Makalah Hubunga Ikk Dan Hukum Pidana
Makalah Hubunga Ikk Dan Hukum Pidana
DOSEN PENGAMPU :
DISUSUN OLEH :
M.HABIB JAILANI(19.01.0078-IH)
JURUSAN HUKUM
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Undang-Undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa negara
Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. Setiap
penyelenggaraan kegiatan yang dilakukan di Indonesia sudah diatur dalam
hukum. Hukum tersebut mengikat setiap individu dalam pelaksanaannya.
Dalam penyelenggaraan kegiatan pasti ada individu ataupun kelompok yang
melanggar hukum yang telah ditetapkan. Pelanggaran tersebut akan diproses
berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia. Secara garis besar, hukum di
Indonesia dibagi menjadi dua yaitu hukum pidana dan hukum perdata.
Hukum pidana merupakan hukum yang mengatur pelanggaran dan kejahatan
terhadap kepentingan umum, dan diancam hukuman berupa penderitaan atau
siksaan. Sedangkan hukum perdata mengatur mengenai hak, harta benda dan
sesuatu yang berkaitan antara individu dengan badan hukum.
Hukum pidana erat hubungannya dengan hukum acara pidana. Dalam
Buku Pedoman Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP), tujuan hukum acara pidana yaitu untuk mencari dan mendapatkan
atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materil yaitu kebenaran yang
selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan
ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat dengan tujuan untuk
mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan melakukan suatu
pelanggaran hukum, dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari
peradilan guna menemukan apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah
dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu dapat dipersalahkan.
Pemeriksaan dalam perkara pidana pada hakikatnya bertujuan untuk
mencari kebenaran materil terhadap perkara tersebut. Pencarian kebenaran itu
dapat diperoleh dari bukti-bukti yang dibutuhkan untuk mengungkap suatu
perkara baik pada tahap pemeriksaan, pendahuluan seperti penyidikan,
penuntutan dan persidangan perkara. Bukti-bukti yang dikumpulkan dalam
1
hukum acara pidana dapat berupa keterangan terdakwa, kesaksian, keterangan
ahli, surat, serta petunjuk. Apabila bukti-bukti dalam penyelidikan kurang dan
lemah maka diperlukannya bukti dan pendapat para ahli. Salah satu bukti para
ahli dapat berasal dari kedokteran.
Menurut Pasal 133 ayat (1) KUHAP, dokter ahli kehakiman atau dokter
ahli lainnya dalam penyidikan wajib memberikan keterangan ahli dalam
melakukan segala pemeriksaan terhadap korban tindak pidana yang sudah
terluka, keracunan, ataupun mati. Bukti dari dokter ahli kehakiman dikenal
dengan istilah Visum et Repertum. Visum et Repertum yang diatur dalam
Undang-Undang No 8 Tahun 1981 merupakan laporan tertulis yang dibuat
oleh Dokter atau ahli Forensik lainnya yang berisi apa yang mereka temukan
pada tubuh korban.
Tidak semua tindak pidana memerlukan Visum et Repertum, hanya
beberapa tindak pindana yang memerlukan Visum et Repertum diantaranya
yaitu pembunuhan dengan rencana termasuk didalamnya pembunuhan anak
dengan rencana dan bunuh diri. Penggunaan Visum et Repertumsebagai alat
bukti dalam tindak pidana pembunuhan rencana sangat penting karena
biasanya keterangan terdakwa bertentangan dengan kejadian yang
sebenarnya. Dengan adanya Visum et Repertum, dapat diketahui sebab-sebab
dan kronologis terjadinya suatu tindak pidana.
B. Rumusan Masalah
Di dalam makalah ini mempunyai beberapa rumusan masalah antara lain:
1. Bagaimana konsep tindak pidana?
2. Bagaimana konsep visum et repertum?
3. Bagaimana peran visum et repertum dalam perkara pembunuhan
berencana?
4. Bagaimana kekuatan pembuktian visum et repertum?
2
C. Tujuan
Makalahini mempunyai beberapa tujuan yaitu :
1. Mendeskripsikan konsep tindak pidana.
2. Mendeskripsikan konsep visum et repertum.
3. Mendeskripsikan peran visum et repertum dalam perkara pembunuhan
berencana.
4. Mendeskripsikan kekuatan pembuktian visum et repertum.
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
diartikan sebagai unsur-unsur yang melekat pada diri si pelaku atau yang
berhubungan dengan diri si pelaku, dan termasuk kedalamnya yaitu segala
sesuatu yang terkandung di dalam hatinya. Unsur-unsur subjektif dari sesuatu
tindak pidana adalah:
a) Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus atau culpa)
b) Maksud atau voornemen pada suatu percobaan atau poging seperti yang
dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) KUHP
c) Macam-macam maksud atau oogmerk seperti yang terdapat dalam
kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan, pemalsuan, dan lain-lain
d) Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedachte road seperti dalam
kejahatan pembunuhan menurut Pasal 340 KUHP
e) Perasaan takut atau vress seperti rumusan tindak pidana menurut Pasal 308
KUHP
5
tata bahasa, kata “visum” atau “visa” berarti tanda melihat atau melihat yang
artinya penandatanganan dari barang bukti tentang segala sesuatu hal yang
ditemukan, disetujui, dan disahkan, sedangkan “Repertum” berarti melapor
yang artinya apa yang telah didapat dari pemeriksaan dokter terhadap korban.
Secara etimologi visum et repertum adalah apa yang dilihat dan ditemukan.
Penegak hukum mengartikan visum et repertum sebagai laporan tertulis yang
dibuat dokter berdasarkan sumpah atas permintaan yang berwajib untuk
kepentingan peradilan tentang segala hal yang dilihat dan ditemukan menurut
pengetahuan yang sebaik-baiknya.
Dengan adanya ketentuan ini, maka sumpah yang telah diikrarkan
dokter waktu menamatkan pendidikannya, dianggap sebagai sumpah yang
sah untuk kepentingan membuat VeR, biar lafal dan maksudnya berbeda.
Visum et Repertum (VeR) adalah suatu keterangan tertulis yang dibuat oleh
dokter atas sumpah yang diucapkan pada waktu berakhirnya pelajaran
kedokteran, mempunyai daya bukti yang sah di pengadilan, selama
keterangan itu memuat segala sesuatu yang diamati (terutama yang dilihat
dan ditemukan pada benda yang diperiksa).Jadi visum et repertum adalah
suatu keterangan dokter tentang apa yang dilihat dan ditemukan di dalam
melakukan pemeriksaan terhadap orang yang luka atau terhadap mayat. Hal
tersebut merupakan kesaksian tertulis.
Menurut pendapat Dr. Tjan Han Tjong, visum et repertum merupakan
suatu hal yang dalam pembuktian karena menggantikan sepenuhnya corpus
delicti (tanda bukti). Seperti diketehui dalam perkara pidana yang
menyangkut perusakan tubuh dan kesehatan serta membinasakan nyawa
manusia, maka tubuh manusia merupakan corpus delicti.
Visum et repertum sangat penting bagi penyidikan suatu perkara yang
diduga sebagai tindak pidana pembunuhan. Seperti halnya dalam kasus yang
terjadi pada Brigadir Yoshua yang meninggal dengan keadaan yang tidak
wajar di rumah Kadiv Propam Polri tahun 2022 baru ini. Dalam kasus
tersebut, pihakpenyidik melakukan visum dikarenakan menurutnya kematian
Brigadir Yoshua tidak wajar.
6
C. Peran Visum et Repertum dalam Perkara Pembunuhan Berencana
Pembunuhan adalah salah satu perbuatan menghilangkan nyawa
seseorangdengan cara melanggar atau tidak melanggar Hukum. Pelaku
pembunuhan biasanya memiliki latarbelakang seperti dendam, kecemburuan,
masalah pribadi, iri kepada orang lain, atau masalah pekerjaan. Pelaku
pembunuhan biasanya melakukan berbagai cara dalam melakukan
tindakannya untuk membunuh seseorang dengan menggunakan senjata tajam
seperti senjata api, bom, atau benda-benda lainnya yang bisa melukai
seseorang.
Kejahatan terhadap nyawa khususnya pembunuhan yang sudah diatur
ke dalam Pasal 338 KUHP yang berbunyi “Barangsiapa dengan sengaja
merampas orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara
paling lama lima belas tahun”. Dalam perkara peradilan untuk mengenakan
pidana bagi pelaku diperlukannya pembuktian. Bukti yang dimaksud ialah
keterangan para ahli, sebagaimana yang sudah diatur dalam Pasal 184 KUHP
Alat bukti yang sah, yaitu:
a) Keterangan Saksi
b) Keterangan Ahli
c) Surat
d) Petunjuk
e) Keterangan Terdakwa
7
berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran
kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.” Pembuatan Visum et Repertum
pada proses tindak pidana pembunuhan dan usaha yang dilakukan oleh
penyidik dihadapi dalam mengungkapkan tindak pidana pembunuhan.
Adapun beberapa hal kejelasan yang harus diberikan kepada Hakim atau
penyidik yaitu berupa:
a) Menemukan identitas si korban
b) Memperkirakan kematian si korban
c) Menemukan sebab-akibat dari kematian si korban
8
terharap korbandan tempat terjadinya kejadian serta waktunya kejadian.
Adapun beberapa tata cara dalam melakukan Visum Et Repertum seperti:
1) Penyusunan Visum et Repertum:
a. Pihak yang berwenang meminta keterangan ahli menurut KUHAPpasal
133 ayat (1) adalah penyidik yang menurut PP 27/19831adalah Polisi
Negara RI
b. Pihak yang berwenang seperti dokter
c. Pasal 133 ayat (2)
2) Pihak yang terlibat dalam Visum Et Repertum ialah sebagai berikut:
a. Dokter
b. Perawat
c. Petugas Adminstrasi
3) Beberapa tahap dalam Visum et Repertum:
a. Penerimaan korban dari penyidik ke kedokteran forensik
b. Penerimaan surat Visum et Repertum
c. Pemeriksaan korban oleh dokter
d. Adapun surat pengetikan surat keterangan para ahli
e. Penandatanganan surat keterangan Visum et Repertum
Dalam kasus tindak pidana pembunuhan biasa hal yang dapat diperjelas
dan diterangkan oleh Visum et Repertum didalam pengadilan adalah
mengenai apa yang terjadi pada corpus delicti saja seperti waktu kejadian
perkara, tempat kemungkinan terjadinya kejadian perkara, serta modus
operasi yang kiranya dilakukan oleh si pelaku. Dalam pembunuhan berencana
hal-hal tersebut sebenarnya sudah cukup membantu menjelaskan kepada
Hakim dan dalam pengadilan mengenai tindak pidana itu sendiri, namun
seperti yang kita ketahui bahwa, pembunuhan biasa dengan pembunuhan
berencana memiliki perbedaan dalam rumusan pasal KUHPidana. Dalam
pembunuhan biasa unsur-unsur delik yang harus dipenuhi menurut Pasal 338
tentang pembunuhan “barang siapa”, “dengan sengaja”, dan “menghilangkan
nyawa orang lain” sementara mengenai perumusan Pasal 340 tentang
9
pembunuhan berencana memuat salah satu unsur yang tidak ada dalam
rumusan delik Pasal 338 yaitu unsur direncanakan lebih dahulu.
Visum et Repertumberperan sebagai alat penerangan bagi Hakim serta
alat bukti yang cukup vital, karena didalamnya terdapat petunjuk-petunjuk
yang dapat membantu Hakim dalam membedakan apakah pembunuhan yang
dilakukan oleh Terdakwa itu memang termasuk kedalam pembunuhan biasa
atau pembunuhan yang telah direncanakan terlebih dahulu. Salah satu
petunjuk yang dapat diberikan Visum et Repertumdan dapat digunakan oleh
Hakim adalah mengenai tanda-tanda kematian atau sebab-sebab kematian.
Secara garis besar ada 2 (dua) cara kematian yaitu kematian yang wajar
akibat sakit dan kematian tidak wajar bukan akibat penyakit seperti
pembunuhan, bunuh diri, kecelakaan, dan lain-lain. Untuk kematian yang
tidak wajar, terdapat tanda-tanda yang perlu diperhatikan salah satunya tanda
luka akibat tembakan senjata api. Terdapat 5 jenis jarak luka tembak yang
dapat diterima seseorang:
a) Luka tembak masuk jarak jauh
b) Luka tembak masuk jarak dekat
c) Luka tembak masuk jarak sangat dekat
d) Luka tembak masuk tempel dan
e) Luka tembak keluar
10
Perbedaannya dengan kematian dengan pembunuhan biasa yang
dilakukan dengan penembakan, korban biasanya memiliki luka tembak yang
dekat, hal dikarenakan si penembak melakukan penembakan secara langsung
atau tidak direncanakan sebelumnya. Tindakan yang dilakukannya itu
biasanya dipacu oleh emosi yang meluap secara seketika, hal inilah yang
membedakan pembunuhan ini dengan pembunuhan berencana yang dimana si
penembak dalam hal ini pelaku melakukannya dalam keadaan tenang.
11
seorang ahli tersebut dan dalam HIR keterangan seorang ahli bukan
merupakan alat bukti.
Sedangkan menurut KUHAP keterangan ahli yang disebutkan dalam
Pasal 186 jo Pasal 1 butir 28 yaitu apa yang dinyatakan seorang ahli disidang
pengadilan tentang keahlian khusus yang dimilikinya untuk membuat terang
suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan. Karena keterangan ahli
merupakan alat bukti yang sah maka konsekuensinya Hakim tidak dapat
menyampingkan begitu saja keterangan ahli tersebut walaupun bertentangan
dengan keyakinannya.
Dalam hal ini Visum et Repertumtetap menggunakan beban pembuktian
menurut alat bukti surat. Perihal peranan Visum et Repertum sebagai upaya
bukti di dalam proses peradilan sepintas lalu terdapat dua ketentuan hukum
yang saling bertentangan, sehingga tampaknya agak merumitkan kedudukan
pada Visum etRepertum yang sering kali nilainya dilebih-lebihkan
(overwaardering), tetapi sebaliknya kadang-kadang dikurangi
(onderwaardering) bahkan sama sekali ditiadakan nilai-nilainya.
Ordonansi tanggal 22 Mei 1937 (S. 1937 No. 350) tentang Visa Reperta
van Geneerkudgenmemuat ketentuan bahwa Visa Repertamemuat keterangan
mengenai keterangan hal-hal yang dibuat oleh seorang Dokter atas sumpah
jabatan dari yang telah dilihat dan ditemukan dalam pemeriksaan dan
mempunyai kekuatan hukum sebagai alat bukti dalam perkara pidana
sebaliknya Pasal 306 RIB menyatakan bahwa:
1) Berita acara tentang yang diangkatkarena jabatan menyatakan
petimbangandan pendapatnya tentang hal ihwal ataukeadaan sesuatu
perkara, hanya bolehdipakai untuk memberi keterangankepada Hakim.
2) Hakim sekali-sekali tidak diwajibkan akanmenurut pendapat orang ahli
itu, jikapendapat itu bertentangan dengankeyakinannya.
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Visum et Repertum (VeR) adalah suatu keterangan tertulis yang dibuat
oleh dokter atas sumpah yang diucapkan pada waktu berakhirnya pelajaran
kedokteran mempunyai daya bukti yang sah di pengadilan selama keterangan
itu memuat segala sesuatu yang diamati. Visum et repertumjuga diartikan
sebagai suatu keterangan dokter tentang apa yang dilihat dan ditemukan di
dalam melakukan pemeriksaan terhadap orang yang luka atau terhadap
mayat. Visum et repertum sangat penting bagi penyidikan suatu perkara yang
diduga sebagai tindak pidana pembunuhan. Tujuan Visum et Repertum untuk
memberikan kebenaran fakta-faktakeadaan kepada Majelis Hakim
sebagaimana yang sudah tertuang di dalam kasus agar Hakim dapat
memberikan putusannya dengen tepat dan benar.
Visum et Repertumberperan sebagai alat penerangan bagi Hakim serta
alat bukti yang cukup vital karena didalamnya terdapat petunjuk-petunjuk
yang dapat membantu Hakim dalam membedakan apakah pembunuhan yang
dilakukan oleh Terdakwa itu memang termasuk kedalam pembunuhan biasa
atau pembunuhan yang telah direncanakan terlebih dahulu. Salah satu
petunjuk yang dapat diberikan Visum et Repertumdan dapat digunakan oleh
Hakim adalah mengenai tanda-tanda kematian atau sebab-sebab kematian.
Kekuatan dalam pembuktianVisum et Repertum dikategorikan sebagai
suatu alat buktiyang berbentuk Surat. Hal ini dikarenakanVisum et Repertum
adalah suatu bentukketerangan yang dibuat secara tertulis olehseorang yang
ahli di bidang KedokteranKehakimandan dilakukan diatas suatu
sumpahjabatan. Walaupun Visum et Repertum dianggap sebagaiAlat Bukti
Surat bukan Alat Bukti KeteranganAhli tetapi Visum et Repertum memiliki
kekuatan hukum yang bersifat khusus sebagai alat bukti yang digunakan
dalam persidangan.
13
B. Saran
Dengan adanya peranan kedokteran kehakiman dalam pembuktian
tindak pidana diharapkan aparat penegak hukum lebih mudah menemukan
bukti-bukti suatu peristiwa pidana dan mengungkap siapa tersangka untuk
dapat diadili. Supaya Visum et Repertum dapatdipergunakan secara maksimal
dalamproses peradilan terutama dalam kasustindak pidana Pembunuhan
Berencana,sebaiknya pemeriksaan harusnyadilakukan secara lebih mendalam
dengan seluruh cabang-cabang IlmuKedokteran Kehakiman lainnya
sepertiToksikologi, Ilmu Balistik, dan sebagainya. Selain itu, prosedur
permintaan Visum etRepertum dapat dirubah agar jenis-jenispembunuhan
yang sulit diketahuipenyebabnya atau yang berkedok kematian wajar dapat
diselidili lebih dini oleh penyelidik.
14
DAFTAR PUSTAKA
Alfanie, Iwan, Dkk. 2017. Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal. Jakarta:PT
Raja Grafindo Persada.
Chazawi, Adami. 2018. Kejahatan terhadap Tubuh dan Nyawa. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Lusut, Mario. 2016. Visum Et Repertum Sebagai Alat Bukti Dalam Tindak
PidanaPembunuhan Berencana. Lex Crime Vol. 20.
15