makan/ alat
dapur selesai digunakan
12) Tidak meninggalkan dapur ruangan sebelum yakin bahwa kompor, lampu, gas,
listrik sudah dimatikan, dan kemudian pintu dapur harus ditinggalkan dalam
keadaan tertutup/ terkunci.
e. Alat Pelindung Kerja
1) Baju kerja, celemek dan topi terbuat dari bahan yang tidak panas, tidak licin dan
enak dipakai, sehingga tidak mengganggu gerak pegawai sewaktu kerja.
2) Menggunakan sandal yang tidak licin bila berada dilingkungan dapur (jangan
menggunakan sepatu yang berhak tinggi).
3) Menggunakan cempal/ serbet pada tempatnya.
4) Tersedia alat sanitasi yang sesuai, misalnya air dalam keadaan bersih dan
jumlah yang cukup, sabun, alat pengering dan sebagainya.
5) Tersedia alat pemadam kebakaran yang berfungsi baik ditempat yang mudah
dijangkau.
6) Tersedia alat/ obat P3K yang sederhana.

BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU
Pelayanan gizi di rumah sakit dikatakan bermut an bermutu jika memenuhi 3 komponen mutu,
yaitu :
1. Pengawasan Pengawasan dan pengendalian pengendalian mutu untuk menjamin
menjamin bahwa produk yang dihasilkan aman,
2. Menjamin Kepuasan konsumen dan
3. Assessment yang berkualitas.
Dalam Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit (Kemkes RI, 2008), ditetapkan bahwa indik an
bahwa indikator Stan ator Standar Pelay dar Pelayanan Gizi melip Gizi meliputi
:
1. Ketepatan wakt atan waktu pemberian pemberian makanan makanan kepada pasien (100 %),
2. Sisa makanan makanan yang tidak dihabiskan dihabiskan oleh pasien ( ≤ 20 %) ≤ 20 %)
dan 3). Tidak ada kesalahan pemberi dan
3. Tidak ada kesalahan pemberian diet (100 %). an diet (100 %).
Beberapa rumah sakit sudah mulai mengembangkan kepuasan konsumen dengan indikator mutu.
Mengingat ruang lingkup pelayanan gizi di rumah sakit yang kompleks meliputi pelayanan rawat
jalan, pelayanan rawat inap, penyelenggaraan makanan, dan penelitian dan pengembangan maka
setiap rumah sakit perlu mengembangkan indikator mutu pelayanan gizi agar tercapai pelayanan
gizi yang optimal. Pengendalian merupakan bentuk atau bahan untuk melakukan perbaikan yang
terjadi sesuai dengan tujuan arah pengawasan dan pengendalian bertujuan agar semua kegiatan-
kegiatan dapat tercapai secara berdayaguna dan berhasilguna, dilaksanakan sesuai dengan
rencana, pembagian tugas, rumusan kerja, pedoman pelaksanaan dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Pengendalian merupakan unsur penting yang harus dilakukaan dalam
proses manajemen. Fungsi manajemen:
a. Mengara Mengarahkan kegiatan kegiatan yang telah ditetapk ditetapkan dalam
mencapa mencapai tujuan
b. Identifikasi penyimpangan
c. Dapat dicapai hasil yang efisien dan efektif
1. Evaluasi/ Penilaian
Evaluasi merupakan salah satu implementasi fungsi manajemen. Evaluasi ini bertujuan untuk
menilai pelaksanaan kegiatan sesuai dengan rencana dan kebijaksanaan yang disusun
sehingga dapat mencapai sasaran yang dikehendaki. Melalui penilaian, pengelola dapat
memperbaiki rencana bila perlu ataupun membuat rencana program yang baru. Pada kegiatan
evaluasi, tekanan penilaian dilakukan terhadap masukan, proses, luaran, dampak untuk
menilai relevansi kecukupan, kesesuaian dan kegunaan. Dalam hal ini diutamakan luaran
atau hasil yang dicapai. Pengendalian mutu merupakan suatu kegiatan dalam mengawasi dan
mengendalikan mutu untuk menjamin hasil yang diharapkan sesuaidengan standar. Strategi
Pengendealian berupa pemantauan dan pengendalian melalui proses- proses atau teknik-
teknik statistik untuk memelihara mutu produk yang telah ditetapkan sebelumnya. Metode-
metode yang sering digunakan dalam pengawasan dan pengendalian mutu adalah, menilai
mutu akhir, evaluasi terhadap output, kontrol
mutu, monitoring terhadap kegiatan sehari-hari Pada dasarnya terdapat 4 langkah dilakukan
dalam pengawasan dan pengendalian mutu pelayanan yaitu:
a. Penyusunan standar, baik standar biaya, standar performance mutu, standar kualitas
keamanan produk, dsb
b. Penilaian kesesuaian, yaitu membandingkan dari produk yang dihasilkan atau
pelayanan yang ditawarkan terhadap standar tersebut
c. Melakukan koreksi bila diperlukan, yaitu dengan mengoreksi penyebab dan faktor-
faktor yang mempengaruhi kepuasan
d. Perencanaan peningkatan mutu, yaitu membangun upaya-upaya yang
berkelanjutan untuk memperbaiki standar yang ada.
2. Indikator Mutu Pelayanan Gizi
Pelayanan gizi di rumah dapat dikatakan berkualitas, bila hasil pelayanan mendekati hasil
yang diharapkan dan dilakukan sesuai dengan standard dan prosedur yang berlaku. Indikator
mutu pelayanan gizi mencerminkan mutu kinerja instalasi gizidalam ruang lingkup
kegiatannya (pelayanan asuhan gizi, pelayanan makanan, dsb), sehingga manajemen dapat
menilai apakah organisasi berjalan sesuai jalurnya atau tidak, dan sebagai alat untuk
mendukung pengambilan keputusan dalam rangka perencanaan kegiatan untuk masa yang
akan datang. Beberapa indikator yang dapat digunakan untuk menilai atau mengukur mutu
pelayanan gizi adalah :
a. Indikator berdasarkan kegawatan
1) Kejadian sentinel (sentinel event), indikator untuk mengukur suatu kejadian tidak
diharapkan yang dapat mengakibatkan kematian atau cedera yang serius.
Misalnya : kejadian ker : kejadian keracunan makanan, adanya benda asing dalam
makanan, pasien menerima menerima diet yang salah, dan sebagainya.
2) Rated Based , indikator untuk mengukurproses pelayanan pasien atau keluaran
(outcome) dengan standar yang diharapkan dapat berkisar 0-100
%. Misalnya : % pasien yang ya : % pasien yang diare atau kurang gizi karena zi
karena mendapa mendapat dukungan enteral, % diet yang dipesan sesuai dengan
preskripsi dan sebagainya.
b. Indikator berdasarkan pelayanan yang diberikan
1) Indikator proses, merupakan indikator yang mengukur elemen pelayanan yang
disediakan oleh institusi yang bersangkutan. pelayanan yang disediakan oleh
institusi yang bersangkutan. Misalnya : % pasien bere % pasien beresiko giz siko
gizi yang mendap i yang mendapat asesme at asesmen gizi, % makanan yang
tidak dimakan, % pasien yang di asesmen gizi dan ditindak ditindaklanjuti lanjuti
dengan asuhan gizi oleh dietisie dietisien dalam waktu 48 jam setela jam setelah
masuk h masuk rumah sa rumah sakit, dsb.
2) Indikator struktur , merupakan indikator yang menilai ketersediaan dan
penggunaan fasilitas, peralatan, kualifikasi profesional, struktur organisai, dan
sebagainya yang berkaitan dengan pelayanan yang diberikan. Misalnya:
Misalnya: % penilaia penilaian dan evaluas evaluasi status gizi oleh Ahli gizi, %.
Higiene sanitasi dan keselamatan kerja yang sesuai standar, dan sebagainya.
3) Indikator outcome , merupakan indikator untuk menilai keberhasilan intervensi
gizi yang diberi nsi gizi yang diberikan. Indi kan. Indikator ini palin ini paling
sulit dibuat it dibuat tetapi paling berguna dalam menjelaskan efektifitas
pelayanan gizi. Agar benar-benar berguna, maka indikator ini haruslah
berhubungan langsung dengan kegiatan pelayanan gizi. Misalnya
% pasien obesitas yang itas yang turun berat badannya 2 kg/ bulan setelah
konseling gizi
BAB IX
PENUTUP
Pedoman ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi tim penurunan prevalensi stunting dan
wasting dalam memberikan pelayanan di RSIA Metro Hospital Kebon Jeruk baik untuk
perencanaan program kerja, kebijakan, standar pelayanan guna untuk meningkatkan mutu
pelayanan yang berorientasi kepada keselamatan pasien. Oleh karena itu agar pedoman ini dapat
diimplementasikan dengan baik, dengan baik, perlu koordinasi dan perlu koordinasi dan
keterlibatan keterlibatan semua pihak, serta semua pihak, serta dukungan dari dukungan dari
tenaga medis dan paramedis lainnya.

Anda mungkin juga menyukai