Anda di halaman 1dari 16

Jurnal Ilmiah Penegakan Hukum, 8 (1) Juni 2021 ISSN 2355-987X (Print) ISSN 2622-061X (Online)

DOI : http://dx.doi.org/10.31289/jiph.v8i1.4878

Jurnal Ilmiah Penegakan


Hukum
Available online http://ojs.uma.ac.id/index.php/gakkum
Analisis Yuridis Terhadap Upaya Hukum Pembelaan Advokat
Terhadap Tersangka Korupsi Yang Menghalang-Halangi Penyidikan
KPK (Studi Putusan No. 09/Pidsus-TPK/2018)

Juridical Analysis of the Legal Efforts of Advocates' Defense Against


Corruption Suspects That Hinder KPK Investigations
(Decision Study No. 09 / Pidsus-TPK / 2018)
Taufik Nugraha Syahputra, Edi Warman, Edi Yunara, M Hamdan*
Magister Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara, Indonesia

Diterima: Februari 2021; Disetujui: Juni 2021; Dipublish: Juni 2021


*Coresponding Email: taufiknugraha.au@gmail.com
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kedudukan advokat dalam melaksanakan tugas dan kewajiabnnya
sebagai bagian dari penegak hukum di Indonesia, dan untuk mengkaji faktor penyebab advokat yang menghalang-
halangi perbuatan hukum penyidikan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Penyidik KPK. Serta untuk
mengkaji pertanggungjawaban pidana atas perbuatan advokat yang menghalang-halangi penyidikan, penuntutan
maupun persidangan terhadap pelaku tindak pidana korupsi. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif.
Dengan sifat penelitian deskriptif analitis. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian
kepustakaan (library research) dan analisis data kualitatif. Penelitian ini juga menggunakan pedoman wawancara
sebagai alat pengumpulan data. Penelitian ini menghasilkan bahwaTindak pidana korupsi SN yang dilakukan oleh
advokat FY dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No.09/Pidsus-TPK/2018 dalam proses penyidikan
yang dilakukan oleh penyidik KPK tersebut menjadi terhambat kelancarannya, sehingga wajtu penyidikan dapat
diperpanjang dan dapat menunda proses hukum penuntutan maupun persidangan tindak pidana korupsi tersebut
dalam upaya advokad FY untuk menyelamatkan tersangka SN dari jerat penuntutan hukum oleh Jaksa Penuntut
Umum. Pertanggungjawaban pidana atas perbuatan advokat yang menghalang-halangi penyidikan, penuntutan
maupun persidangan terhadap pelaku tindak pidana korupsi adalah bahwa perbuatan tersebut melawan hukum
Pasal 21 UU No.20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi.
Kata Kunci: Advokat, Korupsi, Penyidikan, KPK.

Abstract
This study aims to analyze the position of advocates in carrying out their duties and obligations as part of law
enforcement in Indonesia, and to examine the factors that cause advocates to hinder legal actions in investigating
corruption crimes carried out by KPK investigators. As well as to examine criminal liability for the actions of advocates
that hinder the investigation, prosecution and trial of perpetrators of corruption. This research is a normative legal
research. With the nature of descriptive analytical research. This research was conducted using library research and
qualitative data analysis. This study also uses interview guidelines as a data collection tool. This study resulted that the
SN corruption crime committed by FY advocates in the Central Jakarta District Court Decision No.
09/Pidsus-TPK/2018 in the investigation process carried out by the KPK investigators was hampered, so that the
investigation time could be extended and could delay the legal process. The prosecution and trial of the criminal act of
corruption is an effort by FY advocates to save suspect SN from the snares of legal prosecution by the Public
Prosecutor Criminal responsibility for the actions of lawyers who hinder the investigation, prosecution and trial of
perpetrators of criminal acts of corruption is that the act is against the law of Article 21 of Law No. 20 of 2001
concerning amendments to Law No. 31 of 1999 concerning the Eradication of Criminal Acts of Corruption.
Keywords: Advocates, Corruption, Investigation, KPK.

How to Cite: Syahputra, T.N. Warman, E. Yunara, E. & Hamdan, M. (2021). Analisis Yuridis Terhadap Upaya
Hukum Pembelaan Advokat Terhadap Tersangka Korupsi Yang Menghalang-Halangi Penyidikan KPK (Studi
Putusan No. 09/Pidsus-TPK/2018), Jurnal Ilmiah Penegakan Hukum, 8 (1) 2021 : 91-100

1
Syahputra, T.N. Warman, E. Yunara, E. & Hamdan, M. Analisis Yuridis Terhadap Upaya Hukum Pembelaan Advokat

PENDAHULUAN berupaya
Advokat adalah salah satu penegak
hukum yang bertugas memberikan bantuan
hukum atau jasa hukum kepada masyarakat
atau klien yang menghadapi masalah hukum
baik perdata, pidana maupun administrasi
negara. Dalam sumpahnya, advokat
bersumpah tidak akan berbuat palsu atau
membuat kepalsuan, baik di dalam maupun di
luar pengadilan. Dalam menjalankan tugasnya
advokat memiliki hak dan kewajiban serta
fungsinya sesuai Kode Etik Advokat Indonesia
dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003
Tentang Advokat, yang mengatur bahwa
Advokat tidak boleh melanggar aturan hukum
yang berlaku (Hadi, 2011).
Advokat sebagai penasehat hukum
maupun pembela klien yang diduga
melakukan tindak pidana korupsi
melaksanakan tugas dan kewajibannya dalam
memberikan advis, termasuk langkah-langkah
dan upaya-upaya hukum yang dapat ditempuh
oleh klien dalam menghindarkan klien dari
sanksi hukum atau minimal meringankan
sanksi hukum yang harus diterima oleh klien
dalam proses hukum yang sedang dijalaninya.
Oleh karena itu kondisi advokat sebagai
pembela dari klien yang diduga melakukan
tindak pidana merupakan dilema bagi proses
hukum yang sedang berlangsung, seolah-olah
advokat yang membela klien tersebut
bertindak mencari celah hukum yang dapat
dimanfaatkan agar klien yang dibela advokat
tersebut terhindar dari tuntutan maupun
sanksi hukum yang sedang dan akan dijalani
oleh klien tersebut. Selain itu kondisi advokat
dalam penegakan hukum adalah berupaya
menegakkan proses hukum yang sedang
berlangsung terhadap klien yang dibelanya
namun seolah-olah berupaya untuk
menghindarkan klien yang dibelanya dari
sanksi hukum dengan cara berupaya untuk
memperlambat proses hukum yang sedang
dijalani oleh klien tersebut.
Dampak negatif dari kondisi advokat
dalam melakukan pembelaan terhadap klien
tersebut adalah bahwa proses penegakan
hukum menjadi berlangsung cukup panjang
dan menimbulkan kesulitan-kesulitan bagi
para penyidik KPK dalam melaksanakan tugas
dan kewajibannya melakukan penyidikan
terhadap tindak pidana korupsi tersebut.
Sedangkan dampak positif dari kondisi
advokat dalam melakukan pembelaan
terhadap klien adalah bahwa advokat juga
2
melakukan penegakan hukum dalam proses
penyidikan tersangka tindak pidana korupsi,
dimana kedudukan tersangka harus
dipandang tidak bersalah sebelum adanya
suatu keputusan pengadilan yang
berkekuatan hukum tetap (asas presumption
of innocence) atau asas praduga tak bersalah.
Oleh karena itu advokat berupaya secara
hukum untuk membuktikan dalam proses
penyidikan bahwa klien yang dibelanya tidak
bersalah dan harus dibebaskan dari segala
tuntutan maupun sanksi hukum yang
berlaku di bidang tindak pidana korupsi
tersebut (Arif, 2013).
Namun dalam kenyataan pelaksanaan
profesi advokat, ada oknum advokat yang
tidak dapat menjunjung tinggi idealisme dari
profesi itu sendiri. Hal itu disebabkan karena
faktor di luar dirinya yang begitu kuat dan
kurangnya penghayatan advokat yang
bersangkutan terhadap esensi profesinya
(Sarmadi, 2009). Di dalam menjalankan
profesinya Advokat sering dihadapkan pada
pembelaan terhadap klien yang tersangkut
kasus korupsi yang mana hal itu adalah
bagian dari tugas advokat sebagai bagian
dari Sistem Peradilan Pidana. Dalam
melakukan advokasi terhadap klien yang
menjadi tersangka kasus korupsi, advokat
diduga melakukan perbuatan menghalang-
halangi (berupaya menggagalkan)
penyidikan tindak pidana korupsi yang
dituduhkan kepada klien nya, sebagaimana
yang diduga dilakukan oleh advokat FY, yaitu
memberikan pernyataan kepada publik
bahwa kliennya SN, dalam kondisi luka berat
pasca terjadinya kecelakaan tunggal mobil
fortuner kliennya tersebut karena menabrak
tiang listrik di kawasan Permata Hijau,
Kebayoran Lama, Jakarta Selatan pada hari
Kamis, 16 November 2017 yang lalu dan
memperoleh perawatan medis di Rumah
Sakit Medika Permata Hijau.
FY dalam keterangan persnya
dihadapan publik dan disiarkan oleh
beberapa stasiun televisi juga menyatakan
bahwa klien nya SN belum dapat diperiksa
oleh KPK, karena sedang dalam perawatan
intensif di Rumah Sakit Medika Permata
Hijau, karena mengalami shock dan trauma
berat serta ada benjolan di kepalanya
sebesar bakpao. Oleh karena itu KPK belum
bisa memeriksa tersangka korupsi E KTP SN
tersebut. Pernyataan advokad FY tersebut
ternyata sangat berbeda dengan kenyataan
yang sebenarnya tentang kondisi kesehatan
SN tersebut.Tidak ada benjolan di kepala SN
sebesar bakpao yang dinyatakan advokat FY
3
Jurnal Ilmiah Penegakan Hukum, 8 (1) Juni 2021: 91-100

dan kondisi jesehatan SN juga dinyatakan baik perubahan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999
dan layak diperiksa sebagai tersangka korupsi
E KTP setelah team dokter KPK memeriksa
kondisi kesehatsn SN tersebut. Penyelidikan
oleh aparat kepolisian lalu lintas di Tempat
Kejadian Perkara (TKP), ternyata didapati
fakta di lapangan bahwa kondisi mobil
fortuner yang mengalami kecelakaan
menabrak tiang listrik tersebut ternyata hanya
mengalami kerusakan ringan pada bumper
sebelah kanannya. Melihat fakta kondisi
kerusakan mobil tersebut, maka kondisi
penumpang yang berada di mobil fortuner
tersebut tidak akan mengalami kondisi yang
parah.
Fakta lapangan selanjutnya ternyata
sebelum terjadi kecelakaan, Advokat FY
ternyata telah terlebih dahulu memesan kamar
perawatan VIP di Rumah Sakit Medika
Permata Hijau sehari sebelum kecelakaan
tunggal mobil fortuner yang ditumpangi oleh
SN tersebut terjadi. Oleh karena itu upaya
menghalang- halangi upaya hukum penyidikan
yang dilakukan oleh KPK terhadap tersangka
korupsi E KTP SN dituduhkan kepada advokat
FY berdasarkan fakta-fakta hukum tersebut.
Pembelaan terhadap klien yang disangka
melakukan tindak pidana korupsi E KTP yang
dilakukan SN bisa dilaksanakan secara hukum
oleh Advokat sebagai tugas profesinya. Akan
tetapi pelaksanaan pembelaan yang dilakukan
oleh advokat FY tersebut harus berdasarkan
prosedur dan tata cara hukum yang berlaku,
dan tidak boleh bertentangan dengan UU
Advokat No. 18 Tahun 2003, UU No. 20 Tahun
2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP) maupun Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana (KUHAP), UU No. 8 Tahun 1981,
agar advokat dapat
mempertanggungjawabkan perbuatannya,
“karena penegakan hukum dengan cara
melawan hukum juga tidak dapat dibenarkan
secara hukum”. Tindak pidana korupsi disebut
juga sebagai extraordinary crime yang sangat
merugikan keuangan dan perekonomian
negara serta pelaksanaan pembangunan
nasional. Berbagai usaha telah dilakukan
untuk mengatasi tindak pidana korupsi. Salah
satu usaha tersebut adalah dengan
dikeluarkannya berbagai peraturan
perundang-undangan anti korupsi (undang-
undang khusus) (Marpaung, 2011).
Berdasarkan atas ketentuan Pasal 21
Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang
4
tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi dapat dikenakan kepada siapa saja
yang berusaha dengan sengaja untuk
mencegah, merintangi atau menggagalkan
secara langsung atau tidak langsung setiap
penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di
sidang pengadilan terhadap tersangka atau
terdakwa atau para saksi dalam perkara
korupsi. Pasal 21 tersebut di atas dijadikan
sebagai dasar hukum untuk menjadikan FY
sebagai tersangka dalam kasus pencegahan /
menghalang-halangi atau berupa
menggagalkan penyidikan oleh KPK
terhadap tersangka kasus e-KTP SN.
Kronologi peristiwa ditetapkannya
advokat FY sebagai tersangka yang
menghalang-halangi proses hukum tingkat
penyidikan terhadap tersangka korupsi E
KTP SN sesuai ketentuan Pasal 21 Undang-
Undang No. 20 Tahun 2001 tentang
perubahan Undang- Undang No. 31 Tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi tersebut diawali pada 15 November
2017 lalu ketika SN dijadwalkan akan
diperiksa oleh tim penyidik KPK di kantor
KPK dalam kapasitasnya sebagai tersangka
korupsi E KTP. Namun SN tidak datang, dan
hanya mengirim surat pemberitahuan
kepada penyidik KPK. Karena telah
berulangkali tidak hadir, penyidik KPK pun
mendatangi rumah SN dengan membawa
surat penangkapan dan penggeledahan.
Tim penyidik KPK datang pada sekitar
pukul 21.40 WIB dan hingga 02.50 WIB
tanggal
16 November 2017, namun SN tidak juga
ketemu, dan setelah dicari penyidik di
rumahnya tidak ketemu, tim penyidik KPK
bertindak cepat dengan mengirimkan surat
Daftar Pencarian Orang ke Mabes Polri atas
nama tersangka kasus korupsi E KTP SN.
Pada malam hari tanggal 17 November 2017,
tersiar kabar jika SN mengalami kecelakaan
dan dibawa ke Rumah Sakit Medika, Permata
Hijau. Namun SN tidak lebih dulu dibawa ke
ruang Unit Gawat Darurat (UGD)
sebagaimana layaknya seorang korban
kecelakaan lalu lintas, tetapi langsung
dibawa masuk ke ruang rawat inap.
Diduga advokat FY datang lebih dulu
untuk koordinasi ke rumah sakit. Fakta
lainnya didapat informasi bahwa salah
seorang dokter di rumah sakit Medika
Permata Hijau mendapat telepon dari orang
yang diduga advokat SN, yakni FY, yang
menginformasikan bahwa SN akan dirawat
di RS sekitar pukul 21.00 WIB,

5
Syahputra, T.N. Warman, E. Yunara, E. & Hamdan, M. Analisis Yuridis Terhadap Upaya Hukum Pembelaan Advokat

dan meminta kamar perawatan VIP yang normatif atau


rencananya akan di booking satu lantai, dan
saat itu belum terjadi kecelakaan lalulintas
dimana mobil fortuner yang ditumpangi SN
menabrak tiang listrik di kawasan permata
hijau Jakarta Barat.
Dari uraian kronologi fakta lapangan
yang tersebut di atas dapat diduga bahwa
advokat FY berupaya untuk menghindarkan
kliennya SN dari proses pemeriksaan oleh tim
penyidik KPK. advokat FY diduga merekayasa
peristiwa kecelakaan lalu lintas yang dialami
oleh kliennya tersangka korupsi E KTP SN, dan
juga telah melakukan pemesanan kamar rawat
inap kelas VIP di rumah sakit Medika Permata
Hijau sebelum kecelakaan lalu lintas tersebut
terjadi. Pembelaan yang dilakukan oleh
advokat FY terhadap kliennya SN terlalu
berlebihan dan cendrung melawan hukum dan
beritikad tidak baik dalam melepaskan
kliennya dari proses hukum penyidikan yang
sedang dilakukan oleh tim penyidik KPK.
Advokat sebagai salah satu profesi penegak
hukum, memiliki hak immunitas dalam
pelaksanaan pembelaan terhadap kliennya
sebagaimana termuat dalam Pasal 16 UU No.
18 Tahun 2003 tentang Advokat, yang
menyebutkan bahwa, "Advokat tidak dapat
dituntut baik secara perdata maupun secara
pidana dalam menjalankan tugas profesinya
dengan itikad baik, untuk kepentingan
pembelaan klien dalam sidang pengadilan"
(www.obor.rakyat.co.id, 2018).
Namun apakah Pasal 16 UU No. 18
Tahun 2003 tentang Advokat ini dapat
dijadikan dasar hukum dalam melakukan
pembelaan terhadap Advokat FY untuk dapat
lepas dari tuntutan hukum pidana, yang oleh
pihak penyidik KPK telah ditetapkan sebagai
tersangka, akan diteliti dan dianalisis secara
lebih mendalam dan lebih terperinci oada bab-
bab selanjutnya dalam penelitian ini dengan
melakukan analisis yuridis terhadap UU No. 18
Tahun 2003 tentang Advokat dan UU No. 20
Tahun 2001 Tentang Perubahan UU no. 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan tindak
pidana korupsi, serta peraturan perundang-
undangan lainnya yang berkaitan dengan
permasalahan yang akan dibahas dalam
penelitian ini.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode
penelitian hukum yuridis normatif atau
disebut juga dengan penelitian hukum
6
penelitian hukum dokrinal. Penelitian ini hambatan, tanpa rasa takut,
didasarkan atas data sekunder sebagai
sumber bahan informasi dapat merupakan
bahan hukum primer, bahan hukum
sekunder dan bahan hukum tertier.
Pelaksanaan penelitian hukum normatif
secara garis besar ditujukan kepada
(Ediwarman, 2016).
Pendekatan penelitian normatif ini
adalah Studi Putusan No.
09/Pidsus-TPK/2018, Undang-Undang No.
20 Tahun 2001 tentang
perubahan Undang-Undang No. 31 Tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi, Undang-Undang No. 18 Tahun 2003
tentang Advokat, KUHP, dan KUHAP yang
diatur di dalam Undang-Undang No. 8 Tahun
1981. Prosedur pengumpul dan pengambilan
data yang digunakan dalam penelitian ini
dilakukan dengan menggunakan metode
penelitian kepustakaan (library research).
Analisis data yang digunakan adalah analisis
kualitatif dengan metode induktif.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Landasan Yuridis Kedudukan Advokat
Dalam Melaksanakan Tugas Dan
Kewajibannya Sebagai Bagian Dari
Penegak Hukum Di Indonesia.
Dalam praktek penegakan hukum di
Indonesia, seringkali para penegak hukum
sudah menjalankan tugasnya sesuai dengan
aturan main yang ada, dalam artian aturan
main yang formal. Seorang Advokat adalah
seorang yang berprofesi memberi jasa
hukum, baik di dalam maupun di luar
pengadilan yang memenuhi persyaratan
berdasar ketentuan undang-undang
Kedudukan Advokat sebagai penegak hukum
telah diatur didalam Pasal 5 Ayat (1) UURI.
No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat, yakni,
“Advokat berstatus sebagai penegak hukum,
bebas dan mandiri yang dijamin oleh hukum
dan peraturan perudang- undangan”
(Rambe, 2001).
Di dalam penjelasan pasal 5 ayat (1)
UU Advokat, dijelaskan bahwa yang
dimaksud dengan “Advokat berstatus
sebagai penegak hukum” adalah : “Advokat
sebagai salah satu perangkat dalam proses
peradilan yang mempunyai kedudukan yang
setara dengan penegak hukum lainnya dalam
menegakkan hukum dan keadilan”.
Sedangkan yang dimaksud dengan “bebas”
adalah sebagaimana dirumuskan dalam
penjelasan Pasal 14, yang dimaksud dengan
“bebas” adalah tanpa tekanan, ancaman,

7
Jurnal Ilmiah Penegakan Hukum, 8 (1) Juni 2021: 91-100

atau perlakuan yang merendahkan harkat


martabat profesi. Kebebasan tersebut satunya penegak hukum yang bebas dan
dilaksanakan sesuai dengan kode etik profesi mandiri yang dijamin oleh hukum dan
dan peraturan perundang-undangan peraturan perundang-undangan sehingga
Penempatan Advokat sebagai sub sistem kedudukannya sama dengan penegak hukum
dalam sistem peradilan pidana sejajar dengan lainnya. Hal ini juga telah diakuinya sebutan
subsistem yang lain (Kepolisian, Kejaksaan, Catur Wangsa penegak hukum (Hakim, Jaksa,
Pengadilan dan Lembaga Pemasyarakatan) Polisi, dan Advokat).
merupakan langkah maju dan sangat penting
artinya bukan saja bagi pencari keadilan Faktor Penyebab Advokat Menghalang-
(Justisiabel), tetapi juga demi kepentingan Halangi Perbuatan Hukum Penyidikan
kelancaran proses itu sendiri. Sebagai Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan
konsekuensi logis dari pemikiran ini adalah Oleh Penyidik KPK
para Advokat harus diberi peluang yang cukup Perbuatan menghalangi proses
baik melalui pengaturan maupun dalam penyidikan tindak pidana atau (obstruction of
praktek pemberian Bantuan Hukum untuk justice) merupakan suatu tindakan seseorang
akses secara penuh dalam proses peradilan yang menghalangi proses hukum penyidikan
pidana (Sudarto, 2008). sehingga pada akhirnya mempersulit petugas
Kedudukan Advokat sebagai penegak penyidik dalam melaksanakan tugasnya di
hukum, memerlukan suatu organisasi yang bidang penyidikan suatu tindak pidana.
merupakan satu-satunya wadah profesi Tindakan menghalang-halangi suatu proses
Advokat sebagaimana Pasal 28 Ayat (1) UU hukum penyidikan tindak pidana ini
Advokat, yaitu ”Organisasi Advokat merupakan perbuatan melawan hukum yang
merupakan satu-satunya wadah profesi memjadikan suatu proses hukum penyidikan
Advokat yang bebas dan mandiri yang menjadi terhalang kelancarannya, sehingga
dibentuk sesuai dengan ketentuan Undang- penyidik tidak dapat mengumpulkan alat-alat
Undang ini dengan maksud dan tujuan untuk bukti dalam membuat perkara tindak pidana
meningkatkan kualitas profesi Advokat” tersebut ditingkatkan ke proses hukum
(Sarmadi S, 2009). Organisasi Advokat, yaitu penuntutan ke jaksa penuntut umum (Ali,
PERADI, pada dasarnya adalah organ negara 2013).
dalam arti luas yang bersifat mandiri Tindakan menghalangi proses hukum
(independent state organ) yang juga merupakan tindakan kejahatan karena jelas
melaksanakan fungsi Negara. Secara akademis menghambat penegakan hukum dan merusak
dan (praktis) ternyata masih ada perbedaan citra lembaga penegak hukum. Istilah
pandangan terhadap kedudukan Advokat obstruction of justice merupakan terminology
sebagai penegak hukum dalam sistem hukum yang berasal dari literature Anglo
peradilan pidana. Ada yang menyebut hanya Saxon, yang dalam doktrin ilmu hukum pidana
Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dan di Indonesia sering diterjemahkan sebagai
Lembaga Pemasyarakatan. Di pihak lain ada “tindak pidana menghalangi proses hukum”
yang menyatakan bahwa Penasihat Hukum (Ali, 2013).
juga bisa ditambahkan sebagai bagian dari sub Berbagai kasus korupsi yang terjadi di
sistem peradilan pidana (Rusli, 2011). Indonesia terlihat ada upaya pihak
Secara normatif maupun dalam berkepentingan untuk menghalang-halangi
kenyataan Lembaga Penegak Hukum tidak proses hukum yang dilakukan oleh aparat
hanya terdiri dari tiga lingkungan jabatan penegak hukum sehingga penyidik menjadi
tersebut di atas, bahkan dari perspektif lambat atau bahkan gagal melaksanakan tugas
pemecahan masalah dan pembaharuan penyidikan dan gagal dalam meningkatkan
penegak hukum, kalau hanya disebut tiga proses hukum kasus korupsi tersebut ke tahap
lingkungan jabatan tersebut, bukan saja tidak penuntutan ke jaksa penuntut umum. Jika
lengkap tetapi misleading yang menyebabkan perbuatan menghalang-halangi proses
bias. (Manan, 2006). Namun sejak penyidikan tindak pidana ini tidak ditindak
diundangkannya UURI No. 18 Tahun 2003 tegas tentunya pelaku korupsi akan
tentang Advokat, telah disebutkan bahwa memanfaatkan jaringannya atau koleganya
kedudukan Advokat adalah juga sebagai salah untuk terhindar dari proses hukum atau
satu penegak hukum, bahkan merupakan satu- melemahkan pembuktian agar pelaku korupsi
8
Syahputra, T.N. Warman, E. Yunara, E. & Hamdan, M. Analisis Yuridis Terhadap Upaya Hukum Pembelaan Advokat

tersebut tidak dapat ituntut dan divonis oleh


jaksa penuntut umum dan manelis hakim di advokat. Akhir-akhir ini sering didengar dalam
pengadilan. berbagai media cetak dan elektronik, seorang
Dalam konteks hukum pidana Advokat diperiksa, disidik, ditetapkan sebagai
menghalangi petugas (obstruction of justice ) tersangka dan dipidana karena terlibat
adalah tindakan yang menghalang-halangi perkara pidana baik langsung maupun tidak
proses hukum yang sedang dilakukan oleh langsung menghalangi, atau sengaja
aparat penegak hukum (dalam hal ini polisi, menghalangi proses penegakan hukum atau
jaksa, hakim, dan advokat), baik terhadap dengan sengaja merintangi proses penyidikan
saksi, tersangka, maupun terdakwa. Mengenai tindak pidana korupsi. Seringkali advokat
sejarah pengaturan obstruction justice di dihadapkan pada pembelaan terhadap klien
Indonesia, pada uraian ini akan disampaikan yang tersangkut tindak pidana korupsi yang
mengenai bagaimana pengaturan ataupun mana hal itu adalah bagian dari tugasnya
bentuk-bentuk dari tindak pidana obstruction sebagai bagian dari sistem peradilan pidana.
of justice dibeberapa Negara. (Nirwanto, 2013, Jika dilihat dari perspektif jenjang
hal. 93). norma, maka ketentuan kode etik dan undang-
Seorang Advokat yang melanggar kode undang yang mengatur mengenai Advokat
etik belum tentu melanggar peraturan telah selaras dan sejalan (Syaputra, 2016).
perundang-undangan, tetapi apabila seorang Oleh karena itu, kedua bentuk hukum tersebut
Advokat melanggar peraturan perundang- memiliki kekuatan yang mengikat bagi para
undangan seperti hukum pidana sudah pasti advokat dalam melaksanakan tugas dan
termasuk juga pelanggaran kode etik profesi fungsinya dalam mendampingi klien di semua
advokat. Advokat yang melanggar peraturan perkara hukum.
perundang-undangan dapat dikenakan sanksi Dalam kasus tindak pidana korupsi
berdasarkan putusan pengadilan dan sanksi tersangka berusaha semaksimal mungkin
kode etik berdasarkan sidang etik yang untuk lepas dan bebas dari segala tuntutan,
dijatuhkan oleh organisasinya. Berkaitan sehingga berbagai cara digunakan, termasuk
dengan adanya pelanggaran kode etik, dalam oleh advokat dengan mempergunakan
kenyataanya, seorang advokat dalam berbagai cara yang memanfaatkan kelemahan
menjalankan profesinya, juga bisa melakukan hukum atau melanggar ketentuan hukum demi
sebuah tindak pidana yang diatur di dalam untuk menyelamatkan klien dari vonis hukum
Kitab Undang-undang Hukum Pidana maupun oleh pengadilan. Pandangan yang keliru
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 terhadap tugas pokok Advokat yang pada
tentang perubahan atas UU No.31 Tahun 1999 prinsipnya adalah membela klien semaksimal
Tentang Pemberantasan Tindak Pidana mungkin dengan pencapaian hasil tertinggi
Korupsi, advokat yang telah melakukan tindak yaitu dibebaskan dari segala hukuman pidana.
pidana tersebut akan dikenai tindakan dengan Apabila klien dapat dibebaskan dari segala
alasan bahwa advokat tersebut melakukan hukuman oleh advokat, maka hal tersebut
pelanggaran terhadap peraturan perundang- merupakan suatu lambang kesuksesan dari
undangan sesuai Pasal 6 kode etik profesi seorang advokat dan lambang keberhasilan
Advokat: huruf e melakukan pelanggaran bagi masyarakat, bahwa advokad tersebut
terhadap peraturan perundang-undangan dan merupakan advokat ysng cerdas karena
atau perbuatan tercela (Prasetyo, 2013). mampu membebaskan kliennya dari hukuman
Walaupun sudah ada Undang-undang pidana yang seharusnya dijatuhkan kepada
Advokat dan Kode Etik Advokat sebagai klien tersebut.
rambu- rambu supaya Advokat berjalan lurus Lahirnya Pasal 21 UU No.20 Tahun 2001
sesuai dengan koridor profesinya baik secara tentang perubahan atas UU No.31 Tahun 1999
yuridis maupun secara etis, namun pada tentang Pemberantasan Tipikor tidak lepas
kenyataannya banyak Advokat yang berhasil atau (diadopsi) dari Pasal 221 KUHP. Kedua
memenangkan kliennya tetapi dibelakangnya pasal ini memang mengatur tentang
menjadi penyuap, terlibat mafia hukum, merintangi atau menghalangi proses
termasuk bekerja sama dengan makelar kasus, penyidikan. Pada dasarnya pengertian
menelantarkan kliennya perbuatan tersebut merintangi atau menghalangi proses
termasuk juga dalam kategori malpraktik penyidikan suatu tindak pidana korupsi yang
dilakukan oleh satu pihak, tanpa terkecuali
9
merupakan suatu perbuatan

10
Jurnal Ilmiah Penegakan Hukum, 8 (1) Juni 2021: 91-100

yang melanggar peraturan perundang-


undangan yang berlaku, sehingga proses advokat dalam melakukan perbuatan
penyidikan tersebut menjadi terganggu, menghalangi /merintangi proses penyidikan
membutuhkan waktu yang lama atau tersebut agar klien advokat tersebut yaitu SN,
mengakibatkan gagalnya penyidikan tersebut, kasusnya tidak dapat ditingkatkan ke tahap
sehingga kasusnya tidak dapat ditingkatkan ke penuntutan dan pada akhirnya advokat
tingkat penuntutan dan penjatuhan hukuman tersebut berkeinginan kasus SN tersebut
oleh majelis hakim pengadilan yang dikeluarkan SP3 (Surat Penghentian
berwenang. Tindakan Penyidikan Perkara) oleh penyidik. Dengan
menghalangi/merintangi proses hukum keluarnya SP3 tersebut maka klien advokat
penyidikan oleh advokat dengan cara melawan tersebut akan terbebas dari segala tuntutan
hukum merupakan upaya advokat untuk hukum maupun penjatuhan hukuman pidana
membebaskan kliennya dari semua tuntutan di pengadilan.
dan penjatuhan hukuman oleh Jaksa Penuntut Berdasarkan dengan teori
Umum maupun Majelis hakim pengadilan. pertanggungjawaban hukum pidana dari
Namun apabila advokat melakukan advokat dalam melaksanakan tindakan
pembelaan dengan didasarkan kepada pembelaan yang menghalang-halangi penyidik
ketentuan peraturan perundang-undangan KPK melakukan proses hukum penyidikan
yang berlaku, maka advokat tidak dapat terhadap tersangka tindak pidana korupsi
dinyatakan telah melakukan perbuatan adalah disebabkan karena tanggung jawab
melawan hukum untuk menghalangi/ profesi advokat yang mewajibkan advokat
merintangi proses hukum penyidikan tindak memberikan pembelaan yang maksimal
pidana korupsi sesuai ketentuan Pasal 21 UU kepada klien yang dibelanya sepanjang status
No.20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas klien yang dibelanya tersebut masih dalam
Undang-undang No.31 Tahun 1999 tentang tahap tersangka dan terdakwa, sehingga klien
pemberantasan tindak pidana korupsi. yang diduga melakukan tindak pidana korupsi
Menghalangi/merintangi suatu tersebut harus dipandang tidak bersalah
perbuatan hukum yang sah berdasarkan sebelum adanya suatu putusan pengadilan
peraturan perundang-undangan yang berlaku yang telah berkekuatan hukum tetap. Oleh
proses hukum penyidikan merupakan suatu karena itu perbuatan menghalang-halangi
perbuatan melawan hukum, karena dilakukan yagn dilakukan oleh advokat terhadap proses
tidak berdasarkan ketentuan hukum yang sah, penyidikan yang dilakukan oleh penyidik KPK
tapi dilaksanakan semata-mata karena adanya dipandang merupakan bagian dari upaya
kehendak dari advokat untuk menyelamatkan advokat dalam melaksanakan kewajibannya
kliennya dari tuntutan hukum dengan cara untuk melakukan pembelaan semaksimal
yang melanggar hukum (Rahardjo, 2010) mungkin dan melakukan upaya-upaya hukum
Merekayasa kecelakaan mobil dengan yang dapat menghindarkan kliennya dari
sengaja menabrakkan mobil tersebut ke pohon tuntutan hukum dalam proses penyidikan
dengan perlahan oleh supir tersangka SN, dan yang dilakukan oleh penyidik KPK tersebut
sebelum rekayasa kecelakaan terjadi advokat
sudah terlebih dahulu memesan satu lantai Pertanggungjawaban Pidana Atas
kamar rumah sakit untuk rekayasa tempat Perbuatan Advokat Yang Menghalang-
perawatan SN, merupakan suatu perbuatan Halangi Penyidikan, Penuntutan Maupun
melawan hukum, tidak hanya Persidangan Terhadap Pelaku Tindak
merintangi/menghalangi tapi juga telah Pidana Korupsi
dengan sengaja melakukan pembohongan Advokat FY yang merupakan penasihat
publik. hukum tersangka korupsi SN ,, melakukan
Adapun faktor yang menjadikan advokat rekayasa kecelakaan tunggal mobil kliennya
yang membela perkara SN melakukan tersebut, dengan cara supir mobil SN
perbuatan melawan hukum tersebut, semata menabrakkan mobil yang ditumpangi SN
mata untuk mempersulit penyidikan yang tersebut ke pohon agar seolah-olah terjadi
dilakukan penyidik KPK, agar kasus SN kecelakaan sesungguhnya, dengan tujuan agar
menjadi lebih panjang waktunya dan SN dapat dirawat inap di Rumah Sakit Medlka
penyidikannya menjadi berbelit-belit, hingga Permata Hijau untuk menghalangi/merintangi
tujuan akhir dari proses hukum penyidikan terhadap kliennya
11
Syahputra, T.N. Warman, E. Yunara, E. & Hamdan, M. Analisis Yuridis Terhadap Upaya Hukum Pembelaan Advokat

tersebut. Pada saat kecelakaan mobil rekayasa untuk menunda


tersebut terjadi, penyidik KPK telah
mendatangi rumah SN, tapi tidak menemukan
SN di rumahnya tersebut (Yusuf, 2013).
FY diduga sudah memesan kamar pasien
terlebih dahulu sebelum SN mengalami
kecelakaan. FY juga meminta dokter RS
Permata Hijau untuk merekayasa data medis
SN. Upaya itu dilakukan dalam rangka
menghindari pemeriksaan oleh penyidik KPK.
Saat itu, SN telah berstatus sebagai tersangka
perkara tindak pidana korupsi pengadaan
kartu tanda penduduk berbasis elektronik (e-
KTP). Menurut jaksa, FY terbukti melanggar
Pasal 21 Undang-Undang Nomor 20Tahun
2001 tentang perubahan atas UU No.31 Tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi dan juga telah melanggar Pasal 55
Ayat
1 ke-1 KUHP yang menyebutkan bahwa,
Dihukum sebagai orang yang melakukan
peristiwa pidana: Orang yang melakukan, yang
menyuruh melakukan atau turut melakukan
perbuatan itu. Orang yang dengan pemberian,
perjanjian, salah memakai kekuasaan atau
pengaruh, kekerasan, ancaman atau tipu daya
atau dengan memberi kesempatan, daya-upaya
atau keterangan, sengaja membujuk untuk
melakukan suatu perbuatan. Pengaturan
dalam pasal ini adalah penerapan sanksi
terhadap pelaku yang melakukan penyertaan
tindak pidana, jika dalam sebuah peristiwa
pidana terjadi pelanggaran atau tindak pidana
yang dilakukan oleh beberapa pelaku
(delneming).
Perbuatan Advokat FY yang
dilakukannya baik sendiri sendiri maupun
secara bersama sama tersebut dilakukan
dengan itikad tidak baik atau dengan
melakukan perbuatan curang dengan tujuan
menjadikan SN tersangka korupsi tersebut
menjadi berada dalam kondisi tidak layak
melaksanakan proses hukum penyidikan dan
tujuan selanjutnya melakukan penundaan
terhadap proses hukum penyidikan terhadap
klien FY yaitu SN, yang direkayasa masuk
rumah sakit dan diinformasikan ke publik
bahwa klien nya tersebut mengalami luka yang
sangat parah, sebingga tidak bisa menjalani
pemeriksaan oleh penyidik KPK.
Dalam berkas perkara atas nama FY yang
disangka melanggar Pasal 21 UU TPK,
ditemukan beberapa perbuatan yang
dilakukan oleh mantan pengacara SN. FY
selaku advokat mengupayakan kliennya (SN)
12
proses hukum yang dilakukan oleh KPK
(pending judicial proceedings). Hal itu
dilakukan dengan berbagai cara, pertama: FY
mengajukan surat ke Direktur Penyidikan
KPK. Adapun isinya mengatakan kalau dia
selaku advokat SN sedang melakukan uji
materiil ke MK mengenai kedudukan mantan
Ketua Umum Partai Golkar tersebut sebagai
anggota DPR. Sehingga pemanggilan tersebut
harus seizin presiden. Kedua, FY melakukan
“perlawanan” dengan melaporkan pimpinan
KPK, penyidik KPK ke Bareskrim dengan
laporan diduga melanggar Pasal 414 jo Pasal
421 KUHP. Ketiga FY melakukan rekayasa
agar SN dirawat inap di Rumah Sakit Medika
Permata Hijau. Hal ini dilakukan dalam
rangka menghindari pemeriksaan
penyidikan oleh penyidik KPK terhadap
suami DATT. Akan tetapi dalam konstruksi
dakwaan penuntut umum, hanya perbuatan
ketiga, yaitu perbuatan FY melakukan
rekayasa agar SN dirawat inap di Rumah
Sakit Medika Permata Hijau dalam rangka
menghindari pemeriksaan Penyidikan oleh
Penyidik KPK, yang didakwakan sebagai
perbuatan materiil menghalangi, merintangi
proses penyidikan (Prapto, 1990).
Hal tersebut dikarenakan perbuatan
obstruction of justice itu harus dibuktikan
unsur kesengajaannya atau mengetahui
tindakan perbuatannya itu. Tidak hanya
mengetahui akan perbuatannya, tetapi tahu
kalau tindakan itu mengandung kesalahan
dan melawan hukum. Simons memberikan
syarat kesalahan berupa perbuatan melawan
hukum dan adanya kehendak perbuatan
tersebut. Menurut Mezger yang mengartikan
kesalahan sebagai keseluruhan syarat yang
memberi dasar pencelaan pribadi terhadap
pelaku pidana. Kesalahan selalu melekat
pada orang yang berbuat salah sebagaimana
adagium facinus quos inquinat aequat. Sifat
kesalahan itu ada 2 (dua), yaitu sifatnya
dapat dicelanya (verwijtbaarheid) perbuatan
dan sifat dapat dihindarkannya
(vermijdbaarheid) perbuatan yang melawan
hukum.
Dalam fakta di persidangan terungkap
adanya permintaan untuk diagnosa
kecelakaan dan memesan kamar rawat inap,
sedangkan kecelakaan belum pernah terjadi
merupakan perbuatan yang tercela dan
perbuatan itu melawan hukum. Banyak
contoh perbuatan tercela dan perbuatan
melawan hukum antara lain, seorang
penumpang yang datang atau pergi ke
wilayah hukum Indonesia tetapi tidak

13
Jurnal Ilmiah Penegakan Hukum, 8 (1) Juni 2021: 91-100

melewati pemeriksaan paspor, dan masih bertujuan menghindari penyidikan KPK


banyak lagi contoh lainnya. Untuk perbuatan
FY mengajukan surat ke Direktur Penyidikan
KPK, yang isinya mengatakan kalau dia selaku
advokat SN sedang melakukan uji materiil ke
MK mengenai kedudukan kliennya sebagai
anggota DPR, sehingga pemanggilan tersebut
harus seizin presiden. Dan perbuatan kedua,
FY melakukan “perlawanan” dengan
melaporkan pimpinan KPK, penyidik KPK ke
Bareskrim dengan laporan diduga melanggar
Pasal 414 jo Pasal 421 KUHP. Menurut penulis
perbuatan itu bagian dari kedudukannya
sebagai advokad untuk pembelaan klien dan
tidak ada unsur kesalahan.
Selanjutnya dalam Undang-undang
Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, pada
Pasal 14 dan Pasal 15 UU Advokat,
mengatakan pada intinya Advokat bebas
mengeluarkan pendapat atau pernyataan
dalam membela perkara yang menjadi
tanggung jawabnya tetap berpegang pada kode
etik profesi dan peraturan perundang-
undangan.
Perbuatan advokat FY dalam upaya
melakukan pembelaan terhadap klien tidak
lagi sesuai dengan ketentuan hukum yang
berlaku baik di bidang hukum pidana maupun
di bidang UU advokat. Perbuatan Advokat FY
telah melampaui batas batas
pembelaan yang termuat dalam
UUAdvokat dan tidak
mengandung unsur itikadbaik dalam
melakukan pembelaan terhadap kliennya SN
pembelaan yang terlalu berlebihan dari
advokat mengakibatkan advokat yang
bersangkutan berada di luar jalur peraturan
perundang-undangan dan telah melakukan
perbuatan melawan hukum dengan sengaja
dan dengan itikad tidak baik (Wasingtu, 2001).
Apabila dikaitkan dengan upper teory
pertanggungjawaban hukum pidana,
perbuatan hukum yang dilakukan oleh advokat
yang diduga menghalang-halangi proses
penyidikan yang dilakukan penyelidikan KPK
dipandang merupakan suatu perbuatan
melawan hukum oleh pengadilan, karena
berupaya untuk menghilangkan barang bukti
dan menyembunyikan tersangka dari penyidik
KPK, sehingga memperlambat proses
penyidikan yang dilakukan oleh penyelidikan
KPK dan advokat dipandang telah melakukan
perbuatan melawan hukum pidana karena
berupaya untuk menyelamatkan klien yang
dibelanya dari proses penyidikan KPK yang
14
sehingga dapat melepaskan klien yang pertanggungjawaban pidana atas
diduga melakukan tindak pidana korupsi perbuatan advokat yang
tersebut dari segala tuntutan hukum yang
harus dijalani oleh klien tersebut.
Oleh karena itu pengadilan
berpandangan bahwa advokat FY tersebut
telah melakukan perbuatan melawan hukum
pidana sebagaimana termuat di dalam Pasal
21 UU No.20 Tahun 2001 tentang perubahan
atas UU No.31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tipikor tidak lepas atau
(diadopsi) dari Pasal
221 KUHP, sehingga pertanggungjawaban
hukum pidana dari advokat FY diberikan
sanksi pemidanaan sesuai dengan delik yang
dilakukan yaitu dengan dijatuhi pidana
penjara selama 7 (tujuh) tahun penjara dan
denda sebanyak Rp 500.000.000 subsidair 5
(lima) bulan oleh pengadilan tipikor Jakarta
Pusat melalui Putusan Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat No.09/Pidsus-TPK/2018.

SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian, maka
didapat kesimpulan bahwa yang menjadi
Landasan yuridis kedudukan advokat dalam
melaksanakan tugas dan kewajibannya
sebagai bagian dari penegak hukum di
Indonesia termuat dalam Pasal 5 Ayat (1),
Pasal 14, Pasal
28 ayat 1 UU No. 18 Tahun 2003, dalam UU. No.
8 Tahun 1981 tentang KUHAP, UU No. 18
Tahun
2003 tentang Advokat, UU. No. 48 Tahun
2009 tentang Kekuasaan Kehakiman serta
UU No.16 Tahun 2011 tentang Bantuan
Hukum. Kemudian yang menjadi penyebab
advokat menghalang-halangi perbuatan
hukum penyidikan tindak pidana korupsi
yang dilakukan oleh penyidik KPK adalah
tindak pidana korupsi SN yang dilakukan
oleh advokat FY dalam Putusan Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat
No.09/Pidsus-TPK/2018, adalah agar proses
penyidikan yang dilakukan oleh penyidik
KPK tersebut menjadi terhambat
kelancarannya, sehingga
dapat
memperpanjang waktu penyidikan tersebut,
sehingga dapat pula menunda proses hukum
penuntutan maupun persidangan tindak
pidana korupsi tersebut dalam upaya
advokad FY untuk menyelamatkan tersangka
SN dari jerat penuntutan hukum oleh Jaksa
Penuntut Umum, maupun penjatuhan
hukuman di persidangan pengadilan tindak
pidana korupsi. Selanjutnya penelitian ini
berhasil menganalasis bahwa
15
Syahputra, T.N. Warman, E. Yunara, E. & Hamdan, M. Analisis Yuridis Terhadap Upaya Hukum Pembelaan Advokat

menghalang-halangi penyidikan, penuntutan


maupun persidangan terhadap pelaku tindak Prapto, S. (1990). Tindak Pidana Korupsi. Surabaya:
pidana korupsi adalah bahwa perbuatan Usaha Nasional.
tersebut melawan hukum Pasal 21 UU No.20 Prasetyo, T. (2013). Hukum Pidana. Jakarta:
Rajawali Pers.
Tahun 2001 tentang perubahan atas UU No.31
Rahardjo, S. (2010). Sosiologi Hukum
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Perkembangan Metode dan Pilihan Masalah.
Pidana Korupsi dengan ancaman pidana Yogyakarta: Genta Publishing.
penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan Rambe, R. (2001). Teknik Praktek Advokat,
paling lama 12 (duabelas) tahun dan atau Gramedia Widiasarana. Jakarta: Gramedia
denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 Widiasarana.
(seratus lima puluh jutarupiah) dan paling Rusli, M. (2011). Sistem Peradilan Pidana Terpadu.
banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta Yogyakarta: UII Press.
rupiah). Sarmadi, A. S. (2009). Advokat, Litigasi dan Non-
Litigasi Pengadilan Menjadi Advokat
Indonesia Kini. Bandung: Mandar Maju.
DAFTAR PUSTAKA Sarmadi, S. (2009). Advokat Litigasi dan Non-
Ali, M. (2013). Asas Teori dan Praktek Hukum litigasi Pengadilan. Bandung: Mandar Maju.
Pidana Korupsi. Yogyakarta: UII Press. Sudarto. (2008). Hukum dan Hukum Pidana.
Arif, M. d. (2013). Teori-Teori dan Kebijakan Pidana. Bandung: Alumni.
Bandung: Alumni. Syaputra, M. Y. (2016). Kajian Yuridis Terhadap
Ediwarman. (2016). Monograf Metodologi Penegasan Hiearaki Peraturan Perundang-
Penelitian Hukum (Panduan Penulisan Tesis Undangan Di Indonesia Dalam Perspektif
dan Disertasi). Yogyakarta: Genta Publishing. Stufen Theorie. Jurnal Mercatoria, 9(2).
Hadi, R. (2011). Peranan Advokat dalam Penegakan Wasingtu, Z. (2001). Penegakan Hukum Undang-
Hukum di Indonesia. Surabaya: Mitra Ilmu. Undang Korupsi. Jakarta.
Manan, B. (2006). Kedudukan Penegak hukum www.obor.rakyat.co.id. (2018, Maret Selasa).
dalam sistem ketatanegaraan Republik Retrieved from Obor Rakyat:
Indonesia. Varia Peradilan, XXI(243), 7. www.obor.rakyat.co.id
Marpaung, L. (2011). Proses Penanganan Perkara Yusuf, M. (2013). Merampas Aset Koruptor Solusi
Pidana. Jakarta: Sinar Grafika. Pemberantasan Korupsi di Indonesia.
Nirwanto, D. A. (2013). Dikotomi Terminologi Jakarta: Kompas.
Keuangan Negara Dalam Perspektif Tindak
Pidana Korupsi. Semarang: Aneka Ilmu.

16

Anda mungkin juga menyukai