Anda di halaman 1dari 19

Antropomorfisme Tentang Sifat-sifat Tuhan

Tugas ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Studi Ilmu Kalam
Dosen Pengampu: Dr. H. M. Ali Hasan M.Pd

Disusun Oleh
Bella Astria (210810905053)

MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM


IAIN SYEKH NURJATI CIREBON

Jl. Perjuangan By Pass Sunyaragi Telp : (0231) 48126


Fax : (0231) 489926 Cirebon Jawa Barat 45132
Website : www.syekhnurjati.ac.id
2021/2022
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................i

DAFTAR ISI..............................................................................................................ii

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar belakang................................................................................................1

B. Rumusan masalah...........................................................................................2

BAB 2 PEMBAHASAN

A. Pengertian Antropomofisme..........................................................................3

B. Beberapa pendapat aliran-aliran teologi islam tentang Antropomofisme......4

C. Pernyataan-pernyataan Antropomofisme oleh aliran teknologi islam...........11

BAB 3 PENUTUP

Kesimpulan................................................................................................................14

Daftar pustaka............................................................................................................15

ii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala sanjung madah hanyalah milik Allah semata, Tuhan pencipta alam
semesta beserta isinya, Pengatur hidup makhluk, Pengasih dan Penyayang setiap makhluknya,
Maha adil, Maha bijaksana, Maha pengampun hambanya yang kembali kepadanya,  Pengatur
pergantian siang dan malam, Pemberi rizki, Yang menghidupkan dan Yang mematikan sesuatu
yang dikehendaki, Yang berhak disembah oleh jin dan manusia yang tercipta.
Shalawat dan salam sejahtera semoga abadi tercurah tanpa henti-hentinya kepada
makhluk yang paling mulia, kekasih raja alam, pemimpin manusia, penghulu alam Nabi
Muhammad SAW dan sanak famili serta para sahabatnya nan setia.
Penulis tiada henti bersyukur dan memuji kepada Allah SWT atas curahan rahmat
dan maunah-Nya dalam menyusun paper ini. Maksud penyusunan paper ini adalah sebagai
penunjang pencapaian akumulasi Nilai Akhir Semester yang lebih sempurna.
Sebagaimana dikatakan oleh Yohanes 4:24, “Allah itu Roh dan barangsiapa menyembah
Dia, harus menyembah-Nya dalam roh dan kebenaran." Karena Tuhan adalah makhluk rohani,
Tuhan tidak memiliki karakteristik fisik secara manusia. Namun demikian, kadang-kadang
bahasa kiasan dalam Alkitab menggunakan karakteristik manusia kepada Tuhan untuk
memungkinkan manusia memahami Tuhan. Penggunaan karakteristik manusia untuk
menggambarkan Tuhan disebut “antropomorphisme.” Antropomorphisme adalah sekedar
wahana Tuhan (makhluk rohani) untuk mengkomunikasikan kebenaran mengenai natur diri-Nya
kepada manusia, makhluk jasmaniah. Karena manusia adalah makhluk jasmaniah, manusia
terbatas dalam perngertiannya akan hal-hal yang melampaui dunia fisik, dan di dalam Kitab Suci
antropomorfisme digunakan untuk menolong manusia memahami siapakah Tuhan itu. Yang
akan dijadikan objek pembahasan dalam paper ini adalah di sekitar perbincangan atau perdebatan
persoalan “Anthropomorphisme“ atau faham tentang sifat-sifat jasmani yang ada pada Tuhan.
Penulis menyadari dengan kesadaran yang sangat dalam akan ketidakmampuan dan
bukan ahlinya dalam soal menyusun paper, namun karena adanya sebuah tuntutan dan tugas
yang harus dituntaskan demi pencapaian target yang telah ditentukan tersendiri oleh dosen yang
bersangkutan. Sehingga penulis dapat mendalami dan memahami lebih dalam terhadap tema ini,
maka penulis memenuhi tuntutan di atas menurut kemampuan dan pengetahuan yang ada.

iii
Paper yang hanya beberapa lembar ini, sedikit banyak akan memberikan kemudahan
untuk memahami apa sebenarnya “Anthropomorphisme“ atau faham tentang sifat-sifat jasmani
yang ada pada Tuhan itu dan bagaimana pandangan beberapa mazdhab terhadap pemahaman
tersebut.
Harapan penulis dalam penyusunan paper ini adalah peningkatan dedikasi serta dapat
bermanfaat atau berguna bagi khalayak ramai pada umumnya. Dengan kerendahan dan segala
kekurangan yang menyelimuti diri penulis, demi kesempurnaan paper ini bila pembaca
menemukan kejanggalan atau kesalahan, sudilah kiranya memberikan teguran atau kritik
konsruktif. Dan akhirnya mudah-mudahan kita semua senantiasa dalam lindungan taufiq dan
hidayah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Amien.

iv
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anthropomorphisme berasal dari kata “Antropos” (manusia) “morphe’’ (bentuk, wujud)


dalam bentuk manusia, sedangkan “Isme” adalah faham. Secara pengertian etimologi adalah
teologi Islam yang di artikan memberikan gambaran bahwa tuhan bersifat atau berbentuk seperti
Manusia. Pribadi Allah tidak dapat dikenali oleh manusia, karena Dia sama sekali berbeda
dengan Manusia. Tetapi, Allah berkenan menciptakan manusia menurut gambar dan rupanya.
Gambar dan rupa yang diciptakan ini lah yang di pakai Tuhan untuk menyatakan diri-Nya
kepada Manusia.

Anthropomorf yang menjadikan manusia mengenal tuhan secara pribadi, di mana pribadi
Allah sebenarnya secara tepat tidak akan kita mengerti. Jika Tuhan tidak nyata, sebagai suatu
pribadi, maka konsep kerohanian akan sulit untuk dijelaskan. Jika Tuhan sungguh mulia tapi
tidak berbentuk, maka sulit bagi Manusia untuk memanifestasikan dalam kehidupan Manusia.

Dalam masalah sifat-sifat Tuhan, Al-Maturidy sependapat dengan pengertian yang


dicetuskan oleh Imam Al Asy’ary, bahwa Tuhan memiliki sifat, namun bukan sebagai dzat
Tuhan, tetapi juga tidak lain dari Tuhan. Misalnya Tuhan maha mengetahui, maka bukanlah
dzat-Nya melainkan mengetahui dengan pengetahuan-Nya.

Tentang kejisiman Tuhan, Al-Maturuidy tidak sependapat dengan Al-Asy’ary yang


mengatakan, bahwa ayat-ayat Al-Qur’an yang menggambarkan Tuhan mempunyai bentuk
jasmani tidak dapat memberi interpretasi atau takwil. Namun, Al-Maturidy berpendapat bahwa
Tuhan sama sekali tidak mempunyai badan dan jasmani.

Al-Maturidy menambahkan bahwa, tenaga, wajah, dan sebagainya walau diberi arti
majazi atau kiasan, seperti tangan Tuhan, harus ditakwilkan dengan kekuasaan Tuhan. Imam

1
Abu Manshur Al-Maturidi dalam keyakinannya, untuk mengenal Tuhan perlu menggunakan
takwil dan interpretasi dalam memahami nash-nash Al-Qur’an maupun Al-Hadis, terutama yang
berkaitan dengan sifat-sifat jasmaniyah pada Tuhan. Namun, mereka lebih berhati-hati dalam
pendapatnya untuk mengenali Tuhan.

Keyakinan mengetahui Tuhan menurut Al-Maturidy, bahwa iman mesti lebih sekedar
Tasdiq, karena baginya akal dapat sebagai kewajiban mengetahui Tuhan. Capaian untuk
mengenal Tuhan di tingkatan Ma’rifah bukan hanya sekedar tahu dan sebutan Tuhan-Nya, tetapi
memahami, mengetahui, Tuhan dengan sifatnya, dan Tauhid adalah mengenal Tuhan dengan
segala Keesaanya.

B. Rumusan Masalah

a. Apa yang dimaksud Anthropomorphisme?


b. Beberapa Pendapat Aliran Theologi Islam Tentang Anthropomorphisme
c. Pernyataan-pernyataan Anthoroporphisme oleh beberapa aliran teknologi

BAB 2
PEMBAHASAN

2
A. Pengertian Anthropomorphisme

Anthropomorphisme berasal  dari kata "anthrôpos" (manusia) dan - "morphê" (bentuk,


wujud), dalam bentuk manusiawi, selanjutnya 'isme' adalah faham, pengertian, atau
ajaran. Anthropomorphisme dalam teologi Islam dikenal dengan “Tasybih, Musyabihah, Tajsim,
Mujasimah ataupun aliran Shifatiyah”.

Hanafi mendefinisikan, bahwa anthropomorphisme (musyabihah) ialah golongan Islam yang


menggambarkan bahwa Tuhan sebagai zat yang beranggota badan dan mempunyai sifat-sifat
manusia.

 Adapun secara umum, anthropomorphisme dapat berarti memberikan atribut dengan kualitas


kemanusiaan terhadap bidang atau alam yang tidak bersifat manusiawi, atau dengan kata lain
memberikan gambaran tentang Tuhan bersifat atau berbentuk seperti pribadi manusia. Pribadi
Allah tidak dapat dikenal oleh manusia, karena Dia sama sekali berbeda dengan manusia. Tetapi,
Allah berkenan untuk menciptakan manusia menurut gambar dan rupa-Nya. Gambar dan rupa
yang diciptakan-Nya inilah yang dipakai Tuhan untuk menyatakan diri-Nya kepada manusia. 

Al-kitab adalah pernyataan Tuhan secara “anthropomorf” (dengan bentuk manusiawi).


Dalam Al-kitab, Tuhan dikatakan mempunyai mata, telinga, mulut, tangan, bahkan Al-kitab pun
menulis "wajah" Allah. Al-kitab menulis pula sikap emosional Tuhan secara anthropomorf,
misalnya Tuhan bersorak-sorak, dan bergirang, jemu, menyesal, dan seterusnya. Dengan
demikian, manusia dapat menangkap pernyataan Tuhan dan harus diingat bahwa ini semua
dalam bentuk manusia dan "tidak tepat dengan keadaan Tuhan yang sebenarnya".
“Anthropomorf” inilah yang memungkinkan manusia mengenal Tuhan secara pribadi dimana
pribadi Allah sebenarnya secara tepat tidak akan pernah kita mengerti. Jika Tuhan tidak nyata,
sebagai suatu pribadi, maka konsep kerohanian akan sulit untuk dijelaskan. Jika Tuhan sungguh
mulia tapi tidak berbentuk, maka sulit bagi kita untuk mengerti manifestasinya dalam kehidupan
manusia. Kekeliruan susunan kristen dan yudaism dalam memahami bahwa Tuhan masuk ke
dalam hidup kita melalui roh kudus, yang pada suatu waktu akan membuat kita memiliki
kerohanian seperti Tuhan. Sebaliknya, sekali kita percaya bahwa ada suatu pribadi yang nyata

3
yang disebut Tuhan, maka kita dapat menirunya dengan cara melaksanakan firmanNya sebagai
gambaran dari sifat-sifatNya dalam kehidupan kita.
Dari beberapa pengertian tersebut diatas, dapat ditarik suatu kesimpulan
bahwa anthropomorphisme ialah suatu faham atau aliran yang mengakui bahwa Tuhan
mempunyai jisim atau sifat  yang sama seperti sifat jasmani yang ada pada manusia. Dari faham
yang demikian, akhirnya melibatkan perbincangan yang cukup serius di kalangan aliran-aliran
besar dalam teologi Islam, seperti: Golongan Syi’ah, Jabariyah, Mu’tazilah, Asy’ariyah,
Maturidiyah, aliran Salaf dan lain sebagainya.

B. Beberapa Pendapat Aliran Theologi Islam Tentang Anthropomorphisme

Pendapat Golongan Syi’ah

Syi’ah yang berarti, pengikut partai, kelompok, perkumpulan, partisipan atau pendukung,


yang dimaksud adalah suatu golongan atau pengikut setia yang fanatik kepada Ali dan
keturunannya. Yang mana dalam sejarahnya, golongan ini pecah menjadi tiga golongan besar,
yakni: Syi’ah Zaidiyah, Syi’ah Imamiah atau Istna ‘Asyriyah dan Syi’ah Ismailiyah. Dari ketiga
golongan ini, yang berpendapat lebih moderat ialah Golongan Syi’ah Zaidiyah. Golongan
tersebut tidaklah membenarkan tentang pengakuan adanya sifat yang berlebihan yang diberikan
kepada Ali r.a, sebagaimana pendapat Syi’ah Ismailiyah yang mengatakan bahwa Ali hingga kini
masih hidup, bukan terbunuh. Sebab Ali telah dikaruniai sifat-sifat ke-Tuhanan yang tak akan
pernah mati, bahkan dianggapnya sebagai Tuhan. Anggapan  Syi’ah lainnya mengatakan bahwa
roh itu dapat berpindah dari tubuh yang satu ke tubuh yang lain. Dan Allah itu berjisim serta
dapat menjelma kedalam tubuh manusia. Dari pendapat ini, nampaknya Syi’ah dalam hal
anthropomorphisme sangat dekat dengan pengaruh Hindhu, sedangkan mensifatkan Ali dengan
sifat ke-Tuhanan sangatlah dekat dengan faham agama Masehi.
Pendapat Aliran Jabariyah

Aliran Jabariyah yang disebut juga sebagai aliran Jahamiyah, karena dibangun oleh


Jaham bin Sofwan, memiliki ajaran pokok bahwa manusia dalam melakukan perbuatannya
adalah dalam keadaan terpaksa, artinya mereka tidak mempunyai kebebasan menentukan
kehendak, sebab yang ada hanyalah kehendak mutlak Tuhan. Dari faham yang demikian ini,
menjadikan faham Jabariyah sering dilawankan dengan faham Qadariyah.

4
Adapun faham anthropomorphismenya terutama yang berhubungan dengan sifat Tuhan,
aliran Jabariyah berpendapat bahwa, Tuhan tidaklah mempunyai sifat, tetapi hanya mempunyai
Zat. Tuhan tidak layak disifati dengan sifat mahluk-Nya, sebab yang demikian
berarti mentasybihkan (menyerupakan) Tuhan dengan mahluk-Nya. Fahamnya mengenai kalam
Tuhan (al-Qur’an), Jaham berpendapat bahwa, “al-Qur’an adalah mahluk yang dibuat sebagai
suatu yang baru (hadis)”. Adapun fahamnya tentang melihat Tuhan, Jaham berpendapat bahwa,
Tuhan sekali-kali tidak mungkin dapat dilihat oleh manusia di akhirat kelak. Sedangkan tentang
keberadaan surga-neraka, setelah manusia mendapatkan balasan di dalamnya, akhirnya lenyaplah
surga dan neraka itu. Dari pandangan ini, nampaknya Jaham dengan tegas mengatakan bahwa,
surga dan neraka adalah suatu tempat yang tidak kekal.

Pendapat Aliran Mu’tazilah

Aliran Mu’tazilah dibentuk oleh Washil bin ‘Atha’ (80-131H/699-748M). Diberi nama


dengan Mu’tazilah karena Washil bin ‘Atha’ telah memisahkan diri dari kelompok gurunya
yakni Hasan al-Basri. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Hasan al-Basri sendiri: ”I’tazala
‘Anna Washil”, (Washil telah memisahkan diri). Sehingga secara etimologi Mu’tazilah dapat
diartikan sebagai golongan yang memisahkan diri dari gurunya, karena perbedaan faham dalam
sesuatu hal. Kecuali Washil bin ‘Atha’, tokoh Mu’tazilah yang terkenal lainnya ialah Al’Alaf,
An-Nazzham, Al-Jubbai, Bisyr bin Al-Mu’tamir, Al-Chayyat, Al-Qadhi Abdul abbar dan Az-
Zamaikhsyari. Mereka hampir sama dalam  menyandarkan pendapatnya, yakni menggunakan
pemikiran bercorak rasional. Ajaran pokok Mu’tazilah berkisar pada lima prinsip, diantaranya,
Tentang keesaan Tuhan (al-Tauhid ), keadilan (al- ‘Adlu), janji dan ancaman (al-Wa’du wa al-
wa’idu), tempat diantara dua tempat (al-Manzilatu baina  al-manzilataini) dan amar ma’ruf nahi
munkar .

Mu’tazilah terhadap faham Mujassimah (anthropomorphisme), mereka menolak dengan


keras.  Mengenai ayat-ayat al-Qur’an  yang mensifati Tuhan dengan sifat-sifat manusia,
seperti Yadullah (tangan Allah), Kalamullah (perkataan Allah), dan sebagainya, haruslah
ditakwilkan secara majazi (metafora atau kiasan). Mu’tazilah juga menolak
konsep dualisme dan trinitas tentang Tuhan sebagaimana kepercayaan yang dianut oleh orang-
orang Masehi, bahwa al-Masih anak Tuhan yang dilahirkan dari Tuhan sebagai bapak sebelum
masa dan jauharnya juga sama. Selanjutnya Mu’tazilah berpendapat, bahwa al-Qur’an yang

5
disebut dalam kalam atau sabda Tuhan yang tersusun dari huruf dan suara adalah makhluk yang
dijadikan oleh Tuhan. Kalamullah tersebut tidak ada pada Zat Tuhan, melainkan berada di luar
diri-Nya. Mu’tazilah tidak mengakui adanya sifat-sifat Tuhan sebagai suatu yang qadim, juga
mengingkari adanya faham bahwa, Tuhan nanti dapat dilihat oleh manusia dengan mata kepala
di akhirat kelak. Alasan Mu’tazilah  dalam masalah melihat Tuhan ini nampaknya cukuplah
rasional, dimana Tuhan adalah bersifat Immateri, sedang mata kepala adalah bersifat materi.
Sehingga tidaklah mungkin suatu  yang immateri dapat dilihat dengan suatu yang materi.

Pendapat Aliran Al-Asy’ariyah

Pembangun aliran al-Asy’ariyah adalah, Abu al-Hasan Ali bin Ismail al-Asy’ariy, yang


lahir di Basrah (Iraq) tahun 260 H/ 873 M, dan wafat tahun 324 H/ 935 M. Sewaktu kecil hingga
berumur 40 tahun, al-Asy’ariy sempat berguru pada seorang tokoh Mu’tazilah terkenal yaitu Abu
Ali al-Jubbai Muhammad ibn Abdul Wahhab, bahkan  sebagai penganut faham Mu’tazilah yang 
berpendapat bahwa al-Qur’an adalah mahluk, Tuhan tidak dapat dilihat dengan mata kepala,
manusia itu sendiri yang menciptakan pekerjaan dan keburukan dan lain-lain. Namun, pada
akhirnya al-Asy’ariy keluar dan tidak puas terhadap faham Mu’tazilah yang dianut oleh gurunya
tersebut. Kemudian mendirikan aliran tersendiri yang dikenal dengan aliran “al-Asy’ariyah“,
yang menurut Ali ibn Iwaji memasukkannya ke dalam kelompok  “Ahlu al Sunnah  wa al-
Jamaah“, hal itu didasarkan pada catatan yang ada dalam kitab al-Asy’ariy yaitu dalam “Al-
Ibanat an Ushul al Diyanah“. Kitab tersebut, berisi tentang penjelasan soal-soal pokok agama
yakni tentang kepercayaan (akidah) Ahlu al-Sunnah wa al-Jamaah, dan berisi kritik atau
penyerangan terhadap aliran Mu’tazilah.

Dimasukkannya al-Asy’ariy ke dalam faham Ahlu al-Sunnah Wa al-Jamaah, karena


memiliki konsep jalan tengah sebagai seorang pendamai terhadap dua pandangan ekstrim
(antara ahlu al-Hadis dengan ahlu al-Ra’yi) yang berkembang dalam masyarakat muslim waktu
itu. Adapun pandangan Al-Asy’ariyah dalam hal Anthropomorphisme diantaranya meliputi :

a. Tentang Melihat Tuhan ( Ru’yah Allah )

            Dalam masalah melihat Allah, al-Asy’ariy berpendapat bahwa Allah Swt. dapat dilihat
oleh hamba-hamba-Nya yang beriman di akhirat kelak, seperti halnya mereka melihat bulan
purnama. al-Asy’ariy berpendapat bahwa segala sesuatu yang ada (maujud) memungkinkan

6
untuk dapat dilihat, karena Allah adalah sesuatu yang maujud, maka sah untuk dilihat.
Sebagaimana Allah berfirman dalam Al-Quran surat Al-Qiyamah ayat 23 yang berbunyi sebagai
berikut:
}23:‫لى ربِّها َ نا َ ِظ َرةٌ {القيا مة‬
َ ِ‫ا‬
Artinya: “Kepada Tuhan-nyalah mereka melihat” (Q.S. Al-Qiyamah, (75):23)

b. Tentang Sifat-Sifat Tuhan

Pendapat al-Asy’ariy dalam masalah sifat Tuhan  adalah terletak ditengah-tengah antara


aliran Mu’tazilah dan Mujassimah. Dimana Mu’tazilah tidak mengakui adanya sifat-sifat Tuhan,
seperti wujud, qidam, baqa’, wahdaniyah, dan sifat Zat yang lain seperti: sama’, bashar dan
yang lainnya, kesemuanya itu tidak lain hanya Zat Tuhan sendiri. Sedangkan
aliran Mujassimah mempersamakan sifat-sifat Tuhan tersebut dengan sifat yang ada pada
mahluk-Nya. Al-Asy’ariy dalam hal ini, mengakui adanya sifat-sifat Tuhan tersebut yang sesuai
dengan Zat Tuhan itu sendiri dan sama sekali tidak menyerupai sifat-sifat mahluk-Nya, seperti
Tuhan mendengar, tetapi tidak seperti kita mendengar dan seterusnya.

Jadi, mengenai sifat-sifat Tuhan, al-Asy’ariy secara garis besar berpendapat bahwa sifat-
sifat itu adalah qadim sebagaimana Zat yang disifatkan. Maka Allah berkata itu pun dengan
kalam-Nya yang qadim, berkehendak dengan iradah-Nya juga yang qadim pula.

c. Tentang Tasybih dan Tajsim ( Penyerupaan dan Personifikasi )

Al-Asy’ariy sangatlah hati-hati terhadap masalah tasybih (penyerupaan dengan mahluk),


hal ini dapat dilihat pernyataan al-Asy’ariy dalam kitab “al- Luma’ “ sebagaimana dikutip
oleh H.M. Laily Mansur : “Ketika engkau menyatakan bahwa Tuhan tidak menyerupai seluruh
mahluk, maka katakanlah  bahwa sekiranya Tuhan menyerupai namanya, tentulah hukumnya
sama dengan hukum hadis (yang baru), jika diserupakan, maka tidak terlepas dari keseluruhan
atau sebagiannya. Jika keseluruhan, maka keadaannya sama dengan hadis keseluruhan, dan jika
sebagian, maka keadaannya serupa untuk sebagian dengan yang hadis (baru), yang demikian itu
semuanya mustahil bagi Zat yang Qadim. Dengan demikian, al-Asy’ariy dalam menetapkan
sifat-sifat Tuhan adalah tanpa melalui ta’wil maupun tasybih.

d. Tentang al-Qur’an Bukan Mahluk

7
Telah dikemukakan di atas, al-Asy’ariy pernah berpendapat bahwa al-Qur’an adalah
mahluk, kemudian ia mencabut pendapatnya itu dengan penuh penyesalan, akhirnya ia
menyatakan bahwa kalam Allah itu adalah bukan mahluk. Menurutnya, kalam Allah itu Esa
dan Qadim, adapun mengenai perintah, larangan, dan sebagainya merupakan i’tibar-
i’tibar dalam kalam-Nya dan bukan merupakan jumlah berbilang di dalam kalam itu sendiri.

Dari keterangan ini, al-Asy’ariy melihat bahwa kalam Allah itu ada dua bentuk, yaitu
sesuatu yang merupakan sifat Tuhan dan itulah yang qadim. Dan yang kedua adalah lafadz yang
menunjuk atas kalam yang qadim tersebut, dan itulah yang hadis dan bersifat mahluk.

Pendapat Aliran al-Maturidiyah

Aliran al-Maturidiyah adalah salah satu aliran dalam teologi Islam yang tergolong


kelompok ahlu al-Sunnah wa al-Jamaah. Aliran ini muncul pada awal abad IV H. Aliran al-
Maturidiyah disandarkan pada nama pendirinya, yaitu Abu Mansur Muhammad ibn Muhammad
ibn Muhammad al-Maturidy, yang lahir di Maturid, yakni sebuah kota kecil di Samarkand
Uzbekistan, dan tahun kelahirannya tidak banyak diketahui. Al-Maturidy wafat sekitar tahun 332
/333 H.

Aliran al-Maturidiyah juga bernaung di bawah faham ahlu al-Sunnah wa al-


Jamaah bersama dengan aliran al-Asyi’ariyah. Kedua aliran ini, hadir ke medan percaturan
teologi, karena reaksinya terhadap aliran Mu’tazilah. Dan dalam perkembangannya aliran al-
Maturidiyah pecah menjadi dua kelompok, yaitu kelompok Samarkand di bawah
pimpinan Abu Mansur al-Maturidy sedang kelompok Bukhara di bawah pimpinan al-
Bazdawy.

Perbedaan prinsip tentang masalah teologi, kelompok al-Maturidiyah Samarkand lebih


rasional dan lebih dekat kepada al-Asy’ariyah, dibandingkan dengan kelompok al-
Maturidiyah Bukhara. Adapun pokok-pokok ajaran al-Maturidiyah, khususnya dalam hal
anthropomorphisme meliputi hal sebagai berikut:

a. Tentang Sifat – Sifat Tuhan

Dalam masalah sifat-sifat Tuhan al-Maturidy sependapat dengan al-Asy’ariy, bahwa


Tuhan mempunyai sifat, namun bukan sebagai Zat Tuhan, tetapi juga tidak lain dari Tuhan.

8
Misalnya jika dikatakan Tuhan maha mengetahui, maka bukanlah dengan Zat-Nya, akan tetapi
mengetahui dengan pengetahuan-Nya.

Dengan demikian, semua sifat-sifat Tuhan seperti sama’, bashar, ilmu dan seterusnya


memang terdapat pada Tuhan, akan tetapi bukanlah sifat-sifat itu berdiri sendiri, sebab sifat dan
Zat Tuhan adalah suatu hal yang terpisah.

b. Tentang Melihat Tuhan

Al-Maturidy sependapat dengan al-Asy’ariy, bahwa Tuhan dapat dilihat dengan mata


kepala di akhirat kelak. Bagi al-Maturidy yang tidak dapat dilihat hanyalah yang tidak
mempunyai wujud, yang mempunyai wujud mesti dapat dilihat. Tuhan adalah berwujud, oleh
karena itu dapat diliha. Pandangan ini didasarkan pada al-Qur’an surat : al-Qiyamah ( 75 ) ayat :
22-23 yang berbunyi :

ِ َ ‫ُو ُج ٌوه يَو َمِئذ نَّا‬


ٌ‫اِل َى ربِّها َ نا َ ِظ َرة‬  ِ ‫ض َرة‬

Artinya : “ Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhannyalah


mereka melihat”. (Q.S. Al-Qiyamah: 22-23)

c. Tentang Keyakinan Mengetahui Tuhan

Al-Maturidy berpendapat bahwa iman mesti lebih dari sekedar tasdiq, karena baginya


akal dapat sampai kepada kewajiban mengetahui Tuhan. Al-Maturidy juga berpendapat bahwa
mengetahi Tuhan tidak harus dengan bertanya, bagaimana bentuknya. Ma’rifah adalah
mengetahui Tuhan dengan sifat-Nya, dan tauhid adalah mengenal Tuhan dengan ke-Esaan-Nya.

Jad,i Al-Maturidy dalam hal mengetahui Tuhan, dapatlah dicapai melalui pengetahuan


akal dengan cara  mengetahui sifat-sifat yang ada pada Tuhan.

d. Tentang Kejisiman Tuhan (Anthropomorphisme)

Tentang  kejisiman Tuhan ini, Al-Maturidy tidaklah sependapat dengan Al-Asy’ariy, yang


mengatakan bahwa ayat-ayat al-Qur’an yang menggambarkan Tuhan itu mempunyai bentuk
jasmani tidak dapat diberi interpretasi atau takwil, sebagaimana pendapat Mu’tazilah.
Namun, Al-Maturidy berpendapat bahwa Tuhan  sama sekali tidak mempunyai badan dan

9
jasmani. Al-Maturidy menambahkan bahwa, tenaga, wajah, dan sebagainya mesti diberi
arti majazi atau kiasan, seperti tangan Tuhan harus ditakwilkan dengan kekuasaan Tuhan.

Dari pandangan ini, terlihat bahwa dalam aspek  pemikiran tertentu Al-


Maturidy sependapat dengan Mu’tazilah, terutama pada masalah-masalah yang banyak
menggunakan rasio (akal pikiran).

Pendapat Aliran Salaf

Aliran Salaf muncul sekitar abad ke-IV Hijriyah, dimana para pengikutnya selalu
mempertalikan diri dengan pendapat Imam Ahmad ibn Hambal, sehingga aliran salaf ini sering
disebut sebagai golongan “Hanabilah“.

Pada abad ke- VII Hijriyah, aliran salaf mendapatkan kekuatan baru atas masuknya Ibnu
Taimiyah (Taqiyuddin Ahmad ibn Abdul Halim ibn Taimiyah) lahir di Harran (Iraq) tahun 661
H dan wafat sekitar tahun 728 H, di Damsyik (Syiria). Faham salaf berkembang dengan pesat
pada abad ke XII H setelah masuknya Syekh Muhammad bin Abdul Wahab yang mendapat
dukungan penuh dari raja Saudi Arabia ketika itu, yakni Muhammad ibn Sa’ud, yang akhirnya
aliran tersebut terkenal dengan nama “aliran Wahabiyah”.  Sesungguhnya
aliran Wahabiyah adalah merupakan kelanjutan dari aliran Salaf yang telah dibangun oleh Ibn
Taimiyah beserta pengikut-pengikutnya yang sangat berpegang teguh pada pendapat Imam
Ahmad ibn Hambal, baik dalam lapangan fiqih maupun dalam lapangan teologi.

Mereka juga menamakan diri  sebagai “muhjis sunnah“ (pembangun atau penghidup


sunnah). Sistem pemikiran yang digunakan adalah tidak percaya kepada metode logika rasional
yang dianggap asing bagi Islam, karena metode ini tidak pernah terdapat pada masa sahabat
maupun pada masa tabi’in. Jadi, jalan untuk mengetahui akidah dengan dalil-dalil
pembuktiannya, haruslah dikembalikan  kepada sumber murninya, yakni al-Qur’an dan al-
Sunnah, tanpa adanya interpretasi apapun dengan memegangi arti  lahir atau dengan tafsiran
indrawi (sensible interpretation) secara literlek. Aliran Wahabiyah dalam mendukung penyiaran
faham ini adalah dengan jalan kekerasan dan memandang orang yang tidak mengikuti ajaran-
ajarannya dianggap sebagai orang “bid’ah” yang harus diperangi sesuai dengan prinsip “amar
ma’ruf nahi munkar” .

10
Adapun pendapat aliran salaf tentang persoalan sifat-sifat Tuhan, kemahlukan al-Qur’an,
penyerupaan (tasybih) Tuhan dengan manusia, kesemua ini digolongkan hanya menjadi satu
persoalan, yakni tentang “Ketauhidan” (keesaan) yang mencakup dua segi, diantaranya :

a. Tentang Keesaan Zat Tuhan

Aliran Salaf telah memandang sesat terhadap golongan filosof, yakni aliran Mu’tazilah
dan golongan tasawuf. Disebabkan mereka mempercayai adanya persatuan diri dengan Tuhan
(Ittihad) atau peleburan diri pada Zat Tuhan (fana’).

b. Tentang Keesaan Sifat Tuhan

Aliran Salaf dalam menetapkan sifat-sifat Tuhan, nama-nama atau perbuatan Tuhan yang
termuat dalam al-Qur’an dan al-Hadis, seperti: al-Hayyu (yang hidup), al-Qayyum (yang tidak
membutuhkan yang lain), al-Shamadu (yang dibutuhkan oleh yang lain), Zul ‘Arsy al-
Majid (yang mempunyai arsy yang megah), Tuhan turun kepada manusia dalam gumpalan awan
(al-Baqarah: 210), Tuhan bertempat di langit (Q.S. Fushilat: 11), Tuhan mempunyai muka (Q.S.
Al-Baqarah: 115), Tuhan mempunyai tangan (Q.S. Ali Imran: 73) dan seterusnya. Sifat-sifat
tersebut, dipercaya oleh aliran Salaf dengan memegangi arti lahir semata, meskipun dengan
pengertian bahwa sifat-sifat tersebut  hakekatnya tidak sama dengan sifat-sifat mahluk. Seperti
mereka mengatakan bahwa tangan Tuhan, adalah tidak dimaksudkan sebagaimana  tangan yang
ada pada manusia, begitu seterusnya.

Jadi, dengan kata lain aliran Salaf berpendapat bahwa dalam


masalah anthropomorphisme adalah berada diantara “ta’thil” (peniadaan sifat Tuhan) dengan
“tasybih” (penyerupaan Tuhan dengan makhluk-Nya

C. Pernyataan-pernyataan Anthropomorphisme Oleh beberapa Aliran Theologi Islam

Aliran Mu’tazilah

Abd. Jabbar mengatakan bahwa Tuhan bersifat immateri, maka Tuhan tidak memiliki sifat-sifat
jasmani.

Tiap gambaran dalam Al-Qur;an bahwa Tuhan memiliki sifat-sifat jasmani, harus diberikan
interpretasi yang jelas, seperti:

11
 Tahta Kerajaan       
 Kekuasaan
 Mata                      
 Pengetahuan
 Muka                     
 Esensi
 Tangan                  
 Kekuasaan
Aliran Asy’ariyah
Tidak setuju dengan adanya anthropomorphisme (sifat jasmani semu), karena Tuhan
memiliki sifat-sifat jasmani yang sama dengan sifat-sifat jasmani manusia. Tapi, Tuhan tetap
punya mata, muka, tangan, seperti disebut dalam Al-Qur’an. Mata muka, dan sebagainya ini
tidak sama dengan apa yang ada pada manusia. Kata-kata itu tidak bisa diberi interpretasi (tafsir).
Allah hidup dengan hayat, tetapi hayat yang tidak sama dengan hayat manusia. Tuhan memiliki
dua tangan, tetapi tangan yang tidak sama dengan tangan manusia.
Lalu bagaimana sifat-sifat Tuhan sebenarnya? Sifat-sifat itu tidak dapat diberi gambaran atau
definisi, apa alasan mereka?
a)    Manusia lemah, akalnya tidak sanggup member interpretasi jauh tentang sifat Tuhan dalam
Al-Qur’an.
b)   Tetapi, akal tidak dapat menerima seperti yang dibatalkan kaum anthropomorphisme
c)    Tuhan bisa memiliki, bahkan juga menciptakan hal-hal yang tidak bisa dipahami akal
manusia yang lemah.
 
Aliran Maturidiah Samarkand (Mu’tazilah)
Aliran Maturidiah samarkand sepaham dengan sikap aliran Mu'tazilah. Tangan, muka,
mata, dan kaki Tuhan adalah kekuasaan Tuhan. Tuhan tidak mempunyai badan meski tidak sama
dengan jasmani manusia, karena badan harus tersusun dari substansi dan kejadian (accident).
Manusia membutuhkan badan, karena tanpa badan manusia akan lemah. Tuhan tidak butuh
badan, karena Tuhan Maha Kuasa.
 
Aliran Maturidiah Bukhara

12
Aliran Maturidiah Bukhara tidak sepaham dengan sikap aliran Asy’ariyah. Tangan Tuhan
adalah sifat bukan anggota badan, yaitu sifat yang sama dengan sifat-sifat lain seperti:
pengetahuan, daya, dan kemauan.
 

PENUTUP

  Kesimpulan
Dengan selesainya pembahasan sebagaimana tersebut di atas, dapat kita simpulkan
beberapa hal penting, diantaranya:

13
 “Anthropomorphisme” dalam theologi dikenal dengan istilah: tasybih, Musyabihat, tajsim,
mujasimah atau aliran shifatiyah, adalah suatu aliran atau faham yang mengakui Tuhan
mempunyai jisim atau sifat yang sam dengan sifat jasmani manusia (makhluk-Nya). Dari faham
yang demikian, akhirnya melibatkan perbincangan yang cukup serius di kalangan aliran-aliran
besar dalam theologi Islam, seperti golongan Syi’ah, Jabariyah, Mu’tazilah, Asy’ariyah,
Maturidiah, aliran salaf, dan lain sebagainya.
Terjadinya corak perbedaan pendapat di kalangan aliran-aliran dalam theologi Islam
tentang “Anthropomorphisme” adalah karena adanya perbedaan cara pandang dalam memahami
nash-nash Al-Qur’an maupun Al-Hadist. Terutama yang berhubungan dengan masalah
“Anthropomorphisme”. Dimana dalam satu sisi dengan memegangi arti lahir nash secara literlek
saja, tanpa menggunakan adanya bentuk interpretasi apapun. Sedangkan di sisi lain, tetap
berpegang terhadap dalil-dalil nash yang harus diberi arti majazi dengan takwil dan interpretasi.  
Jabariyah  Meniadakan sama sekali sifat-sifat yang ada pada Tuhan, karena
bisa          menjerumuskan ke dalam faham tajassum atau Tasybih (meyerupakan) Tuhan dengan
makhluk-Nya.
Mu’tazilah  Tetap mengakui adanya sifat-sifat Tuhan yang harus ditakwilkan atau diberi
interpretasi, sehingga tidak terjerumus dalam faham tajassum.
Asy’ariyah dan Maturidiah  Senada dengan Mu’tazilah juga menggunakan takwil dan
interpretasi dalam memahami nash-nash Al-Qur’an maupun Al-Hadist terutama yang berkaitan
dengan sifat-sifat jasmaniyah pada Tuhan. Namun, mereka lebih berhati-hati dan mengambil
jalan tengah dalam menentukan sikap pendapatnya.
Aliran Salaf dan Wahabiyah  Dalam menetapkan sifat-sifat tajasum pada Tuhan, yaitu dengan
berpegang teguh pada arti akhir ayat, sehingga mereka mempunyai dua keyakinan, yakni secara
Ta’thil (peniadaan sifat Tuhan) dan Tasybih (menyerupakan Tuhan dengan makhluk-Nya).

DAFTAR PUSTAKA

Nawawi, Saifurrahman, Ilmu Kalam Juz III, Prenduan: Percetakan Al-Amien, 2011.  


 http://eryridwan.blogspot.com/2011/03/perbincangan-aliran-aliran-theologi.html
 http://www.sarapanpagi.org/allah-anthropomorphisme-vt23.html

14
 http://www.carelinks.net/doc/biblebasics-id/2
 http://islamagamauniversal.wordpress.com/referensi/bf_lamdc/
 http://www.gotquestions.org/indonesia/Allah-laki-laki-perempuan.html

15

Anda mungkin juga menyukai