Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN ANETESI


PADA Tn.R DENGAN TINDAKAN OPERASI EKSISI LUAS REKONSTRUKSI FLAP
DIAGNOSA SOFT TISSUE TUMOR GLUTEA DEXTRA DENGAN
TEKNIK REGIONAL ANESTESI DIRSUD KARDINAH TEGAL
DIRUANG INSTALASI BEDAH SENTRAL

DISUSUN OLEH :
NAMA : Muhammad Zulhaq Nurul Aqsha Soamole
NIM : 200106106

Mengetahui,
Pembimbing Akademik Pebimbing Klinik

( ……………………………………….. ) ( ……………………………………….. )

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA
Daftar Isi
Isi Laporan Pendahuluan
Daftar Isi..............................................................................................................................................2
I. KONSEP PENYAKIT.................................................................................................................3
A. Definisi......................................................................................................................................3
B. Anatomi Fisiologi.....................................................................................................................4
C. Etiologi......................................................................................................................................5
D. Potofisiologi..............................................................................................................................6
E. Tanda dan Gejala....................................................................................................................6
F. Pemeriksaan Penunjang..........................................................................................................6
G. Penatalaksanaan..................................................................................................................7
H. Komplikasi...........................................................................................................................8
II. PERKEMBANGAN REGIONAL ANESTESI......................................................................9
III. WEB OF CAUTION ( WOC )..............................................................................................14
IV. TINJAUAN TEORI ASKAN PEMBEDAHAN SEDANG.................................................15
A. Pengkajian..............................................................................................................................15
B. Diagnosa Keperawatan..........................................................................................................19
C. Evaluasi..................................................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................28
I. KONSEP PENYAKIT

A. Definisi
Soft tissue tumor (STT) atau tumor jaringan lunak adalah suatu tumor yang berasal
dari jaringan lunak. Jaringan lunak sendiri adalah jaringan yang menyangga organ-organ
tubuh. Jaringan lunak meliputi jaringan penyambung fibrosa (jaringan ikat), jaringan
adiposa (lemak), jaringan tulang, pembuluh darah atau pembuluh limfa, dan jaringan saraf
tepi. STT dapat tumbuh di bagian tubuh manapun, yaitu di dalam atau di antara otot,
ligamen(penghubung antar tulang), tendon (penghubung antara otot dan tulang), saraf,
lemak, dan pembuluh darah.

Tumor juga dapat diartikan benjolan atau pembengkakan abnormal dalam tubuh,
tetapi dalam artian khusus tumor adalah benjolan yang disebabkan oleh neoplasma
(Sjamsuhidayat, 2010). Soft Tissue Tumor (STT) adalah benjolan atau pembengkakan
abnormal yang disebabkan oleh neoplasma dan nonneoplasma. Soft Tissue Tumor (STT)
adalah pertumbuhan sel baru, abnormal, progresif, dimana sel-selnya tidak tumbuh seperti
kanker (Clevo, 2012)

STT diklasifikasikan menurut beberapa parameter, seperti lokasi, pola pertumbuhan,


kemungkinan kambuh, penyebaran ke bagian tubuh lain, dan usia. Selain itu, STT juga
diklasifikasikan menjadi jinak dan ganas (sarkoma jaringan lunak), meskipun banyak
kasus yang tidak dapat digolongkan ke salah satu klasifikasi.

Contoh tipe STT jinak yang sering ditemui adalah:

 Lipoma
 Angiolipoma (STT langkah yang terdiri dari jaringan lemak dan pembuluh darah)
 Histiositoma fibrosa jinak (sarkoma dari jaringan lunak)
 Neurofibroma (tumor serabut saraf)
 Schwannoma (tumor diselubung saraf pada sistem saraf tepi)
 Hemangioma (tumor jinak pembuluh darah)
 Tumor sel raksasa pembungkus tendon
 Myxoma (tumor jinak langkah yang berasal dari jaringan ikat)
B. Anatomi Fisiologi

Menurut Pearce (2010), Anatomi fisiologi jaringan lunak adalah sebagai berikut:

a. Otot
Otot ialah jaringan yang mempunyai kemampuan khusus yaitu berkontraksi
bergerak. Otot terdiri atas serabut silindris yang mempunyai sifat yang sama dengan
jaringan yang lain, semua ini di ikat dengan berkas-berkas serabut kecil oleh sejenis
jaringan ikat yang mengandung unsur kontraktil.
b. Tendon
Tendon adalah pengikat otot pada tulang, tendon ini berupa serabut-serabut
simpai yang berwarna putih, berkilap, dan tidak elastis.
c. Jaringan ikat
Jaringan ikat melengkapi kerangka badan, dan terdiri dari serabut elastis.
d. Bagian-bagian sel
Menurut Mustikawati (2017) menyebutkan sebagi berikut:
a. Protoplasma, sel terdiri atas sebuah badan yang terletak ditengah yaitu inti sel
atau nucleus, dan sitoplasma atau sisa protoplasma, yang memiliki nucle
b. Sitoplasma, terdiri atas beberapa unsur penting :
1) Mithokondria, yang berupa tongkat-tongkat kecil yang erat berhubungan
dengan proses katabolic atau pernafasan badan sel.
2) Alt Golgi, seperti saluran yang dekat nucleus, dan terlihat dalam kegiatan
pengeluaransekret dari sel.
3) Sitoplasma dasar, bahan koloid yang sangat kompleks dimana semua struktur
lainnya terendam, terutama bertugas dalam kegiatan anabolic atau sintetik
dari sel.
4) Sentrosom, sebagian kecil sitoplasma yang padat, terletak dekat nucleus.
Mempunyai peran penting dalam pemecahan sel.
5) Membrane sel, kulit sel bukanlah selaput yang mati. Banyak fungsi penting
yang berhubungan dengannya, tetapi khusunya ia bekerja sebagai saringan
selektif yang mengizinkan beberapa bahan lain masuk. Dengan demikian, ia
merupakan bagian penting untuk mempertahankan komposisi kimia yang
tepat dari protoplasma.
c. Nukleus, terdiri atas massa protoplasma yang l;ebih kompak (padat), sah dari
sitoplasma oleh membrane nucleus, yang juga bersifat penyaring selektif, yang
mengizinkan bahan keluar dari nucleus masuk sitoplasma, atau yang masuk
kedalamnya. Nucleus mengendalikan sel serta semua kegiatannya. Tanpa nucleus
sel akan mati (Mustikawati, 2017).
e. Abnormal sel
Sel abnormal adalah sel yang tumbuh berlebih, tidak terkordinasi dengan
jaringan normal dan tumbuh terus- menerus meskipun rangsangan yang menimbulkan
telah hilang. Sel abnormal mengalami transformasi, oleh karena itu mereka terus-
menerus membelah. Pada Sel abnormal, proliferasi berlangsung terus. Proliferasi
yang bersifat progresif, tidak bertujuan, tidak memperdulikan jaringan sekitarnya,
tidak ada hubungan dengan kebutuhan tubuh dan bersifat parasitic. Sel abnormal
bersifat otonomi karena ukuranya meningkat terus. Proliferasi sel abnormal
menimbulkan massa sel abnormal, menimbulkan benjolan pada jaringan tubuh
membentuk tumor.
Klasifikasi atas dasar sifat biologi tumor :
a. Tumor jinak (Benigna)
Tumor jinak tumbuh lambat dan bisanya mempunyai kapsul. Tidak tumbuh
infiltratif, tidak merusak jaringan sekitarnya dan tidak menimbulkan anak sebar
pada tempat yang jauh. Tumor jinak pada umumnya dapat disembuhkan dengan
sempurna kecuali yang terletak di tempat yang sangat penting.
b. Tumor ganas (Maligna)
Tumor ganas pada umumnya tumbuh cepat, infiltratif dan merusak jaringan
sekitar. Disamping itu dapat menyebar keseluruh tubuh melalui aliran limpe atau
aliran darah dan sering menimbulkan kematian.

C. Etiologi

1. Infeksi
Infeksi virus Epstein-Barr bagi orang yang kekebalannya lemah juga akan meningkatkan
kemungkinan tumor pembangunan jaringan lunak.
2. Radiasi
Mekanisme yang patogenic adalah munculnya mutasi gen radiasi-induksi yang
mendorong transformasi neoplastic.
3. Trauma
Hubungan antara trauma dan Soft Tissue Tumors nampaknya kebetulan. Trauma mungkin
menarik perhatian medis ke pra-luka yang ada.
4. Kondisi genetik
Ada beberapa bukti tertentu pembentukan gen dan mutasi gen adalah faktor predisposisi
untuk beberapa tumor jaringan lunak, dalam daftar laporan gen yang abnormal, bahwa
gen memiliki peran penting dalam diagnosis.
5. Lingkungan carcinogens
Sebuah asosiasi antara eksposur ke berbagai carcinogens dan setelah itu dilaporkan
meningkatnya insiden tumor jaringan lunak.
D. Potofisiologi

Pada umumnya tumor-tumor jaringan lunak atau Soft Tissue Tumors (STT) adalah proliferassi
jaringan mesenkimal yang terjadi dijaringan nonepitelial ekstraskeletal tubuh.
Dapat timbul di tempat di mana saja, meskipun kira-kira 40% terjadi di ekstermitas bawah,
terutamadaerah paha, 20% di ekstermitas atas, 10% di kepala dan leher, dan 30% di badan.
Tumor jaringan lunak tumbuh centripetally, meskipun beberapa tumor jinak, sepertiserabut
luka. Setelah tumor mencapai batas anatomis dari tempatnya, maka tumor
membesar melewati batas sampai ke struktur neurovascular. Tumor jaringan lunak timbul di
lokasi sepertilekukan-lekukan tubuh.
Proses alami dari kebanyakan tumor ganas dapat dibagi atas 4 fase yaitu :
1. Perubahan ganas pada sel-sel target, disebut sebagai transformasi
2. Pertumbuhan dari sel-sel transformasi.
3. Invasi lokal.
4. Metastasis jauh

E. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala tumor jaringan lunak tidak spesifik, tergantung pada lokasi dimana
tumor berada, umumnya gejalanya berupa adanya suatu benjolan dibawah kulit yang
tidak terasa sakit. Hanya sedikit penderita yang mengeluh sakit, yang biasanya terjadi
akibat perdarahan atau nekrosis dalam tumor, dan bisa juga karena adanya penekanan
pada saraf-saraf tepi.

Tumor jinak jaringan lunak biasanya tumbuh lambat, tidak cepat membesar, bila
diraba terasa lunak dan bila tumor digerakan relatif masih mudah digerakan dari jaringan
di sekitarnya dan tidak pernah menyebar ke tempat jauh.

Dalam tahap awal, jaringan lunak tumors biasanya tidak menimbulkan gejala karena
jaringan lunak yang relatif elastis, tumors dapat tumbuh lebih besar, mendorong samping
jaringan normal, sebelum mereka merasa atau menyebabkan masalah. kadang gejala
pertama biasanya gumpalan rasa sakit atau bengkak. dan dapat menimbulkan gejala
lainnya, seperti sakit atau rasa nyeri, karena dekat dengan menekan saraf dan otot. Jika di
daerah perut dapat menyebabkan rasa sakit abdominal umumnya menyebabkan sembelit.

F. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan X-ray
X-ray untuk membantu pemahaman lebih lanjut tentang berbagai tumor jaringan
lunak, transparansi serta hubungannya dengan tulang yang berdekatan. Jika batasnya
jelas, sering didiagnosa sebagai tumor jinak, namun batas yang jelastetapi melihat
kalsifikasi, dapat didiagnosa sebagai tumor ganas jaringan lunak, situasi terjadi di
sarkoma sinovial, rhabdomyosarcoma, dan lainnya.
2. Pemeriksaan USG
Metode ini dapat memeriksa ukuran tumor, gema perbatasan amplop dan tumor
jaringan internal, dan oleh karena itu bisa untuk membedakan antara jinak atau ganas.
tumor ganas jaringan lunak tubuh yang agak tidak jelas, gema samar-samar, seperti
sarkoma otot lurik, myosarcoma sinovial, sel tumor ganas berserat histiocytoma
seperti. USG dapat membimbing untuk tumor mendalami sitologi aspirasi
akupunktur.
3. CT-Scan
CT memiliki kerapatan resolusi dan resolusi spasial karakteristik tumor jaringan
lunak yang merupakan metode umum untuk diagnosa tumor jaringan lunak dalam
beberapa tahun terakhir.
4. Pemeriksaan MRI
Mendiagnosa tumor jinak jaringan lunak dapat melengkapi kekurangan dari X-ray
dan CT-scan, MRI dapat melihat tampilan luar penampang berbagai tingkatan tumor
dari semua jangkauan, tumor jaringan lunak retroperitoneal, tumor panggul
memperluas ke pinggul atau paha, tumor fossa poplitea serta gambar yang lebih jelas
dari tumor tulang atau invasi sumsum tulang, adalah untuk mendasarkan
pengembangan rencana pengobatan yang lebih baik.
5. Pemeriksaan histopatologis
a. Sitologi : sederhana, cepat, metode pemeriksaan patologis yang akurat.
Dioptimalkan untuk situasi berikut:
1) Ulserasi tumor jaringan lunak, Pap smear atau metode pengumpulan untuk
mendapatkan sel, pemeriksaan mikroskopik
2) Sarcoma jaringan lunak yang disebabkan efusi pleura, hanya untuk
mengambil spesimen segar harus segera konsentrasi sedimentasi sentrifugal,
selanjutnya smear
3) Tusukan smear cocok untuk tumor yang lebih besar, dan tumor yang
mendalam yang ditujukan untuk radioterapi atau kemoterapi, metastasis dan
lesi rekuren juga berlaku.
b. Forsep biopsi : jaringan ulserasi tumor lunak, sitologi smear tidak dapat
didiagnosis, lakukan forsep biopsi.
c. Memotong biopsy : Metode ini adalah kebanyakan untuk operasi.
d. Biopsi eksisi : berlaku untuk tumor kecil jaringan lunak, bersama dengan bagian
dari jaringan normal di sekitar tumor reseksi seluruh tumor untuk pemeriksaan
histologis.

G. Penatalaksanaan

1. Penatalaksanaan Medik
a. Bedah
Mungkin cara ini sangat beresiko. Akan tetapi, para ahli bedah mencapai angka
keberhasilan yang sangat memuaskan. Tindakan bedah ini bertujuan untuk mengangkat
tumor atau benjolan tersebut.
b. Kemoterapi
Metode ini melakukan keperawatan penyakit dengan menggunakan zat kimia untuk
membunuh sel sel tumor tersebut. Keperawatan ini berfungsi untuk menghambat
pertumbuhan kerja sel tumor.
Pada saat sekarang, sebagian besar penyakit yang berhubungan dengan tumor dan
kanker dirawat menggunakan cara kemoterapi ini.
c. Terapi Radiasi
Terapi radiasi adalah terapi yang menggunakan radiasi yang bersumber dari radioaktif.
Kadang radiasi yang diterima merupankan terapi tunggal. Tapi terkadang
dikombinasikan dengan kemoterapi dan juga operasi pembedahan.
2. Penatalaksanaan Keperawaatan
a. Perhatikan kebersihan luka pada pasien
b. Perawatan luka pada pasien
c. Pemberian obat
d. Amati ada atau tidaknya komplikasi atau potensial yang akan terjadi setelah dilakukan
operasi.

H. Komplikasi

Komplikasi dapat terbagi menjadi dua, yaitu yang terjadi sebelum dan sesudah terapi
Komplikasi yang dapat tmbul adalah :
 Luka pada kulit
 Kelainan darah
 Pendarahan
 Kerusakan jaringan
 Patah tulang (jika tumor melibatkan tulang)
Komplikasi yang dapat timbul setelah terapi adalah :
 Luka operasi yang terinfeksi dan tidak sembuh
 Infeksi akibat kemoterapi dan radioterapi yang menurunkan penurunan sistem imun
 STT jinak biasanya tidak sering kambuh. Jika kambuh, bisanya tidak bersifat merusak
dan dapat diterapi dengan operasi pengangkatan tumor. Pola kekambuhan umumnya
dapat diprediksi. Kebanyakan tumor kambuh 2 sampai 3 tahun. Terapi radiasi dan
kemoterapi tambahan akan meminimalisis kekambuhan. Kekambuhan sering terjadi
pada STT ganas.
 Penyebaran tumor STT ganas banyak mengalami penyebaran. Lokasi paling sering
penyebaran tumor adalah paru-paru
II. PERKEMBANGAN REGIONAL ANESTESI

1. Anestesi Regional untuk STT Glutea Dextra


Disebut juga spinal analgesia atau subarachnoid nerve block, terjadi karena
deposit obat anestesi lokal di dalam ruangan subarachnoid. Terjadi blok saraf yang
spinalis yang akan menyebabkan hilangnya aktivitas sensoris, motoris dan otonom.
Berbagai fungsi yang dibawa saraf-saraf medula spinalis misalnya temperatur, sakit,
aktivitas otonom, rabaan, tekanan, lokalisasi rabaan, fungsi motoris dan proprioseptif.
Secara umum fungsi-fungsi tersebut dibawa oleh serabut saraf yang berbeda dalam
ketahanannya terhadap obat anestesi lokal. Oleh sebab itu ada obat anestesi lokal yang
lebih mempengaruhi sensoris daripada motoris. Blokade dari medulla spinalis dimulai
kaudal dan kemudian naik ke arah sephalad.Serabut saraf yang bermielin tebal (fungsi
motoris dan propioseptif) paling resisten dan kembalinya fungsi normal paling cepat,
sehingga diperlukan konsentrasi tinggi obat anestesi lokal untuk memblokade saraf
tersebut.Level blokade otonom 2 atau lebih dermatom ke arah sephalik daripada level
analgesi kulit, sedangkan blokade motoris 2 sampai 3 segmen ke arah kaudal dari level
analgesi.

Beberapa indikasi dari pemberian anestesi spinal :


1) Operasi ekstrimitas bawah, baik operasi jaringan lunak, tulang atau pembuluh darah.
2) Operasi di daerah perineal :
Anal, rectum bagian bawah, vaginal, dan urologi.
3) Abdomen bagian bawah :
Hernia, usus halus bagian distal, appendik, rectosigmoid, kandung kencing, ureter
distal, dan ginekologis
4) Abdomen bagian atas :
Kolesistektomi, gaster, kolostomi transversum. Tetapi spinal anestesi untuk
abdomen bagian atas tidak dapat dilakukan pada semua pasien sebab dapat
menimbulkan perubahan fisiologis yang hebat.
5) Seksio Sesarea (Caesarean Section).
6) Prosedur diagnostik yang sakit, misalnya anoskopi, dan sistoskopi.

Beberapa kontraindikasi absolut dari pemberian anestesi spinal.


1) Gangguan pembekuan darah, karena bila ujung jarum spinal menusuk pembuluh
darah, terjadi perdarahan hebat dan darah akan menekan medulla spinalis.
2) Sepsis, karena bisa terjadi meningitis.
3) Tekanan intrakranial yang meningkat, karena bisa terjadi pergeseran otak bila terjadi
kehilangan cairan serebrospinal.
4) Bila pasien menolak.
5) Adanya dermatitis kronis atau infeksi kulit di daerah yang akan ditusuk jarum
spinal.
6) Penyakit sistemis dengan sequele neurologis misalnya anemia pernisiosa,
neurosyphilys, dan porphiria.
7) Hipotensi.

Beberapa kontraindikasi relatif dalam pemberian anestesi spinal.


1) Pasien dengan perdarahan.
2) Problem di tulang belakang.
3) Anak-anak.
4) Pasien tidak kooperatif, psikosis.

Secara anatomi terdapat 33 ruas tulang vertebra, yaitu 7 servikal, 12 torakal, 5


lumbal, 5 sakral dan 4 coccygeal. Medulla spinalis berakhir di vertebra L2, karena
ditakutkan menusuk medulla spinalis saat penyuntikan, maka spinal anestesi umumnya
dilakukan setinggi L4-L5, L3-L4, L2-L3. Ligamen-ligamen yang memegang kolumna
vertebralis dan melindungi medulla spinalis, dari luar ke dalam adalah sebagai berikut :
1) Ligamentum supraspinosum.
2) Ligamentum interspinosum.
3) Ligamentum flavum.
4) Ligamentum longitudinale posterior.
5) Ligamentum longitudinale anterior.

Anestesi spinal dan epidural dapat dilakukan jika peralatan monitor yang sesuai
dan pada tempat dimana peralatan untuk manajemen jalan nafas dan resusitasi telah
tersedia. Sebelum memosisikan pasien, seluruh peralatan untuk blok spinal harus siap
untuk digunakan, sebagai contoh, anestesi lokal telah dicampur dan siap digunakan,
jarum dalam keadaan terbuka, cairan preloading sudah disiapkan. Persiapan alat akan
meminimalisir waktu yang dibutuhkan untuk anestesi blok dan kemudian meningkatkan
kenyamanan pasien.

Adapun teknik dari anestesi spinal adalah sebagai berikut :

1) Inspeksi dan palpasi daerah lumbal yang akan ditusuk (dilakukan ketika kita visite
pre-operatif), sebab bila ada infeksi atau terdapat tanda kemungkinan adanya
kesulitan dalam penusukan, maka pasien tidak perlu dipersiapkan untuk spinal
anestesi.
2) Posisi pasien
a) Posisi Lateral
Pada umumnya kepala diberi bantal setebal 7,5-10cm, lutut dan paha fleksi
mendekati perut, kepala ke arah dada.
b) Posisi duduk
Dengan posisi ini lebih mudah melihat columna vertebralis, tetapi pada pasien-
pasien yang telah mendapat premedikasi mungkin akan pusing dan diperlukan
seorang asisten untuk memegang pasien supaya tidak jatuh. Posisi ini
digunakan terutama bila diinginkan sadle block.
c) Posisi Prone
Jarang dilakukan, hanya digunakan bila dokter bedah menginginkan posisi Jack
Knife atau prone.
3) Kulit dipersiapkan dengan larutan antiseptik seperti betadine, alkohol, kemudian
kulit ditutupi dengan “doek” bolong steril.
4) Cara penusukan.
Pakailah jarum yang kecil (no. 25, 27 atau 29). Makin besar nomor jarum, semakin
kecil diameter jarum tersebut, sehingga untuk mengurangi komplikasi sakit kepala
(PSH=post spinal headache), dianjurkan dipakai jarum kecil. Penarikan stylet dari
jarum spinal akan menyebabkan keluarnya likuor bila ujung jarum ada di ruangan
subarachnoid. Bila likuor keruh, likuor harus diperiksa dan spinal analgesi
dibatalkan. Bila keluar darah, tarik jarum beberapa mili meter sampai yang keluar
adalah likuor yang jernih. Bila masih merah, masukkan lagi stylet-nya, lalu ditunggu
1 menit, bila jernih, masukkan obat anestesi lokal, tetapi bila masih merah,
pindahkan tempat tusukan. Darah yang mewarnai likuor harus dikeluarkan sebelum
menyuntik obat anestesi lokal karena dapat menimbulkan reaksi benda asing
(Meningismus).
5) Obat-obat yang dipakai
Obat anestesi lokal yang biasa dipakai untuk spinal anestesi adalah lidokain,
bupivakain, levobupivakain, prokain, dan tetrakain. Lidokain adalah suatu obat
anestesi lokal yang poten, yang dapat memblokade otonom, sensoris dan motoris.
Lidokain berupa larutan 5% dalam 7,5% dextrose, merupakan larutan yang
hiperbarik. Mula kerjanya 2 menit dan lama kerjanya 1,5 jam. Dosis rata-rata 40-
50mg untuk persalinan, 75- 100mg untuk operasi ekstrimitas bawah dan abdomen
bagian bawah, 100- 150mg untuk spinal analgesia tinggi. Lama analgesi prokain < 1
jam, lidokain ± 1-1,5 jam, tetrakain 2 jam lebih.11

6) Pengaturan Level Analgesia


Level anestesia yang terlihat dengan spinal anestesi adalah sebagai berikut :
level segmental untuk paralisis motoris adalah 2-3 segmen di bawah level analgesia
kulit, sedangkan blokade otonom adalah 2-6 segmen sephalik dari zone sensoris.
Untuk keperluan klinik, level anestesi dibagi atas :

a) Sadle block anesthesia : zona sensoris anestesi kulit pada segmen lumbal
bawah dan sakral.
b) Low spinal anesthesia : level anestesi kulit sekitar umbilikus (T10) dan
termasuk segmen torakal bawah, lumbal dan sakral.
c) Mid spinal anesthesia : blok sensoris setinggi T6 dan zona anestesi termasuk
segmen torakal, lumbal, dan sacral.
d) High spinal anesthesia : blok sensoris setinggi T4 dan zona anestesi termasuk
segmen torakal 4-12, lumbal, dan sacral.
Makin tinggi spinal anestesia, semakin tinggi blokade vasomotor, motoris
dan hipotensi, serta respirasi yang tidak adekuat semakin mungkin terjadi. Level
anestesi tergantung dari volume obat, konsentrasi obat, barbotase, kecepatan
suntikan, valsava, tempat suntikan, peningkatan tekanan intra-abdomen, tinggi
pasien, dan gravitas larutan. Makin besar volume obat, akan semakin besar
penyebarannya, dan level anestesi juga akan semakin tinggi. Barbotase adalah
pengulangan aspirasi dari suntikan obat anestesi lokal. Bila kita mengaspirasi 0,1ml
likuor sebelum menyuntikkan obat; dan mengaspirasi 0,1ml setelah semua obat
anestesi lokal disuntikkan, akan menjamin bahwa ujung jarum masih ada di
ruangan subarakhnoid. Penyuntikan yang lambat akan mengurangi penyebaran obat
sehingga akan menghasilkan low spinal anesthesia, sedangkan suntikan yang terlalu
cepat akan menyebabkan turbulensi dalam liquor dan menghasilkan level anestesi
yang lebih tinggi. Kecepatan yang dianjurkan adalah 1ml per 3 detik.
Berdasarkan berat jenis obat anestesi lokal yang dibandingkan dengan berat
jenis likuor, maka dibedakan 3 jenis obat anestesi lokal, yaitu hiperbarik, isobarik
dan hipobarik. Berat jenis liquor cerebrospinal adalah 1,003-1,006. Larutan
hiperbarik : 1,023-1,035, sedangkan hipobarik 1,001- 1,002.
Perawatan Selama pembedahan
a) Posisi yang enak untuk pasien.
b) Kalau perlu berikan obat penenang.
c) Operator harus tenang, manipulasi tidak kasar.
d) Ukur tekanan darah, frekuensi nadi dan respirasi.
e) Perhatikan kesulitan penderita dalam pernafasan, adanya mual dan pusing.
f) Berikan oksigen per nasal.

Perawatan Pascabedah
a) Posisi terlentang, jangan bangun / duduk sampai 24 jam pascabedah.
b) Minum banyak, 3 lt/hari.
c) Cegah trauma pada daerah analgesi.
d) Periksa kembalinya aktifitas motorik.
e) Yakinkan bahwa perasaan yang hilang dan kaki yang berat akan pulih.
f) Cegah sakit kepala, mual-muntah.
g) Perhatikan tekanan darah dan frekuensi nadi karena ada kemungkinan
penurunan tekanan darah dan frekuensi nadi.

Beberapa komplikasi terkait pemberian anestesi spinal.


a) Sistim Kardiovaskuler
1) Penurunan resistensi perifer
 Vasodilatasi arteriol dan arteri terjadi pada daerah yang diblokade
akibat penurunan tonus vasokonstriksi simpatis.
 Venodilatasi akan menyebabkan peningkatan kapasitas vena dan
venous return.
 Proksimal dari daerah yang diblokade akan terjadi mekanisme
kompensasi, yakni terjadinya vasokonstriksi.
2) Penurunan Tekanan Sistolik dan Tekanan Arteri Rerata
Penurunan tekanan darah tergantung dari tingginya blokade simfatis. Bila
tekanan darah turun rendah sekali, terjadi risiko penurunan aliran darah
otak. Bila terjadi iskemia medulla oblongata terlihat adanya gejala mual-
muntah. Tekanan darah jarang turun > 15 mmHg dari tekanan darah asal.
Tekanan darah dapat dipertahankan dengan pemberian cairan dan atau
obat vasokonstriktor. Duapuluh menit sebelum dilakukan spinal anestesi
diberikan cairan RL atau NaCl 10-15 ml/kgBB. Vasokonstriktor yang
biasa digunakan adalah efedrin. Dosis efedrin 25-50 mg i.m. atau 15-20
mg i.v. Mula kerja-nya 2-4 menit pada pemberian intravena, dan 10-
20menit pada pemberian intramuskuler. Lama kerja-nya 1 jam.
3) Penurunan denyut jantung.
Bradikardi umumnya terjadi karena penurunan pengisian jantung yang
akan mempengaruhi myocardial chronotropic stretch receptor, blokade
anestesi pada serabut saraf cardiac accelerator simfatis (T1-4). Pemberian
sulfas atropin dapat meningkatkan denyut jantung dan mungkin juga
tekanan darah.
b) Sistim Respirasi
Bisa terjadi apnoe yang biasanya disebabkan karena hipotensi yang berat
sehingga terjadi iskemia medula oblongata. Terapinya : berikan ventilasi,
cairan dan vasopressor. Jarang disebabkan karena terjadi blokade motoris yang
tinggi (pada radix n.phrenicus C3-5). Kadang-kadang bisa terjadi batuk-batuk
kering, maupun kesulitan bicara.
c) Sistim Gastrointestinal
Diperlihatkan dengan adanya mual muntah yang disebabkan karena hipotensi,
hipoksia, pasien sangat cemas, pemberian narkotik, over-aktivitas parasimfatis
dan traction reflex (misalnya dokter bedah manipulasi traktus gastrointestinal).
d) Headache (PSH=Post Spinal Headache)
Sakit kepala pascaspinal anestesi mungkin disebabkan karena adanya
kebocoran likuor serebrospinal. Makin besar jarum spinal yang dipakai,
semakin besar kebocoran yang terjadi, dan semakin tinggi kemungkinan
terjadinya sakit kepala pascaspinal anestesi. Bila duramater terbuka bisa terjadi
kebocoran cairan serebrospinal sampai 1- 2minggu. Kehilangan CSF sebanyak
20ml dapat menimbulkan terjadinya sakit kepala. Post spinal headache (PSH)
ini pada 90% pasien terlihat dalam 3 hari postspinal, dan pada 80% kasus akan
menghilang dalam 4 hari.
Supaya tidak terjadi postspinal headache dapat dilakukan pencegahan dengan :
1) Memakai jarum spinal sekecil mungkin (misalnya no. 25,27,29).
2) Menusukkan jarum paralel pada serabut longitudinal duramater sehingga
jarum tidak merobek dura tetapi menyisihkan duramater.
3) Hidrasi adekuat, dapat diperoleh dengan minum 3lt/hari selama 3 hari,
hal ini akan menambah produksi CSF sebagai pengganti yang hilang.
III. WEB OF CAUTION ( WOC )

Kondisi genetik, radiasi, infeksi, trauma

Terbentuknya benjolan (tumor) dibawah kulit

Soft Tissue Tumor (STT)

Pre Operasi Post Operasi

Adanya inflamasi Terputusnya kontinuitas


Adanya luka post op
jaringan

Perubahan fisik
Menstimulasi respon
Peradangan
nyeri Tempat masuk
pada kulit
Anatomi kulit mikroorganisme
abnormal

Nyeri
Bercak – Resti infeksi
Kurang
bercak merah
pengetahuan

Cemas Kerusakan
integritas
kulit
IV. TINJAUAN TEORI ASKAN PEMBEDAHAN SEDANG
A. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan. pengumpulan data
yang akurat dan sistematis akan membantu penentuan status kesehatan dan pola
pertahanan klien, mengidentifikasi kekuatan dan kebutuhan klien, serta merumuskan
diagnosis keperawatan.
a. Identitas pasien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, agama / kepercayaan, status perkawinan,
pendidikan, pekerjaan, suku/ Bangsa, alamat, no. rigester dan diagnosa medis.
b. Riwayat penyakit sekarang
Pada klien STT glutea dxtra keluhan – keluhan yang ada berupa gangguan rasa
nyaman, nyeri akut pada benjolan yang menonjok, dan pendarahan akibat pegerakan
yang berlebihan.
c. Riwayat penyakit dahulu
Adanya penyakit yang berhubungan dengan tumor, Penyakit kronis yang pernah di
derita. Operasi yang pernah di jalani kecelakaan yang pernah dialami adanya riwayat
penyakit DM dan hipertensi.
d. Riwayat penyakit keluarga
Adanya riwayat keturunan dari salah satu anggota keluarga yang menderita penyakit
soft tissue tumor, atau anggota keluarga yang menderita DM, asma, atau hipertensi
e. Pola fungsi kesehatan
1. Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Klien ditanya tentang kebiasaan merokok, penggunaan tembakau, penggunaan
obat-obatan, penggunaan alkhohol dan upaya yang biasa dilakukan dalam
mempertahankan kesehatan diri (pemeriksaan kesehatan berkala, gizi makanan
yang adekuat).
2. Pola nutrisi dan metabolisme
Klien ditanya frekuensi makan, jenis makanan, makanan pantangan, jumlah
minum tiap hari, jenis minuman, kesulitan menelan atau keadaan yang
mengganggu nutrisi seperti nause, stomatitis, anoreksia dan vomiting. Pada pola
ini umumnya tidak mengalami gangguan atau masalah.
f. Pola eleminasi
Klien ditanya tentang pola eleminasinya, misalnya saat BAK terasa nyeri pada
benjolan tersebut. Dan termasuk frekuensinya, ragu ragu, jumlah kecil dan tidak
lancar.
g. Pola tidur dan istirahat
Klien ditanya lamanya tidur, adanya waktu tidur yang berkurang karena terasa nyeri
saat berpindah posisi tidur. Dan kebiasaan tidur memekai bantal atau situasi
lingkungan waktu tidur juga perlu ditanyakan. Upaya mengatasi kesulitan tidur.
h. Pola aktifitas
Klien ditanya aktifitasnya sehari – hari, aktifitas penggunaan waktu senggang,
kebiasaan berolah raga. Apakah ada perubahan sebelum sakit dan selama sakit. Pada
umumnya aktifitas sebelum operasi tidak mengalami gangguan, dimana klien masih
mampu memenuhi kebutuhan sehari – hari sendiri.
i. Pola hubungan dan peran
Klien ditanya bagaimana hubungannya dengan anggota keluarga, pasien lain, perawat
atau dokter. Bagai mana peran klien dalam keluarga. Apakah klien dapat berperan
sebagai mana seharusnya.
j. Pola dan konsep diri
Meliputi informasi tentang perasaan atau emosi yang dialami atau dirasakan klien
sebelum pembedahan . Biasanya muncul kecemasan dalam menunggu acara
operasinya. Tanggapan klien tentang sakitnya dan dampaknya pada dirinya. Koping
klien dalam menghadapi sakitnya, apakah ada perasaan malu dan merasa tidak
berdaya.
k. Pola sensori dan kognitif
Pola sensori meliputi daya penciuman, rasa, raba, lihat dan pendengaran dari klien.
Pola kognitif berisi tentang proses berpikir, isi pikiran, daya ingat dan waham. Pada
klien biasanya tidak terdapat gangguan atau masalah pada pola ini.
l. Pola reporoduksi seksual
Klien ditanya jumlah anak, hubungannya dengan pasangannya, pengetahuannya
tantang seksualitas. Perlu dikaji pula keadaan seksual yang terjadi sekarang, masalah
seksual yang dialami sekarang (masalah kepuasan, ejakulasi dan ereksi ) dan pola
perilaku seksual.
m. Pola mekanisme koping
Menanyakan apa klien merasakan stress, apa penyebab stress, mekanisme
penanggulangan terhadap stress yang dialami. Pemecahan masalah biasanya
dilakukan klien bersama siapa. Apakah mekanisme penanggulangan stressor positif
atau negatif.
n. Pemeriksaan fisik
a. Status kesehatan umum
Keadaan penyakit, kesadaran, suara bicara, status/ habitus, pernafasan,
tekanan darah, suhu tubuh, nadi.
b. Kulit
Apakah tampak pucat, bagaimana permukaannya, adakah kelainan
pigmentasi, bagaimana keadaan rambut dan kuku klien
c. Kepala
Bentuk bagaimana, simetris atau tidak, adakah penonjolan, nyeri kepala
atau trauma pada kepala.
d. Muka
Bentuk simetris atau tidak adakah odema, otot rahang bagaimana
keadaannya, begitu pula bagaimana otot mukanya.
e. Mata
Bagainama keadaan alis mata, kelopak mata odema atau tidak. Pada
konjungtiva terdapat atau tidak hiperemi dan perdarahan. Slera tampak
ikterus atau tidak.
f. Telinga
Ada atau tidak keluar secret, serumen atau benda asing. Bagaimana
bentuknya, apa ada gangguan pendengaran.
g. Hidung
Bentuknya bagaimana, adakah pengeluaran secret, apa ada obstruksi atau
polip, apakah hidung berbau dan adakah pernafasan cuping hidung.
h. Mulut dan faring
Adakah caries gigi, bagaimana keadaan gusi apakah ada perdarahan atau
ulkus. Lidah tremor ,parese atau tidak. Adakah pembesaran tonsil.
i. Leher
Bentuknya bagaimana, adakah kaku kuduk, pembesaran kelenjar limphe.
j. Thoraks
Betuknya bagaimana, adakah gynecomasti.
k. Paru
Bentuk bagaimana, apakah ada pencembungan atau penarikan. Pergerakan
bagaimana, suara nafasnya. Apakah ada suara nafas tambahan seperti
ronchi , wheezing atau egofoni.
l. Jantung
Bagaimana pulsasi jantung (tampak atau tidak).Bagaimana dengan iktus
atau getarannya.
m. Abdomen
Bagaimana bentuk abdomen. Pada klien dengan keluhan retensi
umumnya ada penonjolan kandung kemih pada supra pubik. Apakah ada
nyeri tekan, turgornya bagaimana. Pada klien biasanya terdapat hernia atau
hemoroid. Hepar, lien, ginjal teraba atau tidak. Peristaklit usus menurun
atau meningkat.
n. Genitalia dan anus
Pada klien STT glueta, biasanya terdapat benjolan yang menonjol di bagian
bokong pasien. Bagaimana besar benjolannya.
o. Ekremitas dan tulang belakang
Apakah ada pembengkakan pada sendi. Jari – jari tremor apa tidak.
Apakah ada infus pada tangan. Pada sekitar pemasangan infus ada tanda –
tanda infeksi seperti merah atau bengkak atau nyeri tekan. Bentuk tulang
belakang bagaimana.
Pengkajian post operasi
Pengkajian ini dilakukan setelah klien menjalani operasi, yang meliputi :
a. Keluhan utama
Keluhan pada klien berbeda – beda antara klien yang satu dengan yang lain.
Kemungkinan keluhan yang bisa timbul pada klien post operasi eksisi adalah
keluhan rasa tidak nyaman, nyeri karena adanya bekas jahitan pada waktu
pembedahan.
Hal ini ditunjukkan dari ekspresi klien dan ungkapan dari klien sendiri.
b. Keadaan umum
Kesadaran, GCS, ekspresi wajah klien, suara bicara.
c. Sistem respirasi
Bagaimana pernafasan klien, apa ada sumbatan pada jalan nafas atau tidak. Apakah
perlu dipasang O2. Frekuensi nafas , irama nafas, suara nafas. Ada wheezing dan
ronchi atau tidak. Gerakan otot Bantu nafas seperti gerakan cuping hidung, gerakan
dada dan perut. Tanda – tanda cyanosis ada atau tidak.
d. Sistem sirkulasi
Yang dikaji: nadi ( takikardi/bradikardi, irama ), tekanan darah, suhu tubuh, monitor
jantung ( EKG ).
e. Sistem gastrointestinal
Hal yang dikaji: Frekuensi defekasi, inkontinensia alvi, konstipasi / obstipasi,
bagaimana dengan bising usus, sudah flatus apa belum, apakah ada mual dan
muntah.
f. Sistem muskuloskletal
Bagaimana aktifitas klien sehari – hari setelah operasi. Bagaimana memenuhi
kebutuhannya. Apakah terpasang infus dan dibagian mana dipasang serta keadaan
disekitar daerah yang terpasang infus.
g. Sistem eliminasi
Apa ada ketidak nyamanan pada supra pubik, kandung kemih penuh . Masih ada
gangguan miksi seperti retensi. Kaji apakah ada tanda – tanda perdarahan, infeksi.

B. Diagnosa Keperawatan
Pre Op
1. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit

Post Op

1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan


2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya luka post operasi
3. Resti infeksi berhubungan dengan luka post operasi
N
DIAGNOSA KEPERAWATAN NOC NIC
O

1 Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan a. Anxiety control a. Anxiety reduction (penurunan kecemasan)
tentang penyakit b. Coping - Gunakan pendekatan yang menenangkan
Kriteria Hasil : R/ meningkatkan bhsp
Ditandai dengan: a. Klien mampu mengidentifikasi dan - Jelaskan semua prosedur dan apa yang
a. Gelisah mengungkapkan gejala cemas dirasakan selama prosedur
b. Insomnia b. Mengidentifikasi, mengugkapkan dan R/ agar pasien mengetahui tujuan dan
c. Resah menunjukkan tehnik untuk mengontrol cemas prosedur tindakan
d. Ketakutan c. Vital sign dalam batas normal - Temani pasien untuk memberikan keamanan
e. Sedih Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan dan mengurangi takut
f. Fokus pada diri tingkat aktivitas menunjukkan berkurangnya R/ mengurangi kecemasan pasien
g. Kekhawatiran kecemasan - Berikan informasi faktual mengenai
diagnosis, tindakan prognosis
R/ membantu mengungangi tingkat
kecemasan
- Identifikasi tingkat kecemasan
R/ mengetahui tingkat kecemasan pasien
- Bantu pasien mengenal situasi yang
menimbulkan kecemasan
R/membantu pasien agar lebih tenang
- Dorong pasien untuk mengungkapkan
perasaan, ketakutan, persepsi
R/ membantu pasien tenang dan nyaman
- Instruksikan pasien menggunakan teknik
relaksasi
R/ cemas berkurang, pasien merasa tenang
- Berikan obat
R/untuk mengurangi kecemasan

2 Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas a. Pain Level a. Pain Management


jaringan b. Pain control - Lakukan pengkajian nyeri secara
Batasan Karakteristik : c. Comfort level komprehensif termasuk lokasi, karakteristik,
a. Laporan secara verbal atau nonverbal durasi, frekuensi, kualitas dan faktor
b. Fakta dari observasi Kriteria Hasil : presipitasi
c. Posisi antalgik (menghindari nyeri) a. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab R/ mengetahui tindakan dan obat yang akan
d. Gerakan melindungi nyeri, mampu menggunakan tehnik diberikan
e. Tingkah laku berhati-hati nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, - Observasi reaksi nonverbal dari
f. Gangguan tidur (mata sayu, tampak capek, sulit mencari bantuan) ketidaknyamanan
atau gerakan kacau, menyeringai) b. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan R/ mengetahui tingkat nyeri pasien
g. Terfokus pada diri sendiri menggunakan manajemen nyeri - Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
h. Fokus menyempit (penurunan persepsi waktu, c. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, mengetahui pengalaman nyeri pasien
kerusakan proses berpikir, penurunan interaksi frekuensi dan tanda nyeri) R/membantu pasien mengungkapkan perasaan
dengan orang lain dan lingkungan) d. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri nyerinya
i. Tingkah laku distraksi, contoh jalan-jalan, berkurang - Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan
menemui orang lain dan atau aktivitas berulang- Tanda vital dalam rentang normal lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri
ulang masa lampau
j. Respon autonom (seperti berkeringat, perubahan R/untuk memberikan intervensi yang tepat
tekanan darah, perubahan nafas, nadi dan dilatasi - Kontrol lingkungan yang dapat
pupil mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
k. Perubahan otonom dalam tonus otot (mungkin pencahayaan dan kebisingan
dalam rentang dari lemah ke kaku) R/membantu mengurangi nyeri pasien
l. Tingkah laku ekspresif (contoh gelisah, merintih, - Kurangi faktor presipitasi nyeri
menangis, waspada, iritabel, nafas R/ mengurangi nyeri pasien
panjang/berkeluh kesah - Pilih dan lakukan penanganan nyeri
m. Perubahan dalam nafsu makan dan minum (farmakologi, non farmakologi dan inter
personal)
Faktor Yang Berhubungan : R/ membantu mengurangi rasa nyeri pasien
Agen injury (biologi, kimia, fisik, psikologis) - Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
intervensi
R/ memberikan intervensi yang tepat
- Ajarkan tentang teknik non farmakologi
R/mengurangi nyeri dengan cara pengobatan
non farmakologis
- Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
R/ nyeri dapat berkurang
- Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
R/ nyeri terkontrol
- Tingkatkan istirahat
R/ menguragi nyeri
b. Analgesic Administration
- Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan
derajat nyeri sebelum pemberian obat
R/ untuk memberikan intervensi yang tepat
- Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis,
dan frekuensi
R/ benar dalam pemberian obat
- Cek riwayat alergi Pilih analgesik yang
diperlukan atau kombinasi dari analgesik
ketika pemberian lebih dari satu
R/ menentukan obat yang tidak alergi untuk
pasien
- Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe
dan beratnya nyeri
R/ memberikan obat yang sesuai dengan
keluhan
- Monitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian analgesik pertama kali
R/ mengetahui kondisi pasien
- Berikan analgesik tepat waktu terutama saat
nyeri hebat
R/ membantu mengurangi nyeri
3 Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan Tissue Integrity : Pressure ulcer prevention
adanya luka post operasi Skin and Mucous Membranes a. Wound care
Batasan karakteristik : Wound Healing :primary and secondary intention - Anjurkan pasien untuk menggunakan
a. Gangguan pada bagian tubuh Kriteria Hasil : pakaian yang longgar
b. Kerusakan lapisa kulit (dermis) a. Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan R/ menjaga integritas kulit pasien
c. Gangguan permukaan kulit (epidermis) (sensasi, elastisitas, temperatur, hidrasi, - Jaga kulit agar tetap bersih dan kering
Faktor yang berhubungan : pigmentasi) R/agar kulit tetap lembab
Eksternal : b. Tidak ada luka/lesi pada kulit - Hindari kerutan pada tempat tidur
a. Hipertermia atau hipotermia c. Perfusi jaringan baik R/ menjaga integritas kulit tetap baik
b. Substansi kimia d. Menunjukkan pemahaman dalam proses - Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien)
c.Kelembaban udara perbaikan kulit dan mencegah terjadinya setiap dua jam sekali
d. Faktor mekanik (misalnya : alat yang dapat sedera berulang R/ membantu agar pasien nyaman
menimbulkan luka, tekanan, restraint) e. Mampu melindungi kulit dan - Monitor kulit akan adanya kemerahan
e.Immobilitas fisik mempertahankan kelembaban kulit dan R/ mengetahui kondisi integritas kulit
f. Radiasi perawatan alami - Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada
g. Usia yang ekstrim f. Tidak ada tanda-tanda infeksi derah yang tertekan
h. Kelembaban kulit Menunjukkan terjadinya proses penyembuhan R/ agar kulit tetap terjaga tidak terjadi luka
i. Obat-obatan luka baru
Internal : - Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
a. Perubahan status metabolik R/ membantu pasien agar bisa mobilisasi
b. Tulang menonjol - Monitor status nutrisi pasien
c. Defisit imunologi R/ mengawasi pasien agar tidak kekurangan
Faktor yang berhubungan : nutrisi
a. Gangguan sirkulasi - Memandikan pasien dengan sabun dan air
b. Iritasi kimia (ekskresi dan sekresi tubuh, hangat
medikasi) R/mempertahankan personal higyene pasien
c. Defisit cairan,kerusakan mobilitas fisik, - Observasi luka :lokasi, dimensi, kedalaman
keterbatasan pengetahuan, faktor mekanik luka, karakteristik, warna cairan, granulasi,
(tekanan, gesekan) kurangnya nutrisi, radiasi, jaringan nekrotik, tanda-tanda infeksi lokal.
faktor suhu (suhu yang ekstrim) R/ menguragi tanda-tanda infeksi
- Lakukan teknik perawatan luka dengan steril
R/mencegah adanya infeksi
4 Resti infeksi berhubungan dengan luka post operasi a. Immune Status a. Infection Control (Kontrol infeksi)
Faktor-faktor resiko : b. Knowledge : Infection control - Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien
a. Prosedur Infasif c. Risk control lain
b. Ketidakcukupan pengetahuan untuk menghindari R/mengurangi resiko infeksi
paparan patogen Kriteria Hasil : - Pertahankan teknik isolasi
c. Trauma a. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi R/ menurunkan resiko kontminasi silang
d. Kerusakan jaringan dan peningkatan paparan b. Mendeskripsikan proses penularan penyakit, - Batasi pengunjung bila perlu
lingkungan factor yang mempengaruhi penularan serta R/ menurunkan resiko infeksi
e. Ruptur membran amnion penatalaksanaannya, - Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci
f. Agen farmasi (imunosupresan) c. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung
g. Malnutrisi timbulnya infeksi meninggalkan pasien
h. Peningkatan paparan lingkungan patogen d. Jumlah leukosit dalam batas normal R/ mencegah terjadinya kontaminasi silang
i. Imonusupresi e. Menunjukkan perilaku hidup sehat - Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci
j. Ketidakadekuatan imun buatan tangan
k. Tidak adekuat pertahanan sekunder (penurunan R/ mencegah terpajan pada organisme
Hb, Leukopenia, penekanan respon inflamasi) infeksius
l. Tidak adekuat pertahanan tubuh primer (kulit - Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah
tidak utuh, trauma jaringan, penurunan kerja silia, tindakan keperawatan
cairan tubuh statis, perubahan sekresi pH, R/ menurunkan resiko infeksi
perubahan peristaltik) - Pertahankan lingkungan aseptik selama
m. Penyakit kronik pemasangan alat
R/ mempertahankan teknik steril
- Tingkatkan intake nutrisi
R/ membantu meningkatkan respon imun
- Berikan terapi antibiotik bila perlu
R/ mencegah terjadinya infeksi
b. Infection Protection (proteksi terhadap infeksi)
- Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan
lokal
R/mengidentifikasi keadaan umum pasien dan
luka
- Monitor hitung granulosit, WBC
R/ mengidentfikasi adanya infeksi
- Monitor kerentanan terhadap infeksi
R/ menghindari resiko infeksi
- Berikan perawatan kulit pada area epidema
R/ meningkatkan kesembuhan
- Inspeksi kondisi luka / insisi bedah
R/mengetahui tingkat kesembuhan pasien
- Instruksikan pasien untuk minum antibiotik
sesuai resep
R/ membantu meningkatkan status pertahanan
tubuh terhadap infeksi
- Ajarkan cara menghindari infeksi
R/ mempertahankan teknik aseptik
- Laporkan kultur positif
R/ mengetahui terjadinya infeksi pada luka
C. Evaluasi

Evaluasi keperawatan dilakukan secara sistematis dan periodik setelah pasien diberikan
intervensi dengan berdasarkan pada pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi
keperawatan, dan implementasi keperawatan. Evaluasi keperawatan ditulis dengan format
SOAP dimana:
S (subjektif) yaitu respon pasien setelah dilakukan tindakan keperawatan.
O (objektif) yaitu data pasien yang diperoleh oleh perawat setelah dilakukan tindakan
keperawatan.
A (analisis) yaitu masalah keperawatan pada pasien apakah sudah teratasi, teratasi
sebagian, belum teratasi, atau timbul masalah keperawatan baru
P (planning) yaitu rencana intervensi dihentikan, dilanjutkan, ditambah, atau dimodifikasi

Discharge planning
1. Memastikan keamanan bagi pasien setelah pemulangan
2. Memilih perawatan, bantuan, atau peralatan khusus yang dibutuhkan
3. Merancang untuk pelayanan rehabilitasi lanjut atau tindakan lainnya di rumah
(misal kunjungan rumah oleh tim kesehatan)
4. Penunjukkan health care provider yang akan memonitor status kesehatan
pasien
5. Menentukan pemberi bantuan yang akan bekerja sebagai partner dengan
pasien untuk memberikan perawatan dan bantuan harian di rumah, dan
mengajarkan tindakan yang dibutuhkan.
DAFTAR PUSTAKA

Sjamsuhidajat, R, Jong, W.D.(2005).Soft Tissue Tumor dalam Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi


2. Jakarta : EGC

Weiss S.W.,Goldblum J.R.(2008).Soft Tissue Tumors.Fifth Edition. China : Mosby Elsevier

Manuaba, T.W.( 2010).Panduan Penatalaksanaan Kanker Solid, Peraboi 2010. Jakarta :


Sagung Seto

Smeltzer. (2002). Buku ajar keperawatan medikal bedah. Jakarta : EGC

Reeves, J.C.(2001). Keperawatan medikal bedah. Jakarta : Salemba Medika

Price, Sylvia A. (2006).Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta : EGC

Nurarif A, H, dkk. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan
Nanda NIC-Noc, Edisi Revisi Jilid 1. Jogjakarta : Mediaction Jogja

Potter and Perry Volume 2 .2006.Fundamental Keperawatan .Jakarta:EGC

Anda mungkin juga menyukai