Anda di halaman 1dari 18

HUBUNGAN ANTARA IKK DAN HUKUM PIDANA DALAM KASUS

PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA

DOSEN PENGAMPU :

AGUS HENDRAYADI, S.H., M.H., M.KN., CTL

DISUSUN OLEH :

M.HABIB JAILANI(19.01.0078-IH)

JURUSAN HUKUM

SEKOLAH TINGGI ILMU HUKUM PERTIBA PANGKALPINANG

TAHUN AJARAN 2022-2023


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang


Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penyusun
dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik, lancar serta dimudahkan.
Penyusun telah mengusahakan hasil makalah ini semaksimal mungkin.
Tetapi penyusun sangat menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih
belum sempurna, baik dari segi bahasa maupun penyajian datanya. Untuk itu
penyusun mohon maaf.
Semoga dengan adanya makalah ini, dapat bermanfaat bagi penyusun
maupun pembaca untuk menambah ilmu pengetahuan dan semoga usaha
penyusun mendapat ridho-Nya, Aamiin.
Pada kesempatan ini, penyusun ingin menyampaikan ucapan terimakasih
serta penghargaan sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu
serta membimbing penyusun, sehingga penyusunan makalah ini dapat
diselesaikan tepat waktu.

Pangkalpinang, 20 Oktober 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN .............................................................................................. i


KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ............................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................................... 2
C. Tujuan ............................................................................................................ 3
PEMBAHASAN .................................................................................................... 3
A. Konsep Tindak Pidana ................................................................................... 4
B. Konsep Visum et Repertum ............................................................................ 5
C. Peran Visum et Repertum dalam Perkara Pembunuhan Berencana ............... 7
D. Kekuatan Pembuktian Visum et Repertum ................................................... 11
PENUTUP ............................................................................................................ 13
A. Kesimpulan .................................................................................................. 13
B. Saran ............................................................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 15

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Undang-Undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa negara
Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. Setiap
penyelenggaraan kegiatan yang dilakukan di Indonesia sudah diatur dalam
hukum. Hukum tersebut mengikat setiap individu dalam pelaksanaannya.
Dalam penyelenggaraan kegiatan pasti ada individu ataupun kelompok yang
melanggar hukum yang telah ditetapkan. Pelanggaran tersebut akan diproses
berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia. Secara garis besar, hukum di
Indonesia dibagi menjadi dua yaitu hukum pidana dan hukum perdata.
Hukum pidana merupakan hukum yang mengatur pelanggaran dan kejahatan
terhadap kepentingan umum, dan diancam hukuman berupa penderitaan atau
siksaan. Sedangkan hukum perdata mengatur mengenai hak, harta benda dan
sesuatu yang berkaitan antara individu dengan badan hukum.
Hukum pidana erat hubungannya dengan hukum acara pidana. Dalam
Buku Pedoman Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP), tujuan hukum acara pidana yaitu untuk mencari dan mendapatkan
atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materil yaitu kebenaran yang
selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan
ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat dengan tujuan untuk
mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan melakukan suatu
pelanggaran hukum, dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari
peradilan guna menemukan apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah
dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu dapat dipersalahkan.
Pemeriksaan dalam perkara pidana pada hakikatnya bertujuan untuk
mencari kebenaran materil terhadap perkara tersebut. Pencarian kebenaran itu
dapat diperoleh dari bukti-bukti yang dibutuhkan untuk mengungkap suatu
perkara baik pada tahap pemeriksaan, pendahuluan seperti penyidikan,
penuntutan dan persidangan perkara. Bukti-bukti yang dikumpulkan dalam

1
hukum acara pidana dapat berupa keterangan terdakwa, kesaksian, keterangan
ahli, surat, serta petunjuk. Apabila bukti-bukti dalam penyelidikan kurang dan
lemah maka diperlukannya bukti dan pendapat para ahli. Salah satu bukti para
ahli dapat berasal dari kedokteran.
Menurut Pasal 133 ayat (1) KUHAP, dokter ahli kehakiman atau dokter
ahli lainnya dalam penyidikan wajib memberikan keterangan ahli dalam
melakukan segala pemeriksaan terhadap korban tindak pidana yang sudah
terluka, keracunan, ataupun mati. Bukti dari dokter ahli kehakiman dikenal
dengan istilah Visum et Repertum. Visum et Repertum yang diatur dalam
Undang-Undang No 8 Tahun 1981 merupakan laporan tertulis yang dibuat
oleh Dokter atau ahli Forensik lainnya yang berisi apa yang mereka temukan
pada tubuh korban.
Tidak semua tindak pidana memerlukan Visum et Repertum, hanya
beberapa tindak pindana yang memerlukan Visum et Repertum diantaranya
yaitu pembunuhan dengan rencana termasuk didalamnya pembunuhan anak
dengan rencana dan bunuh diri. Penggunaan Visum et Repertumsebagai alat
bukti dalam tindak pidana pembunuhan rencana sangat penting karena
biasanya keterangan terdakwa bertentangan dengan kejadian yang
sebenarnya. Dengan adanya Visum et Repertum, dapat diketahui sebab-sebab
dan kronologis terjadinya suatu tindak pidana.

B. Rumusan Masalah
Di dalam makalah ini mempunyai beberapa rumusan masalah antara lain:
1. Bagaimana konsep tindak pidana?
2. Bagaimana konsep visum et repertum?
3. Bagaimana peran visum et repertum dalam perkara pembunuhan
berencana?
4. Bagaimana kekuatan pembuktian visum et repertum?

2
C. Tujuan
Makalahini mempunyai beberapa tujuan yaitu :
1. Mendeskripsikan konsep tindak pidana.
2. Mendeskripsikan konsep visum et repertum.
3. Mendeskripsikan peran visum et repertum dalam perkara pembunuhan
berencana.
4. Mendeskripsikan kekuatan pembuktian visum et repertum.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Tindak Pidana


Istilah strafbaarfeit diterjemahkan oleh ahli-ahli hukum Indonesia
dengan istilah yang berbeda-beda, menurut P.A.F Lamintang pembentuk
undang-undang Indonesia telah menggunakan perkataan “tindak pidana”
untuk menyebutkan apa yang dikenal sebagai “strafbaarfeit” di dalam kitab
Undang-Undang hukum pidana Belanda (WVS). Perkataan “feit” dalam
bahasa Belanda berarti “sebagian dari suatu kenyatan” sedangkan strafbaar
berarti “dapat dihukum”. Sehingga secara harfiah, “strafbaarfeit” berarti
“sebagaian dari suatu kenyataan yang dapat dihukum” yang sudah tentu tidak
tepat karena yang dapat dihukum adalah manusia sebagai pribadi dan bukan
kenyataan, perbuatan ataupun tindakan.
Menurut Moeljatno, istilah perbuatan pidana didefinisikan sebagai
perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai
ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa melanggar
larangan tersebut. Sedangkan menurut Kansil, hukum pidana diartikan
sebagai hukum yang mengatur tentang pelanggaran dan kejahatan terhadap
kepentingan umum, dimana perbuatan tersebut diancam hukuman yang
merupakan siksaan.
Pelaku tindak pidana adalah kelompok atau orang yang melakukan
perbuatan atau tindak pidana yang bersangkutan dengan arti orang yang
melakukan dengan unsur kesengajaan atau tidak sengaja seperti yang
diisyaratkan oleh undang-undang atau yang telah timbul akibat yang tidak
dikehendaki oleh undang-undang, baik itu merupakan unsur-unsur objektif
maupun subjektif tanpa melihat perbuatan itu dilakukan atas keputusan
sendiri atau dengan dorongan pihak ketiga.
Unsur-unsur tidak pidana pada umumnya dapat dibedakan menjadi dua
macam yaitu unsur-unsur subjektif dan objektif. Unsur-unsur subjektif

4
diartikan sebagai unsur-unsur yang melekat pada diri si pelaku atau yang
berhubungan dengan diri si pelaku, dan termasuk kedalamnya yaitu segala
sesuatu yang terkandung di dalam hatinya. Unsur-unsur subjektif dari sesuatu
tindak pidana adalah:
a) Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus atau culpa)
b) Maksud atau voornemen pada suatu percobaan atau poging seperti yang
dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) KUHP
c) Macam-macam maksud atau oogmerk seperti yang terdapat dalam
kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan, pemalsuan, dan lain-lain
d) Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedachte road seperti dalam
kejahatan pembunuhan menurut Pasal 340 KUHP
e) Perasaan takut atau vress seperti rumusan tindak pidana menurut Pasal 308
KUHP

Sedangkan unsur-unsur objektif adalah unsur-unsur yang ada


hubungannya dengan keadaan-keadaan yaitu didalam keadaan-keadaan maka
tindakan –tindakan dari si pelaku itu harus dilakukan. Unsur-unsur objektif
dari suatu tindak pidana adalah:
a) Sifat melanggar hukum
b) Kualitas dari si pelaku seperti keadaan sebagai seorang pegawai negeri
dalam kejahatan jabatan menurut Pasal 415 KUHP atau keadaan sebagai
pengurus atau komisaris dari suatu perseroan terbatan menurut Pasal 398
KUHP
c) Kausalitas yaitu hubungan antara sesuatu tindakan sebagai penyebab
dengan sesuatu kenyataan sebagai berikut

B. Konsep Visum et Repertum (VeR)


Visum et Repertum adalah istilah yang dikenal dalam Ilmu Kedokteran
Forensik, biasanya dikenal dengan nama “Visum”. Visum berasal dari bahasa
Latin, bentuk tunggalnya adalah “visa”. Dipandang dari arti etimologi atau

5
tata bahasa, kata “visum” atau “visa” berarti tanda melihat atau melihat yang
artinya penandatanganan dari barang bukti tentang segala sesuatu hal yang
ditemukan, disetujui, dan disahkan, sedangkan “Repertum” berarti melapor
yang artinya apa yang telah didapat dari pemeriksaan dokter terhadap korban.
Secara etimologi visum et repertum adalah apa yang dilihat dan ditemukan.
Penegak hukum mengartikan visum et repertum sebagai laporan tertulis yang
dibuat dokter berdasarkan sumpah atas permintaan yang berwajib untuk
kepentingan peradilan tentang segala hal yang dilihat dan ditemukan menurut
pengetahuan yang sebaik-baiknya.
Dengan adanya ketentuan ini, maka sumpah yang telah diikrarkan
dokter waktu menamatkan pendidikannya, dianggap sebagai sumpah yang
sah untuk kepentingan membuat VeR, biar lafal dan maksudnya berbeda.
Visum et Repertum (VeR) adalah suatu keterangan tertulis yang dibuat oleh
dokter atas sumpah yang diucapkan pada waktu berakhirnya pelajaran
kedokteran, mempunyai daya bukti yang sah di pengadilan, selama
keterangan itu memuat segala sesuatu yang diamati (terutama yang dilihat
dan ditemukan pada benda yang diperiksa).Jadi visum et repertum adalah
suatu keterangan dokter tentang apa yang dilihat dan ditemukan di dalam
melakukan pemeriksaan terhadap orang yang luka atau terhadap mayat. Hal
tersebut merupakan kesaksian tertulis.
Menurut pendapat Dr. Tjan Han Tjong, visum et repertum merupakan
suatu hal yang dalam pembuktian karena menggantikan sepenuhnya corpus
delicti (tanda bukti). Seperti diketehui dalam perkara pidana yang
menyangkut perusakan tubuh dan kesehatan serta membinasakan nyawa
manusia, maka tubuh manusia merupakan corpus delicti.
Visum et repertum sangat penting bagi penyidikan suatu perkara yang
diduga sebagai tindak pidana pembunuhan. Seperti halnya dalam kasus yang
terjadi pada Brigadir Yoshua yang meninggal dengan keadaan yang tidak
wajar di rumah Kadiv Propam Polri tahun 2022 baru ini. Dalam kasus
tersebut, pihakpenyidik melakukan visum dikarenakan menurutnya kematian
Brigadir Yoshua tidak wajar.

6
C. Peran Visum et Repertum dalam Perkara Pembunuhan Berencana
Pembunuhan adalah salah satu perbuatan menghilangkan nyawa
seseorangdengan cara melanggar atau tidak melanggar Hukum. Pelaku
pembunuhan biasanya memiliki latarbelakang seperti dendam, kecemburuan,
masalah pribadi, iri kepada orang lain, atau masalah pekerjaan. Pelaku
pembunuhan biasanya melakukan berbagai cara dalam melakukan
tindakannya untuk membunuh seseorang dengan menggunakan senjata tajam
seperti senjata api, bom, atau benda-benda lainnya yang bisa melukai
seseorang.
Kejahatan terhadap nyawa khususnya pembunuhan yang sudah diatur
ke dalam Pasal 338 KUHP yang berbunyi “Barangsiapa dengan sengaja
merampas orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara
paling lama lima belas tahun”. Dalam perkara peradilan untuk mengenakan
pidana bagi pelaku diperlukannya pembuktian. Bukti yang dimaksud ialah
keterangan para ahli, sebagaimana yang sudah diatur dalam Pasal 184 KUHP
Alat bukti yang sah, yaitu:
a) Keterangan Saksi
b) Keterangan Ahli
c) Surat
d) Petunjuk
e) Keterangan Terdakwa

Dalam kasus tindak pidana pembunuhan biasanya diperjelas dan


diuraikan dalam Visum Et Repertum di dalam pengadilan seperti waktu
kejadian pelaku merencenakan pembunuhan berencana tersebut, tempat
melakukan kejadian tersebut. Dalam pembunuhan berencana sebenarnya
sudah sangat menjelaskan kepada hakim dalam tindakan pidana itu sendiri.
Pertolongan dokter dalam bidang kedokteran forensik sudah diatur ke dalam
KUHAP Pasal 133 ayat (1) menyebutkan: “Dalam hal penyidik untuk
kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan
ataupun mati yangdiduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia

7
berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran
kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.” Pembuatan Visum et Repertum
pada proses tindak pidana pembunuhan dan usaha yang dilakukan oleh
penyidik dihadapi dalam mengungkapkan tindak pidana pembunuhan.
Adapun beberapa hal kejelasan yang harus diberikan kepada Hakim atau
penyidik yaitu berupa:
a) Menemukan identitas si korban
b) Memperkirakan kematian si korban
c) Menemukan sebab-akibat dari kematian si korban

Visum Et Repertummerupakan keterangan para ahli biasanya mencakup


uraian yang diberikan oleh Dokter kepada parapenyidik untuk mengungkap
suatu perkara pidana. Dokterpun tidak bisamemastikan kematian seseorang
dari hasil Visum Et Repertum (karena tidakmelihat langsung kejadian, tetapi
melihat hasil akhir dari proses visum). Dokterpunharus menjelaskan secara
detail. Dengan menyatakan sebab dan akibat dari matinyaseseorang tersebut
melalui Visum Et Repertum.
Tujuan Visum et Repertum untuk memberikan kebenaran fakta-
faktakeadaan kepada Majelis Hakim sebagaimana yang sudah tertuang di
dalam kasus,agar Hakim dapat memberikan putusannya dengen tepat dan
benar. Bukti atauKeadaan yang sudah ada kemudian ditarik kedalam suatu
“kesimpulan”. Keahliandan pengalamannya tersebut diharapkan untuk
membantu memecahkan masalah pokok yang sudah terjadi. Visum et
Repertum masih memungkinkan memanggil seorang ahli lain untuk
memutuskan pendapatnya dari kesimpulan dokter yang menggunakan Visum
et Repertum. Menurut Yurisprudensi Mahkamah Agung RI, bahwa
sebagaipengganti dari Visum et Repertum dapat didengar dari kesaksian ahli
atau saksi ahlilainnya.
Menurut hakim, Visum et Repertum merupakan suatu bukti yang sah
danberlaku sebagai suatu keterangan ahli. Surat Visum Et Repertum harus
adaketerangan luka akibat tindak pidana kekerasan atau pidana tertentu

8
terharap korbandan tempat terjadinya kejadian serta waktunya kejadian.
Adapun beberapa tata cara dalam melakukan Visum Et Repertum seperti:
1) Penyusunan Visum et Repertum:
a. Pihak yang berwenang meminta keterangan ahli menurut KUHAPpasal
133 ayat (1) adalah penyidik yang menurut PP 27/19831adalah Polisi
Negara RI
b. Pihak yang berwenang seperti dokter
c. Pasal 133 ayat (2)
2) Pihak yang terlibat dalam Visum Et Repertum ialah sebagai berikut:
a. Dokter
b. Perawat
c. Petugas Adminstrasi
3) Beberapa tahap dalam Visum et Repertum:
a. Penerimaan korban dari penyidik ke kedokteran forensik
b. Penerimaan surat Visum et Repertum
c. Pemeriksaan korban oleh dokter
d. Adapun surat pengetikan surat keterangan para ahli
e. Penandatanganan surat keterangan Visum et Repertum

Dalam kasus tindak pidana pembunuhan biasa hal yang dapat diperjelas
dan diterangkan oleh Visum et Repertum didalam pengadilan adalah
mengenai apa yang terjadi pada corpus delicti saja seperti waktu kejadian
perkara, tempat kemungkinan terjadinya kejadian perkara, serta modus
operasi yang kiranya dilakukan oleh si pelaku. Dalam pembunuhan berencana
hal-hal tersebut sebenarnya sudah cukup membantu menjelaskan kepada
Hakim dan dalam pengadilan mengenai tindak pidana itu sendiri, namun
seperti yang kita ketahui bahwa, pembunuhan biasa dengan pembunuhan
berencana memiliki perbedaan dalam rumusan pasal KUHPidana. Dalam
pembunuhan biasa unsur-unsur delik yang harus dipenuhi menurut Pasal 338
tentang pembunuhan “barang siapa”, “dengan sengaja”, dan “menghilangkan
nyawa orang lain” sementara mengenai perumusan Pasal 340 tentang

9
pembunuhan berencana memuat salah satu unsur yang tidak ada dalam
rumusan delik Pasal 338 yaitu unsur direncanakan lebih dahulu.
Visum et Repertumberperan sebagai alat penerangan bagi Hakim serta
alat bukti yang cukup vital, karena didalamnya terdapat petunjuk-petunjuk
yang dapat membantu Hakim dalam membedakan apakah pembunuhan yang
dilakukan oleh Terdakwa itu memang termasuk kedalam pembunuhan biasa
atau pembunuhan yang telah direncanakan terlebih dahulu. Salah satu
petunjuk yang dapat diberikan Visum et Repertumdan dapat digunakan oleh
Hakim adalah mengenai tanda-tanda kematian atau sebab-sebab kematian.
Secara garis besar ada 2 (dua) cara kematian yaitu kematian yang wajar
akibat sakit dan kematian tidak wajar bukan akibat penyakit seperti
pembunuhan, bunuh diri, kecelakaan, dan lain-lain. Untuk kematian yang
tidak wajar, terdapat tanda-tanda yang perlu diperhatikan salah satunya tanda
luka akibat tembakan senjata api. Terdapat 5 jenis jarak luka tembak yang
dapat diterima seseorang:
a) Luka tembak masuk jarak jauh
b) Luka tembak masuk jarak dekat
c) Luka tembak masuk jarak sangat dekat
d) Luka tembak masuk tempel dan
e) Luka tembak keluar

Setelah mengetahui hasil dari Visum et Repertum tersebut maka, Hakim


serta Penyidik dapat menetukan bagaimanakah tindak pidana tersebut
dilakukan. Menurut modus operasi yang biasa dilakukan pelaku dalam tindak
pidana pembunuhan berencana, luka tembak yang sering ditemukan adalah
luka tembak jarak jauh. Jenis luka yang sering ditemukan dalam kasus
pembunuhan berencana adalah luka tembak jarak jauh. Hal ini karena dalam
luka tembak jarak jauh, jarak pelaku dengan korban terpaut cukup jauh
sehingga kemungkinan pelaku dapat mempersiapkan segala sesuatunya
dengan baik dan direncanakan terlebih dahulu pembunuhan yang akan
dilakukannya.

10
Perbedaannya dengan kematian dengan pembunuhan biasa yang
dilakukan dengan penembakan, korban biasanya memiliki luka tembak yang
dekat, hal dikarenakan si penembak melakukan penembakan secara langsung
atau tidak direncanakan sebelumnya. Tindakan yang dilakukannya itu
biasanya dipacu oleh emosi yang meluap secara seketika, hal inilah yang
membedakan pembunuhan ini dengan pembunuhan berencana yang dimana si
penembak dalam hal ini pelaku melakukannya dalam keadaan tenang.

D. Kekuatan Pembuktian Visum et Repertum


Kekuatan dalam pembuktianVisum et Repertum dikategorikan sebagai
suatu alat buktiyang berbentuk Surat. Hal ini dikarenakanVisum et Repertum
adalah suatu bentukketerangan yang dibuat secara tertulis olehseorang yang
ahli di bidang KedokteranKehakimandan dilakukan diatas suatu
sumpahjabatan. Ketentuan mengenai hal ini diperjelasdengan adanya Pasal
187 huruf c. Denganmelihat hal tersebut, dapat disimpulkan bahwasebuah
Visum et Repertum dianggap sebagaiAlat Bukti Surat bukan Alat Bukti
KeteranganAhli. Jika dilihat dalam hierarki alat bukti dalamKUHAP Pasal
184, Alat Bukti Surat beradaditengah-tengah, sedangkan Alat
BuktiKeterangan Ahli berada satu tingkat diatasnya. Kekuatan pembuktian
Surat Visum etRepertum masih kurang kuat jika dibandingkan dengan
kekuatan pembuktian Keterangan Ahli. Nilai kekuatan pembuktian surat dari
segi formal alat bukti sempurna dari aspek materiil mempunyai kekuatan
mengikat, dan Hakim bebas untuk untuk melakukan penilaian atas substansi
surat tersebut dengan asas keyakinan Hakim dan asas batas minimum
pembuktian.
Keterangan ahli yang menyatakan pertimbangan dan pendapatnya
tentang hal ihwal atau keadaan suatu perkara menurut Pasal 306 HIR hanya
boleh dipakai untuk memberi keterangan kepada Hakim sekali-kali tidak
diwajibkan untuk meyakini pendapat seorang ahli apabila keyakinan
keyakinanHakim bertentangan dengan pendapat ahlitersebut. Jadi Hakim
dapat menyampingkan pendapat ahli tersebut dan dalam HIR keterangan

11
seorang ahli tersebut dan dalam HIR keterangan seorang ahli bukan
merupakan alat bukti.
Sedangkan menurut KUHAP keterangan ahli yang disebutkan dalam
Pasal 186 jo Pasal 1 butir 28 yaitu apa yang dinyatakan seorang ahli disidang
pengadilan tentang keahlian khusus yang dimilikinya untuk membuat terang
suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan. Karena keterangan ahli
merupakan alat bukti yang sah maka konsekuensinya Hakim tidak dapat
menyampingkan begitu saja keterangan ahli tersebut walaupun bertentangan
dengan keyakinannya.
Dalam hal ini Visum et Repertumtetap menggunakan beban pembuktian
menurut alat bukti surat. Perihal peranan Visum et Repertum sebagai upaya
bukti di dalam proses peradilan sepintas lalu terdapat dua ketentuan hukum
yang saling bertentangan, sehingga tampaknya agak merumitkan kedudukan
pada Visum etRepertum yang sering kali nilainya dilebih-lebihkan
(overwaardering), tetapi sebaliknya kadang-kadang dikurangi
(onderwaardering) bahkan sama sekali ditiadakan nilai-nilainya.
Ordonansi tanggal 22 Mei 1937 (S. 1937 No. 350) tentang Visa Reperta
van Geneerkudgenmemuat ketentuan bahwa Visa Repertamemuat keterangan
mengenai keterangan hal-hal yang dibuat oleh seorang Dokter atas sumpah
jabatan dari yang telah dilihat dan ditemukan dalam pemeriksaan dan
mempunyai kekuatan hukum sebagai alat bukti dalam perkara pidana
sebaliknya Pasal 306 RIB menyatakan bahwa:
1) Berita acara tentang yang diangkatkarena jabatan menyatakan
petimbangandan pendapatnya tentang hal ihwal ataukeadaan sesuatu
perkara, hanya bolehdipakai untuk memberi keterangankepada Hakim.
2) Hakim sekali-sekali tidak diwajibkan akanmenurut pendapat orang ahli
itu, jikapendapat itu bertentangan dengankeyakinannya.

Menurut beberapa ahli,Visum et Repertummemiliki kekuatan hukum


yang bersifat khusussebagai alat bukti.

12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Visum et Repertum (VeR) adalah suatu keterangan tertulis yang dibuat
oleh dokter atas sumpah yang diucapkan pada waktu berakhirnya pelajaran
kedokteran mempunyai daya bukti yang sah di pengadilan selama keterangan
itu memuat segala sesuatu yang diamati. Visum et repertumjuga diartikan
sebagai suatu keterangan dokter tentang apa yang dilihat dan ditemukan di
dalam melakukan pemeriksaan terhadap orang yang luka atau terhadap
mayat. Visum et repertum sangat penting bagi penyidikan suatu perkara yang
diduga sebagai tindak pidana pembunuhan. Tujuan Visum et Repertum untuk
memberikan kebenaran fakta-faktakeadaan kepada Majelis Hakim
sebagaimana yang sudah tertuang di dalam kasus agar Hakim dapat
memberikan putusannya dengen tepat dan benar.
Visum et Repertumberperan sebagai alat penerangan bagi Hakim serta
alat bukti yang cukup vital karena didalamnya terdapat petunjuk-petunjuk
yang dapat membantu Hakim dalam membedakan apakah pembunuhan yang
dilakukan oleh Terdakwa itu memang termasuk kedalam pembunuhan biasa
atau pembunuhan yang telah direncanakan terlebih dahulu. Salah satu
petunjuk yang dapat diberikan Visum et Repertumdan dapat digunakan oleh
Hakim adalah mengenai tanda-tanda kematian atau sebab-sebab kematian.
Kekuatan dalam pembuktianVisum et Repertum dikategorikan sebagai
suatu alat buktiyang berbentuk Surat. Hal ini dikarenakanVisum et Repertum
adalah suatu bentukketerangan yang dibuat secara tertulis olehseorang yang
ahli di bidang KedokteranKehakimandan dilakukan diatas suatu
sumpahjabatan. Walaupun Visum et Repertum dianggap sebagaiAlat Bukti
Surat bukan Alat Bukti KeteranganAhli tetapi Visum et Repertum memiliki
kekuatan hukum yang bersifat khusus sebagai alat bukti yang digunakan
dalam persidangan.

13
B. Saran
Dengan adanya peranan kedokteran kehakiman dalam pembuktian
tindak pidana diharapkan aparat penegak hukum lebih mudah menemukan
bukti-bukti suatu peristiwa pidana dan mengungkap siapa tersangka untuk
dapat diadili. Supaya Visum et Repertum dapatdipergunakan secara maksimal
dalamproses peradilan terutama dalam kasustindak pidana Pembunuhan
Berencana,sebaiknya pemeriksaan harusnyadilakukan secara lebih mendalam
dengan seluruh cabang-cabang IlmuKedokteran Kehakiman lainnya
sepertiToksikologi, Ilmu Balistik, dan sebagainya. Selain itu, prosedur
permintaan Visum etRepertum dapat dirubah agar jenis-jenispembunuhan
yang sulit diketahuipenyebabnya atau yang berkedok kematian wajar dapat
diselidili lebih dini oleh penyelidik.

14
DAFTAR PUSTAKA

Alfanie, Iwan, Dkk. 2017. Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal. Jakarta:PT
Raja Grafindo Persada.

Barama, Michael. 2011. Kedudukan Visum Et Repertum Dalam Hukum


Pembuktian.

Chazawi, Adami. 2018. Kejahatan terhadap Tubuh dan Nyawa. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.

Lusut, Mario. 2016. Visum Et Repertum Sebagai Alat Bukti Dalam Tindak
PidanaPembunuhan Berencana. Lex Crime Vol. 20.

Moeljatno. 2000. Asas-asas Hukum Pidana. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Setiawan, Budi. 2017. Penyidikan Terhadap Pelaku Tindak Pidana


PembunuhanBerencana Vol. 12.

Wahyuni, Fitri. 2017. Dasar-dasar Hukum Pidana di Indonesia. Tangerang: PT


Nusantara Persada Utama

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

15

Anda mungkin juga menyukai