B11 NWB
B11 NWB
iii
ABSTRACT
The separation of the active compound Sauropus androgynus leaf (SA leaf) based
on their solubility of organic solvents (ethanol, hexan, ethyl acetate, and water). This
research was conducted to elucidate the effects of the administration of SA leaf extract
and fraction on the hematological views in lactating rats. The extract and fraction was
mixed in the pelleted feeds by ratio of 0,87%, 4,53%, 0,45%, and 3,22% for hexan
fraction (FH), extracts of ethanol (E-Eto), ethyl acetate fraction (F-EtOAc), and water
fraction (F-H2O) respectively. Fifteen lactating rats were divided into 5 groups, such as
control (K), FH , E-Eto, F-EtOAc, and F-H2O. The administration of SA leaf extract and
fraction to each groups was conducted on the first pregnancy up to the 10 days lactation.
After 10 days lactation period the measurement of the total erythrocytes and leucocytes,
hemoglobin (Hb), hematocrit values (PCV), and the differential leucocytes was executed.
The research revealed that the SA leaf extract and fraction administration showed no
significant influence for all hematological parameters. But there was an indication the
decreasing of the total leucocytes on F-EtOAc administration and also Hb values on F-
EtOAc and F-H administration. On the other hand, the F-H and E-Eto administration
showed the increasing of the percentage of lymphocytes in leucocytes. The changes of
hematological views, might be caused by the roles of active compounds in the extract and
fraction of SA leaf.
iv
ABSTRAK
vi
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan pada
Fakultas Kedokteran Hewan
ii
v
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak mengurangi kepentingan
yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
vii
Disetujui
Prof. Dr. drh. Agik Suprayogi, M.Sc, AIF. drh. Andriyanto, M.Si.
Pembimbing I Pembimbing II
Diketahui
Tanggal Lulus :
viii
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya
sehingga skripsi yang berjudul “Pengaruh Pemberian Ekstrak dan Fraksi Daun
Katuk (Sauropus androgynus (L.) Merr) terhadap Gambaran Hematologi pada
Tikus Putih Laktasi” berhasil diselesaikan. Skripsi ini terwujud dengan baik atas
dukungan Proyek Penelitian Hibah Kompetitif DIKTI DEPDIKNAS tahun 2009
yang diketuai oleh Prof. Dr. drh. Agik Suprayogi, M.Sc, AIF. dengan nomor
kontrak : 343/SP2H/PP/AP2H/VI/2009.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof. Dr. drh. Agik Suprayogi,
M.Sc, AIF. dan drh. Andriyanto, M.Si. selaku pembimbing, serta Dr. Nastiti
Kusumorini, AIF. dan drh. Supriyono yang telah banyak memberikan sumbangan
ilmu selama penelitian. Di samping itu penulis tidak lupa mengucapkan terima
kasih kepada Ibu Ida, Ibu Sri, Bapak Edi, dan Ibu Erna yang telah banyak
membantu selama penelitian. Terima kasih penulis ucapkan kepada teman-teman
sepenelitian dan seperjuangan, Sari, Syaprianti, Arisa, dan Poniman. Terima kasih
juga disampaikan kepada Dr. drh. Aryani Sismin Satyaningtijas, M.Sc, AIF., drh.
Huda Shalahudin Darusman, M.Si., Prof. Dr. drh. Hj. Mirnawati Bachrum
Sudarwanto, dan Ibu Rini Madyastuti Purwono, M.Si, Apt. yang telah
memberikan kritik, saran, dan koreksian penulisan skripsi pada saat seminar dan
ujian akhir sarjana penulis.
Ucapan terima kasih sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada Dr. drh.
Joko Pamungkas, M.Sc. selaku dosen pembimbing akademik yang selalu
memberikan motivasi dan nasehat selama penulis menjadi mahasiswa program
sarjana FKH IPB. Penghargaan penulis sampaikan kepada Ayahanda Syamsul
Bahar, S.IP, Ibunda Nini Deswita, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan
kasih sayangnya. Terima kasih kepada Fenny, Eddy, Ila, Sari, Yakub, Sigit, Noby,
Lora, Achi, dan seluruh sahabat GIANUZZI FKH 44, serta sahabat A13 TPB 44
atas kebersamaan, pengalaman, kenangan, dan semangat dukungannya. Semoga
karya ini bermanfaat.
Bogor, Oktober 2011
Novri Wandi Bahar
ix
RIWAYAT HIDUP
x
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ......................................................................................................xii
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 2
1.3. Manfaat Penelitian ..................................................................................... 2
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Karakteristik Tanaman Katuk .................................................................... 3
2.2. Manfaat dan Toksisitas Tanaman Katuk ................................................... 4
2.3. Kandungan Nutrisi dan Senyawa Aktif Daun Katuk ................................. 5
2.4. Ekstrak dan Fraksi Hexan, Etanol, Etil Asetat, dan Air ............................ 8
2.5. Biologi Tikus Putih ....................................................................................10
2.6. Gambaran Darah Tikus Putih ....................................................................11
xi
LAMPIRAN ...............................................................................................................39
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Kandungan Nutrisi Daun Katuk (Nilai per 100 g Daun Katuk Segar) ................. 6
4 Nilai Hematologi Eritrosit (juta/mm3), PCV (%), dan Hb (%) Tikus Putih
Laktasi Hari ke-10 ................................................................................................27
6 Nilai Hematologi Diferensial Leukosit (%) Tikus Laktasi Hari ke-10 .................32
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Tanaman katuk (Sauropus androgynus (L.) Merr) beserta buah dan bunga ........ 3
3 Pembentukan berbagai sel darah tepi yang berbeda-beda dari sel stem
hematopoietik pluripoten asal (PHSC) dalam sumsum tulang .............................13
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
3
1 Rataan Nilai Eritrosit (juta/mm ) Tikus Laktasi Hari ke-10 ................................40
1. PENDAHULUAN
yang diperlukan dalam proses metabolisme dan sintesis air susu di kelenjar
ambing (Cunningham 1997).
Pada umumnya pemanfaatan daun katuk masih dalam bentuk daun segar
(sayur) maupun ekstrak kasarnya. Pemanfaatan daun katuk untuk ibu melahirkan
masih belum optimal. Di samping itu, dilaporkan kemungkinan masih adanya efek
samping dari penggunaan daun katuk sehingga perlu upaya penelitian lebih dalam
lagi. Sampai saat ini, pemanfaatan daun katuk baik dalam bentuk ekstrak kasar
maupun daun segarnya juga masih belum terstandardisasi. Mekanisme kerja daun
katuk khususnya terhadap hematologi juga masih sulit dipahami secara rinci,
karena banyaknya kelompok senyawa aktif yang ikut terlibat. Oleh karena itu,
penelitian daun katuk harus mulai diarahkan pada penemuan kelompok senyawa
aktif dalam bentuk fraksi agar mendapatkan produk dengan efek farmakologi
tinggi dan efek samping yang rendah (Suprayogi et al. 2009). Penelitian ini
bertujuan untuk mengamati pengaruh pemberian ekstrak dan fraksi daun katuk
terhadap gambaran darah tikus laktasi hari ke-10. Produk ekstrak daun katuk yang
digunakan ialah ekstrak kasar etanol, fraksi hexan, fraksi etil asetat, dan fraksi air.
1.2. Tujuan
Tujuan penelitian ini ialah mengamati pengaruh pemberian ekstrak dan
fraksi daun katuk terhadap gambaran darah tikus laktasi pada hari ke-10. Selain
itu, penelitian ini bertujuan membandingkan efek masing-masing fraksi tersebut
terhadap proses pembentukan darah.
1.3. Manfaat
Manfaat dari penelitian ini untuk memberikan informasi tentang pengaruh
pemberian senyawa aktif dalam bentuk ekstrak dan fraksi daun katuk sebagai
penambah darah dan stimulan produksi air susu. Selain itu, terbukanya
pengetahuan baru tentang manfaat ekstrak dan fraksi daun katuk yang memiliki
efek farmakologi yang tinggi dan efek samping yang rendah, sehingga selanjutnya
dapat mendasari inovasi produk-produk baru dari ekstrak dan fraksi daun katuk.
3
2. TINJAUAN PUSTAKA
dalam tubuh meningkat untuk dapat memenuhi kebutuhan tubuh dan sintesis air
susu (Suprayogi 1995).
Saat ini, ekstrak daun katuk maupun daun katuk kering giling sudah mulai
ditambahkan ke dalam ransum hewan sebagai campuran pakan untuk
meningkatkan produksi susu. Ekstrak daun katuk mampu meningkatkan sintesis
air susu pada kambing laktasi sebesar 21,03% dan adanya peningkatan glukosa di
kelenjar susu sebesar 52,66% (Suprayogi et al. 1992).
Selain memberikan banyak manfaat bagi manusia dan ternak, ternyata
daun katuk juga memberikan efek negatif apabila di konsumsi dalam konsentrasi
yang tinggi. Penyakit saluran pernapasan akut pernah dilaporkan di Taiwan,
terjadi pada pasien yang mengkonsumsi katuk yang tidak dimasak. Hasil
pemeriksaan patologi dari biopsi paru-paru menunjukkan adanya Bronchiolitis
obliterans (BO). Senyawa kimia yang kemungkinan bertanggung jawab dalam hal
ini kemungkinan papaverin (Hung et al. 2000).
Tabel 1 Kandungan Nutrisi Daun Katuk (Nilai per 100 g Daun Katuk Segar)
Departemen Padmavathi &
Nutrisi Kesehatan RI Oei (1987) Rao (1990)
(1981)
Karbohidrat 11 g 11 g -
Protein 4,8 g 4,8 g 7,4 g
Lemak 1g 2g 1,1 g
Kalsium (Ca) 204 mg 204 mg 771 mg
Fosfor (P) 83 mg 83 mg 543 mg
Besi (Fe) 2,7 mg 2,7 mg 8,8 mg
Vitamin A 10371 SI - 5600 µg
Vitamin B1 0,1 mg - 0,5 mg
Vitamin B6 - 0,1 mg 0,21 mg
Vitamin C 239 mg 200 mg 244 mg
Vitamin D - 3111 µg -
Air 81 g 70 g 69,9 g
Serat - - 1,8 g
Karotin - - 5600 µg
Thiamin - - 0,5 mg
Riboflavin - - 0,21 mg
Energi (Kal) 59 72 -
- : Tidak dianalisa
Tabel 2 Tujuh Senyawa Aktif Utama Tanaman Katuk dan Pengaruhnya Terhadap
Fungsi Fisiologis dalam Jaringan
2.4. Ekstrak dan Fraksi Etanol, Hexan, Etil Asetat, dan Air
Ekstraksi adalah penarikan zat pokok yang diinginkan dari bahan mentah
obat dan menggunakan pelarut yang dipilih dimana zat yang diinginkan larut.
Bahan mentah obat yang berasal dari tumbuh-tumbuhan atau hewan tidak perlu
diproses lebih lanjut kecuali dikumpulkan atau dikeringkan. Ekstrak tidak
mengandung hanya satu unsur saja tetapi berbagai macam unsur, tergantung pada
obat yang digunakan dan kondisi ekstraksi (Ansel 1989).
Ekstraksi adalah pemisahan kandungan aktif dari simplisia menggunakan
cairan penyaring yang cocok. Simplisia adalah bahan alami yang digunakan
sebagai obat yang belum mengalami perubahan, biasanya bahan yang
dikeringkan. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam ekstraksi yaitu jumlah
simplisia, penambahan air ekstrak, derajat kehalusan, cara pemanasan, cara
9
Gambar 3 Pembentukan berbagai sel darah tepi yang berbeda-beda dari sel stem
hematopoietik pluripoten asal (PHSC) dalam sumsum tulang
(www.thefullwiki.org/Haematopoiesis).
Unsur seluler dari darah terdiri dari leukosit (sel darah putih), eritrosit (sel
darah merah), dan platelet (trombosit) yang tersuspensi di dalam plasma (Ganong
2008). Jika tubuh hewan mengalami perubahan fisiologis maka gambaran darah
juga akan mengalami perubahan. Perubahan fisiologis ini dapat disebabkan secara
internal dan eksternal. Secara internal seperti pertambahan umur, status gizi,
latihan, kesehatan, stres, siklus estrus dan suhu tubuh, sedangkan secara eksternal
14
akibat infeksi kuman, fraktura, dan perubahan suhu lingkungan (Guyton & Hall
2008).
Fungsi utama eritrosit adalah mengangkut hemoglobin, dan seterusnya
mengangkut oksigen dari paru-paru ke jaringan. Eritrosit juga banyak
mengandung karbonik anhidrase, yang berfungsi untuk mengkatalisis reaksi
antara karbondioksida (CO2) dan air, sehingga akan meningkatkan kecepatan
reaksi bolak-balik beberapa ribu kali lipat (Guyton & Hall 2008).
Proses diferensiasi eritrosit melewati berbagai tahapan. Sel-sel pertama
yang dapat dikenali sebagai rangkaian eritrosit adalah proeritroblas, dimana
dengan rangsangan yang sempurna maka dari sel stem CFU-E dapat dibentuk
banyak sekali proeritroblast. Kemudian proeritroblast ini akan membelah
beberapa kali sampai akhirnya akan terbentuk banyak sekali eritrosit yang matang.
Sel-sel generasi pertama ini disebut basofil eritroblas, dimana pada saat ini sel
akan mengumpulkan sedikit sekali hemoglobin. Kemudian pada perkembangan
selanjutnya akan menjadi polikromatik eritroblas lalu menjadi ortokromatik
eritroblas dimana sel-sel tersebut sudah dipenuhi oleh hemoglobin dengan
konsentrasi 34% dan nukleus terlihat memadat dan mengecil. Setelah itu,
retikulum endoplasma akan direabsorbsi, dan tahap ini disebut retikulosit karena
masih mengandung bahan basofilik. Bahan basofilik yang tersisa tersebut akan
menghilang dalam waktu 1 sampai dengan 2 hari dan sel tersebut selanjutnya
menjadi eritrosit matang (Guyton & Hall 2008).
Proses pembentukan eritrosit diatur oleh suatu hormon glikoprotein yaitu
eritropoietin (Ganong 2008). Pada hewan dewasa kira-kira 85% eritropoetin
berasal dari ginjal dan 15% berasal dari hati (Guyton & Hall 2008). Pembentukan
eritropoietin di ginjal, dipengaruhi oleh adanya peningkatan prostaglandin di
medula (Jain 1993). Eritropoietin terdapat di dalam darah pada keadaan hipoksia,
dan selanjutnya bekerja pada sumsum tulang untuk meningkatkan kecepatan
pembentukan eritrosit (Guyton & Hall 2008).
Beberapa bahan penting yang dibutuhkan dalam pembentukan eritrosit
antara lain protein (asam amino), vitamin (vitamin B2, B6, B12, folat, tiamin,
vitamin C, dan E), dan mineral (Fe, Cu, Mn, dan Co). Bila tubuh mengalami
defisiensi salah satu bahan-bahan penting tersebut, maka proses pembentukan
15
Sel netrofil dapat memfagositosis 5 sampai dengan 20 bakteri sebelum sel netrofil
itu sendiri menjadi inaktif dan mati (Guyton & Hall 2008).
Eosinofil memiliki nukleus bergelambir dua, dikelilingi butir-butir asidofil
yang cukup besar berukuran antara 0,5-1,0 µm. Diameter eosinofil berkisar antara
10-15 µm dan jangka waktu hidup dalam sirkulasi darah selama 3 sampai dengan
5 hari (Dellman & Brown 1989). Eosinofil sangat penting dalam respon terhadap
penyakit parasitik dan alergi. Pelepasan isi granulnya ke patogen yang lebih besar
membantu dekstruksinya dan fagositosis berikutnya (Hoffbrand 2006). Pada
penyakit alergi, seperti asma pada saluran pernapasan, jumlah eosinofil yang
beredar dalam sirkulasi akan meningkat. Eosinofil melepaskan protein, sitokin,
dan kemokin yang mengakibatkan reaksi peradangan tetapi mampu membunuh
mikroorganisme yang menyusup ke dalam tubuh (Ganong 2008). Eosinofil
mampu membunuh bakteri tapi kurang efisien dibandingkan dengan neutrofil
(Jubb et al. 1993). Fungsi utama eosinofil ialah detoksikasi baik terhadap protein
asing yang masuk ke dalam tubuh melalui paru-paru ataupun saluran pencernaan
maupun racun yang dihasilkan oleh bakteri dan parasit (Frandson 1992).
Basofil memiliki diameter antara 10-12 µm dengan inti bergelambir dua
atau tidak teratur. Butirnya berkisar antara 0,5-1,5 µm berwarna biru tua sampai
ungu sering menutupi inti yang berwarna agak cerah. Butir-butir tersebut
mengandung heparin, histamin, asam hialuronat, kondroitin sulfat, serotonin, dan
beberapa faktor kemotaktik (Dellmann & Brown 1992). Jumlah basofil di dalam
sirkulasi darah relatif sedikit. Di dalam sel basofil terkandung histamin dan
heparin (antikoagulan). Heparin ini dilepaskan di daerah peradangan guna
mencegah timbulnya pembekuan serta statis darah dan limfe, sehingga sel basofil
diduga merupakan prekursor bagi mast cell (Frandson 1992). Basofil memiliki
fungsi utama dalam membangun reaksi hipersensitif dan sekresi mediator yang
bersifat vasoaktif (Dellmann & Brown 1992).
Sel limfosit memiliki dua bentuk, yaitu limfosit besar yang merupakan
bentuk belum dewasa, berdiameter antara 12-15 µm, memiliki lebih banyak
sitoplasma, nukleus lebih besar dan sedikit pucat dibandingkan limfosit kecil.
Sementara limfosit kecil merupakan bentuk dewasa berdiameter antara 6-9 µm,
nukleus besar dan kuat mengambil zat warna, serta memiliki sedikit sitoplasma
18
berwarna biru pucat. Umumnya inti limfosit memiliki sedikit lekuk pada satu sisi
(Dellmann & Brown 1992). Limfosit merupakan unsur kunci pada proses
kekebalan tubuh (sistem imunitas). Limfosit merupakan sel yang memiliki inti
bulat besar dan sitoplasma sedikit. Limfosit dibentuk di sumsum tulang pasca
kelahiran, tetapi sebagian besar dibentuk dalam kelenjar limfe, timus, dan limpa
dari sel prekursor yang berasal dari sumsum tulang. Setelah diproses di dalam
timus atau bursa ekivalen menjadi prekursor sel T atau sel B. Pada umumnya
limfosit memasuki sistem peredaran darah melalui pembuluh limfe lebih dari satu
kali (resirkulasi) (Ganong 2008).
Monosit adalah leukosit terbesar berdiameter antara 15-20 µm. Sitoplasma
lebih banyak daripada sitoplasma sel limfosit. Nukleus seperti ginjal atau mirip
tapal kuda. Monosit darah tidak pernah mencapai dewasa penuh sampai
bermigrasi ke dalam jaringan menjadi makrofag tetap pada sinusoid hati, sumsum
tulang, alveoli paru-paru, dan jaringan limfoid (Dellmann & Brown 1992).
Monosit berfungsi melindungi tubuh tehadap organisme penyerang dengan cara
fagositosis. Setelah masuk ke dalam jaringan, sel-sel ini membengkak dengan
ukuran yang sangat besar untuk membentuk makrofag jaringan, dan dalam bentuk
ini, sel-sel tersebut dapat hidup berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun
kecuali bila mereka dimusnahkan karena melakukan fungsi fagositik (Guyton &
Hall 2008). Makrofag atau monosit sering memakan partikel yang sama atau lebih
besar darinya. Saat benda asing terlalu besar untuk dicerna, beberapa makrofag
bergabung menjadi satu yang dikenal dengan nama phagocytic giant cell sampai
cukup besar untuk melakukan tugasnya (Martini et al. 1992).
19
- EtOH, 13 L
- Evaporasi
sampai hari ke-10 laktasi, mengingat peningkatan produksi air susu tikus
mencapai puncak antara hari ke 7 sampai hari ke 14 (Knight & Peaker 1982).
sepertiga campuran dibuang, sesudah itu satu tetes campuran diteteskan pada tiap
sisi hemositometer. Perlu menunggu kurang lebih 3 menit agar sel menetap dan
mengendap sempurna sebelum hemositometer diletakkan di bawah mikroskop
untuk perhitungan sel.
Pada tiap sisi hemositometer terdapat kotak persegi besar. Kotak tersebut
dibagi menjadi 25 kotak lebih kecil masing-masing dibagi lagi menjadi 16 kotak
lebih kecil lagi. Kotak besar luasnya 1 mm2, sehingga kotak terkecil luasnya 1/400
mm2. Dalamnya kamar hitung antara gelas penutup dan gelas hemositometer
adalah 0,1 mm.
Sel-sel darah merah dihitung dalam lima kotak yaitu empat kotak pojok
dan satu kotak tengah. Hasil perhitungan akhir yaitu jumlah seluruh sel darah
merah dari lima kotak tersebut dikalikan dengan 10.000 per ml3.
Sediaan apus dapat dibuat dengan satu tetes darah tanpa antikoagulan
diteteskan di satu ujung gelas objek bersih. Gelas objek bersih lain digunakan
untuk menggeser darah. Gelas objek ini ditempatkan di muka tetes darah tersebut
dengan sudut 45o, dan darah menyebar di sudut antara kedua gelas. Sebelum darah
mencapai ujung gelas, gelas yang di atas didorong ke muka.
Sebelum sediaan diwarnai, sediaan apus difiksasi dengan metil alkohol
absolut selama 3 sampai 5 menit. Sediaan apus kemudian dicuci dan diwarnai
dengan meletakkannya dalam larutan Giemsa selama 15 sampai 30 menit. Sediaan
apus dicuci lagi dan dibiarkan kering di udara.
Preparat diperiksa di bawah mikroskop dimulai dengan pembesaran
rendah (objektif 10x) untuk mengorientasi dan memilih daerah ulasan yang baik
untuk pengamatan. Untuk mengamati dan mengidentifikasi sel-sel ini
dipergunakan pembesaran tinggi dengan bantuan minyak emersi.
Tabel 4 Nilai Hematologi Eritrosit (juta/mm3), PCV (%), dan Hb (g%) Tikus
Laktasi Hari ke-10
Tabel 4 menunjukkan bahwa jumlah eritrosit dan nilai PCV pada tikus
laktasi hari ke-10 yang diberikan ekstrak dan fraksi daun katuk tidak berpengaruh
nyata pada setiap perlakuan, yaitu F-H, E-Eto, F-EtOAc, dan F-H2O dibandingkan
dengan kelompok kontrol (P>0,05). Sementara itu, pengaruh pemberian ekstrak
dan fraksi daun katuk terhadap kadar Hb menunjukkan pengaruh yang nyata pada
kelompok perlakuan F-H dan F-EtOAc dibandingkan dengan kelompok kontrol
(P<0,05). Dimana pada kedua kelompok perlakuan F-H dan F-EtOAc tersebut
mengalami penurunan kadar Hb.
Nilai normal untuk parameter hematologi tikus putih, yaitu jumlah
eritrosit, nilai PCV, dan kadar Hb secara berurutan ialah (7,2-9,6)106/mm3, (45-
47)%, (15-16)g% (Smith & Mangkoewidjojo 1988). Literatur lain melaporkan
tentang nilai normal hematologi tikus bunting untuk jumlah eritrosit, nilai PCV,
dan kadar Hb secara berurutan ialah (5,91-8,69)106/mm3, (29,34-37,56)%, (10,27-
14,69)g% (Suprayogi et al. 2009). Perbedaan nilai normal dari pustaka ini wajar
mengingat perbedaan lingkungan dan kondisi fisiologis yang berbeda. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa gambaran hematologi eritrosit, PCV, dan kadar
Hb terlihat masih di dalam kisaran nilai normal,
28
Perlakuan Leukosit
Kontrol 13 ± 3,15b
F-H 14,1 ± 3,18b
E-Eto 14,22 ± 6,67b
F-EtOAc 4,83 ± 1,43a
F-H2O 12,93 ± 4,28b
Huruf yang berbeda pada kolom yang sama adalah berbeda nyata (P < 0,05)
Tabel 5 menunjukkan bahwa jumlah leukosit pada tikus laktasi hari ke-
10 yang diberikan ekstrak dan fraksi daun katuk tidak berpengaruh pada perlakuan
F-H2O, E-Eto, dan F-H, tetapi berpengaruh nyata pada F-EtOAc terhadap
perlakuan kontrol (P<0,05), yaitu terjadinya penurunan jumlah leukosit. Kisaran
normal jumlah leukosit pada tikus yaitu berkisar antara 5-13 x 103/mm3 (Smith &
Mangkoewidjojo 1988) atau 9,29±2,55 x 103/mm3 (Suprayogi et al. 2009). Hasil
perhitungan leukosit tikus masa laktasi hari ke-10 pada penelitian ini
menunjukkan masih berada di kisaran normal, kecuali pada perlakuan F-EtOAc
yang berada dibawah kisaran normal.
Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pemberian ekstrak dan fraksi
daun katuk pada tikus bunting hari ke-12 terhadap gambaran leukosit masih dalam
kisaran normal dan tidak berpengaruh nyata pada setiap perlakuan, yaitu F-H, E-
Eto, F-EtOAc, dan F-H2O dibandingkan dengan kelompok kontrol (P>0,05).
Gambaran leukosit yang didapat pada hasil penelitian sebelumnya pada setiap
kelompok perlakuan kontrol, F-H, E-Eto, F-EtOAc, dan F-H2O secara berurutan
ialah (13,50±0,35), (11,98±1,45), (12,43±1,59), (8,43±2,51), dan (13,78±3,57)
103/mm3 (Suprayogi et al. 2009).
31
Tabel 6 Nilai Hematologi Diferensial Leukosit (%) Tikus Laktasi Hari ke-10
pada F-H dan E-Eto masih berada dikisaran nilai normal, walaupun berpengaruh
nyata terhadap kelompok kontrol. Menurut literatur kisaran normal nilai netrofil
berkisar antara 9-34% (Smith & Mangkoewidjojo 1988). Jumlah netrofil dalam
darah akan meningkat pada kasus bakteri kontaminan dan runtuhan sel debris
mengingat netrofil merupakan lini pertahanan tubuh yang pertama (Dellmann &
Brown 1992).
Hasil yang diperoleh pada pengamatan monosit menunjukkan pemberian
ekstrak dan fraksi daun katuk tidak adanya pengaruh terhadap kelompok kontrol.
Nilai persentase monosit yang diperoleh dari penelitian ini pun masih berada di
kisaran nilai normal monosit yaitu antara 0-5% (Smith & Mangkoewidjojo 1988).
Adanya peningkatan jumlah monosit dalam darah disebabkan karena peningkatan
aktivitas fagositosis terhadap benda asing mengingat monosit dalam jaringan akan
berubah menjadi makrofag (Martini et al. 1992).
Selain pada golongan monosit, pada Tabel 6 juga menunjukkan
pemberian ekstrak dan fraksi daun katuk untuk nilai eosinofil tidak adanya
pengaruh terhadap kelompok kontrol. Nilai persentase eosinofil yang diperoleh
dari penelitian ini pun masih berada di kisaran nilai normal eosinofil yaitu antara
0-6% (Smith & Mangkoewidjojo 1988). Jumlah eosinofil meningkat dalam
sirkulasi darah menunjukkan respons terhadap penyakit parasitik dan alergi
dengan cara melepaskan protein, sitokin, dan kemokin yang mampu membunuh
mikroorganisme yang masuk ke dalam tubuh (Hoffbrand 2006).
Basofil tidak ditemukan pada pengamatan diferensial leukosit. Jumlah
basofil di dalam sirkulasi darah relatif sangat sedikit, sehingga pada penelitian ini
tidak ditemukan adanya basofil. Basofil berperan dalam peradangan, membangun
reaksi hipersensitif dan sekresi mediator yang bersifat vasoaktif (Dellmann &
Brown 1992).
34
5.1. Simpulan
Pemberian ekstrak dan fraksi daun katuk secara umum tidak mempengaruhi
keseluruhan parameter hematologi dan masih berada dikisaran nilai normal,
namun ada tanda-tanda penurunan jumlah leukosit pada pemberian F-EtOAc dan
juga penurunan kadar Hb pada pemberian F-EtOAc dan F-H. Selain itu,
pemberian F-H dan E-Eto juga menunjukkan adanya peningkatan limfosit.
Perubahan-perubahan yang terjadi pada gambaran hematologi tersebut
kemungkinan disebabkan oleh peran senyawa aktif pada ekstrak dan fraksi daun
katuk.
5.2. Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk menganalisis kandungan senyawa
aktif pada setiap kelompok ekstrak dan fraksi daun katuk guna mengetahui
perbedaan pengaruhnya terhadap gambaran darah.
35
DAFTAR PUSTAKA
Adam HR, Booth NH, McDonald LE, editor. 2001. Autonomic Nervous System :
Veterinary Pharmacology and Therapeutic. Ed ke-8. Lowa: The Lowa
State University Press.
Ansel HC. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Ed ke-4. Jakarta: Penerbit
Universitas Indonesia (UI press).
Bivin WS, Crawford MP, Brewer NR. 1979. The Laboratory Rat. Di dalam:
Baker HJ, Lindsey JR, Weisbroth SH, editor. The Laboratory Rat Vol.1.
New York: Academic Press. hlm 73.
Duncan JR, Prase KW. 1977. Veterinary Laboratory Medicine. Ame, Lowa,
Clinical Pathology: the Lowa State University Press.
36
Frandson RD. 1992. Darah dan Cairan Tubuh Lainnya. Di dalam: Anatomi dan
Fisiologi Ternak. Ed ke-4. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. hlm
395-417.
Guyton AC, Hall JE. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed ke-11. Irawati et
al. penerjemah. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Terjemahan dari:
Textbook of Medical Physiology.
Hung GU, Tsai SC, Hsieh JF, Kao CH, Wang SJ. 2000. Detect Bronchiolitis
obliterans due to Sauropus androgynus Vegetable Ingestion: Comparison
With 99mTc-DTPA Radioaerosol Inhalation Lung Scintigraphy, High
Resolution Computed Tomography and Pulmonary Function Testing. Ann.
Nucl. Med. Sci 13(4):197-202.
Jubb KVF, Kennedy PC, Palmer N. 1993. Pathology of Domestic Animals. Ed ke-
4. USA: Academic Press Inc.
Myers P, Espinosa R, Parr CS, Jones T, Hammond GS, Dewey TA. 2008. The
Animal Diversity Web (online). University of Michigan Museum of
Zoology [terhubung berkala]. http://animaldiversity.org. [27 Feb 2011]
Oei KN. 1987. Daftar Analisis Bahan Makanan. Jakarta: Badan Litbangkes
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. hlm 18-19.
Rohn S, Harshadrai MR, Jurgen K. 2002. Inhibitory Effect of Plant Phenol on the
Activity of Selected Enzymes. J Agric Food Chem 50: 3566-3571.
Sa’roni A, Astuti NY. 1997. Tinjauan Penelitian Daun Katuk yang Telah
Dilakukan di Indonesia. Jurnal Tumbuhan Obat Indonesia 3:44.
Schalm OW, Weiss DJ, Wardrop KJ, editor. 2010. Veterinary Haematology. Ed
ke-6. Lowa : Blackwell Publishing.
Setyowati FM. 1997. Arti Katuk Bagi Masyarakat Dayak Tengah, Kalimantan
Timur. Jurnal Tumbuhan Obat Indonesia 3:54.
Sumantera IW. 1997. Etnobotani Katuk di Bali. Jurnal Tumbuhan Obat Indonesia
3:57.
Suprayogi A. 1995. The Effect of Sauropus androgynus (L) Merr. Leaves on Feed
Digestibility, Glucose Absorption and Glucose Metabolism in the Liver
[Thesis]. Gottingen: Gottingen University.
Swenson MJ. 1984. Dukes Physiology of Domestic Animals. Ed ke-10. Ithaca and
London: Cornell University Press.
Vegad JL. 1995. Textbook of Veterinary General Pathology. New Delhi: Vikas
Publishing PVT LTD.
Wientarsih I, Prasetyo BF. 2006. Diktat Farmasi dan Ilmu Reseptir. Bogor:
Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
LAMPIRAN
40
ANOVA
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:Nilai_BDM_Juta_mm3_L10
Type III Sum
Source of Squares df Mean Square F Sig.
a
Model 651.215 7 93.031 74.258 .000
Perlakuan .490 4 .122 .098 .980
Ulangan .621 2 .310 .248 .786
Error 10.022 8 1.253
Total 661.237 15
a. R Squared = ,985 (Adjusted R Squared = ,972)
DUNCAN
Subset
Perlakuan N 1
Kontrol 3 6.3333
Hexan 3 6.4300
Etanol 3 6.6000
EtilAsetat 3 6.7433
Air 3 6.8100
Sig. .637
Means for groups in
homogeneous subsets are
displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean
Square(Error) = 1,253.
41
ANOVA
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:Nilai_PCV_L10
Type III Sum
Source of Squares df Mean Square F Sig.
a
Model 20236.046 7 2890.864 329.131 .000
Perlakuan 90.733 4 22.683 2.583 .118
Ulangan 33.608 2 16.804 1.913 .209
Error 70.267 8 8.783
Total 20306.312 15
a. R Squared = ,997 (Adjusted R Squared = ,994)
DUNCAN
Subset
Perlakuan N 1 2
EtilAsetat 3 34.0000
Hexan 3 34.5000
Kontrol 3 36.1667 36.1667
Air 3 37.5833 37.5833
Etanol 3 40.8333
Sig. .201 .101
Means for groups in homogeneous subsets
are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) =
8,783.
42
ANOVA
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:Nilai_Hb_L10
Type III Sum
Source of Squares Df Mean Square F Sig.
a
Model 2224.406 7 317.772 1.314E3 .000
Perlakuan 8.168 4 2.042 8.444 .006
Ulangan 3.845 2 1.922 7.949 .013
Error 1.935 8 .242
Total 2226.341 15
a. R Squared = ,999 (Adjusted R Squared = ,998)
DUNCAN
Subset
Perlakuan N 1 2 3
EtilAsetat 3 10.8567
Hexan 3 11.8667
Air 3 12.3333 12.3333
Etanol 3 12.8000 12.8000
Kontrol 3 12.8667
Sig. 1.000 .056 .238
Means for groups in homogeneous subsets are
displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = ,242.
43
ANOVA
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:Nilai_BDP_Ribu_mm3_L10
Type III Sum
Source of Squares df Mean Square F Sig.
a
Model 2399.458 7 342.780 52.898 .000
Perlakuan 187.163 4 46.791 7.221 .009
Ulangan 117.790 2 58.895 9.089 .009
Error 51.840 8 6.480
Total 2451.298 15
a. R Squared = ,979 (Adjusted R Squared = ,960)
DUNCAN
Subset
Perlakuan N 1 2
EtilAsetat 3 4.8333
Air 3 12.9333
Kontrol 3 13.0000
Hexan 3 14.1000
Etanol 3 14.2167
Sig. 1.000 .576
Means for groups in homogeneous subsets
are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) =
6,480.
44
ANOVA
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent
Variable:Nilai_Limfosit_L10
Type III Sum
Source of Squares df Mean Square F Sig.
a
Model 78963.267 7 11280.467 262.540 .000
Perlakuan 750.267 4 187.567 4.365 .036
Ulangan 308.933 2 154.467 3.595 .077
Error 343.733 8 42.967
Total 79307.000 15
a. R Squared = ,996 (Adjusted R Squared = ,992)
DUNCAN
Subset
Perlakuan N 1 2
Kontrol 3 65.0000
EtilAsetat 3 66.3333
Air 3 68.6667
Etanol 3 76.6667 76.6667
Hexan 3 83.6667
Sig. .075 .227
ANOVA
Tests of Between-Subjects Effects
DependentVariable:Nilai_Netrofil_L10
Type III Sum
Source of Squares df Mean Square F Sig.
a
Model 8145.933 7 1163.705 37.378 .000
Perlakuan 656.933 4 164.233 5.275 .022
Ulangan 184.933 2 92.467 2.970 .108
Error 249.067 8 31.133
Total 8395.000 15
a. R Squared = ,970 (Adjusted R Squared = ,944)
DUNCAN
Subset
Perlakuan N 1 2 3
Hexan 3 13.0000
Etanol 3 15.6667 15.6667
Air 3 24.3333 24.3333
Kontrol 3 27.3333
EtilAsetat 3 30.0000
Sig. .574 .094 .267
Means for groups in homogeneous subsets are
displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 31,133.
46
ANOVA
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent
Variable:Nilai_Monosit_L10
Type III Sum
Source of Squares df Mean Square F Sig.
a
Model 124.867 7 17.838 3.556 .048
Perlakuan 22.267 4 5.567 1.110 .415
Ulangan 1.200 2 .600 .120 .889
Error 40.133 8 5.017
Total 165.000 15
a. R Squared = ,757 (Adjusted R Squared = ,544)
DUNCAN
Subset
Perlakuan N 1
EtilAsetat 3 1.0000
Hexan 3 2.0000
Kontrol 3 2.3333
Air 3 3.0000
Etanol 3 4.6667
Sig. .100
Means for groups in
homogeneous subsets are
displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean
Square(Error) = 5,017.
47
ANOVA
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:Nilai_Eosinofil_L10
Type III Sum
Source of Squares df Mean Square F Sig.
a
Model 211.133 7 30.162 11.035 .001
Perlakuan 26.933 4 6.733 2.463 .129
Ulangan 24.133 2 12.067 4.415 .051
Error 21.867 8 2.733
Total 233.000 15
a. R Squared = ,906 (Adjusted R Squared = ,824)
DUNCAN
Subset
Perlakuan N 1 2
Hexan 3 1.3333
EtilAsetat 3 2.6667 2.6667
Etanol 3 3.0000 3.0000
Air 3 4.0000 4.0000
Kontrol 3 5.3333
Sig. .101 .101
Means for groups in homogeneous subsets
are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) =
2,733.