Anda di halaman 1dari 12

NAMA : SISIR ANUGERAH

KELAS : XII MIPA 2

SANGKURIANG DAN ASAL MULA DANAU TOBA

Diceritakan pada zaman dahulu, hiduplah seorang Mama bernama Dayang Sumbi yang tinggal bersama
anaknya bernama Sangkuriang.
Keduanya tinggal di sebuah desa bersama dengan seekor anjing kesayangan mereka yaitu Tumang.
Sebelum hidup berdua bersama anaknya, Dayang Sumbi menikah dengan titisan dewa yang telah
dikutuk menjadi hewan dan dibuang ke bumi.
Tanpa mereka sadari, sebenarnya mereka hidup bertiga bersama suami Dayang Sumbi dan papa dari
Sangkuriang yang berubah menjadi anjing kutukan tadi.
Setelah melewati masa bersama anaknya, Sangkuriang pun tumbuh menjadi pemuda dengan paras
memesona serta tubuh yang gagah dan kuat.
Sangkuriang tumbuh menjadi anak pemberani yang senang berburu, ia pun selalu ditemani si Tumang
yang merupakan titisan anjing dari papa kandungnya sendiri.
Pada suatu hari, Dayang Sumbi meminta Sangkuriang untuk mencarikannya kijang karena sang Mama
menghendaki memakan hati kijang saat itu. Sangkuriang dengan ditemani si Tumang berburu ke hutan
untuk mendapatkan kijang sesuai keinginan Dayang Sumbi.
Saat di hutan, Sangkuriang melihat seekor kijang tengah merumput dibalik semak belukar. Sangkuriang
pun memerintahkan Tumang untuk mengejar kijang tersebut. Namun ada hal aneh yang terjadi pada
anjing piarannya itu, si Tumang yang biasanya penurut kini menolak perintah Sangkuriang untuk
mengejar kijang tadi.
Sangkuriang pun marah dan mengatakan, "Jika engkau tetap tidak menuruti perintahku, niscaya aku
akan mebunuhmu.”
Ancaman tersebut tidak dipedulikan si Tumang yang membuat Sangkuriang semakin kesal dan marah.
Sangkuriang pun akhirnya membunuh Tumang dan mengambil hati anjing itu untuk diberikan kepada
Dayang Sumbi sebagai pengganti anjing kijang yang tak berhasil ia dapatkan.
Tanpa disadari Dayang Sumbi, ternyata hati yang diberikan anaknya adalah hati suaminya yang telah
dibunuh oleh anak mereka sendiri. Dayang Sumbi baru mengetahui setelah memasak dan memakan
hati itu. 
Betapa murkanya Dayang Sumbi ketika mengatahui bahwa hati si Tumang lah yang diberikan
Sangkuriang padanya.
Dayang Sumbi kemudian meraih gayung yang terbuat dari tempurung kelapa dan memukul kepala
Sangkuriang sambil mengatakan yang seusungguhnya, "Tumang itu papamu, Sangkuriang!"
Mendapat perlakuan dari Dayang Sumbi seperti itu, Sangkuriang pun marah dan sakit hati. Ia tak rela
mamanya begitu padanya. 
Sangkuriang berpikir bahwa Dayang Sumbi lebih menyayangi si Tumang dibandingkan dirinya. Maka
tanpa berpamitan, Sangkuriang pun pergi mengembara ke arah timur.
Setelah kepergian Sangkuriang, Dayang Sumbi mengaku menyesal atas perbuatannya kepada anaknya
sendiri. Ia pun memohon ampun kepada para dewa atas kesalahannya tersebut. Mendengar permohonan
Dayang Sumbi, mereka menerima permintaan maaf itu dan mengaruniakan kecantikan abadi kepada
Dayang Sumbi.
Dilain sisi, Sangkuriang yang terus mengembara tanpa tujuan pasti, kini tumbuh menjadi lelaki dewasa
yang memiliki paras dan tubuh yang dapat memikat banyak perempuan. Tanpa sadar, setelah bertahun
lamanya mengembara ia kembali ke tempat dimana dulu dilahirkan.
Sangkuriang berhenti ke salah satu pondok guna meminta air minum kepada pemilik pondok tersebut.
Tanpa disadari, ia terpesona dengan kecantikan Dayang Sumbi yang abadi.
Ia tak mengetahui bahwa perempuan berparas menawan yang ia temui itu adalah mama kandungnya
sendiri.
Begitu pun yang terjadi pada Dayang Sumbi, melihat sosok lelaki gagah nan sakti dihadapannya, ia tak
menyadari bahwa lelaki tersebut adalah Sangkuriang anaknya sendiri.
Dari situlah tumbuh rasa simpat dan cinta, sampai akhirnya mereka merencanakan pernikahan.
Sebelum melangsungkan pernikahan, Sangkuriang yang mengganti namanya dengan Jaka ini berniat
untuk berburu ke hutan. Dayang Sumbi pun membantu Jaka calon suaminya itu untuk mengenakan
penutup kepala.
Betapa terkejutnya Dayang Sumbi saat melihat luka di kepala calon suaminya itu.
Luka tersebut mengingaatkannya pada anak laki-lakinya yang telah meninggalkannya dulu.
Ia sangat yakin bahwa lelaki gagah yang akan menikahinya ini adalah Sangkuriang anaknya.
Melihat bekas luka tadi, Dayang Sumbi kemudian menceritakan pada lelaki tersebut bahwa dirinya
adalah Dayang Sumbi, orangtua kandung dari Sangkuriang yang telah bertahun-tahun lamanya
menghilang.
Namun, Sangkuriang yang telah dibutakan oleh hawa nafsu tidak memperdulikan penjelasan Dayang
Sumbi dan tetap bersikukuh menikahinya.
Apa itu syarat? Syarat adalah janji. Menurut KBBI Syarat diajukan sebagai tuntutan atau permintaan
yang harus dipenuhi. Begitu pula syarat yang diberikan kepada Sangkuriang, harus ditepati terlebih
dulu baru kemudia Dayang Sumbi bersedia mengabulkan keinginannya.
Sangkuriang yang bertekad tetap ingin menikahi Dayang Sumbi, kemudian melamar perempuan itu
untuk dinikahinya.
Untuk menghentikan pernikahan itu, Dayang Sumbi pun memberikan sebuah permintaan sebagai
syarat untuk menerima lamaran dari Sangkuriang.
Dayang Sumbi mengajukan permintaan yang sangat berat yaitu meminta Sangkuriang membuat
bendungan pada sungai Citarum dan di dalam danau tersebut terdapat perahu besar.
Namun, yang membuat permintaan itu berat adalah karena perkataan Dayang Sumbi, "Sebelum fajar
terbit, kedua permintaanku itu harus telah selesai engkau kerjakan.”
Tanpa ragu, Sangkuriang menyanggupi permintaan dari Dayang Sumbi, "Baiklah, aku akan memenuhi
permintaanmu.”
Sangkuriang pun memulai aksinya untuk membuat perahu dengan menebang pohon besar. Sementara
cabang dan ranting pohon yang dibutuhkan ditumpuk sampai suatu hari menjemla menjadi gunung
Burangrang. 
Perahu besar pun berhasil dibuat Sangkuriang. Setelahnya, lelaki gagah nan sakti itu memanggil para
makhluk halus untuk membantunya membendung alirang sungai Citarum yang deras untuk dibuat
sebuah danau sesuai permintaan Dayang Sumbi.
Semua yang dilakukan Sangkuriang kemudian membuat Dayang Sumbi merasa cemas karena
pekerjaannya sebentar lagi selesai sebelum berganti hari.
Dayang Sumbi pun mencari cara untuk menggagalkan rencana pernikahan dengan anak kandungnya
sendiri dengan memohon pertolongan para dewa.
Setelah berdoa, Dayang Sumbi mendapat petunjuk untuk menebarkan boeh rarang (kain putih hasil
tenunan).
Setelah itu Dayang Sumbi berkeliling dan memaksa ayam jantan berkokok disaat waktu masih malam. 
Mendengar suara ayam sudah bersuara, para jin yang membantu pekerjaan Sangkuriang pun sangat
ketakutan ketika mengetahui bahwa fajar telah tiba.
Mereka kemudian menghilang kesegala penjuru dan meninggalkan Sangkuriang dengan pekerjaannya
yang belum selesai.
entu saja hal ini membuat Sangkuriang marah besar karena merasa dicurangi oleh calon istrinya
sendiri.
Sangkuriang meyakini bahwa fajar sesungguhnya belum tiba dan masih ada waku untuk ia
menyelesaikan danau tersebut.
Sangkuriang lantas murka dengan menjebol bendungan di Sanghyang Tikoro, kemudian aliran sungai
Citarum dilemparkannya ke arah timur hingga menjelma menjadi gunung Manglayang. Air yang
semula memenuhi danau tersebut pun surut.
Sangkuriang kemudian dengan kekuatan saktinya menendang perahu yang tadi ia buat hingga jauh dan
jatuh terlungkup sampai menjelma menjadi sebuah gunung yang kemudian disebut gunung Tangkuban
Perahu.
Masih dalam hawa amarah yang besar, Sangkuriang yang mengetahui ini semua adalah siasat Dayang
Sumbi untuk menggagalkan pernikahan dengannya. Kemarahan yang terus meluap itu kemudian
membuat Sangkuriang mengejar Dayang Sumbi yang merasa ketakutan hingga menghilang di sebuah
bukit.
Selain perahu yang menjelma menjadi gunung Tangkuban Perahu, bukit yang menjadi tempat
menghilangnya Dayang Sumbi pun ikut menjelma menjadi gunung Putri.
Sedangkan Sangkuriang yang tidak berhasil menemukan Dayang Sumbi akhirnya ikut menghilang ke
alam gaib.
Dari cerita Sangkuriang dan legenda Gunung Tangkuban Perahu yang disampaikan, terdapat pesan
moral yang bisa dipelajari dari legenda asal muasal gunung Tangkuban Perahu ini.
Cerita ini mengajarkan bahwa sikap kejujuran akan membawa kebaikan dan kebahagiaan di kemudian
hari. Sementara perbuatan curang justru akan merugikan diri sendiri dan mendatangkan musibah bagi
diri sendiri ataupun orang lain.
Tak hanya itu, cerita ini juga mengajarkan kepada anak sejak dini tentang norma sosial yang ada di
masyarakat untuk tidak jatuh cinta dan menikah dengan orangtua kandung. 
NAMA :
KELAS :

TIMUN MAS DAN RAKSASA


Alkisah di sebuah desa di daerah Jawa Tengah, hidup seorang janda paruh baya yang bernama Mbok Srini. Sejak
ditinggal oleh suaminya beberapa tahun, ia hidup sebatang kara, ia pun juga tak memiliki anak.
Karena kesepian, ia sangat mengharapkan kehadiran seorang anak, namun sayangnya harapan itu pupus karena
suaminya telah meninggal dunia.
Mbok Srini hanya dapat menunggu keajaiban untuk bisa memiliki anak. Ia berharap keajaiban terjadi padanya,
dengan selalu berdoa siang dan malam kepada Tuhan Yang Mahakuasa agar dapat diberikan anak.
Pada suatu malam, harapan itu datang lewat mimpinya. Dalam mimpinya, Mbok Srini didatangi sesosok raksasa
yang menyuruhnya pergi mengambil sebuah bungkusan di bawah pohon besar di hutan tempat biasanya ia
mencari kayu bakar. Saat terbangun di pagi hari, Mbok Srini hampir tidak percaya dengan mimpinya semalam.
“Mungkinkah keajaiban akan benar-benar terjadi padaku?” Ia pun bertanya dalam hati dengan ragu.
Namun, Mbok Srini berusaha menghilangkan keraguan hatinya. Dengan penuh harapan, ia bergegas menuju ke
hutan yang ditunjuk oleh raksasa itu. Setibanya di hutan, ia mencari bungkusan yang berada di bawah pohon
besar.
Dengan penuh keyakinan, ia pun melemparkan bungkusan terakhir yang berisi terasi. Seketika itu pula, tempat
jatuhnya terasi itu tiba-tiba menjelma menjadi lautan lumpur yang mendidih. 
Alhasil raksasa itu terkalahkan karena tercebur ke dalam lautan lumpur dan tewas seketika. Maka selamatlah
Timun Emas dari kejaran dan santapan raksasa itu.
Dengan sekuat tenaga, Timun Mas berjalan menuju ke gubuknya untuk menemui ibunya. Melihat anaknya
selamat, Mbok Srini pun langsung berucap syukur kepada Tuhan Yang Mahakuasa. Sejak itu, Mbok Srini dan
Timun Mas hidup berbahagia.
Nah itulah dongeng Timun Mas, kisah di atas dapat menjadi pelajaran bagi anak untuk selalu ingat bahwa orang
yang punya niat jahat seperti raksasa, akhirnya akan mendapatkan celaka. 
Selain itu, mengingatkan anak segala rintangan dalam hidup dapat diselesaikan dengan baik jika dilakukan
dengan usaha dan kerja keras.
Namun ia justru sangat terkejut saat menemukan bungkusan yang dikiranya berisi seorang bayi, tetapi isinya
hanyalah sebutir biji timun. Hatinya pun kembali bertanya-tanya.
“Apa maksud raksasa itu memberikanku sebutir biji timun?” ucap Mbok Srini dengan bingung.
Di tengah kebingungannya, tanpa disadari ada sesosok raksasa berdiri di belakangnya sambil tertawa terbahak-
bahak.
“Ha… ha… ha…!” demikian suara tawa raksasa itu.
Mbok Srini pun terkejut sambil membalikkan badannya. Betapa terkejutnya ia karena raksasa itulah yang hadir
dalam mimpinya. Ia pun menjadi ketakutan.
“Ampun, Tuan Raksasa! Jangan memakanku! Aku masih ingin hidup,” Mbok Srini memohon dengan muka
pucat.
“Jangan takut, hai perempuan tua! Aku tidak akan memakanmu. Bukankah kamu menginginkan seorang anak?”
tanya raksasa itu.
“Be… benar, Tuan Raksasa!” jawab Mbok Srini dengan gugup.
“Kalau begitu, segera tanam biji timun itu! Nanti kamu akan mendapatkan seorang anak perempuan. Tapi, ingat!
Kamu harus menyerahkan anak itu kepadaku saat ia sudah dewasa. Karena anak itu akan kujadikan santapanku,”
ujar raksasa itu.
Karena begitu besar keinginannya untuk memiliki anak, tanpa sadar Mbok Srini menjawab, “Baiklah, Raksasa!
Aku bersedia menyerahkan anak itu kepadamu.”
Setelah Mbok Srini selesai memberikan kesediaannya, raksasa itu pun menghilang. Kemudian ia segera
menanam biji timun itu di ladangnya. Dengan penuh harapan, setiap hari ia merawat tanaman itu dengan baik.
Dua bulan kemudian, tanaman itu pun mulai berbuah. Namun anehnya, tanaman timun itu hanya berbuah satu.
Semakin hari buah timun menjadi semakin besar melebihi buah timun pada umumnya. Warnanya pun sangat
berbeda, karena berwarna kuning keemasan. Ketika buah timun sudah masak, Mbok Srini memetiknya timun
yang berat dengan susah payah ke gubuknya.
Betapa terkejutnya ia ketika membelah buah timun itu. Ia melihat seorang bayi perempuan yang sangat cantik.
Saat akan menggendongnya, bayi itu tiba-tiba menangis.
“Ngoa… ngoa… ngoa… !!!” demikian suara bayi itu.
Alangkah bahagianya hati Mbok Srini mendengar suara tangisan bayi yang sudah lama dirindukannya itu. Ia pun
memberi nama bayi itu Timun Mas.
“Cup… cup… cup..!!! Jangan menangis anakku sayang… Timun Mas!” hibur Mbok Srini.
Perempuan paruh baya itu tak dapat menyembuyikan kebahagiaannya. Hingga air matanya menetes membasahi
kedua pipinya. Perasaan bahagia itu membuatnya lupa dengan janjinya bahwa dia akan memberikan bayi itu
kepada raksasa suatu saat kelak.
Ia merawat dan mendidik Timun Mas dengan rasa kasih sayang hingga tumbuh menjadi perempuan yang cantik.
Mbok Srini sangat bangga, karena selain cantik, Timun Mas juga memiliki kecerdasan yang luar biasa dan
sifatnya yang baik. Oleh karena itu, ia sangat sayang kepadanya.
Suatu malam, Mbok Srini kembali bermimpi didatangi oleh raksasa yang memberi pesan kepadanya bahwa
seminggu lagi ia akan datang menjemput Timun Mas. Sejak itu, ia selalu duduk termenung seorang diri.
Hatinya pun menjadi sedih, karena ia akan berpisah dengan anak yang sangat disayanginya. Ia baru menyadari
bahwa raksasa itu ternyata adalah raksasa yang jahat, karena Timun Mas akan dijadikan santapannya!
Melihat Mbok Srini sering duduk termenung, Timun Mas pun bertanya-tanya dalam hati. Suatu sore, Timun
Emas memberanikan diri untuk menanyakan kegundahan hati yang dirasakan oleh ibunya.
“Bu, mengapa akhir-akhir ini Ibu selalu tampak sedih?” tanya Timun Mas.
Sebenarnya Mbok Srini tidak ingin menceritakan penyebab kegundahan hatinya, karena dia tidak ingin anaknya
itu ikut bersedih. Namun, karena terus didesak, akhirnya ia pun menceritakan asal-usul Timun Mas yang
dirahasiakan selama ini.
“Maafkan Ibu, Anakku! Selama ini Ibu merahasiakan sesuatu kepadamu,” kata Mbok Srini dengan wajah sedih.
“Rahasia apa, Bu?” tanya Timun Mas penasaran.
“Ketahuilah, Timun Mas! Sebenarnya, kamu bukanlah anak kandung Ibu yang lahir dari rahim Ibu.” Jawab
Mbok Srini
Belum selesai ibunya bicara, Timun Mas tiba-tiba menyela.
“Apa maksud, Ibu?” tanya Timun Mas.
Mbok Srini pun menceritakan semua rahasia tersebut hingga mimpinya semalam bahwa sesosok raksasa akan
datang menjemput anaknya itu untuk dijadikan santapan. Mendengar cerita itu, Timun Mas menjadi kaget
seolah-olah tidak percaya.
“Aku tidak mau ikut bersama raksasa itu. Aku sangat sayang kepada Ibu yang telah mendidik dan membesarkan
Timun,” kata Timun Mas.
Mendengar perkataan Timun Mas, Mbok Srini kembali termenung. Ia mencari cara agar anaknya selamat agar
tidak menjadi santapan raksasa itu. Sampai pada hari yang telah dijanjikan oleh raksasa itu, Mbok Srini belum
juga menemukan jalan keluar. Hatinya pun mulai cemas. Dalam kecemasannya, tiba-tiba ia menemukan sebuah
akal.
Ia menyuruh Timun Mas agar berpura-pura sakit. Dengan begitu, raksasa tidak akan mau menyantapnya. Saat
matahari mulai senja, raksasa itu pun mendatangi gubuk Mbok Srini.
“Hai, Perempuan Tua! Mana anak itu? Aku akan membawanya sekarang,” pinta raksasa itu.
“Maaf, Tuan Raksasa! Anak itu sedang sakit keras. Jika kamu menyantapnya sekarang, tentu dagingnya tidak
enak. Bagaimana kalau tiga hari lagi kamu datang kemari? Saya akan menyembuhkan penyakitnya terlebih
dahulu,” bujuk Mbok Srini yang mencoba mengulur waktu hingga ia menemukan cara agar Timur Mas bisa
selamat.
“Baiklah, kalau begitu! Tapi, kamu harus berjanji akan menyerahkan anak itu kepadaku,” kata raksasa itu.
Setelah Mbok Srini berjanji, raksasa itu pun menghilang. Mbok Srini kembali bingung untuk mencari cara lain.
Akhirnya, ia menemukan cara yang untuk dapat menyelamatkan anaknya dari raksasa. Ia akan meminta bantuan
kepada seorang pertapa yang tinggal di sebuah gunung.
“Anakku! Besok pagi-pagi sekali Ibu akan pergi ke gunung untuk menemui seorang pertapa. Dia adalah teman
almarhum suami Ibu. Barangkali dia dapat membantu kita untuk menghentikan niat jahat raksasa itu,” ungkap
Mbok Srini.
“Benar, Bu! Kita harus membinasakan raksasa itu. Karena aku tidak mau menjadi santapannya,” jawab Timun
Mas.
Keesokan harinya, pagi-pagi sekali, berangkatlah Mbok Srini ke gunung itu. Sesampainya di sana, ia langsung
menemui pertapa itu dan menyampaikan maksud kedatangannya.
“Maaf, Tuan Pertapa! Maksud kedatangan saya kemari ingin meminta bantuan kepada Tuan,” kata Mbok Srini.
“Apa yang bisa kubantu, Mbok Srini?” tanya pertapa itu.
Mbok Srini pun menceritakan masalah yang sedang dihadapi anaknya. Mendengar cerita Mbok Srini, pertapa itu
pun bersedia membantu.
“Baiklah, tunggu di sini sebentar!” ujar  pertapa itu seraya berjalan masuk ke dalam ruang rahasianya.
Tak berapa lama, pertapa itu kembali sambil membawa empat buah bungkusan kecil, lalu menyerahkannya
kepada Mbok Srini.
“Berikanlah bungkusan ini kepada anakmu. Keempat bungkusan ini masing-masing berisi biji timun, jarum,
garam dan terasi. Jika raksasa itu mengejarnya, suruh sebarkan isi bungkusan ini!” jelas pertapa itu.
Setelah mendapat penjelasan itu, Mbok Srini pulang membawa keempat bungkusan tersebut. Setiba di
gubuknya, Mbok Srini menyerahkan keempat bungkusan itu dan menjelaskan tujuannya kepada Timun Mas.
Kini, hati Mbok Srini mulai agak tenang, karena anaknya sudah mempunyai senjata untuk melawan raksasa itu.
ua hari kemudian, Raksasa itu pun datang untuk menagih janjinya kepada Mbok Srini. Ia sudah tidak sabar lagi
ingin membawa dan menyantap daging Timun Mas.
“Hai, perempuan tua! Kali ini kamu harus menepati janjimu. Jika tidak, kamu juga akan kujadikan santapanku!”
ancam raksasa itu.
Mbok Srini tidak gentar lagi menghadapi ancaman itu. Dengan tenang, ia memanggil Timun Mas agar keluar
dari dalam gubuk. Tak berapa lama, Timun Emas pun keluar lalu berdiri di samping ibunya.
“Jangan takut, Anakku! Jika raksasa itu akan menangkapmu, segera lari dan ikuti petunjuk yang telah
kusamapaikan kepadamu,” Mbok Srini membisik Timun Mas.
“Baik, Bu!” jawab Timun Mas.
Melihat Timun Mas yang benar-benar sudah dewasa, rakasasa itu semakin tidak sabar ingin segera
menyantapnya. Ketika ia hendak menangkapnya, Timun Mas segera berlari sekencang-kencangnya. Raksasa itu
pun mengejarnya. Tak ayal lagi, terjadilah kejar-kejaran antara makhluk raksasa itu dengan Timun Mas.
Setelah berlari jauh, Timun Mas mulai kecapaian, sementara raksasa itu semakin mendekat. Akhirnya, ia pun
mengeluarkan bungkusan pemberian pertapa itu.
Pertama-tama Timun Mas menebar biji timun yang diberikan oleh ibunya. Sungguh ajaib, hutan di sekelilingnya
tiba-tiba berubah menjadi ladang timun. Dalam sekejap, batang timun tersebut menjalar dan melilit seluruh
tubuh raksasa itu. Namun, raksasa itu mampu melepaskan diri dan kembali mengejar Timun Mas.
Timun Emas pun segera melemparkan bungkusan yang berisi jarum. Dalam sekejap, jarum-jarum tersebut
berubah menjadi rerumbunan pohon bambu yang tinggi dan runcing. Namun, raksasa itu mampu melewatinya
dan terus mengejar Timun Mas, walaupun kakinya berdarah-darah karena tertusuk bambu tersebut.
Melihat usahanya belum berhasil, Timun Mas membuka bungkusan ketiga yang berisi garam lalu
menebarkannya. Seketika itu pula, hutan yang telah dilewatinya tiba-tiba berubah menjadi lautan luas dan dalam,
namun raksasa itu tetap berhasil melaluinya dengan mudah.
Timun Emas pun mulai cemas, karena senjatanya hanya tersisa satu. Jika senjata tersebut tidak berhasil
melumpuhkan raksasa itu, maka tamatlah riwayatnya.
NAMA :
KELAS :

MALIN KUNDANG ANAK YANG DURHAKA

Zaman dahulu kala ada sebuah cerita di sebuah perkampungan nelayan Pantai Air Manis di Padang,
Sumatera Barat. Ada seorang janda bernama Mande Rubayah yang hidup bersama anak laki-lakinya
yang bernama Malin Kundang.
Mande Rubayah sangat menyayangi dan memanjakan Malin Kundang. Malin kemudian tumbuh
menjadi seorang anak yang rajin dan penurut.
Ketika Mande Rubayah sudah tua, ia hanya mampu bekerja sebagai penjual kue untuk mencupi
kebutuhan dirinya dan anak tunggalnya. Suatu hari, Malin jatuh sakit keras, hingga nyawanya hampir
melayang namun akhirnya ia dapat diseiamatkan-berkat usaha keras ibunya.
Setelah sembuh dari sakitnya ia semakin disayang. Mereka adalah ibu dan anak yang saling
menyayangi.
Saat Malin sudah dewasa ia meminta izin kepada ibunya untuk pergi merantau ke kota, karena saat itu
sedang ada kapal besar merapat di Pantai Air Manis.
“Jangan Malin, ibu takut terjadi sesuatu denganmu di tanah rantau sana. Menetaplah saja di sini, temani
ibu,” ucap ibunya yang sedih setelah mendengar keinginan Malin yang ingin merantau.
“Ibu tenanglah, tidak akan terjadi apa-apa denganku,” ujar Malin sambil menggenggam tangan ibunya.
“Ini kesempatan Bu, kerena belum tentu setahun sekali ada kapal besar merapat di pantai ini. Aku ingin
mengubah nasib kita Bu, izinkanlah” pinta Malin memohon.
“Baiklah, ibu izinkan. Cepatlah kembali, ibu akan selalu menunggumu Nak,” kata ibunya sambil
menangis.
Meski dengan berat hati akhirnya Mande Rubayah mengizinkan Malin untuk pergi. Kemudian Malin
dibekali dengan nasi berbungkus daun pisang sebanyak tujuh bungkus,
“Untuk bekalmu di perjalanan,” katanya sambil menyerahkannya pada Malin. Setelah itu Malin
Kundang berangkat ke tanah rantau meninggalkan ibunya sendirian.
Hari demi hari terus berlalu, hari yang terasa lambat bagi Mande Rubayah. Setiap pagi dan sore Mande
Rubayah memandang ke laut.
“Sudah sampai manakah kamu berlayar Nak?” tanyanya dalam hati sambil terus memandang laut.
la selalu mendoakan agar anaknya selalu selamat dan cepat kembali. Beberapa waktu kemudian ketika
ada kapal yang datang merapat ia selalu menanyakan kabar tentang anaknya.
“Apakah kalian melihat anakku, Malin? Apakah dia baik-baik saja? Kapan ia pulang?” tanyanya.
Namun setiap ia bertanya pada awak kapal atau nahkoda tidak pernah mendapatkan jawaban. Malin tak
pernah menitipkan barang atau pesan apapun kepada ibunya
Bertahun-tahun Mande Rubayah terus bertanya namun tak pernah ada jawaban hingga tubuhnya
semakin tua, dan kini jalannya mulai terbungkuk-bungkuk. Pada suatu hari Mande Rubayah mendapat
kabar dari nakhoda yang dahulu membawa Malin, nahkoda itu memberi kabar bahagia pada Mande
Rubayah.
“Mande, tahukah kau, anakmu kini telah menikah dengan gadis cantik, putri seorang bangsawan yang
sangat kaya raya,” ucapnya saat itu.
“Malin cepatlah pulang kemari Nak, ibu sudah tua Malin, kapan kau pulang…” rintihnya pilu setiap
malam.
Ia yakin anaknya pasti datang. Benar saja tak berapa lama kemudian di suatu hari yang cerah dari
kejauhan tampak sebuah kapal yang megah nan indah berlayar menuju pantai.
Penduduk desa mulai berkumpul, mereka mengira kapal itu milik seorang sultan atau seorang
pangeran. Mereka menyambutnya dengan gembira. Mande Rubayah amat gembira mendengar hal itu,
ia selalu berdoa agar anaknya selamat dan segera kembali menjenguknya, sinar keceriaan mulai
mengampirinya kembali.
Namun hingga berbulan-bulan semenjak ia menerima kabar Malin dari nahkoda itu, Malin tak kunjung
kembali untuk menengoknya.
Ketika kapal itu mulai merapat, terlihat sepasang anak muda berdiri di anjungan. Pakaian mereka
berkilauan terkena sinar matahari. Wajah mereka cerah dihiasi senyum karena bahagia disambut
dengan meriah.
Mande Rubayah juga ikut berdesakan mendekati kapal. Jantungnya berdebar keras saat melihat lelaki
muda yang berada di kapal itu, ia sangat yakin sekali bahwa lelaki muda itu adalah anaknya, Malin
Kundang.
Belum sempat para sesepuh kampung menyambut, Ibu Malin terlebih dahulu menghampiri Malin. la
langsung memeluknya erat Malin karena takut kehilangan anaknya lagi.
“Malin, anakku. Kau benar anakku kan?” katanya menahan isak tangis karena gembira, “Mengapa
begitu lamanya kau tidak memberi kabar?”
Malin terkejut karena dipeluk perempuan tua renta yang berpakaian compang-camping itu. Ia tak
percaya bahwa perempuan itu adalah ibunya. Sebelum dia sempat berpikir berbicara, istrinya yang
cantik itu meludah dan berkata,
“Perempuan jelek inikah ibumu? Mengapa dahulu kau bohong padaku! Bukankah dulu kau katakan
bahwa ibumu adalah seorang bangsawan yang sederajat denganku?!” ucapnya sinis
Mendengar kata-kata pedas istrinya, Malin Kundang langsung mendorong ibunya hingga terguling ke
pasir, “Perempuan gila! Aku bukan anakmu!” ucapnya kasar.
Mande Rubayah tidak percaya akan perilaku anaknya, ia jatuh terduduk sambil berkata,
“Malin, Malin, anakku. Aku ini ibumu, Nak! Mengapa kau jadi seperti ini Nak?!”
Malin Kundang tidak memperdulikan perkataan ibunya. Dia tidak akan mengakui ibunya. la malu
kepada istrinya. Melihat perempuan itu bersujud hendak memeluk kakinya, Malin menendangnya
sambil berkata,
“Hai, perempuan gila! lbuku tidak seperti engkau! Melarat dan kotor!”
Perempuan tua itu terkapar di pasir, menangis, dan sakit hati. Orang-orang yang meilhatnya ikut
terpana dan kemudian pulang ke rumah masing-masing. Mande Rubayah pingsan dan terbaring sendiri.
Ketika ia sadar, Pantai Air Manis sudah sepi.
Dilihatnya kapal Malin semakin menjauh. Ia tak menyangka Malin yang dulu disayangi tega berbuat
demikian. Hatinya perih dan sakit, lalu tangannya diangkat ke langit. Ia kemudian berdoa dengan
hatinya yang pilu,
“Ya, Tuhan, kalau memang dia bukan anakku, aku maafkan perbuatannya tadi. Tapi kalau memang dia
benar anakku yang bernama Malin Kundang, aku mohon keadilanmu, Ya Tuhan!” ucapnya pilu sambil
menangis.
Tak lama kemudian cuaca di tengah laut yang tadinya cerah, mendadak berubah menjadi gelap. Hujan
tiba-tiba turun dengan teramat lebatnya.
Tiba-tiba datanglah badai besar, menghantam kapal Malin Kundang. Lalu sambaran petir yang
menggelegar. Saat itu juga kapal hancur berkeping- keping. Kemudian terbawa ombak hingga ke
pantai.
Esoknya saat matahari pagi muncul di ufuk timur, badai telah reda. Di pinggir pantai terlihat kepingan
kapal yang telah menjadi batu. Itulah kapal Malin Kundang! Tampak sebongkah batu yang menyerupai
tubuh manusia.
Itulah tubuh Malin Kundang anak durhaka yang dikutuk ibunya menjadi batu karena telah durhaka.
Disela-sela batu itu berenang-renang ikan teri, ikan belanak, dan ikan tengiri. Konon, ikan itu berasal
dari serpihan tubuh sang istri yang terus mencari Malin Kundang.
Kisah Legenda Malin Kundang ini memiliki pesan yang dapat diambil si Kecil, yaitu sayangi kedua
orangtua saat susah dan senang, dan jangan melupakan jasa orangtua yang telah menyayangi dan
mendidik dari kecil.
Itulah dongeng anak dari Sumatra Barat, kisah Malin Kundang, si Anak yang durhaka pada ibunya.
Semoga bisa jadi pembelajaran ya untuk diceritakan ke anak-anak.
NAMA :
KELAS :

LUTUNG KASARUNG DAN PURBASARI

Pada zaman dahulu kala, hiduplah seorang putri yang bernama Purbasari. Ia merupakan anak bungsu dari enam
orang kakak perempuan yaitu Purbararang, Purbadewata, Purbaendah, Purbakancana, Purbamanik, dan
Purbaleuih.
Mereka merupakan anak dari Prabu Tapa Agung yang merupakan raja dari kerajaan pasir batang. Si Bungsu,
Purbasari memiliki sifat yang sangat baik, lembut, manis budi, dan suka menolong. Siapapun yang
membutuhkan pertolongannya, Purbasari senang hati membantunya.
Selain memiliki hati yang baik, Purbasari juga memiliki wajah yang cantik dan rupawan. Setiap orang yang
melihatnya akan jatuh hati pada pandangan pertama. Namun sayangnya, sang Kakak Purbararang memiliki sifat
yang sebaliknya.
Walaupun berparas cantik, Purbararang dikenal memiliki sifat yang kasar, sombong, kejam, iri hati pada
siapapun.
Setelah bertahta dalam waktu yang lama, Prabu Tapa Agung berniat turun tahta, dan berencana bahwa kerjaan
dipimpin oleh Purbasari. Sang Prabu mengamati selama puluhan tahun bahwa Purbasari pantas mengantikannya.
Bukan anak sulungnya alias Purbararang.
Sang Prabu memikirkan bagaimana jika Purbararang menjadi pemimpin, maka ketentraman dan kedamaian
rakyat bisa terganggu, atau bahkan rusak akibat kepemimpinan anak sulungnya yang punya sifat buruk.
Dihadapan seluruh pembesar kerajaan dan tujuh putrinya, raja Prabu Tapa Agung menyerahkan takhtanya pada
Purbasari. Sang Prabu kemudian meninggalkan istana kerajaannya untuk memulai hidup baru sebagai pertama.
Purbararang pun marah karena tidak setuju takhta Kerajaan Pasir Batang diberikan kepada adiknya, bukan untuk
dirinya. Selang satu hari sejak penobatan, Purbararang berencana mencelakai Purbasari. Ia menghubungi
tunangannya, Indrajaya untuk meminta bantuan nenek sihir.
Nenek sihir yang jahat kemudian memberikan boreh, atau zat berwarna hitam yang dibuat dari tumbuhan kepada
Purbararang.
“Semburkan boreh ini kewajah dan seluruh tubuh Purbasari” ujar nenek sihir pada Purbararang.
Purbararang langsung melaksanakan pesan dari si nenek sihir. Boreh tersebut disemburkan ke wajah dan seluruh
tubuh Purbasari. Akibatnya diseluruh tubuh Purbasari muncul bercak hitam yang mengerikan.
Dengan kondisi tersebut Purbararang memiliki alasan untuk mengusir Purbasari dari istana dan
menghentikannya menjadi ratu.
“Orang yang dikutuk hingga memiliki penyakit mengerikan ini tidak pantas menjadi Ratu kerajaan Pasir Batang.
Sudah seharusnya dia diasingkan ke hutan agar penyakitnya tidak menular,” perintah Purbararang.
Kemudian Purbararang mengambil tahta Kerajaan Pasir Batang dan memerintahkan Uwak Batara yang
merupakan penasihat istana untuk mengasingkan Purbasari ke hutan.
Namun, ketika Purbasari diasingkan dihutan, terjadi sebuah masalah besar di khayangan. Seorang Pangeran
bernama Guruminda tidak berkenan menikah dengan bidadari khayangan seperti yang diperintahkan Sunan
Ambu, Mama-nya.
Pangeran Guruminda hanya berkenan menikah dengan perempuan yang kecantikannya setara dengan Sunan
Ambu. Sunan ambu kemudian menjelaskan bahwa sosok perempuan yang secantik dirinya hanya akan ditemui
di dunia manusia.
Namun jika pangeran Guruminda bersikeras ingin menemui perempuan sesuai keinginannya itu, dia harus pergi
ke dunia dalam bentuk bukan pangeran Guruminda yang gagah dan tampan, melainkan harus dalam wujud
penyamaran berupa lutung atau sejenis monyet.
“Lutung kasarung namamu, apakah engkau bersedia melakukannya?” tanya Sunan Ambu.
Pangeran Guruminda menyatakan kesediannya. Setelah menjelma menjadi seekor Lutung Kasarung, Pangeran
Guruminda segera turun ke dunia manusia dan tiba di hutan.
Dalam waktu singkat saja Lutung Kasarung menjadi raja dari para lutung dan kera dihutan tersebut. Hal ini
karena tidak ada kera dan lutung yang mampu menandingi kesaktian, kecerdasan dan kekuatan dari Pangeran
Guruminda.
Lutung Kasarung kemudian mengetahui keburukan dan kekejaman dari Purbararang yang bertakhta sebagai ratu
di Kerajaan Pasir Batang. Lutung Kasarung kemudian ingin memberi pelajaran kepada Purbararang yang kejam
tersebut.
Maka, saat ia mendengar rencana Purbararang yang ingin mencari hewan kurban di hutan, Lutung Kasarung
membiarkan dirinya ditangkap oleh pengawal Purbararang. Sebelum dijadikan hewan kurban, Lutung Kasrung
tiba-tiba mengamuk dan menimbulkan kerusakan di istana Pasir Batang.
Para prajurit kerajaan Pasir Batang yang berniat menangkapnya dibuat tidak berdaya. Melihat kondisi
prajuritnya yang terus terdesak. Purbararang meminta Uwak Barata untuk menjinakan Lutung Kasarung.
Namun anehnya, saat Uwak Batara maju ke medan laga, Lutung Kasarung tidak berniat menyakiti Uwak Batara.
Bahkan saat Uwak Batara menangkapnya, Lutung Kasarung tidak melawan. Purbararang segera meminta Uwak
Batara membuang Lutung Kasarung ke hutan dimana Purbasari diasingkan.
Purbararang berharap agar Purbasari tewas dimangsa Lutung Kasarung yang dianggapnya sebagai hewan buas.
Uwak Batara kemudian membawa Lutung Kasarung ke hutan dimana Purbasari diasingkan. Namun ia yakin
bahwa Lutung Kasarung bukanlah hewan biasa, oleh karena itu Uwak Batara memberikan pesan kepada Lutung
Kasarung saat bertemu Purbasari.
“Lutung, puteri yang kamu temui adalah putri dari Prabu Tapa Agung. Ia adalah Putri yang baik hati dan
seharusnya menjadi Ratu Kerajaan Pasir Batang. Hanya karena kekuatan jahatlah dia diasingkan dan tersingkir
ke hutan ini. Oleh karena itu hendaklah engkau menjaga junjungan kami ini.” ujar Uwak Batara.
Lutung Kasarung menganggukan kepala tanda mengerti. Maka saat itu, Lutung Kasarung menjadi penjaga yang
juga sekaligus menjadi sahabat dekat Purbasari. Kehadiran Lutung Kasarung membuat kesedihan Purbasari
perlahan sirna.
Ia mendapatkan sahabat yang menghibur dan melindunginya. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, Lutung
Kasarung memerintahkan para kera untuk membawa makanan dan buah-buahan untuk Purbasari.
Kelembutan hati, kebaikan dan sifat baik Purbasari membuat Lutung Kasarung mulai menyayangi Purbasari.
Sedangkan sikap tanggung jawab, kepemimpinan dan kecerdasan dari Lutung Kasarung membuat Purbasari juga
menyayanginya.
Semakin lama keduanya tidak mau dipisahkan lagi. Tanpa diketahui Purbasari, Lutung Kasarung memohon
kepada sang Mama, Sunan Ambu untuk dibuatkan taman yang indah dengan tempat pemandian untuk Purbasari.
Sunan Ambu lantas meminta para dewa dan para bidadari turun ke bumi untuk mewujudkan keinginan dari
putranya. Para Dewa dan Bidadari membuatkan taman dan tempat mandi yang sangat indah untuk Purbasari.
Pancurannya terbuat dari emas murni. Dinding dan lantainya terbuat dari batu pualam. Air telaga yang mengalir
berasal dari telaga kecil yang murni bersih dan dengan doa-doa dari para dewa. Para Dewa dan Bidadari
menyebut taman yang indah itu Jamban Salaka.
Selain dibuatkan telaga dan taman yang indah, para bidadari juga menyiapkan beberapa pakaian indah untuk
Purbasari. Pakaian itu sangat indah dan lembut. Terbuat dari awan yang lembut dengan hiasan batu-batu permata
dari dalam lautan.
Tak ada pakaian di dunia ini yang mampu menandingi keindahan pakaian Purbasari. Pada saat Purbasari melihat
telaga dengan pancuran yang indah, ia segera mandi untuk membersihkan diri. Pada saat itulah boreh kutukan
yang menempel di wajah dan tubuhnya perlahan sirna.
Kecantikannya yang duluh telah kembali, Lutung Kasarung yang melihatnya menjadi terperangah tidak
menyangka orang yang selama ini didekatnya adalah perempuan yang sangat cantik hingga dapat mengalahkan
kecantikan dari Sunan Ambu.
Lutung Kasarung dan Purbasari sangat bahagia dengan keadaannya. Walaupun Purbasari telah kembali
kewujudnya yang cantik rupawan, kasih sayang Purbasari terhadap Lutung Kasarung tidak berkurang, namun
semakin bertambah.
Kabar mengenai kembalinya kecantikan Purbasari didengar oleh Purbararang. Purbararang tidak percaya dengan
berita ini, dia masih percaya diri karena tahu bahwa boreh yang disemburkan kepada Purbasari mengandung
kutukan yang sangat jahat dan kuat.
Purbararang lantas mengajak Indrajaya untuk melihat kebenaran berita tersebut. Dan betapa terkejutnya ia
melihat Purbasari telah kembali kesosoknya yang cantik rupawan. Purbasari terlihat semakin mempesona dengan
balutan pakaian dari para bidadari.
Purbararang pun khawatir karena telah kembalinya Purbasari akan mengancam takhta yang saat ini dikuasainya.
Sehingga ia mencari cara untuk kembali menyingkirkan adiknya tersebut, bahkan kali ini ia berniat
menyingkirkan Purbasari untuk selama-lamanya.
Purbararang lantas menantang Purbasari untuk beradu panjang rambut.
“Jika rambutku lebih panjang dibandingkan rambut Purbasari, maka leher Purbasari harus dipenggal oleh algojo
kerajaan,” tantang Purbararang.
Sayangnya, Purbararang kembali menelan kekecewaan yang besar setelah terbukti rambutnya yang sebetis kalah
panjang dengan rambut Purbasari yang sepanjang tumit. Purbararang sangat malu mendapati kekalahannya.
Untuk menutupi kekalahannya, Purbararang memberikan tantangan baru untuk Purbasari. Tak tanggung-
tanggung, kini tantangannya diucapkan didepan seluruh masyarakat Kerajaan Pasir Batang. Dengan suara
lantang agar didengar warga masyarakat.
“Jika wajah tunanganmu lebih tampan dibandingkan wajah tunanganku, takhta Pasir Batang akan kuserahkan
kepadamu. Namun jika sebaliknya, maka engkau hendaklah merelakan lehermu dipenggal algojo kerajaan,”
sebut Purbararang.
Purbasari paham ia tak akan mampu menang pada tantangannya kali ini. Namun rasa sayangnya pada Lutung
Kasarung membuatnya tegar. Kemudian Purbasari menggenggam tangan Lutung Kasarung.
“ Aku mencintaimu dan ingin engkau menjadi suamiku.” ucapnya kepada Lutung Kasarung.
Air mata kemudian berlinang mengalir dikedua pipinya. Lutung Kasrung kemudian balas menggenggam tangan
Purbasari kemudian mengusap air mata Purbasari. Purbasari yang melihat terbawa terbahak-bahak dan
merendahkan Lutung Kasarung.
“Monyet hitam itu tunanganmu?”
“ Iya.” jawab Purbasari dengan lantang.
Namun sebelum Purbararang memerintahkan algojo untuk memenggal Purbasari. Lutung Kasarung kemudian
duduk bersila dengan mata terpejam. Mulutnya terlihat menyebutkan mantra-mantra ajaib. Tiba-tiba asap tebal
menyelimuti tubuh Lutung Kasarung.
Tak dalam waktu yang lama, asap tebal tersebut menghilang, sosok Lutung Kasarung dengan wajahnya yang
seperti sejenis monyet kini menghilang seiring perginya asap pekat. Dan muncul sosok Pangeran Guruminda
yang tampan dan gagah.
Terkejutlah semua warga yang hadir ditempat itu mendapati keajaiban yang luar biasa tersebut. Betapa
tampannya Pangeran Guruminda, bahkan sangat jauh melebihi ketampanan Indrajaya tunangan dari Purbararang.
Pangeran Guruminda lantas mengumumkan bahwa ratu kerajaan Pasir Batang yang sebenarnya adalah Purbasari.
Purbararang telah mengalami kekalahan dari tantangan yang dibuatnya sendiri.
Dalam kondisi seperti itu, Purbararang tidak dapat menyangkal dan mau tidak mau mengakui kekalahannya.
Namun, tidak ada lagi yang dapat ia lakukan selain menyerakan takhta kerajaan pasir batang kepada adiknya
Purbasari.
Karena merasa kalah, Purbararang pun memohon ampun atas kejahatan yang telah dilakukannya bersama
Indrajaya. Karena memiliki hati yang baik, Purbasari memaafkan kesalahan kakak sulungnya tersebut. Sejak saat
itu Purbasari kembali bertakhta sebagai Ratu.
Semua rakyat sangat bergembira menyambut ratu yang baru, dan sekaligus terlepas dari belenggu pemerintahan
Purbararang yang jahat. Mereka kemudian semakin berbahagia mengetahui bahwa Ratu Mereka Purbasari
menikah dengan Pangeran Guruminda. Purbasari dan Pangeran Guruminda pun hidup bahagia selamanya.
Nah itulah cerita tentang dongeng Lutung Kasarung dan Purbasari yang berasal dari cerita masyarakat Sunda.
Pesan yang dapat Mama ajarkan pada anak adalah kebenaran dan kebaikan dapat mengalahkan kejahatan. Orang
yang melakukan kebenaran, pada akhirnya akan keluar sebagai pemenang.

Anda mungkin juga menyukai