Anda di halaman 1dari 6

Pidana

Teori Dasar Patut dipidana percobaan


 Teori Subjektif : state of mind (sikap batin), wicked mind (sikap batin yang berbahaya)
Sikap batin adalah hubungan antara keadaan dari batin pelaku dengan perbuatannya,
wujudnya adalah kesengajaan dan kealpaan. Sikap batin yang dipidana adalah yang
wujudnya sengaja.
Van Hamel
Menitikberatkan pada sikap batin.
Teori dasar : karena adanya sikap bati yang berbahaya dari pelaku
 Teori Objektif : act, conducts, comission (perbuatan yang berbahaya)
a. Objek formil : sifat berbahayanya perbuatan terhadap tatanan hukum
b. Objek materiil : sifat berbahayanya perbuatan terhadap benda/kepentingan hukum (Legal
goods / legalinterest)
Contoh : A mau membunuh B dengan cara menembak kemudian si B menghindar dari
tembakannya. Sehingga peluru meleset dan mengenai tembok, sehingga B tidak terluka sama
sekali. A tetap dapat dipidana karena tindakan A berdasarkan teori subjektif dapat
dipidana karena sikap batin A berbahaya karena menginginkan kematian B. Dari teori
objektif, dari rangkaian perbuatan A mendatangi B dengan pistol dan serangkaian
lainnya merupakan perbuatan yang berbahaya karena secara objektif formil
perbuatan ini melukai bagi tatanan hukum (kasing sayang, cinta kasih).secara objektif
materiil, perbuatan A membahayakan kepentingan hukum B yaitu nyawa dan badan,
sekalipun perbuatannya tidak selesai

 Teori Gabungan = subjektif + objektif


Moeljatno
Dasar patut dipidananya percobaan harus mengandung teori subjektif yaitu harus adanya niat
untuk melakukan perbuatan , sekaligus telah dilakukan perbuatan pelaksanaan yang tidak
selesai. Keduanya harus ada demi rasa keadilan.
Menitikberatkan berdasarkan sisi sikap batin pelaku dan perbuatan yang berbahaya bagi
tatanan hukum dan kepentingan hukum koban.
Contoh : A beniat mencuri sepeda di seberang jalan yang ditinggal oleh pemiliknya C tanpa
dikunci, dengan cara meminta tolong kepada B yang lewat di depannya. B dengan itikad baik
mengira sepeda tersebut milikmA dan memindahkannya kepada A. Saat sepeda di gerakkan,
teriaklah C dengan teriakan “maling”. Apakah B dapat dipidana karena percobaan pencurian?
Tidak dapat dipidana karena tidak terpenuhinya unsur subjektif karena tidak adanya
skap batin B untuk mencuri sepeda C

Unsur-Unsur percobaan
Pasal 53 Ayat 1 KUHP
1. Niat
State of Mind. Sikap batin dilihat dari rangkaian perbuatannya. Sikap batin tersebut akan
menjadi kesengajaan atau kealpaan jika sudah di tuangkan dalam rangkaian perbuatan yang
di objektifkan.
Kesengajaan ( liat catatan pidana 1)
Contoh : A bermaksud membunuh B. karena mereka teman dekat, A mengetahui bahwa B
tinggal bersama istri C dan anaknya D. Pembunuhan dilakukan dengan cara mengirim kue
tart beracun pada saat ulang tahun D anak B. Kue diterima oleh C dan kemudian dipotong
dan dimakan oleh D, C,B. D dan C meninggal sesaat setelah makan kue tersebut. Sedangkan
B , karena baru makan sedikir melihat anak dan istrinya meninggal lalu menolong istri dan
anaknya. B muntah-muntah dan tertolong. Tindak pidana A terhadap B adalah Pasal 53
Ayat 1 Jo Pasal 340 dengan dollus directus. Terhadap C dan D adalah Tindak pidana
Pasal 338 KUHP dengan dollus eventualis.
Contoh niat : A ingin meracuni B. A ke apotik dan membeli sianida, tetapi karena kelalaian
petugas apotik yang diberikan bukan sianida melainkan gula. Sesampainya dirumah, A yang
berfikir bahwa yang belinya sianida, menaburkaan gula ke makanan si B. B tidak mati.
Rangkaian perbuatan ini mengarah pada kesengajaan A untuk membunuh si B.
A tetap dapat dipidana walaupun tidak adanya kematian B karena sikap batin A dapat
dilihat dari A ke apotik dan membeli sianda
Moeljatno
a. Niat tidak sama dengan kesengajaan, niat berpotensi menjadi kesengajaan jika ditunaikan
dalam perbuatan, jika perbuatan telah dilakukan maka niat 100% sudah menjadi
kesengajaan. Percobaan selesai.
b. Jika belum semua niat ditunaikan dalam perbuatan, maka niat hanya sikap batin yang
memberi arah pada perbuatan. (perbuatan pelaksanaan belum dilakukan) maka niat hanya
merupakan sikap batin yang memberi arah pada perbuatan. Percobaan tertunda
c. Niat tidak sama dan jangan disamakan dengan kesengajaan. Untuk mengatakan ada
kesengajaan harus dibuktikan isi niat sudah ada sebelum niat ditunaikan menjadi
kesengajaan.
Contoh :
A mengirim kue beracun kepada B, dengan membeli racun di apotek, menaburkan kedalam
makanan dan memberikannya kepada B. pada saat A mendatangi rumah B, kaki A
tersandung sehingga terjatuh di depan rumah B dan kue berceceran. Kemudian A pulang
tanpa diketahui oleh B.
1. Percobaan selesai : niat sudah ditunaikan dalam perbuatan pelaksanaan (niat =
kesengajaan)
2. Percobaan tertunda : niat belum ditunaikan dalam perbuatan pelaksanaan (niat =
sikap batin yang memberi arah pada perbuatan / bukan kesengajaan)

2. Permulaan Pelaksanaan
Harus membedakan mana persiapan perbuatan dengan permulaan pelaksanakan. Batas
batasnya berdasarkan ahli:
a. Teori Subjektif
Van Hammel. Menurut teori subjektif, titik berat nya ada disikap batin yang berbahaya
sehingga permulaan pelaksanaan berdasarkan perbuatan yang dilakukan telah ada kepastian
niat untuk melakukan tindak pidana. Sehingga parameter permulaan pelaksanaannya adalah
kepastian niat
b. Teori Objektif
Objektif Formil
Titikberat ada di tatanan hukum. Sudah pasti membahayakan tatanan hukum
Objektif Materiil
Titikberat pada berbahaya perbuatan terhadap benda hukum/kepentingan hukum
SIMONS
delik formil memiliki titikberat di perbuatan yang dirumuskan dalam UU. Perbuatan
pelaksanaan dikatakan ada dan telah terjadi jika sudah dimulai perbuatan sebagaimana
disebut dalam rumusan delik
Contoh :
o delik suap. Unsurnya menjanjikan atau memberikan sesuatu. A mau menyuap B.
A mendatangi B meminta diberi proyek, nanti jika sudah diberikan dan berjalan
dengan lancar, B akan diberikan uang. Disini janji tersebut tidak perlu ditepati
karena dari omongannya saja sudah termasuk delik suap.
o Pencurian 362 (unsur mengambil barang sebagian/seluruh milik orang lain) Delik
formil dilukiskan kata “mengambil”. Perbuatan pelaksanaan ada jika sudah
dilakukan perbuatan sebagaimana dirumuskan dalam pasal 362, yaitu perbuatan
mengambil.
Delik materiil memiliki titik berat pada akibat yang dilarang. Perbuatan pelaksanaan
dikatakan ada jika telah dilakukan perbuatan yang secara langsung dapat menimbulkan
akibat
Contoh
o A ingin meledakkan mobil B dengan dinamit. Saat sedang menunggu, perilaku A
mencurigakan sehingga ditangkap. Menurut Simons, itu baru persiapan
pelaksanaan. Dikatakan permulaan pelaksanaan apabila A sudah memencet saklar
dinamit.
o A mau membunuh B dengan pistol. A menempelkan pistol dikepala B. C datang
dan menepis dan melempar pistol.
DUYNSTEE (objektif formil)
Tindak pidana terdiri atas rangkaian perbuatan dari awal hingga akhir, dimana setiap
rumusan delik melarang suatu perbuatan tertentu yang terdiri atas rangkaian bagian
bagian dari perbuatan secara keseluruhan.
Permulaan pelaksanaan : jika telah ada perbuatan yang termasuk dari salah satu perbuatan
dari rangkaian perbuatan sebagaimana dilarang oleh UU
Contoh:
Ada rencana pembunuhan Raja Alexander. Dimana pembunuhnya ingin menembak dari
dekat. Sehingga ketika raja lewat, pembunuh melompat dan mengarahkan pistol dan
menembak. Dari menunggu, melompat, mengarahkan dan menembakkan ke raja
alexander merupakan rangkaian perbuatan pembunuhan. Sehingga datangnya pembunuh
dan menunggu dan memanjat mobil, mengarahkan pistol sudah merupakan perbuatan
pelaksanaan.
ZEVENBERGEN (delik formil)
Permulaan pelaksanaan : sudah ada sebagian dari lukisan delik dalam UU telah
dilakukan.
Perbedaan denga duynstee, menitikberatkan dengan apa yang dilukiskan dalam UU
MOELJATNO (teori campuran)
Percobaan harus mengandung niat (subjektif) dan permulaan pelaksanaan (objektif)
Perbuatan pelaksanaan harus ada syarat:
a. Ada perbuatan yang mendekatkan pada delik yang dituju yang berpotensi
menimbulkan akibat. Yaitu perbuatan yang sudah tidak memerlukan perbuatan
lain untuk menimbulkan akibat (objektif)
b. Ada niat yang tidak diragukan untuk melakukan delik yang dituju (subjetif)
c. Perbuatan bersifat melawan hukum (sifat delik pada umumnya)
3. Pelaksanaan tidak selesai bukan karena kehendak sendiri
Tidak selesainya pelaksanaan kejahatan bukan karena kehendak sendiri dapat terjadi
dalam hal-hal berikut ;

a. Adanya penghalang fisik

Seperti: adanya kerusakan pada alat yang digunakan

b. Walaupun tidak ada penghalang fisik, tetapi tidak selesainya itu disebabkan
karena adanya penghalang fisik Seperti : takut segera ditangkap karena gerak-
geriknya untuk mencuri telah diketahui oleh orang lain
c. Adanya penghalang yang disebabkan oleh faktor-faktor keadaan-keadaan khusus
pada objek yang menjadi sasaran

Tidak selesainya perbuatan secara teori dapat dibedakan menjadi:

1. Pengunduran diri secara sukarela, yaitu tidak menyelesaikan perbuatan


pelaksanaan yang diperlukan untuk delik
2. Tindakan penyesalan, yaitu meskipun perbuatan pelaksanaan sudah diselesaikan,
tetapi dengan sukarela menghalau timbulnya akibat mutlak untuk delik tersebut

Pengunduran diri sukarela menurut MvT,aksud dicantumkannya unsur ini dalam pasal 53
KUHP adalah :

a. Untuk menjamin supaya orang dengan kehendaknya sendiri secara sukarela


mengurungkan kejahatan yang telah dimulai tetapi belum terlaksana
b. Dari segi kemanfaatan, udaha yang paling tepat untuk mencegah timbulnya
kejahatan ialah menjamin tidak dipidananya orang yang telah mulai melakukan
kejahatan tetapi kemudian dengan sukarela mengurungkanya

Dengan itu maka penjelasan MvT merupakan alasan penghapus dipidana yang diformulir
sebagai unsur, alasan pemaaf, alasan penghapus tuntutan. Prof Moeljatno tidak setuju jika
unsur pengunduran diri sukarela sebagai alasan penghapus pidana maupun alasan pemaaf
sebab perbuatannya tetap tidak baik sehingga tidak ada alasan untuk memaafkan. Unsur
pengunduran diri secara sukarela juga memiliki konsekuensi :

a. Konsekuensi materiil :unsur ini merupakan unsur yang melekat pada percobaan
sehingga tidak dapat berdiri sendiri. Karena dalam delik percobaan terdapat unsur
pelaksanaan tidak selesai bukan karena kehendak sendiri, maka pengunduran diri
secara sukarela menyebabkan percobaan dianggap tidak ada
b. Konsekuensi formil :unsur ke- 3 harus disebutkan didalam surat tuduhan dan
dibuktikan. Disini usur ini tidak merupakan unsur yang melekat pada percobaan
sehingga tidak bersifat accessoir, ia merupakan unsur yang berdiri sendiri.
Walaupun unsur ini tdak ada karena adanya pengunduran diri secara sukarela
maka percobaan tetap dipandang ada.

Anda mungkin juga menyukai