Anda di halaman 1dari 116

PENDEKATAN, METODOLOGI DAN

PROGRAM KERJA

F.1. PENDEKATAN TEKNIS


Pendekatan teknis dan metodologi menjelaskan pemahaman terhadap
tujuan pekerjaan, lingkup pekerjaan, metodologi kerja dan uraian detail
mengenai keluaran. Kemudian melakukan analisa data terhadap
permasalahan yang sedang dicari jalan keluarnya dan menjelaskan
pendekatan teknis yang akan diadopsi untuk diselesaikan
permasalahannya serta menjelaskan metodologi yang diusulkan termasuk
kesesuaian metodologi tersebut dengan pendekatan yang digunakan.

F.1.1. Dasar Hukum Pelaksanaan Pekerjaan


Dasar Hukum pelaksanaan Kegiatan ini adalah :
1. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945;
2. Undang-Undang No.17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air;
3. Undang-Undang Republik Indonesia No. 11 Tahun 1974 tentang
Pengairan;
4. Undang-Undang Republik Indonesia No. 27 Tahun 2007 tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil;
5. Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 1982 tentang Irigasi;
6. Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas
Peraturan Presiden No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah;

F-1
7. Peraturan Presiden No. 51 Tahun 2016 tentang Batas Sempadan
Pantai;
8. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor.
21/PERMEN-KP/2018 tentang Tata Cara Penghitungan Batas
Sempadan Pantai;
9. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor.
07/PRT/M/2015 tentang Pengaman Pantai;
10. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat N0. 10
Tahun 2021 tentang Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan
Konstruksi;
11. Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
No. 12 Tahun 2021 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah Melalui Penyedia.

F.1.2. Daftar Istilah


Sebelumnya perlu diketahui dahulu daftar istilah terkait dengan pekerjaan
ini. Daftar Istilah tersebut antara lain :

1. Pantai adalah daerah yang merupakan pertemuan antara laut dan


daratan diukur pada saat pasang tertinggi dan surut terendah.

2. Daerah pantai adalah suatu daratan beserta perairannya dimana pada


daerah tersebut masih saling dipengaruhi baik oleh aktivitas darat
maupun laut (marine).

3. Wilayah pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan


laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan di laut.

4. Pengamanan pantai adalah upaya untuk melindungi dan


mengamankan daerah pantai dan muara sungai dari kerusakan akibat
erosi, abrasi, dan akresi.

5. Zona pengamanan pantai adalah satuan wilayah pengamanan pantai


yang dibatasi oleh tanjung dan tanjung, tempat berlangsungnya proses
erosi, abrasi, dan akresi yang terlepas dari pengaruh satuan wilayah
pengamanan pantai lainnya.

F-2
6. Sempadan pantai adalah daratan sepanjang tepian pantai yang
lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai, minimal
100 (seratus) meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat.

7. Pengelolaan sumber daya air adalah upaya merencanakan,


melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi penyelenggaraan
konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan
pengendalian daya rusak air.

8. Pola pengelolaan sumber daya air adalah kerangka dasar dalam


merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi kegiatan
konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan
pengendalian daya rusak air.

9. Rencana pengelolaan sumber daya air adalah hasil perencanaan


secara menyeluruh dan terpadu yang diperlukan untuk
menyelenggarakan pengelolaan sumber daya air.

10. Armor adalah lapis pelindung bagian luar bangunan pengaman pantai
dapat terdiri dari unit–unit batu kosong atau batu buatan.

11. Borrow area adalah tempat pengambilan material (pasir dan tanah).

12. Berm pantai (beach berm) adalah bagian pantai arah darat yang relatif
datar merupakan bagian dari pantai belakang.

13. Garis pantai adalah tempat atau garis yang merupakan garis batas
daratan dengan pengaruh air laut yang berupa ujung berm.

14. Gelombang adalah gerak muka air sinusoidal secara periodik sehingga
membentuk puncak dan lembah.

15. Jeti (jetty) adalah bangunan menjorok ke laut yang berfungsi sebagai
pengendalian penutupan muara sungai atau saluran oleh sedimen.

16. Krib (groin) adalah bangunan yang dibuat tegak lurus atau kira-kira
tegak lurus pantai, berfungsi mengendalikan erosi yang disebabkan
oleh terganggunya keseimbangan angkutan pasir sejajar pantai
(longshore sand drift).

F-3
17. Pemecah gelombang (breakwater) adalah konstruksi pengaman pantai
yang posisinya sejajar atau kira-kira sejajar garis pantai dengan tujuan
untuk meredam gelombang dating.

18. Pantai (shore) adalah daerah yang merupakan pertemuan antara laut
dan daratan diukur pada saat pasang tertinggi dan surut terendah.

19. Pasang surut adalah fluktuasi muka air laut akibat adanya gaya tarik
benda-benda langit yang terjadi secara periodik, terutama oleh bulan
dan matahari.

20. Pengisian pasir (sand nourishment) adalah kegiatan untuk membentuk


pantai menjadi stabil dengan menambahkan pasir ke pantai.

21. Quarry area adalah tempat pengambilan material batu.

22. Revetmen adalah struktur di pantai yang dibangun menempel pada


garis pantai dengan tujuan untuk melindungi pantai yang tererosi.

23. Rubble mound adalah tipe bangunan pantai yang dibuat dari tumpukan
batu kosong, atau batu buatan, disusun membentuk kemiringan.

24. Tanggul laut (sea dike) adalah struktur pengaman pantai yang
dibangun sejajar pantai dengan tujuan untuk melindungi dataran pantai
rendah dari genangan yang disebabkan oleh air pasang, gelombang
dan badai.

25. Tembok laut (sea wall) adalah struktur pengaman pantai yang dibangun
dalam arah sejajar pantai dengan tujuan untuk melindungi pantai
terhadap hempasan gelombang dan mengurangi limpasan genangan
areal pantai yang berada di belakangnya.

F.1.3. Tujuan Pekerjaan SID Pengaman Pantai Kabupaten Kotabaru


Sesuai yang tertulis dalam Kerangka Acuan Kerja (KAK) bahwa tujuan
pekerjaan ini cukup jelas dan terarah, yaitu :
1. Survei dan Inventarisasi penyebab dan areal terdampak kerusakan
pantai yang terjadi;

F-4
2. Analisa besaran gerusan pantai akibat gelombang laut, sehingga pola
pengamanannya sesuai dengan kondisi dan perilaku gelombang yang
terjadi;
3. Analisa pola pengamanan pantai serta jenis dan bentuk bangunan
yang cocok untuk pengaman pantai dari aspek teknis dan ekonomis;
4. Membuat desain bangunan pengaman pantai;
5. Membuat Rencana Anggaran Biaya dan Spesifikasi Teknis;
6. Menyusun metode pelaksanaan pembangunan dan pemeliharaan
bangunan pengaman pantai pantai.

F.1.4. Ruang Lingkup Pekerjaan


Garis besar ruang lingkup kegiatan “SID Pengaman Pantai Kabupaten
Kotabaru” terdiri dari beberapa pekerjaan antara lain :
1. Mobilisasi personil dan peralatan, schedule pelaksanaan kegiatan,
administrasi kegiatan.
2. Pengumpulan data-data sekunder dan studi terdahulu terkait
perencanaan pengaman pantai di Kabupaten Kotabaru.
3. Inventarisasi data dan pengumpulan data hidrologi/hidrometri, data
pasang surut, data klimatologi, penyebab kerusakan pantai, area
terdampak, dll
4. Survey Pendahuluan.
5. Melakukan survey inventarisasi kondisi lapangan dan evaluasi terhadap
kondisi exisiting.
6. Survei sosial ekonomi.
7. Survey Topografi dan Batimetri
8. Survei hidrologi/hidrometri
9. Survey Mekanika Tanah
10. Analisa Data dan perencanaan detail desain pengamanan pantai
11. Membuat perencanaan pengaman pantai yang sesuai dan aman dari
segi teknis maupun biaya.
12. Mendokumentasikan kondisi kerusakan pantai dan lokasi terdampak
dalam bentuk video dengan menggunakan drone.

F-5
13. Melaksanakan Pertemuan Konsultasi Masyarakat
14. Menghitung BOQ dan Rencana Anggaran Biaya, Spesifikasi Teknis,
Metode Pelaksanaan dan Gambar Perencanaan untuk pelaksanaan
fisik.
15. Menyusun dan merekomendasikan program tindak lanjut pengamanan
pantai baik rencana pembangunan maupun pemeliharaannya.
16. Menyusun/merencanakan Program Keselamatan Kesehatan Kerja
(1<3) untuk menganalisa kemungkinan resiko yang terjadi pada saat
pelaksanaan konstruksi.
17. Dalam Pelaksanaan pekerjaan perencanaan diwajibkan untuk tetap
menerapkan protokol pencegahan Covid- 19.

Kegiatan pekerjaan “SID Pengaman Pantai Kabupaten Kotabaru”, yang


merupakan tugas pokok konsultan secara umum meliputi :
A. Kegiatan Persiapan, meliputi Persiapan Administrasi dan Teknis,
Mobilisasi Personil, Peralatan dan Bahan, Pengumpulan Data
Sekunder dan Studi Terdahulu, dan Survey Pendahuluan/Orientasi
Lapangan.
B. Kegiatan Lapangan, meliputi Survey Topografi dan Bathimetri, Survey
Hidrologi/Hidrometri, Survey Mekanika Tanah, dan Survey Sosial
Ekonomi.
C. Analisis Data dan Perencanaan Teknis, meliputi Analisis Topografi dan
Bathimetri, Analisis Hidrologi/Hidrometri, Analisis Mekanika Tanah,
Analisis Sosial Ekonomi, Analisis Hidrologi/Hidrometri, Penyusunan
Sistem Planning, Perencanaan Teknis Bangunan Pengaman Pantai,
Gambar Perencanaan, Perhitungan BOQ dan RAB, Penyusunan
Spesifikasi Teknis dan Metode Pelaksanaan, dan Penyusunan Manual
Operasi dan Pemeliharaan.
D. Pelaporan dan
E. Diskusi/Pembahasan
Secara sistematis pendekatan teknis serta aktivitas yang akan dilakukan
dapat dilihat pada Bagan Alir Pelaksanaan Pekerjaan seperti di bawah ini.

F-6
Mulai

Kegiatan Pendahuluan

Persiapan Administrasi Mobilisasi Personil,


dan Teknis Peralatan dan Bahan

Penyusunan Rencana
Mutu Kontrak

Tidak

Ya Rencana Mutu
Rapat Persiapan
Kontrak
Pelaksanaan Kontrak

Pengumpulan Data Sekunder


dan Studi Terdahulu

Survey Pendahuluan/
Orientasi Lapangan

Penyusunan
Laporan Pendahuluan

Tidak

Ya Laporan
Diskusi
Pendahuluan
Laporan Pendahuluan

Kegiatan Lapangan

Survey Topografi dan Survey Hidrologi/ Survey Mekanika Survey Sosial


Bathimetri Hidrometri Tanah Ekonomi

Analisis Topografi dan Analisis Hidrologi/ Analisis Mekanika Analisis Sosial


Bathimetri Hidrometri Tanah Ekonomi

Penyusunan Sistem
Planning

Penyusunan
Konsep Laporan Antara

Tidak

Diskusi Ya Laporan Antara


Konsep Laporan
Antara

Perencanaan Teknis
Bangunan Pengaman Pantai

Gam bar Perencanaan

Perhitungan BOQ dan RAB

Penyusunan Spesifikasi Teknis


dan Metode Pelaksanaan

Penyusunan Manual
Operasi dan Pemeliharaan

PKM

Penyusunan
Konsep Laporan Akhir

Tidak

Ya
Diskusi Laporan Akhir
Konsep Laporan Akhir

Laporan dan
Penyelesaian Laporan – Album Gambar
laporan dan Gambar

Selesai

Gambar F.1. Bagan Alir Pelaksanaan Pekerjaan

F-7
F.2. Metodologi
Metodologi pekerjaan ” SID Pengaman Pantai Kabupaten Kotabaru”
adalah sebagai berikut :
A. PEKERJAAN PERSIAPAN
Dalam pekerjaan persiapan ini akan dikerjakan kegiatan yang berupa
mobilisasi sumber daya yang terkait dengan pekerjaan, menyusun
rencana kerja dan laporan, koordinasi dengan pihak-pihak terkait.
Pekerjaan persiapan ini akan dilaksanakan terutama oleh Tim Leader
dan tenaga pendukung lainnya. Pekerjaan persiapan ini mencakup
segala kegiatan yang diperlukan untuk mendukung dimulainya
pelaksanaan pekerjaan.
1. Persiapan Administrasi dan Teknis
Pada awal kegiatan akan dibuatkan surat untuk mobilisasi personil
maupun peralatan, surat pengantar survei, surat perintah kerja
personil, surat permohonan data yang dibutuhkan dan surat – surat
lain yang nantinya digunakan untuk keperluan pekerjaan selanjutnya
terutama kegiatan lapangan dengan membuat surat-surat
perijinan/surat tugas ke instansi terkait.
2. Mobilisari Personil, Peralatan dan Bahan.
Pekerjaan mobilisasi di sini meliputi :
1) Mobilisasi personil, yaitu mobilisasi personil yang akan
melaksanakan pekerjaan yang dilakukan secara bertahap sesuai
kebutuhan personil pada tahapan pekerjaan yang sedang
dilaksanakan.
2) Mobilisasi peralatan, yaitu penyiapan kantor/ruang kerja beserta
perlengkapannya, perlengkapan komputer, peralatan survei,
kendaraan roda 4 dan roda 2.
3) Mobilisasi bahan, yaitu perlengkapan gambar dan peta, alat tulis
kantor (kertas, tinta, dll).
Tingkat keberhasilan suatu pekerjaan tidak hanya tergantung atas
kemampuan dari para Tenaga Ahli yang menangani, akan tetapi
faktor koordinasi akan memegang peranan kunci yang akan

F-8
menentukan kelancaran dan kesempurnaan hasil yang akan dicapai.
Dengan koordinasi diharapkan tidak ada kerancuan dan tumpang
tindih pelaksanaan kegiatan dari masing-masing Tenaga Ahli,
sehingga dukungan dari masing-masing personil akan memberikan
hasil yang optimal.
3. Pengumpulan Data Sekunder dan Studi Terdahulu
Pengumpulan data-data sekunder yang diperlukan untuk
pelaksanaan kegiatan, termasuk studi-studi terdahulu yang terkait
dan menunjang pelaksanaan kegiatan. Semua data terkait yang
dikumpulkan dipelajari, dianalisa oleh penyedia jasa dan digunakan
sebagai bahan pertimbangan dalam melaksanakan pekerjaan ini.
Kegiatan pengumpulan data sekunder antara lain:

a. Peta rupa bumi dan topografi;


b. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Kalimantan
Selatan;
c. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Kotabaru;
d. Data administrasi wilayah;
e. Data curah hujan (minimal 10 tahun) dan Klimatologi (minimal 5
tahun);
f. Data sosial, ekonomi, budaya, kependudukan dan lingkungan di
lokasi kegiatan;
g. Daftar Harga Bahan Material dan Upah setempat;
h. Data-data lain yang terkait.
4. Survey Pendahuluan/Orientasi Lapangan
Survei pendahuluan sangat penting dilakukan karena merupakan
gambaran penuh tentang kondisi pantai untuk pemilik pekerjaan
maupun kepentingan perencanaan pengaman pantai yang akan
dilakukan. Maksud dari survei ini adalah untuk mengetahul kondisi
dan permasalahan yang ada di daerah pekerjaan, dalam rangka
penyiapan pelaksanaan survei lapangan. Kegiatan survei
pendahuluan ini meliputi:

F-9
a. Menghubungi instansi-instansi terkait di daerah sehubungan
dengan program pembangunan sektoral/regional dan
perencanaan pengembangan wilayah di lokasi studi.
b. Melihat kondisi eksisting lingkungan dan bentuk morfologi pantai
di lokasi kegiatan.
c. Melihat arah angkutan sedimen,
d. Melihat bangunan eksisting di belakang pantai dan pengamanan
pantai di lokasi dan sekitarnya,
e. Wawancara dengan penduduk sekitar tentang kondisi alam
seperti gelombang, angin yang maksimum pernah terjadi di
lokasi.
f. Inventarisasi kondisi fisik dan permasalahan di lokasi studi serta
penilaian tingkat kerusakan pantai yang telah terjadi.
g. Penentuan referensi pengukuran dan batas lokasi survei;
h. Pencarian daerah quarry (sumber material).
Hasil dari survei pendahuluan ini adalah gambaran kondisi eksisting
dan gambaran kemungkinan pola pengamanannya.
Metodologi survei ini adalah sebagai berikut :
a. Wawancara penduduk untuk mendapatkan keadaan lapangan
seperti:
1) Bulan apa saja terjadi gelombang besar dan dari arah mana.
2) Bulan apa saja terjadi angin besar, dari arah mana dan
apakah angin besar ini menyebabkan gelombang besar.
3) Berapa kemunduran gans pantai per tahun.
4) Bencana yang pernah terjadi di lokasi.
5) Apakah erosi ini terjadi musiman, yakni bulan-bulan tertentu
erosi dan bulan-bulan tertentu terjadi deposisi (untuk melihat
apakah erosi yang terjadi adalah sementara, atau terjadi
pantai stabil dinamis).
6) Dimana quarry terdekat.
7) Berapa tinggi gelombang maksimum mencapai pantai dan
kapan.

F - 10
b. Seberapa luas lidah air mencapai daratan.
c. Pengamatan morfologi pantai dan citra satelit google earth, peta
rupa bumi Indonesia, peta lingkungan pantai untuk
memperkirakan arah angkutan sedimen secara preliminary.
Melihat rona Iingkungan :
a. Vegetasi apa saja di yang terdapat di daratan, jumlah rumah
yang terkena ombak, beberapa dekat perumahan dari garis
pantai yang ditandai dengan berm, Jumlah kerusakan rumah.
b. Bagaimana lingkungan di perairannya.
c. Apakah ada pemijahan penyu ataupun habitat laut lainnya.
d. Berapa banyak nelayan yang mendaratkan kapalnya di lokasi.
e. Seberapa jauh sampah hanyut dari garis pantai.
f. Wama dan besar butiran pasir pantai.
g. Kemiringan profil pantai.
h. Karakteristik gelombang pecah, perioda gelombang dan lain-
lain.

B. KEGIATAN LAPANGAN
Kegiatan ini dilaksanakan untuk mendapatkan data primer yang
diperlukan. Kegiatan lapangan yang dilaksanakan dalam pekerjaan ini
antara lain :
1. Survey Topografi dan Bathimetri
Survey Topografi
Survei ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran bentuk
permukaan tanah yang berupa situasi dan ketinggian serta posisi
kenampakan yang ada di areal lokasi pekerjaan beserta areal
sekitarnya. Survei topografi memetakan luasan, posisi dan elevasi
lahan terhadap pasang surut untuk akurasi volume perbaikan lahan
dan levelling. Areal survei memanjang sejajar dengan garis pantai.
Hasilnya kemudian dipetakan dengan skala dan interval kontur
tertentu.

F - 11
Survei Topografi yang meliputi kawasan dengan lebar minimal 100
m ke arah daratan dan sepanjang pantai di lokasi pekerjaan yang
telah didiskusikan sebelumnya dengan pihak Direksi. Metode yang
digunakan adalah teresterial, elevasi lahan terhadap muka air
terendah dan posisinya terhadap koordinat global.
Pembuatan Titik Tetap (Bench Mark)
Sebagai titik pengikatan dalam pengukuran topografi perlu dibuat
Bench Mark (BM) dibantu dengan Control Point (CP) yang
dipasang secara teratur dan mewakili kawasan secara merata.
Kedua jenis titik ikat ini mempunyai fungsi yang sama, yaitu untuk
menyimpan data koordinat, baik koordinat (X,Y) maupun elevasi
(Z).
Mengingat fungsinya tersebut maka patok-patok beton ini
diusahakan ditanam pada kondisi tanah yang stabil dan aman.
Kedua jenis titik ikat ini diberi nomenklatur atau kode, untuk
memudahkan pembacaan peta yang dihasilkan. Disamping itu
perlu pula dibuat deskripsi dari kedua jenis titik ikat yang memuat
sketsa lokasi dimana titik ikat tersebut dipasang dan nilai koordinat
maupun elevasinya.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemasangan patok bench


mark dan control point, antara lain :
 Bench Mark (BM) dipasang pada posisi rencana bangunan
utama, bangunan pelengkap dan di sepanjang pantai pada
setiap jarak 1,5 km.Pemasangan Bench Mark sepasang
dengan Control Point (CP), jarak Bench Mark dan CP antara 30
– 70 m dan dilakukan sebelum dilaksanakan pengukuran
sehingga pada saat pengukuran dilaksanakan kedudukan
Bench Mark dan Control Point sudah stabil.
 Bench Mark dipasang ditempat yang stabil dan aman dari
gangguan, baik gangguan manusia atau binatang, serta tidak

F - 12
mengganggu aktifitas umum. Lokasi Bench Mark ditempatkan
pada tempat yang mudah dicari.
 Bench Mark dibuat dari campuran semen, pasir dan kerikil
dengan perbandingan 1:2:3. Kerangka Bench Mark dibuat dari
besi tulangan berdiameter 8 mm, dan 6 mm. Bagian tengah
Bench Mark dipasang baut Ø 12 mm dengan panjang 10 cm.
 Control Point dibuat pipa Paralon PVC Ø 3” dan diisi dengan
campuran semen, pasir dan kerikil dengan perbandingan
1:2:3. Bagian tengah Control Point dipasang baut Ø 12 mm
dengan panjang 10 cm.
 Bench Mark dan CP diberi inisial/nomor. Khusus untuk Bench
Mark inisial/nomor dibuat dari marmer dengan ukuran 12 cm x
12 cm, dengan sistem penomoran yang telah ditentukan dan
diberi cat minyak warna biru. Pemasangan Bench Mark dan
Control Point diberi tapak pada permukaan tanah Asli agar
lebih stabil dan kokoh.
 Setiap benchmark dibuatkan deskripsinya, yang berisi :
- Foto benchmark dari arah depan, sehingga inisial/nomor
pada marmer dan latar belakang dapat terlihat foto
diusahakan dapat terlihat dengan jelas sehingga akan
mempermudah dalam identifikasi.
- Sketsa disesuaikan dengan situasi sekitar benchmark.
- Sketsa detail disesuaikan dengan lokasi benchmark.
- Keterangan pemasangan, tanggal pemasangan, nama
desa, kecamatan dan kabupaten lokasi.
- Pemasangan Bench Mark terlebih dahulu dimintakan
persetujuan tim teknis/Direksi.
- Deskripsi Bench Mark dijilid menjadi buku tersendiri.
- Ketinggian BM dan CP diikatkan dari BM.TTG
BAKOSURTANAL/Titik Tringulasi terdekat atau dari titik
kontrol (BM) yang telah terpasang hasil pengukuran
terdahulu atau ditentukan lain oleh tim teknis pekerjaan.

F - 13
- Titik ikat referensi koordinat dan elevasi berjarak maksimal
10 km.
- Setiap pengukuran horizontal poligon perlu dipasang 3
buah patok tetap untuk mempermudah pemeriksaan.
- Setiap Bench Mark (BM) harus diberikan tanda pengenal
(reference point), dan dipasang permanen agar tidak
mudah dicabut serta aman guna pelaksanaan konstruksi.
- Semua Bench Mark dan patok poligon harus ditunjukkan
pada peta situasi yang berskala 1 : 2.000. Nama Bench
Mark/Control Point dan elevasinya harus dicantumkan
dengan jelas.

Pen kuningan
Ø6 cm
20

Pelat marmer 12 x 12 Pipa pralon PVC Ø 6 cm


25

Nomor titik

Tulangan tiang Ø10


Dicor beton
Sengkang Ø5-15
10
100

65

Dicor beton
75
20

Beton 1:2:3
15

10

20

Pasir dipadatkan
20

40

Bench Mark Control Point


(BM) (CP)

Gambar F.2. Contoh Konstruksi BM dan CP

Pengukuran Kerangka Dasar Horizontal


Pengukuran titik kontrol horisontal (titik polygon) dilaksanakan
dengan cara mengukur jarak dan sudut menurut lintasan tertutup.
Pada pengukuran polygon ini, titik akhir pengukuran berada pada
titik awal pengukuran.

F - 14
Pengukuran sudut dilakukan dengan pembacaan double seri,
dimana besar sudut yang akan dipakai adalah harga rata-rata dari
pembacaan tersebut. Azimut awal akan ditetapkan dari
pengamatan matahari dan dikoreksikan terhadap azimut magnetis.
Maksud pengukuran poligon adalah untuk membuat titik tetap yang
mempunyai koordinat posisi bidang horizontal (x,y) sebagai
kerangka dasar dari pemetaan. Pengukuran poligon ini diikatkan
pada BM.TTG BAKOSURTANAL/Titik Tringulasi terdekat atau dari
titik kontrol (BM) yang telah terpasang hasil pengukuran terdahulu
minimal 2 yang telah diketahui koordinat dan elevasinya sesuai
petunjuk tim teknis/Direksi. Syarat-syarat yang harus dipenuhi
diantaranya adalah:
i. Pengukuran Kontrol Horizontal/poligon utama harus diikatkan
pada minimal 2 bench mark yang telah diketahui koordinatnya.
Metode pengukuran poligon utama dilakukan secara close
circuit (tertutup) dan dilakukan koreksi.
ii. Pengukuran Kontrol Horizontal/poligon cabang harus diikatkan
pada titik poligon tetap di awal dan di akhir pengukuran dan
dilakukan koreksi.
iii. Pengukuran poligon sudut-sudutnya harus dilakukan secara 2
seri ganda (B, LB, B, LB) untuk tiap station dengan ketelitian
sudut < 10 “ ketelitian sudut harus lebih kecil dari 10n dimana
“n” adalah jumlah titik poligon.
iv. Azimuth yang digunakan adalah azimuth hasil pengamatan
matahari, Pengamatan dilakukan setiap jarak 2,50 km dengan
ketelitian sudut < 10” atau digunakan alat GPS dilakukan
dengan tiga kali pengamatan dengan waktu yang berbeda
pengamatan dilakukan pada titik tetap yang sama, pembacaan
sampai Accuracy terkecil. Pengamatan dilakukan pada 2 titik
tetap poligon dengan menggunakan system proyeksi koordinat
UTM dan Ellipsoid WGS 84.

F - 15
v. Setiap titik poligon ditandai dengan patok kayu berukuran 5 cm
x 5 cm x 60 cm. Patok ini diberi cat warna merah untuk
memudahkan identifikasi.
vi. Orientasi arah awal dan akhir pada pengukuran poligon dengan
melakukan pengamatan matahari atau pengamatan dengan
alat GPS.
vii. Pengukuran Poligon utama menggunakan alat Total Station
pembacaan Jarak datar diukur minimal 2 kali ke muka dan ke
belakang dan/atau dengan memakai pita dengan ketelitian linier
poligon utama kesalahan penutup jarak 1 : 10.000.
viii. Pengukuran poligon cabang ketelitian linier poligon kesalahan
penutup jarak 1 : 5.000.
ix. Pengukuran sudut poligon cabang harus menggunakan alat
Total Station atau yang sederajat dengan ketelitian sudut
minimal 10”, dan seijin tim teknis/Direksi.

Bentuk Poligon
 Poligon Tetutup (Loop)
Poligon tertutup adalah rangkaian titik-titik yang titik awal dan
akhirnya sama dalam satu titik yang telah diketahui
koordinatnya, dengan cara mengukur sudut mendatar dan jarak
mendatar.

Gambar F.3. Contoh Poligon Tertutup (Loop)

F - 16
 Poligon Terikat
Poligon terikat adalah rangkaian titik-titik yang dimulai dari satu
titik dan berakhir pada satu titik berbeda yang telah diketahui
koordinatnya, dengan cara mengukur sudut mendatar dan jarak
mendatar.

Gambar F.4. Contoh Poligon Terikat

Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal


Kerangka dasar vertikal diperoleh dengan melakukan pengukuran
sipat datar pada titik-titik jalur polygon. Jalur pengukuran dilakukan
tertutup (loop), yaitu pengukuran dimulai dan diakhiri pada titik
yang sama. Pengukuran beda tinggi dilakukan double stand dan
pergi pulang. Seluruh ketinggian di traverse net (titik-titik kerangka
pengukuran) telah diikatkan terhadap BM.
Penentuan posisi vertikal titik-titik kerangka dasar dilakukan
dengan melakukan pengukuran beda tinggi antara dua titik
terhadap bidang referensi
Spesifikasi Teknis pengukuran waterpass adalah sebagai berikut:
a. Jalur pengukuran dibagi menjadi beberapa seksi;
b. Tiap seksi dibagi menjadi slag yang genap;
c. Setiap pindah slag rambu muka menjadi rambu belakang dan
rambu belakang menjadi rambu muka;
d. Pengukuran dilakukan double stand pergi pulang pembacaan
rambu lengkap Benang Atas, Benang Tengah, dan Benang
Bawah;
e. Selisih pembacaan stand 1 dengan stand 2 lebih kecil atau
sama dengan 2 mm;

F - 17
f. Jarak rambu ke alat maksimum 75 m;
g. Setiap awal dan akhir pengukuran dilakukan pengecekan garis
bidik;
h. Toleransi salah penutup beda tinggi (T) ditentukan dengan :

dimana D = Jarak antara 2 titik kerangka dasar


vertikal dalam satuan km.
 Sipat Datar Memanjang
Tujuan dari pengukuran ini adalah mengetahui ketinggian titik-
titik dari permukaan tanah yang dilewati dan biasanya
diperlukan sebagai kerangka vertikal bagi suatu daerah
pemetaan. Hasil dari pengukuran ini adalah data ketinggian dari
titik-titik (patok) sepanjang jalur pengukuran. Ketentuan atau
kaidah yang harus dipenuhi dalam melaksanakan pengukuran
sipat datar profil memanjang sama dengan kaidah dalam
pengukuran sipat datar melintang.
Panjang dari setiap slag maksimum 50 meter, sedangkan pada
belokan dan bangunan/fasilitas penting seperti gorong-gorong,
jembatan, melintas saluran diukur dengan jarak sesuai kondisi
lapangan.

g
e h
c
a f
d
b B
3
2
1
A
Pengukuran Sipat datar memanjang

Keterangan :
A,B = titik yang ditentukan beda tingginya
1,2,3 = titik-titik bantu
a,c,e,g= Bacaan rambu belakang
b,d,f,h = Bacaan rambu depan

F - 18
Apabila titik A telah diketahui tinggi (elevasi), maka
dengan perhitungan dapat diperoleh ketinggian pada titik
B dengan cara sebagai berikut :
H1 = h + HA-1
H2 = hA + hA-1 + h1-2
H9 = hA + hA-1 + h1-2 + h2-9 dan
seterusnya
dalam hal ini :
hA = tinggi titik A
h1, h2, h3 = tinggi titik-titik bantu
hA-1, hA-2, hA-3 = tinggi titik-titik bantu

 Sipat Datar Melintang


Pengukuran sipat datar profil melintang dilakukan untuk
mengetahui bentuk irisan melintang dari alur saluran.
Pengambilan titik-titik detail penampang harus serapat mungkin
dan diikatkan pada titik poligon. Jarak pengambilan melintang
25 meter arah kanan dan 25 meter arah kiri dari as saluran.
Tujuan pengukuran sipat datar melintang adalah mengetahui
profil atau tampang tubuh tanah dari suatu trace saluran, jalan,
jaringan pipa dan lain-lain.

1 9
7 8
2 3 6
4 5
Pengukuran Sipat Datar Pofil Melintang

Hasil pengukuran lapangan terhadap kerangka dasar vertikal diolah


dengan menggunakan spreadsheet sebagaimana kerangka
horisontalnya. Dari hasil pengolahan tersebut didapatkan data
ketinggian relatif pada titik-titik patok terhadap Bench Mark acuan.

F - 19
Ketinggian relatif tersebut pada proses selanjutnya akan dikoreksi
dengan pengikatan terhadap elevasi muka air laut paling surut
(Lowest Low Water Level - LLWL) yang dihitung sebagai titik
ketinggian nol (+0.00).

Pengamatan Azimuth Astronomis


Pengamatan matahari dilakukan untuk mengetahui arah/azimuth
awal yaitu:
a. Sebagai koreksi azimuth guna menghilangkan kesalahan
akumulatif pada sudut-sudut terukur dalam jaringan polygon.
b. Untuk menentukan azimuth/arah titik-titik kontrol/polygon yang
tidak terlihat satu dengan yang lainnya.
c. Penentuan sumbu X dan Y untuk koordinat bidang datar pada
pekerjaan pengukuran yang bersifat lokal/koordinat lokal.
Pengukuran azimuth matahari dilakukan pada jalur polygon utama
terhadap patok terdekat dengan titik pengamatan pada salah satu
patok yang lain.
Pengukuran Situasi Rinci
Penentuan situasi dilakukan untuk mengambil data rinci lapangan,
baik obyek alam maupun bangunan-bangunan, jembatan, jalan
dan sebagainya. Obyek-obyek yang diukur kemudian dihitung
harga koordinatnya (x,y,z). Untuk selanjutnya garis kontur untuk
masing-masing ketinggian dapat ditentukan dengan cara
interpolasi.
Pengukuran rinci/situasi dilaksanakan memakai metode tachimetri
dengan cara mengukur besar sudut dari polygon (titik pengamatan
situasi) kearah titik rinci yang diperlukan terhadap arah titik polygon
terdekat lainnya, dan juga mengukur jarak optis dari titik
pengamatan situasi. Pada metode tachimetri ini didapatkan hasil
ukuran jarak dan beda tinggi antara stasiun alat dan target yang
diamati. Dengan cara ini diperoleh data-data sebagai berikut:
a. Azimuth magnetis;

F - 20
b. Pembacaan benang diafragma (atas, tengah, bawah);
c. Sudut zenith atau sudut miring;
d. Tinggi alat ukur.
Spesifikasi pengukuran situasi adalah sebagai berikut:
a. Metode yang digunakan adalah metode tachimetri dengan
membuat jalur ray, dimana setiap ray terikat pada titik-titik
polygon sehingga membentuk jalur polygon dan waterpass
terikat sempurna.
b. Pembacaan detail dilakukan menyebar ke seluruh areal yang
dipetakan dengan kerapatan disesuaikan dengan skala peta
yang akan dibuat. Gundukan tanah, batu-batu besar yang
mencolok serta garis pantai akan diukur dengan baik. Juga
bangunan-bangunan yang penting dan berkaitan dengan
pekerjaan desain akan diambil posisinya.

Survey Bathimetri
Survei Bathimetri atau seringkali disebut dengan pemeruman
(sounding) dimaksudkan untuk mengetahui keadaan topografi laut.
Survei Bathimetri yang meliputi kawasan sepanjang pantai dengan
dengan lebar 1 km ke arah laut atau sampai Surveyor tidak dapat
lagi memegang pheilscal atau sampai kedalaman 10 m. Cara yang
dipakai dalam pengukuran ini adalah dengan menentukan posisi-
posisi kedalaman laut pada jalur memanjang dan jalur melintang
untuk cross check. Penentuan posisi-posisi kedalaman dilakukan
menggunakan GPS MAP.
Penentuan Jalur Sounding
Jalur sounding adalah jalur perjalanan kapal yang melakukan
sounding dari titik awal sampai ke titik akhir dari kawasan survei.
Pada bagian pantai yang ditinjau, jalur sounding dibuat dengan
jarak maksimum 30 m. Untuk tiap jalur sounding dilakukan
pengambilan data kedalaman perairan setiap jarak 30 m. Titik awal
dan akhir untuk tiap jalur sounding dicatat dan kemudian di-input ke

F - 21
dalam alat pengukur yang dilengkapi dengan fasilitas GPS, untuk
dijadikan acuan lintasan perahu sepanjang jalur sounding.
Record data tiap jarak 20 meter dengan jalur sounding dibuat tegak
lurus garis pantai dengan jarak antara jalur 30 meter. Dibuat
lintasan cross check pada jarak 100 meter, 200 meter, 600 meter,
800 meter dan 1000 meter kilometer dari garis pantai.
Echosounder dan GPS dipasang di perahu, secara otomatis data
kedalaman dan posisi atau X,Y dan Z direkam setiap perahu
bergeser 20 meter. Kedalaman hasil survei dikoreksi oleh muka air
pasang surut yang surveinya dilakukan pararel. Data diperlukan
sebagai paramater penentu layout.
Pelaksanaan Survei/Pengukuran Bathimetri
Peralatan survei yang diperlukan pada pengukuran Bathimetri
adalah:
a. Single Beam Echosounder, GPS dan perlengkapannya. GPS
(Global Positioning System) memberikan posisi alat pada
kerangka horisontal dengan bantuan satelit. Dengan fasilitas
ini, kontrol posisi dalam kerangka horisontal dari suatu titik
tetap di darat tidak lagi diperlukan. Selain fasilitas GPS, alat ini
mempunyai kemampuan untuk mengukur kedalaman perairan
dengan menggunakan gelombang suara yang dipantulkan ke
dasar perairan.
b. Notebook diperlukan untuk menyimpan data yang diunduh dari
alat GPS setiap 300 kali pencatatan data.
c. Perahu digunakan untuk membawa surveyor dan alat-alat
pengukuran menyusuri jalurjalur sounding yang telah
ditentukan. Dalam operasinya, perahu tersebut harus memiliki
beberapa kriteria, antara lain:
1) Perahu harus cukup luas dan nyaman untuk para surveyor
dalam melakukan kegiatan pengukuran dan pengunduhan
data dari alat ke komputer, dan lebih baik tertutup dan
bebas dari getaran mesin.

F - 22
2) Perahu harus stabil dan mudah bermanuver pada
kecepatan rendah.
3) Kapasitas bahan bakar harus sesuai dengan panjang jalur
sounding.
4) Papan duga digunakan pada kegiatan pengamatan
fluktuasi muka air di laut.
5) Peralatan keselamatan. Peralatan keselamatan yang
diperlukan selama kegiatan survei dilakukan antara lain life
jacket.

Gambar F.5. Pergerakan Perahu Menyusuri Jalur Sounding

2. Survey Hidrologi/Hidrometri
Survei hidrologi/hidrometri dilakukan untuk mendapatkan
gambaran mengenai kondisi perairan setempat yaitu kondisi
pasang surut, arus, dan sedimen.
Sehubungan hal tersebut maka pekerjaan yang dilakukan dalam
survei hidrologi/hidrometri ini meliputi pengamatan pasang surut,
pengukuran arus, dan pengambilan contoh sedimen.
Pengamatan Pasang Surut
Pengamatan pasang surut dilaksanakan selama 15 hari dengan
pembacaan ketinggian air setiap satu jam. Pengukuran dilakukan
pada dua tempat yang secara teknis memenuhi syarat. Hasil dari
dua pengamatan pasang surut ini akan digunakan sebagai
boundary conditions dalam pemodelan matematis.

F - 23
Hasil pengamatan pada papan pheilschal dicatat pada formulir
pencatatan elevasi air pasang surut yang telah disediakan.
Kemudian diikatkan (levelling) ke patok pengukuran topografi
terdekat pada salah satu patok untuk mengetahui elevasi nol
pheilschal dengan menggunakan Zeiss Ni-2 Waterpass. Sehingga
pengukuran topografi, Bathimetri, dan pasang surut mempunyai
datum (bidang referensi) yang sama.
Elevasi Nol Pheilschal = T.P + BT.1 – BT.2
dimana:
T.P = Tinggi titik patok terdekat dengan pheilschal
BT.1 = Bacaan benang tengah di patok
BT.1 = Bacaan benang tengah di pheilschal
Pheilschal ditempatkan pada lokasi yang selalu tergenang air dan
bebas gelombang. Elevasi muka air dicatat dengan interval 1 jam
pengamatan (24 jam), selama 15 hari. Sebaiknya pemasangan
pheilschal dilakukan di dermaga yang sudah ada. Oleh karena itu
memerlukan surat ijin dari pemilik pekerjaan. Data diperlukan untuk
menentukan datum elevasi.

Gambar F.6. Pengikatan (Levelling) Pheilscal

Pengukuran Kecepatan Arus


Tujuan pengukuran arus adalah untuk mendapatkan besaran
kecepatan dan arah arus yang akan berguna dalam penentuan
sifat dinamika perairan lokal. Lama pengukuran masingmasing

F - 24
selama 15 hari dan mencakup saat pasang purnama dengan
interval waktu minimal 1 jam. Pengukuran ini dilakukan untuk
keperluan kalibrasi model. Berikut ini penjelasan Metoda
Pelaksanaan Pengukuran:
a. Pengukuran arus dilakukan pada beberapa lokasi dimana arus
mempunyai pengaruh penting. Penempatan titik pengamatan
ini disesuaikan dengan kondisi oceanography lokal dan
ditentukan hasil studi pengamatan/survei pendahuluan
(reconnaissance survei). Yang dilakukan adalah: pengukuran
distribusi kecepatan, dalam hal ini pengukuran dilakukan di
beberapa kedalaman dalam satu penampang. Berdasarkan
teori yang ada, kecepatan arus rata-rata pada suatu
penampang yang besar adalah :
V = 0.25 ( v0.2d + 2´v0.6d + v0.8d)
dimana :
v0.2d = arus pada kedalaman 0.2d
d = kedalaman lokasi pengamata arus.
b. Pengamatan kecepatan arus dilakukan pada kedalaman 0.2d,
0.6d, 0.8d.
c. Pengukuran arus akan dilakukan pada 2 waktu, yaitu pada saat
pasang tertinggi (spring tide) dan surut terendah (neap tide).
Lama pengukuran masing-masing selama 15 hari dan
mencakup saat pasang purnama dengan interval waktu
minimal 1 jam, yaitu dari saat surut sampai dengan saat surut
berikutnya atau pada saat pasang ke saat pasang berikutnya
atau disebut 1 siklus pasang surut.
d. Di samping mengetahui besar arus, arah arus juga diamati.
e. Alat yang digunakan terdiri dari currentmeter dan notebook.

F - 25
Gambar F.7. Arus diukur Pada Tiga Kedalaman Perairan

Pengambilan Contoh Sedimen Dasar dan Layang


Pada lokasi laut dilakukan pengambilan sedimen layang (3
kedalaman) dan sedimen dasar untuk mengetahui material
sedimentasi baik yang melayang maupun yang berada di dasar.
Pengambilan contoh sedimen dasar dan layang dilakukan
sebanyak 2 (dua) sampel.
Pekerjaan ini mencakup pengambilan contoh sedimen suspensi
dan dasar. Peralatan pengambilan contoh air (sedimen suspensi)
menggunakan satu unit botol yang dilengkapi dengan katup-katup
pemberat. Botol yang digunakan, dimasukkan pada kedalaman
yang dikehendaki di titik pengambilan sampel air. Sampel air yang
didapat, disimpan dalam botol plastik untuk di tes di laboratorium.
Dalam pengambilan sampel air, terdapat dua metoda pengambilan
yaitu grab sample dan composite sample. Grab sample adalah
pengambilan sampel dilakukan dengan sekali ambil pada
kedalaman tertentu. Sementara composite sample adalah
pengambilan sampel pada kedalaman air yang berbeda dan
kemudian digabung menjadi satu sampel. Metoda yang dipilih
untuk diterapkan dalam pekerjaan ini adalah composite sample.
Pengambilan contoh sedimen suspensi dilakukan pada kedalaman
yang sama dengan pengukuran arus seperti yang dijelaskan
sebelumnya. Kemudian diuji di laboratorium untuk mengetahui
kandungan sedimennya. Sementara pengambilan sampel sedimen
dasar menggunakan satu unit grabber. Grabber dengan kondisi

F - 26
“mulut” terbuka diturunkan dengan mengulur tali hingga membentur
tanah dasar laut/sungai. Saat tali ditarik kembali, secara otomatis
mulut grabber akan menggaruk material di bawahnya hingga
tertutup. Dengan demikian grabber yang telah memuat material
dasar ditarik ke atas. Sampel material dasar tersebut dimasukkan
ke dalam wadah plastik yang diberi tanda untuk dites di
laboratorium untuk mengetahui gradasi butirannya.
Data kandungan sedimen dan gradasi butiran merupakan
parameter yang diperlukan untuk pemodelan sedimentasi, sehingga
dapat diketahui pola sedimentasi di lokasi kajian.

Gambar F.8. Metode Pengambilan Sedimen Dasar

3. Survey Mekanika Tanah


Penyelidikan tanah lapangan dan laboratorium dilakukan sesuai
dengan kebutuhan masing-masing alternatif desain. Pekerjaan
penyelidikan tanah atau geoteknik ini dilakukan guna mendapatkan
data-data serta gambaran mengenai keadaan, jenis dan sifat-sifat
mekanis tanah di lokasi pekerjaan. Pelaksanaan penyelidikan
mekanika tanah menggunakan sondir dan bor tangan (hand bor)
sampai mencapai kedalaman tanah keras. Pada tiap titik pemboran
diambil 2 (dua) sampel pada kedalaman 4 dan 8 meter (atau
tergantung kondisi di lapangan).
Pada pekerjaan penyelidikan tanah ini, lingkup pekerjaan yang
akan dilaksanakan terdiri dari:

F - 27
a. Identifikasi Geologi melalui peta geologi regional baik untuk
bagian daratan maupun dasar laut (jenis tanah /batuan /
karang pada dasar laut);
b. Penyelidikan tanah di lapangan yang meliputi pekerjaan sondir
(2 titik), test pit (2 titik) dan hand boring (2 titik);
c. Pekerjaan test laboratorium dari contoh tanah yang diambil.
Sondir (Dutch Cone Penetration Test)
Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan alat uji sondir atau
Dutch Cone Penetrometer tipe Gouda, dengan kapasitas penetrasi
maksimum 2,5 ton. Konus yang dipakai adalah tipe Begemann,
yang dilengkapi dengan selimut (jacket/sleeve) pengukur friksi.
Dengan demikian dari uji sondir ini harus diperoleh data nilai
kapasitas konus (qc) dan data nilai kapasitas friksi lokal tanah (fs).

Spesifikasi dari konus adalah :


a. Sudut kerucut konus = 60 derajat
b. Luas ujung konus = 10 cm2
c. Luas selimut / jacket = 150 cm2
Pembacaan nilai konus (qc) dan friksi lokal (fs) harus dilakukan
pada setiap interval kedalaman minimal 20 cm, dengan kecepatan
penetrasi perlu untuk diusahakan konstan sebesar 2 cm/detik,
sampai pembacaan total beban penetrasi mencapai kapasitas
maksimum dari alat uji sondir.
Hasil dari uji sondir (DCPT) disajikan dalam bentuk grafik uji sondir
(Dutch Cone Penetration Chart).
Perhitungan :
Hambatan lekat (HL) dihitung dengan rumus:
HL = (JP – PK)
Keterangan:
PK = perlawanan penetrasi konus
JP = jumlah perlawanan
Jumlah hambatan lekat

F - 28
JHLi =  HL
Dimana i = kedalaman lapisan yang ditinjau
Grafik yang dibuat:
Perlawanan penetrasi konus PK pada tiap kedalaman.
Jumlah hambatan lekat pada tiap kedalaman.

Keuntungan alat sondir :


 Dapat dengan cepat menentukan lapisan keras.
 Dapat diperkirakan perbedaan lapisan.
 Dengan rumus empiris hasilnya dapat digunakan untuk
menghitung daya dukung tiang.
 Cukup baik untuk digunakan pada lapisan yang berbutir halus.

Kekurangannya :
 Jika terdapat batuan lepas bila memberikan indikasi lapisan
keras yang salah.
 Tidak dapat mengetahui jenis tanah secara langsung.
 Jika alat rusak dan konus tidak bekerja dengan baik maka hasil
yang diperoleh bisa meragukan.

Gambar F.9. Sondir

F - 29
Penyelidikan Sumur Uji (Test Pit)
Pekerjaan penyelidikan sumuran uji (Test Pit) ini gunanya untuk
mengetahui jenis dan ketebalan serta urutan-urutan lapisan tanah
bawah permukaan dengan lebih jelas, baik pada lokasi bangunan.

Dalam pelaksanaan tersebut dicatat tentang uraian jenis dan warna


tanah, kedalaman dan elevasinya.

Ukuran sumur uji 1 x 1,5 meter dengan kedalaman maksimum 5,0


meter dan difoto untuk semua tes pit. Pembuatan sumuran uji (test
pit) bisa dihentikan bilamana :

a. Telah dijumpai lapisan keras, baik pada lokasi maupun di


daerah sekelilingnya.
b. Bila dijumpai rembesan air tanah yang cukup besar sehingga
sulit untuk diatasinya.
c. Bila dinding galian mudah runtuh, sehingga pembuatan galian
mengalami kesulitan, meskipun sudah diatasi dengan
memasang papan penahan.
d. Hasil kedalaman tes pit ini didokumentasikan keadaan lapisan
tanahnya.

Gambar F.10. Sketsa Lubang Galian Test Pit

Pengambilan Contoh Tanah


Pengambilan contoh tanah dilakukan:

F - 30
a. Untuk contoh tanah tidak terganggu (undisturbed sample) dan
contoh tanah terganggu (disturbed sample).
b. Pada lokasi pengeboran tangan (hand boring).
c. Pengujian tanah di lakukan pada laboratorium mekanika tanah
yang terakreditasi dan mendapatkan persetujuan dari direksi
pekerjaan.

a. Pengambilan Contoh Tanah Tidak Terganggu (Undisturbed


Sampel)
Pekerjaan ini harus dilakukan oleh konsultan dengan mengikuti
prosedur SNI 03-4148.1-2000. Peralatan yang akan digunakan
harus diperiksa dan mendapat persetujuan Pengawas
Pekerjaan sebelum pekerjaan dimulai. Contoh tanah yang
diperoleh harus dibawa oleh konsultan ke laboratorium untuk
diadakan pengujian. Kedalaman pengambilan contoh tanah
harus ditentukan berdasarkan kondisi geologi di lapangan serta
mendapat persetujuan Pengawas Pekerjaan. Pengambilan
contoh tanah tersebut dilakukan apabila harga SPT N < 10.
Agar data parameter dan sifat-sifat tanahnya tidak berubah dan
dapat digunakan maka akan diperhatikan pada saat
pengambilan, pengangkutan dan penyimpangan contoh tanah
agar :
 Struktur tanahnya dan sifat-sifat tanahnya tidak berubah
sehingga mendekati keadaan yang sama dengan keadaan
lapangan.
 Kadar air asli masih dianggap sesuai dengan mata tabung
0 minimal 6,8 cm dan panjang minimal 50 cm.
 Sebelum pengambilan contoh tanah dilakukan dinding
tabung sebelah dalam diberi pelumas agar gangguan
terhdap contoh tanah dapat diperkecil terutama pada waktu
mengeluarkan contoh tanahnya.

F - 31
 Untuk menjaga kadar asli contoh tanah ini, maka pada
kedua ujung tabung akan ditutup dengan parafin yang
cukup tebal dan tabung diberi simbol lokasi, diberi simbol
lokasi nomor sampel serta kedalaman contoh diambil.
 Pada waktu pengangkutan dan penyimpanan tabung
sample supaya dihindarkan dari getaran yang cukup keras
dan dihindarkan penyimpanan pada suhu yang cukup
panas.
 Pada waktu pengambilan contoh tanah ini diusahakan
dengan memberikan tekanan centris sehingga struktur
tanahnya sesuai dengan di lapangan.

Gambar F.11. Peralatan Pengambilan Sampel : Thin Wall Tube Sampler

b. Pengambilan Contoh Tanah Terganggu (Disturbed Sample)


Contoh diambil setiap ada perubahan, baik perubahan lapisan,
tekstur maupun warna, pengambilan contoh tanah seberat ± 30
kg, dengan memakai karung. Pengambilan ini dilakukan setelah
Konsultan diskusi dengan Pengawas Pekerjaan.
Pengambilan contoh tanah ini diambil dengan kriteria sebagai
berikut:
 Bila masing-masing lapisan tanah cukup tebal, maka
contoh harus diambil dan masing masing lapisan dengan
pengambilan vertikal. Bila lapisan-lapisannya tipis (< 0,5

F - 32
meter) maka pengambilan contoh tanah tersebut diambil
secara keseluruhan dengan pengambilan vertikal.
 Untuk penelitian kadar air aslinya, maka diadakan
pengambilan contoh tanah asli dengan menggunakan
tabung PVC diameter 2 inchi, panjang 20 cm yang
selanjutnya ditutup dengan parafin dikedua ujungnya.

4. Survey Sosial Ekonomi


Survei dilakukan untuk mendapatkan gambaran tentang kondisi
sosial, ekonomi dan budaya pada lokasi studi. Metode survei
dilakukan dengan cara wawancara dan penyebaran kuisioner
kepada masyarakat yang terkena dampak dari rencana konstruksi
bangunan.
Untuk perencanaan teknis pengamanan pantai data yang diperoleh
langsung sebagai hasil survey lapangan diperlukan antara lain :
 Kondisi ekonomi masyarakat disekitar daerah pantai;
 Informasi tentang budaya dan kearifan lokal dan yang mungkin
akan sangat berpengaruh secara timbal balik dengan rencana
perbaikan serta pembangunan bangunan pengamanan pantai;
 Informasi tentang pemanfaatan pantai yang telah berjalan dan
cara- cara pemanfaatan tersebut;
 Jenis jenis kegiatan lain disekitar pantai yang mungkin akan
saling mempengaruhi pekerjaan pantai;
 Informasi tentang status tanah, kepemilikan resmi maupun
yang bersifat adat atau kepemilikan komunal, dalam rangka
kemungkinan pembebasan lahan, tegakan dan bangunan.
Setiap ada suatu pembangunan pada umumnya akan berpengaruh
terhadap kondisi sosial budaya masyarakat. Besar kecilnya
pengaruh terhadap masyarakat banyak ditentukan oleh besar
kecilnya skala pembangunan dan jenis pembangunan itu sendiri.
Pada kondisi tertentu masyarakat belum tentu menerima

F - 33
sepenuhnya pembangunan tersebut, tetapi di sisi lain masyarakat
sangat memerlukan pembangunan.
Data data langsung sebaiknya dicari dengan peninjauan lapangan,
wawancara, kuesioner atau rembug masyarakat yang intensif dan
serius, dengan melibatkan pemerintahan tingkat desa, kecamatan
dan kabupaten serta tokoh masyarakat yang berpengaruh, lembaga
swadaya masyarakat serta organisasi-organisasi masyarakat
pengguna pantai dan yang terkait lainnya.

C. ANALISIS DATA DAN PERENCANAAN TEKNIS


1. Analisis Topografi dan Bathimetri
Pengolahan dan perhitungan data lapangan hasil pengukuran
topografi dan bathimetri dapat dihasilkan suatu peta lengkap yang
dapat memberikan gambaran bentuk permukaan tanah berupa
situasi dan ketinggian serta posisi kenampakan yang ada baik
untuk area darat maupun area perairan laut di lokasi studi.
Analisis data lapangan (perhitungan sementara) akan segera
dilakukan selama Tim Survey masih berada di lapangan, sehingga
apabila terjadi kesalahan dapat segera dilakukan pengukuran
ulang. Setelah data hasil perhitungan sementara memenuhi
persyaratan toleransi yang ditetapkan dalam Spesifikasi teknis
selanjutnya akan dilakukan perhitungan data definitif kerangka
dasar pemetaan dengan menggunakan metode perataan bowditch.
1. Perhitungan Koordinat Titik Poligon
Prinsip dasar hitungan koordinat titik-titik poligon. Koordinat titik
B dihitung dari koordinat A yang telah diketahui :

F - 34
U

U U
U U
U 34
12  B
 4B
U d4B
PA 1 23 3 
d34
A
A1 d12  d23 4
dA1 3
P
A dPA 1 2
4
2
A

Gambar F.12. Pengukuran Poligon

Hitungan koordinat :
XP = XA + dAP Sin αAP
YP = YA + dAP Cos 2αAP
dalam hal ini :
XA , YA = koordinat titik yang akan ditentukan
dAP Sin αAP = selisih absis (XAP) definitif (telah diberi koreksi)
dAP Cos αAP = selisih ordinat (YAP) definitif (telah diberi koreksi)
dAP = jarak datar AP definitif
αAP = azimuth AP definitif.
Untuk menghitung azimuth poligon dari titik yang diketahui
digunakan rumus sebagai berikut :
α12 = α1A + 1
= αAP + A + 1 –1(1800)
α23 = α21 + 2 = 12 + 2 – 1800
= αAP + A + 1 + 2 – 2(1800)
α34 = α32 + 3 = α23 + 3 – 1800
= αAP + A + 1 + 2 + 3 – 3(1800)
α4B = α43 + 4 = α34 + 4 – 1800
= α43 + A + 1 + 2 + 3 + 4 – 4(1800)

F - 35
 Syarat Geometri Poligon
Secara garis besar bentuk geometri poligon dibagi menjadi
poligon tertutup (loop) dan poligon terbuka, apabila dalam
hitungan syarat geometri tidak terpenuhi maka akan timbul
kesalahan penutup sudut yang harus dikoreksikan ke
masing-masing sudut yang akan diuraikan berikut ini.
 Hitungan Koordinat
Koordinat titik kerangka dasar dihitung dengan perataan
Metoda Bowdicth. Rumus-rumus yang merupakan syarat
geometrik poligon dituliskan sebagai berikut :
- Syarat Geometrik Sudut
 Akhir -  Awal + ∑ + n . 180 = f
dimana :
 = sudut jurusan
 = sudut ukuran
n = bilangan kelipatan
f = salah penutup sudut.
- Syarat Geometrik Absis (KX)

(XAkhir – XAwal) - = 0

dimana :
di = jarak vektor antara dua titik yang berurutan
∑di = jumlah jarak
X = absis
X = elemen vektor pada sumbu absis
m = banyak titik ukur.
- Koreksi Ordinat

dimana :
di = jarak vektor antara dua titik yang berurutan
∑di = jumlah jarak

F - 36
Y = ordinat
Y = elemen vektor pada sumbu ordinat
m = banyak titik ukur.
Untuk mengetahui ketelitian jarak linier (SL) ditentukan
berdasarkan besarnya kesalahan linier jarak (KL).

Setelah melalui tahapan hitungan tersebut di atas, maka


koordinat titik poligon dapat ditentukan.

2. Perhitungan Kerangka Dasar Vertikal


 Syarat geometris :
Hakhir - Hawal = H  FH

 Hitungan beda tinggi :


H1-2 = Btb - Btm
 Hitungan tinggi titik :
H2 = H1 + H12 + KH
dimana :
H = tinggi titik
H = beda tinggi
Btb = benang tengah belakang
Btm = benang tengah muka
FH = salah penutup beda tinggi
KH = koreksi beda tinggi

T = toleransi kesalahan penutup sudut


=

F - 37
D = jarak antara 2 titik kerangka dasar vertikal dalam satuan
kilometer.

3. Hitungan Situasi Detail


Berdasarkan data yang diperoleh selanjutnya melalui proses
hitungan, diperoleh jarak datar dan beda tinggi antara dua titik
yang telah diketahui koordinatnya (X,Y,Z). Untuk menentukan
tinggi titik B dari tinggi A yang telah diketahui koordinat (X,Y,Z),
digunakan rumus sebagai berikut :
TB = TA + H
Untuk menghitung jarak datar (Dd) :

Dd = DO . cos2 m
Dd = 100 (Ba – Bb) . cos2 m
dimana :
TA = titik tinggi A yang telah diketahui
TB = titik tinggi B yang akan ditentukan
H = beda tinggi antara titik A dan titik B
Ba = bacaan benang diafragma atas
Bb = bacaan benang diafragma bawah
Bt = bacaan benang diafragma tengah
TA = tinggi alat
DO = jarak optis
m = sudut miring.
Mengingat akan banyak titik-titik rinci yang diukur, serta
terbatasnya kemampuan jarak yang dapat diukur dengan alat
tersebut, maka diperlukan titik-titik bantu yang mem-bentuk
jaringan poligon kompas terikat sempurna. Sebagai
konsekuensinya pada jalur poligon kompas akan terjadi
perbedaan arah orientasi utara magnetis dengan arah orientasi
Utara peta sehingga sebelum dilakukan hitungan, data azimuth

F - 38
magnetis diberi koreksi Boussole supaya menjadi azimuth
geografis.
Hubungan matematik koreksi Boussole (C) adalah :
C = g - m
dimana :
g = azimuth geografis
m = azimuth magnetis.
Pada pelaksanaannya kerapatan titik detail akan sangat
bergantung pada skala peta yang akan dibuat, selain itu
keadaan tanah yang mempunyai perbedaan tinggi yang ekstrim
dilakukan pengukuran lebih rapat.
Perhitungan topografi dilakukan di lapangan dan penggambaran
konsep (draft) juga dilakukan di lapangan. Koordinat yang
digunakan adalah koordinat lokal yang ada atau dipasang di lokasi.

4. Penggambaran Peta Dasar


Peta topografi harus digabungkan dengan peta Bathimetri,
karena itu kedua peta harus mempunyai bidang persamaan
yang sama yaitu LLWL (hasil analisa pasang surut). Untuk
bagian pantai yang ada di atas bidang persamaan akan
bertanda positif. Bidang persamaan harus dicantumkan begitu
juga tanggal dan tahun pembuatannya. Dalam penggambaran
profil melintang pantai, elevasi muka air HHWL, MSL dan
LLWL juga harus dicantumkan.
Survei Bathimetri dan topografi harus dilakukan pada saat yang
bersamaan dengan survei pasang surut.
Hasil dari kegiatan ini akan terdiri dari:
a. Peta Dasar dengan skala 1:2000.
b. Peta ikthisar (ukuran A3) dengan skala yang disesuaikan.
c. Deskripsi kondisi geomorfologi pantai mencakup ruas
pantai kritis dan profilnya, headland dan sebagainya.

F - 39
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan pengukuran
topografi :
a. Pemasangan patok Bench Mark (BM) dilakukan dengan
jarak 1,5 Km. Sedangkan patok Control Point (CP)
dipasang diantara patok Bench Mark (BM).
b. Bench Mark (BM) terbuat dari beton dengan ukuran 20 x
20 x 100 cm dipasang pada jalur Polygon ditempatkan
pada daerah yang aman dan muncul diatas tanah setinggi
20 cm agar mudah dicari kembali.
c. Control Point (CP) patok paralon bertulang dengan ukuran
10x10x80 cm diberi nomor bagian atas.
d. Pemasangan patok untuk pengukuran Polygon Utama
sebagai dasar kerangka pemetaan topografi harus dalam
bentuk Kring Tertutup dengan persyaratan kesalahan
penutup sudut maksimum 10”  N.
e. Sedangkan untuk pengukuran Sipat Datar (Waterpass)
harus berupa Kring Tertutup atau pergi pulang dengan
persyaratan kesalahan maksimum 8mm D dan tidak
diperkenankan menggunakan cara Double Stand.
f. Titik referensi yang dipergunakan adalah titik Bench Mark
yang ada disekitar lokasi pengukuran yang sudah diketahui
nilainya, Tanda Tinggi Geodesi (TTG) BAKOSURTANAL
atau tinggi titik pengukuran berdasarkan tinggi muka air
laut rata-rata atau ditentukan oleh Direksi.
g. Pengamatan matahari dilakukan pagi dan sore hari dan
diikat ke BM yang dilalui oleh polygon maksimum 2 (dua)
buah titik.
h. Pengukuran Situasi Detail.
1) Pengukuran situasi detail dilakukan dengan terperinci
dan harus terikat pada kerangka dasar pemetaan.
2) Ketinggian titik detail diukur dengan toleransi 10 mm
dengan interval kerapatan kontur 0,25 s/d 0,50 meter.

F - 40
3) Pengukuran situasi diukur merata keseluruh daerah
rencana pengukuran mencakup batas penggunaan
lahan, saluran alam dan atau buatan serta bangunan –
bangunan yang ada.
i. Pengukuran Situasi, Trace, Potongan Memanjang dan
Melintang.
1) Pengukuran situasi dan trace pantai dilakukan
sepanjang kondisi di lapangan.
2) Pengukuran tersebut dilakukan dengan kondisi alam
pantai, tanggul/jalan yang ada serta saluran dan
pemukiman yang terdapat di sekitarnya.
3) Pengukuran potongan memanjang dan melintang
dengan interval jarak 50 meter untuk daerah abrasi
kerapatan potongan melintang sesuai kebutuhan
perencanaan.
4) Situasi trace dan penampang melintang, diukur dengan
lebar 100 meter ke arah kiri dan 100 meter ke arah
kanan dari tepi pantai atau sesuai dengan arahan
Direksi.
j. Ketelitian.
1) Ketelitian horizontal. Minimal 90% titik yang mudah
dikenal dilapangan, digambar dengan toleransi
kesalahan planimetris 0,8 mm pada skala peta.
2) Ketelitian Vertikal Minimal 90% dari semula titik
tinggi /garis kontur dipeta yang mudah dikenal
dilapangan, toleransi kesalahan adalah maksimum
setengah interval garis kontur.
3) Kontrol azimuth dtentukan atas pengamatan astronomi
dengan ketelitian 20”.
4) Jumlah polygon antara dua control azimuth maksimum
50 buah.

F - 41
5) Koreksi sudut antara dua (2) control azimuth
maksimum 20”.
6) Salah penutup koordinat maksimum 1 : 5.000 dari
skala gambar. Untuk keperluan desain rinci diperlukan
peta topografi dan peta Bathimetri detail (skala : 1 :
5.000 – 1 : 10.000) yang diperoleh melalui survei
lapangan.

2. Analisis Hidrologi/Hidrometri
Analisa Pasang Surut
Maksud pengamatan pasang surut adalah untuk menentukan sifat
dan kedudukan air tertinggi (HWS), duduk tengah (MSL) dan air
terendah (LWS). Hasil pengamatan ini selanjutnya digunakan
sebagai referensi ketinggian dan koreksi kedalaman dalam
pembuatan peta bathimetri.
Pasang surut laut adalah gerakan vertikal dari permukaan air laut
yang terjadi secara periodik, dimana gerakan vertikal ini disebabkan
oleh pengaruh gaya tarik benda-benda langit (terutama bulan dan
matahari) terhadap bumi, gaya gravitasi bumi serta gaya sentripetal
akibat adanya rotasi bumi. Di antara gaya-gaya penyebab pasang
surut yang paling berpengaruh adalah gaya tarik bulan dan gaya
tarik matahari. Karena kedudukan bumi, bulan dan matahari selalu
berubah secara periodik, maka pasang surut di permukaan bumi
juga berubah-ubah tinggi rendahnya secara periodik sesuai dengan
waktu, atau dengan kata lain tunggang airnya yang merupakan
beda tinggi antara kedudukan permukaan laut tertinggi dengan
kedudukan terendahnya, selalu berubah besarnya secara periodik
dari waktu ke waktu.
Data hasil pengamatan pasut yang dilakukan selama 15 hari
dipergunakan untuk menghitung komponen-komponen pasang
surut (tidal constituents) yang akan dipakai untuk meramalkan
elevasi pasut di wilayah perencanaan.

F - 42
Analisa pasut dilakukan untuk memperoleh elevasi muka air
penting yang menentukan dalam perencanaan. Analisa pasang
surut yang dilakukan mengikuti urutan sebagai berikut:
- Menguraikan komponen-komponen pasang surut
- Meramalkan fluktuasi pasang surut
- Menghitung elevasi muka air penting
Menguraikan komponen-komponen pasut adalah menguraikan
fluktuasi muka air akibat pasang surut menjadi komponen-
komponen harmonik penyusunnya. Besaran yang diperoleh adalah
amplitude dan fasa setiap komponen. Dalam pengolahan data
pasut, dapat digunakan metode baik metode admiralty atau least
square.
Peramalan pasut dilakukan untuk kurun waktu yang cukup panjang
yaitu selama 20 tahun, dimana dalam kurun waktu tersebut diyakini
semua variasi harmonic yang ada telah tercakup seluruhnya. Hasil
peramalan tersebut kemudian danalisa lebih lanjut untuk
memperoleh beberapa elevasi penting dalam perencanaan sebagai
berikut :
HHWL : highest hight water level, muka air tertinggi
MHWS : mean hight water spring, rata-rata muka air tinggi saat
purnama
MHWL : mean high water level, rata-rata seluruh muka air
tinggi
MSL : mean sea level, rata-rata seluruh muka air yang terjadi
MLWL : men low water level, rata-rata seluruh muka air rendah
MLWS : mean low water spring, rata-rata muka air rendah
LLWS : lowest low water level, muka air terendah

Kurva Pasang Surut


Bumi yang menjadi satelit dari sistem tata surya dan bulan sebagai
satelit bumi, keduanya menimbulkan gaya-gaya yang mempunyai
pengaruh pada tinggi rendahnya permukaan air laut. Seperti

F - 43
diketahui bumi berotasi sendiri dalam waktu 24 jam dan berjalan
mengelilingi matahari, sedangkan bulan berotasi sendiri dalam
waktu 24 jam 50 menit pada saat yang bersamaan dan berjalan
mengelilingi bumi. Selisih waktu 50 menit menyebabkan besar gaya
tarik bulan bergeser terlambat 50 menit dari air tinggi yang
ditimbulkan oleh gaya tarik matahari.
Tinggi pasang surut adalah jarak vertikal antara air tertinggi
(puncak air pasang) dan air terendah (lembah air surut) yang
berturutan. Periode pasang surut adalah waktu yang diperlukan dari
posisi muka air pada muka air rerata ke posisi yang sama
berikutnya. Periode pasang surut bisa 12 jam 25 menit atau 24 jam
50 menit, yang tergantung pada tipe pasang surut. Periode pada
mana muka air naik disebut pasang, sedang pada saat muka air
turun disebut surut. Variasi muka air menimbulkan arus yang
disebut dengan arus pasang surut, yang mengangkat massa air
dalam jumlah sangat besar. Titik balik (slack) adalah saat dimana
arus berbalik antara arus pasang dan arus surut. Titik balik ini bisa
terjadi pada saat muka air tertinggi dan muka air terendah. Pada
saat tersebut kecepatan arus adalah nol.

Gambar F.13. Kurva Pasang Surut

Tipe Pasang Surut


Bentuk pasang surut pada setiap tempat di permukaan bumi tidak
selalu sama, dalam hal ini sangat tergantung pada posisi tempat

F - 44
yang bersangkutan serta keadaan topografi dasar laut. Dalam
oseanografi, pasang surut dikelompokkan dalam tiga tipe, yaitu:
a. Pasang surut setengah harian (semi diurnal), yaitu tipe pasang
surut dimana dalam selang waktu 12 jam (setengah hari) terjadi
satu kali air pasang dan satu kali air surut. Jadi dalam satu hari
penuh (24 jam) terjadi dua kali pasang dan dua kali surut.
b. Pasang surut harian (diurnal), yaitu tipe pasang surut dimana
dalam waktu 24 jam (satu hari) hanya terjadi satu kali pasang
dan satu kali surut.
c. Pasang surut campuran, yaitu tipe pasang surut dimana waktu
24 jam (satu hari) terjadi air pasang dan air surut dengan
jumlah yang tidak beraturan. Tipe pasang surut campuran ini
umumnya dibedakan atas 2 (dua) golongan, yaitu :
 Pasang surut campuran yang condong ke tipe setengah
harian (mixed semi diurnal)
 Pasang surut campuran yang condong ke tipe harian
(mixed diurnal)

Gambar F.14. Tipe Pasang Surut

Komponen pasang surut merupakan komponen-komponen yang


dapat membangkitkan pasang surut. Komponen ini dinamakan
konstanta harmonik karena sifatnya periodik terhadap waktu, yaitu
sesuai dengan gaya-gaya penyebabnya yang periodik.

F - 45
Komponen pasang surut secara garis besar dibagi kedalam 4
kelompok, yaitu konstanta harmonik periode panjang (long period
tide), periode harian (diurnal period), periode setengah harian (semi
diurnal period), serta konstanta harmonik pengaruh perairan
dangkal yang timbul karena efek gesekan dengan dasar perairan
dangkal.

Tabel F.1. Konstanta Harmonik Utama Pasang Surut


Kecepatan
Nama
Keterangan sudut Kelompok
Konstanta
(derajat/jam)

K1 dipengaruhi oleh deklinasi bulan dan matahari 15.04 Diurnal

O1 dipengaruhi oleh deklinasi bulan 13.94 Diurnal

P1 dipengaruhi oleh deklinasi matahari 14.93 Diurnal

S2 Dipengaruhi oleh matahari 30.00 Semi diurnal

M2 Dipengaruhi oleh bulan 29.98 Semi diurnal

Dipengaruhi oleh perubahan jarak akibat lintasan


N2 28.44 Semi diurnal
bulan yang berbentuk ellips

Dipengaruhi oleh perubahan jarak akibat lintasan


K2 30.08 Semi diurnal
matahari yang berbentuk ellips

Perairan
M4 Kecepatan sudutnya 2 kali kecepatan sudut M2 59.97
dangkal

Dihasilkan oleh interaksi M2 denganS2. kecepatan


MS4 sudutnya sama dengan jumlah kecepatan sudut M2 59.98 Perairan
dan S2 dangkal

Dari konstanta-konstanta harmonik utama pasang surut tersebut,


ada 4 (empat) buah konstanta harmonik yang dapat menentukan
tipe pasang surut seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
Keempat konstanta tersebut adalah K1, O1, M2, dan S2. dalam hal
ini, klasifikasi tipe pasang surut didasarkan pada perbandingan
antara jumlah amplitudo konstanta-konstanta diurnal (K1, O1)
dengan jumlah amplitude konstanta-konstanta semi diurnal (M2,

F - 46
S2). Perbandingan jumlah amplitudo tersebut dikenal sebagai
“Formzal”, yaitu :
Tipe-tipe pasang surut dapat diklasifikasikan dengan menggunakan
harga F di atas sesuai dengan ketentuan berikut :
0 < F < 0.25 : Pasut tengah harian (semi diurnal)
0.25 < F < 1.50 : Pasut campuran condong ke setengah
harian
1.50 < F < 3.00 : Pasut campuran condong ke harian
F > 3.00 : Pasut harian (diurnal)
Sehubungan dengan kedudukan vertikal dari permukaan laut yang
selalu berubah-ubah dari waktu ke waktu maka duduk tengah
(Mean Sea Level = MSL) dan muka surutan (Chart Datum) adalah
permukaan–permukaan referensi yang sangat penting dalam
survey dan pemetaan laut. Duduk tengah (Mean Sea Level = MSL)
digunakan untuk ketinggian titik-titik di darat, dan Muka Surutan
(Chart Datum) adalah bidang referensi untuk kedalaman titik-titik di
dasar laut.
Duduk Tengah (Mean Sea Level=MSL) merupakan kedudukan
rata-rata dari permukaan laut, dapat diklasifikasikan berdasarkan
selang waktu pengamatannya, yaitu:
a. Duduk Tengah Sementara (DTS)/MSL sementara
 DTS 39 jam, yaitu duduk tengah yang didapatkan dari
pengamatan pasang surut selama 39 jam
 DTS sengah bulanan, yaitu duduk tengah yang
didapatkan dari pengamatan pasang surut selama 15
piantan
 DTS bulanan, yaitu duduk tengah yang didapatkan dari
pengamatan pasut selama 29 piantan.
b. Duduk Tengah Sejati, yaitu duduk tengah yang didapatkan
dari pengamatan pasang surut selama 18.61 tahun terus
menerus, dan merupakan duduk tengah yang paling ideal.

F - 47
Sedangkan muka surutan (chart datum) adalah bidang permukaan
yang didefinisikan terletak dibawah permukaan laut terendah yang
mungkin terjadi, atau dengan kata lain permukaan laut tidak pernah
menyentuh muka surutan air. Kedudukan muka surutan (chart
datum) dapat ditentukan dari duduk tengah sementara (MSL
sementara) berdasarkan argument Zo. Dalam penentuan harga Zo
digunakan rumusan system internasional, sebagai berikut:
Zo = M2 +S2 + N2 + K1 + O1 + M2 + MS4 + K2 + P1
Pengamatan pasang surut dilakukan pada stasiun pasut yang
diletakkan pada lokasi tertentu. Penentuan lokasi stasiun pasut
terdapat beberapa kriteria, antara lain :
 Tidak terletak pada muara pantai
 Terlindung dari pengaruh langsung gelombang
 Terhubung secara langsung dan bebas dengan laut
 Air laut jernih dan tidak dipengaruhi tumbuhan laut
 Ombak laut tidak besar
 Mudah dicapai

Gambar F.15. Duduk Tengah (MSL) dan Muka Surutan (Chat Datum)

F - 48
Gambar F.16. Rambu Pasang Surut

Pada survey dan pemetaan laut untuk keperluan rekayasa,


umumnya pengamatan pasang surut laut umumnya dilakukan
untuk keperluan :
- Analisa dan peramalan pasang surut pada wilayah kerja yang
bersangkutan dan sekitarnya, dimana hasil analisa dan
peramalan ini antara lain : tipe pasang surut. Data tersebut
merupakan masukan dalam perencanaan desain dan
konstruksi bangunan yang akan digunakan, instalasinya di
lapangan, maupun untuk keperluan perawatan dan perbaikan
bangunan-bangunan nantinya.
- Penentuan Mean Sea Level (MSL) dan Muka Surutan (Chart
Datum), yang masing-masing merupakan bidang referensi
bagi ketinggian titik-titik di darat dan kedalaman titik-titik di
dasar laut. Dalam hal ini penentuan Mean Sea Level dan
Chart Datum dimaksudkan untuk menentukan besarnya
koreksi pasang surut yang nantinya akan diberikan pada
angka ukuran kedalaman, terutama untuk daerah yang
tunggang airnya cukup besar dan tidak dapat diabaikan begitu
saja dalam kaitannya dengan spesifikasi teknis pekerjaan
rekayasa yang bersangkutan.

F - 49
Analisa Arus
Pengolahan data arus dilakukan untuk mengetahui besar arus
rata-rata dilokasi titik survei. Pengolahan data dilakukan untuk
menjadikan hasil survey arus ini menjadi alat kalibrasi simulasi
hidrodinamika.
Analisa ini dimaksudkan untuk perilaku hidrolis Pantai (pola arus
laut) akibat interaksi faktor-faktor hidro-oceanografi di pantai
tersebut seperti pasang surut yang terjali dan debit pantai yang
masuk ke pantai. Sehingga dapat diketahui pola arus yang terjadi
akibat pasang surut yang berupa kecepatan arus pada masing-
masing titik beserta arahnya.
Untuk memudahkan analisa ini digunakan program bantu atau
software SMS 8.1 “Surface-water Modelling System”. Program ini
juga dapat digunakan untuk melihat pola distribusi konsentrasi
sedimen maupun polutan yang bercampur dengan air laut.
Gambar E.17 menunjukkan suatu pola arus besar dan arahnya
yang terjadi di suatu pantai akibat pasang surut air laut sedang
Gambar E.18 menunjukkan garis arus atau trace yang terjadi
akibat pasang surut.

Gambar F.17. Pola Arus dengan Menggunakan Program SMS 8.1

F - 50
Gambar F.18. Garis Arus (Trace) Menggunakan Program SMS 8.1

Analisa Data Sedimen


Pengelolaan data sedimen dilakukan di laboratorium untuk
memperoleh gradasi butiran sedimen, konsentrasi sedimen
suspensi dan kecepatan jatuhsedimen. Data ini selanjutnya
digunakan sebagai data masukan dan kalibrasi dalam simulasi
transpor sedimen atau simulasi perubahan garis pantai.

Analisa Gerakan Sedimen Pantai


Analisa gerakan sedimen untuk mengetahui kecenderungan arah
gerakan sedimen sepanjang pantai (longshore transport). Dalam
analisa angkutan sedimen pantai digunakan metode CERC
(Coastal Engineering Research Center) yang didasarkan pada
energi gelombang yaitu hubungan antara kapasitas angkutan
sedimen (longshore transport rate) dan komponen energi flux
sepanjang pantai pada bagian daerah gelombang pecah (breaker
zone). Kapasitas angkutan sedimen diformulasikan sebagai
berikut:

dimana:
Sx = Kapasitas angkutan sedimen m3/dt.
Ho = Tinggi gelombang di laut dalam (m).

F - 51
co = Kecepatan merambat gelombang di laut dalam (m/dt).
jo = Sudut gelombang di laut dalam (derajat).
jb = Sudut gelombang di breaker zone (derajat).

Pada analisa angkutan sedimen garis pantai dibagi dalam


beberapa segmen dimana setiap segmen pempunyai kedudukan
yang sama terhadap arah gelombang datang atau garis pantai
yang dianggap lurus. Untuk mempermudah analisa ini dapat
digunakan program SedTrans sehingga didapatkan
kecenderungan arah gerakan sedimen dan kapasitas angkutan
sedimen yang terjadi.

Model Numerik Sedimen Pantai


Metode perhitungan transport sedimen pada umumnya adalah
pengidealan dari bentuk aliran yang secara praktis heterogen
menjadi homogen. Pada kasus–kasus tertentu dibutuhkan
pengamatan lebih mendetail dari pola aliran sehingga dibutuhkan
model perhitungan numerik (numerical instrument) untuk
menyelesaikannya.
Perhitungan numerik yang dilakukan adalah dengan deferensial
parsial atau pemilahan badan aliran menjadi elemen–elemen
terbatas dan deferensial integral yaitu penggabungan kembali
elemen–elemen terbatas yang lebih dikenal dengan finite element
(elemen terbatas) dan finite deferrent (deferensial terbatas).
Pemodelan fisik aliran secara visual numerik telah banyak
dikembangkan pada saat ini dan memungkinkan untuk melakukan
percobaan–percobaan dan perhitungan yang membutuhkan
penggambaran detail. Berikut adalah beberapa model perhitungan
numerik transport sedimen yang telah digunakan :

F - 52
Model HEC-6
Hec-6 adalah model numerik aliran satu dimensi pada saluran
terbuka dengan dasar bergerak yang dapat digunakan untuk
mensimulasi atau memprediksi perubahan profil penampang
saluran yang disebabkan erosi dan deposisi pada jangka waktu
tertentu. Model ini membutuhkan aliran kontinu dan tetap pada
variabel debitnya. Pada setiap profil aliran permukaan dapat
dihitung kecepatan, kedalaman, dan kemiringan energi pada tiap-
tiap penampang, dan juga dapat menghitung potensi sedimen
transport pada tiap-tiap penampang. Perhitungan tersebut
dikombinasikan dengan durasi aliran, volume ijin sedimen yang
terhitung dalam masing-masing penampang. Jumlah erosi (scour)
atau pengendapan pada masing-masing penampang kemudian
dihitung dan dikontrol dari masing-masing bentuk penampang.
Dilanjutkan dengan memproses aliran selanjutnya dalam urutan
dan perhitungan yang berulang dimulai dengan bentuk geometri
yang baru (setelah gerusan dan pengendapan). Maka HEC-6
memiliki kemampuan dalam menganalisa jaringan pantai,
penggerusan saluran, bermacam-macam bendungan dan
permasalahannya, dan pada umumnya digunakan untuk
perhitungan transport sedimen.

Model SED2D
SED2D adalah model numerik yang memakai dua dan tiga
dimensi finite element, dimana berdiri secara tersendiri dalam
tujuan menganalisa transpor sedimen, scouring dan
pengendapan.
Metode perhitungan hidrolika pada umumnya adalah pengidealan
dari bentuk aliran yang secara praktis heterogen menjadi
homogen. Pada kasus–kasus tertentu dibutuhkan pengamatan
lebih mendetail dari pola aliran sehingga dibutuhkan model

F - 53
perhitungan numerik (numerical instrument) untuk
menyelesaikannya.
Perhitungan numerik yang dilakukan adalah dengan deferensial
parsial atau pemilahan badan aliran menjadi elemen–elemen
terbatas dan deferensial integral yaitu penggabungan kembali
elemen–elemen terbatas yang lebih dikenal dengan finite element
(elemen terbatas) dan finite deferrent (deferensial terbatas).
Metode elemen hingga merupakan prosedur numerik untuk
menyelesaikan persamaan diferensial. Penyelesaiannya diawali
dengan membagi daerah fisik menjadi beberapa sub daerah yang
disebut elemen. Sebuah elemen dapat berbentuk segitiga atau
segi empat yang ditandai dengan jumlah titik simpul tertentu
sebagai batas daerah. Jumlah simpul yang berhubungan pada
tiap elemen dengan mudah tercatat untuk identifikasi dan
penggunaan. Nilai dari variabel tergantung/tidak bebas tiap
elemen mempunyai nilai sejumlah titik simpul elemen dan
seperangkat fungsi interpolasi (bentuk).
Pada metode Galerkin fungsi pemberat untuk titik simpul identik
dengan fungsi interpolasi yang digunakan untuk mendefinisikan u
(variabel tergantung). Koefisien persamaan yang digabungkan
secara numerik dan semua persamaan elemen yang dikumpulkan
adalah untuk mendapatkan persamaan sistem yang lengkap
(global).
Analisa ini mempunyai dua tipe untuk elemen dua dimensi yaitu 6
simpul segitiga dan 8 simpul segiempat.
(1) (2)

(a) 6 titik bentuk segitiga (b) 8 titik bentuk segi empat

F - 54
Gambar F.19. Bentuk Elemen 2 Dimensi dalam RMA 4

Gelombang
Data angin jam-jaman yan diperoleh dalam kegiatan pengumpulan
data sekunder akan diolah untuk menjadi data tinggi gelombang
jam-jaman yang disebut analisa Hindcasing. Data gelombang
hasil hindcasting ini dapat dipakai sebagai input dalam simulasi
garis pantai dengan menggunakan piranti lunak GENESIS, dan
juga untuk memperkirakan tinggi gelombang dengan perioda
ulang tertentu (tinggi gelombang 5, 10, 50, 100 tahunan). Tinggi
gelombang dengan perioda ulang tertentu ini dapat digunakan
sebagai tinggi gelombang desain unuk memperkirakan kestabilan,
dan elevasi atas dari struktur pantai.
Peramalan atau prediksi gelombang yang terjadi di laut dalam
dihitung dengan perumusan (Sverdrup-Munk-Bretscheider)
(Shore Protection Manual, 1984) sebagai berikut:

Tabel F.2. Formulasi Metode SMB

F - 55
Dimensionless Metric units

H(m), T(s), UA(m/s), F(m), H(m), T(s), UA(m/s), F(km),


t(s) t(hr)

Fetch Limited (F,UA )

1/2
gHm O  gF 
 1.6  10 3  2  Hm O  5.112  10 4 UAF1/2 Hm O  1.616 10 2 UAF1/2
UA 2  UA 

1/3
gTm  gF 
Tm  6.238 10 2 UAF Tm  6.238 101 UAF
1/3 1/3
 2.857 101  2 
UA  UA 

2/3 1/3 1/3


gt  gF   F2   F2 
 6.88 101  2  t  3.215 101  
 t  8.93 10 1  

UA  UA   UA   UA 

Fully Developed

gHm O Hm O  2.482 10 2 UA 2 Hm O  2.482 10 2 UA 2


 2.433 10 1
UA 2

gTm Tm  8.30  10 1 UA Tm  8.30  10 1 UA


 8.134
UA

gt t  7.296 103 UA t  2.027UA


 7.15 10 4
UA
g = 9.8 m/s2 g = 9.8 m/s2
Notations
1 kilometer = 1000 m

1 hour = 3600 s

dimana:
F = Panjang fetch
g = Percepatan gravitasi
Hm0 = Tinggi gelombang hasil peramalan (m)
Tm = Perioda gelombang
UA = Kecepatan angin yg sudah dikoreksi

Pemodelan
Pemodelan dilakukan untuk mendapatkan gambaran prediksi
kejadian apabila dilakukan perubahan kondisi fisik dari perairan.
Dalam perencanaan bangunan pantai pemodelan yang sering
dilakukan adalah pemodelan untuk mengetahui perubahan garis
pantai akibat hantaman gelombang rencana 2 (dua) pemodelan
yang sering dilakukan adalah pemodelan :
a. Perubahan garis pantai

F - 56
b. Tinggi gelombang dilokasi rencana (lazim menggunakan
model yang disebut Refraksi- Difraksi).
c. Pemodelan air permukaan yang disebut Surface Modelling
System (SMS). Pemodelan ini menggambarkan pola arus
permukaan dan sedimentasi akibat arus tersebut.

a. Perubahan garis pantai


Analisa perubahan garis pantai ini menggunakan pendekatan
Single Line Theory dengan anggapan bentuk profil pantai
akibat angkutan sedimen tidak berubah. Pada analisa ini
diperlukan data peta topografi garis pantai, data tinggi
gelombang, periode gelombang, arah gelombang dan
frekwensi gelombang, data material sedimen pantai.
Asumsi dan pendekatan matematis yang digunakan pada
metode ini adalah:
 Bentuk profil pantai konstan/tidak berubah.
 Batas ujung akhir garis pantai kearah darat dan laut
dianggap tetap.
 Gerakan sedimen sepanjang pantai diakibatkan oleh
adanya gelombang pecah.
 Hasil yang didapat merupakan kecenderungan jangka
panjang.
Persamaan matematis yang digunakan metode diturunkan
berdasarkan konservasi volume sedimen yang diangkut
(conservation of sand volume).

F - 57
Gambar F.20. Skema Perhitungan Perubahan Garis Pantai

Pada pendekatan ini diasumsikan bahwa garis pantai


bergerak ke arah darat dan laut sepanjang pantai tanpa terjadi
perubahan profil pantai akibat gerakan sedimen masuk dan
keluar selama interval waktu Dt. Sumbu x merupakan garis
referensi sistem pantai dan sumbu y merupakan posisi pantai
tegak lurus garis referensi. Dy merupakan perubahan garis
pantai bergerak maju dan mundur terhadap garis referensi.
Sedang Dx merupakan panjang segmen garis pantai. Profil
pantai bergerak dalam bidang vertikal dengan batas atas berm
elevation DB dan batas bawah closure depth DC. Perubahan
volume masing-masing segmen adalah dan hal ini ditentukan
oleh jumlah sedimen netto yang masuk dan keluar segmen.
Sehingga perubahan volume netto adalah:

Persamaan besarnya perubahan garis pantai dapat


dinyatakan sebagai berikut:

dimana :

= perubahan garis pantai dalam interval waktu t

F - 58
= perubahan volume sedimen netto dalam interval jarak

x
Q = jumlah sedimen netto persatuan lebar

Sedangkan perumusan besarnya angkutan sedimen


sepanjang pantai (longshore transport rate) adalah sebesar:

dimana :
Q = angkutan sedimen sepanjang pantai m3/dt.
Cg = kecepatan rambat gelombang kelompok (m/dt).
b = subscript yang menunjukkan notasi gelombang
pecah.
qbs = sudut gelombang pecah.

Sedangkan a1 dan a2 suatu paramater tidak berdimensi yang


besarnya adalah:

dimana :
K1 K2 = koefisien empiris
rs = rapat massa sedimen
 = rapat massa air
p = porositas sedimen di dasar
tan = kemiringan dasar pantai rata-rata
Untuk mempermudah visualisasi perubahan garis dapat
menggunakan program GENESIS 3.0 (Generalized Model for
Simulating Shoreline Change) yang merupakan sub modul

F - 59
dari program SMS 1.0 “Shoreline Modeling System”. Dalam
program diperlukan masukan data berupa tinggi gelombang,
periode gelombang, sudut data gelombang terhadap garis
referensi dan frekwensi gelombang.
Sistem pemodelan pantai dengan membuat “initial shoreline”
atau garis pantai awal terhadap garis referensi. Dengan
memasukkan data gelombang yang terjadi di laut dalam dan
parameter material sedimen pantai yang berupa D50
dilakukan pemodelan untuk mengetahui perubahan garis
pantai akibat gelombang.
Dengan program ini dapat dimodelkan beberapa tipe
bangunan pantai seperti seawall, groin, jetty dan breakwater
atau kombinasi dari beberapa tipe bangunan pantai tersebut.
Di samping itu juga bisa dimasukkan data sedimen yang
masuk lewat muara pantai maupun pengisian pasir.
Output dari pemodelan ini berupa perubahan garis pantai
terhadap garis pantai awal. Perubahan ini bisa maju yang
berarti terjadi sedimentasi, bisa juga mundur yang berarti
terjadi erosi. Oleh karena data gelombang merupakan data
tahunan maka perubahan garis pantai yang terjadi
menunjukkan perubahan garis pantai tahunan.

b. Tinggi gelombang dilokasi rencana (lazim menggunakan


model yang disebut Refraksi- Difraksi).
Teori Gelombang
Bentuk gelombang di alam adalah sangat kompleks dan sulit
digambarkan secara matematis karena ketidak-linieran, tiga
dimensi dan mempunyai bentuk yang random. Beberapa teori
yang ada hanya menggambarkan bentuk gelombang yang
sederhana dan merupakan pendekatan gelombang alam. Ada
beberapa teori dengan berbagai derajat kekompleksan dan

F - 60
ketelitian untuk menggambarkan gelombang di alam,
diantaranya teori Airy, Stokes, Gerstner, Mich, Knoidal, dan
tunggal. Teori yang paling sederhana yaitu teori gelombang
linier atau teori gelombang amplitudo kecil, yang pertama kali
dikemukakan oleh Airy pada tahun 1845.
Teori gelombang amplitudo kecil diturunkan berdasarkan
persamaan Laplace untuk aliran tak rotasi (irrotational flow)
dengan kondisi batas di permukaan air dan dasar laut. Kondisi
batas di permukaan air didapat dengan melinierkan
persamaan Bernoulli untuk aliran tak mantap. Penyelesaian
persamaan tersebut memberikan potensial kecepatan periodik
untuk aliran tak rotasional. Potensial kecepatan ini kemudian
digunakan untuk menurunkan persamaan dari berbagai
karakteristik gelombang seperti fluktuasi muka air, kecepatan
dan percepatan partikel, tekanan, kecepatan rambat
gelombang dan sebagainya.
Transformasi Gelombang
Dalam perjalanannya menuju tepian pantai, gelombang
mengalami beberapa proses perubahan tinggi gelombang
seperti proses pendangkalan (wave shoaling), proses refraksi
(refraction) dan proses difraksi (diffraction).
a. Refraksi dan pendangkalan gelombang
Persamaan kecepatan rambat gelombang tergantung
kedalaman air dimana gelombang menjalar. Apabila cepat
rambat gelombang berkurang dengan kedalaman,
panjang gelombang juga berkurang secara linier. Variasi
kecepatan rambat gelombang terjadi sepanjang garis
puncak gelombang yang bergerak dengan membentuk
sudut dengan garis kedalaman laut, karena bagian dari
gelombang di laut dalam bergerak lebih cepat daripada
bagian di laut yang lebih dangkal. Variasi tersebut

F - 61
menyebabkan puncak gelombang membelok dan
berusaha untuk sejajar dengan garis kontur.
Refraksi yang digabung dengan pendangkalan akan dapat
menentukan tinggi gelombang di suatu tempat yang
mempunyai kedalaman tertentu, berdasarkan kondisi
gelombang dating seperti tinggi, periode, dan arah
gelombang di laut dalam. Refraksi mempunyai pengaruh
yang cukup besar terhadap tinggi gelombang dan
distribusi energi gelombang sepanjang pantai. Pada laut
dalam gelombang tidak mengalami refraksi, namun pada
laut transisi dan laut dangkal, pengaruh refraksi semakin
besar.

Gambar F.21. Refraksi Gelombang Pada Kontur Lurus dan Sejajar

Proses refraksi gelombang adalah sama dengan refraksi


cahaya. Yang terjadi karena cahaya melintasi dua media
perantara berbeda. Dengan kesamaan tersebut maka
pemakaian hukum Snell pada optik dapat digunakan untuk
menyelesaikan masalah refraksi gelombang yang
disebabkan karena perubahan kedalaman (Triatmodjo,
1999 : 67-71).

F - 62
dengan :
Kr = koefisien refraksi
Ks = koefisien shoaling
Co, C1 = kecepatan rambat gelombang (m/dt)
Ho, H1 = tinggi gelombang (m)
n = koefisien
0, 1 = sudut gelombang
indeks o = dari gelombang di laut dalam
indeks 1 = dari gelombang di titik tinjau

Dari pengaruh proses refraksi dan pendangkalan, didapat


suatu hubungan tinggi gelombang antara dua titik tinjau
pada kedalaman yang berbeda, yaitu :

Gambar F.22. Hukum Snellius Untuk Refraksi Gelombang

b. Difraksi gelombang
Ketika dalam perjalanan serangkaian gelombang dijumpai
penghalang impermeable seperti pemecah gelombang,
pulau atau tanjung, maka gelombang tersebut akan

F - 63
membelok di sekitar ujung rintangan dan masuk di daerah
terlindung di belakangnya seperti terlihat pada gambar.
Fenomena ini dikenal dengan difraksi gelombang. Dalam
difraksi gelombang ini terjadi transfer energi dalam arah
tegak lurus penjalaran gelombang menuju daerah
terlindung, apabila tidak terjadi difraksi gelombang, daerah
di belakang rintangan akan tenang. Tetapi karena adanya
proses difraksi maka daerah tersebut terpengaruh oleh
gelombang datang.
Transfer energi ke daerah terlindung menyebabkan
terbentuknya gelombang di daerah tersebut, meskipun
tidak sebesar gelombang di luar daerah terlindung. Garis
puncak gelombang di belakangn rintangan membelok dan
mempunyai bentuk busur lingkaran dengan pusatnya
pada ujung rintangan. Dianggap bahwa kedalaman air
adalah konstan. Apabila tidak maka selain difraksi juga
terjadi refraksi gelombang. Biasanya tinggi gelombang
berkurang di sepanjang puncak gelombang menuju
daerah terlindung. Pengetahuan tentang hal ini penting
dalam perencanaan pelabuhan dan pemecah gelombang
sebagai pelindung pantai (Triatmodjo, 1999 : 79).
HA = KD . Hi
dengan:
HA = tinggi gelombang di daerah difraksi
KD = koefisien difraksif r/L) didapat dari tabel
Hi = tinggi gelombang datang

F - 64
Gambar F.23. Difraksi Gelombang

Gelombang Pecah
Gelombang pecah dapat dibedakan menjadi tiga tipe, yaitu :
a) Spilling
Terjadi bila gelombang dengan kemiringan kecil menuju
ke pantai yang datar. Gelombang mulai pecah pada jarak
yang cukup jauh dari pantai dan pecahnya terjadi
berangsur-angsur. Buih terjadi pada puncak gelombang
selama mengalami pecah dan meninggalkan suatu lapis
tipis buih pada jarak yang cukup panjang.
b) Plunging
Bila kemiringan gelombang dan dasar bertambah,
gelombang akan pecah dan puncak gelombang akan
memutar dengan massa air pada puncak gelombang dan
terjun ke depan. Energi gelombang pecah dihancurkan
dalam turbulensi, sebagian kecil dipantulkan pantai ke
laut, dan tidak banyak gelombang baru terjadi pada air
yang lebih dangkal.
c) Surging
Terjadi pada pantai dengan kemiringan yang sangat besar
seperti pada pantai berkarang. Daerah gelombang pecah
sangat sempit, dan sebagian besar energi dipantulkan
kembali ke laut dalam. Tipe ini mirip dengan plunging,

F - 65
tetapi sebelum puncaknya terjun, dasar gelombang sudah
pecah.

Gambar F.24. Tipe Gelombang Pecah

Gelombang yang menjalar dari laut dalam menuju pantai


mengalami perubahan bentuk karena adanya pengaruh
perubahan kedalaman laut. Di laut dalam semakin menuju ke
perairan yang lebih dangkal puncak gelombang semakin tajam
dan lembah gelombang semakin datar. Selain itu kecepatan
dan panjang gelombang berangsur-angsur berkurang
sementara tinggi gelombang bertambah.
Gelombang yang menjalar dari laut dalam menuju pantai
mengalami perubahan bentuk karena adanya pengaruh
perubahan kedalaman laut. Di laut dalam semakin menuju ke
perairan yang lebih dangkal puncak gelombang semakin tajam
dan lembah gelombang semakin datar. Selain itu kecepatan
dan panjang gelombang berangsur-angsur berkurang
sementara tinggi gelombang bertambah.

Pembangkitan Gelombang
Angin yang berhembus di atas permukaan air yang semula
tenang, akan menyebabkan gangguan pada permukaan
tersebut, dengan timbulnya riak gelombang kecil di atas

F - 66
permukaan air. Apabila kecepatan angin bertambah, riak
tersebut menjadi semakin besar, dan apabila angin
berhembus terus akhirnya akan terbentuk gelombang.
Semakin lama dan semakin kuat angin berhembus, semakin
besar gelombang yang terbentuk.
Tinggi dan periode gelombang yang dibangkitkan dipengaruhi
oleh kecepatan angin U, lama hembus angin D, dan fetch F
yaitu jarak tempat angin berhembus. Pada proses peramalan
gelombang, perlu diketahui beberapa parameter berikut ini :
a) Kecepatan rerata angin U di permukaan air
b) Arah angin
c) Panjang daerah pembangkitan gelombang dimana angin
mempunyai kecepatan dan arah konstan.
d) Lama hembus angin pada fetch.
Data-data kecepatan angin yang digunakan untuk
pembangkitan gelombang adalah data yang dicatat di daerah
yang diukur pada ketinggian tertentu di atas permukaan air
laut. Hal ini mengakibatkan data kecepatan angin tersebut
harus melewati tahap koreksi:
a. Koreksi Elevasi
Untuk keperluan peramalan gelombang biasanya
dipergunakan kecepatan angin pada ketinggian 10 cm.
Apabila kecepatan tidak diukur pada ketinggian tersebut,
kecepatan angin perlu dikoreksi dengan rumus:
U10 = Uz , untuk z < 20 m
dengan :
U10 = Kecepatan angin pada elevasi 10 m (m/dt)
Uz = Kecepatan angin yang diukur pada z m (m/dt)
Z = Elevasi pengukuran (m)
b. Koreksi Stabilitas
Jika ada perbedaan temperatur udara-laut Tas = Ta – Ts
dimana Ta adalah temperatur udara dan Ts adalah

F - 67
temperatur air laut, maka perlu dilakukan koreksi stabilitas
dengan RT adalah faktor koreksi.
c. Koreksi Lokasi
Seringkali data angin dicatat di laut tidak tersedia, maka
untuk peramalan gelombang dipakai data angin dari
stasiun pencatat angin di darat yang terdekat.
Anemometer yang terpasang di darat harus sedekat
mungkin ke pantai, agar data angin yang tercatat adalah
data angin yang disebabkan oleh tekanan atmosfer yang
sama.
Jika anemometer dipasang di dekat pantai angin yang
berhembus di atas air tidak perlu dikoreksi sehingga
dipakai nilai RL = 1. Jika anemometer dipasang agak jauh
dari pantai maka data angin yang tercatat harus dikoreksi
dengan nilai faktor koreksi RL.
Jadi kecepatan angin terkoreksi yang akan dipergunakan
untuk peramalan gelombang adalah:
U = RT.RL.[U10]
dengan :
RT = Koreksi akibat adanya perbedaan antara
temperatur udara dan air
RL = Koreksi terhadap pencatatan yang dilakukan
didarat
U10 = Kecepatan angin pada elevasi 10 m
Tinggi gelombang signifikan Hs, periode Ts dan lama
hembus angin dapat dihitung dengan rumus (SPM, 1984:
3-44)

F - 68
Pada kondisi laut terbuka, energi yang dihasilkan angin
sudah terserap penuh oleh permukaan air angin
membentuk gelombang. Kecepatan angin yang angin
tertentu tidak mungkin lagi bagi gelombang untuk tumbuh.
Jadi lama hembus angin sudah melebihi dari waktu yang
diperlukan untuk membangkitkan gelombang. Pada
keadaan di atas gelombang angin terjadi adalah
gelombang terbentuk sempurna (fully developed seas).
Kondisi terbentuk sempurna ini artinya pada kecepatan
angin tertentu gelombang yang terjadi merupakan
gelombang maksimum tanpa mendapat batasan dari lama
hembus angin dan panjang fetch. (Yuwono, Nur.1986:44)

Persamaan yang dipakai untuk membangkitkan


gelombang terbentuk sempurna (fully developed seas)
adalah (SPM,1984:3-48) :

dengan:
Hs = Tinggi gelombang signifikan (m)
Ts = Periode gelombang signifikan (dt)
T = Lama hembus angin (jam)
F = Panjang fetch efektif (m)
G = Percepatan gravitasi (m/dt2)
UA = Faktor tegangan angin (m/dt)

F - 69
U = Kecepatan angin (m/dt)

d. Fetch Efektif
Gelombang dibangkitkan dari berbagai sudut terhadap
arah angin maka untuk keperluan pembangkitan
gelombang perlu ditentukan fetch efektif (Feff) dengan
persamaan (Triatmodjo, 1988:138):

Feff =
dengan :
Feff = fetch rata-rata efektif (km)
Xi = Proyeksi jarak radial pada arah angin (km)
= R cos 
 = sudut antara jalur fetch yang ditinjau dengan
arah angin (0)
Setelah perhitungan fetch efektif perlu dilakukan kontrol
apakah benar gelombang tersebut terjadi di dalam daerah
pembentukan gelombang ataukah terbentuk di luar daerah
pembentukan gelombang, ada dua jenis gelombang yang
merupakan spektrum gelombang yaitu :
 Sea
Adalah gelombang yang terbentuk di daerah
pembangkitan gelombang. Kondisi gelombang adalah
curam (steep) yaitu panjang gelombang berkisar
antara 10 – 20 kali lebih tinggi gelombang.
 Swell
Adalah gelombang yang sudah terbentuk di daerah
pembangkitan gelombang. Kondisi gelombang adalah
landai yaitu panjang gelombang berkisar antara 30 -
500 kali tinggi gelombang.
Pada kondisi laut terbuka, energi yang dihasilkan
angin sudah terserap penuh oleh permukaan air yang

F - 70
membentuk gelombang. Kecepatan angin yang
tertentu tidak mungkin lagi bagi gelombang untuk
tumbuh, sehingga lama hembus dari angin sudah
melebihi dari waktu yang diperlukan untuk
membangkitkan gelombang.
Pada keadaan di atas gelombang yang terjadi adalah
gelombang terbentuk sempurna. Kondisi terbentuk
sempurna (fully developed sea) ini artinya kecepatan
angin tertentu gelombang yang terjadi merupakan
gelombang maksimum tanpa mendapat batasan dari
lama hembus angin dan panjang fetch.

Gelombang Rencana
Untuk perencanaan bangunan pengaman pantai diperlukan
suatu tinggi gelombang rencana dengan kala ulang tertentu
misalnya periode ulang 20, 50 tahun dengan melakukan
Analisa Statistik Gelombang. Untuk jangka pendek dengan
Distribusi Rayleigh, sedangkan untuk jangka panjang untuk
mencari gelombang ekstrem digunakan Metode Distribusi
Weibull atau Metode Fisher Tippet-I.
Distribusi Rayleigh:

Distribusi Weibull;

dimana:
P(H) = probabilitas tinggi H dilampaui
Hs = tinggi gelombang signifikan
a,b,c = konstanta

c. Pemodelan air permukaan yang disebut Surface


Modelling System (SMS)

F - 71
Pemodelan dilakukan untuk mendapatkan gambaran prediksi
kejadian apabila dilakukan perubahan lokasi fisik dari
perairan, dalam perencanaan bangunan pantai pemodelan
yang sering dilakukan adalah pemodelan untuk mengetahui
perubahan garis pantai akibat hantaman gelombang rencana.
2 (dua) pemodelan yang sering dilakukan adalah pemodelan:
a. Perubahan garis pantai (lazim menggunakan one-line
model yangdisebut GENESIS).
b. Tinggi gelombang di lokasi rencana (lazim menggunakan
model yang disebut Refraksi Difraksi). Tapi perlu
diperhatikan bahwa hasil analisa tinggi gelombang dengan
menggunakan Refraksi Difraksi kurang dapat digunakan
secara praktis di lapangan karena program ini tidak
memasukkan efek gelombang pecah. Sedangkan banyak
bangunan pantai yang terletak di lokasi gelombang sudah
pecah. Biasanya hasil Refraksi Difraksi ini hanya
digunakan sebagai pelengkap analisa. Untuk tinggi
gelombang rencana pada lokasi bangunan pantai
biasanya dipakai tinggi gelombang maksimum yang terjadi
di area yakni sebesar Hd (H design) = 0,8 (d). dimana d
adalah kedalaman perairan.
Ada kalanya juga dipergunakan pemodelan air permukaan
yang disebut Surface Modelling System (SMS). Pemodelan
SMS ini menggambarkan pola arus permukaan dan
sedimentasi akibat arus tersebut. Program ini dapat digunakan
untuk melihat pola distribusi konsentrasi sedimen maupun
polutan yang bercampur denfan air laut. Dalam model ini arus
disebabkan oleh pasang surut. Efek energi gelombang laut
terhadap perubahan morfologi pantai diabaikan dalam
pemodelan SMS ini. Untuk kepentingan perencanaan
pengaman pantai, pemodelan SMS lebih ditujukan sebagai
pelengkap analisa.Seperti kita tahu bahwa dalam

F - 72
perencanaan bangunan pengaman pantai, hal yang menjadi
konsentrasi dari perencana adalah perubahan morfologi
pantai (dalam hal ini perubahan garis pantai) yang tidak dapat
dihasilkan dari pemodelan SMS. Berikut ini gambaran setup
model.
No Area Besaran Grid
1. Kawasan 50 meter
Kecil Untuk pemodelan muara sungai, besar
grid < ¼ lebar muara
Besar domain minimal 50 cakupan grid
dari area yang akan distudi
Boundary tidak boleh pada muara sungai
Data bathimetri di dapat dari hasil survey
bathimetri dimana titik survey bathimetri
TIDAK BOLEH lebih dari 2 kali ukuran
GRID kawasan kecil
2. Kawasan Data Bathimetri yang digunakan adalah
Besar dari digitasi Peta Laut (Dishidros)
dan/atau Peta Lingkungan Pantai
Indonesia (Bakosurtanal)

F - 73
Gambar F.25. Hasil Running Program Surface Water Modeling
System (SMS)

Kalibrasi Pemodelan
Untuk setiap hasil pemodelan harus dilakukan kalibrasi.
Kalibrasi untuk pemodelan dapat dijelaskan sbb:
1. Kalibrasi simulasi perubahan garis pantai (GENESIS).
Kalibrasi GENESIS dilakukan dengan cara:
a. Mendapatkan data sekunder peta garis pantai dari
citra satelit dari kurun waktu tahun ke tahun (bisa
beberapa tahun), atau
b. Mendapatkan data sekunder yang berupa hasil
pengukuran garis pantai dari tahun ke tahun
c. Mendapatkan data sekunder yang berupa wawancara
penduduk dari tahun ke tahun yang menyatakan besar
kemunduran atau majunya garis pantai pada titik
tertentu dan tahun tertentu.
d. Hasil run GENESIS adalah berupa bentuk garis pantai
dari tahun ke tahun hasil run ini dicocokkan dengan
data sekunder yang ada, dan apabila tidak cocok,
maka ada parameter di dalam piranti lunak GENESIS
yang harus dirubah yakni parameter K1 dan K2
sedemikian rupa sehingga setelah simulasi dilakukan
kembali dengan parameter K1 dan K2 yang baru
didapatkan bentuk garis pantai yang sesuai dengan
data sekunder yang didapat.
2. Kalibrasi simulasi pola sedimentasi menggunakan SMS
Simulasi SMS digunakan untuk men-simulasikan pola
pergerakan sedimen pada suatu area pantai. Apabila SMS
digunakan dalam simulasi maka perlu dilakukan kalibrasi.
Input dari SMS adalah pasang surut di titik2 batas
pemodelan, dan outputnya adalah pasang surut disemua

F - 74
area, pola kecepatan arus, dan pergerakan sedimen.
Urutan simulasi adalah:
a. Di dalam SMS ada modul RMA-2, dari modul ini
didapatkan pola pasang surut (kenaikan muka air) dan
pola kecepatan arus diberbagai titik di dalam area
simulasi.
b. Keluaran (Output) dari RMA-2 ini menjadi input modul
SED2D yang keluarannya adalah pola pergerakan
sedimen. Kalibrasi perlu dilakukan pada tahap 1 yakni
pada tahap output RMA-2 yakni pasang surut dan
kecepatan arus. Hasil survei primer pasang surut dan
kecepatan arus pada saat spring dan neap tide
dijadikan bahan kalibrasi. Yakni hasil keluaran RMA-2
dicocokkan dengan hasil survey primer. Tentunya
hasil RMA-2 dikeluarkan pada tanggal dan jam yang
sama dengan hasil survei primer. Hasil ploting grafik
runup waktu pasang surut dan kecepatan arus hasil
simulasi SMS modul RMA-2 disandingkan (di overlay-
kan) ke grafik runup waktu hasil survei primer. Dalam
mencocokkan hasil ini, biasanya hanya dilakukan
analisa VISUAL (penilaian subjektif) atas hasil
tersebut. Apabila tampak perbedaan yang relative
kecil komponen amplitude dan fasa dari grafik
simulasi dan survei primer, maka hasil simulasi valid,
dan outputnya dapat digunakan dalam perencanaan
selanjutnya. Apabila ternyata hasilnya berbeda terlalu
jauh, maka ada komponen di modul RMA-2 yang
harus dirubah seperti parameter kecepatan jatuh dsb.
c. Kalibrasi simulasi tinggi gelombang dengan
menggunakan REFRAKSI dan DIFRAKSI (program
Ref Dif) Input dari program ini adalah tinggi
gelombang significant (dengan perioda ulang tertentu)

F - 75
pada laut dalam, dan juga diperlukan input batimetri
dari perairan. Keluarannya adalah kontur tinggi
gelombang pada kawasan pantai. Tetapi perlu
diperhatikan bahwa program ini tidak memasukkan
efek gelombang pecah, sehingga kurang tepat apabila
hasil tinggi gelombangnya dipakai sebagai acuan
desain. Kalibrasi untuk pemodelan ini adalah data
sekunder yang didapat dari wawancara penduduk.
Tetapi hal ini-pun kurang bisa dijadikan pegangan.
Hasil simulasi RefDif hanya digunakan sebagai
pelengkap untuk melihat pola arah datang gelombang
akibat bangunan pantai.

3. Analisis Mekanika Tanah


Penyelidikan tanah akan dilakukan pada contoh tanah undisturb
maupun disturb dengan uji sebagai berikut:
 Index Properties (Natural water content, Unit weight, Spesific
grafity, grain size analysis, Atteberg limit).
 Enginering propertis (Triaxial test, permeability test,
Consolidation test, compaction test).
 Special Gravity
Specific Gravity Test dilakukan untuk mengetahui berat
jenis tanah. Untuk sample yang lolos ayak no 4 (4,75 mm)
specific gravity test dilakukan dengan pycnometer sesuai
dengan ASTM-D854. Test Method for Specific Gravity of Soil.
Sedangkan untuk sample yang berukuran lebih besar dari
4,75 mm dilakukan Bulk Specific Gravity Test dan Absorption
sesuai dengan ASTM-C127, Test for Specific Gravity and
Absorption of Coarse Aggregate.
 Natural Moisture Content
Natural moisture content atau kadar air asli di lapangan akan
diambil dari lubang bor maupun dari test pit. Sample untuk

F - 76
kebutuhan Natural Moisture Content akan diambil dengan PVC
yang kemudian ditutup dengan parafin.
Pada tempat-tempat dimana dilakukan dilakukan undisturbed
sampling, tidak dilakukan pengambilan contoh untuk kadar air
asli, sebab kadar air asli akan diambil dari undisturbed sample.
 Gradation (Grain Size Distribution)
Untuk mengetahui distribusi ukuran butir-butir tanah dan
klasifikasi tanah dilakukan analisa ayak dan analisa hidrometer.
Analisa ayak dilakukan terhadap butir-butir yang berukuran
lebih besar dari 0,075 mm (ayak no. 200) dengan ASTM
Standard Sieve. Analisa Hidrometer dilakukan terhadap butir
yang berukuran lebih kecil dari 0,072 mm dengan
menggunakan ASTM Soil Hydrometer 152 H.
 Consistency (Atterberg Limits)
Pada khoesive soil, kadar air merupakan faktor terpenting
sebab perubahan kadar air dapat menyebabkan perubahan
sifat-sifat fisik tanah. Kadar air yang sama pada tanah yang
berbeda dapat memberikan sifat fisik yang berlainan,
sehubungan dengan itu Atterberg menetapkan batas-batas dari
keadaan suatu tanah.
Batas-batas tersebut dikenal sebagai :
- Batas cair/liquid limit
- Batas plastic/plastic limit
- Batas susut/shrinkage limit
Dengan mengetahui batas-batas atterberg dan kadar air aslinya
kita dapat menentukan konsistensi tanah tersebut.
 Compaction
Untuk mengetahui kepadatan maksimum dari tanah yang akan
digunakan sebagai bahan timbunan, perlu dilakukan percobaan
kompaksi di laboratorium. Hasil dari percobaan laboratorium
adalah kadar air yang dapat memberikan kepadatan kering
maksimum (dry). Kadar air pada kepadatan ini dikenal

F - 77
sebagai optimum moisture content (OMC). Nilai-nilai ini yang
akan dijadikan patokan/standard pada pelaksanaan pemadatan
dilapangan.
 Triaxial
Kekuatan geser tanah ditunjukan dengan parameter-parameter
kekuatan tanah yang dikenal sebagai kohesi C (kg/cm2) dan
sudut geser (0). Parameter-parameter ini dibutuhkan untuk
menghitung daya dukung tanah (bearing capasity) dari pondasi
bendung dan talang/aquaduct.
Untuk keperluan ini parameter-parameter kekuatan tanah (C
dan ) akan diambil dari undistrubed sample. Parameter-
parameter ini dibutuhkan pula untuk perhitungan stabilitas
lereng (Slope Stability) dari tubuh tanggul, dalam hal tubuh
tanggul terdiri dari tanah timbunan untuk keperluan ini C dan 
akan diambil dari Disturbed Sample yang dipadatkan pada
kepadatan maksimum. Triaxial Test merupakan salah satu
cara/test yang dilakukan di laboratorium untuk mendapatkan
harga parameter-parameter C dan  tersebut. Pada percobaan
triaxial ini juga akan dilakukan pengukuran tekanan air pori
sehingga diperoleh tegangan-tegangan efektif dan parameter-
parameter kekuatan tanah efektif (C dan ).
 Consolidation
Proses konsolidasi akan terjadi pada suatu lapisan tanah
apabila lapisan tersebut mengalami tambahan beban. Pada
saat itu air dari dalam pori mengalir dan volume tanah
berkurang. Besar dan kecepatan peruabahan volume ini dapat
diperoleh melalui percobaan konsolidasi.
Sehubungan dengan pekerjaan ini, akan dilakukan “One
Dimensional Consolidation” test yang dapat dipergunakan
dalam memperhitungkan besar dan kecepatan penurunan
(settlement) yang akan mungkin terjadi baik penurunan pada
lapisan pondasi maupun penurunan tubuh bendung itu sendiri.

F - 78
4. Analisis Sosial Ekonomi
Setelah data - data baik berupa data sekunder maupun data - data
hasil wawancara serta data quesioner yang berkaitan dengan
sektor - sektor yang ditinjau maka selanjutnya dilakukan proses
analisa dan pengolahan terhadap data - data tersebut. Hal tersebut
dilakukan guna mengetahui keterkaitan/pengaruh dari proyek yang
akan dilaksanakan ini terhadap aspek-aspek yang bersangkutan.
Hal lain yang perlu ditinjau adalah penilaian potensi ekonomi yang
ada. Potensi ekonomi sangat dibutuhkan untuk tahapan pembuatan
strategi pembangunan baik ditingkat Kabupaten maupun di tingkat
Kecamatan. Adapun langkah awal dalam penilaian potensi ekonomi
adalah menentukan indikator penilaian sektor ekonomi Kabupaten
maupun Kecamatan sehingga hasil yang didapat cukup dapat
menggambarkan keadaan potensi dan masalah yang dihadapi.
Penentuan indikator analisis ekonomi wilayah didasarkan pada
kekontinuan data dan keakuratan data yang dipakai. Hal ini
disebabkan dengan adanya kekontinuan data dapat diketahui
kecenderungan dan potensi yang ada tersebut dari waktu ke waktu.

5. Penyusunan Sistem Planning


Pada tahap ini akan dilakukan analisa perencanaan umum dan tata
letak atau layout bangunan pengaman Abrasi Pantai dengan
beberapa alternatif dan mempertimbangkan beberapa aspek
termasuk rencana pengembangan ke depan sesuai dengan
rencana pengembangan yang sudah ditetapkan oleh Bappeda.
System Planning disusun berdasarkan hasil survey yang telah
dilakukan dan analisa dan perhitungan, dimana hasil akhir dari
kegiatan system Planning adalah dapat ditentukan alternatif yang
paling baik dinilai dari beberapa hal antara lain :
- Keamanan Konstruksi

F - 79
- Mudah Pelaksanaan
- Biaya yang ekonomis
- Sesuai dengan rencana pengembangan dan pembangunan
daerah
- Memperhatikan dampak terhadap lingkungan
System Planning merupakan analisa dan evaluasi kondisi fisik dan
sosial ekonomi termasuk didalamnnya menggambarkan masalah
dan penyebab masalah secara detail. Perumusan rencana
pengembangan lokasi survey dengan memperhatikan aspek teknis,
non teknis dan lingkungan.
System Planning mencakup :
 Menyusun konsep pengamanan daerah pantai berdasarkan
faktor kondisi fisik yang dimodelkan secara matematis, sosial,
ekonomi dan lingkungan.
 Menyusun perbandingan dari beberapa alternatif sistem
pengaman pantai menurut keuntungan dan kerugiannya.
 Dasar-dasar pemilihan metode/tipe bangunan pantai.
 Penyusunan beberapa alternatif lay-out dengan melakukan
pemodelan hidrodinamik dan jenis bangunan pengaman pantai
serta pertimbangan alternatif terpilih dengan memperhatikan
kondisi yang ada dan yang direncanakan. Juga dapat disajikan
dalam bentuk matrik.
 Melakukan kajian perkiraan dampak secara ekonomi dengan
adanya perbaikan dari kawasan pantai tersebut.
Kemudian output dari kegiatan system planning adalah dihasilkan
peta Layout definitif tata letak dan jenis bangunan yang akan dibuat
detil desain sesuai hasil pemilihan alternatif, yang akan masuk
dalam laporan Interim/System Planning.

6. Perencanaan Teknis Bangunan Pengaman Pantai


Jenis Permasalahan Pantai

F - 80
Permasalahan yang terjadi di wilayah pantai dan muara antara lain,
erosi, abrasi, sedimentasi, intrusi air asin, pencemaran, kerusakan
hutan bakau, dan kerusakan terumbu karang.
1. Erosi
Erosi pantai adalah proses mundurnya pantai dari kedudukan
semula yang antara lain disebabkan oleh tidak adanya
keseimbangan antara pasokan dan kapasitas angkutan
sedimen.
2. Abrasi
Abrasi adalah proses erosi diikuti longsoran (runtuhan) pada
material yang masif pada tebing pantai antara lain tebing
pantai dari batu, cadas atau karang. Abrasi antara lain
disebabkan oleh daya tahan material yang menyusut karena
cuaca (pelapukan) dan selanjutnya daya tahan tersebut
dilampaui oleh kekuatan hidraulik (arus dan gelombang).
3. Sedimentasi
Sedimentasi adalah proses terjadinya pengendapan sedimen
di muara pantai dan pelabuhan terdiri atas : proses penutupan
muara, proses pendangkalan muara, dan sedimentasi di
pelabuhan.

4. Intrusi air asin


Intrusi air asin adalah masuknya air asin ke arah darat. Intrusi
air asin dapat melalui pantai atau saluran. Intrusi air asin
melalui pantai ini antara lain disebabkan oleh debit pantai atau
saluran yang kecil yang umumnya terjadi pada musim
kemarau. Sedangkan intrusi air asin melalui daratan antara
lain terjadi karena adanya pemompaan air tanah yang
dilakukan secara besar-besaran melebihi potensi air tanah
yang tersedia.
5. Pencemaran Air Laut

F - 81
Pencemaran perairan pantai terjadi bila air laut tidak mampu
lagi membersihkan dirinya sendiri dari bahan pencemar yang
masuk dari darat maupun dari laut sendiri. Bahan pencemar
dari darat antara lain berupa limbah rumah tangga, limbah
industri, limbah tambak dan limbah pestisida. Sedangkan
pencemaran dari kegiatan di laut antara lain berasal dari
pemboran minyak, tumpahan minyak dan limbah dari kapal-
kapal.
6. Kerusakan Hutan Pantai
Hutan pantai adalah hutan yang terdiri dari baik tumbuhan
bakau maupun api-api yang umumnya tumbuh pada pantai
berlumpur. Hutan pantai berfungsi sebagai tempat hidupnya
biota laut, tempat pemijahan ikan-ikan kecil. Selain itu hutan
pantai juga berfungsi sebagai pelindung pantai dari bahaya
gelombang pasang dan tsunami.
7. Kerusakan Terumbu Karang
Terumbu karang pada umumnya hidup pada perairan yang
jernih dengan salinitas yang cukup tinggi. Terumbu karang
tidak dapat hidup di sekitar muara pantai yang keruh dan
salinitas yang dipengaruhi oleh air tawar. Kerusakan karang
pantai antara lain akibat adanya pencemaran air laut (air laut
tidak jernih lagi) dan gangguan langsung dari manusia akibat
penggalian karang untuk memenuhi kebutuhan bahan
bangunan.
Tingkatan Kerusakan dan Pembobotan Masalah
Tingkat Kerusakan
Tingkat kerusakan Pantai dan muara dipengaruhi oleh kecepatan
dan panjang perubahan morphologinya, dan dapat dibagi dalam
lima kelas yaitu:
 Ringan (R)
 Sedang (S)
 Berat (B)

F - 82
 Sangat berat (SB), dan
 Amat sangat berat (ASB)
Oleh karena itu tolok ukurnya didefinisikan dengan
mempertimbangkan dua hal yaitu : laju kerusakan dan panjang
kerusakan.
Laju Proses Kerusakan
 Erosi
Garis Pantai mundur dengan laju pertahun (m/tahun)
 < 0,5 : ringan
 0,5 - 2 : sedang
 2-5 : berat
 5 - 10 : sangat berat
 > 10 : amat sangat berat
 Gerusan lokal di kaki tembok sedalam
 < 10 % t : ringan
 10 - 20 % t : sedang
 20 - 50 % t : berat
 50 - 75 % t : sangat berat
 > 75 % t : amat sangat berat
( t = dalam koperan )
 Abrasi
Di batuan :
 ringan : terletak gejala abrasi
 berat : sudah terlihat gerowongan tetapi
belum dikhawatirkan terjadinya
runtuhan (kira-kira masih stabil)
 amat sangat berat : terjadi gerowongan dalam sehingga
dikhawatirkan akan terjadi
runtuhan dalam waktu dekat.
Di tembok laut atau pelindung tebing :
 < 10 F atau 5 % d : ringan
 10 - 20 % F atau 5 - 10 % d : sedang

F - 83
 20 - 50 % F atau 10 - 20 % d : berat
 50 - 75 % F atau 20 - 33 % d : sangat berat
 > 75 % F atau > 33 % d : amat sangat berat
( F = luas permukaan tembok ; d = tebal tembok )
 Sedimentasi di muara
Lamanya muara tertutup
 0 - 1 bulan : ringan
 1 - 2 bulan : sedang
 2 - 3 bulan : berat
 3 - 6 bulan : sangat berat
 > 6 bulan : amat sangat berat
Persen bukaan muara
 > 90 % : ringan
 70 - 90 % : sedang
 50 - 70 % : berat
 30 - 50 % : sangat berat
 < 30 % : amat sangat berat
 Panjang Kerusakan
 < 0,5 km : R (ringan)
 0,5 - 2 km : S (sedang)
 2 - 5 km : B (berat)
 5 - 10 km : SB (sangat berat)
 > 10 km : ASB (amat sangat berat)

Klasifikasi Permasalahan Pantai


Dalam Laporan Kerusakan Pantai dan Muara oleh Puslitbang
Pengairan tahun 1992 telah diuraikan mengenai proses erosi dan
abrasi pantai serta penutupan dan pendangkalan muara.
Klasifikasi permasalahan erosi pantai yang didasarkan pada faktor
penyebab terjadinya erosi antara lain sebagai berikut :
- Pengaruh adanya bangunan pantai yang menjorok kelaut;
- Penambangan material pantai dan pantai;

F - 84
- Pemindahan muara pantai;
- Pengaruh cuaca
- Pengaruh penebangan hutan bakau
- Pengaruh pembuatan waduk di hulu pantai

Klasifikasi 1 : Pengaruh Adanya Bangunan Pantai yang Menjorok


ke Laut
Akibat adanya pengaruh gelombang, di daerah pantai pada
umumnya terjadi fenomena yang dikenal dengan angkutan
sedimen sejajar pantai (longshore drift). Apabila pada pantai
tersebut dibuat bangunan pantai yang menjorok ke laut antara lain
seperti krib, jeti dan pemecah gelombang, maka akan terjadi
gangguan pada proses angkutan sedimennya. Sebagai akibat dari
gangguan tersebut, akan terjadi proses sedimentasi atau akrasi di
daerah udik (up drift) dari bangunan, sementara di daerah hilir
(down drift) akan terjadi erosi.
Klasifikasi 2 : Penambangan Material Pantai dan Pantai
Material pembentuk pantai secara umum terdiri dari pasir dan
lempung. Pasir pantai dibedakan menjadi pasir yang berasal dari
pantai dan pasir yang berasal dari pecahan karang. Pengambilan
pasir dari pantai maupun dari pantai akan mempengaruhi
keseimbangan pantai. Khusus untuk pantai berkarang maka
pengambilan karang di perairan pantai juga menyebabkan
terjadinya perubahan keseimbangan pantai akibat menurunnya
suplai sedimen dari pecahan karang.
Klasifikasi 3 : Pemindahan Muara Pantai
Pemindahan muara pantai umumnya dilakukan untuk
menanggulangi bahaya banjir di daerah hulu atau hinter land.
Pemindahan pantai telah menyebabkan terjadinya perubahan
keseimbangan pantai pada lokasi muara yang lama dan pantai di
sekitarnya akibat pengurangan pasokan sedimen di muara yang
lama tersebut.

F - 85
Klasifikasi 4 : Pengaruh Alam
Akibat adanya pengaruh alam meliputi cuaca (hujan dan panas),
angin dan gelombang musiman. Akibat pengaruh cuaca akan
mengakibatkan perubahan terhadap formasi batu-batuan; antara
lain akan terjadi proses pelapukan. Dengan terjadinya proses
pelapukan ini maka akan terjadi penurunan daya tahan terhadap
gelombang, sehingga batu-batuan yang semula tahan terhadap
gelombang akan terabrasi. Sementara itu akibat pengaruh
gelombang dan angin akan mengakibatkan perubahan angkutan
sedimen secara musiman.
Klasifikasi 5 : Pengaruh Penebangan Hutan Bakau
Hutan bakau umumnya tumbuh di pantai jenis lempung atau
lumpur; dan dipandang sebagai tumbuhan pelindung pantai.
Dengan adanya tumbuhan bakau ini akan terjadi peredaman
gelombang yang memungkinkan terendapkannya sedimen-
sedimen melayang di dasar pantai. Selain itu dengan adanya
bakau ini juga ada pengaruh mikro biologis yang menambah
kestabilan pantai. Dengan adanya peningkatan budidaya tambak
maka telah dilakukan penebangan bakau sampai garis pantai.
Dengan penebangan ini maka peredaman gelombang menjadi
berkurang; gelombang akan mengaduk dasar pantai yang relatif
lemah dan terjadilah proses erosi pantai.
Klasifikasi 6 : Pengaruh Pembuatan Waduk di Hulu
Pembuatan waduk di hulu pantai dapat mengurangi pasokan
sedimen ke muara pantai, yang menyebabkan terjadinya
perubahan keseimbangan pantai. Proses erosi pantai akibat
pembuatan waduk belum terinventarisasi karena pengaruh
pembuatan waduk yang lokasinya relatif jauh dari muara pantai
memerlukan waktu, sehingga pengaruh pembuatan waduk
terhadap keseimbangan pantai belum terlihat dengan jelas.
Namun perlu dilakukan pemantauan secara berkala.

F - 86
Ringkasan permasalahan pantai di Indonesia menurut
klasifikasinya :
- Klasifikasi 1 sebanyak 9 buah = 11 %
- Klasifikasi 2 sebanyak 50 buah = 63 %
- Klasifikasi 3 sebanyak 5 buah = 7 %
- Klasifikasi 4 sebanyak 0 buah = 0 %
- Klasifikasi 5 sebanyak 5 buah = 7 %
- Klasifikasi 6 sebanyak 10 buah = 12 %

Dari data tersebut terlihat bahwa klasifikasi 2, yaitu erosi akibat


pengaruh pengambilan material pantai dan pantai merupakan
permasalahan yang paling banyak di jumpai. Hal ini disebabkan
karena pada masa-masa tersebut banyak dilakukan kegiatan
pembangunan yang memerlukan banyak bahan bangunan;
sementara kepedulian lingkungan masih terabaikan. Diantara
material yang digali dan ditambang adalah material pantai dan
pantai.

Perlindungan Pantai
Perlindungan Pantai Alami
a) Pantai Berpasir
Untuk pantai berpasir, perlindungan dapat berupa
timbunan pasir di sisi belakang pantai, longshore bar,
serta sumber sedimen baik yang berasal dari aktifitas
organisme (foraminifera) maupun dari pantai-pantai yang
bermuara di daerah pantai. Pantai berpasir juga terlindung
dari gempuran ombak oleh terumbu karang yang hidup di
sepanjang pantai.
b) Pantai Berlumpur
Pada pantai berlumpur alam menyediakan tumbuhan
pantai seperti pohon api-api dan bakau. Tumbuhan pantai
ini dapat meredam energi gelombang dan dapat memacu

F - 87
pertumbuhan pantai. Gerakan air yang lambat diantara
akar-akar pohon memungkinkan terjadinya proses
pengendapan.
c) Pantai Berkarang
Sedangkan pada pantai berkarang, alam menyediakan
terumbu karang yang berfungsi sebagai pemecah
gelombang bawah air. Gelombang sebelum sampai di
pantai akan pecah di daerah terumbu karang, dengan
demikian energi gelombang yang diteruskan ke pantai
relatif kecil. Terumbu karang ini akan tumbuh selama
lingkungan di kawasan tersebut tidak rusak oleh
pencemaran atau perbuatan manusia.
Perlindungan Pantai Buatan
Bila pengamanan alamiah rusak maka untuk melindungi
pantai dapat dilakukan dengan cara buatan atau rekayasa
manusia dengan membuat struktur pengaman pantai.
Secara alami perlindungan pantai yang efektif antara lain
adalah:
a. Pantai pasir.
Perlindungan alamiah berupa hamparan pasir yang dapat
berfungsi sebagai penghancur energi gelombang yang
efektif, serta bukit pasir (sand dunes) yang merupakan
cadangan pasir dan berfungsi sebagai tembok.
b. Tumbuhan Pantai
Alam menyediakan tumbuhan pantai seperti pohon bakau,
pohon api-api atau pohon nipah sebagai pelindung pantai.
Tumbuhan pantai ini akan memecahkan energi
gelombang dan memacu pertumbuhan pantai. Gerakan air
yang lambat diantara akar-akar pohon tersebut di atas
dapat mendukung proses pengendapan dan merupakan
tempat yang baik untuk berkembang biaknya kehidupan
laut, misalnya ikan.

F - 88
Sedangkan perencanaan perlindungan pantai buatan
dilakukan dengan lima pendekatan :
a) Mengubah laju sedimentasi yang masuk ke daerah pantai,
misalnya dengan membuat struktur untuk menangkap
sedimen dari hulu pantai yang masuk ke pantai (bangunan
groin).
b) Mengurangi energi gelombang yang sampai ke pantai.
Seperti pembuatan pemecah gelombang lepas pantai
yang dapat menghancurkan energi gelombang yang
menuju pantai, sehingga angkutan sedimen sejajar pantai
yang disebabkan oleh gelombang dapat berkurang.
c) Memperkuat tebing pantai sehingga tahan terhadap
gempuran gelombang. Misalnya dengan pembuatan
bangunan revetment atau seawalls.
d) Menambah suplai sedimen ke pantai misalnya dengan cara
sand by passing atau beach nourishment atau beach fills.
e) Melakukan penghijauan daerah pantai misalnya dengan
penanaman pohon bakau, api-api atau nipah.
Bentuk konservasi pantai dengan cara pembuatan struktur
pengaman pantai buatan adalah dengan hard structure
(struktur keras) dan soft structure (struktur lunak).
Struktur keras didesain dengan kondisi yang stabil dan tetap,
mampu menahan ombak, mampu menahan arus dan
transport sedimen secara penuh. Oleh karena itu struktur
keras memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap
perpindahan pasir atau sedimentasi secara alami. Yang
termasuk dalam struktur keras adalah: groin, revetment,
seawalls, dan breakwater.
Sedangkan alternatif pemakaian struktur lunak diharapkan
merupakan struktur yang dapat bergerak dinamis, seiring
dengan kondisi ombak dan arus. Contoh struktur lunak antara

F - 89
lain: beach nourishment dan penghijauan daerah pantai untuk
meningkatkan stabilitas pantai.
Tipe Bangunan Pantai
- Groin
Groin atau bangunan pelindung pantai yang menjorok dari
pantai ke arah laut direncanakan untuk menahan atau
menangkap gerak sedimen sepanjang pantai sehingga
transport sedimen sepanjang pantai akan berkurang atau
terhenti. Dengan kata lain groin di bangun dengan beberapa
prinsip dasar untuk merencanakan Groin adalah :
a) Groin hanya bisa digunakan untuk menahan transport
sedimen sejajar pantai, dan tak mampu menahan sedimen
yang tegak lurus pantai.
b) Bentuk garis pantai sekitar groin tergantung pada besar
dan arah transport sedimen sepanjang pantai. Gerak
sedimen sepanjang pantai akan tertahan dan mengendap
pada sisi hulu groin. Sedangkan di sebelah hilir angkutan
sedimen tetap terjadi, sementara suplai sedimen dari hulu
terhenti sehingga mengakibatkan pantai di hilir groin akan
tererosi.
c) Perubahan garis pantai akibat groin akan terus
berlangsung sampai dicapai suatu keseimbangan baru.
Keseimbangan baru ini tercapai pada saat sudut
gelombang pecah terhadap garis baru sama dengan nol.
d) Air yang didorong oleh gelombang ke areal diantara groin
akan kembali ke laut dalam bentuk rip current pada
sepanjang sisi groin. Arus ini dapat mengakibatkan
angkutan sedimen ke arah laut.
e) Jumlah transport sepanjang pantai yang melintasi
bangunan tergantung pada dimensi groin, volume
endapan di sebelah hulu groin, elevasi muka air dan
gelombang. Pasir dapat melintasi groin dengan melintasi

F - 90
puncaknya (over passing) atau melintasi ujungnya (end
passing).

Groin dapat digunakan pula sebagai pembatas dalam area


beach fills, dengan tujuan supaya pasir pengisi tidak keluar
dari pias-pias, profil groin yang digunakan biasanya berbentuk
T.
Penggunaan groin tipe T berdasarkan pada beberapa
pertimbangan berikut:
a) Untuk mengurangi energi gelombang datang oleh bagian
groin yang sejajar pantai.
b) Daerah di bagian belakang groin yang sejajar pantai
diharapkan menjadi tenang sehingga dapat mencegah
hilangnya pasir ke laut.
c) Groin tersebut dapat digunakan untuk inspeksi wisatawan.

Groin

Garis pantai asli Garis pantai


setelah ada groin

Gambar F.26. Bangunan Groin

- Pemecah Gelombang (Breakwater)


Pemecah gelombang adalah konstruksi yang direncanakan
untuk melindungi daerah atau garis pantai yang terletak di
belakangnya dari serangan gelombang. Pemecah gelombang
umumnya dibangun sejajar dengan garis pantai. Pemecah
gelombang dibedakan menjadi dua, yaitu pemecah
gelombang sambung pantai dan lepas pantai.
Perlindungan oleh pemecah gelombang lepas pantai terjadi
karena berkurangnya energi gelombang yang sampai di
perairan di belakang bangunan sehingga akan mengurangi

F - 91
penarikan dan pengangkutan sedimen oleh aksi gelombang di
daerah tersebut. Oleh karena itu pasir yang diangkut oleh arus
sejajar pantai akan diendapkan di belakang bangunan dan
akan membentuk cuspate. Apabila bangunan pemecah pantai
ini cukup panjang terhadap jaraknya dari garis pantai, maka
akan terbentuk ‘tombolo’.
Bentuk garis pantai karena adanya pemecah gelombang lepas
pantai dipengaruhi oleh pengangkutan sejajar dan tegak lurus
pantai. Penempatan pemecah gelombang tersebut akan
menyebabkan perubahan garis pantai untuk mencapai
keseimbangan baru.
Apabila garis puncak gelombang pecah sejajar dengan garis
pantai asli, maka gelombang yang di difraksi ke daerah
terlindung akan mengangkut sedimen dari sisi daerah tersebut
ke dalam daerah yang terlindungi. Proses tersebut akan
berlanjut sampai garis pantai yang terjadi sejajar dengan garis
puncak gelombang yang di difraksi dan pengangkutan
sedimen menjadi nol kembali.
Apabila gelombang datang membentuk sudut dengan garis
pantai, laju pengangkutan sedimen sejajar pantai akan
berkurang dan mengakibatkan pengendapan. Pengendapan
ini berlanjut sehingga pembentukan cuspate terus
berkembang sehingga pada akhirnya terbentuk tombolo.
Tombolo yang terbentuk akan merintangi pengangkutan
sejajar pantai sampai ruangan di hulu tombolo terisi penuh.
Selama proses tersebut di sebelah hulu tombolo akan terjadi
erosi.

F - 92
Gambar F.27. Breakwater (Pemecah Gelombang)

Perencanaan Pemecah Gelombang


Pemecah gelombang dapat direncanakan rubble mound
(tumpukan batu), yaitu suatu bangunan yang bertujuan untuk
mematahkan energi gelombang yang terbuat dari tumpukan
batu (batu alam atau batu buatan). Ada dua macam tipe
pemecah gelombang tumpukan batu:
a) Overtopping breakwater, direncanakan dengan
memperkenankan air melimpas di atas pemecah
gelombang tersebut, digunakan jika di daerah yang
dilindungi tidak terlalu sensitif terutama terhadap
gelombang yang terjadi akibat adanya overtopping.
b) Non Overtopping breakwater, direncanakan dengan tidak
memperkenankan air melimpas di atas pemecah
gelombang tersebut, untuk itu pemecah gelombang harus
direncanakan berdasarkan run-up gelombang yang akan
terjadi. Ukuran batu pelindung bagian lereng dalam dapat
dibuat lebih kecil daripada pada lapis lindung lereng luar.

- Perkuatan Tebing (Revetment)


Revetment adalah bangunan yang ditempatkan sejajar atau
hampir sejajar dengan garis pantai, yang memisahkan daratan
dan lautan, yang tujuannya untuk menahan tanah atau

F - 93
melindungi daratan dari erosi akibat hempasan gelombang.
Bangunan ini hanya akan melindungi tanah yang berada di
belakangnya, dan tidak melindungi daerah di sebelahnya,
sehingga jika terjadi erosi maka pada pantai di sebelahnya
akan berlangsung terus dan bahkan mungkin dipercepat.
Dalam perencanaan bangunan ini perlu diperhatikan
kegunaan, bentuk bangunan, lokasi bangunan di garis pantai,
panjang, tinggi, stabilitas bangunan dan elevasi muka air di
depan maupun di belakang bangunan, ketersediaan bahan
bangunan dan sebagainya. Fungsi bangunan akan
menentukan pemilihan bentuk. Permukaan bangunan dapat
berbentuk vertikal, lengkung dan bertangga.
Sisi miring dan kasar akan dapat menghancurkan dan
menyerap energi gelombang, mengurangi kenaikan
gelombang (runup), overtopping dan erosi dasar. Apabila
puncak bangunan digunakan untuk jalan maka bangunan
dengan sisi lengkung (concav) paling baik untuk perlindungan
puncak bangunan.
Ada dua kelompok revetment, yaitu permeable dan
impermeable.
a. Permeable Revetment
(1) Open filter material (rip rap)
Yaitu revetment yang terbuat dari batu alam atau
batu buatan yang dilapisi filter pada bagian dasar
bangunan.
(2) Stone pitching
Yaitu revetment yang terbuat dari batu alam saja
dengan lapisan filter pada bagian dasar bangunan.
(3) Concrete block revetment
Yaitu revetment yang terbuat dari blok beton dengan
ukuran tertentu dan lapisan filter pada bagian dasar
bangunan.

F - 94
b. Impermeable Revetment
(1) Aspalt revetment
Yaitu revetment yang bahannya dari aspal pada
tebing yang dilindungi.
(2) Bitumen grouted stone
Yaitu revetment yang terbuat dari blok beton yang
diisi oleh aspal (spesi aspal).

Bronjong batu pelindung


> berat 322 kg
Urugan tanah

Tambak
Tanggul tambak asli

Geotextile jumbo bag


lapis 2 tebal 0.65 m
Geotextile jumbo bag
lapis 1 tebal 1.20 m

Cerucuk Ø10 cm

Gambar F.28. Revetment

- Jetty
Jetty adalah bangunan pantai yang dibuat tegak lurus garis
pantai yang diletakkan pada kedua sisi muara pantai yang
berfungsi mengurangi pendangkalan pantai di muara akibat
sedimen pantai. Pada pantai sebagai alur pelayaran
pengendapan di muara dapat mengganggu lalu-lintas kapal
yang keluar masuk alur pelayaran.
Pantai-pantai yang bermuara pada pantai berpasir dengan
gelombang yang cukup besar sering mengalami penyumbatan
muara oleh sedimen pantai. Gelombang dan angin
mempengaruhi pembentukan endapan di muara. Sedimen
yang melintas di depan muara akan terdorong oleh
gelombang masuk ke muara dan diendapkan di muara.
Endapan yang besar dapat menyebabkan penyumbatan

F - 95
muara pantai. Penyumbatan muara ini biasanya terjadi pada
musim kemarau dimana debit pantai relatif kecil.
Penyumbatan muara pantai oleh sedimen pantai ini dapat
menyebabkan banjir di sepanjang aliran pantai bagian hulu.
Oleh karena itu disamping melindungi alur pelayaran
pantaijetty juga berfungsi untuk pengendalian banjir.

Gambar F.29. Bangunan Pantai Jetty

- Beach Fills
Pengertian beach fills adalah penempatan material untuk
mengisi daerah pantai yang mengalami erosi, umumnya
berupa pasir sehingga istilah lain yang biasa digunakan
adalah beach nourishment atau sand nourishment.
Secara garis besar fungsi beach fills antara lain:
a) Mengembangkan daerah pantai dari banjir dan badai,
misalnya dengan meninggikan berm. Dalam mendesain
beach fills ini harus memperhitungkan data historis badai
dan banjir serta dampak kerusakan yang pernah terjadi
agar bisa diperoleh manfaat desain yang optimal.
b) Mengurangi erosi dengan memajukan garis pantai.
c) Memperluas areal wisata, karena struktur beach fills tidak
mengakibatkan terganggunya aktivitas pariwisata.

- Tanggul Laut

F - 96
Tanggul laut dibuat dengan tujuan untuk memisahkan dataran
pantai rendah dengan pantai untuk menghindari banjir akibat
air laut pasang. Badan tanggul terbuat dari material yang
relatif kedap air seperti lempung atau lempung kelanauan
(silty clay). Material kedap air diperlukan agar air tidak
merembes melalui badan tanggul.

Rumput

Bagian kedap air

Lempung / Pasir
Aspal 1:m
Muka air desain
HHWS

Urugan batu

Gambar F.30. Contoh Tanggul Laut

- Tembok Laut
Tembok laut adalah jenis konstruksi pengaman pantai yang
ditempatkan sejajar atau kira-kira sejajar dengan garis pantai,
membatasi secara langsung bidang daratan dengan air laut;
dapat dipergunakan untuk pengamanan pada pantai
berlumpur atau berpasir. Fungsi utama jenis konstruksi
pengaman pantai tersebut antara lain : melindungi pantai

F - 97
bagian darat langsung di belakang konstruksi terhadap erosi
akibat gelombang dan arus dan sebagai penahan tanah di
belakang konstruksi.
Tembok laut merupakan konstruksi yang masif, direncanakan
untuk dapat menahan gaya gelombang yang relatif tinggi
secara keseluruhan. Bahan konstruksi yang lazim
dipergunakan antara lain pasangan batu dan beton. Dalam
pelaksanaan tembok laut memerlukan persyaratan-
persyaratan khusus yang umumnya sangat sulit realisasinya,
khususnya untuk pelaksanaan tembok laut yang dilakukan
secara swasembada oleh masyarakat. Kerusakan tembok laut
antara lain akibat pondasi yang kurang dalam, dan aliran
dibelakang tembok.

Gambar F.31. Contoh Tembok Laut

- Daerah Donor Pasir


Daerah donor pasir (sumber pasir isian) terdiri dari:
a) Daerah donor darat, biasanya mempertimbangkan biaya
yang lebih murah untuk mobilisasi, pengoperasian dan
sewa alat serta lebih jarang tertunda karena gangguan
cuaca dibanding daerah donor di bawah laut. Tetapi
kapasitas produksinya relatif lebih rendah dan jarak

F - 98
angkutnya lebih jauh, sehingga biaya per satuan volume
material yang diisikan bisa menjadi lebih mahal daripada
menggunakan daerah donor dari bawah laut. Dampak
negatif lain dari penggunaan daerah donor darat adalah
dapat menimbulkan kerusakan lingkungan oleh
penambangan dan pengangkutan pasir isian tersebut.
b) Daerah donor belakang pantai (back barrier sources),
daerah ini dapat berupa daerah rawa, pantai pasang
surut, muara pantai dan laguna. Kelebihan penggunaan
daerah ini sebagai donor pasir isian adalah dekat dengan
lokasi proyek dan letaknya terlindung dari hempasan
gelombang, sedangkan kekurangannya adalah umumnya
butiran pasirnya sangat halus, dan daerah ini merupakan
penyangga ekosistem pantai dan sensitif terhadap
pengerukan.
c) Daerah donor lepas pantai, pengangkutan pasir ini
dilakukan dengan menggunakan kapal keruk yang
didesain untuk beroperasi di lautan terbuka menuju ke
pantai dan dipompa ke tempat penampungan (rehandle
site) di pantai untuk selanjutnya diangkut dengan truk ke
pantai-pantai yang akan diisi pasir. Sedimen di dasar laut
umumnya tersedia dalam jumlah yang cukup besar
dengan karakteristik yang seragam dan hanya
mengandung sedikit material berukuran lumpur atau
lempung. Aspek yang kurang menguntungkan dari
pengoperasian daerah donor lepas pantai adalah
pengoperasiannya dalam kondisi laut terbuka.

Adapun persyaratan karakteristik daerah donor, antara lain:


a) Lokasi; diperhatikan kecocokannya serta dampak yang
mungkin ditimbulkannya.

F - 99
b) Aksesibilitas; diusahakan daerah donor dapat diakses
oleh peralatan yang akan dipakai untuk mengeruk dan
mengangkut material isian. Untuk dapat diakses,
kedalaman daerah donor harus berada di antara
kedalaman maksimum yang dapat dicapai oleh kapal
keruk untuk dapat mengangkat pasir isian dan kedalaman
minimum di mana kapal keruk masih dapat mengapung.
Daerah donor lepas pantai harus ditentukan yang jauh
dari pantai sehingga tidak menimbulkan dampak negatif
terhadap pantai.
c) Jumlah yang tersedia; volume bahan isian di daerah donor
dihitung untuk menentukan apakah tersedia jumlah yang
cukup untuk pengisian pertama dan untuk pengisian
pemeliharaan. Ketebalan material sedimen yang dipakai
ditentukan berdasarkan analisa stratigrafi daerah donor.
d) Komposisi sedimen; Sifat fisik yang paling menentukan
kesesuaian untuk dipakai sebagai material isian adalah
komposisi, distribusi ukuran butiran, kekuatan, ketahanan
terhadap abrasi dan stabilitas kimiawinya.
e) Kesesuaian sedimen; Salah satu pertimbangan utama
dalam memilih material donor adalah kesamaan antara
distribusi ukuran butiran material donor dan material asli
dan pantai yang akan diisi. Distribusi ukuran butiran
material donor akan berpengaruh pada bentuk profil
(penampang melintang) pantai yang diisi, tingkat
terkikisnya material donor, dan kemampuan pantai yang
telah diisi untuk menopang gelombang.

Perencanaan Detail
Dari hasil pemilihan alternatif bangunan pengaman pantai yang
terpilih, kemudian dibuat perencanaan detilnya, meliputi situasi

F - 100
bangunan/ denah bangunan, potongan memanjang, melintang
maupun detail-detail bangunan.
Dimensi bangunan dihitung berdasarkan analisis dan perhitungan
muka air (hidrolika dan hidrodinamika) maupun analisis daya
dukung tanah. Stabilitas bangunan dikontrol untuk setiap
bangunan yang penting sesuai dengan standar yang berlaku.
 Tinggi Bangunan Pantai
Kenaikan Muka Air Karena Tsunami
Tsunami adalah gelombang yang terjadi karena gempa bumi
atau letusan gunung api di laut. Berbeda dengan gelombang
yang diakibatkan angin yang hanya menggerakkan air laut
bagian atas, pada tsunami seluruh kolam air dari permukaan
sampai dasar bergerak dalam segala arah. Kejadian tsunami
yang disebabkan oleh gempa bumi di laut tergantung pada
beberapa faktor, yaitu kedalaman pusat gempa, kekuatan
gempa dan kedalaman air di atas episentrum.
Telah dikembangkan hubungan antara tinggi gelombang
tsunami di daerah pantai dengan besaran tsunami mt.
Besaran tsunami mt berkisar antara –2,0 (yang memberikan
tinggi gelombang kurang dari 0,3) sampai 5,0 untuk
gelombang yang lebih besar dari 32 m.
Besaran tsunami (mt) berkaitan erat dengan kekuatan gempa
M di Indonesia adalah (Triatmodjo, 1999:103):
mt = 2,26 M – 14,18
Besaran tsunami juga tergantung pada kedalaman laut (d) di
lokasi terbentuknya gempa, yaitu (Triatmodjo, 1999:103):
mt = 1,7 log (d) – 1,7

Kenaikan Muka Air karena Gelombang (Wave set-up)


Gelombang yang datang dari laut menyebabkan fluktuasi
muka air di daerah pantai terhadap muka air diam. Pada
waktu gelombang pecah akan terjadi penurunan elevasi muka

F - 101
air rerata terhadap elevasi muka air diam di sekitar lokasi
gelombang pecah, selanjutnya dari titik gelombang pecah
permukaan air miring ke atas ke arah pantai. Turunnya muka
air tersebut dikenal dengan wave set down, sedangkan
naiknya muka air disebut wave setup.
Wave setup di daerah pantai dapat dihitung dengan
menggunakan teori Longuet Higgins dan Steward, yaitu
(Triatmodjo, 1999:108):
Sw = 0,19 [1-2,82(Hb/(gT2))]Hb
Dengan :
Sw = set up daerah garis pantai (m)
T = periode gelombang (detik)
Hb = tinggi gelombang pecah (m)
g = percepatan gravitasi (m.det-2)

Sedangkan wave set down Sb di daerah gelombang pecah


diberikan dalam bentuk (Triatmodjo, 1999:107):
Sb = -[(0,936 Hb2/3) / (g1/2 T)]

Kenaikan Muka Air karena Angin (Wind Set-up)


Angin dengan kecepatan besar (badai) yang terjadi di atas
permukaan laut bisa membangkitkan fluktuasi muka air laut
yang besar di sepanjang pantai jika badai tersebut cukup kuat
dan daerah pantai dangkal dan luas.
Gelombang badai biasanya terjadi dalam waktu yang
bersamaan dengan proses alam lainnya seperti pasang surut.
Besarnya kenaikan muka air karena badai dapat diketahui
dengan memisahkan hasil pengukuran muka air laut selama
badai dengan fluktuasi muka air karena pasang surut.
Besarnya kenaikan tersebut dapat dihitung dengan
persamaan :
h = Fi / 2

F - 102
h = F c (V2/(2gd))
Dengan :
h = kenaikan elevasi muka air karena badai (m)
F = panjang fetch (m)
I = kemiringan muka air laut
c = konstanta = 3,5 x 10-6
V = kecepatan angin badai (m/det)
d = kedalaman air (m)

Kenaikan Muka Air karena Pemanasan Global


Kegiatan manusia yang meningkatkan jumlah gas rumah kaca
di atmosfer dapat mengakibatkan naiknya suhu bumi.
Peningkatan suhu bumi tersebut dapat menimbulkan dampak
bagi kehidupan, salah satunya adalah peningkatan tinggi
permukaan laut yang disebabkan oleh permukaan air laut dan
mencairnya gunung-gunung es di kutub.
Kenaikan permukaan laut akan menyebabkan mundurnya
garis pantai sehingga menggusur daerah permukaan dan
mengancam daerah perkotaan yang rendah, membanjiri lahan
produktif dan mencemari persediaan air tawar. Di dalam
perencanaan bangunan pantai, kenaikan muka air karena
pemanasan global harus dipertimbangkan.
Grafik perkiraan kenaikan air laut berikut dapat digunakan
untuk memperhitungkan kenaikan muka air karena
pemanasan global.

Muka Air Laut Rencana


Semua perencanaan bangunan pantai harus diperhitungkan
terhadap berbagai keadaan elevasi muka air laut. Variasi
permukaan air laut ini terutama disebabkan karena pengaruh
pasang surut. Namun demikian pengaruh yang disebabkan
karena adanya wind set-up dan storm surge perlu

F - 103
dipertimbangkan dalam perencanaan. Jika data mengenai
kedua hal tersebut tidak didapatkan, maka perencana perlu
mengambil nilai tertentu untuk memberikan keamanan yang
lebih layak terhadap bangunan yang direncanakan.
Untuk menentukan kedalaman rencana bangunan (ds) maka
perlu dipilih suatu kondisi muka air yang memberikan
gelombang terbesar atau run up tertinggi, dan sebagai
pedoman dapat dipergunakan persamaan berikut:
ds = (HHWL – BL) + storm surge atau wind setu-up + SLR
dengan :
ds = kedalaman kaki bangunan pantai (m)
HHWL = muka air pasang tertinggi (Highest High
Water Level)
BL = elevasi dasar pantai
SLR = elevasi dasar pantai di depan bangunan
(bottom level)
Wind Set-up = kenaikan muka air laut akibat angin (sea
level rise)

Run-up Gelombang
Pada waktu gelombang menghantam suatu bangunan,
gelombang tersebut akan naik (runup) pada permukaan
bangunan.
Rumus yang dipergunakan untuk menentukan runup pada
permukaan halus yang kedap air adalah sebagai berikut
(Yuwono, 1992:III-13):
Ru / Hi = Ir ; Untuk Ir < 2,50
Ru / Hi = -0,3 Ir +3,275 ; Untuk 4,25> Ir > 2,50
Ru / Hi = 2 ; Untuk Ir > 4,25
Untuk konstruksi dengan permukaan kasar dan lolos air nilai
tersebut masih harus dikoreksi dengan 0,5 sampai 0,8.

F - 104
Fungsi bilangan Irribaren untuk berbagai jenis lapis lindung
mempunyai bentuk berikut :
Ir = tg  / (Hi / L0)0,5
dengan :
Ir = bilangan Irribaren
q = sudut kemiringan sisi pemecah gelombang ( o)
Hi = tinggi gelombang di lokasi (m)
L0 = panjang gelombang di laut dalam (m)

7. Gambar Perencanaan
Detail desain dan penggambaran bangunan pengaman pantai.
Gambar harus dibuat secara rinci dan jelas sesuai dengan tingkat
ketelitian yang diperlukan untuk pelaksanaan fisik. Besaran skala
gambar yang harus digunakan sebagai berikut :
1) Gambar Desain : Gambar situasi trace dan bangunan yang
direncanakan dibuat dalam bentuk:
a) Penampang memanjang : skala panjang 1 : 2.000 dan
skala tinggi 1 : 100.
b) Penampang melintang : skala panjang 1 : 100 dan skala
tinggi 1 : 100
2) Peta detail berskala 1 : 200
3) Peta detail situasi dan penampang memanjang : skala panjang
1 : 200, skala tinggi 1 : 100
4) Penampang / potongan melintang : skala panjang 1 : 100,
skala tinggi 1 : 100

8. Perhitungan BOQ dan RAB


Dalam rangka persiapan perhitungan Rencana Anggaran Biaya
(RAB) sebelumnya dilakukan survey harga dan upah di lokasi
pekerjaan, Survey ini meliputi peninjauan secara langsung lokasi

F - 105
material untuk bangunan ke lokasi rencana proyek dan kondisi
system transportasinya, harga material ditempat dan upah kerja
diwilayah study, sehingga diharapkan harga satuan yang akan
dibuat betul-betul mencerminkan harga sesungguhnya. Survey juga
dilakukan ke Quarry atau tempat pengambilan material tanah atau
batuan. Survey ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
ketersediaan material di lokasi tersebut baik dari segi kwalitas
maupun kuantitasnya
Didalam perhitungan biaya disesuaikan dengan desain akhir
(design final) dan dengan harga terbaru sesuai yang berlaku di
daerah setempat.
1. Volume Pekerjaan (BOQ)
Daftar volume pekejaan dirinci untuk seluruh usulan pekerjan.
Kemudin dilihat daftar rekapitulasi pada masing-masing
perincian tersebut, antara lain : volume galian dan timbunan,
volume pasangan batu dan beton dan sebagainya.
2. Rencana Anggaran Biaya
Perhitungan Harga Satuan Dasar terdiri dari :
- Bahan (Harga satuan bahan dasar & Harga satuan bahan
olahan)
- Peralatan (Masukan, proses dan keluaran)
- Tenaga Kerja (Hari orang standar, jam orang standar)
3. Perhitungan Harga Satuan Pekerjaan
Bahan menyangkut :
- Faktor kembang susut dan kehilangan.
- Kuantitas
- Harga Satuan Dasar Bahan
Peralatan menyangkut :
- Jenis & kapasitas
- Faktor efisiensi produksi
- Waktu siklus kerja (cycle time)
- Hasil produksi / satuan waktu

F - 106
- Kuantitas jam kerja
- Harga satuan dasar alat
Tenaga kerja meliputi:
- Jumlah dan kualifikasi
- Kuantitas jam kerja
- Harga satuan tenaga keja
- Biaya umum dan keuntungan
Estimasi Biaya metiputi :
- Harga satuan setiap mata pembayaran
- Volume pekerjaan
- Harga pekerjaan pada setiap mata pembayaran
- Harga total seluruh mata pembayaran & PPN
- Perkiraan (Estimasi) Biaya Proyek (EE dan CE).

Analisa Kelayakan
Analisis Prakelayakan dilakukan terhadap proyeksi aliran kas (cash
flow) selama umur ekonomis untuk mengetahui indikator-indikator
keuangan sebagai berikut :
 Tingkat Pengembalian Internal Ekonomi (Economic Internal
Rate of Return, EIRR)
 Nilai Netto sekarang (Net Present Value, NPV)
 Rasio biaya dan manfaat (Benefit Cost Ratio, BCR)
Secara teoritis analisis finansial dan ekonomi adalah suatu kajian
terhadap imbangan antara manfaat dan biaya yang dikeluarkan
untuk suatu proyek. Manfaat tersebut akan memberikan
pemasukan keuntungan selama usia pelayanan konstruksi, baik
keuntungan yang bersifat langsung (dapat diukur dalam bentuk
uang) maupun keuntungan yang tidak langsung (tidak dapat diukur
dengan uang).
Komponen biaya yang diperhitungkan dalam investasi meliputi :
 Biaya pembebasan tanah
 Biaya konstruksi untuk pekerjaan sipil

F - 107
 Biaya pekerjaan elektromekanikal
 Biaya jasa konsultan
 Biaya administrasi/superrvisi
 Biaya tak terduga
 Biaya operasi dan pemeliharaan
 Pajak pertambahan nilai (Ppn)
Yang dimaksud dengan biaya operasi dan pemeliharaan adalah
biaya yang diperlukan untuk operasi dan pemeliharaan
pembangunan saluran, bangunan air dan bangunan pendukung
yang meliputi antara lain :
 Gaji
 Biaya pemeliharaan
 Biaya pengadaan peralatan / perlengkapan dan suku cadang
 Biaya administrasi dan distribusi
 Lain-lain
a. Tingkat Pengembalian Internal (Internal Rate of Return,
IRR)
IRR merupakan nilai pengembalian internal yang dinyatakan
dalam tingkat suku bunga pada kondisi NPV = 0 atau BCR =
1. Nilai IRR diperlukan untuk menilai kelayakan ekonomi
terhadap suku bunga pinjaman untuk pembangunan proyek.
IRR dihitung berdasarkan proyeksi penerimaan bersih dan
total nilai investasi. Perhitungan nilai IRR diperoleh dengan
rumus sebagai berikut :

dengan penjelasan :
I’ = suku bunga yang memberikan nilai NPV positif
i’’ = suku bunga yang memberikan nilai NPV negatif
NPV’ = nilai NPV positif
NPV’’ = nilai NPV negative

F - 108
b. Nilai Netto Sekarang (Net Present Value, NPV)
NPV adalah selisih antara manfaat (benefit) dan biaya (cost).
Nilai ini dapat dipakai sebagai indikator sejauh mana suatu
proyek memberikan keuntungan secara ekonomi dan finansial
ditinjau dari berbagai tingkat suku bunga. NPV dapat dihitung
dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
NPV = PV benefit – PV cost

dengan penjelasan :
PV = Nilai sekarang (present value)
F = Nilai pada tahun ke n
i = Nilai suku bunga
n = tahun ke 1, 2, 3,...dan seterusnya
Kriteria penilaian kelayakan proyek berdasarkan nilai NPV
adalah sebagai berikut :
 Nilai NPV > 0 pada suku bunga pinjaman yang berlaku,
proyek dinyatakan layak
 Nilai NPV < 0 pada suku bunga pinjaman yang berlaku,
proyek dinyatakan tidak layak
 Nilai NPV = 0 pada suku bunga pinjaman yang berlaku,
memberikan arti bahwa proyek tersebut hanya mampu
mengembalikan sebesar nilai investasi.
c. Rasio Biaya dan Manfaat (Benefit Cost Ratio, BCR)
BCR menunjukkan perbandingan antara manfaat (benefit) dan
biaya (cost) pada kondisi Nilai Sekarang. Ini berarti bahwa
apabila nilai BCR > 1 pada tingkat suku bunga yang berlaku
maka proyek dinyatakan layak dan dapat dibangun. Nilai BCR
dapat dihitung dengan rumus sederhana sebagai berikut:

F - 109
Tingkat pengembalian internal (IRR) dalam analisis ekonomi
dinyatakan dengan Economic Internal Rate Of Return (EIRR)
yang dihitung dengan menggunakan rumus IRR.
Sebagai cost dalam analisis finansial adalah biaya investasi
konstruksi, sedangkan sebagai benefit adalah pemasukan
yang diperoleh dari peningkatan pendapatan petani.
Tingkat pengembalian internal (IRR) dalam analisis financial
dinyatakan dengan Financial Internal Rate of Return (FIRR) yang
dihitung dengan menggunakan rumus IRR.

9. Penyusunan Spesifikasi Teknis dan Metode Pelaksanaan


a. Penyusunan rencana dan metode pelaksanaan dengan
memperhatikan kemudahan untuk pelaksanaan yang
mencakup peralatan yang dibutuhkan, perolehan bahan-bahan
(termasuk untuk memperolehnya) dan tenaga kerja serta
permasalahan lingkungan/alam yang harus dihadapi dan cara
penanganannya.
b. Bangunan – bangunan yang di desain harus dilengkapi dengan
spesifikasi teknis untuk dipakai sebagai pedoman pelaksanaan
konstruksi di lapangan.
c. Penyedia jasa menyusun draft dokumen tender sebagai bahan
persiapan untuk pelelangan pekerjaan konstruksi.

10. Penyusunan Manual Operasi dan Pemeliharaan


Pedoman operasi dan pemeliharaan prasarana dan sarana
bangunan pengaman pantai sebagai acuan pelaksanaan operasi
dan pemeliharaan meliputi :
a. Prosedur operasi bangunan
b. Prosedur pemeliharaan yang meliputi :
1) Inspeksi pemeliharaan.
2) Pemeliharaan rutin (uraian pekerjaan dan penugasan,
perencanaan pemeliharaan rutin, dll).

F - 110
3) Pemeliharaan berkala (prosedur dan penugasan, rencana
jangka panjang, dll) 4) Prosedur perbaikan darurat.
4) Sarana operasi dan pemeliharaan yang dipelihara.
5) Tindakan darurat (pemberitahuan darurat dan penugasan
pegawai, system komunikasi, logistic, prosedur,
penutupan saluran dll).
c. Organisasi dan personalia (organisasi O & P, daftar personalia,
batas wilayah,alokasi tugas, jadwal inspeksi,dll).
d. Catatan dan laporan (catatan yang harus ditata dan laporan
yang harus disusun meliputi operasi dan pemeliharaan,
formulir-formulir lainnya, alur data & pengolahan data, dll).

F.3. Program Kerja


Sesuai dengan waktu yang telah disediakan selama 4 (empat) bulan untuk
menyelesaikan pekerjaan “SID Pengaman Pantai Kabupaten Kotabaru”,
maka perlu disusun program kerja agar pelaksanaan berjalan lancar sesuai
dengan jadwal yang direncanakan.
F.3.1. Penyusunan Jadwal
1. Bulan Ke I
Pada bulan ini, beberapa kegiatan yang akan dilakukan adalah :
 Persiapan administrasi dan teknis
 Mobilisasi Personil, Peralatan dan Bahan
 Pengumpulan Data Sekunder dan Studi Terdahulu
 Survey Pendahuluan/Orientasi Lapangan
 Rencana Mutu Kontrak
 Laporan Pendahuluan
 Laporan Bulanan I
 Panduan Program Keselamatan Kesehatan Kerja (K3)
2. Bulan Ke II
Pada bulan ini, beberapa kegiatan yang akan dilakukan adalah :
 Survey Topografi dan Bathimetri

F - 111
 Survey Hidrologi/Hidrometri
 Survey Mekanika Tanah
 Survey Sosial Ekonomi
 Analisis Topografi dan Bathimetri
 Analisis Hidrologi/Hidrometri
 Analisis Sosial Ekonomi
 Penyusunan Sistem Planning
 Laporan Pendahuluan
 Laporan Bulanan
 Diskusi Laporan Pendahuluan
3. Bulan Ke III
Pada bulan ini, beberapa kegiatan yang akan dilakukan adalah :
 Survey Topografi dan Bathimetri
 Survey Mekanika Tanah
 Analisis Topografi dan Bathimetri
 Analisis Hidrologi/Hidrometri
 Analisis Mekanika Tanah
 Analisis Sosial Ekonomi
 Penyusunan Sistem Planning
 Perencanaan Teknis Bangunan Pengaman Pantai
 Laporan Bulanan
 Laporan Interim
 Laporan Hidrologi dan Hidrolika
 Laporan Survey dan Pengukuran
 Laporan Mekanika Tanah
 Diskusi Laporan Interim
4. Bulan Ke IV
Pada bulan ini, beberapa kegiatan yang akan dilakukan adalah :
 Perencanaan Teknis Bangunan Pengaman Pantai
 Gambar Perencanaan

F - 112
 Perhitungan BOQ dan RAB
 Penyusunan Spesifikasi Teknis dan Metode Pelaksanaan
 Laporan Bulanan IV
 Laporan Akhir
 Laporan Hidrologi dan Hidrolika
 Laporan Mekanika Tanah
 Nota Desain, BOQ dan RAB
 Spesifikasi Teknis dan Metode Pelaksanaan
 Album Gambar Perencanaan A1
 Album Gambar Perencanaan A3
 Album Gambar Perencanaan A4
 Laporan Ringkasan
 Soft Copy (Hardisk Eksternal 1 TB)
 Diskusi Laporan Akhir
 Pertemuan Konsultasi Masyarakat (PKM)

F.3.2. Jadwal Pemakaian Peralatan

F - 113
Sesuai dengan jadwal yang telah disusun, maka jadwal peralatan
direncanakan sebagai berikut :
Tabel F.3. Jadwal Pemakaian Peralatan
JADWAL PERALATAN

Pekerjaan : SID Pengaman Pantai Kabupaten Kotabaru


Lokasi : Kabupaten Kotabaru
Waktu Pelaksanaan : 4 (empat) bulan atau 120 (seratus dua puluh) hari kalender
Tahun Anggaran : 2023

Bulan Ke
NO Nama Peralatan Jumlah Satuan I II III IV Keterangan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
A Kantor, Kendaraan, Komunikasi
1 Kantor 1x4 Unit - Bulan Sewa
2 Komputer 1x4 Unit - Bulan Sewa
3 Printer A3 1x4 Unit - Bulan Sewa
4 Printer A4 1x4 Unit - Bulan Sewa
5 Plotter 1x1 Unit - Bulan Sewa
6 Komunikasi 1x4 Unit - Bulan Sewa
7 Mobil 1x3 Unit - Bulan Sewa
8 Motor 1x4 Unit - Bulan Sewa

B PERALATAN LAPANGAN
1 Echosounder 1 LS Sewa
2 GPS 1 LS Sewa
3 Sondir 2 Titik Sewa
4 Current Meter 1 LS Sewa

F.3.3. Laporan dan Diskusi


Sebagai hasil kegiatan dalam pekerjaan “SID Pengaman Pantai
Kabupaten Kotabaru”, dan juga untuk memonitor hasil kemajuan
pekerjaan dibuat beberapa laporan secara bertahap sesuai dengan progres
pekerjaan. Berikut adalah jenis, jumlah dan jadwal pelaporan yang akan
diserahkan konsultan, yaitu sebagai berikut :
1. Dokumen Rencana Mutu Kontrak (RMK)
Penyedia jasa harus membuat dan menyerahkan dokumen rencana
mutu kontrak yang memuat seluruh prosedur dan rencana pelaksanaan
pekerjaan secara detail dari awal sampai akhir pekerjaan dengan
disertai check list dalam bentuk tabel berikut jadwal pelaksanaan
pekerjaan dan jadwal penugasan tenaga ahli. Laporan ini merupakan
media evaluasi dan monitoring yang efektif selama pelaksanaan
pekerjaan.

Dokumen Rencana Mutu Kontrak RMK harus diserahkan sebanyak 5


(lima) buku paling lambat 1 minggu sejak diterbitkan kontrak.

F - 114
2. Laporan Pendahuluan
Laporan pendahuluan mencakup laporan persiapan yang berisi
rencana mobilisasi peralatan, jadwal penempatan personil dan hasil
survei lapangan awal sebanyak 5 (lima) buku. Laporan Pendahuluan
diserahkan paling lambat I (satu) bulan sejak SPMK. Laporan
pendahuluan harus dibahas pada pertemuan koordinasi
pengendalian/diskusi laporan pendahuluan.

Isi laporan pendahuluan minimal:


 Hasil Survey identifikasi awal lokasi kegiatan sesuai KAK.
 Program kerja dan Rencana Pelaksanaan Kegiatan selama periode
pelayanan jasanya yang menunjukan urutan dan jenis kegiatan
yang akan dikerjakan, metode kerja dan prosedur yang akan
diterapkan yang dilengkapi standar perencanaan/landasan teori
dengan bagan alur atau skema.
3. Laporan Bulanan
Laporan Bulanan berisi informasi kegiatan yang sudah dilaksanakan
selama I (satu) bulan, kemajuan pekerjaan, masalah yang ada dan
rencana kerja untuk bulan berikutnya sebanyak 5 (lima buku)/bulan.

4. Laporan Interim
Laporan Interim mencakup laporan hasil pelaksanaan pengumpulan
data dan survey lapangan/pengukuran, analisa dan perhitungan dan
pembuatan desain awal telah selesai dilakukan, diserahkan sebanyak 5
(lima) buku, paling lambat diterima 3 (tiga) Bulan setelah SPMK setelah
melalui kegiatan Diskusi Draft Laporan Interim.

5. Laporan Akhir
Laporan akhir merupakan laporan yang dibuat dan diserahkan
konsultan pada saat mengakhiri pelayanan jasanya, laporan ini
merupakan rekapitulasi dari laporanlaporan sebelumnya dan dilengkapi
dengan laporan penunjang, diserahkan sebanyak 5 (lima) set buku
setelah melalui kegiatan Diskusi Laporan Akhir.

F - 115
6. Laporan Penunjang
Laporan penunjang terdiri dari :
Buku 1. Hidrologi dan Hidrolika
Buku 2. Survey dan Pengukuran
Buku 3. Mekanika Tanah
Buku 4. Nota Desain, BOQ dan RAB
Buku 5. Spesifikasi Teknis dan Metode Pelaksanaan
Buku 6. Panduan Program Keselamatan Kesehatan Kerja
Album Gambar Perencanaan A1
Album Gambar Perencanaan A3
Album Gambar Perencanaan A4
Laporan Ringkasan
7. Dokumentasi Data dan Laporan
Setiap kegiatan yang telah dilakukan sejak dari tahapan persiapan,
analisa data, perhitungan s/d hasil Perencanaan dan Desain agar
dilakukan kegiatan dokumentasi. File Laporan hasil perencanaan
berupa data asli dan pdf.
Dokumentasi dan pelaporan dalam Hardisk Eksternal 1 T sebanyak 1
(satu) buah.

F - 116

Anda mungkin juga menyukai