Anda di halaman 1dari 5

MAKALAH

Agama dan Kepribadian


Dosen Pengampu : Bpk Sukendar, M.A.PhD.

Oleh
M. Islahudin (1904036011)

FAKULTAS USHULUDDIN DAN HUMANIORA


UIN WALISONGO SEMARANG
Latar belakang
Agama merupakan ekspresi kegilaan umat manusia, ini merupakan kesimpulan
kontroversi studi yang dilakukan oleh Sigmund Freud. Tentu, masih banyak daftar
kontroversi Freud yang lainnya. Setelah mengembangkan ide dasarnya tentang psikoanalisa,
Freud menempatkan agama sebagai suatu objek studi lanjutan yang menantang 1. Meski
semasa kanak-kanak, dia telah mendapatkan pengetahuan dasar agama Yahudi. Walaupun
sebagian besar keluarganya tidak saleh, namun dia memahami betul isi cerita dan perjanjian
lama21.
Agama bagi Freud tidak bisa dilepaskan kondisi alam sadar bawah manusia, agama
juga berkaitan dengan sistem kejiwaan seseorang yang meliputi id, ego, superego. Dalam
konteks ini ada hubungan agama yang digagas oleh Freud dengan teori Psikoanalisanya.
Freud mencari titik temu kondisi kejiwaan pasien neurostik dengan mitos-mitos
anthropologis budaya di masyarakat primitif. Dengan kata lain, memahami agama dalam
pandangan Freud tidak dapat tidak bisa dipisahkan dengan konsep Psikoanalisanya.

Kepribadian Dalam Konflik

Dalam tulisannya, Freud melacak begitu banyak hal yang berkaitan dengan alam
bawah sadar, sehingga barangkali orang lain akan sangat heran mengapa ide-ide tersebut di
dorong dalam ketidakseimbangan yang sangat ekstrim. Freud menjawab, kita seharusnya
tidak perlu heran, karena menurutnya alam bawah sadar menempati posisi sentral dalam
pikiran, sebab merupakan penghubung antara jasmani dan rohani dalam setiap kepribadian
manusia. Oleh karena itu, tidak ada ruh murni dalam diri umat manusia. Setiap manusia harus
didasarkan pada tubuh kasarnya yang dikendalikan oleh beberapa akal, begitu juga dorongan
seksual. Dorongan ini lah yang menyebabkan manusia mampu bertahan, baik individu
maupun secara kelompok. Keduanya beroprasi dalam prinsip kepuasan. Kita merasakan suatu
keinginan dan kita akan merasa puas ketika keinginan itu telah tercapai. Semua ini
merupakan sesuatu yang sangat alami bagi manusia sebagai makhluk fisik yang selalu
meninginkan kepuasan dan selalu berupaya menghindari kegagalan dalam usaha
pemenuhannya.
Jadi, dalam diri manusia dorongan jasmaniah itu adalah hal yang sangat wajar.
Mereka mengespresikan rasa ingin puas dan senang. Ketegangan dan tekanan muncul dengan

1
Karya penting Freud menyangkut latar belakang keyahudiannya dan pandangannya terhadap agama secara
umum, lihat, Howard Litteleton Philp, freud and ReligiousBelif ( New York: Pitmani,1956);G Zillboorg Freud and
religious A retatementof an old controversy (Wetminster, MD: Newman Press, 1958); Earl A. Grollman indaism
in sigmund Freud’s World (New York: Appleton-Century, (1965) Hans Kung, Freudand the Problem of Gud (New
Haven, City Yale universitypress 1979, edwin R Wallace IV, Freud and Religion dalam Werner Muens,et al
(editor), psycoanaliysis Study of society, vol 10. (Hillsdale, NJ: The Analytic Press, 1984) hlm 113-161; dan Peter
Gay, A Godles jew: Freud atheism and the making of psyhcoanalysis (New Haven CT: Yale Univesity Press,
1987). Wallace dan Gay juga mengarang beberapa buku penting lainnya menyangkut subjek ini.
adanya dorongan tersebut juga berbeda, mereka bisa terlibat dalam konflik ketika bertabrakan
satu sama lain atau ketika berhadapan dengan kenyataan dari dunia luar yang tidak bisa
dirubah.
Freud membutuhkan waktu yang cukup untuk menentukkan dorongan apa yang
paling dasar dalam diri manusia dan bagaimana cara kerjanya. Pada mulanya dia
beranggapan bahwa hanya “insting ego” yang dinyatakan dengan rasa lapar dan libido
( hasrat) yang menyatakan seksualitas. Namun kemudian dia menyebut kedua dorongan ini
dengan eros (cinta) dan lawan dari kedua dorongan ini yang disebut dengan “agresi”, yaitu
dorongan selain “insting ego” yang dinyatakan dengan rasa lapar dan libido. Selanjutnya,
tanpa menghilangkan ide tentang “agresi” dia menetapkan eros sebagai dorongan untuk terus
hidup thanatos (kematian) sebagai dorongan untuk mengakhiri kehidupan2

Perkembangan Tulisan-Tulisan Freud


Di usianya yang kian naik Freud selalu mengembangkan dan mendefinisikan teori-
teorinya. Ia selalu mencari dimensi baru aplikasi yang lebih luas dari ide-ide pokoknya, yakni
alam bawah sadar, Oedipus kompleks, gangguan mental (neurosis) dan tiga kerangka dasar
kepribadian manusia. Dalam buku Beyond the Pleasure Principle (1920), ia membenarkan
pengertian-pengertian lamanya tentang dorongan-dorongan dasar berbeda tapi tetap sama
pentingnya, yaitu dorongan dengan kerja sama terbalik dari dorongan-dorongan yang telah
dikemukakan sebelumnya. “Insting Kematian” (Thanatos) adalah dorongan yang bergerak
kebelakang yang ingin mengembalikan dunia kepada keadaan yang semula, ke masa yang
tanpa kehidupan. menurutnya inilah salah satu konsep yang bisa menerangkan suatu kejadian
seperti perilaku masochim (paham yang meganggap kesenangan terdapat dalam penderitaan)
dan sadisme ( mendapatkan kepuasan dengan menempuh penderitaan).
Dalam buku Group Phsychology and The Analysis of the Ego (1921), Freud
mengembangkan kembali konsep libido atau hasrat seksual dengan memasukkan ide-ide yang
lebih luas tentang penyebaran perasaan kasih sayang, seperti yang didapat dalam keluarga.
Kemudian dia menjelaskan bagaimana sebuah komunitas yang terorganisir seperti gereja
dalam Agama Kristen bergantung pada kasih sayang yang diberikan pemimpin mereka.

2
Evolusi pemikiran tentang isu ini dapat dilihat dari karya-karyanya dari tahun 1910-1920-an dan juga dalam
buku, seperto Beyond the Pleasure Principle (1920) serta The Ego dan The Id (1923).
Moses and Monotheism
Ketertarikan Freud pada agama tidak berhenti dengan selesainya buku The Future of
an illusion, kendati buku ini barangkali memang buku penting yang memuat pemikiran
tentang agama. Diakhir karirnya, saat ia berjuang melawan penyakit kanker dan mendapati
dirinya telah pindah dari Vienna saat Nazi merebut Austria, ia kembali mengkaji agama
sebagai karya terkahir sebelum kematiannya. Saat itu, dia menulis tentang agama Yahudi,
agamanya sendiri. Ia menitikberatkan perhatiannya pada figur Musa dengan menelaah peran
penting Musa dalam kehidupan dan dan pemikiran orang yahudi. Dia memuatnya dalam diri
esai yang dikerjakan antara tahun 1934-1938. Esai-esai ini kemudian dikumpulkan menjadi
satu buku dan diterbitkan pada tahun wafatnya judul Moses and Monothesm3
Sebagaimana dalam buku Totem and Taboo, Freud juga menjelaskan yang
mengejutkan semua orang tentang peristiwa-peristiwa tertentu dalam sejarah agama
khususnya sejarah agama yahudi. Dia mencoba memperlihatkan bagiamana psikoanalisa bisa
membantu menjelaskan konsep dan perumpaan dalam agama tersebut. Dalam bibel, lanjut
Freud bangsa Israel mengatur kehidupan masyarakat dengan hukum-hukum Tuhan.
Barangkali ini benar, kata Freud, tapi bagaimana kita bisa mengetahui dengan pasti bahwa
Musa memang benar-benar orang Israel. Dalam teks-teks suci yang sebelumnya, kita akan
memperoleh bukti untuk mempercayai Musa sebenarnya, adalah salah seorang pangeran
Mesir, seorang pengikut Pharaoh Akhenaton, yang ingin mengganti dewa-dewa mesir kuno
dengan penyembahan kepada satu dewa, yaitu dewa Matahari Aten4.

3
Dalam, standard Edition, jilid 23, hlm 3-137
4
Freud Moses and Monotheism, dalam Standard Edition, jiid 23, hlm 20-30.
KESIMPULAN
Agama bagi Freud tidak bisa dilepaskan kondisi alam sadar bawah manusia, agama
juga berkaitan dengan sistem kejiwaan seseorang yang meliputi id, ego, superego. Dalam
konteks ini ada hubungan agama yang digagas oleh Freud dengan teori Psikoanalisanya.
Freud mencari titik temu kondisi kejiwaan pasien neurostik dengan mitos-mitos
anthropologis budaya di masyarakat primitif. Dengan kata lain, memahami agama dalam
pandangan Freud tidak dapat tidak bisa dipisahkan dengan konsep Psikoanalisanya.

Anda mungkin juga menyukai