Laporan Pendahuluan Operasi Odondectomy

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN ANESTESI


PADA Sdr,B DENGAN TINDAKAN OPERASI ODONDECTOMY
DIAGNOSA OPERKULITIS DENGAN
TEKNIK GENERAL ANESTESI DIRSUD KARDINA TEGAL
DIRUANG INSTALASI BEDAH SENTRAL

DISUSUN OLEH :
NAMA : Muhammad Zulhaq Nuru Aqsha Soamole
NIM : 200106106

Mengetahui,
Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

( …………………………………………….. ) ( …………………………………………….. )

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA
IMPAKSI GIGI
Definisi Impaksi gigi adalah gagalnya gigi untuk tumbuh secara sempurna pada posisinya.
Adanya gigi yang terpendam di dalam tulang rahang atau terhalang jaringan gusi dan tidak berhasil
muncul ke permukaan. Epidemiologi Seorang ahli bernama Ricketts (1980) menyatakan bahwa
evolusi manusia menyebabkan berkurangnya ukuran rahang yang berhubungan dengan kondisi dan
kebiasaan diet/makanan. Jadi ukuran rahang manusia sekarang cenderung makin kecil sehingga kasus
gigi geraham bungsu yang impaksi sekarang cenderung meningkat.

Etiologi
Menurut Bisharas, faktor yang dapat menyebabkan impaksi, yaitu:
Faktor primer → trauma pada gigi sulung, benih gigi rotasi, tanggal prematur gigi sulung, dan erupsi
gigi kaninus dalam celah pada kasus celah langit-langit.
Faktor sekunder → faktor selain faktor primer
Penyebabnya dapat juga dibagi berdasarkan faktor local, sistemik, dan stimulasi otot, sebagai berikut:
Faktor local, yaitu:

- Kurang ruangan untuk erupsi


- Terdapat tulang atau mukosa tebal
- Letak benih gigi
- Infeksi pada benih gigi
- Bentuk gigi yang abnormal
- Terdapat trauma, neoplasma

Faktor sistemik, yaitu:

- Sebab prenatal
- Sebab post natal

Faktor stimulasi otot


Stimulasi otot kurang → Pertumbuhan tulang rahang kurang
Kelainan akibat gigi impaksi dapat berupa infeksi, pembentukan kista dan karies gigi, menimbulkan
rasa sakit, gangguan pada telinga, dan fraktura rahang bawah.
Lokal
1. Faktor Genetik (ketidaksesuaian antara ukuran rahang yang kecil dengan bentuk gigi yang
besar).
2. Posisi gigi disebelahnya.
3. Kepadatan tulang atau jaringan lunak berlebih yang menutupinya.
4. Ankilosis, perlekatan gigi pada tulang.
5. Odontogenic tumor.
6. Cleft lip and palate.
7. Supernumerary teeth.
Sistemik
1. Syndrome cleidocranial dysplasia.
2. Defisiensi hormone-hormon endokrin.
3. Down syndrome.
4. Radiasi.
Gejala-gejala
1. Nyeri kepala.
2. Ketegangan atau nyeri pada leher.
3. Nyeri telinga.
4. Nyeri lokal, rasa sakit, atau rasa kaku pada rahang di area gigi yang impaksi.
5. Trismus.
6. Pembengkakan pada gusi di atas gigi yang impaksi
7. Bau mulut akibat adanya infeksi.
Klasifikasi
Menurut Pell & Gregory Berdasarkan hubungan antara ramus mandibula dengan molar kedua
dengan cara membandingkan lebar mesio-distal molar ketiga dengan jarak antara bagian distal molar
kedua ke ramus mandibula.
Kelas I : Ukuran mesio-distal gigi molar ketiga lebih kecil dibandingkan jarak antara distal gigi molar
kedua dengan ramus mandibula.
Kelas II : Ukuran mesio-distal gigi molar ketiga lebih besar dibandingkan jarak antara distal gigi
molar kedua dengan ramus mandibula.
Kelas III : Seluruh atau sebagian besar molar ketiga berada di dalam ramus mandibula.

Posisi Impaksi Gigi Menurut Pell & Gregory Berdasarkan Relasi Antar Gigi

Berdasarkan letak molar ketiga di dalam tulang :


Posisi A : Bagian tertinggi gigi molar ketiga berada setinggi garis oklusal.
Posisi B : Bagian tertinggi gigi molar ketiga berada di bawah bidang oklusal tapi masih lebih tinggi
daripada garis servikal molar kedua.
Posisi C : Bagian tertinggi molar ketiga terletak di bawah garis servikal molar kedua.
Kedua klasifikasi ini digunakan biasanya berpasangan. Misalkan kelas I tipe B, artinya
panjang mesio-distal gigi molar ketiga lebih kecil dibandingkan jarak distal molar kedua ke ramus
mandibula dan posisi molar ketiga berada di bawah garis oklusal tapi masih di atas servikal gigi molar
kedua.
Posisi Impaksi Gigi Menurut Pell & Gregory Berdasarkan Kedalaman M3 Bawah Terhadap Tulang Mandibula

Menurut George Winter


Klasifikasi yang dicetuskan oleh George Winter ini cukup sederhana. Gigi impaksi
digolongkan berdasarkan posisi gigi molar ketiga terhadap gigi molar kedua. Posisi-posisi ini
dinamakan vertikal, horizontal, inverted, mesioangular (miring ke mesial), distoangular (miring ke
distal), buko angular (miring ke bukal), linguoangular (miring ke lidah), dan posisi tidak biasa lainnya
yang disebut unusual position.

Posisi Impaksi Gigi Berdasarkan Sumbu Panjang Gigi Molar Ketiga Rahang Bawah Menurut George Winter

Menurut Archer
Archer memberikan klasifikasi untuk impaksi yang terjadi di rahang atas. Klasifikasi ini
sebetulnya mirip dengan klasifikasi Pell & Gregory. Bedanya, klasifikasi ini berlaku untuk gigi atas.
Kelas A : Bagian terendah molar ketiga setinggi bidang oklusal molar kedua.
Kelas B : Bagian terendah molar ketiga di atas bidang oklusal gigi molar kedua tapi masih di bawah
garis servikal molar kedua.
Kelas C : Bagian terendah molar ketiga lebih tinggi dari garis servikal molar kedua.
Klasifikasi untuk impaksi kaninus rahang atas diantaranya:
1. Kelas I : Kaninus terletak di palatum.
2. Kelas II : Di bukal.
3. Kelas III : Di daerah palatum dan bukal/labial.
4. Kelas IV : Prosesus alveolaris.
5. Kelas V : Daerah tidak bergigi.
Penanganan
Pemeriksaan posisi gigi dibutuhkan dengan menggunakan foto panoramik. Kalsifikasi gigi
geraham bungsu terjadi mulai umur 9 tahun dan mahkota gigi selesai terbentuk umur 12-15 tahun.
Jadi gigi geraham bungsu sudah dapat dilihat melalui rontgen pada umur 12-15 tahun walaupun gigi
tersebut belum tumbuh.
Dengan demikian pencabutan gigi geraham bungsu yang impaksi dapat dilakukan antara
umur 12-18 tahun atau setelah gigi molar / geraham kedua tumbuh. Tentu saja sebagai persiapannya
dilakukan rontgen foto sebelum dilakukan pencabutan. Pencabutan gigi geraham bungsu pada usia 12-
18 tahun dikenal dengan pencabutan preventif dan ini sangat dianjurkan mengingat pada usia tersebut
akar gigi masih pendek sehingga memudahkan operasi dan mempercepat waktu penyembuhan dan
menghindari terkenanya saraf pada rahang. Setelah operasi gigi geraham bungsu pasien akan
mengalami pembengkakan 3-4 hari yang merupakan reaksi normal dari tubuh untuk penyembuhan.
Pasien tidak perlu khawatir karena pembengkakan yang tidak disertai demam bukan merupakan gejala
infeksi dan pembengkakan ini akan hilang tanpa meninggalkan bekas. Pasien yang menjalani operasi
gigi geraham bungsu cukup mendapat antibiotika, analgetik / penahan sakit, dan obat anti inflamasi /
anti radang. Selama pembengkakan pasien dapat makan makanan lunak, melakukan aktivitas sehari-
hari seperti sekolah, atau bekerja tetapi tidak diperkenankan untuk olah raga terlebih dahulu. Setelah
satu minggu benang jahitan dapat dibuka dan obat sudah dapat dihentikan. Dengan demikian
pencabutan gigi geraham bungsu merupakan tindakan yang bijaksana sebab mencegah komplikasi
yang lebih buruk dan kekhawatiran akan efek operasi tidak akan terjadi sebab dilakukan pada usia
yang tepat.
Komplikasi
1. Pericoronitis.
Posisi gigi yang belum erupsi sempurna akan memudahkan makanan, debris dan bakteri
terjebak di bawah gusi yang di bawahnya terdapat gigi bungsu sehingga menyebabkan infeksi
pada gusi yang disebut pericoronitis. Jika tidak segera ditangani infeksi tersebut akan
menyebar ke tenggorokan atau leher.
2. Crowding gigi/berjejal.
Gigi impaksi dapat mendorong gigi-gigi lain di depannya sehingga bergerak dan berubah
posisi.
3. Gigi berlubang.
Posisi gigi impaksi sulit dijangkau sehingga sulit dibersihkan dan menjadi berlubang.
4. Merusak gigi depannya.
Tidak hanya gigi impaksinya saja yang berlubang tetapi gigi di depannya juga berlubang
karena sulit dibersihkan.
5. Infeksi pada tulang sekitarnya.
6. Kista.
Para ahli menyatakan bahwa 50% kasus kista berhubungan dengan gigi geraham impaksi
pada rahang bawah. Mahkota gigi impaksi tumbuh dalam suatu selaput. Jika selaput tersebut
menetap dalam tulang rahang akan terisi oleh cairan yang akhirnya membentuk kista yang
dapat merusak tulang, gigi, dan saraf.
7. Tumor / Karsinoma.
OPERCULITIS
Definisi
Merupakan peradangan sebagian kecil gusi yang terdapat di oklusal gigi, biasanya terdapat pada gigi
molar tiga bawah.
Epidemiologi
Operkulitis paling sering terjadi pada erupsi gigi molar ketiga yang biasa terjadi pada akhir masa
remaja atau pada awal usia 20 tahun.
Patofisiologi
Operkulitis terjadi karena tidak sempurnanya resorpsi jaringan lunak di atas gigi sehingga membentuk
kantung gigi yang menyebabkan makanan dapat terselip dan menimbulkan proses inflamasi.
Gejala
Pada operkulitis biasanya tidak disertai gejala, pasien hanya merasakan nyeri pada struktur gigi yang
terlibat tanpa disertai dengan pembengkakan
Terapi
Terapi yang dapat dilakukan adalah menenangkan proses infeksi. Bila ruangan tidak cukup untuk
erupsi gigi maka dilakukan ekstraksi gigi. Bila ruangan cukup untuk erupsi, maka dapat dilakukan
operkulektomy.
Prognosis
Prognosis penyakit operkulitis biasanya baik. Kebanyakan faktor lokal dapat diobati dengan obat-
obatan dari golongan antibiotik jika disebabkan oleh infeksi.
DAFTAR PUSTAKA
Dwipayanti Adisti dkk: Komplikasi post odentektomi gigi molar ketiga rahang bawah impaksi, Vol.
58, No.2 hal. 20-24, Surabaya. PDGI 2009
Kamus Kedokteran Dorland edisi ke 20. Jakarta: EGC.
Mansjoer Arif, dkk: Kapita Selekta Kedokteran. Editor Arif Mansjoer, dkk, Edisi 3, Volume 1,
Jakarta: Media Aesculapius FKUI. 2000.
Topazian et al. Oral and Maxillofacial Infection. 4th ed. Philadelphia: Saunders. 2002.
Newman, dkk. Carranza’s Clinical Periodontology. 10th ed. Saunders Elsevier. 2006.

Anda mungkin juga menyukai