Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

Hemofilia merupakan penyakit atau gangguan perdarahan yang


bersifat herediter akibat kekurangan faktor pembekuan. Bila terjadi
pendarahan pada seseorang yang normal dan sehat, misalnya terluka, maka
dalam waktu yang tidak terlalu lama perdarahan tersebut akan berhenti sendiri,
baik itu dengan bantuan penekanan pada tempat luka ataupun tidak.
Mekanisme tubuh untuk menghentikan perdarahan itu dinamakan mekanisme
pembekuan darah. Dalam mekanisme itu terlibat sebagai faktor yang
berinteraksi satu sama lain membentuk sumbat pembekuan. Faktor-faktor
yang terlibat terutama pembuluh darah, keping darah atau trombosit, dan
faktor pembekuan. Bila salah satu faktor ini fungsinya kurang baik atau
jumlah dan kadarnya kurang, akan mengakibatkan perdarahan yang
berlangsung lama atau bahkan dapat terjadi perdarahan spontan.1,2,3
Hemofilia merupakan penyakit gangguan pembekuan darah bawaan
yang pertama dikenal dan sudah banyak diketahui sejak tahun 1911. Pada
waktu itu penyakit hemofilia sudah diketahui sebagai akibat gangguan
pembekuan darah bawaan laki-laki yang diturunkan seorang wanita sehat.4
Namun tidak semua hemofilia terjadi secara herediter, sebagian
penyakit hemofilia juga bisa disebabkan karena adanya kelainan setelah lahir.2
Hemofilia didapat (acquired) disebabkan karena adanya reaksi autoimun.
Tubuh memproduksi antibody yang menyerang faktor pembekuan di dalam
darah sehingga mencegahnya untuk bekerja, akibatnya timbul gejala
hemofilia.5
Hemofilia merupakan kasus yang jarang, biasanya terjadi pada sekitar
1 dari 10.000 kelahiran.6 Hemofilia lebih sering terjadi pada laki-laki, dan
diperkirakan sekitar 1 dari 5.000 laki-laki di dunia lahir dengan hemofilia
setiap tahun.5

1
Hemofilia seringkali disebut dengan"The Royal Diseases" atau
penyakit kerajaan. Ini di sebabkan Ratu Inggris, Ratu Victoria (1837 - 1901)
adalah seorang pembawa sifat/carrier hemofilia. Anaknya yang ke delapan,
Leopold adalah seorang hemofilia dan sering mengalami perdarahan. Keadaan
ini di beritakan pada British Medical Journal pada tahun 1868. Leopold
meninggal dunia akibat perdarahan otak pada saat ia berumur 31 tahun. Salah
seorang anak perempuannya, Alice, ternyata adalah carrier hemofilia dan
anak laki-laki dari Alice, Viscount Trematon, juga meninggal akibat
perdarahan otak pada tahun 1928.7
Dikenal tiga macam hemofilia. Hemofilia A karena kekurangan faktor
VIII dan hemofilia B akibat kekurangan faktor IX dan hemofilia C akibat
kekurangan faktor XI. Faktor-faktor pembekuan berjumlah 13 dan diberi
nomor dengan angka Romawi (I-XIII). Hemofilia, terutama A, tersebar di
seluruh dunia dan umumnya tidak mengenai ras tertentu. Angka kejadiannya
diperkirakan 1 di antara 5000 - 10.000 kelahiran bayi laki-laki. Sedangkan
hemofilia B, sekitar 1 diantara 25.000-30.000 kelahiran bayi laki-laki.
Sebagian besar (sekitar 80%) hemofilia A. Apabila penyakit ini tidak
ditanggulangi dengan baik maka akan menyebabkan kelumpuhan, kerusakan
pada persendian hingga cacat dan kematian dini akibat perdarahan yang
berlebihan. Sebagai dokter umum, diharapkan mampu membuat diagnosis
klinik terhadap penyakit hemofilia dan menentukan rujukan yang paling tepat
bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu
menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.3,8

2
BAB II
STATUS PASIEN

I. IDENTIFIKASI PASIEN
a. Nama : Ny. FBH
b. Umur : 55 tahun
c. Tanggal Lahir : 21 Juni 1963
d. Jenis Kelamin : Perempuan
e. Agama : Islam
f. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
g. Alamat : Komp. GPA Blok B3/18 Kec. Talang Kelapa, Kab.
Banyuasin
h. No. Med Rec/ Reg : 1057788 / RI18026249
i. Tanggal masuk RS : 17 September 2018

II. ANAMNESIS
(Dilakukan autoanamnesis dengan pasien dan alloanamnesis dengan saudara
pasien pada 27 September 2018)

Keluhan Utama
Timbul lebam-lebam di lengan dan kaki yang semakin membesar sejak ± 2
hari SMRS

Riwayat Perjalanan Penyakit


Sejak +6 bulan SMRS, pasien mengeluhkan timbul lebam-lebam kecil
berwarna kebiruan disertai dengan rasa nyeri, hilang timbul, dan lokasi
berpindah-pindah. Pasien juga sering mengeluh badan lemas. Sendi terasa
kaku tidak ada. Pasien masih dapat melakukan aktivitas sehari-hari seperti
biasa. Gusi berdarah tidak ada, mimisan tidak ada, BAB dan BAK seperti
biasa, mual muntah tidak ada, sesak tidak ada.

3
Sejak + 4 hari SMRS, timbul lebam-lebam berulang di lengan bawah
dan siku kanan-kiri, di paha kanan bagian belakang, dan di kaki kiri. Lebam
dirasakan nyeri. Pasien mengeluh kaku pada sendi sehingga sulit untuk
menggerakkan badannya. Sesak nafas tidak ada, mual ada, muntah tidak ada,
BAK dan BAB tidak ada keluhan. Pasien juga sering mengeluhkan gusi
berdarah secara tiba-tiba dan badan terasa lemas.
Sejak + 2 hari SMRS, pasien mengeluh lebam-lebam di lengan bawah
dan siku kanan-kiri, di paha kanan bagian belakang, dan di kaki kiri semakin
membesar. Pasien tidak dapat menggerakkan tangan dan kakinya karena sakit
akibat lebam-lebam yang timbul. Kemudian pasien datang berobat ke RMSH.

Riwayat Penyakit Dahulu


1. Riwayat kencing manis disangkal
2. Riwayat darah tinggi disangkal
3. Riwayat hemofilia 6 bulan SMRS

Riwayat Pengobatan
Pasien belum pernah berobat

Riwayat Operasi
Tidak ada

Riwayat Penyakit dalam Keluarga


Riwayat hipertensi pada ibu dan ayah disangkal.
Riwayat diabetes melitus disangkal.
Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama disangkal.
Riwayat hemofilia pada keluarga disangkal.

4
Riwayat Pekerjaan, Kebiasaan, Sosial Ekonomi dan Lingkungan
Pasien adalah ibu rumah tangga. Pasien sudah menikah, ia mempunyai 2
orang anak. Pasien hidup bersama suami dan anak-anaknya. Kedua anaknya
belum menikah. Pasien makan 3 kali sehari dengan nafsu makan yang baik
dan teratur. Kesan ekonomi menengah ke bawah.

III. PEMERIKSAAN FISIK


(Dilakukan pada September 2018)
a. Keadaan Umum
1. Keadaan umum : Tampak sakit sedang
2. Kesadaran : Kompos mentis
3. Tekanan darah : 110/70 mmHg
4. Nadi : 84 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
5. Pernapasan : 20 x/menit, regular, thorakoabdominal
6. Suhu tubuh : 36,5oC
7. Berat badan : 47 kg
8. Tinggi badan : 152 cm
9. IMT : 20,3 kg/m2
10. Status gizi : Normoweight
11. VAS Score :6

b. Keadaan Spesifik
1. Kepala
Normosefali, simetris, warna rambut hitam, tidak mudah dicabut,
alopesia (-).
2. Mata
konjungtiva palpebra pucat (+/+), sklera ikterik (-/-), pupil bulat
isokor, RC (+), visus baik.

5
3. Hidung
Tampak luar tidak ada kelainan, septum deviasi (-), kavum nasi
lapang, sekret (-), epistaksis (-)
4. Mulut
Bibir kering (-), sianosis (-), sariawan (-), gusi berdarah (+), lidah
berselaput (-), atrofi papil (-), Tonsil T1-T1, faring hiperemis (-)
5. Telinga
Tampak luar tidak ada kelainan, keluar cairan telinga (-), sekret (-),
nyeri tekan mastoid (-)
6. Leher
JVP (5-2) cmH2O, pembesaran KGB (-), nodul tiroid (-)
7. Thoraks
Inspeksi : Simetris, venektasi (-), retraksi (-), scar (-)
Paru
 Inspeksi : Statis dan dinamis, simetris kanan = kiri
 Palpasi : Stem fremitus kanan=kiri, nyeri tekan (-)
 Perkusi : Sonor di kedua lapang paru, nyeri ketok (-)
 Auskultasi : vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Jantung
 Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
 Palpasi : Iktus cordis tidak teraba, thrill tidak teraba
 Perkusi : Batas jantung atas ICS II linea midclavicularis
sinistra, batas jantung kiri linea midclavicularis ICS
V sinistra, batas jantung kanan linea sternalis
dekstra ICS IV
 Auskutusi : HR: 84x/ menit, bunyi jantung I-II normal, reguler,
murmur (-), gallop (-)

6
8. Abdomen
Inspeksi : Datar, venektasi (-), caput medusae (-), striae (-),
umbilicus tidak menonjol
Palpasi : Lemas, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak
teraba, nyeri tekan suprapubik (-), ballotement
(-)
Perkusi : Timpani, shifting dullness (-), nyeri ketok CVA
(-)
Auskutusi : Bising usus (+) normal
9. Genitalia : Tidak diperiksa
10. Ekstremitas Atas : palmar pucat (+), ptechie (-) vaskulitis (-),
edema(-), sianosis (-),clubbing finger (-), hematom di lengan bawah (+)
dan hemarthrosis siku kanan-kiri (+)

11. Ekstremitas Bawah : plantar pucat (+), ptechie (-) vaskulitis (-),
edema(-), sianosis (-), hematom di paha kanan bagian belakang, dan di
kaki kiri(+)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


a. Laboratorium (18 September 2018)
Pemeriksaan Hasil Unit Nilai rujukan Interpretasi
HEMATOLOGI
Hemoglobin 11,2 g/dL 11,40-15,00 Menurun
Leukosit 7,1 103/µL 4,73-10,89 Normal
Eritrosit 4,39 106/µL 4,00-5,70 Normal
Hematokrit 37 % 35-45 Normal
Trombosit 466 103/µL 189-436 Meningkat
Hitung jenis
Basofil 0 % 0-1 Normal
Eosinofil 2 % 1-6 Normal

7
Neutrofil 72 % 50-70 Meningkat
Limfosit 120 % 20-40 Meningkat
Monosit 6 % 2-8 Normal
FAAL HEMOSTASIS
APTT (Kontrol) 31,7 detik
(Pasien) 78,9 detik 27-42 Memanjang

b. Laboratorium (20 September 2018)


Pemeriksaan Hasil Unit Nilai rujukan Interpretasi
FAAL HEMOSTASIS
Faktor VIII <1,0 % 50-150 Menurun
Faktor IX 73,0 % 50-150 Normal

c. Laboratorium (22 September 2018)


Pemeriksaan Hasil Unit Nilai rujukan Interpretasi
FAAL HEMOSTASIS
APTT (Kontrol) 31,3 detik
(Pasien) 80,7 detik 27-42 Memanjang

d. Laboratorium (26 September 2018)


Pemeriksaan Hasil Unit Nilai rujukan Interpretasi
FAAL HEMOSTASIS
PT + INR 13,50 detik
(Kontrol)
(Pasien) 12 detik 12-16 Normal
INR 0,86
APTT (Kontrol) 31,9 detik
(Pasien) 72,2 detik 27-42 Memanjang

8
V. Resume
Nama/Umur/Jenis Kelamin :Ny. FBH/55 tahun/perempuan
Anamnesis:
Sejak +6 bulan SMRS, pasien mengeluhkan timbul lebam-lebam kecil
berwarna kebiruan disertai dengan rasa nyeri, hilang timbul, dan lokasi
berpindah-pindah. Pasien juga sering mengeluh badan lemas. Sendi terasa
kaku tidak ada. Pasien masih dapat melakukan aktivitas sehari-hari seperti
biasa.
Sejak + 4 hari SMRS, timbul lebam-lebam berulang di lengan bawah
dan siku kanan-kiri, di paha kanan bagian belakang, dan di kaki kiri. Lebam
dirasakan nyeri. Pasien mengeluh kaku pada sendi sehingga sulit untuk
menggerakkan badannya. Mual ada. Pasien juga sering mengeluhkan gusi
berdarah secara tiba-tiba dan badan terasa lemas.
Sejak + 2 hari SMRS, pasien mengeluh lebam-lebam di lengan bawah
dan siku kanan-kiri, di paha kanan bagian belakang, dan di kaki kiri semakin
membesar. Pasien tidak dapat menggerakkan tangan dan kakinya karena sakit
akibat lebam-lebam yang timbul. Kemudian pasien datang berobat ke RMSH.

Pemeriksaan Fisik:
1. Keadaan umum : Tampak sakit sedang
2. Kesadaran : Kompos mentis
3. Tekanan darah : 110/70 mmHg
4. Nadi : 84 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
5. Pernapasan : 20 x/menit, regular, thorakoabdominal
6. Suhu tubuh : 36,5oC
7. Berat badan : 47 kg
8. Tinggi badan : 152 cm
9. IMT : 20,3 kg/m2
10. Status gizi : Normoweight
11. VAS Score :6

9
Pemeriksaan Spesifik
Kepala : konjungtiva palpebra pucat (+/+)

Leher : tidak ada kelainan


Thoraks Paru: tidak ada kelainan
Jantung: tidak ada kelainan
Abdomen :Tidak ada kelainan
Ekstremitas
ekstremitas atas : Palmar pucat (+), hematom di lengan bawah (+),
hemarthrosis siku kanan-kiri(+)
ekstremitas bawah : Plantar pucat (+),terdapat hematom di
paha kanan bagian belakang dan di kaki kiri (+)

Pemeriksaan Laboratorium :
Hemoglobin (11,2 g/dL),
RBC (4,39x106/mm3),
Trombosit (466.000/mm3),
Leukosit (7.100/mm3)
Hematokrit (37%),
Diff.count (0/2/72/20/6)

APTT
Kontrol (31,7 detik)
Pasien (78,9 detik)

VI. Diagnosis
Hemofilia A

VII. Diagnosis Banding


Von Willebrand Disease

10
VIII. Pemeriksaan Anjuran
Faal hemostasis (APTT, Faktor VIII, Faktor IX, Faktor Von Willebrand)

IX. Tatalaksana
Non Farmakologis
 Mengedukasi pasien bahwa penyakit yang diderita adalah suatu
penyakit langka yang dapat berkomplikasi, sehingga prognosisnya
tidak begitu baik.
 Mengedukasi pasien untuk menjaga berat tubuh tidak berlebihan serta
mengkonsumsi makanan dan minuman yang sehat karena berat badan
berlebihan dapat mengakibatkan perdarahan pada sendi-sendi bagian
kaki
 Mengedukasi pasien untuk melakukan olahraga teratur. Olahraga akan
membentuk kondisi otot yang kuat, sehingga bila berbentuk otot tidak
mudah terluka, perdarahan dapat dihindari. Olahraga yang dipilih
jangan yang berisiko kontak fisik, dianjurkan renang dan bersepeda.
Farmakologis
 IVFD Asering gtt xx/ menit
 Metilprednisolon 2x4 mg PO
 Asam folat 3x1mg PO
 Neurodex 1x1 tab PO
 Asam traneksamat 3x500mg PO

X. Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad malam
Quo ad sanationam : dubia ad malam

11
XI. Follow Up
20 September 2018
S : badan lemas
O : Sens : CM
TD : 120/70 mmHg
N : 84x / menit
RR : 20x/ menit
T : 36,9o C
A : hemofilia A
P : IVFD Asering gtt xx/ menit
Metilprednisolon 4 mg / 12 jam PO
Asam folat 1 mg / 8 jam PO
Neurodex 1 tab/ 24 jam PO
Inj. Koate 1500 IU/ hari selama 2 hari
21 September 2018
S : nyeri sendi hilang timbul, badan lemas
O : Sens : CM
TD : 120/80 mmHg
N : 86x / menit
RR : 21x/ menit
T : 36,9o C
A : hemofilia A
P : Terapi diteruskan
Inj. Koate 1500 IU/ hari selama 2 hari
22 September 2018
S : kaku pada sendi-sendi hilang, jari-jari kram
O : Sens : CM
TD : 110/60 mmHg
N : 98x / menit
RR : 22x/ menit

12
T : 36,9o C
A : hemofilia A
P : Terapi diteruskan
Inj. Koate 1000 IU/ hari
24 September 2018
S : kram pada sendi-sendi jari
O : Sens : CM
TD : 100/60 mmHg
N : 76x / menit
RR : 20x/ menit
T : 36,9o C
A : hemofilia A
P : Terapi diteruskan
Inj. Koate 1000 IU/ hari (hari ke3)
25 September 2018
S : nyeri pada sendi-sendi hilang, perdarahan gusi (-)
O : Sens : CM
TD : 100/70 mmHg
N : 84x / menit
RR : 20x/ menit
T : 36,9o C
A : hemofilia A
P : Terapi diteruskan
Inj. Koate 1000 IU/ hari (hari ke4)

13
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Hemofilia berasal dari bahasa Yunani Kuno, yang terdiri dari dua kata
yaitu haima yang berarti darah dan philia yang berarti cinta atau kasih sayang.
Hemofilia adalah suatu penyakit yang diturunkan, yang artinya diturunkan
dari ibu kepada anaknya pada saat anak tersebut dilahirkan. Hemofilia
merupakan penyakit pembekuan darah kongenital yang disebabkan karena
kekurangan faktor pembekuan darah, yaitu faktor VIII dan faktor IX. Faktor
tersebut merupakan protein plasma yang merupakan komponen yang sangat
dibutuhkan oleh pembekuan darah khususnya dalam pembentukan bekuan
fibrin pada daerah trauma.5
Hemofilia merupakan gangguan koagulasi kongenital paling sering
dan serius. Kelainan ini terkait dengan defisiensi faktor VIII, IX atau XI yang
ditentukan secara genetik.8
Hemofilia adalah penyakit kongenital herediter yang disebabkan
karena gangguan sintesis faktor pembekuan darah. Ada 3 jenis hemofilia:9
1. Hemofilia A : defek faktor VIII (AHF)
2. Hemofilia B : defek faktor IX (prevalensi hemofilia A : B = 5: 1)
3. Hemofilia C : defek faktor XI (jarang)

B. Etiologi
1. Genetik
Penyebab penyakit hemophilia A adalah gangguan/mutasi pada gen F8,
sementara mutasi gen F9 menyebabkan hemophilia B. Gen F8 menyediakan
informasi pengkode protein yang merupakan protein penmbentuk faktor
koagulasi VIII, sementara faktor koagulasi IX, diproduksi oleh gen F9. Faktor

14
koagulasi adalah sekumpulan protein yang bekerja bersama dalam proses
pembekuan darah. Ketika terjadi cidera yang menstimulasi pendarahan,
bekuan darah melindungi tubuh dari kerusakan dengan menutup pembuluh
darah yang rusak dan mencegah pengeluaran darah yang berlebihan.5,6
Mutasi pada gen F8 dan F9 menyebabkan produksi abnormal danri faktor
koagulasi VIII dan IX, atau bahkan dapat mengurangi jumlah protein-protein
ini. Protein yang kurang atau malformasi tidak akan bisa berpartisipasi efektif
dalam proses koagulasi darah, sehingga bekuan darah tidak akan terbentuk
secara tepat yang akhirnya mengakibatkan terjadinya pendarahan yang
berkelanjutan dan akan sulit untuk dikontrol. Mutasi yang menyebabkan
hemophilia parah hampir dapat mengurangi secara komplit aktivitas koagulasi
dari faktor VIII dan faktor IX. Sementara mutasi yang menyebabkan
hemophilia ringan sampai sedang akan menurunkan produksi faktor VIII dan
IX saja, tanpa mengurangi aktivitas protein koagulasinya.5,6

2. Didapat (Acquired)
Bentuk lain dari penyakit hemophilia, yang merupakan hemophilia di
dapat (bukan keturunan), bukan disebabkan karena mutasi gen. kondisi seperti
ini mempunyai karakteristik pendarahan ke kulit, otot, atau jaringan lunak
lainnya, biasanya mulai pada masa remaja. Hemophilia didapat (acquired
hemophilia) terjadi ketika tubuh membuat protein spesifik yang disebaut
autoantibody yang daapt menyerang dan mengurangi fungsi koagulasi faktotr
VIII. Produksi autoantibodi ini kadang-kadang berkaitan dengan kehamilan,
kelainan sistem imun, kanker, atau reaksi alergi terhadap obat-obatan tertentu.
Pada sekitar setengah kasus ini, penyebab acquired hemophilia sampai
sekarang masih belum diketahui.5,6

3. Pewarisan Sifat
Hemofilia merupakan kelainan bawaan sejak lahir yang diturunkan
oleh kromosom X. Wanita berperan sebagai pembawa sifat hemofilia (carrier)
yang diturunkan kepada anak lelakinya. Hemofilia tidak mengenal ras,
perbedaan warna kulit atau suku bangsa. Tetapi kebanyakan kasus hemofilia

15
terjadi pada pria. Hemofilia diturunkan oleh ibu sebagai pembawa sifat yang
mempunyai 1 kromosom X normal dan 1 kromosom X hemofilia. Penderita
hemofilia, mempunyai kromosom Y dan 1 kromosom X hemofilia. Seorang
wanita diduga membawa sifat jika:
1. ayahnya pengidap hemofilia
2. mempunyai saudara laki-laki dan 1 anak laki-laki hemofilia, dan
3. mempunyai lebih dari 1 anak laki-laki hemofilia
Saat wanita membawa gen hemofilia, mereka tidak terkena penyakit itu. Jika
ayah menderita hemofilia tetapi sang ibu tidak punya gen itu, maka anak laki-
laki mereka tidak akan menderita hemofilia, tetapi anak perempuan akan
memiliki gen itu. Wanita akan benar-benar mengalami hemofilia jika ayahnya
adalah seorang hemofilia dan ibunya adalah pembawa sifat (carrier). Hal ini
sangat jarang terjadi.3
Meskipun hemofilia merupakan penyakit genetik, hemofilia dapat
timbul secara spontan ketika kromosom yang normal mengalami
abnormalitas (mutasi) yang berpengaruh pada gen untuk faktor pembekuan
VIII atau IX. Anak yang mewarisi mutasi tersebut dapat lahir dengan
hemofilia atau dapat juga hanya sebagai carrier.3

Gambar 1. Susunan genetik wanita carrier hemofilia dengan suami normal3

16
Gambar 2. Susunan genetik wanita normal dengan suami penderita hemofilia3

Gambar 3. Susunan genetik wanita carrier dengan suami penderita hemofilia3

C. Klasifikasi
1. Hemofilia A

17
Hemofilia A yang dikenal juga dengan nama hemofilia klasik,
karena jenis hemofilia ini adalah yang paling banyak kekurangan faktor
pembekuan pada darah dan hemofilia kekurangan faktor VIII, terjadi
karena kekurangan faktor 8 (faktor VIII) protein pada darah yang
menyebabkan masalah pada proses pembekuan darah. Hemofilia A
merupakan bentuk yang paling sering dijumpai yaitu sekitar A 80-85%
dari jenis hemofilia.5,8,9,10
Hemofilia A merupakan contoh klasik dari penyakit gangguan
koagulasi yang diturunkan, berdasarkan genetika sifat penurunannya
adalah secara X - linked recessive. Gen F VIII berlokasi pada lengan
panjang kromosom X yaitu pada region Xq 2.6 kromosom X, terdiri dari
26 exons protein F VIII, meliputi: triplicated region A1A2A3, duplicated
homology region C1C2, dan heavy glycosylated B domain, dimana
kesemuanya menjadi aktif setelah adanya aktivasi trombin. Gen F VIII
berfungsi mengatur produksi dan sintesis F VIII. Bila kromosom X laki-
laki mengalami kelainan sitogenetik maka gen F VIII orang tersebut tidak
akan mampu memproduksi atau melakukan sintesis F VIII sehingga dia
akan mengalami manifestasi klinis hemofilia.7,10
Berat ringannya manifestasi klinis penderita hemofilia sangat
bergantung sekali dengan adanya kelainan sitogenetik dari X kromosom.
Kelainan sitogenetik kromosom X pada penderita hemofilia bisa berupa
adanya mutasi, delesi, inversi dari gen F VIII. Mutasi akan melibatkan
CpG dinukleotides gen F VIII. Kira-kira 5% pasien hemofilia A akan
mengalami delesi sejumlah >50 nukleotides pada gen F VIII.7,10
Pada saat ini diperkirakan hampir 80 – 95% dari penderita
hemofilia A telah dapat dideteksi adanya mutasi gen faktor VIII dan hanya
2% saja penderita hemofilia A yang tidak dapat dideteksi adanya mutasi
kode region dari gen F VIII. Hampir 40% penderita hemofilia A berat
terjadi oleh karena adanya inversi pada lengan panjang kromosom X,
introne 22 gen faktor VIII. Perlu menjadi perhatian kita bahwa hampir
30% penderita hemofilia tidak mengetahui adanya riwayat keluarga yang

18
menderita hemofilia atau adanya keluhan gangguan pembekuan darah, dan
munculnya manifestasi hemofilia pada orang ini mungkin disebabkan
terjadinya mutasi yang spontan pada kromosom X.7,10,11
2. Hemofilia B
Hemofilia B dikenal juga dengan nama Christmas disease karena
di temukan untuk pertama kalinya pada seorang bernama Steven
Christmas asal Kanada dan hemofilia kekurangan Faktor IX, terjadi karena
kekurangan faktor 9 (Faktor IX) pada darah yang menyebabkan masalah
pada proses pembekuan darah. Insidensi hemofilia B seperlima dari
hemofilia A (12-15%). Faktor IX dikode oleh gen yang terletak dekat gen
untuk faktor VIII dekat ujung lengan panjang kromosom X. Faktor IX
diproduksi oleh hati dan merupakan salah satu faktor koagulasi tergantung
vitamin K.8,10,11
3. Hemofilia C
Defisiensi faktor XI adalah tipe hemofilia paling kurang lazim dan
dijumpai pada 2-3% dari semua penderita hemofilia. Defisiensi faktor XI
diwariskan sebagai penyakit resesif autosomal tidak lengkap yang
mengenai pria maupun wanita. Penderita homozigot dengan defisiensi
faktor XI mempunyai PTT memanjang serta PT normal. Kadar faktor XI
adalah 1-10% (1-10 unit/dL), sedangkan penderita heterozigot mempunyai
kadar faktor XI 30-65 unit/dL. Waktu paruh faktor XI in vivo adalah 40-
80 jam.8

Klasifikasi hemophilia besdasarkan kadar atau aktivitas faktor


pembekuan
Berdasarkan kadar atau aktivitas faktor pembekuan (VIII dan IX), hemophilia
diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu: 2,12,13
1. Ringan
a. kadar faktor pembekuan (VII atau IX) 5-30% (0,05-0,3 IU/ml)
b. Jarang terdeteksi, kecuali pasien mengalami trauma cukup berat,
seperti ekstraksi gigi, sirkumsisi, luka iris, dan jatuh terbentur

19
c. Wanita dengan hemophilia ringan sering mengalami menorrahiga,
periode mentrsuasi yang berat, dan bisa terjadi perdaraha setelah
melahirkan anak.
d. Pendarahan lebih sering terjadi pada jaringan lunak (53%)
dibandingkan pada sendi (30%)

2. Sedang
a. kadar faktor pembekuan (VII atau IX) 1-5% (0,01-0,05 IU/ml)
b. pendarahan terjadi akibat trauma yang cukup kuat
c. kadang terjadi perdarahan tanpa sebab yang jelas (spontaneous
bleeding episodes)
3. Berat
a. Kadar faktor pembekuan <1% (<0,01 IU/ml)
b. Pendarahan terjadi akibat trauma ringan
c. Sering terjadi spontaneous bleeding episodes
d. sering terjadi pada sendi dan otot

D. Gejala Klinis
Tanda-tanda pertama ketika semua bayi mulai merangkak dan
berjalan, mereka dapat menabrak benda-benda keras, jatuh atau duduk.
Memar kecil umum pada anak-anak dengan hemofilia berat dan biasanya
tidak berbahaya atau menyakitkan - padding “baby fat” adalah perlindungan
alami. Memar dengan mudah mungkin tanda pertama mereka memiliki
masalah pendarahan. Seperti halnya siapa pun, benturan atau memar di kepala
perlu perhatian ekstra. Pada seorang anak dengan hemofilia berat, ini
mungkin menjadi serius dan harus diperiksa seorang spesialis hemofilia.
Terkadang batita atau anak-anak mungkin mengalami perdarahan pada sendi.
Pembengkakan yang menyakitkan ketika menggerakkan lengan atau kaki
dapat menjadi tanda bahwa pendarahan telah terjadi.
Gejala bisa berupa perdarahan abnormal dan biasanya terletak didalam,
seperti sendi otot atau jaringan lunak lain, dan kulit, ini biasanya ditemukan

20
pada bayi yang mulai merangkak, atau bisa terjadi perdarahan hidung, saluran
kemih, bahkan perdarahan otak. Penderita hemofilia parah/berat yang hanya
memiliki kadar faktor VIII atau faktor IX kurang dari 1% dari jumlah normal
di dalam darahnya, dapat mengalami beberapa kali perdarahan dalam sebulan.
Kadang-kadang perdarahan terjadi begitu saja tanpa sebab yang jelas.
Penderita hemofilia sedang lebih jarang mengalami perdarahan dibandingkan
hemofilia berat. Perdarahan kadang terjadi akibat aktivitas tubuh yang terlalu
berat, seperti olah raga yang berlebihan. Penderita hemofilia ringan lebih
jarang mengalami perdarahan. Mereka mengalami masalah perdarahan hanya
dalam situasi tertentu, seperti operasi, cabut gigi atau mangalami luka yang
serius.8
Gejala akut yang dialami penderita hemofilia adalah sulit
menghentikan perdarahan, kaku sendi, tubuh membengkak, muncul rasa panas
dan nyeri pasca perdarahan. Sedangkan pada gejala kronis, penderita
mengalami kerusakan jaringan persendian permanen akibat peradangan parah,
perubahan bentuk sendi dan pergeseran sendi, penyusutan otot sekitar sendi
hingga penurunan kemampuan motorik penderita dan gejala lainnya.
Hemofilia dapat membahayakan jiwa penderitanya jika perdarahan terjadi
pada bagian organ tubuh yang vital seperti perdarahan pada otak.8
Gejala-gejala dan tanda klinis untuk hemofilia biasanya sangat spesifik
dan umumnya penderita hemofilia mempunyai gejala-gejala klinis yang sama.
Hemofilia A dan hemofilia B secara klinis sangat sulit untuk dibedakan.
Gejala-gejala klinis pada penderita hemofilia biasanya mulai muncul sejak
masa balita pada saat anak mulai pandai merangkak, berdiri, dan berjalan di
mana pada saat itu karena seringnya mengalami trauma berupa tekanan maka
hal ini merupakan pencetus untuk terjadinya perdarahan jaringan lunak (soft
tissue) dari sendi lutut sehingga menimbulkan pembengkakan sendi dan
keadaan ini kadang-kadang sering disangkakan sebagai arteritis reumatik.
Pembengkakan sendi ini akan menimbulkan rasa sakit yang luar biasa.7,8,10
Selain persendian perdarahan oleh karena trauma atau spontan sering
juga terjadi pada lokasi yang lain di antaranya yaitu perdarahan pada daerah

21
ileopsoas, perdarahan hidung (epistaksis). Pada penderita hemofilia sedang
dan ringan gejala-gejala awal muncul biasanya pada waktu penderita
hemofilia mulai tumbuh kembang menjadi lebih besar, di mana pada saat itu si
anak sering mengalami sakit gigi dan perlu dilakukan ekstraksi gigi atau
kadang-kadang giginya terlepas secara spontan dan kemudian terjadi
perdarahan yang sukar untuk dihentikan. Tidak jarang biasanya pada penderita
hemofilia ringan baru diketahui seseorang menderita hemofilia saat penderita
menjalani sirkumsisi yang menyebabkan terjadi perdarahan yang terus
menerus dan kadang-kadang dapat menyebabkan terjadi hematom yang hebat
pada alat kelaminnya. 7,8,10

E. Patofisiologi
Darah pada seorang penderita hemofilia tidak dapat membeku dengan
sendirinya secara normal. Proses pembekuan darah pada seorang penderita
hemofilia tidak secepat dan sebanyak orang lain yang normal. Ia akan lebih
banyak membutuhkan waktu untuk proses pembekuan darahnya. Gangguan
itu dapat terjadi karena jumlah pembeku darah jenis tertentu kurang dari
jumlah normal, bahkan hampir tidak ada. Perbedaan proses pembekuan darah
yang terjadi antara orang normal dengan penderita hemofilia digambarkan
dibawah ini:3

22
Gambar 4. Gambaran proses pembekuan darah pada orang normal6

a. Ketika mengalami perdarahan berarti terjadi luka pada pembuluh darah


(yaitu saluran tempat darah mengalir keseluruh tubuh), lalu darah keluar
dari pembuluh.
b. Pembuluh darah mengerut/ mengecil.
c. Keping darah (trombosit) akan menutup luka pada pembuluh.
d. Faktor-faktor pembeku darah bekerja membuat anyaman (benang-benang
fibrin) yang akan menutup luka sehingga darah berhenti mengalir keluar
pembuluh.

Penderita hemofilia memiliki dua dari tiga faktor yang dibutuhkan


untuk proses pembekuan darah yaitu pengaruh vaskuler, faktor koagulasi dan
trombosit (platelet). Defisiensi faktor VIII dan IX dapat menyebabkan
perdarahan yang lama karena stabilisasi fibrin yang tidak memadai. 4

23
Gambar 5. Gambaran proses pembekuan darah pada orang hemofilia 6

a. Ketika mengalami perdarahan berarti terjadi luka pada pembuluh darah


(yaitu saluran tempat darah mengalir keseluruh tubuh), lalu darah keluar
dari pembuluh.
b. Pembuluh darah mengerut/ mengecil.
c. Keping darah (trombosit) akan menutup luka pada pembuluh.
d. Kekurangan jumlah faktor pembeku darah tertentu, mengakibatkan
anyaman penutup luka tidak terbentuk sempurna, sehingga darah tidak
berhenti mengalir keluar pembuluh.

F. Penegakkan Diagnosis
Diagnosis hemofilia dibuat berdasarkan riwayat perdarahan, gambaran
klinik dan pemeriksaan laboratorium. Pada penderita dengan gejala
perdarahan atau riwayat perdarahan, pemeriksaan laboratorium yang perlu
diminta adalah pemeriksaan penyaring hemostasis yang terdiri atas hitung
trombosit, uji pembendungan, masa perdarahan, PT (prothrombin time - masa
protrombin plasma), APTT (activated partial thromboplastin time – masa
tromboplastin parsial teraktivasi) dan TT (thrombin time – masa trombin).8

24
1. Anamnesis 9
Keluhan penyakit ini dapat timbul saat :
- Lahir : perdarahan lewat tali pusat.
- Anak yang lebih besar : perdarahan sendi sebagai akibat jatuh pada
saat belajar berjalan.
- Ada riwayat timbulnya ”biru-biru” bila terbentur (perdarahan
abnormal).
2. Pemeriksaan Fisik 9
Adanya perdarahan yang dapat berupa :
- hematom di kepala atau tungkai atas/bawah
- hemarthrosis
- sering dijumpai perdarahan interstitial yang akan menyebabkan atrofi
dari otot, pergerakan terganggu dan terjadi kontraktur sendi. Sendi
yang sering terkena adalah siku, lutut, pergelangan kaki, paha dan
sendi bahu.
3. Pemeriksaan Penunjang 7,8,9
Pemeriksaan laboratorium untuk menentukan aktivitas dan jenis
factor koagulasi merupakan hal yang sangat penting dalam menegakkan
diagnostik dan menentukan jenis hemofilianya. Sebelum dilakukan
pemeriksaan faktor koagulasi sebaiknya perlu dilakukan pemeriksaan
penyaring fungsi hemostasis karena hal ini merupakan langkah pertama
kita menduga dan memprediksi kemungkinan adanya defisiensi dari faktor
koagulasi. Pemeriksaan penyaring untuk menilai adanya kelainan fungsi
pembekuan darah di antaranya yaitu: pemeriksaan massa prothrombin
(PT), massa activated parsiel tromboplastin (aPT) dan massa thrombin
(TT). Dugaan kemungkinan seseorang menderita hemofilia bila hasil
pemeriksaan aPTT memanjang dari kontrol normal, hal ini merupakan
indikasi bagi kita untuk melakukan pemeriksaan lanjutan F VIII dan F IX,
bila pemeriksaan F VIII atau F IX hasilnya menunjukkan aktivitas yang
menurun, maka ini merupakan petunjuk bahwa pasien menderita hemofilia
A atau hemofilia B.

25
- APTT/masa pembekuan memanjang
- PPT (Plasma Prothrombin Time) normal
- SPT (Serum Prothrombin Time) pendek
- Kadar fibrinogen normal
- Retraksi bekuan baik
- Assays fungsional untuk memeriksa faktor VIII dan IX (memastikan
diagnosis)

Anak-anak dengan hemofilia berat biasanya didiagnosis pada tahun


pertama ketika orang tua atau ahli kesehatan mereka melihat memar atau
pendarahan yang tidak biasa, masalah atau ada riwayat keluarga hemofilia.
Sebagian besar bayi dengan hemofilia tidak memiliki masalah pendarahan
saat lahir. Namun, masalah perdarahan mungkin muncul saat lahir atau
segera sesudahnya. Hemofilia dapat dicurigai jika bayi mengalami
pendarahan internal atau pembengkakan atau memar yang tidak biasa
setelah melahirkan, terus berdarah setelah tusukan tumit atau setelah
disunat, atau berlebihan memar setelah imunisasi. Jika ada riwayat
keluarga hemofilia, sampel darah bayi bisa diuji setelah lahir untuk
memeriksa faktor VIII atau tingkat IX dan melihat apakah bayi menderita
hemofilia. Tes harus diulang ketika bayi berusia enam bulan untuk
mengkonfirmasi hasil. Tes juga bisa dilakukan selama kehamilan untuk
menentukan apakah bayi mengalami hemofilia.14

G. Komplikasi
Penyulit dari hemofilia umumnya timbul akibat terjadi perdarahan baik
oleh karena trauma maupun spontan. Perdarahan sendi yang berulang-ulang
dapat menyebabkan terjadinya pembengkakan pada sendi dengan gejala
gejalanya menyerupai arthritis serta menimbulkan rasa sakit yang luar biasa
disertai kerusakan kartilage dan sinovial persendian, akhirnya persendian
menjadi kaku (kontraktur) dan kemudian akan diikuti dengan atrofi otot kaki,
komplikasi dan penyulit seperti ini menyebabkan penderita hemofilia
mengalami gangguan berjalan dan beraktivitas sehingga dia tidak dapat

26
menjalani kehidupan seperti layaknya orang normal serta akhirnya dapat
menyebabkan cacat fisik.7
Penyulit dan komplikasi lainnya terjadinya rasa sakit yang luar biasa di
perut hal ini sering disebabkan oleh karena terjadinya perdarahan
retroperitoneal dan intraperitoneal, namun dapat juga terjadi rasa sakit perut
kanan bawah yang gejala-gejalanya menyerupai infeksi akut usus buntu
(appendisitis akut), bila hal ini terjadi kita harus waspada dan tidak cepat-
cepat untuk mengambil keputusan dilakukannya appendektomi karena
dampaknya pascaoperasi akan terjadi perdarahan yang hebat serta dapat
menyebabkan kematian. Hematemesis dan melena juga dapat terjadi oleh
adanya perdarahan pada saluran cerna dan dapat terjadi gross hematuria.
Penyulit dan komplikasi yang sangat fatal bila terjadi perdarahan otak (stroke
hemoragik) dan hal ini yang sering menimbulkan kematian bagi penderita
hemofilia. Dalam 20 tahun terakhir, komplikasi hemofilia yang paling serius
adalah infeksi yang ditularkan oleh darah. Di seluruh dunia banyak penderita
hemofilia yang tertular HIV, hepatitis B dan hepatitis C. Mereka terkena
infeksi ini dari plasma, cryopresipitat dan khususnya dari konsentrat faktor
yang dianggap akan membuat hidup mereka normal. 7

H. Diagnosis Banding
Untuk membedakan hemofilia A dari hemofilia B atau menentukan
mana yang kurang dapat dilakukan pemeriksaan TGT (thromboplastin
generation test) atau dengan diferensial APTT. Namun dengan tes ini tidak
dapat ditentukan aktivitas masing-masing faktor. Untuk mengetahui aktifitas F
VIII dan IX perlu dilakukan assay F VIII dan IX. Pada hemofilia A aktifitas F
VIII rendah sedang pada hemofilia B aktifitas F IX rendah. 6,8
Selain harus dibedakan dari hemofilia B, hemofilia A juga perlu
dibedakan dari penyakit von Willebrand, karena pada penyakit ini juga dapat
ditemukan aktifitas F VIII yang rendah. Penyakit von Willebrand disebabkan
oleh defisiensi atau gangguan fungsi faktor von Willebrand. Jika faktor von
Willebrand kurang maka F VIII juga akan berkurang, karena tidak ada yang

27
melindunginya dari degradasi proteolitik. Disamping itu defisiensi faktor von
Willebrand juga akan menyebabkan masa perdarahan memanjang karena
proses adhesi trombosit terganggu. Pada penyakit von Willebrand hasil
pemeriksaan laboratorium menunjukkan pemanjangan masa perdarahan aPTT,
aPTT bisa normal atau memanjang dan aktifitas F VIII bisa normal atau
rendah. Disamping itu akan ditemukan kadar serta fungsi faktor von
Willebrand yang rendah. Sebaliknya pada hemofilia A akan dijumpai masa
perdarahan normal, kadar dan fungsi von Willebrand juga normal. 6,8

I. Tatalaksana
Prinsip dasar penatalaksanaan1,5,6
1. Atasi pendarahan intracranial jika dicurigai
2. Seluruh pasien, baik anak-anak maupun dewasa dapat dilihat manifestasi
pendarahan pada sendi dan otot.
3. Jika ragu, tetap lakukan terapi. Jika pasien hemophilia mengalami cidera
atau merasa akan pendarahan, lansung diberikan terapi, pemeriksaan dapat
dilakukan setelah itu.
4. Hindari menggunakan produk yang menyebabkan disfungsi platelet,
khususnya yang mengandung asam asetilsalisilat (aspirin).
5. Penggunaan NSAID harus dihindari.
6. Untuk kontrol rasa sakit, direkomendasikan untuk menggunakan
acetaminophen dengan atau tanpa codein.
7. Terapi dengan faktor pembekuan di rumah dapat dilakukan pada saat anak
mulai berumur 3-5 tahun.
8. Terapi yang komprehensif dapat dilakukan dengan pendekatan state-of-
the-art. Pasien dievaluasi melalui berbagai disiplin ilmu, biasanya terdiri
dari hematologist, orthopedist, physical therapist, hepatologist, infection
disease specialist, psychologist, and genetics counsellor.

Pendarahan akut pada sendi/otot1,5,6

28
1. Pertolongan pertama : RICE (rest, ice, compression, elevation)
2. Harus mendapat terapi faktor pembekuan dalam waktu kurang dari 2 jam.
3. Untuk pendarahan yang mengancam jiwa, (intracranial, intraabdomen atau
saluran napas), replacement therapy harus diberikan sebelum pemeriksaan
lebih lanjut.
4. Bila respon membaik, perlu pemeriksaan kadar inhibitor

Sumber faktor VIII adalah konsentrat faktor VIII dan kriopresipitat, sedangkat
sumber faktor IX adalah konsentrat faktor IX dan FFP (Fresh Frozen Plasma).5
Perhitungan dosis1,2:
FVIII (unit) = BB (kg) x % (kadar target – kadar VIII sekarang) x 0,5
FIX (unit) = BB (kg) x % (kadar target – kadar IX sekarang)

Terapi adjuvant yang dapat diberikan kepada penderita hemophilia antara lain:
a. Demopresin (DDAVP) 0,3 mikrogram/kg, dilarutkan dalam 50-100ml
normal salin, diberikan melalui infus perlahan dalam 20-30 menit.
b. Asam traneksamat
1) Dosis : 25mg/kgBB/kali, 3 kali sehari PO/IV
selama 5-10 hari
2) Indikasi : pendarahan mukosa seperti epistaksis dan
pendarahan gusi
3) Kontraindikasi : pendarahan saluran kemih (resiko
Obstruksi saluran kemih akibat bekuan
darah)

BAB IV

29
ANALISIS KASUS

Berdasarkan autoanamnesis dan alloanamnesis didapatkan Ny. F,


perempuan, umur 55 tahun, datang dengan keluhan timbul lebam yang
semakin membesar di kedua siku lengan, belakang paha kanan, dan kaki kiri.
Sejak +6 bulan SMRS, pasien mengeluhkan timbul lebam-lebam kecil
berwarna kebiruan disertai dengan rasa nyeri, hilang timbul, dan lokasi
berpindah-pindah terkadang di punggung, di kedua kaki, dan di kedua tangan.
Pada penderita hemofilia perdarahan bawah kulit atau di dalam otot
merupakan salah satu manifestasi hemofilia yang paling umum. Pada orang
normal, ketika perdarahan terjadi maka pembuluh darah akan
mengecil dan keping-keping darah (trombosit) akan menutupi luka pada
pembuluh. Pada saat yang sama, trombosit tersebut bekerja membuat
anyaman (benang-benang fibrin) untuk menutup luka agar darah berhenti
mengalir keluar dari pembuluh. Kekurangan jumlah faktor pembeku darah
tertentu pada hemofilia, mengakibatkan anyaman penutup luka tidak
terbentuk sempurna, sehingga darah tidak berhenti mengalir keluar pembuluh
darah dan akhirnya membentuk lebam-lebam. Pasien juga sering mengeluh
badan lemas. Badan lemas pada pasien dapat menandakan adanya tanda-tanda
anemia akibat terjadinya perdarahan terus menerus. Sendi terasa kaku tidak
ada dan pasien masih dapat melakukan aktivitas sehari-hari seperti biasa
menandakan bahwa belum terjadinya perdarahan pada ruang sinovial sendi.
Gusi berdarah tidak ada dan mimisan tidak ada menandakan bahwa tidak ada
perdarahan oral dan nasal.
BAB dan BAK seperti biasa menandakan tidak terjadinya perdarahan di
saluran kemih dan saluran cerna. Mual muntah tidak ada menandakan tidak
adanya perdarahan gastrointestinal. Sesak tidak ada menandakan tidak
terjadinya perdarahan pada saluran pernafasan.
Sejak + 4 hari SMRS, timbul lebam-lebam berulang di lengan bawah
dan siku kanan-kiri, di paha kanan bagian belakang, dan di kaki kiri. Lebam
dirasakan nyeri. Pasien mengeluh kaku pada sendi sehingga sulit untuk

30
menggerakkan badannya. Timbulnya lebam yang berulang menunjukkan
adanya hemartrosis yang merupakan gejala hemofilia subakut dimana terjadi
pengulangan hemartrosis. Sinovium menebal dan terdapat restriksi sedang di
pergerakan sendi. Salah satu gejala khas dari hemofilia adalah hemarthrosis
yaitu perdarahan ke dalam ruang sinovia sendi. Darah berasal dari pembuluh
darah sinovia, mengalir dengan cepat mengisi ruangan sendi. Karena
perdarahan berlanjut, tekanan di dalam ruangan sendi terus meningkat dan
menyebabkan iskemia sinovia dan pembuluh-pembuluh darah kondral.
Keadaan ini merupakan permulaan kerusakan sendi yang permanen. Akibat
perdarahan yang berulang pada sendi yang sama, sering terjadi peradangan
dan penebalan jaringan sinovia, kemudian terjadi atropi otot. Keadaan
kontraksi sendi yang stabil ini merupakan predisposisi kerusakan selanjutnya.
Akhirnya kartilago dan substansi tulang hilang. Kista tulang dan kontraktus
yang hilang permanen menyebabkan hilangnya gerakan sendi. Bisa juga
terjadi hipertrofi karena radang sinovia kronik dan menghasilkan
pembengkakan sendi yang persisten tanpa disertai nyeri yang nyata.
Pasien juga sering mengeluhkan gusi berdarah secara tiba-tiba
menandakan adanya perdarahan oral akibat oral hygiene yang buruk sehingga
terjadi akumulasi plak dan sisa makanan yang merupakan media untuk kuman
sehingga peradangan daerah rongga mulut terjadi, jaringan yang meradang
mudah mengalami perdarahan spontan. Pasien juga mengeluh badan terasa
lemas akibat terjadinya anemia hemoragik dimana pasien mengalami
perdarahan terus menerus.
Sejak + 2 hari SMRS, pasien mengeluh lebam-lebam di lengan bawah
dan siku kanan-kiri, di paha kanan bagian belakang, dan di kaki kiri semakin
membesar. Pasien tidak dapat menggerakkan tangan dan kakinya karena sakit
akibat lebam-lebam yang timbul. Kemudian pasien datang berobat ke RMSH.
Pasien tidak pernah berobat dan minum obat apapun. Riwayat penyakit
yang sama juga disangkal menandakan bahwa hemofilia yang dialami ny. F
bukanlah genetik.

31
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien tampak sakit
sedang, dengan kesadaran compos mentis, TD 110/70 mmHg, nadi
84x/menit, pernafasan 20x/menit. Pada pemeriksaan kepala ditemukan
konjungtiva palpebra yang anemis pada mata kanan dan kiri. Temuan ini
disebabkan karena terjadinya perdarahan terus menerus sehingga
bermanifestasi pucat pada pasien. Pada pemeriksaan leher, thoraks, jantung
dan abdomen dalam batas normal. Di ekstremitas atas ditemukan palmar
pucat, terdapat hematom di lengan bawah dan siku kanan-kiri disertai nyeri
yang menandakan adanya hemarthrosis. Di ekstremitas bawah juga
didapatkan plantar pucat, terdapat hematom di paha kanan bagian belakang,
dan di kaki kiri, dirasakan nyeri. Sendi yang paling sering terkena adalah
sendi lutut, kemudian diikuti dengan sendi siku, pergelangan kaki, bahu,
pergelangan tangan, panggul, lengan, dan kaki. Hal ini diduga karena
ketidakmampuan sendi lutut, siku dan pergelangan kaki yang merupakan
sendi engsel menahan baik oleh gerakan volunter maupun gerakan involunter
sedangkan persendian lain yaitu sendi panggul dan bahu dapat menahan
beban tubuh, gerakan menyudut, dan memutar dengan lebih mudah. Bila pada
salah satu sendi telah terjadi hemartrosis maka kejadian hemartrosis
berikutnya sebagian besar akan mengenai sendi yang sama.
Dari hasil pemeriksaan laboratorium ditemukan Hemoglobin (11,2
g/dL) yang jumlahnya dibawah batas normal menandakan adanya anemia.
Anemia tersebut terjadi akibat adanya perdarahan terus menerus akibat
hemofilia pada pasien. RBC (4,39x106/mm3), Leukosit (7.100/mm3), dan
Hematokrit (37%) jumlahnya normal. Untuk Trombosit (466.000/µL)
didapatkan kenaikan dari nilai normal. Dengan demikian pada pasien ini
terdapat trombositosis. Neutrofil (72) jumlahnya diatas menandakan infeksi
tubuh yang sedang terjadi. Pada pemeriksaan faal hemostasis didapatkan
APTT pasien sebesar 85,8 detik untuk menilai faktor aktivitas faktor
koagulasi intrinsik. Dimana nilai APTT jauh dari normal, sehingga sulit untuk
terjadinya proses pembekuan darah. Salah satu diagnosis hemofilia A juga
didapatkan nilai APTT yang memanjang. Dilakukan juga pemeriksaan kadar

32
Faktor IX dan didapatkan hasilnya 73% dimana kadar Faktor IX dalam batas
normal menunjukkan pada pasien ini bukan menderita Hemofilia B sehingga
diagnosis banding Hemofilia B dapat disingkirkan.
Pasien kemudian di diagnosa dengan Hemophilia A dengan diagnosis
banding Von Willebrand Disease. Penyakit von Willebrand disebabkan oleh
defisiensi atau gangguan fungsi faktor von Willebrand. Jika faktor von
Willebrand kurang maka F VIII juga akan berkurang, karena tidak ada yang
melindunginya dari degradasi proteolitik. Faktor Von Willebrand adalah
suatu protein yang memiliki dua peranan yaitu menunjang adesi trombosit
pada endotel yang rusak dan merupakan molekul pembawa faktor VIII. Pada
penyakit von Willebrand hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan
pemanjangan masa perdarahan, APTT bisa normal atau memanjang dan
aktivitas F VIII bisa normal atau rendah. Di samping itu akan ditemukan
kadar serta fungsi faktor von Willebrand yang rendah. Sebaliknya pada
hemofilia A akan dijumpai kadar dan fungsi faktor von Willebrand juga
normal. Maka dari itu pada pasien ini perlu dilakukan pemeriksaan faktor von
Willebrand.
Kemudian pasien ditatalaksana dengan mengedukasi pasien bahwa
penyakit yang diderita adalah suatu penyakit langka yang dapat
berkomplikasi, untuk menjaga berat tubuh tidak berlebihan karena berat
badan berlebihan dapat meningkatkan beban tubuh sehingga beban pada
sendi-sendi kaki bertambah dan menyebabkan perdarahan pada sendi-sendi
bagian kaki, mengedukasi pasien untuk melakukan olahraga teratur. Pasien
juga diberikan terapi IVFD Asering, metilprednisolon 4 mg / 12 jam PO
untuk obat anti peradangan. Asam folat 1 mg / 8 jam PO untuk pembangunan
tubuh mulai dari membantu proses produksi DNA hingga pembentukan sel
darah merah. Neurodex 1 tab/ 24 jam PO untuk melindungi syaraf. Dan
diberikan asam traneksamat 500mg / 8 jam PO untuk mengobati perdarahan
yang terjadi pada Ny.F (adanya perdarahan gusi).
Prognosis pasien ini tergantung dari kondisi dan keadaan pada pasien
baik usia, interval gejala yang dialami, follow up perkembangan penyakit dan

33
keefektifitasan pengobatannya. Serta tergantung dari pasien dalam
menjalankan aktivitas sehari-harinya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ikatan Dokter Anak Indonesia, Buku Ajar Hematologi-Onkologi.


Jakarta:Badan Penerbit IDAI; 2012. h.174-177.

34
2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata. M, Setiati S, Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta:Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam;
2009. h.1307-1312.
3. Djajadiman Gatot. Hemartrosis pada Hemofilia. Jakarta: Sari
Pedriati;2000.(2)1.hal 36-42.

4. Tambunan KL, Widjanarko A. Kelainan hemostasis bawaan. Dalam :


Ssoeparman dkk (eds). Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Balai Penerbit FKUI.
Jakarta, 2010 : 452-9.

5. NIH. 2013. What is Hemophilia?. National Institue of Health, U.S


Department of Health and Human Services. Available from: URL:
http://www.wfh.org/, diakses tanggal 27 September 2018.
6. World Federation of Hemophilia. 2012. What is Hemophilia?. Available
from: URL: http://www.wfh.org/, diakses tanggal 27 September 2018.
7. Adi Koesoma Aman. Penyakit Hemofilia di Indonesia: Masalah
Diagnostik dan Pemberian Komponen Darah. Pidato Pengukuhan Guru
Besar. Universitas Sumatera Utara. 2006: 1-38.
8. Waldo E.N, Richard E.B, Robert K, Ann M.A, Editors, Kelainan Fase I:
Hemofilia, dalam Buku Pegangan Pediatrik (ed) Nelson Textbook of
Pediatric, edisi 15. EGC. Jakarta. Hlm 1736-41.
9. Bambang P, IDG Ugrasena, Mia R. A. Hemofilia. 2006. Available from:
URL: http:// http://www.pediatrik.com/, diakses tanggal 27 September
2018.
10. Agaliotis DP. Hemophilia, overview. Department of Medicine, Division of
Hematology/Medical Oncology. University of Florida Health Science
Center at Jacksonville. Copyright 2012, eMedicine.com, Inc. . Available
from: URL: http://www. eMedicine.com.html, diakses tanggal 27
September 2018.
11. Lizbeth S, Guillermo J, Pilar C, Winnie S, Karin W, Gerardo J, et al.
Molecular Diagnosis of Hemophilia A and B: Report of Five Families
from Costa Rica. Rev. Biol. Trop. 2004. 52 (3): 521-30.

35
12. National Hemophilia Foundation. Types of Bleeding Disorder. Available
from: URL: http://www.hemophilia.org/, diakses tanggal 27 September
2018.
13. Schulman, sam. 2012. Mild Hemophilia: Revised Edition. World
Federation of Hemophilia.
14. Haemophilia Foundation Australia. Haemophilia. 2013. Available from:
URL: www.haemophilia.org.au, diakses tanggal 27 September 2018.

36

Anda mungkin juga menyukai