Jurnal Tugas Hukum Pidsus Ilham Ramadhan
Jurnal Tugas Hukum Pidsus Ilham Ramadhan
DOI : http://dx.doi.org/10.31289/jiph.v8i1.4878
Abstract
This study aims to analyze the position of advocates in carrying out their duties and obligations as part of law
enforcement in Indonesia, and to examine the factors that cause advocates to hinder legal actions in investigating
corruption crimes carried out by KPK investigators. As well as to examine criminal liability for the actions of advocates
that hinder the investigation, prosecution and trial of perpetrators of corruption. This research is a normative legal
research. With the nature of descriptive analytical research. This research was conducted using library research and
qualitative data analysis. This study also uses interview guidelines as a data collection tool. This study resulted that the
SN corruption crime committed by FY advocates in the Central Jakarta District Court Decision No.
09/Pidsus-TPK/2018 in the investigation process carried out by the KPK investigators was hampered, so that the
investigation time could be extended and could delay the legal process. The prosecution and trial of the criminal act of
corruption is an effort by FY advocates to save suspect SN from the snares of legal prosecution by the Public
Prosecutor Criminal responsibility for the actions of lawyers who hinder the investigation, prosecution and trial of
perpetrators of criminal acts of corruption is that the act is against the law of Article 21 of Law No. 20 of 2001
concerning amendments to Law No. 31 of 1999 concerning the Eradication of Criminal Acts of Corruption.
Keywords: Advocates, Corruption, Investigation, KPK.
How to Cite: Syahputra, T.N. Warman, E. Yunara, E. & Hamdan, M. (2021). Analisis Yuridis Terhadap Upaya
Hukum Pembelaan Advokat Terhadap Tersangka Korupsi Yang Menghalang-Halangi Penyidikan KPK (Studi
Putusan No. 09/Pidsus-TPK/2018), Jurnal Ilmiah Penegakan Hukum, 8 (1) 2021 : 91-100
1
Syahputra, T.N. Warman, E. Yunara, E. & Hamdan, M. Analisis Yuridis Terhadap Upaya Hukum Pembelaan Advokat
PENDAHULUAN berupaya
Advokat adalah salah satu penegak
hukum yang bertugas memberikan bantuan
hukum atau jasa hukum kepada masyarakat
atau klien yang menghadapi masalah hukum
baik perdata, pidana maupun administrasi
negara. Dalam sumpahnya, advokat
bersumpah tidak akan berbuat palsu atau
membuat kepalsuan, baik di dalam maupun di
luar pengadilan. Dalam menjalankan tugasnya
advokat memiliki hak dan kewajiban serta
fungsinya sesuai Kode Etik Advokat Indonesia
dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003
Tentang Advokat, yang mengatur bahwa
Advokat tidak boleh melanggar aturan hukum
yang berlaku (Hadi, 2011).
Advokat sebagai penasehat hukum
maupun pembela klien yang diduga
melakukan tindak pidana korupsi
melaksanakan tugas dan kewajibannya dalam
memberikan advis, termasuk langkah-langkah
dan upaya-upaya hukum yang dapat ditempuh
oleh klien dalam menghindarkan klien dari
sanksi hukum atau minimal meringankan
sanksi hukum yang harus diterima oleh klien
dalam proses hukum yang sedang dijalaninya.
Oleh karena itu kondisi advokat sebagai
pembela dari klien yang diduga melakukan
tindak pidana merupakan dilema bagi proses
hukum yang sedang berlangsung, seolah-olah
advokat yang membela klien tersebut
bertindak mencari celah hukum yang dapat
dimanfaatkan agar klien yang dibela advokat
tersebut terhindar dari tuntutan maupun
sanksi hukum yang sedang dan akan dijalani
oleh klien tersebut. Selain itu kondisi advokat
dalam penegakan hukum adalah berupaya
menegakkan proses hukum yang sedang
berlangsung terhadap klien yang dibelanya
namun seolah-olah berupaya untuk
menghindarkan klien yang dibelanya dari
sanksi hukum dengan cara berupaya untuk
memperlambat proses hukum yang sedang
dijalani oleh klien tersebut.
Dampak negatif dari kondisi advokat
dalam melakukan pembelaan terhadap klien
tersebut adalah bahwa proses penegakan
hukum menjadi berlangsung cukup panjang
dan menimbulkan kesulitan-kesulitan bagi
para penyidik KPK dalam melaksanakan tugas
dan kewajibannya melakukan penyidikan
terhadap tindak pidana korupsi tersebut.
Sedangkan dampak positif dari kondisi
advokat dalam melakukan pembelaan
terhadap klien adalah bahwa advokat juga
2
melakukan penegakan hukum dalam proses
penyidikan tersangka tindak pidana korupsi,
dimana kedudukan tersangka harus
dipandang tidak bersalah sebelum adanya
suatu keputusan pengadilan yang
berkekuatan hukum tetap (asas presumption
of innocence) atau asas praduga tak bersalah.
Oleh karena itu advokat berupaya secara
hukum untuk membuktikan dalam proses
penyidikan bahwa klien yang dibelanya tidak
bersalah dan harus dibebaskan dari segala
tuntutan maupun sanksi hukum yang
berlaku di bidang tindak pidana korupsi
tersebut (Arif, 2013).
Namun dalam kenyataan pelaksanaan
profesi advokat, ada oknum advokat yang
tidak dapat menjunjung tinggi idealisme dari
profesi itu sendiri. Hal itu disebabkan karena
faktor di luar dirinya yang begitu kuat dan
kurangnya penghayatan advokat yang
bersangkutan terhadap esensi profesinya
(Sarmadi, 2009). Di dalam menjalankan
profesinya Advokat sering dihadapkan pada
pembelaan terhadap klien yang tersangkut
kasus korupsi yang mana hal itu adalah
bagian dari tugas advokat sebagai bagian
dari Sistem Peradilan Pidana. Dalam
melakukan advokasi terhadap klien yang
menjadi tersangka kasus korupsi, advokat
diduga melakukan perbuatan menghalang-
halangi (berupaya menggagalkan)
penyidikan tindak pidana korupsi yang
dituduhkan kepada klien nya, sebagaimana
yang diduga dilakukan oleh advokat FY, yaitu
memberikan pernyataan kepada publik
bahwa kliennya SN, dalam kondisi luka berat
pasca terjadinya kecelakaan tunggal mobil
fortuner kliennya tersebut karena menabrak
tiang listrik di kawasan Permata Hijau,
Kebayoran Lama, Jakarta Selatan pada hari
Kamis, 16 November 2017 yang lalu dan
memperoleh perawatan medis di Rumah
Sakit Medika Permata Hijau.
FY dalam keterangan persnya
dihadapan publik dan disiarkan oleh
beberapa stasiun televisi juga menyatakan
bahwa klien nya SN belum dapat diperiksa
oleh KPK, karena sedang dalam perawatan
intensif di Rumah Sakit Medika Permata
Hijau, karena mengalami shock dan trauma
berat serta ada benjolan di kepalanya
sebesar bakpao. Oleh karena itu KPK belum
bisa memeriksa tersangka korupsi E KTP SN
tersebut. Pernyataan advokad FY tersebut
ternyata sangat berbeda dengan kenyataan
yang sebenarnya tentang kondisi kesehatan
SN tersebut.Tidak ada benjolan di kepala SN
sebesar bakpao yang dinyatakan advokat FY
3
Jurnal Ilmiah Penegakan Hukum, 8 (1) Juni 2021: 91-100
dan kondisi jesehatan SN juga dinyatakan baik perubahan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999
dan layak diperiksa sebagai tersangka korupsi
E KTP setelah team dokter KPK memeriksa
kondisi kesehatsn SN tersebut. Penyelidikan
oleh aparat kepolisian lalu lintas di Tempat
Kejadian Perkara (TKP), ternyata didapati
fakta di lapangan bahwa kondisi mobil
fortuner yang mengalami kecelakaan
menabrak tiang listrik tersebut ternyata hanya
mengalami kerusakan ringan pada bumper
sebelah kanannya. Melihat fakta kondisi
kerusakan mobil tersebut, maka kondisi
penumpang yang berada di mobil fortuner
tersebut tidak akan mengalami kondisi yang
parah.
Fakta lapangan selanjutnya ternyata
sebelum terjadi kecelakaan, Advokat FY
ternyata telah terlebih dahulu memesan kamar
perawatan VIP di Rumah Sakit Medika
Permata Hijau sehari sebelum kecelakaan
tunggal mobil fortuner yang ditumpangi oleh
SN tersebut terjadi. Oleh karena itu upaya
menghalang- halangi upaya hukum penyidikan
yang dilakukan oleh KPK terhadap tersangka
korupsi E KTP SN dituduhkan kepada advokat
FY berdasarkan fakta-fakta hukum tersebut.
Pembelaan terhadap klien yang disangka
melakukan tindak pidana korupsi E KTP yang
dilakukan SN bisa dilaksanakan secara hukum
oleh Advokat sebagai tugas profesinya. Akan
tetapi pelaksanaan pembelaan yang dilakukan
oleh advokat FY tersebut harus berdasarkan
prosedur dan tata cara hukum yang berlaku,
dan tidak boleh bertentangan dengan UU
Advokat No. 18 Tahun 2003, UU No. 20 Tahun
2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP) maupun Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana (KUHAP), UU No. 8 Tahun 1981,
agar advokat dapat
mempertanggungjawabkan perbuatannya,
“karena penegakan hukum dengan cara
melawan hukum juga tidak dapat dibenarkan
secara hukum”. Tindak pidana korupsi disebut
juga sebagai extraordinary crime yang sangat
merugikan keuangan dan perekonomian
negara serta pelaksanaan pembangunan
nasional. Berbagai usaha telah dilakukan
untuk mengatasi tindak pidana korupsi. Salah
satu usaha tersebut adalah dengan
dikeluarkannya berbagai peraturan
perundang-undangan anti korupsi (undang-
undang khusus) (Marpaung, 2011).
Berdasarkan atas ketentuan Pasal 21
Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang
4
tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi dapat dikenakan kepada siapa saja
yang berusaha dengan sengaja untuk
mencegah, merintangi atau menggagalkan
secara langsung atau tidak langsung setiap
penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di
sidang pengadilan terhadap tersangka atau
terdakwa atau para saksi dalam perkara
korupsi. Pasal 21 tersebut di atas dijadikan
sebagai dasar hukum untuk menjadikan FY
sebagai tersangka dalam kasus pencegahan /
menghalang-halangi atau berupa
menggagalkan penyidikan oleh KPK
terhadap tersangka kasus e-KTP SN.
Kronologi peristiwa ditetapkannya
advokat FY sebagai tersangka yang
menghalang-halangi proses hukum tingkat
penyidikan terhadap tersangka korupsi E
KTP SN sesuai ketentuan Pasal 21 Undang-
Undang No. 20 Tahun 2001 tentang
perubahan Undang- Undang No. 31 Tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi tersebut diawali pada 15 November
2017 lalu ketika SN dijadwalkan akan
diperiksa oleh tim penyidik KPK di kantor
KPK dalam kapasitasnya sebagai tersangka
korupsi E KTP. Namun SN tidak datang, dan
hanya mengirim surat pemberitahuan
kepada penyidik KPK. Karena telah
berulangkali tidak hadir, penyidik KPK pun
mendatangi rumah SN dengan membawa
surat penangkapan dan penggeledahan.
Tim penyidik KPK datang pada sekitar
pukul 21.40 WIB dan hingga 02.50 WIB
tanggal
16 November 2017, namun SN tidak juga
ketemu, dan setelah dicari penyidik di
rumahnya tidak ketemu, tim penyidik KPK
bertindak cepat dengan mengirimkan surat
Daftar Pencarian Orang ke Mabes Polri atas
nama tersangka kasus korupsi E KTP SN.
Pada malam hari tanggal 17 November 2017,
tersiar kabar jika SN mengalami kecelakaan
dan dibawa ke Rumah Sakit Medika, Permata
Hijau. Namun SN tidak lebih dulu dibawa ke
ruang Unit Gawat Darurat (UGD)
sebagaimana layaknya seorang korban
kecelakaan lalu lintas, tetapi langsung
dibawa masuk ke ruang rawat inap.
Diduga advokat FY datang lebih dulu
untuk koordinasi ke rumah sakit. Fakta
lainnya didapat informasi bahwa salah
seorang dokter di rumah sakit Medika
Permata Hijau mendapat telepon dari orang
yang diduga advokat SN, yakni FY, yang
menginformasikan bahwa SN akan dirawat
di RS sekitar pukul 21.00 WIB,
5
Syahputra, T.N. Warman, E. Yunara, E. & Hamdan, M. Analisis Yuridis Terhadap Upaya Hukum Pembelaan Advokat
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode
penelitian hukum yuridis normatif atau
disebut juga dengan penelitian hukum
6
penelitian hukum dokrinal. Penelitian ini hambatan, tanpa rasa takut,
didasarkan atas data sekunder sebagai
sumber bahan informasi dapat merupakan
bahan hukum primer, bahan hukum
sekunder dan bahan hukum tertier.
Pelaksanaan penelitian hukum normatif
secara garis besar ditujukan kepada
(Ediwarman, 2016).
Pendekatan penelitian normatif ini
adalah Studi Putusan No.
09/Pidsus-TPK/2018, Undang-Undang No.
20 Tahun 2001 tentang
perubahan Undang-Undang No. 31 Tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi, Undang-Undang No. 18 Tahun 2003
tentang Advokat, KUHP, dan KUHAP yang
diatur di dalam Undang-Undang No. 8 Tahun
1981. Prosedur pengumpul dan pengambilan
data yang digunakan dalam penelitian ini
dilakukan dengan menggunakan metode
penelitian kepustakaan (library research).
Analisis data yang digunakan adalah analisis
kualitatif dengan metode induktif.
7
Jurnal Ilmiah Penegakan Hukum, 8 (1) Juni 2021: 91-100
10
Jurnal Ilmiah Penegakan Hukum, 8 (1) Juni 2021: 91-100
13
Jurnal Ilmiah Penegakan Hukum, 8 (1) Juni 2021: 91-100
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian, maka
didapat kesimpulan bahwa yang menjadi
Landasan yuridis kedudukan advokat dalam
melaksanakan tugas dan kewajibannya
sebagai bagian dari penegak hukum di
Indonesia termuat dalam Pasal 5 Ayat (1),
Pasal 14, Pasal
28 ayat 1 UU No. 18 Tahun 2003, dalam UU. No.
8 Tahun 1981 tentang KUHAP, UU No. 18
Tahun
2003 tentang Advokat, UU. No. 48 Tahun
2009 tentang Kekuasaan Kehakiman serta
UU No.16 Tahun 2011 tentang Bantuan
Hukum. Kemudian yang menjadi penyebab
advokat menghalang-halangi perbuatan
hukum penyidikan tindak pidana korupsi
yang dilakukan oleh penyidik KPK adalah
tindak pidana korupsi SN yang dilakukan
oleh advokat FY dalam Putusan Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat
No.09/Pidsus-TPK/2018, adalah agar proses
penyidikan yang dilakukan oleh penyidik
KPK tersebut menjadi terhambat
kelancarannya, sehingga
dapat
memperpanjang waktu penyidikan tersebut,
sehingga dapat pula menunda proses hukum
penuntutan maupun persidangan tindak
pidana korupsi tersebut dalam upaya
advokad FY untuk menyelamatkan tersangka
SN dari jerat penuntutan hukum oleh Jaksa
Penuntut Umum, maupun penjatuhan
hukuman di persidangan pengadilan tindak
pidana korupsi. Selanjutnya penelitian ini
berhasil menganalasis bahwa
15
Syahputra, T.N. Warman, E. Yunara, E. & Hamdan, M. Analisis Yuridis Terhadap Upaya Hukum Pembelaan Advokat
16